Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Mungkin anda pernah mendengar komentar yang berkata, “Bunda Maria itu
hanya manusia biasa seperti kita… Tuhan hanya ‘meminjam’ tubuhnya saja
untuk melahirkan Yesus.” Benarkah? Sesungguhnya, tidak sesederhana itu.
Sebab, semakin kita membaca dan merenungkan Kitab Suci dan tulisan dari
para Bapa Gereja, kita akan semakin menyadari, bahwa meskipun Bunda Maria
itu manusia ‘biasa’ sesungguhnya ia sangat istimewa. Ia tidak mungkin sama
dengan kita, justru karena perannya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Dibutuhkan
kerendahan hati untuk mengakui, bahwa seberapapun dekatnya seseorang
dengan Yesus, tidak ada yang melebihi kedekatan Bunda Maria dengan Yesus.
Kenyataannya, semua gen sifat-sifat Yesus sebagai manusia diperoleh dari
Bunda Maria. Maria mengandung Yesus, menyusui-Nya, membesarkan-Nya.
Selama 30 tahun Maria hidup bersama Yesus yang menghormatinya sebagai
Ibu-Nya. Bunda Maria mendampingi Yesus dengan setia sampai wafat-Nya di
kayu salib. Di tengah derita-Nya di salib, Tuhan Yesus memikirkan nasib Bunda
Maria yang akan ditinggalkan-Nya, sehingga Ia memasrahkan ibu-Nya itu kepada
murid yang dikasihiNya. Selanjutnya, setelah kebangkitan dan kenaikan Yesus ke
surga, Maria menyertai Gereja; sampai saat ia-pun diangkat ke surga hingga saat
ini, ia menyertai kita semua. Tulisan berikut ini merupakan sekilas renungan
tentang Maria sebagai Bunda Allah, yang mengambil sumber utama dari surat
ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater (Bunda Penyelamat) dan
tulisan para Bapa Gereja.

Bunda Maria, Bunda Allah


Santo William pernah berkata, “Maria, dengan melahirkan Yesus Sang
Penyelamat dan Kehidupan kita, membawa banyak orang kepada Keselamatan;
dan dengan melahirkan Sang Hidup itu sendiri, ia memberikan kehidupan untuk
banyak orang”. ((Liguori, St. Alphonsus, Hail Holy Queen! (Rockford, Illinois: Tan
Books and Publishers, Inc., 1995), p. 21)) Maka, Bunda Maria sebagai Bunda
Penyelamat menjalankankan peran yang istimewa di dalam rencana
Keselamatan Allah. Memang benar jika dikatakan bahwa rencana keselamatan
Allah merangkul semua orang (lih. I Tim 2:4), namun secara khusus Allah
menyediakan tempat bagi Bunda Maria, yaitu seorang “perempuan” yang
dijadikanNya sebagai Ibu Yesus Sang Putera Allah dan Sang Juru Selamat.
((Paus Yohanes Paulus, Surat Ensiklik, Redemptoris Mater, 7)) Rencana Allah ini
telah dinubuatkan oleh para nabi,“Sesungguhnya, anak dara itu akan
mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan
menamakan Dia Immanuel, yang berarti, “Allah menyertai kita.” (Mat 1:23).
Hanya karena ketaatan Bunda Maria, maka kelahiran Yesus yang dinubuatkan
oleh para nabi selama sekitar 2000 tahun terpenuhi. Hanya karena kesediaan
Maria, maka Allah Putera menjelma menjadi manusia, dan Bunda Maria adalah
ibu dari Sang Immanuel, “Allah yang beserta kita” tersebut. Dalam diri Maria
digenapi rencana keselamatan Allah, “tetapi setelah genap waktunya,
maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan
takluk kepada hukum Taurat.” (Gal 4:4). Dan, sungguh Allah Putera itulah yang
dikandung oleh Bunda Maria, sesuai dengan Kabar Gembira dari malaikat,
“….sebab anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, anak Allah.”
(Luk 1:35) Oleh karena itu, Elisabeth menyebut Bunda Maria sebagai “ibu
Tuhanku.” (Luk 1:1-43) dan karena itu kita juga memanggil Maria sebagai Bunda
Allah.
Tuhan, sebagai Allah Bapa yang Maha Pengasih mengiginkan agar setiap orang
menjadi anak-Nya di dalam Kristus Putera-Nya, yang di dalam Roh Kudus-Nya
dapat memanggil-Nya sebagai “Abba! Bapa!” (lih. Gal 4:6). Oleh karena itu, saat
genaplah waktunya, Allah mengirimkan Putera-Nya, Yesus Kristus, melalui
Bunda Maria yang diurapi oleh Roh Kudus. Pada saat Maria menjawab,
“Terjadilah padaku menurut perkataanmu (Luk 1:38), terwujudlah karya Tuhan
yang sangat ajaib: Allah yang tak terbatas oleh waktu, masuk ke dalam ruang
waktu dan menjadi bagian dari sejarah umat manusia. Dengan demikian,
sejarah manusia dikuduskan dan diisi dengan misteri Kristus. Penggenapan janji
Allah ini menandai permulaan dari perjalanan Gereja, di mana Maria sebagai
anggota pertamanya menjadi teladan bagi Gereja sebagai mempelai dan ibu,
dengan menyatakan “ya” pada pemenuhan Perjanjian Baru. ((Cf. Ibid., 1))

Bunda Maria merupakan teladan kekudusan, ketaatan dan


pengabdian
Alkitab mengatakan, “Sebab di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita
sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.”
(Ef 1:4). Bunda Maria adalah seseorang yang secara sempurna memenuhi ayat
ini; sebab ia telah ditentukan Allah sejak semula menjadi Ibu Sang Putera
Allah. Dan untuk mempersiapkannya sebagai Tabut Perjanjian Baru yang
mengandung Sabda yang menjadi manusia, Allah membebaskan Bunda Maria
dari dosa asal, oleh karena jasa Yesus yang menyelamatkan dunia. (lihat
artikel: Bunda Maria dikandung tanpa noda, apa maksudnya?) Jadi,
penghormatan kepada Bunda Maria bukanlah ‘rekayasa’ Gereja Katolik, sebab
yang pertama-tama menghormati Maria adalah Tuhan sendiri. Kita
menghormati Bunda Maria sebab kita mengikuti teladan Allah sendiri,
sebab Tuhanlah yang terlebih dulu mempercayakan Diri-Nya kepada Bunda
Maria. Karena itu Bunda Maria disebut sebagai “penuh rahmat” seperti yang
dikatakan oleh Malaikat Gabriel. Di dalam Bunda Maria, Putera Allah yang
mengatasi segalanya mengambil rupa tubuh sebagai manusia. Maria
menanggapi rahmat ini dengan iman tak bersyarat, dan karenanya ia dikatakan
sebagai yang terberkati. Ia menerima rahmat dan tugas mulia ini dengan
memberikan diri seutuhnya kepada Tuhan. ((Cf. Ibid., 9, 10, 12, 39))
Dengan mempercayakan diri kepada Tuhan, baik pada saat menerima kabar
gembira maupun seterusnya sepanjang hidupnya, Bunda Maria menyatakan
ketaatan iman. Dengan mengatakan, “Terjadilah padaku menurut perkataanmu”
(Luk 1:38) ia mengatakan hal yang sama dengan yang dikatakan oleh Yesus
kepada Allah Bapa, “Aku datang; …untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku”
(Ibr 10:7). Imannya mengingatkan kita pada iman Bapa Abraham. Sebab
Perjanjian Lama dimulai oleh iman Abraham, dan Perjanjian Baru dimulai oleh
iman Bunda Maria.
Ketaatan Maria tetap teguh sepanjang hidupnya: di dalam menjalani kehidupan
yang sangat miskin pada saat kelahiran Yesus; di saat menjalani pengungsian ke
Mesir, di sepanjang tahun-tahun kehidupan Yesus yang tersembunyi di
Nazareth, sampai menyertai Yesus di bawah kaki salib-Nya, dan ikut
menganggung sengsara Yesus Puteranya (lih. Yoh 19:25). Bunda Maria adalah
seseorang yang ‘miskin di hadapan Allah’ dan karenanya ia memiliki Kerajaan
Sorga (lih. Mat 5:3). Ia hidup sedemikian miskin, (sebab bahkan orang termiskin
sekalipun umumnya tidak melahirkan di kandang hewan) namun ia
menjalaninya dengan iman dan ketaatan. Ia mempersembahkan Yesus di Bait
Allah dan kemudian membesarkan dan mendidik Yesus hingga dewasa. Karena
ketaatannya dalam mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah, Bunda
Maria dipuji oleh Yesus, ketika ia dan saudara-saudari Yesus datang
menghampiri Yesus. Yesus berkata, “Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!
Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah
saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Mrk 3:34-35). ((Ayat ini sering dipakai
untuk menyatakan bahwa Yesus mempunyai banyak saudara. Namun yang
dimaksud di sini adalah saudara sepupu, bukan saudara kandung. Untuk
keterangan selanjutnya silakan baca artikel : Bunda Maria Tetap Perawan:
Mungkinkah?. Ayat ini juga sering disalah-artikan, seolah Yesus tidak mau
mengakui ibu dan saudara-saudarinya, dengan ‘membuka tali persaudaraan’
kepada semua saja yang melakukan kehendak Allah. Untuk itu, ada baiknya kita
melihat ayat ini dalam Alkitab bahasa Inggris, Yesus mengatakan, “Who are My
mother and my brethren? …Here are my mother and my brethren! Whoever does the
will of God is my brother, and sister and mother.” Lihatlah bahwa Yesus
menyatakan saudara-saudarinya dalam bentuk jamak: ‘brethern’, sedangkan
untuk ibu-Nya, hanya satu/ tunggal, sebab hanya Bunda Maria-lah ibu-Nya, yang
menjadi teladan dalam melaksanakan kehendak Tuhan.))
Ketaatan Maria membawanya sampai ke gunung Golgotha. Di kaki salib inilah,
Maria mengalami bagaimana kabar gembira malaikat Gabriel seolah
‘dijungkirbalikkan’: …bahwa anakNya akan menjadi besar…, dan kerajaan-Nya
tidak akan berakhir (lih. Luk 1:32-33). Sedangkan yang terpampang di hadapan
matanya adalah sebaliknya: Sang Putera dihina, disiksa sampai mati, seolah
segalanya telah berakhir…. Namun demikian kita melihat, tidak ada ‘protes’ dan
perlawanan keluar dari mulutnya. Di dalam iman Bunda Maria ‘menyimpan
segala sesuatu di dalam hatinya’. Oleh karena itu, ia sungguh-sungguh bersatu
dengan Kristus dan misteri suci-Nya yang menyangkut ‘pengosongan diri dan
penghinaan diri’. Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa penderitaan
Bunda Maria di kaki salib ini merupakan pengosongan ‘kenosis’ iman yang
terdalam yang pernah terjadi di dalam sejarah manusia. Di kaki salib Kristus
itulah, dipenuhi nubuat Simeon, “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu
sendiri.” (Luk 2:35). ((Cf. Ibid., 13, 14, 15, 16, 17, 18)) Adakah derita ibu yang lebih
hebat daripada melihat anak satu-satunya disiksa dan dibunuh di depan
matanya?
Ketaatan Bunda Maria yang sedemikian inilah yang dianggap sebagai ‘obat’ dari
ketidaktaatan Hawa, seperti yang dikatakan oleh para Bapa Gereja, terutama
Santo Irenaeus. Lumen Gentium mengutipnya dengan mengatakan, “Ikatan yang
disebabkan oleh Hawa telah dilepaskan oleh ketaatan Bunda Maria…”
((Lihat Lumen Gentium, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja,
56, mengutip St Irenaeus, Against Heretics, III, 22,4:PG 7, 959 A; Harvey, 2, 124.))
Sehingga dikatakan, “Kematian oleh Hawa, namun kehidupan oleh Maria.” ((Ibid.,
mengutip St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril dari Jerusalem, St. Yohanes
Krisostomus, St. Yohanes Damaskus.)) Karena itu, Maria ditempatkan pada pusat
pertentangan antara Iblis dan ‘keturunan perempuan ini’ (lih. Kej 3:15) ((Cf. Ibid.,
11, 19)) sebab ia adalah sang ‘perempuan’ yang telah dibuat kudus tak bernoda
oleh Allah; ia bebas dari dosa asal, sehingga bersama dengan Putera-Nya dapat
diletakkan di dalam pertentangan total melawan dosa dan Iblis. Pertentangan ini
mencapai puncaknya seperti yang tertulis dalam kitab Wahyu, “Seorang
perempuan berselubungkan matahari…..melahirkan Anaknya laki-laki… yang
akan menggembalakan semua bangsa…” (Why 12:1,5). Sang Putera akan
mengalahkan naga itu, yaitu Iblis. Maka kita mengetahui, bahwa sang Putera
adalah Yesus, dan sang Ibu adalah Bunda Maria. ((Hahn, Scott, Hail, Holy Queen,
(Broadway, New York: Doubleday, 2001), p. 39))

Bunda Maria, Bunda kita


Hubungan yang erat antara Maria dan Yesus Puteranya juga dapat kita lihat
dengan jelas pada kisah mukjizat pada pesta perkawinan di Kana, yaitu pada
saat Bunda Maria mengambil peranan penting dalam perwujudan mukjizat
Yesus yang pertama ini. Dengan berkata pada Yesus, “Mereka kehabisan
anggur”, dan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!”,
Bunda Maria menempatkan diri sebagai pengantara, bukan sebagai orang asing,
tetapi sebagai ibu. Pengantaraan Maria sama sekali tidak menghalangi atau
mengurangi pengantaraan Yesus yang esa dan satu-satunya kepada Allah Bapa
(lih. 1 Tim 2:5) melainkan semakin menunjukkan kuasa pengantaraan Yesus itu.
Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa pengantaraan Bunda Maria merupakan
bagian dari pengantaraan Yesus yang unik dan satu-satunya itu,
sebab pengantaraan Maria ada di bawah kuasa pengantaraan Yesus.
((Redemptoris Mater, 21, 22, 38, 40))
Dengan mengandung Yesus yang adalah Kepala dari Tubuh mistik Gereja,
Bunda Maria juga mengandung kita umat beriman, karena kita semua adalah
anggota Tubuh Kristus/ Gereja. Oleh karena itu St. Bernardus mengatakan
bahwa Bunda Maria adalah “Leher dari Tubuh Mistik Kristus” ((Miravalle, Mark,
STD, Introduction to Mary, (Santa Barbara: Queenship Publishing Company,
1993), 63, 76)) yang menghubungkan Yesus Sang Kepala dengan semua anggota
Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya. Inilah sebabnya mengapa Bunda Maria yang hadir
di dalam misteri Kristus sebagai ibu, juga menjadi ibu rohani bagi semua orang
percaya.
Bunda Maria merupakan pemenuhan janji Tuhan yang telah disebutkan pada
awal mula (lih. Kej 3:15) dan pada akhir jaman (Why 12:1-5). Ia hadir pada awal
misi keselamatan Yesus (lih. Yoh 2:1-12) sampai pada akhirnya, saat ia berdiri di
bawah kaki salib Yesus (lih. Yoh 19:25). Ia ada pada saat Sang Sabda menjelma
menjadi manusia di dalam rahimnya, dan ia hadir pada saat kelahiran Gereja di
hari Pentakosta. Dengan demikian ia telah menjadi contoh dalam perjalanan
iman. Bunda Maria adalah seseorang yang pertama kali percaya akan janji
Keselamatan, dan dengan imannya, ia menjadi teladan pertama sebagai saksi
apostolik Gereja. ((Cf.  Redemptoris Mater., 23, 24, 25, 26, 27,28)) Karena
itu, Bunda Maria adalah juga Bunda Gereja.
Sejak awal Bunda Maria telah memberikan dirinya tanpa batas kepada Yesus
Puteranya, dan ia berbuat yang sama terhadap Gereja, yang adalah ‘anak
angkat’-nya. Setelah Kristus bangkit dan naik ke surga, Bunda Maria tetap
memberikan dirinya sebagai pengantara semua anak-anak-nya kepada Tuhan.
((Cf. Ibid., 40)) St. Alphonsus Liguori mengatakannya dengan begitu indah,
dengan mengutip kisah dari kitab 2 Sam 14:4-11. Seorang perempuan bijak dari
Tekoa menghadap Raja Daud, “Tuanku, hambamu ini mempunyai dua orang
anak laki-laki, dan malangnya hamba ini, salah seorang dari puteraku itu
membunuh yang lain, sehingga hamba kehilangan seorang putera, dan keadilan
menghendaki agar anakku yang lain itupun mendapat hukuman mati karena
perbuatannya..…; kasihanilah hamba, dan janganlah hamba sampai kehilangan
kedua puteraku.” Bunda Maria dapat berkata yang serupa, “Tuhanku, hamba
mempunyai dua putera, Yesus dan manusia; manusia membunuh Puteraku
Yesus di salib, dan kini, keadilanMu menuntut puteraku yang bersalah. O, Tuhan,
Yesusku sudah wafat, kasihanilah hamba, sebab hamba sudah kehilangan
seorang, mohon jangan biarkan hamba juga kehilangan anakku yang lain.”
((Liguori, St. Alphonsus, Hail Holy Queen! (Rockford, Illinois: Tan Books and
Publishers, Inc., 1995), 45)) Dan seperti Raja Daud akhirnya berbelas kasihan
kepada ibu dari Tekoa itu dan mengabulkan permohonannya, maka Tuhan-pun
berbelas kasihan dan tidak menghukum para pendosa yang didoakan oleh
Bunda Maria. Oleh pengantaraannya ini, maka Bunda Maria dikatakan sebagai
Mediatrix.

Bunda Maria Teladan Gereja


Bunda Maria adalah teladan Gereja dalam hal iman, kasih dan persatuan yang
sempurna dengan Kristus. Bunda Maria adalah contoh sempurna yang
mencerminkan Kristus. Ia adalah contoh tetap bagi Gereja, sebab Gereja juga
dipanggil untuk menjadi Ibu dan perawan, sebagai mempelai Kristus. (lihat
artikel: Bunda Maria tetap perawan, mungkinkah?) Bunda Maria bekerjasama
dalam kelahiran Gereja dan perkembangannya. Sekarang ini, pada saat
digalakkannya gerakan Ekumenism di mana semua orang Kristen berjuang
untuk mencapai persatuan, ketaatan Maria menjadi contoh yang paling
sempurna. Dengan mempelajari dan merenungkan peran Bunda Maria dalam
Gereja, semua umat Kristen akan dapat melakukan perkataan Yesus -seperti
yang menjadi pesan Bunda Maria pada mukjizat di Kana. Dengan demikian,
perkataan Yesus, “supaya mereka semua (umat Kristen) menjadi satu…”(Yoh
17:21), dapat terlaksana dengan dipimpin oleh Bunda Maria, yang menjadi ibu
bagi semua pengikut Kristus. Sungguh benar, bahwa keibuan Maria adalah
rahmat yang diberikan kepada setiap orang. Kristus Penyelamat kita
mempercayakan Ibu-Nya sendiri kepada murid yang dikasihiNya. Murid itu
mewakili semua umat manusia. Jadi artinya Kristus memberikan Ibu-Nya untuk
menjadi ibu bagi kita semua ((Cf. Redemptoris Mater., 42, 44, 30, 45)) (lih. Yoh
19:26-27).
Mari kita renungkan, sudahkah kita ‘menerima’ Maria sebagai Ibu kita sendiri?
Jika kita mau sungguh mengasihi Tuhan Yesus seperti Rasul Yohanes, bukankah
kitapun perlu meniru teladannya untuk menerima Maria di dalam ‘rumah’ hati
kita dan di dalam kehidupan kita?

Bunda Maria, Bunda Allah menurut Bapa Gereja


Para Bapa Gereja menghubungkan peran Maria sebagai Bunda Allah dengan
perannya sebagai Hawa yang baru (the new Eve). Bunda Maria melahirkan Tuhan
Yesus yang menyelamatkan manusia dari dosa yang diturunkan dari dosa Hawa.
Karena dalam Pribadi Yesus, ke-Allahan dan kemanusiaan-Nya bersatu dengan
sempurna, maka Bunda Maria dikatakan sebagai Bunda Yesus dan Bunda Allah,
sebab, Yesus itu Allah.
1. St. Yustinus Martir (155) membandingkan Hawa dengan Bunda Maria. Hawa,
manusia perempuan pertama terperdaya oleh Iblis yang kemudian membawa
maut; sedangkan Maria percaya kepada pemberitaan malaikat Gabriel, dan
karena itu ia mengandung Putera Allah yang membawa hidup. ((Lihat St.
Yustinus Martir, Dialogue with Trypho the Jew, 155 AD, p.100))
2. St. Irenaeus (180): “Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan
Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman
Maria.” ((Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24))
3. St. Gregorius Naziansa (390) menyatakan, barangsiapa tidak percaya bahwa
Bunda Maria adalah Bunda Allah, maka ia adalah orang asing bagi Allah. Sebab
Bunda Maria bukan semata-mata saluran, melainkan Kristus sungguh-sungguh
terbentuk di dalam rahim Maria secara ilahi (karena tanpa campur tangan
manusia) namun juga manusiawi (karena mengikuti hukum alam manusia).
((Lihat Robert Payesko, The Truth about Mary, Volume 2, (Queenship Publishing
company, California, USA, 1996), p. 2-180.))
4. St. Ambrosius (397): “Kejahatan didatangkan oleh perempuan (Hawa), maka
kebaikan juga harus didatangkan oleh Perempuan (Maria); sebab oleh karena
Hawa kita jatuh, namun karena Maria kita berdiri; karena Hawa kita menjadi
budak dosa, namun oleh Maria kita dibebaskan…. Hawa menyebabkan kita
dihukum oleh buah pohon (pohon pengetahuan), sedangkan Maria membawa
kepada kita pengampunan dengan rahmat dari Pohon yang lain (yaitu Salib
Yesus), sebab Kristus tergantung di Pohon itu seperti Buahnya…”
((Diterjemahkan dari Virgin Wholly Marvelous,  seperti dikutip oleh Robert
Payesko, Ibid., p. 2-78.))
5. St. Agustinus (416): ”Kita dilahirkan ke dunia oleh karena Hawa, dan diangkat
ke surga oleh karena Maria.” ((St. Agustinus, Sermon))
6. St. Cyril dari Alexandria (444): “Bunda Maria, Bunda Allah…, bait Allah yang
kudus yang di dalamnya Tuhan sendiri dikandung… Sebab jika Tuhan Yesus
adalah Allah, bagaimanakah mungkin Bunda Maria yang mengandung-Nya tidak
disebut sebagai Bunda Allah?” ((Lihat St. Cyril dari Alexandria, Epistle ro the
Monks of Egypt, I ))
7. Doktrin Maria sebagai Bunda Allah/ “Theotokos” dinyatakan Gereja
melalui Konsili di Efesus (431) dan Konsili keempat di Chalcedon (451).
Pengajaran ini diresmikan pada kedua Konsili tersebut, namun bukan berarti
bahwa sebelum tahun 431, Bunda Maria belum disebut sebagai Bunda Allah,
dan Gereja ‘baru’ menobatkan Maria sebagai Bunda Allah pada tahun 431.
Kepercayaan Gereja akan peran Maria sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru
sudah berakar sejak abad awal. Keberadaan Konsili Efesus yang mengajarkan
“Theotokos” tersebut adalah untuk menolak pengajaran sesat dari Nestorius.
Nestorius hanya mengakui Maria sebagai ibu kemanusiaan Yesus, tapi bukan
ibu Yesus sebagai Tuhan, sebab menurut Nestorius yang dilahirkan oleh Maria
adalah manusia yang di dalamnya Tuhan tinggal, dan bukan Tuhan sendiri yang
sungguh menjelma menjadi manusia. ((Lihat William C. Placher, Readings in the
History of Christian Theology, vol. 1, (Westminster John Knox Press, Kentucky, USA,
1988) p. 69-70: Nestorius mengenali Yesus yang lahir dari rahim Maria sebagai
Bait Sang Sabda (a temple of the Logos) di mana Sang Sabda itu tinggal, dan
bukannya Sang Sabda (the ‘Logos’) itu sendiri. Menurut Nestorius, Allah ada di
dalam bayi Yesus, ada di dalam diri manusia yang tersalib di Kalvari, namun
sang manusia itu bukan Tuhan sendiri. Jadi Nestorius gagal membedakan sifat
keilahian dan kemanusiaan Yesus yang bersatu secara sempurna dalam Pribadi
Yesus. Nestorius gagal melihat bahwa Maria adalah seorang Ibu dari seorang
Pribadi manusia, yang kebetulan juga adalah Pribadi Allah. Jadi, Maria adalah ibu
dari Yesus yang adalah Allah dan manusia, meskipun ia hanya melahirkan
kemanusiaan Yesus.))
Jelaslah bahwa doktrin Maria Bunda Allah bukan untuk semata-mata
menghormati Maria, tetapi terutama untuk menghormati Yesus, yang walaupun
sungguh-sungguh manusia, namun juga sungguh-sungguh Allah. Gereja selalu
mengimani Pribadi Yesus yang tunggal, yang merupakan persatuan sempurna
antara keilahian dan kemanusiaan-Nya. Namun demikian,
kita tidak mempercayai bahwa Maria memiliki keilahian seperti dewi. Pendapat
yang demikian juga sesat. Jadi yang tepat adalah: Pribadi Ilahi Yesus yang telah
ada di sepanjang segala waktu mempersatukan Diri-Nya dengan tubuh
kemanusiaanNya di dalam rahim Maria. Untuk ini, Bunda Maria disebut sebagai
Bunda Allah. Sama seperti kita mengatakan ibu Siti Habibah bukan saja sebagai
ibunda Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi juga sekaligus ibunda Bapak
Presiden RI, sebab Bapak SBY adalah Bapak Presiden RI. Dengan analogi ini,
maka Bunda Maria adalah Bunda Yesus dan Bunda Tuhan sebab Yesus adalah
Tuhan kita.

Kesimpulan
Bunda Maria berdiri di pusat misteri Keselamatan, seperti dikatakan oleh Paus
Yohanes Paulus II, “sebab menjadi keajaiban alam yang luar biasa, ia
mengandung Pencipta-nya” –for to the wonderment of nature, she bore her
Creator. Betapa istimewanya peran Bunda Maria dalam perwujudan rencana
Keselamatan Allah kepada umat manusia, sebab ia dipercaya untuk
mengandung, melahirkan, membesarkan dan mendampingi Kristus Sang Putera
sampai kesudahan-Nya di salib Golgotha. Selanjutnya Bunda Maria hadir di
sepanjang segala abad untuk membantu Gereja, dan semua umat Kristen, di
dalam pergumulan antara kebaikan dan kejahatan, untuk memastikan agar
mereka tidak terjatuh, dan jika mereka terjatuh, ia membantu mereka untuk
bangkit kembali. ((Cf. Redemptoris Mater, 51,52.))
Renungan Hari Santa Maria Bonda Allah

Hari pertama di tahun 2022. Hari pertama di mana orang masih meraba-raba, menebak apa
yang akan terjadi dan dialami sepanjang tahun ini. Para peramal juga laku keras karena
mereka meramal tentang masa depan seseorang dan orang yang diramal itu sungguh
percaya. Ada yang rasa percaya dirinya naik karena ramalannya bagus, ada juga yang
langsung hilang rasa percaya dirinya karena ramalan tentangnya tidak bagus. Ada rasa
senang dan takut dalam diri banyak orang mengawali tahun ini.

Secara liturgis, Gereja Katolik mengawali tahun baru dengan merayakan Hari Raya Santa
Maria Bunda Allah. Segenap anggota Gereja mau diingatkan untuk memandang Yesus yang
lahir dari rahim Bunda Maria. Santo Paulus mengatakan Allah mengutus AnakNya yang lahir
dari seorang perempuan. Ya, Yesus sebagai Putera Allah, Sabda yang menjelma menjadi
manusia dan tinggal bersama setiap pribadi. Mengawali tahun baru ini dengan harapan
banyak orang adalah sebuah dunia yang damai, dunia yang dihuni oleh orang-orang yang
berkenan pada Allah.

Sabda Tuhan pada hari ini memberikan semangat positif bagi setiap pribadi yang
mendengarnya. Setiap pribadi kadang-kadang mengalami ketidakpastian. Pada saat-saat
seperti itu kita butuh Tuhan yang menjanjikan berkat dan jaminan keselamatan. Dalam
Bacaan Pertama dari Kitab Bilangan, Tuhan berfirman kepada Musa untuk mengatakan
kepada Harun dan anak-anaknya untuk memberkati orang Israel: “Tuhan memberkati
engkau dan melindungi engkau. Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi
engkau kasih karunia. Tuhan menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau
damai sejahtera.” (Bil 6:24-26). Nama Tuhan menguasai orang Israel dan Tuhan pun
memberkati mereka.

Tuhan senantiasa menunjukkan kasihNya yang tiada batasnya kepada manusia. Kasih yang
paling agung adalah ketika Ia mengutus Putera-Nya ke dalam dunia dan semua orang yang
percaya kepadaNya memperoleh hidup kekal (Yoh 3:16). Hal senanda diungkapkan juga
oleh Paulus dalam Bacaan II bahwa Tuhan Yesus datang kedunia untuk menebus umat
manusia. Sebelum mengalami penebusan, manusia adalah hamba atau budak. Tetapi
ketika dijamah oleh Tuhan dan mereka terbuka kepada-Nya maka mereka pun menjadi
anak-anak Allah.

Paulus menulis, “Saudara-saudara, setelah genap waktunya, Allah mengutus AnakNya


yang lahir dari seorang perempuan dan takhluk kepada Hukum Taurat”. Dengan perkataan
Paulus ini mengingatkan kita pada pribadi Bunda Maria sebagai wanita sederhana yang
dipilih Tuhan menjadi Ibu Yesus. Di dalam diri Hamba Tuhan ini Sabda menjadi manusia. Ini
adalah waktu yang tepat. Maria menerima menjadi Bunda Yesus merupakan berkat yang
besar bagi semua orang yang percaya kepada Kristus. Paulus juga mengatakan bahwa
orang-orang yang takluk pada Hukum Taurat akan ditebus dan mereka menjadi Anak Allah.
Roh Tuhan juga diberikan kepada setiap anak sehingga seruan yang sama akan terucap:
"Abba, ya Bapa!" Dengan rahmat Allah Tritunggal Bapa, Putera dan Roh Kudus maka kita
semua bukan lagi menjadi hamba melainkan mulia sebagai anak dan menjadi ahli waris.

Penginjil Lukas mengingatkan kembali malam penuh sukacita di mana Yesus dilahirkan ke
dunia. Para gembala yang sederhana datang ke Bethlehem untuk menyembah Dia. Di
Bethlehem, mereka menemukan Maria, Yusuf dan Bayi yang terbaring dalam palungan.
Para gembala menceritakan pengalaman mendengar warta sukacita dari malaikat dan
membuat semua orang takjub. Tetapi Bunda Maria memilih untuk diam. Ia menyimpan
semua perkara di dalam hati dan merenungkannya. Para gembala juga bersukacita kepada
Tuhan atas pengalaman yang indah ini. Semua pengalaman mereka sungguh nyata. Yesus
kemudian diantar oleh orang tuanya untuk disunat dan diberi nama Yesus.

Kita memulai tahun 2022 dengan berbagai pesan yang istimewa: 

Pertama: Tuhan tidak akan membiarkan kita sendirian. Ia memberi berkatNya yang


berlimpah dan menyinari kita dengan wajahNya yang kudus. Berkat Tuhan ini menjadi
kekuatan bagi kita untuk tidak takut atau pesimis dengan hidup ini. Kita memulainya dengan
berkat dari Tuhan bukan dengan kutukan. 

Kedua, Kita memulai tahun ini dengan sapaan Tuhan bagi kita sebagai Anak dan ahli waris.
Ini merupakan pengalaman iman yang luhur. Kita bukan lagi hamba yang setingkat dengan
orang kafir tetapi orang merdeka karena penebusan berlimpah dari Tuhan. Status sebagai
anak Allah merupakan hadiah yang sangat berharga dari Tuhan.

Ketiga, Bunda Maria adalah model bagi para Keluarga khususnya para ibubapa. Ia
menunjukkan teladan selalu bersama Yusuf dan Yesus. Kehadiran Maria dalam keluarga
menginspirasikan para orang tua untuk senantiasa hadir dalam kehidupan anak dan menjadi
pendidik bagi mereka. Orang tua yang mampu menyimpan segala perkara di dalam hatinya.

Tiga pesan rohani ini akan membuat hati damai. Mengapa damai? Karena Tuhan
memberkati dan menerangi serta menganugerahi kasih karunia supaya kita menjadi anak-
anak Allah. Berbahagialah dan bersyukurlah karena anugerah istimewa ini.

Doa: Tuhan, berkatilah kami. Amen

Anda mungkin juga menyukai