Anda di halaman 1dari 2

“Ibu”

Pw. S. P. Maria Berdukacita (P). BcE. Ibr. 5:7-9; Mzm. 31:2-3a.3b-4.5-6.15-16.20; Yoh.
19:25-27.

Dukacita Maria dirangkum Gereja dalam tujuh kisah yakni Pengungsian ke Mesir,
Yesus hilang dan diketemukan dalam Bait Allah, Nubuat Simeon, Perjumpaan di jalan Salib,
Ia berdiri dekat kaki Salib, ia memangku jenazah Yesus, dan ketika Yesus dimakamkan.
Ketujuh kisah ini menjadi perwakilan dari banyak kisah lainnya yang membawa dukacita
bagi Maria. Gambaran dukacita yang dilukiskan dalam kisah itu dialami Maria saat akhir
hidup Yesus di mana sengsara dan wafat-Nya akan menjadi puncaknya. Maria akan
memangku Sang Putera yang dulu dipangkunya sejak masih kanak-kanak hingga meninggal
dipelukan ibu-Nya. Maria menghadapi dan menghayati penderitaannya sebagai bentuk
pengorbanan dan cintanya pada Sang Putera dan dunia sekaligus sarana untuk semakin
menyatukan diri dengan Puteranya, Yesus Kristus. Dukacitanya itulah jalan menuju kepada
persatuannya dengan Kristus dalam kemuliaan dan kebahagiaan surgawi. Dibalik dukacita
itu, ada sukacita yang akan mengikutinya. Sukacita itu ialah kesatuannya dengan Allah dalam
kemuliaannya di surga. Ia yang dulu berdukacita akan bersukacita dalam terang kasih Allah.

Yohanes mengisahkan bagaimana kesedihan Maria akan penderitaan Puteranya di


atas kayu salib diubah Yesus menjadi sukacita. Dukacita akan ditinggalkan Puteranya diganti
dengan sukacita atas panggilan untuk menjadi ibu bagi ‘anak-anak yang baru’ yakni Gereja.
Maria mendapat tugas dari Yesus untuk menjadi ibu bagi anak-anak yang dipercayakan
kepadanya. Anak-anak itu ialah mereka yang taat dan setia seperti Kristus yang taat dan setia
kepada Bapa-Nya hingga akhir. Anak-anak inilah yang disebut anak-anak Allah. Anak-anak
inilah yang akan diangkat dari dukacita dunia akan penderitaan dosa kepada kemuliaan dalam
kesempurnaan sebagai anak-anak Allah yang sejati. Maka, jadilah bagian dari anak-anak
yang terpilih itu; menjadi anak-anak yang taat, setia, rela berkorban, rendah hati dan
senantiasa berpegang teguh pada Tuhan. Dukacita Maria menjadi lukisan akan kekejaman,
keegosian dan keserakahan manusia. Oleh karena itu, mari belajar menjadi pribadi yang baik,
benar, dan senantiasa sederhana seperti Ibu Maria yang sederhana nan bersahaja. Imannya
menuntun umat manusia pada keselamatan abadi. Seperti ibu yang sayang akan anaknya
demikian juga dengan Maria yang akan selalu menyayangi anak-anaknya. Semoga bunda
Maria yang berdukacita menjadi bersukacita karena melihat anak-anaknya yang kembali pada
kebenaran dan kelak dijemputnya untuk masuk dalam kerajaan abadi. Karena dari ibu Maria
kita boleh datang kepada Puteranya, Yesus Kristus.

(Fr. Feighty Sandehang)

“Inilah ibumu!” (Yoh. 19:27)

Marilah berdoa:

Ya Tuhan, seperti Bunda Maria yang setia pada-Mu, semoga aku pun setia kepada-Mu dalam
hidupku. Amin.

Anda mungkin juga menyukai