Anda di halaman 1dari 10

Maria Penuh Rahmat

Sebuah Gelar yang Diberikan kepada Maria

Disusun Oleh: Aloysius Sever Lefubun, MSC

Prodi: Filsafat

Semester: V (Lima)

Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng


1

Alasan Pemilihan Tema

Pertama-tama, saya sangat bersyukur bisa mengikuti mata kuliah Kristologi dan
Mariologi. Meskipun rasanya tidak cukup untuk mengulas tokoh iman Maria secara lebih
mendalam dalam mata kuliah ini, tetapi paling tidak ada cukup banyak hal yang saya peroleh
tentang Maria.
Dalam pengalaman hidup iman saya, sosok Maria tidaklah asing lagi bagi saya. Maria
sering saya kenal lewat devosi Rosario yang terkenal itu. Sejak kecil saya sering mengikuti
devosi ini. Dan jujur bahwa, ketika itu tidak banyak hal yang saya mengerti tentang devosi
tersebut apalagi sosok Bunda Maria sendiri. Hal yang pasti saya tahu adalah bahwa ketika
saya berdoa kepada Bunda Maria, doa-doa saya akan selalu terkabulkan.
Dalam salah satu pertemuan dalam kuliah tentang Mariologi, sempat disinggung
tentang gelar Maria Penuh Rahmat. Tanpa sadar gelar ini sering saya sebut setiap kali saya
mengucapkan doa Salam Maria; “Salam Maria, Penuh Rahmat, Tuhan Sertamu ...”. Saya
lalu berrefleksi lebih lebih mendalam bahwa ternyata makna kata-kata itu sangat mendalam.
Pertama, rahmat yang diterima Maria tidak setengah-setengah tetapi benar-benar penuh.
Kedua, rahmat itu ia terima karena keterbukaan hatinya dalam menanggapi tawaran Tuhan
untuk berpartisipasi dalam peristiwa inkarnasi Allah. Ketiga, rahmat yang berlimpah yang ia
terima itulah yang kita mohonkan kepadanya di dalam devosi-devosi kita kepada Bunda
Maria.
Alasan-alasan itulah yang memberanikan diri saya untuk mengambil tema Gelar
Maria Penuh Rahmat dalam pembuatan paper ini.

Gelar Maria Penuh Rahmat

I. Pengertian Rahmat

Secara etimologis, kata rahmat dalam Inggris grace, merupakan turunan dari kata
gratia yang adalah merupakan terjemahan kata Yunani Charis. Kata ini juga bisa ditemukan
di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru yang bisa diartikan sebagai kasih dalam kerendahan
hati, belas kasih penuh damai dan kesetiaan.1 Jadi dengan demikian, kata rahmat sendiri dapat
punya hubungan dengan kasih karunia. Kasih yang diterima dengan cuma-cuma.

Rahmat dengan demikian juga mamiliki makna teologis yang penting untuk
dimengerti. Seperti yang sering dipakai di dalam teks Kitab Suci, kata rahmat bisa merujuk
1
P. Fransen, The New Life of Grace (Tournal: Desclee & Company, 1969), hlm. 15.
2

pada suatu anugerah Allah yang bebas diterima dan dengan demikian berdaya guna (efficien).
Kalau manusia tidak mau menerima tawaran Allah, rahmat itu hanya disebut sufficien.2
Rahmat sufficien dimaksudkan bahwa rahmat dlihat sebagai suatu tindakan penyelamatan,
pengetahuan dari suatu hasil penyelamatan dan rahmat sudah selalu dirasa cukup. Rahmat
tidak berdaya guna untuk menghasilkan tindakan yang jahat atau di luar kebaikan.

Dengan demikian, rahmat selalu bersifat produktif. Dengan kata lain, rahmat selalu
menghasilkan sesuatu. Sesuatu yang baik tentunya sesuai dengan maksud rahmat yang
diberikan. Jika kita meminta rahmat kesembuhan, maka rahmat akan berkerja untuk
menyembuhkan. Atau jika kita dianugerahi rahmat kekuatan, maka rahmat rahmat tersebut
akan menguatkan kita tatkala kita sedang lemah.

II. Maria Penuh Rahmat

Setelah melihat pengertian rahmat di atas, bisa dikatakan Maria medapat rahmat dari
Allah secara cuma-cuma dan diberikan dengan maksud tertentu. Selanjutnya akan dibahas
bagaimana gelar “Maria Penuh Rahmat” berhubungan dengan karya keselamatan Allah lewat
jasanya mengandung, melahirkan dan memelihara Yesus Sang Juru Selamat.

2.1. Maria yang Penuh dengan Rahmat Merupakan Konsekwensi Partisipasinya dalam
Karya Keselamatan Manusia

2.1.1. Pemilihan Maria sejak Semula

Partisipasi Maria dalam karya keselamatan manusia sudah bisa dilihat dalam nubuat
Allah sendiri kepada ular yang menggoda Hawa untuk memakan buah terlarang; “Aku akan
mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan
keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan
tumitnya” (Kej. 3:15). Tradisi Gereja yang sangat kuno melihat ayat ini sebagai “Injil
pertama”, yakni kabar baik yang menjanjikan keselamatan segera sesudah manusia pertama
berdosa. Keturunan yang meremukkan kepala si ular tua itu adalah Yesus sendiri. Sedangkan
kata perempuan ini dalam terejemahan Ibraninya berbunyi, “Aku akan mengadakan
permusuhan antara engkau dan perempuan itu” ditafsirkan merujuk pada Maria.3

2
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, “Rahmat Bekerja”, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996)
hlm. 45.
3
H. Pidyarto, Mempertanggungjawabkan Iman Katolik, buku keempat (Malang: Dioma, 1993) hlm. 24.
3

Selain dalam kitab kejadian, kitab Yesaya juga menyebutkan bahwa “Sesungguhnya,
seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia
akan menamakan Dia Imanuel” (Yes. 7:14). Dalam rencana-Nya, Allah telah menentukan
Maria dari semula oleh karena Yesus Kristus yang akan menjelma menjadi manusia untuk
membawa karya keselamatan Allah.

Maria sebagai Hawa yang baru dipersiapkan Allah untuk membalas perbuatan si ular
tua yang menyebabkan manusia jatuh dalam dosa. Nubuat itu terwujud tatkala Maria dipilih
oleh Allah lewat kehadiran Malaikat. Pada saat itulah Maria menerima rahmat yang
berlimpah yang dimaksudkan untuk karya keselamatan yang mana melibatkan dirinya,
dengan mengandung dan melahirkan sang juru selamat Yesus Kristus.

2.1.2. Sapaan Malaikat

Gelar Maria Penuh Rahmat muncul dari salam Malaikat Tuhan kepada Maria.
Malaikat itu menyapa Maria sebagai “yang penuh rahmat” (Luk. 1:28).4 Jelaslah bahwa maria
dikauniai oleh Tuhan. Atau dengan kata lain, Maria memperoleh damai sejahtera di hadapan
Allah. Dan damai sejahtera itu penuh. Dengan kata lain juga Tuhan menyerttai
Maria dengan rahmat-Nya.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Maria penuh rahmat? Jawabannya ialah
“Tuhan menyertaimu”. Hal ini dapat dimengerti dengan merujuk pada kitab Zefanya yang
mana menyebutkan bahwa ada dua janji yang dialamatkan kepada Israel dan puteri Sion.
Allah akan datang dan tinggal di antara mereka. Apa yang dijanjikan bagi puteri Sion
sekarang dipenuhi dalam diri Maria. Maria disamakan dengan puteri Sion. Paralelnya ialah
Yesus, yang dilahirkan oleh Maria disamakan dengan Yahwe, Allah yang hidup. Kedatangan
Yesus Merupakan kedatangan dan kehadiran Allah. Dia adalah penyelamat yang kelak diberi
nama Yesus

2.1.3. Jawaban Maria

Salam malaikat itu tidak terbatas hanya pada salam saja, tetapi dilanjutkan oleh
jawaban dari Maria. “Jangat takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan
4
“Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu” (Luk. 1:28)
4

Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki
dan hendaknya engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut anak
Allah Yang Mahatinggi” (Luk. 1:30-32). Maria yang terkejut karena sapaan luar biasa itu,
bertanya, “bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Maria menerima
jawaban dan penjelasan mengenai kata-kata sebelumnya itu. Malaikat Gabriel berkata, “Roh
Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab
anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk. 1:35). Kemudian
dalam ayat 38 Maria dengan penuh ketaatan dan kerendahan hati menjawab, “Sesungguhnya
aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:35). Jawaban ini
mengandung ungkapan kerinduan bahwa semua yang diungkapkan oleh Malaikat tersebut
akan terlaksana dan ia terima dengan penuh kerendahan hati.

Sikat taat dan rendah hati ditujukan Maria melalui jawaban yang diberikan kepada
Malaikat Tuhan. Ia tidak langsung mejawab dengan jawaban “Ya, saya terima!” layaknya
jawaban seseorang bawahan kantoran yang menerima tugas dari atasannya. Tetapi ia
menajwab dengan menggunakan kata “hamba Tuhan”. Ungkapan “hamba Tuhan” berarti ia
menempatkan dirinya di bawah Tuhan yang jauh lebih besar dari padanya. Ia memosisikan
dirinya sebagai manusia yang lemah dan tak berdaya dan merupakan kepunyaan atau milik
Tuhan. Sehingga, kalimat “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut
perkataan-Mu itu” mau menunjukkan bahwa karena Maria itu hamba Tuhan dan milik Tuhan
maka apapun yang dikehendaki oleh Tuhan ia tetap melaksanakannya.

Dengan demikian, Gelar Maria Penuh Rahmat mencapai titik pemenuhannya dalam
misteri inkarnasi atau penjelamaan Sabda Allah yang dimulai dari dirinya sendiri, dari dalam
rahimnya sendiri. Itulah persatuan Putera Allah dengan hakikat manusia, terselesaikan dan
terpenuhi (Lumen Gentium, no. 55).

2.2. Gelar Maria Penuh Rahmat Merupakan Konsekwensi Ketaatan Maria Terhadap
Kehendak Allah

Ketaatan Maria terhadap kehendak Allah sudah disentil sedikit di atas. Pilihan bebas
Maria atas tawaran Allah menunjukkan betapa Maria menyadari dirinya sebagai hamba
Tuhan dan dengan penuh ketaatan menerima misi mulia yang ditawarkan oleh Allah
kepadanya. Ketaatan Maria bisa dikategorikan sebagai ketaatan yang radikal. Dalam
pengertian bahwa Maria rela meninggalkan diri sendiri dan beralih kepada kebenaran Sabda
Allah yang hidup, karena mengetahui dan menyadari dengan rendah hati betapa dalam
5

kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah, keputusan-keputusanNya yang tak terselidiki dan
jalan-jalanNya yang tak terselami (Rm 11:33).

Dengan demikian, ketaatan Marialah yang memungkinkan ia meneria rahmat secara


penuh dari Allah. Andaikata ia menolak tawaaran Allah itu, kemungkinan besar rahmat
penuh yang berasal dari Allah itu tidak turun dan tinggal di dalam dirinya.

Selanjutnya, ketaatan Maria tidak hanya sampai pada waktu menerima kabar dari
Malaikat Tuhan, tetapi ketaatan Maria itu selalu menjadi nafas dari hidupnya. Mulai dari
kalahiran Yesus yang dalam kondisi miskin di tengah-tengah situasi sosial yang tidak
mendukung, yang secara manusiawi mendapat tekanan dan cemoohan dari orang-orang
sekitarnya karena status perkawinan yang “tidak sah” dari keluarga barunya itu. Ia juga harus
menanggung beban kondisi sosial lainnya, di mana Herodes ingin membunuh Yesus dan
membuat mereka harus mengungsi ke Mesir. Tantangan-tantangan hidup yang berat ini
mencapai titik kulminasinya ketika Yesus ditangkap dan diadili serta digantung di kayu salib.
Ibu siapa yang tega melihat anaknya disiksa, dan digantung di kayu salib. Maria berani
menaanggung beban yang berat ini karena kataatannya kepada Bapa. Dan melalui suatu cara,
rahmat Allah terus berkarya di dalam diri Maria selama hidupnya.

2.3. Konsekwensi-konsekwensi Gelar Maria Penuh Rahmat

Karena ketaatan Maria yang membuatnya menjadi penuh rahmat, maka bisa dikatakan
bahwa Maria menerima rahmat secara sempurna dan lengkap. Rahmat yang diterima Maria
begitu dalam dan menyeluruh. Oleh sebab itu, gelar Maria Penuh Rahmat yang disandang
Maria memiliki konsekwensi-konsekwensi bagi seluruh kehidupannya dalam tata rencana
penyelamatan Allah.

2.3.1. Maria Bebas dari Dosa Asal dan Tanpa Dosa

Keterpilihan Maria sejak semula sejak zaman manusia pertama, memungkinkan Maria
untuk menerima hak-hak yang istimewa termasuk rahmat yang istimewa pula. Rahmat yang
istimewa itu tidak lain adalah rahmat kemurnian dalam pengertian bahwa Maria bersih dari
dosa, bahkan dosa asal. Karena keterpilihannya itulah Allah membebaskan dia dari dosa asal
yang kerap pasti diterima oleh manusia pada umumnya. Selain itu, hak yang ia terima tidak
lain adalah hak untuk memberi nama anaknya ‘Yesus’, “Sesungguhnya engkau akan
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai
Dia Yesus” (Luk. 1:31). Hak yang sama juga diberikan kepada Adam ketika ia belum jatuh
6

ke dalam dosa. Adam diberi hal untuk memberi nama kepada segala makhluk (Bdk. Kej 2:19-
20).

Lingkungan yang tercipta dalam hidup Maria sangat mendukung dirinya dalam
menerima rahmat yang berlimpah dari Allah. Lingkungan yang tercipta pada masa manusia
pertama sangat berbeda dengan lingkungan Maria. Lingkungan Maria sangat diwarnai
dengan kepercayaan yang besar kepada Allah, tanpa rasa curiga sedikitpun. Lingkungan yang
berbeda terjadi pada masa manusia pertama. Mereka digerogoti oleh perasaan curiga dan
ketidakpuasan akan kebahagiaan yang mereka terima dari Allah. Situasi inilah yang membuat
mereka mudah terjatuh dalam noda dosa. Kondisi yang berbeda yang dialami Maria
membuatnya yakin akan tawaran Tuhan dan menjadikannya bebas dari dosa.5

2.3.2. Maria Tetap Perawan

Keperawanan Maria tidak harus dimengerti secara biologis semata, seperti yang
disangka oleh orang-orang non Katolik. Keperawanannya sering disimbolkan dengan “tanah
perawan” yang belum digarap. Simbolisasi ini sendiri dihubungkan dengan kesatuannya yang
erat dengan Allah Tritunggal, sebab Trinitas adalah prototipe dari keperawanan itu sendiri,
adalah perawan asli, yang pertama.6

Maria menjadi “tanah perawan”, yang belum digarap, tanah murni yang digunakan
Allah untuk menciptakan manusia pertama. Dari tanah perawan itulah lahir Adam baru. Allah
hanya memakai tubuhnya sebagai tempat inkarnasi. Di dalam tubuhnyalah berlangsung
persitiwa Logos Sarx (Logos-Sabda menjadi daging). Maka, sebagai tanah perawan, Maria
tidak bisa mengandung dan melahirkan dari hal-hal lain yang tidak ditentukan Allah. Maria
tidak sanggup melahirkan sesuatu dari dirinya sendiri. Bagaikan tanah Firdaus yang belum
digarap demikianlah Maria adalah perawan yang belum disentuh oleh tangan laki-laki
manapun. Hanya kuasa Allah Yang Mahatinggilah yang menjadikannya sebagai perawan.

Di satu pihak, keperawanan biologis Maria juga tak tersangkalkan. Hal ini terungkap
pada pernyataannya kepada Malaikat pembawa berita: “Bagaimana mungkin hal itu terjadi
sedangkan aku belum bersuami?” (Luk. 1:34). Ungkapan ini menunjukkan bahwa ia benar-
benar sadar bahwa dirinya memang masih perawan dan karena itu ia belum bersuami. Itu

5
C. Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 78.
6
H. Pidyarto, hlm. 26.
7

berarti bahwa ia belum bersetubuh dengan lelaki manapun. Dengan demikian, ia mengandung
dan melahirkan Yesus dalam keadaan perawan (virginitas post partum).7

Iman ini lalu mengantar kita pada suatu kayakinan bahwa Maria selalu berada dalam
rahmat dan kuasa Roh Kudus bukan hanya waktu mengandung melainkan sejak awal
hidupnya.8 Ia tidak terkontaminasi oleh dosa asal yang diakibatkan oleh manusia pertama.
Keperawanan Maria menjadi rahmat yang melekat dalam dirinya karena tawaran Allah dan
jawaban Maria sebagai suatu komunikasi antara Allah dan Maria.

2.3.3. Maria Diangkat ke Surga

Dogma Maria diangkat ke surga yang ditetapkan oleh Paus Pius XII pada pesta semua
orang kudus tahun 1950, merupakan suatu refleksi atas kesetiaannya dalam menunaikan tugas
sebagai ibu sang Penyelamat. Kesetiaannya ini memungkinkan ia untuk selalu tanggap dan
terbuka terhadap rahmat Tuhan yang selalu ia terima. Ketanggapan Maria terlihat dari dialog-
dialog yang dibangun antara Maria dengan Allah.

Dogma maria diangkat ke surga memperlihatkan kepada kita bagaimana sebagai


mempelai Roh Kudus, ia tetap setia terhadap tugas keibuannya. Ia diangkat ke surga bukan
hanya dengan unsur konstitutif pribadinya (jiwa-raganya) tetapi dalam kesatuannya dengan
Allah. Maka gereja memandang dogma ini sebagai konsekwensi dari hubungan erat antara
Maria degan puteranya entah secara fisik tetapi terlebih secara rohani imanen yang
mendalam.

Bisa disimpulkan bahwa dogma Maria diangkat ke surga merupakan konsekwensi


juga dari keterbukaan hatinya untuk menerima rahmat yang berlimpah dari Tuhan dalam
rangka menjalankan tugas misi keibuannya sekaligus kemuridannya dari Yesus Putera Allah.
Rahmat yang ia terima itulah yang memampukan ia untuk menyelesaikan tugasnya sebagai
Theotokos (Bunda Allah) dan juga sebagai bunda kita semua.

2.3.4. Maria Bunda Allah9

Sudah disinggung di atas bahwa Maria mengandung oleh Roh Kudus. Hal ini
menegaskan bahwa anak yang dikandungnya bukanlah karena perbuatan manusia atau laki-
7
C. Groenen, hlm. 42.
8
Ibid, hlm. 42.
9
St. Darmawijaya, Perempuan Berselubungkan Matahari, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 29.
8

laki tertentu tetapi karena Roh Kudus. Dan anak yang dikandungnya bukanlah seutuhnya
manusia tetapi juga adalah Allah.

Hal yang mau ditegaskan di sini adalah bahwa karena Yesus yang dikandung Maria
adalah satu pribadi dengan dua kodrat – kodrat manusia dan kodrat Allah – maka Maria pun
menjadi ibu dari Yesus manusiawi sekaligus ilahi. Dengan demikian keibuan Maria tidak
hanya terbatas pada keibuan menurut daging. Maria mengandung Putera Allah lebih menurut
Roh daripada menurut daging. Untuk itulah Allah menawarkan kehendaknya kepada Maria
untuk menjadi Ibu dari Putera Allah.

Dengan demikian, jika Maria menjadi ibu dari Putera Allah maka, ia disebut sebagai
Bunda Allah. Sebab jasanya melahirkan Yesus Kristus yang adalah sehakikat dengan Allah.
Dan jika Maria adalah Bunda Allah, maka ia menjadi bunda Gereja dan kita semua.

Refleksi

Setelah membahas tema ini ada beberapa hal yang menjadi buah refleksi bagi kita atas
ulasan tentang tema Gelar Maria Penuh Rahmat ini.

1. Kita Mengambil Bagian dalam Rahmat yang Diterima oleh Maria


Rahmat yang diterima oleh Maria merupakan bagian dari persatuan erat antara Maria
dengan Allah. Maka bisa dikatakan bahwa semua rahmat yang dibutukan oleh manusia sudah
diberikan kepada Maria oleh Allah. Di lain pihak, rahmat yang sama juga kita terima dari
Allah. Tetapi bedanya, rahmat itu tidak penuh, seperti yang diterima oleh Maria. Hal itu
disebabkan oleh realitas keberdosaan yang melekat dalam diri kita. Dosa menghalangi daya
kerja rahmat yang kita terima dari Allah. Oleh sebab itu kita bisa saja memintanya dari Bunda
maria yang memperoleh rahmat yang berlimpah itu.
Kemungkinan itu secara konkret bisa kita mohonkan lewat bentuk-bentuk devosi kita
kepada Bunda Maria. Misalnya dengan berdoa doa Rosario atau praktek-praktek hidup saleh
lainnya seperti novena kepada Bunda Maria. Melalui doa-doa kita kepada Bunda Maria kita
memperoleh rahmat yang kita butuhkan dari Allah yang diberikan kepada Bunda Maria.
2. Setia Mengikuti Yesus
Sudah dikatakan di atas bahwa Maria memperoleh rahmat yang berlimpah karena
kesatuannya dengan Allah. Hal ini juga mungkin terjadi bagi kita yang selalu ingin
mendekatkan diri dengan Allah. Kita akan menerima rahmat yang berlimpah dari Allah.
Dalam konteks keselamatan, kita hendakanya setia mengikuti Yesus sebagaimana yang
9

diteladankan oleh Maria. Rahmat yang kita peroleh dari Allah menjadi tidak mungkin tatkala
kita menjauhkan diri dari Yesus. Kesetiaan kita dalam mengikuti Yesus hendak
menggambarkan kesetiaan kita juga dalam mengimani Maria sebagai ibu Yesus, sekaligus
ibu kita.

3. Meneladani Kesucian Maria


Sudah tak tersangkalkan lagi bahwa kesucian Maria terletak pada kesetiaan dan
kesiapsediaan Maria dalam menanggapi tawaran keselamatan dari Allah. Allah memakai
Maria sebagai tempat peristiwa inkarnasi, sekaligus mengangkatnya sebagai Bunda Putra
Allah yang senantiasa memelihara dan membimbing Yesus dalam karya penyelamatanNya.
Sifat-sifat konstitutif kesucian Maria seperti, ketaatan, kesediaan, rela berkorban dan
kesetiaannya dalam partisipasinya dalam karya keselamatan Allah, hendaknya menjadi
contoh dan teladan yang harus kita ikuti dan kita praktekkan dalam hidup kita sehari-hari.
Sebab melalui perilaku hidup demikian, kita telah menjadi representasi dari kesucian Maria
yang kelak akan menghantar kita pada keselamatan kekal.
Demikianlah buah-buah refleksi yang bisa saya dapatkan lewat permenungan tentang
gelar Maria Penuh Rahmat ini. Semoga hal ini berguna bagi kita dalam mendalami hidup
rohani kita dan terlebih semakin mendekatkan diri kita dengan Bunda Maria.

Kepustakaan:

 C. Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, (Yogyakarta: Kanisius, 1988),

 Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, “Rahmat Bekerja”, Kamus Teologi,


Yogyakarta: Kanisius, 1996
 H. Pidyarto, Mempertanggungjawabkan Iman Katolik, buku keempat, Malang:
Dioma, 1993
 P. Fransen, The New Life of Grace, Tournal: Desclee & Company, 1969
 St. Darmawijaya, Perempuan Berselubungkan Matahari, Yogyakarta: Kanisius, 2010

Anda mungkin juga menyukai