Anda di halaman 1dari 22

TRADISI ZIARAH GUA MARIA KEREP AMBARAWA

DAN PENGARUH BUDAYA JAWA

OLEH:

FRANSISKA DEWI SETIOWATI SUNARYO

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

2016

1
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………..2

II. FIGUR MARIA DALAM TRADISI KATOLIK ………………………………3

2.1 Maria Pada Awal Mula Kekatolikan………………………………………..3

2.2 Maria Dalam Tradisi Katolik Di Dunia…………………………………..…6

2.3 Penampakan Maria dan Mukjizat…………………………………………...7

III.TRADISI ZIARAH GUA MARIA BAGI UMAT KATOLIK DI JAWA


TENGAH………………………………………………………………………….9

3.1 Gua Maria Lourdes Sendangsono : Cikal Bakal Kekatolikan di Jawa…..9

3.2 Sejarah Gua Maria Kerep Ambarawa……………………………………..11

3.2.1 Awal Pembangunan Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA)…….11

3.2.2 Proses Pengelolaan dan Perkembangan Tahap Lanjut GMKA……12

IV. PENGARUH ALAM PIKIRAN JAWA TERHADAP TRADISI ZIARAH GUA


MARIA DI JAWA TENGAH……………………………………………………16

V. KONTRIBUSI GUA MARIA TERHADAP MASYARAKAT………………..19

VI. KESIMPULAN………………………………………………………………..…22

VII. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..…24

2
BAB I
PENDAHULUAN

Masing-masing aliran kepercayaan dan agama di Indonesia mempunyai beraneka


ragam tradisi. Salah satu tradisi yang banyak dilakukan di Indonesia, khususnya di Jawa
adalah tradisi ziarah mengunjungi tempat-tempat pethilasan, dan dalam tradisi Katolik adalah
ziarah mengunjungi gua-gua Maria. Tradisi ziarah gua Maria mempunyai akar historis yang
berbeda dengan tradisi ziarah dalam budaya Jawa. Berawal dari penghormatan terhadap
pribadi Maria, ibu Yesus, kemudian berkembang menjadi tempat peziarahan yang menjadi
magnet bagi jutaan umat Katolik di seluruh dunia. Proses perkembangan kekatolikan di pulau
Jawa pun tidak bisa dilepaskan dari pentingnya tradisi ziarah gua Maria. Tempat ziarah gua
Maria Sendangsono mempunyai ikatan sejarah yang erat dengan peristiwa pembaptisan umat
Katolik pertama di Dusun Kalibawang yang menjadi cikal bakal berkembangnya agama
Katolik di tanah Jawa. Tempat ziarah gua Maria Kerep Ambarawa dibangun dengan tujuan,
selain untuk membangun kedalaman spiritual umat Katolik, juga untuk membangun dialog
antar umat beragama. Tradisi ziarah gua Maria memang sudah tumbuh sejak awal masa
perkembangan kekatolikan, mulai dari Israel sampai ke Eropa dan kemudian berkembangan
di Negara-negara Baru (Amerika, Asia, dan Afrika) melalui ekspedisi penjelajahan dan
penjajahan bangsa Spanyol dan Portugis. Namun, kelestarian tradisi tersebut tidak bisa
dilepaskan dari peranan budaya Jawa. Di dalam tulisan ini kita juga akan melihat unsur-unsur
dalam budaya Jawa yang mempengaruhi tradisi ziarah gua Maria di Indonesia, khususnya di
Jawa Tengah.

3
BAB II
FIGUR MARIA DALAM TRADISI KATOLIK

2.1 Maria pada awal mula Kekatolikan

Dalam kehidupan Gereja Katolik, Maria merupakan sosok pribadi yang mempunyai
tempat sungguh istimewa. Gereja Katolik sangat menghormatinya, sehingga dapat kita lihat,
begitu kuat kebaktian terhadap Maria. Apakah keistimewaan dari Maria?

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah
kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan
seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu
masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai
engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah
arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau
beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan
akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia
akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah
akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi
raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan
berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi,
karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun
atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang
akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet,
sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan
inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada
yang mustahil." Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku
menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Lukas 1:26-38).

Pada kutipan yang diambil dari Injil Lukas di atas kita mengetahui bahwa Maria
adalah seorang perawan berasal dari Nazaret, salah satu kota di Galilea. Tiba-tiba Ia
kedatangan seorang malaikat yang bernama Gabriel. Malaikat itu menyampaikan pesan dari
Allah bahwa Maria akan mengandung seorang bayi yang akan diberi nama Yesus, yang
nantinya akan menyelamatkan seluruh ciptaan dan seluruh umat manusia dari jerat dosa.
Seperti yang dikatakan oleh malaikat Gabriel, umat Katolik mempercayai bahwa Yesus
adalah Anak Allah, atau Allah yang menjelma menjadi manusia. Sebagaimana dituliskan

4
dalam kutipan Injil di atas, umat Katolik juga mempercayai bahwa Maria tetap perawan baik
sebelum maupun sesudah ia mengandung dan melahirkan Yesus. Dengan kata lain, proses
kehamilannya terjadi karena tanpa melalui hubungan seksual antara suami dan istri,
melainkan karena karunia dari Allah. Dalam tradisi Yahudi saat itu, seorang wanita yang
kedapatan mengandung tanpa suami akan dituduh berzinah dan hukumannya adalah rajam
sampai mati. Pada kisah selanjutnya, Allah mengutus Yusuf, seorang tukang kayu, yang
merupakan keturuan Raja Daud, untuk mengangkat Maria sebagai istrinya. Dengan begitu
Maria pun bisa terhindar dari tuduhan zinah dan hukuman rajam. Selanjutnya, Yesus akan
lahir dan tumbuh dewasa dalam naungan dan bimbingan Maria dan Yusuf. Umat Katolik
menghormati Maria sebagai orang suci salah satunya karena teladan penyerahan dirinya yang
total kepada panggilan Ilahi.

Seperti halnya relasi antara ibu dan anak pada umumnya, dalam perjalanan hidupnya
Maria mempunyai relasi yang sangat mesra dan mendalam dengan putranya, Yesus. Maria
tidak pernah terpisah dari putranya, sejak Yesus ada dalam kandungannya sampai saat Yesus
disiksa dan diolok-olok karena imannya, serta sampai Yesus wafat di kayu salib. Kedukaan
bukan akhir dari cerita. Maria juga merasakan peristiwa gembira, yaitu ketika Yesus bangkit
dari kematian dan menampakkan diri kepada Maria dan para pengikutnya. Dan pada
akhirnya, sesuai dengan yang tertulis dalam tradisi, Gereja Katolik mempercayai bahwa
Bunda Maria tidak mengalami kematian melainkan kebangkitan. Seperti Yesus yang bangkit
dari kematian dan naik ke surge, demikian pula Maria. Berkat karunia Allah, Maria tidak
mengalami kematian melainkan diangkat ke surga. Kisah mengenai kebangkitan Maria ini
tidak dituliskan dalam Kitab Suci melainkan diwariskan turun temurun dari tradisi Gereja
Katolik sejak awal hingga saat ini.

Lewat kedekatan relasi inilah, Gereja katolik mempunyai keyakinan yang mendalam
bahwa Maria sungguh-sungguh istimewa, baik dihadirat Allah maupun manusia. lewat
perjalanan sejarah Gereja dalam bimbingan Roh Kudus, lewat berbagai konsili Nicea, Konsili
Efesus, konsili Kalcedon menetapkan bahwa Yesus sebagai Anak Allah, yang memang
sungguh-sungguh Allah oleh karena sehakikat dengan Bapa, menjadi daging, menjadi
manusia begitu rupa, sehingga Ia adalah Allah dan manusia (secara serentak), namun tetap
satu. Karena Yesus adalah benar-benar Allah, maka ibu Yesus menjadi ibu Allah. Istilah
"Mater Dei" (bahasa latin) yang artinya Bunda Allah, mulai disebut pada abad ke IV.

2.2 Maria dalam tradisi Katolik di Dunia

5
Berdoa kepada Allah dengan perantaraan Maria dan berdevosi kepadanya adalah
praktek atau tradisi yang dilakukan oleh orang Katolik di seluruh dunia. Pemahaman tentang
Maria sebagai perantara Yesus dimulai dengan mukjizat berubahnya air menjadi anggur
dalam pesta pernikahan di Kana. Menurut Injil Yohanes, Maria berkata kepada Yesus,
“Mereka tidak mempunyai anggur,” dari situ dimulailah mukjizat pertama Yesus.

Tahun 431, pada Konsili di Efesus, Gereja Katolik secara resmi menyebut Maria
sebagai “Theotokos”, Bunda Allah. Itulah penghormatan tertinggi yang diberikan oleh Gereja
Katolik kepada Maria. Sebagai simbol universal dari cinta keibuan, begitu pula simbol
penderitaan dan pengorbanan, Maria sering menjadi batu pijakan bagi kerinduan manusia
akan makna. Ia menjadi penghubung antara manusia dengan Yang Ilahi. Jubahnya menjadi
simbol keamanan dan perlindungan. Paus Fransiskus, ketika ditanya apakah arti Maria
baginya, jawabnya, “Dia adalah ibu saya.”

Dalam sejarah perkembangan Gereja Katolik, muncul beberapa laporan tentang


penampakan Maria yang seringkali dialami oleh anak-anak yang berasal dari keluarga
miskin, atau mereka yang tinggal di tempat terpencil dan penuh konflik. Penampakan Maria
biasanya disertai dengan tanda-tanda yang ajaib seperti matahari yang berputar atau
munculnya mata air. Tanda-tanda ajaib yang menyertai penampakan Maria semakin
menambah kepercayaan dan rasa takjub orang-orang pada figure Maria.

Di Eropa muncul beberapa tempat ziarah gua Maria yang kemudian menjadi tujuan
yang ramai dikunjungi oleh para turis, di antaranya Maria Guadalupe di Mexico, Fatima di
Portugal, Knock di Irlandia, dan yang termahsyur adalah Lourdes di Perancis. Tempat-tempat
ziarah itu memperoleh keuntungan finansial ribuan juta dollar setiap tahunnya dan mampu
menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan orang. Maria juga menjadi inspirasi bagi karya
seni dan arsitektur (Patung “Pieta” karya Michelangelo, Katedral Notre Dame), demikian
pula dalam bidang puisi, liturgi, dan musik. Dan dia menjadi pedoman spiritual bagi miliaran
orang, tak peduli betapa terpencilnya mereka.

Umat Muslim dan Kristen memandang Maria sebagai pribadi yang paling suci di
antara para wanita, dan namanya “Mariam” muncul lebih sering di dalam Al-Quran daripada
di dalam Injil. Di dalam Injil, Maria hanya empat kali berbicara. Dimulai saat Malaikat
Gabriel mengunjungi Maria dan menyampaikan kabar kepadanya bahwa ia akan
“mengandung Anak Allah Yang Maha Tinggi.” Maria menjawab, “Inilah aku, hamba Allah.”
Kemudian Maria, juga masih di dalam Injil Lukas, menyampaikan kidung Pujian, pada masa

6
awal kehamilannya: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembiran karena Allah,
Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai
dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia karena Yang Mahakuasa telah
melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah kudus…” (Lukas 1:46-
55). Memang pada kenyataannya, miliaran orang di dunia menyebutnya sebagai wanita yang
terberkati.

Dalam perkembangan sejarah kekatolikan di dunia, yakni dimulai tahun 1500an, figur
Maria menjadi popular bersamaan dengan misi Spanyol menaklukkan wilayah-wilayah
jajahan. Dalam misi penjajahan Spanyol itulah para misionaris datang ke negara-negara
jajahan untuk menyebarkan agama Katolik sekaligus di dalamnya adalah memperkenalkan
figur Maria.

2.3 Penampakan Maria dan Mukjizat

Dalam majalah National Geographic bulan Desember 2015, disebutkan bahwa


seorang sarjana teknik mesin lulusan Standford University, Michael O’Neill (39) telah
mengembangkan sebuah situs, MiracleHunter.com, yang berisikan data-data tentang
penampakan Maria dimulai sejak tahun 40 (Masa awal bertumbuhnya kekristenan).
Investigasi sistematis tentang penampakan Maria mulai dilakukan oleh Gereja Katolik sejak
lebih dari 450 tahun yang lalu. Menurut situs tersebut, dari 2.000 laporan tentang
penampakan, hanya 28 di antaranya yang disetujui oleh pimpinan Gereja setempat (uskup).
Uskup selaku pimpinan gereja setempat adalah juga orang yang mempunyai otoritas untuk
menentukan apakah penampakan yang “ajaib” itu sungguh-sungguh bisa dipercaya atau
tidak. Dari 28 laporan tersebut, hanya 16 yang diakui oleh Vatikan.

Vatikan mempunyai prosedur untuk menentukan apakah Gereja perlu mengumumkan


sebuah penampakan itu adalah mukjizat atau bukan. Kesehatan mental dari orang yang
menerima penampakan menjadi salah satu kriterianya, dan siapa pun yang diduga
mempunyai tujuan untuk mencari popularitas atau kekayaan dari penampakan Perawan
Maria, maka dengan sendirinya mereka diabaiakan dan dikecam. Seorang pastor Yesuit,
Robert Spitzer, S.J., yang juga adalah ilmuwan mengatakan bahwa “mukjizat itu melampaui
hukum fisika dan fisika alam. Spitzer mengatakan bahwa ilmu pengetahuan menyelidiki dan
menjelaskan hukum fisika yang terjadi di alam. Bisakah kita membuat penelitian saintifik
tentang mukjizat. Jawabnya tidak. Sains hanya menguji hukum fisika atau hasil-hasil fisika.
Vatikan tidak pernah menyetujui penampakan yang pesannya bertentangan dengan ajaran

7
gereja, dan umat Katolik didorong untuk tidak mempercayai penampakan tersebut. Gereja
bersikap kritis terhadap segala laporan mengenai penampakan atau mukjizat tentang Maria.
Pada dasarnya memang sulit dibedakan antara pesan yang disampaikan oleh Maria dan apa
yang ditangkap dan ditafsirkan oleh pribadi yang menerima penampakan tersebut. Pada
akhirnya memang kita kembalikan kepada iman masing-masing orang.

BAB III
Tradisi Ziarah Gua Maria bagi Umat Katolik di Jawa Tengah

Gua Maria adalah tempat ziarah khas umat Katolik, biasanya bangunan utamanya
dibentuk seperti gua tetapi ada juga yang berada pada gua alam asli. Disebut gua Maria
karena ditempatkannya patung Bunda Maria ibunda Yesus pada gua tersebut. Tempat itu
kemudian menjadi tempat ziarah umat Katolik untuk mendekatkan diri pada Allah Pencipta
yang Maha Kuasa dengan berdoa melalui perantaraan Bunda Maria dan tentu saja Yesus
Kristus.

Dalam tradisi agama Katolik keberadaan gua Maria punya sejarah panjang. Bunda
Maria beberapa kali menampakan diri pada orang-orang tertentu. Salah satu penampakan
yang paling terkenal adalah penampakan Bunda Maria kepada Bernadette Soubirous di
sebuah gua yang ada di kota Lourdes Perancis pada tahun 1858. Tempat itu kemudian
menjadi tempat ziarah gua Maria paling populer. Tempat ziarah ini pulalah yang kemudian
menjadi inspirasi untuk membuat tempat ziarah serupa pada komunitas Katolik setempat.
Dari situ muncullah tempat ziarah gua Maria dibanyak tempat di dunia termasuk di
Indonesia. Akan tetapi di Indonesia gua Maria bukan hanya terdapat patung Bunda Maria,

8
juga biasanya sepanjang jalan menuju gua Maria terdapat perhentian-perhentian untuk prosesi
jalan salib, serta di beberapa lokasi gua Maria juga ada gereja kecil.

Di Indonesia gua Maria paling tua dan paling terkenal adalah gua Maria Sendangsono
di Jawa tengah yang usianya lebih dari seratus tahun. Sedangkan salah satu gua Maria paling
eksotis barangkali adalah gua Maria Tritis di Wonosari, selatan Jogjakarta, Jawa Tengah yang
berada di gua alam sungguhan. Meskipun dibanyak lokasi gua Maria dikelilingi tempat-
tempat yang berpemandangan indah terutama di daerah-daerah yang jauh dari kota besar, gua
Maria bukan tempat rekreasi, melainkan adalah tempat ziarah, ini yang sering dilupakan oleh
orang yang berkunjung sehingga makna ziarahnya menjadi tidak jelas.

3.1 Gua Maria Lourdes Sendangsono: Cikal Bakal Kekatolikkan di Jawa

Sendang Sono dinamai berdasarkan letaknya. Sendang berarti mata air, sementara
Sono berarti pohon sono, sehingga nama itu menunjukkan bahwa sendang ini terletak di
bawah pohon sono. Sebelum tahun 1904, sendang ini lebih dikenal dengan nama Sendang
Semagung, berfungsi sebagai persinggahan para bhikku yang ingin menuju daerah Boro,
wilayah sebelah selatan Sendang Sono. Namun, sejak 20 Mei 1904 atau kedatangan Pastor
Van Lith, S.J. dan pembaptisan 173 warga Kalibawang menggunakan air sendang, tempat ini
mulai berubah fungsi sebagai tempat ziarah umat Katholik. Keberadaan Sendangsono tak
luput dari peran Romo Van Lith SJ, rohaniawan Belanda yang lama tinggal di Pulau Jawa.
Hal itu juga menandakan bahwa Sendangsono tidak bisa dilepaskan dari lingkaran sejarah
Gereja Katolik di Pulau Jawa mengingat Romo Van Lith sendiri merupakan salah satu
rohaniwan yang menyebarkan ajaran Katolik di Pulau Jawa. Peristiwa pembaptisan warga
Kalibawang yang terjadi lebih dari seabad yang lalu itulah yang menjadi cikal bakal
berkembangnya kekatolikkan di tanah Jawa.

Salah satu di antara 173 warga yang dibaptis itu adalah seorang pribumi yang
bernama Sarikromo (setelah dibaptis ia dikenal dengan nama Barnabas Sarikromo). Ia
dilahirkan pada tahun 1874. Ketika muda ia menderita sakit kaki yang sulit disembuhkan.
Dalam ia berjanji pada dirinya untuk mengabdikan diri pada Tuhan jika kakinya sembuh.
Dalam keadaan itulah Sarikromo bertemu dengan seorang pastor misionaris asal Belanda
yang bernama Van Lith, S.J. Dengan bantuan seorang temannya yang juga adalah misionaris
asal Belanda, Van Lith berhasil menyembuhkan Sarikromo dari sakitnya. Sesuai dengan
janjinya, akhirnya Sarikromo memberikan dirinya untuk dibaptis menjadi Katolik. Adapun
Sarikromo adalah sesepuh di desa asalnya, Desa Kalibawang. Mengetahui bahwa Sarikromo

9
dibaptis menjadi Katolik, warga desanya pun ikut memberikan dirinya untuk dibaptis.
Melalui peristiwa pembaptisan di sendang di bawah pohon sono itu, kekatolikan menjadi
semakin bertumbuh di tanah Jawa. Hal itu tidak mungkin terjadi tanpa perjuangan dan
dedikasi dari Barnabas Sarikromo dalam mengajarkan agama. Ia adalah pribumi pertama
yang menjadi guru Agama Katolik. Berkat kemampuannya berbahasa Jawa dan
pemahamannnya yang mendalam tentang budaya Jawa, agama Katolik dapat diterima secara
mendalam oleh semakin banyak orang pribumi. 25 tahun sesudah peristiwa pembaptisan itu,
pada 14 Desember 1929, Sendangsono diresmikan oleh Romo J.B. Prennthaler, S.J. sebagai
tempat peziarahan dan medali Pro Ecclesia et Pontifice (untuk Gereja dan Kepausan) dari
Paus Pius XI dianugerahkan kepada Barnabas Sarikrama atas jasa-jasanya. Makam Barnabas
Sarikromo terletak di dalam komplek gua Maria Sendangsono. Sementara makam pastor Van
Lith, S.J. berada di pemakaman Katolik di Muntilan, Jawa Tengah.

Sendangsono terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon


Progo, D.I. Yogyakarta. Pengelolannya berada di bawah tanggung jawab Paroki St. Maria
Lourdes di Promasan, Yogyakarta. Gua Maria ini ramai dikunjungi peziarah dari seluruh
Indonesia, khususnya pada bulan Mei dan bulan Oktober. Selain berdoa, pada umumnya para
peziarah mengambil air dari sumber. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat
menyembuhkan penyakit.

Patung Bunda Maria di Sendangsono dipersembahkan oleh Ratu Spanyol yang begitu
susahnya diangkat beramai-ramai naik dari bawah Desa Sentolo oleh umat Kalibawang.
Pada 1945 Pemuda Katolik Indonesia berkesempatan berziarah ke Lourdes, dari sana mereka
membawa batu tempat penampakan Bunda Maria untuk ditanamkan di bawah kaki Bunda
Maria Sendangsono sebagai reliqui sehingga Sendangsono disebut Gua Maria Lourdes
Sendang Sono.

Dibangun secara bertahap sejak tahun 1974, hanya dengan mengandalkan sumbangan


umat. Budayawan dan rohaniawan, Y.B. Mangunwijaya yang memberi sentuhan arsitektur.
Konsep pembangunan kompleks Sendangsono ini bernuansa Jawa dan ramah lingkungan.
Bahan bangunannya memanfaatkan hasil alam. Tahun 1991, kompleks bangunan
Sendangsono mendapat penghargaan arsitektur terbaik dari Ikatan Arsitek Indonesia, untuk
kategori kelompok bangunan khusus. Pada 17 Oktober 2004, diadakan suatu prosesi dan
perayaan ekaristi kudus pada jam 10.00 oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Ignatius
Suharyo, Pr untuk memperingati 100 tahun Sendangsono.

10
3.2 Sejarah Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA)
3.2.1 Awal Pembangunan GMKA

Gua Maria Kerep Ambarawa termasuk pendahulu bagi munculnya gua-gua Maria di
Indonesia setelah Gua Maria Sendangsono di Kabupaten Kulonprogo (DIY) dan Gua Maria
Sriningsih di Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Gua yang didirikan tahun 1954 ini lahir dengan
sejarah yang sangat sederhana dan juga tidak berdasarkan suatu penampakan. Kelahiran
GMKA tak bisa lepas dari seorang berwarganegara Belanda yang bertugas sebagai pengelola
perkebunan di sekitar Ambarawa yang telah mempersembahkan tanah dan rumahnya kepada
Gereja. Oleh Gereja tanah dan rumah ini diberikan kepada Kongregasi Bruder Para Rasul
atau Bruder Apostolik.

Kongregasi ini didirikan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata dan beranggotakan orang-
orang pribumi serta berstatus sebagai kognregasi keuskupan. Sayang kongregasi ini tidak
dapat bertahan lama karena tak ada lagi peminatnya hingga akhirnya dibubarkan. Di tanah
biara inilah Gua Maria Kerep Ambarawa didirikan.

Pembangunan GMKA dimulai oleh Romo Bernardinus Soemarno, SJ dan Romo


Reijnders (mantan Direktur Kongregasi Bruder Apostolik). Pembangunan mulai
direalisasikan tahun 1954. Siswa-siswi sekolah guru yang tinggal di Asrama Bruderan dan
Susteran Ambarawa dikerahkan untuk mengumpulkan batu dari sungai Panjang dan
dikumpulkan di kebun Bruderan Apostolik Kerep. Di samping dikerjakan secara gotong-
royong, juga didukung oleh panitia resmi pada waktu itu yang terdiri dari Romo L. Koersen,
SJ dan Romo Haeken, SJ sebagai arsitek, Bruder B. Tjiptosutedjo sebagai tata batu, serta dua
tukang batu asal Desa Panjang dan Pojok bernama Wirosembodo dan Setro Sentono.

Gua Maria Kerep Ambarawa dibangun selama lebih kurang satu tahun. Selama
pembuatan melibatkan banyak murid asrama Sekolah Guru Kolese Santo Yusuf dan Sekolah
Guru Putri Santa Maria Ambarawa, anak-anak asrama Bruderan dan Susteran. Pembangunan
awal selesai kira-kira pada tanggal 25 Juli 1954. Tepat pada hari Minggu tanggal 15 Agustus
1954 Gua Maria Kerep Ambawara diberkati dan diresmikan oleh Bapak Uskup Agung
Semarang Mgr. A Soegijapranata, SJ. Patung Bunda Maria diberkati dengan air suci dari
Lourdes. Nampak sekali bahwa Gua Maria Kerep Ambarawa sejak semula diusahakan agar

11
bisa meniru kesakralan Gua Maria di Lourdes, hal ini tampak pada kemiripan patung
Perawan Maria di Lourdes.

3.2.2 Proses Pengelolaan dan Perkembangan Tahap Lanjut GMKA

Proses pembangunan tidak berhenti di sana. Pada tahap pembangunan selanjutnya,


dibentuk sebuah tim pengelola yang waktu itu diketuai FX Darmadi Hardjono dan Panitia
Pembangunan Gua Maria Kerep pada tanggal 29 Februari 1992. Panitia Pembangunan ini
diteguhkan dengan Surat Pengangkatan dari Bapak Uskup Agung Semarang, nomor
132/B1Vb/92, dengan Ketua Ignasius Djajus Adisaputro. Sejak saat itu panitia
pembangungan yang dibantu oleh Tim Fakultas Teknik Unika Soegijapranata bekerja keras
untuk merealisasikan program pembangunan yang telah ditetapkan.

Biaya yang digunakan untuk persiapan pembangunan berasal dari para dermawan dan
hasil persembahan kolekte misa. Pengalaman terkabulnya doa mendorong para peziarah
untuk bersyukur dan bermurah hati.

Tak jarang tempat ziarah juga menjadi tempat wisata bernilai plus. Di tempat ziarah
ini para peziarah boleh berharap dapat memperoleh mukjizat dari Allah. Di antaranya sembuh
dari sakit, dapat jodoh, naik pangkat, usaha tambahan maju, lulus sekolah, segera punya
momongan dan seabrek permintaan. Semua bisa terkabul apabila ada mukjizat dari ‘Atas; dan
kepercayaan yang kuat yang tertanam dalam diri masing-masing.

Gua Maria Kerep Ambarawa juga menjadi tempat berdoa baik pribadi maupun
keluarga. Di sini orang dapat berdoa kapan saja dan terbuka berkeluh-kesah mengenai
pengalaman hidup yang manis dan pahit, berseru-seru dan berhening diri, memuji dan
memohon kepada Yang Kuasa, kepada Yesus serta kepada Bunda Maria.

Dengan membanjirnya peziarah otomatis kotak dana yang disediakan oleh Tim
Pengelola GMKA terisi jumlah yang lumayan. Dari waktu ke waktu dana itu akhirnya
dikembalikan kepada para peziarah dalam bentuk fasilitas seperti tempat parkir yang luas,
halaman gua yang senantiasa bersih, ruang doa, stasi-stasi jalan salib, keamanan yang
memadai, taman doa, kapel adorasi, camping ground, dll. Jika dulu kompleks Gua Maria
Kerep Ambarawa terkesan sempit terutama pada bulan Mei dan Oktober, kini kondisinya
sudah berbeda jauh.

12
Kompleks yang luas dibeli sedikti demi sedikit. Dana didapat dari pinjaman,
sumbangan dermawan dan tentu saja dari sumbangan para peziarah. Banyak umat yang
doanya terkabul saat berziarah di tempat lain, namun mereka mengungkapkan rasa syukurnya
malah di sini, tentu sajas diterima dengan senang hati.

Perlu diketahui pula bahwa Tim Pengelola (TP) GMKA yang diangkat oleh Bapak
Uskup sungguh-sungguh bekerja dalam pengabdian dan tanpa gaji. Namun sebaliknya TP
GMKA dapat menggaji 44 karyawan dengan upah di atas UMR yang berlaku. Meski GMKA
telah dikenal dan dibanjiri peziarah, namun Pemda Ambarawa tidak menjadikannya sebagai
sumber pendapatan asli daerah.

Tempat-tempat di seputar GMKA, kecuali sekitar pelataran gua, sering digunakan


untuk kegiatan ibadat dari umat Kristen, seperti GKMI (Gereja Kristen Muria), GKJ (ereja
Kristen Jawa), GPDI (Gereja Protestan di Indonesia); GBI (Gereja Betel Indonesia); GBI
(Gereja Baptis Indonesia), dan masih banyak lagi gereja-gereja Kristen yang ada di
Indonesia. Mereka menggunakan Gua Maria Kerep Ambarawa sebagai tempat untuk berdoa
atau beribadat, perayaan Natal bersama, Paskah bersama dan sekaligus untuk mengajak
umatnya berekreasi rohani agar tidak terjadi kejenuhan dalam ibadatnya.

Mereka yang datang ke GMKA rupanya tak hanya dari yang beriman kepada Kristus.
Mereka juga ada yang berasal dari umat kepercayaan lain, seperti Islam, Hindu, dan Budha.
Mereka hadir di Gua Maria Kerep Ambarawa dengan tujuan mereka masing-masing seperti
yang hanya ingin memperoleh suasana hening di tempat ini, berdoa atau hanya ingin rekreasi
dan ingin tahu suasana. Mereka hadir karena memang sudah menjadi niatan ataupun hanya
mampir, kebetulan mereka melewati jalan tersebut saat akan pergi ke Semarang atau ke
Yogyakarta.

Sebagai imbalan dan bentuk ungkapan syukur, GMKA turut mensejahterakan


ekonomi masyarakat sekitar. Para PKL disediakan kios-kios yang cukup representative, yang
dipakai untuk berjualan benda-benda rohani, barang-barang devosi, bermacam-macam
makanan dan souvenir. Setiap kali diadakan doa novena pada bulan September sampai Mei
tahun berikutnya, para pemuda dari tempat di sekitar Kerep dipercaya untuk mengelola
parker.

Perlu ditekankan pula bahwa Gua Maria bukan tempat wisata. Sangat diharapkan
bahwa bagi siapa saja yang datang ke sini supaya mengetahui bahwa GMKA adalah tempat

13
untuk beribadah. Tempat yang telah disucikan. Maka setiap tindakan, setiap perbuatan dan
setiap ucapan yang bertentangan dengan maksud ibadah, harus dijauhkan. Suasana hening
yang mendukung suasana ibadah hendaknya selalu dipatuhi oleh siapa saja.

Keberadaan gua Maria mempunyai arti yang penting bagi Gereja Katolik di
Indonesia, khususnya di Jawa. Keberadaan gua Maria Sendangsono menandai peristiwa
pembaptisan warga dusun Kalibawang yang menjadi cikal bakal pengikut agama Katolik di
pulau Jawa dengan dua tokohnya saat itu adalah Pastor Van Lith, S.J. dan seorang awam
yang benama Barnabas Sarikromo. Berbeda halnya dengan gua Maria Sedangsono yang
diawali dengan peristiwa sejarah yang sangat penting bagi Gereja Katolik, gua Maria Kerep
Ambarawa diawali dengan peristiwa yang sangat sederhana. Baik gua Maria Sendangsono
maupun gua Maria Kerep Ambarawa, keberadaan keduanya tidak diawal dengan suatu
penampakan “ajaib” seperti yang terjadi pada gua Maria di Lourdes (Perancis) dan Fatima
(Portugal). Bagi orang Katolik, gua Maria menjadi tempat ziarah dan menjadi tempat untuk
menghormati figur Perawan Maria.

Bunda Maria menjadi figur yang amat dihormati karena teladan kesuciannya dan
kedekatan relasinya dengan pribadi Yesus, Anak Allah. Sejak tahun 431 (Konsili Efesus),
dan tahun 787 (Konsili Nicaea II), Gereja Katolik mengungkapkan bahwa pribadi Maria
dihormati sebagai Bunda Allah, karena dialah yang mengandung Anak Allah. Penghormatan
ini bukan berarti menyamakan posisi Maria setara dengan Allah. Di atas segala-galanya
tetaplah Allah. Pribadi Maria menjadi figur teladan kesucian dan kepadanya umat Katolik
menyampaikan doa-doa dengan kepercayaan bahwa Maria sebagai pribadi yang paling dekat
dengan Yesus, dan sebagai ibu, akan didengarkan oleh Yesus. Dengan kepercayaan itu,
orang-orang Katolik berziarah ke gua Maria bukan untuk memuja Maria, melainkan memuja
Allah dengan perantaraan Maria. Perlu dipahami juga bahwa orang-orang Katolik tidaklah
memuja patung atau gambar-gambar. Sebagaimana tujuan kita menyimpan foto orang yang
kita cintai dalam dompet adalah untuk selalu mengenang pribadi itu kapan pun dan di mana
pun kita berada, demikianlah tujuan dari patung-patung dan gambar-gambar di tempat ziarah
yaitu sebagai pengingat akan pribadi Maria dan orang-orang kudus yang ada dalam gambar
tersebut.

Tradisi ziarah ke gua Maria dan menghormati Maria sebagai orang kudus adalah
tradisi khas agama Katolik, sebagaimana telah kita lihat pula dalam perkembangan historis

14
tradisi penghormatan terhadap Maria yang telah dijelaskan di atas. Namun, dalam prakteknya
di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, budaya Jawa mempunyai peran yang amat penting
dalam melestarikan tradisi tersebut.

BAB IV

Pengaruh Alam Pikiran Jawa terhadap Tradisi Ziarah Gua Maria di Jawa Tengah

Dalam budaya Jawa terdapat tradisi ziarah yang biasa diungkapkan dengan istilah
napak tilas (menapaki jalan hidup figur-figur yang dianggap penting). Orang Jawa
memandang peziarah sebagai reka ulang sejarah dari figur-figur, baik historis maupun
mitologis, dan jalan peziarah itu disertai dengan jalan spiritual untuk menaklukkan diri (hawa
nafsu)

Dalam budaya Jawa pada umumnya, pengaruh dari kosmologi India, jalan peziarah
itu diungkapkan dengan simbol Meru (gunung). Gunung Meru itu dipandang sebagai
makrokosmos (jagad gedhe), pusat alam semesta, dan juga sebagai perjalanan batin manusia
(mikrokosmos atau jadag cilik) menuju kesempurnaan hidup atau menuju kesatuan dengan
Tuhan. Simbol Meru bisa kita temukan dalam candi-candi Hindu dan Budha di Jawa, dan
juga dalam berbagai macam arsitektur dan ritual budaya kerajaan. Candi Borobudur dibuat
menyerupai struktur Gunung Meru di mana di dalamnya terdapat kisah perjalanan spiritual
Budha menuju pencerahan (yang ditandai pula dengan pemurnian). Simbol Meru dalam
budaya Jawa bisa kita temukan dalam gambar gunungan (gunung) dalam pertunjukan
wayang. Sebagai gunung kosmik, gunungan juga menyimbolkan jalan mistis manusia bersatu
dengan Tuhan. Di puncak gunungan itu terdapat Pohon Kehidupan. Untuk mencapai puncak
gunung itu, seseorang harus terlebih dahulu menaklukkan binatang buas dan makhluk-
makhluk jahat yang menjaga gunung. Dalam arti ini, seseorang yang ingin menapaki jalan
mistik haruslah melalui jalan yang sulit dan penuh rintangan, seperti jalan mendaki gunung,
dan puncaknya adalah lambang dari pengalaman nirwana, pengalaman pembebasan,
mencapai tujuan hidupnya (sangkan paran). Dalam perjalanan spiritual menuju Tuhan dan
diri sejati, simbol binatang buas mengingatkan kita bahwa para peziarah perlulah mengatasi
segala godaan dan hawa nafsu. Dengan kata lain, budaya Jawa dan agama Katolik
mempunyai pandangan yang sama bahwa manusia sedanga berada dalam perjalanan hidup,
dalam peziarahan menuju Tuhan dan diri sejati. Kebersatuan dengan Tuhan itu dicapai
melalui olah rohani dan juga melalui kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat suci.

15
Budaya Jawa amat kondusif bagi bertumbuhnya tradisi ziarah dalam tradisi Katolik.
Hal itu karena dalam tradisi Jawa ditekankan adanya kesatuan atau keselarasan antara Tuhan,
manusia, dan alam raya. Yang khas bagi pandangan dunia Jawa ialah bahwa realitas tidak
dibagi dalam berbagai bidang yang terpisah-pisah dan tanpa hubungan satu sama lain,
melainkan bahwa realitas dilihat suatu kesatuan yang menyeluruh. Dalam alam pikiran Barat,
bidang-bidang realitas dibedakan dengan tajam, yaitu dunia, masyarakat, dan alam adikodrati.
Namun bagi orang Jawa, tiga bidang tersebut bukanlah realita yang relatif berdiri sendiri dan
masing-masing mempunyai hukumnya sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan
pengalaman.

Dalam budaya Jawa terdapat upacara-upacara upacara-upacara rakyat di mana mitos-


mitos kuno dimainkan yang berkisar sekitar asal-usul suku, keselarasan dan gangguannya,
perkawinan, kesuburan dan penanaman padi. Pertunjukan-pertunjukan semacam itu
memberikan kesempatan kepada desa untuk mengambil bagian dalam pengalaman dimensi
adikodrati masyarakat, dihadirkan kesatuan mistik masyarakat dan kosmos yang dalam
pelbagai konflik tetap terjadi. Zaman sekarang upacara-upacara itu hanpir tidak lagi dikenal.
Namun banyak petani Jawa tetap menghormati Dewi Sri, dewi padi, daripadanya tergantung
kesuburan baik dalam keluarga maupun di sawah. Demi kehormatannya sekarang pun
kebanyakan wanita masih memotong batang padi dengan ani-ani, sebuah pisau kecil yang
tersembunyi dalam tangan (86-87). Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa historis atau
mitologis yang dianggap sakral bukan sekadar peristiwa yang sudah berlalu, melainkan
senantiasa hidup dan mempunyai daya untuk menuntun perjalanan hidup manusia di masa
sekarang.

Kesatuan masyarakat dan alam adikodrati dilaksanakan orang Jawa dalam sikap
hormat terhadap nenek moyang. Orang mengunjungi makam mereka untuk mohon berkah,
untuk minta kejelasan sebelum suatu keputusan yang sulit, untuk memohonkan kenaikan
pangkat, uang, agar hutang bisa dibayar kembali. Setiap tahun dalam bulan Ruah, makam
orang tua dibersihkan secara meriah. Kecuali itu, kebanyakan desa memiliki punden di mana
pendiri desa (cikal bakal) dihormati.

Dalam kaitannya dengan tradisi ziarah sebagai jalan spiritual menaklukkan diri demi
mencapai kesatuan sempurna dengan Tuhan, dalam budaya Jawa terdapat paham sangkan-
paran yang menjadi inti mistik Jawa. Sangkan-paran hanya dapat tercapai apabila dijadikan
tujuan satu-satunya dan apabila manusia bersedia untuk melawan segala godaan alam luar

16
dan bahkan mempertaruhkan nyawanya sebagaimana dilakukan Bima. Manusia semacam itu
telah mati bagi alam luar dan mencapai hidup yang benar yang dalam mistik Jawa disebut
sebagai kesatuan antara mato sajroning urip (mati dalam hidup) dan urip sajroning mati
(hidup dalam mati). Namun ia tetap harus melakukan kewajiban-kewajibannya dalam dunia
yang ditentukan oleh nasib.

Demikianlah antara budaya Jawa dan ajaran agama Katolik, mereka mempunyai
pandangan yang sama yaitu perjalanan hidup manusia sebagai sebuah peziarah menuju Tuhan
dan diri sejati melalui proses latihan rohani dan mengunjungi tempat-tempat suci dan
menimba inspirasi dari pribadi-pribadi (dalam sejarah dan mitologi) yang dianggap sakral.

BAB V
KONTRIBUSI GUA MARIA TERHADAP MASYARAKAT

Berdasarkan pengalaman penulis mengunjungi Gua Maria Kerep Ambarawa


(GMKA), keberadaan GMKA memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat

17
sekitar, baik secara spiritual, ekonomi, maupun dalam memupuk semangat kerukunan
antarumat beragama, khususnya antara Islam dan Katolik.

Bagi umat Katolik, gua Maria, khususnya GMKA, menjadi tempat ziarah, tempat
untuk memohon dan berharap akan mukjizat dari Allah. Ada berbagai macam permohonan,
di antaranya sembuh dari sakit, dapat jodoh, naik pangkat, usaha tambahan bisa maju, lulus
sekolah, segera punya momongan dan seabrek permintaan lainnya. GMKA menjadi tempat
berdoa baik pribadi maupun keluarga. Di sini orang dapat berdoa kapan saja dan terbuka
berkeluh-kesah mengenai pengalaman hidup yang manis dan pahit, berseru-seru dan
berhening diri, memuji dan memohon kepada Bapa di surge atau kepada Yesus, serta kepada
Bunda Maria. Adanya Salib Milenium yang tegak berdiri di samping Gua Maria melengkapi
sarana bakti dan curahan emosi para peziarah yang memang memerlukannya. Tak sedikit
pula di antara para peziarah yang merasa mendapatkan mukjizat. Di antaranya adalah seorang
ibu asal Semarang yang sudah bertahun-tahun menderita sakit pendarahan. Dengan tekad
yang kuat, beliau melakukan ritual dengan berdoa di depan Salib Millenium, Gua Maria, dan
tempat air Maria selama 3 hari berturut-turut. Lalu menurut kesaksian beliau, pada hari ke-3
tepat jam 12 malam, ia merasa ada setetes air jatuh di kepalanya. Saat itu juga pendarahannya
berhenti, dan sembuh sampai sekarang.

Kontribusi dalam hal ekonomi tampak dalam upaya pengelola GMKA


memberdayakan warga setempat, secara khusus dalam mengembangkan usaha kecil
menengah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemda Ambarawa tidak menjadikan GMKA
sebagai sumber pendapatan asli daerah. Sebagai imbalan dan bentuk ungkapan syukur,
GMKA turut menyejahterakan ekonomi masyarakat sekitar. Para PKL disediakan kios-kios
yang cukup representatif, yang dipakai untuk berjualan benda-benda rohani, barang-barang
devosi, bermacam-macam makanan dan souvenir. Setiap kali diadakan doa novena pada
bulan September sampai Mei tahun berikutnya, para pemuda dari tempat di sekitar Kerep
dipercaya untuk mengelola parkir.

Kompleks GMKA selain terdiri dari tempat ibadah bagi umat Katolik, juga terdapat
gedung serba guna dan taman yang bisa digunakan oleh kelompok lain untuk kegiatan
kerohanian. Banyak gereja-gereja Kristen yang ada di Indonesia yang menggunakan GMKA
sebagai tempat untuk berdoa dan beribadat, perayaan Natal bersama, Paskah bersama dan
sekaligus untuk mengajak anggotanya untuk berekreasi rohani. Umat Islam, Hindu, dan
Budha pun datang berkunjung dengan tujuan mereka masing-masing, seperti ingin mencari

18
keheningan, atau hanya ingin rekreasi dan sekadar ingin tahu suasana di GMKA, karena
kebetulan mereka melewati jalan tersebut saat akan pergi ke Semarang atau ke Yogyakarta.

Tim Pengelola GMKA, di bawah tanggung jawab Keuskupan Agung Semarang,


menyadari bahwa lokasi GMKA berada di tengah lingkungan yang mayoritas adalah umat
beragama Islam. Maka dari itu proses pembangunan, renovasi, dan pengelolaannya pun
sebisa mungkin tidak bertentangan dengan semangat kerukunan antarumat beragama. Sebagai
salah satu contoh, pada Minggu, 9 Agustus 2015, diadakan acara silaturahmi di GMKA yang
melibatkan pemerintah daerah Ambarawa dan beberapa tokoh masyarakat di sekitar Kerep.
Selain Bapak Camat Kecamatan Ambarawa beserta lurah dan tokoh masyarakat, hadir pula
tamu istimewa dari Semarang,yaitu Kiai Haji Budi Harjono beserta empat penari Sufi yang
ikut memeriahkan acara silaturahmi tersebut. Bapak Uskup Agung Semarang, Mgr. Johannes
Pujasumarta mengungkapkan keyakinan beliau bahwa Maria di dalam karya keselamatan
Tuhan mempunyai peran menjadi jembatan dialog antarumat beriman terutama antara Katolik
dan Islam. Adapun acara silahturahmi diadakan dalam rangkaian acara peresmian patung
Maria di GMKA. Besar harapan bahwa keberadaan GMKA bukan menjadi langkah mundur
dalam membangun dialog antarumat beragama, sebaliknya justru menjadi tonggak kokoh
untuk memajukan dialog antarumat beragama untuk membangun persaudaraan sejati
berdasarkan cinta kasih, pokok pengalaman akan Allah pada setiap orang beragama.

Pada kenyataannya, seperti halnya Katolik, Islam juga mempunyai tradisi ziarah atau
mengunjungi tempat-tempat sakral yang dipercaya mempunyai hubungan dengan figur-figur
karismatis atau orang-orang suci (seperti misalnya, para Wali Songo). Tradisi dalam Islam
tersebut tetap lestari hingga saat ini salah satu disebabkan pula oleh budaya Jawa yang
mempunyai pandangan yang serupa tentang arti ziarah dan hormat terhadap leluhur atau
orang kudus. Selain itu, sebagaimana umat Katolik mengagumi Maria sebagai wanita yang
suci dan penuh keutamaan hidup, demikian pula umat Islam menaruh hormat kepada pribadi
Miryam (nama Maria dalam Al-Quran).

19
BAB VI
KESIMPULAN

Demikianlah telah kita lihat latar belakang perkembangan tradisi ziarah gua Maria
sejak awal masa kekatolikan di Israel, Eropa hingga ke pulau Jawa. Umat Katolik di seluruh
dunia menghormati Maria karena teladan kesucian dan keterbukaannya kepada
penyelenggaran Ilahi. Maria juga memberikan teladan kesetiaan dalam mengikuti Yesus,
mulai dari lahir, sengsaranya di kayu salib, wafat, dan akhirnya kebangkitan Yesus. Gereja
Katolik mempercayai bahwa Maria bukan hanya istimewa di mata manusia, melainkan juga
bagi Allah. Dan oleh karenanya, Allah menyelamatkan Maria dari kematian dan
mengangkatnya ke surga.

Untuk mengenang dan menghormati Maria, umat Katolik mendirikan tempat ziarah
gua Maria. Beberapa gua Maria pertama di pulau Jawa adalah gua Maria Sendangsono dan
gua Maria Kerep Ambarawa. Tradisi ziarah gua Maria yang dibawa dari Eropa akhirnya
berpadu dan bercampur dengan budaya Jawa. Dalam perkembangan, perpaduan tersebut
justru lebih membawa dampak yang positif bagi kelestarian tradisi ziarah gua Maria di Jawa.
Dengan melihat beberapa unsur dalam budaya Jawa dan agama Islam, kita mengetahui bahwa
tradisi ziarah dan hormat terhadap orang suci bukan hanya terdapat dalam agama Katolik
melainkan juga dalam Islam dan dalam budaya Jawa (tradisi Kejawen).

Di sinilah tradisi ziarah ini bisa menjadi titik temu atau jembatan untuk melakukan
dialog antarumat beriman. Dan besar harapan bahwa dengan saling merawat identitas dan
tradisi pada masing-masing agama dan keyakinan, kita pun bisa senantiasa menjaga
kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Di akhir tulisan ini, penulis akan menutup
dengan puisi yang disampaikan oleh Kiai Budi Harjono dalam acara silaturahmi di GMKA
pada bulan Agustus tahun yang lalu. Puisi itu berjudul “Kugandeng Tanganmu”:

Kawan, kugandeng tanganmu

dalam titian Cinta ini.

Kehadiranmu menepis kecacatanku:

seketika kita abaikan kecemasan ini.

20
Di bawah lengkung kubah langit bertabur Cahaya,

di taman dunia dengan tujuh warna ini:

kita tatap bersama paras Cantik-Nya.

Di setiap sudut hamparan bumi

menjelma sajadah-sajadah kita

dalam ketersungkuran hati.

Jangan bersedih, selalu tersedia harapan.

Jangan putus asa, benih cita selalu ada.

Jangan menangis, sementara genderang Cinta menggema.

Bukankah lolongan panjang patah hati kita

adalah jalan menuju Sang Cinta?

Dan keterpenjaraan dunia ini

adalah kedai mawar bagi kita.

Mari, Kawan, jalan bersama.

21
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bagus Laksana, Albertus. Muslim and Catholic Pilgrimage Practices: Explorations Through
Java. USA: Ashgate Publishing Company, 2014.

Buku Gua Maria Kerep Ambarawa, Ambarawa, 2010

Magnis-Suseno S.J., Franz. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa. Jakarta: Percetakan PT Gramedia, 1984.

New Catholic Encyclopedia. ed. Vol. 9. “Mary, Blessed Virgin, I (In the Bible).” Washington
D.C.: The Catholic University of America, 1981.

New Catholic Encyclopedia. ed. Vol. 9. “Mary, Blessed Virgin, II (In theology).”
Washington D.C.: The Catholic University of America.

Van Lith: Pembuka Pendidikan Guru di Jawa

Artikel di Internet

Orth, Maureen & Diana Markosian, “How the Virgin Mary Became the World’s Most
Powerful Woman.” 8 November 2015. http://ngm.nationalgeographic.com/2015/12/virgin-
mary-text (diakses pada 20 Mei 2016).

Pujasumarta, Johannes. “Silaturahmi di Gua Maria Kerep Ambarawa.” Minggu, 9 Agustus


2015. http://www.pujasumarta.web.id/index.php/arsip/3-berita/166-silaturahmi-di-gua-maria-
kerep-ambarawa (diakses pada 20 Mei 2016).

“Apa itu Gua Maria?” http://guamaria.com/ (diakses 20 Mei 2016).

22

Anda mungkin juga menyukai