Bunda Maria Aneka bentuk penegasan iman tentang Maria terpusat pada kedudukan dan fungsinya dalam sejarah keselamatan, terutama hubungannya dengan Yesus Kristus.
Maria bukan hanya sekedar “meminjamkan” rahimnya
saja, tetapi ia sungguh-sungguh menjadi ibu Yesus. Sebab tubuh Yesus terbentuk dalam rahim Maria, dan menerima pertumbuhannya juga dari zat-zat makanan yang disalurkan kepada-Nya dari Maria, ibu-Nya.
Secara biologis, bayi Yesus sangat bergantung pada ibu-
Nya (sungguh2 manusia) Maria mengandung dan melahirkan seperti seorang wanita, namun tanpa berhubungan dengan laki-laki; Dia mengandung dan melahirkan Yesus berkat kekuatan Roh Kudus. Dengan cara yang khusus, Roh Kudus
memenuhi Maria dengan rahmat dan
membuat keperawanannya menjadi subur sehingga Maria dapat mengandung dan melahirkan Allah Putra yang menjadi daging. Penegasan iman ini meneguhkan keperawanan Maria sebelum melahirkan (virginitas ante partum); tetap perawan di saat melahirkan Putera Tunggal-Nya (virginitas in partum); dan tetap perawan sesudah mengandung dan melahirkan (virginitas post partum) 2. Kisah Hidup Maria O Menurut penelusuran sejarah, orang tua Maria adalah Yoakim dan Anna. O Mereka tinggal di Nazareth. Keluarga yang baik dan taat beragama. O Maria adalah seorang gadis yang baru berusia sekitar 12 tahun ketika malaikat Gabriel datang kepadanya. Dia baru saja bertunangan dengan seorang tukang kayu bernama Yusuf. (Mat 1:18-25)/(Luk 1:26-37) O Maria takut dan gemetar di hadapan malaikat. Ia tidak pernah menyangka akan mendengar berita yang paling luar biasa -- bahwa ia akan memiliki anak, dan anaknya akan menjadi Mesias. Meskipun ia tidak bisa memahami bagaimana caranya akan mengandung Juruselamat, tetapi ia menjawab kepada Allah dengan keyakinan dan ketaatan (Luk 1:38) O Sesudah itu Yosef yang juga telah dihampiri oleh malaikat dalam mimpi mengambil Maria sebagai istrinya 3. Nilai-Nilai Ajaran Iman tentang Maria 1) Maria, Bunda Allah
Maria adalah Ibu Yesus. Fakta iman ini berakar
pada penegasan Paulus kepada jemaat di Galatia 4:4: “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan”. Dengan pernyataan ini, Paulus mengungkapkan keyakinan imannya bahwa sama seperti manusia, Yesus serentak dilahirkan dari seorang perempuan dan ditempatkan dalam rangkaian manusia. Di dalam Lukas 1:26-38, penginjil mengungkapkan keyakinan iman bahwa keibuan Maria bukanlah perkara biologis semata. Lukas 1:30 justru menegaskan bahwa dengan sebulat hati, Maria merelakan dirinya menjadi Ibu Yesus.
Konsekuensinya, relasi unggul dan
tunggal antara Yesus dengan Ibu-Nya mencakup sisi biologis dan sisi personal-pribadi: Relasi personal- pribadi terjalin karena relasi fisik. Relasi tersebut berciri tunggal, tidak mungkin terwujud dengan siapapun, kecuali dengan Ibu Yesus sendiri. Maria sungguh dekat dan mencintai Yesus, begitu sebaliknya, sebagaimana relasi ibu dan anak.
Yesus yang adalah sungguh-sungguh
Allah menjadi anak Maria. Dengan demikian Maria juga disebut sebagai Bunda Allah. Maria tidak melahirkan manusia biasa. Sejak dalam kandungan Yesus sudah sungguh Allah dan manusia
Berkat karya Roh Kudus tubuh dan
kemanusiaan Maria disucikan, sehingga sungguh layak untuk mengandung Yesus dan membesarkan-Nya seperti seorang anak manusia. Gelar Maria sebagai Bunda Allah dimaksudkan untuk menjamin bahwa Yesus Kristus sehakekat dengan Allah dan manusia. Sejak inkarnasi, pribadi-kemanusiaan Yesus menyatu dengan Ke-Allah-an sehingga sebagai manusia, Anak Maria itu adalah Allah sejati.
Konsekuensinya, perempuan yang melahirkan-Nya adalah
Bunda Allah. Gelar ini serentak menangkal berbagai tuduhan bahwa Allah memiliki seorang ibu dan Maria melahirkan hanya satu kodrat saja dalam diri Yesus, yaitu kodrat manusiawi-Nya. 2) Maria, Bunda Perawan • Kaum Kristiani Perjanjian Baru berkeyakinan bahwa kehadiran Yesus di bumi fana ini sangat berbeda dengan manusia biasa. Walaupun Dia dilahirkan dari rahim Ibu-Nya seperti manusia lainnya, namun Dia tidak diperanakkan dari seorang ayah, tetapi dikandung dari Roh Kudus, Daya Cipta Allah sendiri (Matius 1:8). • Dengan daya Roh Kudus-Nya, yaitu Daya Penciptaan-Nya (bdk. Kejadian 1:1), Allah membiarkan proses alamiah terjadi dalam pembentukan Putera-Nya, Yesus Kristus di dalam rahim Ibu-Nya. Berkenaan dengan inti pengakuan iman Gereja tentang kodrat Maria sebagai Ibu dan Perawan, maka patut direnungkan bahwa Allah memanggil Maria untuk berpartisipasi dalam rencana keselamatan: menjadi Ibu Tuhan. Namun, rencana itu berbenturan dengan situasi Maria yang berstatus perawan. Bagaimanakah memperdamaikan keibuan dengan keperawanan serta bagaimanakah Maria melaksanakan tugas panggilannya? Pertama, Maria mengalami kegembiraan dan tawaran kegembiraan dalam panggilannya. Rencana Allah atas dirinya, yaitu menjadi Ibu Penyelamat dunia memungkinkan bagi Allah sendiri untuk turun dan menjelma di dalam dirinya. Ini merupakan sebuah privilese, panggilan istimewa yang tidak terbandingkan.
Pengalaman Maria sangat
unik. Allah sendiri yang menawarkan kegembiraan itu melalui Malaikat-Nya. Tugas dan panggilannya memiliki kemungkinan untuk kebahagiaan. Salam pertama yang diterima Maria bukan sekadar basa-basi, melainkan sebuah undangan untuk berbahagia. “Salam hai engkau yang dikaruniai...” sesungguhnya Maria dan tugas panggilannya seharusnya menggembirakan sebab Tuhan kelak datang ke tengah bangsanya melalui dirinya.
Maria bergembira karena dengan tugasnya,
keselamatan semakin menyata dan dekat dengan manusia. Penantian diubah menjadi pemenuhan karena panggilannya. Maria bergembira bukan karena kebahagiaan diri, tetapi karena melihat keuntungan yang kelak dialami oleh banyak manusia, apabila dia menerima tugas itu. Kedua, pada saat yang sama, panggilan Maria menjadi ibu membawa persoalan tanpa jalan keluar. Persoalan itu terasa sangat membebankan, memalukan, bahkan membawa kesepian atas dirinya. Suasana batin dicetuskan Maria dalam satu pernyataan, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi sebab aku belum bersuami? (Lukas 1:34)
Di sinilah letak kekuatan batin Maria: tidak
pasrah menerima saja dengan diam, melainkan berani mempertanyakan rencana Allah tentang panggilannya. Ketiga, kita menyaksikan satu jalan penyelesaian dari pihak Allah. Terhadap pertanyaan yang diajukan Maria; sebuah pertanyaan yang serentak lahir dan mencerminkan sikap batin Maria untuk tetap perawan yang sangat sulit diperdamaikan dengan tugas yang diberikan Allah untuk menjadi Ibu. Jalan penyelesaikan dari pihak Allah: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau. Anak itu Anak Allah” (Lukas 1:35). Allah yang memanggil dan menugaskan Maria, Dia sendirilah yang menyelesaikannya dalam diri Maria. Allah sendiri yang memberikan daya kesuburan dan daya penciptaan dalam diri Maria. Itu berarti, keperawanan Maria, cita-citanya sama sekali tidak menghalangi tugas panggilannya untuk menjadi Ibu, tetapi justru menjadi berkat yang penuh daya sebab Allah sendiri yang memberikan daya cipta dalam dirinya. 3.Maria Dikandung tanpa Noda Dosa Asal
“Sejak saat pertama dikandungnya perawan Maria yang
amat bahagia terlindung/terpelihara, bebas dari segala noda dosa berkat kasih karunia yang seluruhnya istimewa dari pihak Allah yang Mahakuas.
Sejak dalam kandungan ibunya, Anna, Maria sudah dipilih
Allah kelak menjadi ibu Yesus. Secara bebas, Allah sudah memilih Maria sejak kekal untuk menjadi Bunda Yesus. Untuk melaksanakan misinya, dia sendiri dikandung tanpa noda. Berarti, karena rahmat Allah dan karena jasa-jasa Yesus Kristus, Maria dikecualikan dari dosa asal sejak dalam kandungan
Pemilihan dan panggilan Maria
sejak awal ini memiliki konsekuensi yaitu bahwa Maria telah diistimewakan sejak awal. Keistimewaan itu terdapat pada kemanusiaannya yang terbebas dari dosa asal. Apa itu dosa asal? Noda dosa asal adalah sebagai berikut: Ketidakmampuan manusia untuk mengintegrasikan kemanusiaannya dalam hubungannya dengan Allah. Manusia memiliki kecenderungan atau potensi untuk berbuat dosa. Akan ada kemungkinan ketidaksetiaan manusia pada Allah.
Sejak dalam kandungan dan masa kanak-kanak, Allah
sudah menuntun dan menjaga Maria sehingga selalu baik, kudus dan suci. Sejak dalam kandungan, Maria sudah dihindarkan Allah dari ketidaksetiaan pada Allah. Kendati Maria sudah kudus sedari awal keberadaannya sebagai manusia, namun kekudusannya senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan diri dan kepribadiannya di sepanjang hidupnya. Setiap saat dia menghayati dan menghidupi kekudusannya dengan sikap batin yang bebas, kendati hambatan dari luar dirinya senantiasa menggerogotinya. Kesetiaannya kepada Allah dan dirinya sendiri tetap dia hidupi. 4. MARIA DIANGKAT KE SURGA
Setelah selesai peziarahan
hidupnya di dunia, Bunda Maria diangkat oleh Allah ke Surga, tubuh dan jiwanya. Itulah inti dari dogma Maria diangkat ke Surga yang diajarkan oleh Paus Pius XII dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus tahun 1950. Sama seperti Kristus yang dikandungnya dimuliakan Allah dengan kenaikan-Nya ke Surga, demikian pula, Bunda Maria dimuliakan oleh Allah dengan ia diangkat ke Surga setelah akhir hidupnya di dunia. Dalam hal ini, Gereja tidak memberikan definisi, apakah Bunda Maria mengalami kematian terlebih dahulu atau tidak, sebelum diangkat tubuh dan jiwanya. Totalitas diri Maria dalam keutuhan “eksistensi duniawinya” beralih ke dalam eksistensi baru, yaitu “eksistensi surgawi”.
Perlu digarisbawahi di sini, bahwa Bunda
Maria “diangkat ke Surga” oleh Allah, bukan “naik ke Surga” dengan kekuatannya sendiri. Pengangkatan Bunda Maria ke Surga memberikan pengharapan bagi penggenapan janji Allah kepada semua umat beriman yang setia sampai akhir. Maria dianugerahkan kehidupan kekal berkat rahmat Putera-Nya, Yesus Kristus: seluruh eksistensi manusiawinya (tubuh dan jiwa) disempurnakan dan diangkat ke dalam kemuliaan Allah. Dasar: Maka bahwa jika untuk melahirkan Yesus, Bunda Maria disucikan dan dikandung tanpa noda dosa, dan selama hidupnya tidak berdosa (karena tidak seperti manusia lainnya, ia tidak mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa/ concupiscentia), maka selanjutnya, adalah setelah wafatnya, Tuhan tidak akan membiarkan tubuhnya terurai menjadi debu, karena penguraian menjadi debu ini adalah konsekuensi dari dosa manusia. • Bahwa pengangkatan Bunda Maria ke surga merupakan pemenuhan janji Allah bahwa seorang perempuan (Maria) yang keturunannya (Yesus) akan menghancurkan Iblis [dan kuasanya, yaitu maut] (lihat Kej 3:15); dan bahwa pengangkatan ini merupakan kemenangan atas dosa dan maut (lihat Rom 5-6, 1 Kor 15:21-26; 54-57), di mana kematian akan ditelan dalam kemenangan (1 Kor 15:54). Namun dasar yang kuat dari pengangkatan Bunda Maria ke Surga adalah karena Maria adalah Bunda Allah (lih. MD 6,14,21,22,25). Sebab “kemuliaan seseorang terletak dalam menghormati bapanya, dan malu anak ialah ibu ternista” (Sir 3:11). Maka fakta bahwa Kristus mengasihi Bunda-Nya Maria, dan mempersatukannya di dalam misteri kehidupan-Nya, menjadikannya layak bahwa perempuan yang diciptakannya tidak bernoda dan perawan yang dipilih-Nya untuk menjadi ibu-Nya, menjadi seperti Dia, menang dengan jaya atas kematian melalui pengangkatannya ke surga sebagaimana Kristus telah menang atas dosa dan maut melalui Kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga. 4. PERAN MARIA BAGI KITA
Maria memiliki peran penting dalam sejarah
keselamatan, karena telah menjadi ibu bagi Yesus Sang Juruselamat. Kesiapsediaan dan ketaatannya adalah kunci karya keselamatan.
Ia juga menjadi ibu bagi kita orang Kristen.
Ketaatan dan imannya kepada Allah juga adalah teladan bagi kita sekarang orang Kristen.