Anda di halaman 1dari 29

TUGAS BELAJAR MATA KULIAH TEOLOGI MORAL KELUARGA

(DR. ALBERTUS SUJOKO, S.S., LIC. TH)

Nama : Johanes Feygthi Sandehang

Prodi/Semester : Teologi/III

PERTANYAAN

1. Apakah yang dimaksud dengan Karya Pastoral?


2. Apa yang dimaksud dengan Karya Pastoral Keluarga?
3. Apa pendapat-pendapat Bapa-bapa Gereja (Patristik) tentang Keluarga Kristiani pada
zaman itu?
4. Lingkungan masyarakat seperti apa pada zaman Patristik itu yang menjadi latar belakang
pengajaran Patristik tentang Keluarga Kristiaui?
5. Siapa kira-kira yang memberkati perkawinan pada awal kekristenan itu? Siapa yang
memberkati perkawinan di Kana (Yoh 2:1-11) menurut Anda? Jelaskan pendapat Anda
itu?

JAWABAN

1. Karya Pastoral

Pelayanan Penggembalaan atau karya pastoral merupakan satu tanggung jawab yang
diberikan Tuhan kepada yang dipercayainya selaku gembala, namun pemahaman di antara
para gembala masa kini tentang tanggung jawab itu semakin kabur dengan kebanyakan hanya
mejalankan fungsi penggembalaan setengah jadi. Itu sebabnya dalam penelitian pastoral di
antara beberapa gereja pada tahun silam ditemui adanya sejumlah kelemahan kehidupan
keimanan jemaat. Gembala bertanggung jawab mengajar (dodaskalous), menuntun
(piomenas) dan memimpin (episkopos). Ketiganya tidak terpisahkan melainkan menyatu dan

1|TEOLOGI MORAL KELUARGA


tersinergi dalam sepanjang kegiatan pastoral seperti yang telah ditunjukkan oleh Yesus
Kristus dalam menggembalakan muridNya. Menggembalakan umat Tuhan sesungguhnya
adalah pelayanan Tuhan Yesus yang Ia sharing-kan kepada para gembala jemaat. Kalau
engkau mengasihi Aku, kata Yesus, gembalakanlah domba-dombaKu (bdk. Yoh. 21:15-19).

Pada dasarnya tugas seorang gembala sebagaimana dapat ditemukan didalam Alkitab
sangat variatif. Berbagai tugas itu bila dilihat dari pengertian kata gembala secara etimologis
banyak kali ditemukan dalam bentuk analog-simbolis sehingga kadang kala kata itu dipakai
menunjuk Tuhan sebagai gembala bagi Israel, umatnya di Perjanjian Lama. Itu misalnya yang
terdapat dalam ungkapan Mazmur 23, ―Tuhan adalah Gembalaku, aku tak akan kekurangan
suatu apapun‖. Konsep yang sama dipakai oleh Yohanes di Perjanjian Baru saat ia mengutip
perkataan Yesus Kristus yang berkata, ―Akulah Gembala yang baik…‖. Namun sebaliknya
kata ini kerap pula dipakai dalam bentuk harfiah yang menunjuk kepada seorang gembala
hewan yakni gembala kawanan domba peliharaan, seperti Yakub, Musa dan juga Daud yang
pernah menekuni profesi gembala seperti itu. Kata gembala dalam pengertian kiasan diatas
itulah dipakai menunjuk kepada seseorang yang mengerjakan pelayanan gereja. Tugas dan
tanggung jawabnya gembala sebagaimana yang diungkapkan alkitab adalah antara lain:
mendoakannya (Yoh.10), memberi makan (Lukas 17: 7, dll); menjalankan kekuasaan (Wahyu
12:5, dll); membela dan menjaga (Mat. 9:36, dll); memelihara (Ibrani 13:10, dll); mengatur
dan mengawasi (Titus 1:2-5, dll); mencari dombanya yang hilang (Lukas 15:1 dst, dll);
menuntun dombanya keluar dan masuk kandangnya kembali (Yoh.10, dll); melindungi
dombanya dari bahaya (Maz. 23, dll).

Pelayanan atau karya pastoral adalah pelayanan yang berkata-kata tentang teori dan
praktek pelayanan. Atau dengan kata lain, hal ini menyangkut pernyataan dan perwujdan
secara konkret dari sebuah tindakan pastoral yang mana berhubungan dengan tugas
penggembalaan. Juga tentang pelayanan yang dijalankan oleh gereja atau jemaat dalam arti
umum dan oleh pastor1 secara khusus. Isi pelayanan pastoral pertama-tama berkata-kata
tentang Allah dan pemeliharaanNya akan manusia, lalu tentang manusia yang menerima atau
mengalami pemeliharaan Allah itu. Manusia seutuhnya adalah manusia dari tubuh dan jiwa.
Pengertian-pengertian dasar untuk pelayanan pastoral yakni menurut Alkitab PL bahwa
manusia itu utuh dari tubuh dan jiwa atau tubuh yang berjiwa (Kej.2:7). Manusia itu tidak

1
Pastor dalam bahasa latin pastor yang berarti gembala yang dalam kaitannya dengan bahasa Inggris pasture
yang berarti padang yang mana menjadi tempat gembala bekerja menggembalakan kawanan dombanya. Pastor
dipakai untuk menyebutkan seorang imam (katolik) sebagai pemimpin Gereja. Simbol ini menjadi lambang atau
simbol dari Yesus Sang Gembala yang Baik.
2|TEOLOGI MORAL KELUARGA
mempuyai jiwa ilahi (nefesy), karena nefesy adalah kehidupan atau makhluk yang hidup.
Nefesy adalah pengertian yang melingkupi hakikat atau diri manusia seluruhnya. Dalam PB,
dipakai kata psyckhe sebagai kehidupan individual yang terbatas. Untuk kehidupan dalam arti
umum dan kehidupan yang kekal, PB menggunakan kata zoe, sedangkan kata sarx
mempunyai dua arti yaitu manusia yang duniawi dan makhluk yang berdosa. Jadi, manusia itu
adalah seluruhnya sebagai suatu kesatuan dalam tubuh, jiwa, dan roh. Menurut teolog Eduard
Thurneysen jiwa adalah rahasia eksistensi manusia sebagai pribadi dalam panggilannya di
hadapan Allah. Allah menciptakan manusia sebagai tubuh dan jiwa yang merupakan suatu
kesatuan. Allah menciptakan manusia oleh FirmanNya dan untuk FirmanNya itu. Allah
menghidupkan dan memanggilnya, Allah berkata-kata kepada dan dengan manusia itu.
Manusia mengaku bahwa ia diciptakan untuk mendengar Allah dan mengakui sebagai
Allahnya. Manusia berdiri di hadapan Allah dinyatakan oleh roh dan gambar Allah yang
memungkinkan manusia untuk masuk dalam relasi dengan Allah.

Dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II di antara pelbagai aspek partisipasi kaum


beriman yang tak ditahbiskan dalam misi Gereja, juga diutarakan kerja sama langsung dalam
tugas-tugas para gembala.―Apabila kebutuhan dan kebijaksanaan di dalam Gereja menuntut,
para gembala sesuai dengan norma-norma hukum universal dapat memercayakan beberapa
jabatan dan peran kepada kaum awam, yang memang berkaitan dengan pelayanan pastoral
mereka, tetapi tidak menuntut sifat tahbisan‖. Dengan cara ini, kerja sama ini bukan semata-
mata bantuan, melainkan pengayaan timbal balik panggilan umum Kristiani. Kerja sama ini
diatur oleh legislasi pasca konsili dan terutama oleh Kitab Hukum Kanonik.

Kitab Hukum Kanonik (KHK), setelah menyebut hak dan kewajiban semua orang
beriman46, dalam bagian setelahnya membahas tak hanya kewajiban dan hak yang khas bagi
kaum awam karena ciri keduniawiannya, melainkan juga tugas-tugas dan fungsi-fungsi lain
yang bukan milik mereka saja. Beberapa tugas dan fungsi daripadanya menyangkut semua
orang beriman, ditahbiskan atau tidak, sementara yang lain dipertimbangkan dalam kerja
sama dengan pelayanan suci para klerusi. Sehubungan dengan bidang tugas-tugas dan fungsi-
fungsi yang disebut terakhir orang beriman yang tak tertahbis tidak mempunyai hak untuk
melaksanakannya. Sebaliknya mereka ―dapat diangkat oleh Gembala suci mengemban
jabatan-jabatan dan tugas-tugas gerejawi, yang menurut ketentuan-ketentuan hukum dapat
mereka emban‖. Atau bila ―untuk pelayanan ini tidak ada orang yang ditugaskan.. juga orang
awam... menurut ketentuan hukum dapat melaksanakan tugas-tugas tertentu‖. Agar kerja
sama ini secara serasi masuk ke dalam pelayanan pastoral, dan untuk menghindari

3|TEOLOGI MORAL KELUARGA


penyelewengan dan penyalahgunaan disipliner dalam pelaksanaan pastoral, sangat perlulah
memiliki kejelasan prinsip-prinsip doktriner. Dengan demikian penerapan tegas, saksama dan
loyal atas disposisi kanonik dewasa ini ke seluruh Gereja sungguh perlu, untuk menghindari
penyalahgunaan memperluas kasus-kasus ―kekecualian‖ yang sudah diatur dan ditunjuk oleh
aturan normatif. Bila sudah terbukti ada penyalahgunaan atau praktik-praktik yang melanggar
batas, para gembala harus segera mengerahkan sarana yang perlu dan wajar untuk pada
waktunya mencegah penyebarluasannya dan untuk menjamin agar pemahaman yang benar
tentang hakikat Gereja tidak terganggu. Terutama hendaknya mereka menerapkan peraturan
disipliner yang sudah ada. Mereka ini membantu memahami dan juga sungguh menghormati
perbedaan dan komplementaritas fungsi-fungsi yang penting untuk persekutuan gerejawi. Di
mana praktik-praktik yang melanggar batas-batas itu sudah tersebar luas, maka tindakan
campur tangan otoritas yang berwenang tak boleh ditunda-tunda karena persekutuan sejati
dibangun hanya atas kebenaran. Persekutuan, kebenaran, keadilan, perdamaian dan kasih
adalah pengertian yang saling berkaitan. Dalam terang prinsip-prinsip yang telah disebutkan,
kini diterapkan beberapa upaya pemulihan berdasarkan peraturan hukum Gereja yang
dimaksudkan untuk mengatasi penyalahgunaan yang dilaporkan kepada dikasteri-dikasteri
kami.2

Gereja diutus oleh Allah untuk menjadi ―sakramen universal keselamatan‖. 3Untuk
memenuhi tuntutan-tuntutan hakiki sifat katoliknya, menaati perintah Pendirinya (lih. Mrk
16:16), Gereja sungguh-sungguh berusaha mewartakan Injil kepada semua orang. Sebab para
Rasul sendiri, yang menjadi dasar bagi Gereja, mengikuti jejak Kristus, ―mewartakan sabda
kebenaran dan melahirkan Gereja-gereja‖. Adalah tugas para pengganti mereka melestarikan
karya itu, supaya ―sabda Allah terus maju dan dimuliakan‖ (2Tes 3:1), dan Kerajaan Allah
diwartakan dan dibangun di mana-mana. Tetapi dalam situasi zaman sekarang, yang
menimbulkan keadaan umat manusia yang serba baru, Gereja, garam dunia dan terang dunia
(lih. Mat 5:13-14), dipanggil secara lebih mendesak untuk menyelamatkan dan membaharui
semua ciptaan, supaya segala sesuatu dibaharui dalam Kristus, dan supaya dalam Dia orang-
orang merupakan satu keluarga dan satu Umat Allah. Maka Konsili suci bersyukur kepada
Allah atas karya-karya gemilang, buah hasil kegiatan serta kebesaran hati seluruh Gereja, dan
ingin menggariskan azas-azas kegiatan misioner serta menghimpun daya segenap kaum
beriman. Maksudnya supaya Allah yang menempuh jalan salib yang sempit, di mana-mana

2
Instruction on certain questions regarding the collaboration of the non-ordained faithful in the sacred ministry
of priests 15-08-1997, ―kerja sama awam dan imam dalam pastoral‖.
3
Dokumen Gereja tentang kegiatan missioner ―Ad Gentes‖.
4|TEOLOGI MORAL KELUARGA
menyebarluaskan kerajaan Kristus Tuhan, yang dengan pandangan-Nya merangkum segala
abad (lih. Sir 36:19), dan menyiapkan jalan bagi kedatangan-Nya.

Pertama. Pada hakekatnya Gereja peziarah bersifat misioner, sebab berasal dari
perutusan Putera dan perutusan Roh Kudus menurut rencana Allah Bapa. Adapun rencana itu
bersumber pada ―cinta‖ atau ―kasih asal‖ Allah Bapa. Dialah Asal tanpa Asal; dari pada-
Nyalah Putera lahir dan Roh Kudus berasal melalui Putera. Karena kemurahan-Nya yang
melimpah dan belaskasihan Bapa yang bebas menciptakan kita serta penuh kasih memanggil
kita, untuk bersama dengan-Nya ikut menikmati kehidupan dan kemuliaan-Nya. Dengan
murah hati Ia melimpahkan dan tiada hentinya mencurahkan kebaikan ilahi-Nya, sehingga
Dia yang menciptakan segalanya, akhirnya menjadi ―semuanya dalam segalanya‖ (1Kor
15:28), dengan sekaligus mewujudkan kemulian-Nya dan kebahagiaan kita. Tetapi Allah
berkenan memanggil orang-orang bukan hanya satu per satu, tanpa hubungan manapun satu
dengan yang lain, untuk ikut serta dalam kehidupan-Nya. Melainkan Ia berkenan
menghimpun mereka menjadi Umat, supaya di situ para Putera-Nya, yang semula tercerai-
berai, dikumpulkan menjadi satu (lih. Yoh 11:52).

Kedua, Rencana Allah untuk menyelamatkan seluruh umat manusia itu terlaksana
bukan saja seolah-olah secara tersembunyi dalam jiwa manusia, ataupun melalui usaha-usaha
mereka, juga yang bersifat keagamaan, untuk mencari Allah dengan pelbagai cara, kalau-
kalau mereka dapat menjamah atau menemukan-Nya, meskipun Ia tidak jauh dari kita
masing-masing (lih. Kis 12:27). Sebab usaha-usaha itu perlu diterangi dan disembuhkan,
sungguh pun, atas rencana atas semua rencana penyelenggaraan Allah yang murah hati, itu
semua akhirnya dapat dipandang sebagai pendidikan menuju Allah yang benar atau sebagai
persiapan Injili. Namun untuk membangun perdamaian atau persekutuan dengan diri-Nya dan
untuk menghimpun masyarakat persaudaraan antar manusia pendosa, Allah telah memutuskan
untuk secara baru dan definitif memasuki sejarah bangsa manusia dengan mengutus Putera-
Nya dalam daging kita. Allah bermaksud merebut manusia dari kuasa kegelapan dan setan
(lih. Kol 1:13; Kis 10:38) melalui Dia, dan dalam Dia mendamaikan dunia dengan diri-Nya
(lih. 2Kor 5:19). Maka Allah menetapkan Putera-Nya, yakni Perantara-Nya dalam
menciptakan alam semesta[5], menjadi ahli waris segala-sesuatu, untuk membaharui
semuanya dalam Dia (lih. Ef 1:10).

Sebab Kristus Yesus diutus ke dunia sebagai Perantara sejati antara Allah dan
manusia. Karena Ia Allah, maka dalam Dia berdiamlah seluruh kepenuhan keallahan secara
jasmani (Kol 2:9). Tetapi menurut kodrat manusiawinya Ia Adam baru, dan ditetapkan
5|TEOLOGI MORAL KELUARGA
menjadi gembala umat manusia yang diperbaharui, penuh rahmat dan kebenaran (Yoh 1:14).
Maka Putera Allah menempuh jalan penjelamaan yang sejati, supaya manusia ikut serta
memiliki hakekat ilahi. Demi kita Ia telah menjadi miskin sedangkan Ia kaya, supaya karena
kemiskinan-Nya kita menjadi kaya (2Kor 8:9). Putera manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang,
yakni bagi semua orang (lih. Mrk 10:45). Para Bapa suci selalu mewartakan, bahwa apa yang
tidak dikenakan oleh Kristus, juga tidak disembuhkan. Akan tetapi Ia mengenakan pada diri-
Nya kodrat manusiawi seutuhnya, seperti terdapat pada kita manusia yang malang dan miskin,
namun tanpa dosa (lih. Ibr 4:15; 9:28). Sebab tentang diri-nya bersabdalah Kristus, yang
dikuduskan oleh Bapa dan diutus-Nya ke dunia (lih. Yoh 10:36): ―Roh Tuhan ada diatas-Ku,
karena Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan Warta gembira kepada kaum miskin Ia
telah mengutus-Ku, untuk menyembuhkan mereka yang remuk-redam hatinya, untuk
mewartakan pembebasan bagi para tahanan dan penglihatan bagi orang-orang buta‘ (Luk
4:18). Lagi pula: ―Putera Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan apa yang telah
hilang‖ (Luk 19:10). Adapun apa yang sesekali telah diwartakan oleh Tuhan, atau terlaksana
dalam Dia demi keselamatan bangsa manusia, itu harus diwartakan dan disebarluaskan
sampai ke ujung bumi (Kis 1:8), mulai dari Yerusalem (lih. Luk 24:47) sedemikian rupa,
sehingga apa yang sekali telah dilaksanakan demi keselamatan semua orang, di sepanjang
waktu memperbuahkan hasil pada mereka semua.

Ketiga, Untuk melaksanakan itu Kristus mengutus Roh Kudus dari Bapa, supaya Ia
mengerjakan karya penyelamatan-Nya dalam jiwa manusia, dan menggerakkan Gereja untuk
memperluas diri. Pantang diragukan, bahwa Roh Kudus dulu pun sudah berkarya di dunia,
sebelum Kristus dimuliakan. Tetapi pada hari Pentekosta Roh turun atas para murid, untuk
tinggal bersama mereka selama-lamanya (lih. 14:16); tampillah Gereja secara resmi
dihadapan banyak orang; mulailah penyebaran Injil melalui pewartaan diantara para bangsa;
dan akhirnya dipralambangkan persatuan bangsa-bangsa dalam sifat katolik iman, melalui
Gereja perjanjian Baru, yang bersabda dengan semua bahasa, memahami dan merangkul
semua bahasa dalam cinta kasih, dan dengan demikian mengatasi percerai-beraian Babel.
Sebab dari Pentekosta mulailah ―Kisah para Rasul‖, seperti berkat turunnya Roh Kudus atas
Perawan Maria dikandunglah Kristus, dan berkat turunnya Roh Kudus atas Kristus ketika
sedang berdoa Ia didorong untuk memulai karya pelayanan-Nya. Adapun Tuhan Yesus
sendiri, sebelum dengan suka rela menyerahkan hidup-Nya, sedemikian rupa merekayasa
pelayanan rasuli dan menjanjikan akan mengutus Roh Kudus, sehingga keduanya terpadukan

6|TEOLOGI MORAL KELUARGA


dalam menyuburkan karya penyelamatan dimana-mana dan senantiasa. Disepanjang waktu
Roh Kuduslah yang ―menyatukan‖ segenap Gereja ―dalam persekutuan dan pelayanan,
melengkapinya dengan pelbagai kurnia hirarkis dan karismatis‖, dengan menghidupkan
lembaga-lembaga gerejawi bagaikan jiwanya, dan dengan meresapkan semangat misioner,
yang juga mendorong Kristus sendiri, ke dalam hati Umat beriman. Ada kalanya pula Roh
Kudus secara kelihatan mendahului kegiatan merasul, seperti Ia tiada hentinya juga menyertai
serta memimpinnya dengan pelbagai cara.

Keempat, Gereja diutus oleh Kristus. Sejak semula Tuhan Yesus ―memanggil mereka
yang dikehendaki-Nya serta untuk diutus-Nya mewartakan Injil‖ (Mrk 3:13; lih. Mat 10:1-
42). Begitulah para Rasul merupakan benih-benih Israel baru, pun sekaligus awal mula
Hirarki suci. Kemudian, sesudah sekali, dengan wafat serta kebangkitan-Nya, Tuhan
menyelesaikan dalam diri-Nya rahasia-rahasia keselamatan kita serta pembaharuan segala
sesuatu, menerima segala kuasa di sorga dan di bumi (lih. Mat 28:18), sebelum Ia diangkat ke
sorga (lih. Kis 1:11), Ia mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen keselamatan. Ia mengutus
para Rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21),
perintah-Nya kepada mereka: ―Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan
babtislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus: ajarlah mereka melakukan
segala-sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu‖ (Mat 28:19 dsl.). ―pergilah ke seluruh
dunia, dan wartakanlah Injil kepada semua makhluk. Barang siapa percaya dan di babtis, akan
selamat; tetapi siapa tidak percaya, akan dihukum‖ (Mrk 16:15 dsl.). Maka dari itu Gereja
mengemban tugas menyiarkan iman serta keselamatan Kristus, baik atas perintah jelas, yang
oleh para Rasul telah diwariskan kepada Dewan para Uskup yang dibantu oleh para imam,
bersama dengan Pengganti Petrus serta Gembala Tertinggi Gereja, maupun atas daya-
kekuatan kehidupan, yang oleh Kristus disalurkan kepada para anggota-Nya; ―dari pada-
Nyalah seluruh tubuh, – yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua
bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan setiap anggota, – menerima pertumbuhan dan
membangun dirinya dalam kasih‖ (Ef 4:16). Oleh karena itu perutusan Gereja terlaksana
dengan karya-kegiatannya. Demikianlah Gereja, mematuhi perintah Kristus dan digerakkan
oleh rahmat serta cinta kasih Roh Kudus, hadir bagi semua orang dan bangsa dengan
kenyataannya sepenuhnya, untuk – dengan teladan hidup maupun pewartaannya, dengan
sakramen-sakramen serta upaya-upaya rahmat lainnya – menghantarkan mereka kepada iman,
kebebasan dan damai Kristus, sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh,
untuk ikut serta sepenuhnya dalam misteri Kristus.

7|TEOLOGI MORAL KELUARGA


Perutusan itu terus berlangsung, dan disepanjang sejarah menjabarkan perutusan
Kristus sendiri, yang diutus untuk mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin. Atas
dorongan Roh Kristus Gereja harus menempuh jalan yang sama seperti yang dilalui oleh
Kristus sendiri, yakni jalan kemiskinan, ketaatan, pengabdian dan pengorbanan diri sampai
mati, dan dari kematian itu muncullah Ia melalui kebangkitan-Nya sebagai Pemenang. Sebab
demikianlah semua Rasul berjalan dalam harapan. Dengan mengalami banyak kemalangan
dan dukaderita mereka menggenapi apa yang masih kurang pada penderitaan Kristus bagi
Tubuh-Nya yakni Gereja (lih. Kol 1:24). Sering pula darah orang-orang kristiani menjadi
benih.

Kelima, Tugas missioner dan pastoral itu harus dijalankan oleh Dewan para Uskup
yang diketuai Pengganti petrus, sementara seluruh Gereja berdoa dan bekerja sama. Tugas itu
satu dan tetap sama, dimanapun juga dalam segala situasi, meskipun menurut kenyataan tidak
dilaksanakan dengan cara yang sama. Maka dari itu perbedaan-perbedaan, yang harus diakui
adanya dalam kegiatan gereja itu, bukannya muncul dari hakekat paling dalam perutusan itu
sendiri, melainkan dari pelbagai situasi tempat perutusan itu berlangsung.

Adapun keadaan-keadaan itu tergantung atau dari Gereja, atau juga dari berbagai
masyarakat, golongan-golongan atau orang-orang, yang dilayani dalam perutusan itu. Sebab
meskipun Gereja pada hakekatnya merangkum keseluruhan atau kepenuhan upaya-upaya
keselamatan, namun tidak selalu atau segera bertindak atau dapat bertindak memakai semua
upaya itu, melainkan dalam kegiatannya mencoba melaksanakan rencana Allah mengalami
tahap-tahap awal dan langkah-langkah. Bahkan ada kalanya, sesudah kemajuan awal yang
menggembirakan, Gereja terpaksa menyesalkan adanya kemunduran lagi, atau setidak-
tidaknya tinggal dalam suatu keadaan tanggung dan tidak mencukupi. Adapun mengenai
orang-orang, golongan-golongan dan bangsa-bangsa, Gereja hanya menyentuh serta merasuki
mereka secara berangsur-angsur, dan begitulah Gereja menampung mereka dalam kepenuhan
katolik. Tindakan-tindakan yang khas atau sarana-sarana yang baik harus sesuai dengan setiap
situasi atau keadaan.

Prakarsa-prakarsa khusus, yang ditempuh oleh para pewarta Injil utusan Gereja
dengan pergi keseluruh dunia untuk menunaikan tugas menyiarkan Injil dan menanamkan
Gereja diantara para bangsa atau golongan-golongan yang belum beriman akan Kristus,
lazimnya disebut ―misi‖. Misi itu dilaksanakan melalui kegiatan misioner, dan kebanyakan

8|TEOLOGI MORAL KELUARGA


diselenggarakan di kawasan-kawasan tertentu yang diakui oleh Takhta suci. Tujuan khas
kegiatan misioner itu mewartakan Injil dan menanamkan Gereja ditengah bangsa-bangsa atau
golongan-golongan, tempat Gereja belum berakar. Demikianlah dari benih sabda Allah
tumbuhlah di mana-mana Gereja-gereja khusus pribumi yang cukup mantap, mempunyai
daya-kekuatan mereka sendiri serta dewasa, dilengkapi secukupnya dengan Hirarki mereka
sendiri dalam persatuan dengan Umat beriman, pun dengan upaya-upaya yang sesuai dengan
watak-perangai mereka, untuk sepenuhnya menghayati hidup kristiani, dan untuk
menyumbangkan bagian mereka demi manfaat seluruh Gereja. Upaya utama penanaman
Gereja itu pewartaan Injil Yesus Kristus; untuk menyiarkannya itulah Tuhan mengutus para
murid-Nya ke seluruh dunia, supaya orang-orang lahir kembali berkat sabda Allah (lih. 1Ptr
1:23), dan melalui babtis digabungkan pada Gereja, yang sebagai Tubuh Sabda yang
menjelma dikembangkan dan hidup dari sabda Allah dan roti Ekaristi (lih Kis 2:42). Dalam
kegiatan misioner Gereja itu ada kalanya berbagai situasi bercampur-baur: pertama situasi
permulaan atau penanaman, kemudian situasi kebaharuan atau keremajaan. Tetapi sesudah itu
kegiatan misioner Gereja tidak berhenti, melainkan Gereja-Gereja khusus yang sudah
terbentuk bertugas melanjutkannya, dan mewartakan Injil kepada semua dan setiap orang,
yang masih berada di luar.

Selain itu tidak jarang golongan-golongan masyarakat, yang dihadapi Gereja, karena
pelbagai sebab mengalami perubahan yang mendalam, sehingga dapat muncullah keadaan-
keadaan yang sama sekali baru. Lalu Gereja wajib mempertimbangkan, benarkah situasi-
situasi itu memerlukan kegiatan misioner lagi. Kecuali itu kadang-kadang keadaannya
sedemikian rupa, sehingga untuk sementara tidak ada kemungkinan untuk secara langsung
dan segera menyiarkan Injil: dalam situasi itu para misionaris dapat dan harus dengan sabar
dan bijaksana, sekaligus dengan kepercayaan besar, sekurang-kurangnya memberi kesaksian
akan cinta kasih dan kemurahan hati Kristus, dan dengan demikian menyiapkan jalan bagi
Tuhan serta dengan cara tertentu menghadirkan-Nya.

Begitu menjadi jelaslah, bahwa kegiatan misioner bersumber pada hakekat Gereja
sendiri. Kegiatan itu menyiarkan iman Gereja yang membawa keselamatan, menyempurnakan
kesatuan katoliknya dengan memperluasnya, serta didukung oleh sifat kerasulannya. Kegiatan
misioner memberi wujud nyata kepada semangat kolegial Hirarki, memberi kesaksian akan
kekudusan Gereja, menyebarkan dan memajukan. Demikianlah kegiatan misioner di antara
bangsa-bangsa berlainan dengan kegiatan pastoral terhadap Umat beriman, maupun dengan
usaha-usaha yang ditempuh untuk meningkatkan kesatuan umat kristen. Tetapi dua hal

9|TEOLOGI MORAL KELUARGA


terakhir itu berhubungan erat sekali dengan kegiatan misioner Gereja: sebab perpecahan Umat
kristen merugikan kepentingan amat suci, yakni pewartaan Injil kepada segala makhluk, dan
bagi banyak orang menutup pintu untuk memasuki iman. Demikianlah karena misi itu sangat
perlu, maka semua orang yang telah di babtis dipanggil, untuk berhimpun dalam satu
kawanan, dan dengan demikian mampu serentak memberi kesaksian akan Kristus Tuhan
mereka dihadapan para bangsa. Bila mereka belum mampu memberi kesaksian sepenuhnya
tentang satu iman, sekurang-kurangnya mereka harus dijiwai oleh sikap saling menghargai
dan saling mencintai.

2. Karya Pastoral Keluarga

Karya pastoral keluarga berorientasi mulai dari keluarga itu sendiri, masyarakat, dan
Gereja. Oleh sebab itu, hal ini berkaitan dengan bagaiman keluarga membina hubungan di
antara setiap anggota dan bagaimana hubungan dan relasi dengan masyarakat.

Menegaskan panggilan keluarga dalam pelbagai situasi yang telah kita jumpai pada bagian
pertama dokumen ini menuntut pedoman pasti dalam cara dan pendampingan. Pedoman
arahnya adalah Sabda Allah dalam sejarah, yang berpuncak pada Yesus Kristus ―Jalan,
Kebenaran, dan Hidup‖ bagi setiap laki-laki dan perempuan yang membina keluarga. Oleh
karena itu, kita mengindahkan apa yang diajarkan Gereja tentang keluarga dalam terang Kitab
Suci dan Tradisi. Kita yakin bahwa Sabda Allah menanggapi harapan terdalam manusia
tentang kasih, kebenaran dan belas kasih, serta membangkitkan kesanggupan memberi dan
menerima, bahkan pada hati yang patah dan merendah. Dalam terang Sabda ini, kita percaya
bahwa Injil keluarga mulai dengan penciptaan manusia dalam rupa Allah yang adalah kasih
dan memanggil laki-laki dan perempuan untuk mengasihi menurut gambar-Nya (bdk. Kej
1:26, 27). Panggilan pasangan suami istri dan keluarga kepada persekutuan kasih dan hidup
terus berlangsung terlepas dari keterbatasan dan dosa-dosa manusia. Panggilan ini didasarkan
sejak awal mula dalam Kristus Sang Penebus (bdk. Ef 1:3-7). Ia memulihkan dan
menyempurnakan perjanjian perkawinan sebagaimana sejak awalnya (bdk. Mrk 10:6),
menyembuhkan hati manusia (bdk. Yoh 4:10) dan memberinya kemampuan untuk mengasihi
sebagaimana Kristus mengasihi Gereja, dengan memberikan diri-Nya bagi Gereja (bdk. Ef
5:32).

Panggilan ini menerima bentuk gerejani dan misionernya dari ikatan sakramental yang
menguduskan hubungan perkawinan yang tak dapat dipisahkan antara suami istri. Pertukaran
10 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
kesepakatan yang meneguhkan ikatan ini menyiratkan komitmen pasangan untuk saling
memberikan dan menerima diri, yang total dan definitif, ke dalam ‗satu daging‘ (Kej 2:24).
Rahmat karunia Roh Kudus membuat persatuan pasangan suami istri menjadi suatu tanda
hidup ikatan antara Kristus dan Gereja. Dengan demikian, persatuan mereka, sepanjang
perjalanan hidup mereka, menjadi sumber berbagai karunia: kesuburan, kesaksian,
penyembuhan, dan pengampunan. Perkawinan diwujudkan dalam komunitas kehidupan dan
kasih, dan keluarga menjadi pewarta Injil. Mempelai perempuan dan mempelai laki-laki,
dengan demikian menjadi murid-murid Yesus, didampingi oleh-Nya di jalan menuju Emaus;
mereka mengenali-Nya dalam pemecahan roti; dan mereka kembali ke Yerusalem diterangi
oleh kebangkitan-Nya (bdk. Luk 24:13-43). Gereja mewartakan kesatuan keluarga dengan
Yesus, berdasarkan inkarnasi yang menjadikan-Nya anggota Keluarga Kudus Nazaret. Iman
mengakui ikatan tak terpisahkan antara pasangan suami istri sebagai cerminan kasih
Tritunggal Mahakudus, yang menyingkapkan diri-Nya dalam kesatuan kebenaran dan belas
kasih yang diwartakan oleh Yesus. Sinode menjadikan dirinya penerjemah kesaksian Gereja,
yang menyampaikan kepada umat Allah ajaran yang jelas tentang kebenaran keluarga
menurut Injil. Tiada jarak yang menghalangi keluarga untuk dijangkau oleh belas kasih ini
dan ditopang oleh kebenaran ini.

Jika ingin setia pada misinya, keluarga Kristiani harus memahami dari mana ia berasal:
keluarga tidak dapat mengevangelisasi tanpa dievangelisasi. Perutusan keluarga mencakup
persatuan subur pasangan suami istri, pendidikan anak-anak, saksi Sakramen Perkawinan,
persiapan pasangan lain yang akan menikah, serta pendampingan penuh persahabatan bagi
pasangan-pasangan atau keluargakeluarga yang menghadapi kesulitan. Oleh sebab itu, penting
adanya upaya pewartaan Injil dan katekese yang ditujukan kepada keluargakeluarga. Dalam
hal ini, perhatian harus diberikan untuk memperkembangkan pasangan, para ibu dan para
bapak sebagai subjek aktif katekese, terutama bagi anak-anak mereka, dalam kerja sama
dengan para imam, diakon, orang-orang tertahbis dan para katekis. Upaya ini bermula dari
waktu pasangan memulai pacaran serius mereka. Katekese keluarga sangat membantu sebagai
metode efektif dalam melatih orangtua muda untuk menyadari misi mereka sebagai pewarta
Injil bagi keluarga mereka sendiri. Selain itu, sangat penting untuk menegaskan hubungan
antara pengalaman keluarga dan inisiasi Kristiani. Segenap komunitas Kristiani harus menjadi
tempat, di mana keluarga berawal, saling bertemu dan saling berhadapan, ketika berjalan
dalam iman dan berbagi jalan menuju pertumbuhan serta saling memberi dan menerima.

11 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
Gereja harus menanamkan dalam keluarga-keluarga rasa memiliki sebagai anggota
Gereja, rasa sebagai ―kita‖, di mana tak seorang anggota pun dilupakan. Setiap orang
didorong untuk mengembangkan keterampilan mereka dan mewujudkan rencana hidup
mereka dalam melayani Kerajaan Allah. Setiap keluarga, yang dipersatukan dalam Gereja,
menemukan kembali sukacita persekutuan dengan keluarga-keluarga lainnya untuk melayani
kebaikan bersama dalam masyarakat dengan mendorong pembuatan kebijakan, ekonomi dan
budaya untuk pelayanan keluarga, termasuk melalui jejaring sosial dan media. Diharapkan
tumbuh kemampuan untuk menciptakankomunitas-komunitas kecil keluarga sebagai saksi-
saksi hidup nilainilai injili. Keluarga-keluarga perlu disiapkan, dilatih, dan diberdayakan
untuk mendampingi keluarga-keluarga lain untuk hidup secara Kristiani. Selain itu, perlu
mengingat dan mendorong keluarga-keluarga yang menyediakan diri mereka untuk
menghidupi misi ad gentes. Akhirnya, kita menggarisbawahi pentingnya mengaitkan
pelayanan orang muda dengan pelayanan keluarga.

Hubungan dengan Budaya dan Lembaga

―Gereja, yang di sepanjang zaman hidup dalam pelbagai situasi, telah memanfaatkan
sumber-sumber aneka budaya, untuk melalui pewartaannya menyebarluaskan dan
menguraikan pewartaan Kristus kepada semua bangsa, untuk menggali dan makin
menyelaminya, serta untuk mengungkapkannya secara lebih baik dalam perayaan liturgi dan
dalam kehidupan jemaat beriman yang beranekaragam‖.4 Oleh karena itu, penting untuk
memperhitungkan budayabudaya ini dan menghormati kekhasannya masing-masing. Perlu
diingat pula apa yang ditulis oleh Beato Paulus VI: ―Perpisahan antara Injil dan kebudayaan
tak dapat diragukan lagi merupakan suatu drama untuk zaman kita, seperti halnya untuk
zaman-zaman lain. Oleh karenanya, setiap usaha harus dilakukan untuk menjamin penginjilan
kebudayaan sepenuhnya, atau lebih tepat kebudayaankebudayaan‖ (EN, 20). Reksa pastoral
perkawinan dan keluarga perlu memperhitungkan unsur-unsur positif yang menyertai
berbagai pengalaman religius dan budaya, yang merupakan ―praeparatio evangelica.‖ Namun
demikian, dalam perjumpaan dengan budayabudaya, evangelisasi, yang sungguh-sungguh
memperhatikan perlunya pengembangan keluarga, tidak dapat menghindari untuk berani
mengecam segala bentuk tekanan yang berasal dari budaya, masyarakat, politik, atau

4
Gaudium et Spes, 58.
12 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
ekonomi. Meningkatnya hegemoni logika pasar, yang mengacaukan ruang dan waktu hidup
keluarga sejati, juga ikut memperburuk diskriminasi, kemiskinan, pengucilan, dan kekerasan.
Pelbagai keluarga, yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekonomi, karena pengangguran,
ketidakamanan kerja atau kurangnya layanan sosial atau kesehatan, sering kali terjadi karena
ketidakmampuan memperoleh kredit, menjadi korban riba (tingkat bunga yang tinggi) dan
kadang-kadang terpaksa meninggalkan rumah mereka dan bahkan anak-anak mereka. Dalam
hal ini, disarankan untuk menciptakan struktur ekonomi yang tepat untuk membantu keluarga-
keluarga tersebut atau yang mampu mengembangkan solidaritas keluarga dan masyarakat.

Keluarga adalah ―sel pertama dan utama masyarakat‖ (AA, 11). Keluarga harus
menemukan kembali panggilannya untuk mendukung kehidupan masyarakat dalam segala
aspeknya. Sangat penting bahwa keluarga, melalui pergaulan mereka satu sama lain,
menemukan cara-cara untuk berinteraksi dengan lembaga-lembaga politik, ekonomi, dan
budaya untuk membangun masyarakat yang lebih adil. Oleh karena itu, dialog dan kerja sama
dengan struktur masyarakat hendaknya dikembangkan, dan umat awam yang terlibat sebagai
orang Kristiani di ranah sosial-politik dan budaya harus didukung dan didorong. Khususnya,
para pembuat kebijakan harus menghargai prinsip subsidiaritas dan tidak membatasi hak-hak
keluarga.5 Bagi orang-orang Kristiani yang bekerja di bidang politik, komitmen terhadap
kehidupan dan keluarga harus menjadi prioritas, karena suatu masyarakat yang mengabaikan
keluarga telah kehilangan aksesnya ke masa depan. Perkumpulan keluarga, yang
berkomitmen untuk bekerja sama dengan kelompok-kelompok tradisi Kristiani lainnya,
memiliki tujuan utamanya, antara lain, untuk memajukan dan mempertahankan hidup dan
keluarga, kebebasan pendidikan, kebebasan beragama, keseimbangan yang tepat antara waktu
untuk kerja dan waktu untuk keluarga, pembelaan kaum perempuan di tempat kerja,
perlindungan atas hak keberatan berdasarkan hati nurani Melalui Baptis, keluarga menurut
kodratnya adalah misioner dan meningkatkan imannya dalam tindakan membagikan iman itu
kepada yang lain, terutama, kepada anak-anaknya. Fakta menghayati hidup persekutuan
dalam keluarga merupakan bentuk pertama pewartaan. Sesungguhnya, evangelisasi mulai
dengan keluarga, bukan hanya dalam kehidupan jasmani yang diteruskan, tetapi juga dalam
hidup rohani. Peran kakek-nenek dalam pewarisan iman dan praktik religius hendaknya tidak
dilupakan. Mereka adalah saksi-saksi ikatan antargenerasi, penjaga tradisi kebajikan luhur,
doa, dan teladan yang baik. Keluarga dengan demikian merupakan agen kegiatan pastoral,
khususnya melalui pewartaan Injil dan warisannya, berupa berbagai bentuk kesaksian, antara
5
Piagam HakHak Keluarga (bdk. Dewan Kepausan untuk Keluarga, 22 Oktober 1983) dan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (10 Desember 1948).
13 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
lain: solidaritas dengan kaum miskin, keterbukaan terhadap beragam orang; perlindungan
terhadap ciptaan; solidaritas moral dan material dengan keluarga-keluarga lain, terutama
mereka yang paling membutuhkan; komitmen untuk memajukan kebaikan bersama, dan juga
melalui transformasi struktur sosial yang tidak adil, dimulai dari wilayah, di mana keluarga
itu tinggal; dan mempraktikkan karya belas kasih jasmani dan rohani.6

Akan tetapi khususnya perlu diakuilah peranan unik, yang di bidang ini termasuk
perutusan suami-istri dan keluarga-keluarga Kristen, bertumpu pada rahmat yang telah
mereka terima melalui Sakramen. Misi itu harus diabdikan kepada pembangunan Gereja,
perwujudan Kerajaan Allah dalam sejarah. Itu diminta sebagai tindakan kepatuhan dan sikap
terbuka terhadap Kristus Tuhan. Sebab Kristus itulah, yang – karena pernikahan orang-orang
yang dibaptis telah diangkat menjadi Sakramen – mempercayakan kepada suami-istri Kristen
misi istimewa sebagai rasul, dengan mengutus mereka selaku pekerja ke kebun anggur-Nya,
dan secara khusus ke bidang keluarga itu. Dalam kegiatan itu suami-istri bertindak dalam
persekutuan dan kerjasama dengan anggota-anggota lain dalam Gereja, yang juga berkarya
untuk keluarga, dengan menyumbangkan kurniakurnia dan pelayanan-pelayanan mereka
sendiri. Kerasulan itu hendaknya pertama-tama dijalankan di lingkungan keluargakeluarga
yang berkepentingan, melalui kesaksian hidup, yang dihayati menurut hukum ilahi di segala
aspeknya, melalui pendidikan Kristen anak-anak, dengan membantu mereka menuju
kedewasaan iman, melalui pendidikan perihal kemurnian, melalui persiapan untuk hidup,
melalui kewaspadaan dengan melindungi mereka terhadap bahaya-bahaya ideologis dan moril
yang kerapkali mengancam mereka, melalui penampungan mereka secara bertahap dan
bertanggung jawab dalam jemaat gerejawi dan dalam masyarakat, melalui pertolongan dan
nasihat dalam memilih panggilan, dengan saling membantu antara anggota-anggota keluarga
demi perkembangan manusiawi dan Kristen bersama, dan seterusnya. Kerasulan keluarga
akan makin meluas juga melalui karya-karya cinta kasih rohani maupun jasmani terhadap
keluargakeluarga lain, khususnya mereka yang paling membutuhkan pertolongan dan
dukungan, mereka yang miskin, sakit, lanjut usia, cacat, yatim-piatu, janda, suami atau istri
yang ditinggalkan, ibu-ibu yang tidak menikah, dan para calon ibu yang berada dalam situasi
sulit, dan yang tergoda untuk menjalankan pengguguran, dan seterusnya.7

6
Relatio Finalis: Panggilan dan Misi Keluarga, Seri Dokumen Gerejawi No. 103 76

7
FAMILIARIS CONSORTIO, Seri Dokumen Gerejawi No. 30 112
14 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
Di tengah-tengah sukacita dan pencobaan, keluarga adalah ―sekolah kemanusiaan‖8 yang
pertama dan utama. Meskipun ada tanda-tanda krisis, dalam pelbagai konteks pada lembaga
keluarga, keinginan untuk membentuk keluarga tetap berkobar di antara generasi yang lebih
muda. Gereja, ahli dalam kemanusiaan dan benar dalam misinya, menyampaikan dengan
keyakinan mendalam ―Injil Keluarga,‖ yang diterimanya sebagaimana diwahyukan oleh
Yesus Kristus dan terus-menerus diajarkan oleh para Bapa Gereja, para guru spiritualitas dan
Magisterium Gereja. Dalam perjalanan hidup Gereja, keluarga telah mengemban peran
istimewa: ―Begitu besar kasih-Nya sehingga Ia (Allah) mulai berjalan bersama umat manusia,
Ia mulai berjalan bersama-sama umat-Nya, sampai waktu yang tepat datang dan kemudian Ia
memberikan Putra-Nya, tanda kasih-Nya yang paling besar. Dan ke mana Ia mengutus
PutraNya? Ke sebuah istana? Ke sebuah kota? Ke sebuah bangunan kantor? Ia mengutus-Nya
ke sebuah keluarga. Allah masuk ke dalam dunia dalam sebuah keluarga. Dan Ia melakukan
hal ini karena keluarga itu adalah keluarga yang memiliki hati yang terbuka untuk mencinta,
keluarga yang memiliki pintu yang terbuka.‖9Pada saat-saat ini, keluarga-keluarga diutus
sebagai ―muridmurid misioner‖10 Dengan demikian, keluarga hendaknya menemukan kembali
bahwa ia adalah subjek utama dalam evangelisasi.

3. Keluarga Zaman Patristik

Gereja mengemban tugas mengajar (Nabi), menguduskan (Imam) dan menggebalakan


(Raja). Pastoral keluarga adalah karya seorang pastor (gembala) bagi keluarga. Karya ini
termasuk dalam tugas menggembalakan umat Allah. Ada pendapat bahwa mandat yang
diberikan oleh Yesus kepada pemimpin umat hanyalah satu, yaitu: ‖Gembalakanlah domba-
domba-Ku‖ (Yoh 21:15). Dalam rangka menggembalakan kawanan domba Kristus itulah
pemimpin Gereja juga mengajar dan menguduskan. Hal itu menunjukkan pentingnya tugas
pastoral Gereja, termasuk pastoral keluarga. Kiranya dapat dikatakan pula bahwa tugas
pastoral keluarga adalah tugas pokok seorang gembala, dan dalam rangka itu ia mengajar dan
menguduskan keluarga-keluarga. Realisasi tugas penggembalaan itu ialah dengan
memberikan pengajaran dan memimpin liturgi kepada umat. Pada bagian pastoral keluarga
ini fokus perhatian kita ada dua: pertama ialah usaha membangun keluarga kristiani yang
baik. Untuk itu kita perlu melihat sejarah bagaimana Gereja dari masa lampau sampai masa

8
Bdk. GS 52
9
Fransiskus, Amanat pada Pesta Keluarga-Keluarga, Philadelphia, 27 September 2015.
10
Bdk. EG 120.
15 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
kini berusaha menggembalakan keluarga-keluarga. Fokus kedua ialah perhatian keluarga-
keluarga yang dalam situasi khusus yang bisa dibedakan antara keluarga dalam kasus khusus
dan keluarga dalam kondisi khusus. Kelompok pertama bisa dikatakan sebagai keluarga
dalam kasus moral; sedangkan kelompok kedua tidak berkaitan dengan kasus moral.

Para Bapa Gereja pada abad-abad pertama menjelaskan makna perkawinan kristiani
kepada umat dalam konteks dunia kafir yang menjadi lingkungan hidup mereka. Dari satu
pihak orang-orang kristiani menjalani hidup perkawinan sama seperti orang-orang kafir. Dari
lain pihak mereka sadar bahwa sebagai orang yang telah dibaptis mereka menghayati hidup
perkawinan secara lain. Salah satu kesaksian berharga ialah surat kepada Diognetus tentang
hidup orang-orang kristiani. "Orang-orang kristiani bukanlah berbeda dari orang-orang lain,
baik menyangkut tempat tinggal, bahasa maupun cara hidup. Mereka menikah dan melahirkan
anak-anak seperti orang-orang lain, namun tidak menelantarkan anak-anak. Mereka membagi
meja perjamuan bersamasama, namun bukan tempat tidur. Mereka hidup di dalam daging,
namun tidak menurut daging. Mereka penduduk bumi, namun termasuk warga Kerajaan
Sorga."11Kebaruan injili hidup perkawinan muncul dari cara pandang yang khas orang
kristiani tentang hidup perkawinan. Hal itu mengacu pada kenyataan bahwa umat kristiani
sejak semula memberi arti pada hidup perkawinan sebagai cara mereka berpartisipasi ke
dalam ‖misteri‖ iman yakni kesatuan cinta Kristus dan Gereja-Nya seperti sudah dijelaskan
oleh Paulus dalam Ef 5: 22-33.

Perkawinan Kristiani Sebagai Status Hidup Pada masa Bapa-bapa Gereja perkawinan
selalu dimengerti sebagai signum (tanda) atau immago (gambar) nyata kesatuan Kristus
dengan Gereja. Perkawinan dipahami sebagai realitas supranatural, (saving mystery in secular
reality) kudus dan memampukan pasangan untuk menghidupi kekudusannya dalam
perkawinan.12 Perkawinan semacam itu disebut sebagai status hidup. Status dimengerti
sebagaimana diterangkan dalam I Kor 7: 17-40, yaitu keadaan hidup seseorang dalam waktu
yang hanya singkat menjelang kedatangan Kristus yang kedua. Status hidup ditempatkan
dalam konteks pengharapan eskatologis, yaitu pengharapan akan zaman akhir di mana Kristus
akan segera datang. Untuk menyambut zaman kemuliaan itu ‖hendaknya setiap orang hidup

11
Dikutip dari Lettera a Diogneto, V 1ss, in Padri Apostolici, Parte II, oleh Dionigi Tettamanzi, I Due Saranno
Una Sola Carne, (Elle Di Ci, Torino, 1986) hlm. 12.
12
C. Colombo, Il Matrimonio Sacramento della Nuova Legge, in Aa.Vv. Matrimonio e Verginita, dalam
Tettamanzi, Op. Cit. Hlm. 12.
16 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
seperti telah ditentukan Tuhan baginya dalam keadaan (status) seperti waktu ia dipanggil
Allah‖ (ay. 17).

Selanjutnya hidup keluarga sebagai status ditempatkan pula dalam hidup menggereja.
Pendapat Tettamanzi, "Perkawinan kristiani adalah fakta religius dan ekklesial, terjadi di
dalam Gereja, yang adalah komunitas yang menghidupi Hidup Kristus dan membawa nilai-
nilai sendiri, antara lain, melipatgandakan jumlah para penyembah Allah yang benar. Oleh
karena itu tidak mungkinlah bila perkawinan bercorak individual, melainkan sosial, yakni
komunitas kristiani atau Gereja, yang tergambar dalam perkawinan para putra-putrinya.13Para
bapa Gereja melihat perkawinan sebagai momentum vitae ecclesiae (saat-saat kehidupan
Gereja) karena dua alasan: Pertama, karena di dalam kesatuan perkawinan (unio coniugalis)
Gereja menemukan cara khusus untuk merealisasikan dirinya sebagai komunitas keselamatan.
Kalau ada bentuk keselamtan atau syaloom yang nyata di dunia ini, maka hal itu diharapkan
terjadi di dalam keluarga yang memiliki unsur-unsur: cinta kasih, kebahagiaan, sukacita dan
damai sejahtera. Kedua, hidup perkawinan memiliki fungsi manifestatif atau fungsi revelatif
yang memanifestasikan dan menyatakan misteri cinta Kristus kepada gereja-Nya. Cinta
Kristus yang begitu besar dan total diwujudkan dalam cinta perkawinan yang penuh dengan
pengorbanan dan pemberian diri timbalbalik.Perkawinan Kristiani Sebagai Kharisma Dalam
Gereja Kharisma pada hakekatnya adalah Donum Dei (Pemberian Allah) atau anugerah Roh
Kudus seperti diterangkan oleh Paulus dalam I Kor 12: 1-11. Dalam Gereja ada banyak
kharisma (berkata-kata dengan hikmat; berkatakata dengan pengetahuan; untuk
menyembuhkan; untuk membuat mujizat dll).

Perkawinan juga dianggap sebagai salah satu kharisma itu. St. Agustinus dalam Sermo
267, setelah menjelaskan mengapa Gereja haruslah hanya satu tubuh, dibentuk oleh satu jiwa,
namun terdiri dari banyak anggota, selanjutnya ia mengajarkan,‖Demikianlah Gereja Allah:
melalui beberapa orang kudusnya ia membuat mujizat, melalui orang kudus lainnya ia
berkata-kata dengan hikmat, dalam diri para kudus yang lain lagi ia menjaga kemurnian cinta
perkawinan; dan masih banyak lagi hal seperti itu, masing-masing dengan karyanya namun
hidup bersama-sama. Istilah Charisma atau donum untuk perkawinan dijelaskan oleh para
bapa Gereja dengan menegaskan bahwa hidup perkawinan memiliki tempat khas dalam
Gereja. Hidup perkawinan juga menerima officium (mandat) dari Gereja. Menurut St.
Gregorius Magnus officium dalam Gereja itu memiliki ordo et gradus (susunan dan

13
Ibid., hlm.13
17 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
tingkatan) yang disebut Tres Ordines Ecclesiae yaitu Predicatores, Vita Consecrata dan Vita
Coniugalis.14Hidup Perkawinan adalah salah satu unsur hakiki tatanan hidup Gereja.

4. Pengajaran Patristik tentang Keluarga

Hidup Berkeluarga Sebagai Tugas Pelayanan Gereja Hidup berkeluarga adalah juga suatu
pelayanan yang bercoral ekklesial. Para Bapa Gereja menekankan kesamaan panggilan dan
tugas pelayanan hidup perkawinan dengan bentuk hidup lainnya dalam Gereja. Beberapa
ajaran patristik tentang hal ini kita ambilkan dari tokoh-tokoh representatif seperti S. Yohanes
Krisostomus (dari Timur) dan S. Agustinus (dari Barat).

St. Yohanes Krisostomus (344-407), Uskup Konstantinopel Menurut S. Yoh. Krisostomus


panggilan kekudusan diperuntukkan bagi semua orang beriman, bukan hanya bagi para
monaci (para pertapa). Ia mengatakan, ‖Kamu salah besar bila menyangka bahwa kepada
manusia duniawi dituntut hal yang berbeda dari para monaci. Satu-satunya perbedaan hanya
ini: menikah atau tidak. Untuk semua hal lainnya mereka semua memiliki hal yang sama
untuk dilaksanakan.‖15 Dalam komentarnya tentang Surat Efesus, Krisostomus mengatakan
lagi, ‖Suami hendaknya mengajar isterinya bahwa selama hidup di dunia ini tidak ada hal
yang perlu ditakuti selain melawan Allah. Hal ini harus dipegang teguh bagi mereka yang
kawin sebagai kewajiban tertinggi, sama seperti yang dituntut kepada para monaci.‖16

Teks di atas ini menekankan kesamaan tugas para monaci dan orangorang yang menikah.
Hidup berkeluarga mengemban tugas ekklesial yang sama dengan para rahib, namun dengan
cara berbeda. Karena sangat menekankan tanggungjawab universal dalam kerasulan dan
pastoral, maka Yoh. Krisostomus dijuluki rasul bagi para awam. Orang bisa mengerti bahwa
istilah Ecclesia Domestica (Keluarga sebagai Gereja) muncul dari mulut Uskup
Konstantinopel ini. Ia mengajarkan bahwa baik para pertapa maupun orang berkeluarga
semuanya berjalan menuju kekudusan. Dua kutipan berikut ini kiranya memberikan
penjelasan apa yang dimaksud oleh Krisostomus dengan hidup berkeluarga. Kutipan pertama
dibuat oleh Rentinck dalam buku La Cura Pastorale in Antiochia nel iv Secolo, dengan judul
artikel La Chiesa Domestica. Krisostomus mengatakan, ‖Rumah adalah sebuah Gereja kecil.
Bapa keluarga menggati uskup untuk menggembalakan seisi rumahnya. Seperti uskup, bapa
keluarga bertugas untuk mengajar seisi rumahnya. Setelah pulang dari Gereja para bapa
keluarga harus menjelaskan isi khotbah yang ia dengar di Gereja kepada isteri dan anak-

14
S. Gregorius Magnus, Moralia 1, 14, 20; Patres Latini 75, hlm. 535.
15
St. Yohanes Crisostomus, Adversus oppugnates Vitae Monasticae 3, 14 Patres Greci 57, 81
16
Terkutip dalam Dionigi Tettamanzi, I Due Saranno Una Sola Carne, hlm. 18.
18 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
anaknya. Rumah harus benarbenar menjadi sebuah Gereja di mana rahmat Roh Kudus
dicurahkan dan damai meraja di sana.‖17Kutipan kedua diambil dari komentar Krisostomus
tentang Kitab Kejadian. Konteksnya adalah himbauan Uskup Konstantinopel kepada umat
yang hadir dalam misa di Gereja sbb: "Bila kalian sampai di rumah, siapkanlah dua meja: satu
untuk makanan jasmani, yang lainnya untuk santapan Sabda Suci. Suami mengulang apa yang
dikhotbahkan dalam perayaan suci. Para isteri hendaknya belajar dari apa yang dikatakan oleh
suami itu dan anak-anak hendaknya mendengarkan. Tiap orang dari kalian perlu membuat
rumah kalian sebagai Gereja. Hai bapa-bapa, bukankah kalian bertanggungjawab atas
keselamatan anak-anakmu? Kalian sangka tidak perlu mempertanggungjawabkan hal itu suatu
hari kelak? Sama seperti kami para gembala memperhatikan keselamatan jiwa kalian,
demikian pula para bapa keluarga bertanggungjawab kepada Allah atas keselamatan seisi
rumahnya.‖18

S. Agustinus (354-430) Uskup Hippo di Alexandria (Afrika Utara) Dari dunia Latin
Agustinus adalah tokoh Patristik yang paling masyur. Kita akan melihat beberapa ajarannya
tentang perkawinan yang dipilih oleh D. Tettamanzi. Menurutnya Agustinus tidak bosan
untuk mengulangi bahwa perkawinan adalah suatu donum dalam Gereja dan officium bagi
Gereja yang tugas perutusannya adalah semacam ministerium ecclesial. Dalam komentarnya
tentang Mat. 25:24-30 mengenai hamba yang malas yang menyembunyikan talenta,
Agustinus berkata, "Kalian sudah mendengar tentang pahala bagi hamba yang baik dan
hukuman bagi hamba yang jahat. Dan kesalahan berat dari hamba yang jahat terletak dalam
hal ini: tidak mau menghasilkan buah. Ia menyimpan yang diterimanya, namun Tuhan
menuntut buah-buahnya. Tuhan itu sangat perhitungan bila menyangkut keselamatan kita.
Bagaimana caranya menghasilkan buah? Jadilah wakil uskup rumah kalian masing-masing.
Uskup disebut demikian karena bertanggungjawab untuk menggembalakan umat. Demikian
pula bapa keluarga punya tanggungjawab seperti uskup (episcopatus officium) supaya seisi
rumahmu berkembang dalam iman. Demikianlah caranya kalian menghasilkan buah.‖19 Satu
lagi kutipan dari ajaran Agustinus tentang peranan bapa keluarga bagi seisi rumahnya. "Bila
kalian mendengar Tuhan Yesus berkata, "Di mana saya berada, di situ hambaku akan berada",
jangan hanya berfikir tentang para imam dan uskup. Kalian juga atas salah satu cara dapat

17
Ungkapan Krisostomus dalam bahasa Yunani untuk Gereja rumah berbunyai, ‖he oikia gar Ekklesia esti
mikra" (sebab rumah adalah Gereja kecil). Pengertian itu diungkapkan dalam beberapa istilah lain seperti
Ecclesia Domestica (Gereja rumah); Ecclesiola (Gereja mini, mungil) Piccola Chiesa (Gereja Kecil). Lihat
Tettamanzi, I Due Saranno, hlm. 17.
18
S. Yoh Crisostomus, In Genesis, Sermo 6.2, PG, 607.
19
Sermo 10: PL 52, 217-218.
19 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
mengabdi Kristus: hidup dengan baik, memberi derma, memperkenalkan nama-Nya dan
ajaran-Nya. Demikianlah setiap bapa keluarga harus merasakan kewajiban itu. Ia harus
mengasihi seisi rumahnya dengan kasih kebapaan. Demi cinta akan Kristus dan akan
kehidupan kekal, didiklah anak-anakmu, nasehatilah mereka dengan kasih dan kewibawaan.
Dengan cara itu kalian berfungsi sebagai imam bahkan sebagai uskup, yakni melayani Kristus
supaya tinggal bersama Dia di mana Dia berada. Banyak orang seperti kalian telah mencapai
kesempurnaan cinta dengan mengorbankan hidup. Banyak orang yang bukan uskup atau
klerus, melainkan orang yang berkeluarga, para perawan, orang tua dan anak-anak, para bapa-
ibu telah melayani Kristus sampai menumpahkan darah. Dan Allah Bapa menghormati siapa
saja yang melayani Kristus."10 Kalau kita melihat beberapa kutipan di atas maka nampaklah
bahwa percakapan para bapa Gereja tentang keluarga ditempatkan dalam konteks pembinaan
umat. Yoh. Krisostomus dan Agustinus berbicara kepada para bapa keluarga dalam rangka
membangun iman umat. Hidup berkeluarga itu sendiri belum diperhatikan secara khusus.
Namun perhatian pastoral kepada umat dengan sendirinya juga memperhatikan keluarga-
keluarga. Kesan yang kedua ialah bahwa visi keluarga para bapa Gereja itu sangat
paternalistik atau androsentris (andros= laki-laki). Hal itu nampak pada peranan bapa keluarga
bagi seisi rumahnya. Bapa keluarga seperti seorang uskup yang bertanggungjawab ata
keselamatan jiwa para anggota keluarganya. Perbandingan yang dibuat oleh Yoh.
Krisostomus dan Agustinus tentang keluarga sebagai Gereja rumah dan bapa keluarga adalah
uskup bagi seisi rumahnya merupakan visi pastoral keluarga. Oleh karena itu kita akan
mengembangkan sebuah visi pastoral keluarga dengan bercermin pada tradisi Gereja yang
sudah tua dengan menguraikan dimensi hidup berkeluarga berdasarkan dimensi hidup
menggereja: yaitu koinonia, kerygma, liturgia, diakonia dan martyria.

5. Perkawinan Pada Awal Kekristenan

Untuk melihat bagaimana perkawinan awal bahkan sebelum kekristenan seperti pada
pernikahan di kana, pertama-tama harus melihat perkawinan dalam upacara pada saat itu
yakni menurut Yudaisme. Meskipun bervariasi, umumnya pernikahan Yahudi mencakup
penandatanganan ketubah (perjanjian pranikah) oleh dua orang saksi, penggunaan tudung
nikah (khuppah), penyerahan cincin dari mempelai pria kepada mempelai wanita di bawah
naungan tudung nikah, dan pemecahan gelas.

Pernikahan Yahudi dibagi menjadi dua tahap: kidusyin (penyucian atau peresmian,
disebut pula erusin, artinya pertunangan dalam bahasa Ibrani), dan nissu'in (pernikahan). Pada
tahap pertama mempelai wanita dinyatakan terlarang bagi semua pria lain, dan dengan
20 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
demikian mengakhiri masa berlaku surat cerai (Get) jika mempelai wanita memilikinya. Pada
tahap berikutnya, kedua mempelai dibenarkan untuk mulai hidup bersama-sama. Upacara
untuk tahap nissu'in dikenal sebagai khuppah.

Sekarang ini, erusin/kidusyin dianggap sah bilamana mempelai pria menyerahkan


sebentuk cincin atau barang berharga lainnya kepada mempelai wanita sebagai tanda niat
untuk menikahinya. Mengenai nissu'in/khuppah, ada macam-macam pendapat mengenai
tindakan manakah dalam upacara itu yang menjadikannya sah. Nissu'in meliputi berdiri di
bawah naungan tudung nikah - tudung itu sendiri sebut khuppah - dan berduaan di dalam
sebuah ruangan (yikhud). Meskipun menurut sejarahnya dua tahap pernikahan ini
diselenggarakan secara terpisah dengan jarak waktu yang bisa mencapai setahun lamanya,
kini keduanya lazim dijadikan satu rangkaian upacara saja.

Penandatanganan perjanjian pranikah

Sebelum dilangsungkannya upacara pernikahan, mempelai pria (khatan) harus lebih dahulu
menyatakan kesediaannya untuk mematuhi syarat-syarat yang termaktub dalam ketubah, atau
perjanjian pranikah, di hadapan dua orang saksi yang akan menandatanganinya Ketubah
memuat rincian kewajiban mempelai pria terhadap mempelai wanita, antara lain urusan
sandang-pangan dan hubungan suami-isteri. Ketubah adalah surat perjanjian yang
berkekuatan hukum. Ketubah kerap berwujud selembar naskah berhiasan gambar-gambar
yang dibingkai dan dipajang di kediaman kedua mempelai. Menurut tradisi, ketubah harus
dibacakan dengan lantang di bawah naungan khuppah, dalam bahasa aslinya (bahasa Aram),
namun kadang kala versi terjemahannya yang dibacakan. Pembacaan ketubah merupakan
tanda pemisah dua tahap pernikahan. Pasangan-pasangan yang tidak terlalu religius boleh saja
melaksanakan pembacaan ketuba versi ringkas.

Tudung nikah

Upacara adat pernikahan Yahudi dilaksanakan di bawah sebuah "khuppah" atau tudung nikah,
melambangkan rumah baru yang dibangun kedua mempelai saat menjadi suami-isteri.

Kerudung pengantin

Sebelum upacara pernikahan, umat Yahudi Ashkenazi memiliki kebiasaan menyelubungi


wajah mempelai wanita (biasanya dengan kerudung), sambil membacakan doa khusus
baginya yang diambil dari kata-kata yang diucapkan kepada Ribka dalam Kitab Kejadian
24:60. Adat pengerudungan ini dikenal dalam bahasa Yiddish sebagai badeken. Ada macam-
21 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
macam makna yang dikaitkan pada kerudung dan upacaranya, namun secara luas diyakini
bahwa upacara ini bertujuan untuk mengingatkan kembali umat Yahudi akan riwayat Yakub
yang teperdaya menikahi Lea sebelum Rakhel, akibat akal-akalan Laban yang menyelubungi
wajah Lea dengan kerudung] Umat Yahudi Sefardim tidak melaksanakan upacara ini.

Para unterfirer

Di banyak komunitas Yahudi, mempelai pria dituntun di bawah khuppah oleh bapaknya
dan bapak-mertuanya sementara mempelai wanita dituntun oleh ibunya dan ibu-
mertuanya.Umat Yahudi Ashkenazi menyebut para pendamping ini sebagai unterfirer (bahasa
Yiddish, secara harfiah berarti penuntun di bawah).

Mengitari mempelai pria

Menurut tradisi, sesampainya di khuppah, mempelai wanita harus berjalan mengitari


mempelai pria sebanyak tiga atau tujuh kali. Tradisi ini mungkin didasarkan pada Kitab
Yeremia 31:22, ―Perempuan mengelilingi laki-laki‖.Tiga putaran mungkin saja bermakna tiga
kebajikan pernikahan: kebenaran, keadilan, dan kasih-sayang (lihat Hosea 2:18). Tujuh
putaran bersumber dari konsep alkitabiah bahwa angka tujuh bermakna sempurna atau
lengkap. umat Yahudi Sefardim tidak melaksanakan upacara ini.

Penyerahan cincin (Pertunangan)

Dalam pernikahan-pernikahan tradisional, sebelum upacara pertunangan, terlebih dahulu


dibacakan dua macam doa pemberkatan. Doa pertama untuk memohon berkah atas anggur,
dan yang satu lagi adalah doa pertunangan sebagaimana ditetapkan dalam Talmud. Anggur
tadi selanjutnya dikecap kedua mempelai. Mempelai pria kemudian menyerahkan sebentuk
cincin kepada mempelai wanita (menurut tradisi harus cincin polos) sambil berkata: Lihatlah,
engkau dikhususkan bagiku dengan cincin ini menurut hukum Musa dan Israel. Mempelai
pria menyematkan cincin itu ke jari telunjuk tangan kanan mempelai wanita. Menurut hukum
Yahudi tradisional, upacara penyematan cincin harus dihadiri dua orang saksi.

Dalam pernikahan-pernikahan Yahudi egalitarian, mempelai wanita juga menyerahkan


cincin kepada mempelai pria sering disertai kutipan dari kitab Kidung Agung 6:3: "Ani l'dodi,
ve dodi li" ("aku milik kekasihku, dan kekasihku milikku"), yang dapat pula ditorehkan pada
cincin itu.[19][20] Penyerahan cincin ini kadang-kadang dilangsungkan di luar khuppah untuk
menghindari bentrok dengan hukum yahudi.

22 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
Tujuh berkat

Sheva brakhot atau tujuh berkat didaraskan oleh hazzan atau rabbi, atau salah satu tetamu
yang ditunjuk langsung. Terpilih sebagai pendaras salah satu dari ketujuh berkat tersebut
dipandang sebagai suatu kehormatan. Kepada mempelai pria diberikan secawan anggur untuk
diminum sesudah ketujuh berkat. Mempelai wanita juga meminum anggur itu. Dalam
beberapa tradisi, cawan itu didekatkan ke bibir mempelai pria oleh bapak-mertuanya yang
baru dan ke bibir mempelai wanita oleh ibu-mertuanya yang baru.Ada perbedaan antar-tradisi
sehubungan dengan ada-tidaknya lagu-lagu tambahan dinyanyikan sebelum tujuh berkat.

Upacara pemecahan gelas

Sesudah mempelai wanita menerima cincin, atau sebagai penutup upacara (bergantung
pada adat-istiadat setempat), mempelai pria memecahkan sebuah gelas dengan cara memijak
dengan kaki kanannya, dan tetamu pun berseru "Mazel tov!" (tahniah). Dalam beberapa
pernikahan masa kini, gelas diganti dengan lampu pijar yang lebih tipis dan rapuh. Lagi pula
memijak lampu pijar menghasilkan bunyi yang lebih nyaring.

Asal-muasal kebiasaan ini tidaklah diketahui, meskipun ada banyak gagasan yang
melandasinya. Gagasan utama adalah bahwasanya suka-cita harus senantiasa terkendali.[
Gagasan ini didasarkan pada dua riwayat dalam Talmud tentang rabbi-rabbi yang, tatkala
melihat kemeriahan pesta pernikahan putranya semakin melampaui batas, memecahkan
sebuah bejana - dalam riwayat kedua yang dipecahkan adalah sebuah gelas - untuk
menenangkan suasana. Menurut gagasan lain, tindakan ini dimaksudkan untuk mengingatkan
bahwa sekalipun sedang bersukacita, umat Yahudi sebenarnya masih berkabung atas
kehancuran Bait Allah. Karena alasan inilah, beberapa orang mengucapkan ayat "Jikalau aku
melupakanmu / Wahai Yerusalem..." saat gelas dipijak. Banyak gagasan lain yang
dikemukakan para narasumber tradisional.

Mantan Rabbi Kepala Israel berlatar belakang Sefardim, Ovadia Yosef, telah mengecam
keras cara-cara kebiasaan ini dilaksanakan. Menurutnya, "banyak orang berwawasan sempit
yang tertawa terbahak-bahak pada saat pemecahan gelas, bersorak 'mazel tov', dan mengubah
sebuah istiadat indah yang dimaksudkan untuk mengekpresikan duka-cita kita 'akan
kehancuran Yerusalem' menjadi kesempatan untuk gila-gilaan."

Yikhud

23 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
Yikhud (kata Ibrani untuk "kebersamaan" atau "kesendirian") mengacu pada adat
Ashkenazi untuk meningalkan kedua mempelai berduaan saja selama 10 sampai 20 menit usai
upacara pernikahan. Pengantin undur diri ke dalam sebuah ruang pribadi. Yikhud boleh
bertempat di mana saja, mulai dari kamar studi seorang rabbi sampai ruang kelas sinagoge.
Alasan dilangsungkannya yikhud adalah karena menurut beberapa narasumber, berdiri di
bawah tudung nikah semata-mata tidak menjadikan khuppah itu sah, dan perlu kesendirian
untuk menyempurnakan pernikahan. Meskipun demikian, umat Yahudi Sefardim tidak
memiliki kebiasaan ini, yang mereka anggap suatu davar mekhoar, "kejijikan", karena
mempertaruhkan kesucian pengantin.

Umat Yahudi di Yaman biasanya bukan meninggalkan kedua mempelai berdiri berdua di
bawah tudung nikah (khuppah), seperti dalam pernikahan-pernikahan Yahudi masa kini,
melainkan di dalam sebuah kamar pengantin yang semarak dengan hiasan di rumah mempelai
pria. Menurut adat-istiadat mereka kamar ini dihias dengan gelantungan kain-kain berwarna-
warni dan kain-kain bercorak meriah, dilengkapi bantal-bantal yang disandarkan pada dinding
dan matras-matras yang panjangnya sekitar 224 cm untuk berbaring. Pernikahan dimeteraikan
dengan persetubuhan ketika kedua mempelai ditinggalkan berdua di dalam kamar ini. Adat
kuno ini dicatat Isaac ben Abba Mari (sekitar 1122 – sekitar 1193), penulis Sefer ha-'Ittur,
mengenai pemberkatan mempelai pria: "Kini khuppah terjadi jikalau ayah si perempuan
membawanya menemui suaminya, membawanya ke dalam rumah yang di dalamnya berisi
beberapa barang baru, misalnya kain-kain… berkeliling di tembok-tembok, dst. Karena kita
baca dalam Talmud Yerusalem, Sotah 46a (Sotah 9:15), 'Kamar-kamar pengantin itu,
(khuppot hatanim), di dalamnya mereka gelantungkan kain-kain bercorak dan pita-pita
bersulam benang emas,' dst."

Tari-tarian khusus

Tarian adalah bagian penting dalam pernikahan-pernikahan Yahudi. Sudah menjadi adat
bagi para tamu untuk menari di hadapan kedua mempelai yang duduk bersanding serta
menghibur mereka.Tari-tarian tradisional Ashkenazi mencakup:

 Krenzl, ibu mempelai wanita dimahkotai dengan rangkaian kembang sementara


putrinya menari mengelilinginya (menurut tradisi ditarikan pada perayaan pernikahan
anak perempuannya yang paling terakhir menikah).
 Mizinke, tarian orang tua mempelai pria atau wanita pada perayaan pernikahan anak
mereka yang paling yang terakhir menikah.

24 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
 Horah, tarian gaya Timur Tengah/Israel yang biasanya ditarikan sebagai tarian kedua.
 Menggembirakan hati mempelai wanita, tetamu menari mengitari mempelai wanita,
dapat pula disertai pemakaian "shtick"— benda-benda konyol seperti rambu-rambu,
bendera, kostum, konfeti, dan tambang dari taplak meja.
 Mitzvah tantz, kerabat dan para rabbi terpandang diundang untuk menari di hadapan
mempelai wanita (atau kadang-kadang menari bersama mempelai wanita jika yang
menari adalah ayah atau kakek si mempelai wanita), sering kali sambil memegang
gartel, dan selanjutnya menari bersama mempelai pria. Tarian ini diakhiri dengan
tarian kedua mempelai.
 Birkat hamazon dan syeva brakhot
 Seusai perjamuan, didaraskan Birkat Hamazon (doa sesudah makan), diikuti syeva
brakhot. Dalam perjamuan nikah, kata-kata yang digunakan untuk memberkati
pengantin sebelum Birkat Hamazon agak berbeda dari kata-kata pemberkatan yang
digunakan sehari-hari.[34] Buklet-buklet doa yang disebut birkon dalam bahasa Ibrani
atau bencher dalam bahasa Yiddis, dibagi-bagikan kepada tetamu. Seusai doa tadi,
dibacakan pula doa berkat atas anggur sambil menuangkan dua gelas anggur bersama-
sama ke dalam gelas yang ketiga, lambang dari terciptanya hidup baru bersama.

Perjanjian pranikah Yahudi

Beberapa tahun terakhir dewan kepemimpinan dari beberapa cabang agama Yahudi telah
menyusun standar penjanjian pranikah Yahudi yang dirancang sedemikian rupa agar
mencegah kaum pria untuk menahan get (surat cerai Yahudi) jika dituntut isterinya.
Dokumen-dokumen tersebut telah dikembangkan dan banyak digunakan di Amerika Serikat,
Israel, Inggris, dan negara-negara lain.20

Dalam Peristiwa perkawinan di kota Kana ini terkenal di kalangan orang Kristen dan
pakar Alkitab khususnya bagian Perjanjian Baru, karena di sini terjadi mujizat Yesus Kristus
yang pertama. Meskipun tidak dicatat di ketiga Injil yang lain, dalam Injil Yohanes, mujizat
ini penting karena merupakan yang pertama dari tujuh tanda bahwa Yesus Kristus itu Anak
Allah dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya
kepada-Nya. Ada perdebatan apakah kisah ini merupakan peristiwa nyata atau hanya suatu
perumpamaan rohani (alegori). Sebagai alegori, hikmat dari kisah ini adalah pengharapan dan

20
In traditional Jewish literature marriage is actually called kiddushin, which translates as "sanctification" or
"dedication."
25 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
kabar sukacita seperti yang dikatakan oleh pemimpin pesta perkawinan kepada pengantin
laki-laki pada ayat 10.

Juga dapat diartikan bahwa meskipun saat paling gelap adalah menjelang terbitnya
fajar, hal yang baik akan datang. Makna yang lebih umum adalah kedatangan Yesus
membawa harapan, dan dalam Injil ini di pasal 14 dikatakan Yesus adalah pokok anggur yang
sejati. Kehadiran Yesus dalam pesta perkawinan dan penggunaan kuasa ajaib untuk
menyelamatkan pesta itu dari malapetaka (kehabisan minuman anggur) diartikan sebagai
persetujuan Yesus akan institusi perkawinan, yang kemudian dibahas oleh rasul Paul dalam
suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, pasal 7. Juga digunakan sebagai argumen
melawan ajaran yang melarang minum anggur (teetotalisme).

Pada zaman itu, dalam budaya mayarakat semasa Maria dan Yesus Kristus menjalani
hidup (roh, jiwa, sorgawi) dan menghayati kehidupan (daging, raga, duniawi) di dunia, anggur
mempunyai nilai dan tempat tersendiri dibandingkan dengan anggur bagi kita zaman ini.
Demikian halnya ketersediaan anggur di dalam perjamuan nikah kala itu jauh berbeda
nilainya di dalam pesta nikah pada zaman sekarang.

Perikop "Perkawinan di Kana" dalam Injil dapat diaplikasikan dalam sebuah


gambaran kehidupan yang penuh sukacita, di mana anggur merupakan salah satu hidangan
utama.

Ayat 1 Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ;
Perkawinan di Kana terjadi pada hari ke-3 setelah pertemuan Yesus dengan Filipus dan
Natanael. (lihat "Kronologi" pada pasal 1

Ayat 2 Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu.

Ayat 3 Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan
anggur." "Anggur": Kata "anggur" (Yunani oinos) dapat menunjuk kepada anggur yang
difermentasi atau tidak difermentasi. Sifat dari oinos ini harus ditentukan oleh konteks dan
kemungkinan moral. "Kehabisan anggur": Berbeda dengan pandangan yang dianut penulis
tafsiran ini, beberapa orang percaya bahwa anggur yang habis dan yang disediakan oleh
Yesus merupakan anggur yang dapat menyebabkan kemabukan. Apabila pandangan ini
diterima maka implikasi-implikasi berikut harus diakui dan dipertimbangkan:

1) Tamu-tamu dalam pesta itu kemungkinan besar mabuk.

26 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
2) Maria, ibu Yesus, dengan demikian akan kecewa karena anggur yang memabukkan itu
habis dan akan memohon agar Yesus menyediakan lagi anggur yang difermentasi bagi
mereka yang sudah mabuk.

3) Supaya memenuhi permohonan ibu-Nya itu, Yesus akan menyediakan sekitar 450-690 liter
anggur yang memabukkan (Yohanes 2:6-9), jauh melebihi yang diperlukan untuk membuat
mabuk total semua tamu.

4) Yesus akan menjadikan anggur yang memabukkan ini sebagai "tanda ajaib-Nya" yang
pertama supaya "menyatakan kemuliaan-Nya" (Yohanes 2:11) dan meyakinkan orang untuk
percaya pada-Nya sebagai Anak Allah yang kudus dan benar. Implikasi-implikasi dari teori di
atas mustahil dihindari. Untuk menyatakan bahwa anggur yang dibuat Yesus adalah anggur
difermentasi bukan saja merupakan suatu penafsiran yang dipaksakan, tetapi bertentangan
dengan prinsip moral yang tertanam dalam kesaksian seluruh Alkitab. Jelas, bila mengingat
sifat Allah, kebenaran Kristus, dan perhatian-Nya yang penuh kasih kepada manusia, dan
tabiat baik Maria, implikasi dari pandangan bahwa air anggur di Kana itu difermentasi adalah
menghina Tuhan. Penafsiran yang meliputi pernyataan dan kontradiksi seperti itu tidak dapat
diterima. Penafsiran satu-satunya yang masuk akal ialah bahwa anggur yang dibuat oleh
Yesus untuk menyatakan kemuliaan-Nya adalah anggur yang tidak memabukkan, yaitu sari
anggur murni. Selanjutnya, anggur yang disediakan oleh pengatur pesta pernikahan
tampaknya juga merupakan anggur yang tidak difermentasi.

Ayat 10 dan berkata kepadanya: "Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan
sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur
yang baik sampai sekarang."

"Anggur yang baik": Menurut beberapa penulis kuno, yang dimaksudkan "anggur yang baik"
adalah anggur termanis yang dapat diminum dalam jumlah besar tanpa membahayakan (yaitu,
anggur yang kadar gulanya tidak dihancurkan oleh peragian). Anggur yang "kurang baik"
adalah anggur yang telah dicampur dengan air terlalu banyak.

1) Penulis Romawi bernama Plinius mengakui hal ini. Dia dengan jelas menyatakan bahwa
"anggur yang baik" yang disebut sapa, adalah sari anggur yang tidak beragi. Sapa adalah sari
buah anggur yang dididihkan hingga tinggal sepertiga dari jumlah semula untuk
meningkatkan rasa manisnya (IV.13). Dia menulis dalam karya-karyanya yang lain bahwa
"anggur yang paling bermanfaat adalah anggur yang kehilangan kadar potensinya ketika
disaring" (Plinius, Natural History, XIV. 23-24). Plinius, Plutarchus, dan Horatius semuanya
27 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
mengemukakan bahwa anggur terbaik adalah anggur yang "tak berbahaya dan tak
memabukkan".

2) Kesaksian para rabi menegaskan bahwa beberapa rabi mengusul penggunaan anggur yang
dididihkan. Kitab Mishna mengatakan, "Rabi Yehuda mengizinkannya (anggur yang
dididihkan sebagai persembahan unjukan) karena itu memperbaikinya."

3) Pentinglah dicatat bahwa kata sifat Yunani yang diterjemahkan "baik" bukanlah agathos
tetapi kalos, yang berarti "baik secara moral dan cocok".

"Puas minum": Frasa ini dalam bahasa Yunani adalah kata methusko yang mengandung arti:
(1) menjadi atau dijadikan mabuk, dan (2) sudah puas minum (tanpa petunjuk kepada
kemabukan). Pengertian kedua inilah yang harus diterima.

1) Terlepas dari bagaimana ayat ini diterjemahkan, ini tidak dapat dipakai untuk membela
anggapan bahwa anggur beragilah yang disajikan dalam pesta ini. Pemimpin pesta hanyalah
mengatakan kebijakan umum, yang menjadi kebiasaan pada pesta pernikahan, jenis minuman
apapun yang disajikan.

2) Tentunya sulit dibayangkan bahwa Yesus terlibat atau akan menyumbang kepada suatu
pesta mabuk-mabukan (lihat Yohanes 2:3).

Ayat 11 Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-
Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya
kepada-Nya.

Mujizat pengubahan air menjadi anggur yang diperbuat Yesus Kristus di kota Kana,
Galilea, dicatat dalam Injil Yohanes "sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan
itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya".[15] Seluruhnya ada 7 tanda yang dikemukakan
dalam Injil ini. Injil Yohanes menggunakan istilah bahasa Yunani semeion (="tanda"), atau
juga ergon (="pekerjaan"), sedangkan Injil-injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) lebih
memakai istilah dynamis (="kuasa"), untuk "mujizat".

Ayat 12 Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama dengan ibu-Nya dan saudara-
saudara-Nya dan murid-murid-Nya, dan mereka tinggal di situ hanya beberapa hari saja.

Ayat 18 Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau
tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Referensi silang: Matius
12:38, Markus 8:11, Yohanes 6:30
28 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A
Ayat 20 Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan
Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"

"46 tahun": Pembangunan Bait Allah ini dimulai oleh raja Herodes pada tahun 20 SM,
dan diselesaikan oleh Herodes Agripa II pada tahun 64 M. Jadi 46 tahun setelah pendirian
oleh Herodes jatuh pada sekitar tahun 26 M. Yesus Kristus diyakini hanya melayani selama 3
tahun sebelum mati dan bangkit dari kematian, yang berarti terjadi pada tahun ke-49/ke-50
didirikannya Bait Suci Herodes tersebut. Menurut Flavius Yosefus, Herodes memulai
pembangunan kembali Bait Suci kedua pada musim gugur tahun ke-18
pemerintahannya.Tahun pertama pemerintahan Herodes diketahui dihitung sejak bulan Nisan,
A.U.C. 717-718 (37-36 SM), jadi tahun ke-18 pemerintahannya tentunya berkisar dari bulan
Nisan, A.U.C. 734-735 (20-19 SM) sampai A.U.C. 735-736 (19-18 SM). Terhitung 46 tahun
setelah permulaan pekerjaan berarti percakapan yang terjadi pada sekitar hari Paskah Yahudi
ini jatuh pada musim semi A.U.C. 781 (28 M). Berdasarkan petunjuk-petunjuk lain, dapat
dihitung tahun kelahiran dan kematian Yesus Kristus, yaitu "kira-kira berusia 30 tahun" pada
waktu baptisan-Nya, membawa kepada sekitar A.U.C. 751, atau tahun 2 SM, untuk tahun
kelahirannya, dan jika hanya ada satu lagi hari Paskah yang dicatat dalam Injil Yohanes di
antara Paskah ini dan Paskah terakhir-Nya, maka didapatkan tahun A.U.C. 783 (30 M) untuk
kematian-Nya. Tanggal ini paling sedikit bertepatan dengan perhitungan tarikh sejak tahun
ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, sebagai tahun permulaan pelayanan Yohanes Pembaptis.

Disamping semuanya itu dapat dilihat dari mulai tradisi perkawinan Yahudi sampai
pada perkawinan di Kana bahwa yang siapa yang memberkati mempelai itu ada dalam
penjelasan tentang upacara pernikahan kaum Yudaisme. Mengapa demikian? Karena pada
zaman itu, hanya agama Yahudi yang dipakai dan Yesus pun turut dalam pelaksanaan adat
istiadat agama Yahudi tersebut.21

21
Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap
masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN:9789794159219.John Drane. Introducing the New
Testament. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis. Jakarta:Gunung Mulia. 2005.
ISBN:9794159050.Towner, W. S. (1996). Wedding. In P. J. Achtermeier (Ed.), Harper Collins Bible dictionary
(pp. 1205-1206). San Francisco: Harper

29 | T E O L O G I M O R A L K E L U A R G A

Anda mungkin juga menyukai