Anda di halaman 1dari 13

Nama: Petrus Katan Piran

Tugas Sejarah Dogma

Mayor I / Semester II

Nostra Aetate:
Gereja Membangun Hubungan dengan Agama-Agama Bukan Kristen
melalui Dialog untuk Keselamatan Universal

Semua bangsa merupakan satu masyarakat, yang mempunyai satu asal, sebab Allah
menghendaki semua umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi. Semuanya juga
mempunyai satu tujuan akhir yang sama, yakni kepada Allah sebagai penyelenggaraNya.
Allah dengan kebaikan-kebaikanNya dan rencana penyelamatanNya meliputi semua orang.
Sebagai bangsa manusia yang hidup bersama di bumi dengan tujuan akhir yang sama
walaupun berbeda iman, tetap dengan semangat secara bersama-sama membangun dunia
ini agar tercapailah kehidupan yang damai dan semua manusia boleh mengalami
keselamatan. Untuk itulah Gereja berusaha membangun dengan Dialog dengan semua
orang guna mencapai tujuan ini, yakni perdamaian (saling mengerti dan memahami serta
mendukung) dan memperoleh keselamatan.
Gereja membuka diri kepada dunia untuk membangun dialog dengan dunia berdasarkan
ajaran Gereja. Gereja memiliki ajaran tentang dialog dengan bangsa manusia selalu
dilengkapi dari saat ke saat melalui dokumen-dokumen Gereja yang berbicara tentang
dialog dengan semua bangsa.
Untuk mendalami tema ini: Nostra Aetate: Gereja Membangun Hubungan dengan
Agama-Agama Bukan Kristen melalui Dialog untuk Keselamatan Universal ada
beberapa point yang hendak diuraikan yaitu (1) Latar Belakang Nostra Aetate (2) Extra
Ecclesiam Nulla Sallus (3) Allah menyelamatkan semua orang (4) Kapasitas manusia untuk
mengimani Allahnya (5) Relasi Gereja dengan Agama-Agama lain (6) Gereja membangun
dialog antar Agama (7) Kesimpulan.

1|Page
1. Latar Belakang Nostra Aetate
Nostra Aetate adalah sebuah dokumen pertama yang membahas secara langsung dan
ekplisit tentang agama Non-Kristen. Pernyataan tentang hubungan gereja dengan agama-
agama Non-Kristen, sudah menjadi pernyataan teologis. Dasar dari dokumen ini boleh
dikatakan panjang dan rumit. Dokumen ini dikehendaki oleh Paus Yohanes XXIII, beliau
meminta dewan konsili harus mengeluarkan pernyataan Gereja mengenai orang Yahudi,
terutama untuk mengklarifikasi perhatian dan hubungan Gereja dengan Yahudi. Berbagai
rancangan untuk pernyataan tentang agama-agama lain memiliki kesulitan, karena masalah
politik dan teologis. Namun deklarasi ini akhirnya berhasil dan diperluas, bagaimana sikap
Gereja tidak hanya terhadap orang Yahudi saja, tetapi juga kepada Islam dan agama-agama
lain. Setelah semua rancangan disetujui, kemudian dokumen ini disahkan pada 28 Oktober
1965 oleh Puas Paulus VI. Seluruh isi dokumen ini berisikan rasa hormat dan simpati dari
Gereja terhadap agama-agama di dunia dan Gereja tetap memperlihatkan keontentikkan
wahyu Kristus yang dimaklumkan kepada gereja.1
Isi Nostra Aetate (pernyataan tentang hubungan gereja dengan agama-agama bukan
kristiani) terdiri dari lima (5) point besar, yaitu: Pertama, tentang pendahuluan. Allah
menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi. Semua umat
mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraanNya untuk
menyelamatkan semua orang. Kedua, tentang berbagai agama bukan Kristen. Yang
dimaksud adalah agama-agama yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha
menanggapi masalah-masalah dengan paham-paham yang lebih rumit dan bahasa yang
lebih terkembangkan. Mereka adalah hinduisme dan budhisme. Termasuk di dalamnya juga
adalah agama-agama suku. Ketiga, tentang agama Islam. Gereja juga mengakui umat Islam
yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belas kasihan dan
mahakuasa, pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Namun
dalam perjalanan timbul pertikaian dan permusuhan. Gereja ingin melupakan semua itu,
dan dengan tulus hati untuk saling memahami dan supaya bersama-sama membela serta
mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang. Keempat, tentang agama Yahudi.awal
mula iman serta pemilihannya sudah terdapat pada para bapa bangsa, musa dan para nabi.
Gereja mengakui bahwa semua orang beriman kristiani, putra-putra Abraham dalam iman.
Gereja bermaksud mendukung dan menganjurkan saling pengertian dan penghargaan
antara keduanya dan diwujudkan melalui studi Kitab Suci dan teologi serta dialog

1
J. Neuner & J. Dupuis. The Christian Faith (In the Doctrinal Document of the Catholic
Church), edition II. (India: Bangalore, 1976), hlm. 275

2|Page
persaudaran. Kelima, tentang persaudaraan semesta tanpa diskriminasi. Hubungan
manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu
erat, sehingga Alkitab berkata “barangsiapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1
Yoh. 4:8). Gereja meminta kepada umat beriman untuk memelihara cara hidup yang baik di
antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai
dengan semua orang, sehingga mereka sungguh menjadi Putra Bapa di surga.2

2. Extra Ecclesiam Nulla Salus


Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin artinya adalah “di
luar gereja, tidak ada keselamatan”. Kalimat ini adalah sebuah dogma gereja katolik yang
telah diimani umat kristiani secara umum sejak zaman gereja Kristen awal. Kalimat ini
dikemukakan oleh St. Siprianus (258) yang bersifat apologetis melawan para bidaah.
Sesungguhnya, Siprianus hendak mengatakan perihal baptisan yang diberikan oleh para
bidaah. Ia menegaskan bahwa baptisan para bidaah itu sesat dan tidak membawa
keselamatan. Hanya pembaptisan dalam Gereja Katolik yang membawa keselamatan. 3
Siapapun yang memisahkan diri dari Gereja……terpisah dari janji-janji Gereja; ia yang
meninggalkan Gereja tidak akan memperoleh penghargaan dari Kristus….ia tak dapat
memiliki Tuhan sebagai Bapa-Nya, yang tidak mempunyai Gereja sebagai ibunya;…… 4
Singkatnya, orang meninggalkan gereja tidak akan mengalami keselamatan.
Dogma ini mengalami perubahan arti dan maknanya ketika invansi kebudayaan Eropa ke
seluruh dunia pada abad 17-19 melalui kolonialisme. Dalam kolonialisme, disertakan juga
para misioanris untuk bermisi seperti misionaris Spanyol dan Portugis serta Belanda.
Karena alasan di luar Gereja tidak ada keselamatan, maka proses penyingkiran kebudayaan
asli atau agama-agama lain menemukan motif sucinya. Semangat para misionaris yang
menonjol umumnya berupa semangat Extra Ecclesiam Nulla Salus. Karena itu mereka
tidak segan-segan menampilkan heroisme dan kemartiran dalam usahanya merebut jiwa-
jiwa. Sikap terbuka dan positif berubah menjadi eksklusif, tertutup dan mengucil.
Perkembangan pemahaman ini dilihat secara negative karena misi gereja menjadi eksklusif
dan tertutup.5

2
Bdk. Paulus VI, Nostra Aetate (1-5) dalam Konsili Vatikan II. (Jakarta: Obor, 2017), hlm.
319-325.
3
Armada Riyanto, Dialog Interteligius. (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 20-21.
4
Apakah arti Extra Ecclesiam Nulla Salus? Dalam www.katolisitas.org diunduh pada 18 Maret
2019.
5
Armada Riyanto, hlm. 18-19.

3|Page
Namun, seorang Teolog Srilangka Aloysius Pieris mencoba memahami secara positif. Ia
melihat mandat Paus Nikolaus pada tahun 1455 kepada raja-raja Kristen untuk menguasai
dan sekaligus mengkristenkan benua-benua baru, itu terutama disebabkan gereja merasa
terpanggil untuk membawa orang-orang kafir masuk dalam bilangan kerajaan Allah.
Walaupun pewartaan misionaris sekaligus juga invansi kebudayaan Eropa kepada Negara-
negara baru, tetapi dasar pewartaan mereka adalah cinta kasih kepad Kristus dan
kemiskinan rohani orang-orang kafir.6
Melihat situasi dan tafsiran Extra Ecclesiam Nulla Salus semakin jauh dari sebuah sikap
apologetik akhirnya tahta suci menegaskan bahwa orang yang hidup menurut kebenaran-
kebenaran sebagaimana diyakini oleh suara hatinya dan menampilkannya dalam hidup
yang baik, memiliki iman Kristen implisit yang sudah cukup mengantarnya kepada
keselamatan. Sikap positif ini diaktualisasikan dalam semangat dialogal oleh konsili
vatiakan II.7

Dogma ini ditegaskan secara positif dalam ajaran Gereja. Katekismus Gereja Katolik
secara jelas menjelaskan maksud dogma ini dalam No. 846-847.
"Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang
sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara
dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni
Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis, Kristus
sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang melalui baptis
bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu,
bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai
upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di
dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan" (LG 14).

Penegasan ini tidak berlaku untuk mereka, yang tanpa kesalahan sendiri tidak
mengenal Kristus dan Gereja-Nya:
"Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya,
tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha
melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan
perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal" (LG 16).

Dari penjelasan Gereja melalui ajarannya kita dapat mengerti bahwa keselamatan kekal
dapat diperoleh semua orang karena berkat usaha mereka untuk melaksanakan
kehendakNya berdasarkan mereka imani dan yakini dari suara hatinya dan
diwujudnyatakan dalam sikap dan perbuatan mereka yang baik.
6
Ibid., hlm. 23-24.
7
Ibid., hlm 24.

4|Page
3. Allah Menyelamatkan Semua Orang
Semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah
menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi (Kis 17:26). Semuanya
juga mempunyai suatu tujuan akhir yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti
kebaikan-Nya dan rencana penyelamatanNya meliputi semua orang, sampai para terpilih
dipersatukan dalam kota suci yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-
bangsa akan berjalan dalam cahayaNya.8
Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan tanpa kecuali (1 Tim. 2:4),
walaupun, tidak semua mungkin diselamatkan. Akan tetapi, sebagian orang diselamatkan
dari karunia orang yang menyelamatkan; sebagian orang binasa karena kesalahan mereka
yang membinasakan (DH 623).9 Allah ingin tak seorangpun binasa. Oleh karena itu, Allah
mengutus PutraNya Yesus Kristus dengan kekayaan dan kebaikanNya menawarkan
keselamatan sampai mengorbankan nyawaNya bagi semua orang. Ia adalah Juruselamat
bagi semua orang, terutama karena iman. Alasannya yang mendasar adalah karena Allah
tidak ingin seorangpun binasa (DH 340).10
Semua orang yang ada di bumi ini dipanggil untuk mendapatkan keselamatan melalui
rahmat Allah. Rahmat Allah ditawarkan kepada manusia melalui PutraNya sendiri.
Rencana keselamatan yang ditawarkan oleh Allah juga mencakup mereka yang mengakui
Sang Pencipta. Secara intimewah adalah kaum Muslim, dimana mereka juga mengaku dan
memegang iman Abraham, bersama kita memuji Allah yang satu dan penuh belas kasihan,
pada hari terakhir akan menghakimi umat manusia.
Plan of salvation also includes those who acknowledge the Creator. In the first place
among these there are the Muslims, who, professing to hold the faith of Abraham, along
with us adore the one and merciful God, who on the last day will judge mankind. (DH
4140)11

Allah juga tidak jauh dari orang-orang yang dalam keadaan yang samar-samar dan mereka
yang mencari Allah yang tidak dikenal. Karena mereka yakin Allah yang tidak mereka
kenal itu, Dialah yang memberikan kepada semua orang kehidupan dan nafas hidup serta

8
Paulus VI, Nostra Aetate No. I dalam Konsili Vatikan II. (Jakarta: Obor, 2017), hlm. 319-320.
9
Leo IV, Synod of Quiercy (May 853): Free Will of Man and Predestination (Kehendak Bebas
Manusia dan Predestinasi). This Synod took place under the presidency of Archbishop Hinkmar of
Reims in Quiercy.
10
Simplicius, Synod of Arles (473), Formulation of Submission of the Priest Lucidus: Grace
and Predestination (Rahmat dan Predestinasi).
11
Dogmatic Constitution on the Church “Lumen Gentium no. 16.” 21 November 1964. Bdk.
Paus Paulus VI, Dokumen Konsili Vatikan II: LG No. 16. (Jakarta: Obor, 2017), hlm.91-92

5|Page
segala sesuatu yang utuh kepada mereka. Dan Allah sebagai penyelamat, Ia
menyelamatkan semua orang.
Nor is God far distant from those who in shadow and images seek the unknown God,
for it is he who gives to all men life and breath and full thing (Acts. 17:25-28) and as
Savior wills that all men be saved (1 Tim 2:4). (DH 4140)12

Selain itu juga, mereka dapat memperoleh keselamatan tanpa kesalahan mereka sendiri
yang tidak mengetahui Injil Kristus atau Gereja, namun dengan tulus hati mencari Allah.
Mereka digerakkan oleh kasih karunia berusaha dengan perbuatan mereka untuk
melakukan kehendakNya sebagaimana diketahui oleh mereka melalui hati nurani mereka.
Dan mereka yang menyangkal bantuan ilahi yang diperlukan untuk keselamatan bagi
mereka yang tanpa kesalahan dari mereka sendiri. Dimana mereka belum sampai pada
pengenalan akan Allah secara ekplisit dan dengan rahmatnya berusaha menjalani
kehidupan yang baik. Apapun kebenaran yang baik ditemukan di antara mereka, Gereja
melihat semua itu sebagai persiapan bagi pewartaan. Mereka tahu bahwa itu diberikan
Allah sebagai pencerahan kepada semua orang agar mereka dapat memperoleh
keselamatan.
Those also can attain to salvation who through no fault of their own do not know the
gospel of Christ or his Church, yet sincerely seek God and moved by grace strive by
their deeds to do his will as it is known to them through the dictates of conscience.
Nor does divine providence deny the helps necessary for salvation to those who,
without blame on their part, have not yet arrived at an explicit knowledge of God and
with his grace strive to live a good life. Whatever good or truth is found among them is
looked upon by the Church as a preparation for the gospel 13. She knows that it is given
by him who enlightens all men so that they may finally have life (DH 4140).14

Tidak kalah penting adalah agama Yahudi, setelah kejatuhan manusia pertama, Adam dan
Hawa, ke dalam dosa, Tuhan menjanjikan Penyelamat yang akan lahir sebagai keturunan
sang perempuan (lih. Kej 3:15). Maka memang Tuhan perlu memilih suatu bangsa yang
melaluinya Sang Penyelamat/ Mesias itu akan lahir. Tuhan kemudian memilih Abraham
sebagai bapa bangsa, yang dari keturunan-Nya Tuhan akan membangkitkan Sang Mesias
yang akan menjadi berkat bagi segala bangsa di bumi (lih. Kej 12:1-3). Maka demi
mewujudkan rencana-Nya mengutus Putera Tunggal-Nya, Yesus Kristus- lah, Allah
memilih suatu bangsa, sebagai bangsa pilihan-Nya agar Ia dapat masuk dalam sejarah umat
manusia. Dan untuk maksud ini, Allah memilih Israel, suatu bangsa yang terkecil dari

12
Ibid., Konstitusi Dogmatik Gereja “LG no. 16.”
13
Eusebius of Caesarea, Preparation Evangelica 1.
14
Konstitusi Dogmatik Gereja “LG No. 16.

6|Page
segala bangsa. Hal ini memang sesuai dengan cara kerja Allah, yang memang selalu
memilih yang lemah, sebab di dalam kelemahan-lah kuasa Allah menjadi sempurna (2 Kor
12:9).
Demikianlah, prinsip ini bahkan digenapi secara sempurna oleh Kristus sendiri, saat Ia
memilih cara-Nya menyelamatkan umat manusia, yaitu dengan wafat disalibkan sebelum
kebangkitan-Nya yang mulia. Cara ini merupakan kebodohan menurut orang Yunani
ataupun batu sandungan bagi bangsa Israel sendiri, namun sesungguhnya adalah kekuatan
Allah (lih. 1 Kor 1: 22-31).
Walaupun agama Yahudi tidak percaya Yesus sebagai Allah, namun Allah telah memilih
sebagai bangsa pilihan dan Allah menjanjikan keselamatan. Allah menyelamatkan mereka
melalui utusanNya, para nabi, perjanjian-perjanjian dan hukum taurat untuk percaya
kepada Allah leluhur mereka untuk memperoleh keselamatan yang dijanjikan kepada
mereka.
Dari pernyataan di atas dapat kita simpulkan bahwa Allah menghendaki keselamatan bukan
hanya ditujukan kepada golongan tertentu saja, atau kepada orang Yahudi sebagai bangsa
pilihan Allah saja, ataupun bagikaum kristiani saja, tetapi ditujukan kepada semua orang.
Allah menghendaki semua orang, tanpa kecuali untuk mendapatkan keselamatan. Apapun
agama dan keyakinannya, golongannya ataupu sukunya, semua manusia akan diselamatkan
Allah. Gereja menyebutkan secara jelas dan langsung tertuju pada agama yang ada di dunia
yang percaya pada Allah Pencipta, Kristus dan InjilNya dan mereka yang dengan
kemampuan dan kehendak mereka mencari Allah atau “Yang Tertinggi/Ilahi” dalam
kehidupan mereka. Mereka adalah pemeluk agama Islam, pemeluk Hindu, pemeluk
Buddha, dan agama-agama suku yang ada di bumi ini yang belum atau tidak mengenal
Allahpun akan diselamatkan.

4. Kapasitas Manusia Untuk Mengimani Allahnya


Eksistensi atau keberadaan Allah dapat ditemukan pada segala ciptaanNya. Namun, secara
istimewah melalui wahyu Ilahi, Allah memilih untuk memperlihatkan dan berkomunikasi
secara langsung untuk mewartakan keselamatan itu sendiri.
Pekerjaan Allah untuk menyelamatkan manusia dapat dikenal melalui penciptaan, hukum
moral, keilahian musa dan wahyu Kristen, keberadaan Yesus Kristus.

7|Page
Orang-orang yang percaya kepada agama yang ada, mereka telah mendengar pewahyuan
atau pewartaan tentang Allah atau “Yang Ilahi/Tertinggi”. Semua agama mengimani
dengan cara yang berbeda-beda.15
 Penganut agama Hindu, mereka merenungkan misteri ilahi dan mengekspresikannya
melalui mitos-mitos dan filsafat, untuk mencari pembebasan dengan permenungan
yang mendalam.
 Dalam agama Budha, dunia yang berubah-ubah itu sama sekali tidak mencukupi, dan
mengajarkan kepada manusia jalan untuk jiwa penuh bakti dan kepercayaan untuk
memperoleh kebebasan yang sempurna.
 Penganut agama Islam memuja Allah yang hidup, berbelas kasih dan mahakuasa,
pencipta langit dan bumi, ia sendiri yang telah berbicara dengan manusia secara
langsung.
 Agama-agama suku mereka percaya dan mengimani Yang Ilahi/Tertinggi sebagai
Allah mereka yang telah menciptakan langit dan bumi dan memberikan kehidupan
kepada mereka.

Semua agama-agama ini memiliki kemampuan tersendiri untuk mengimani Allah sesuai
dengan ajaran dan caranya serta praktek-praktek religiusnya masing-masing. Semua agama
memiliki ajaran dan keyakinan yang sama yaitu mempunyai satu tujuan akhir yang sama,
yakni menuju kepada Allah. Allah sebagai penyelenggaraan kehidupan dan semua agama
percaya dan yakin bahwa Allah yang mereka imani itu menyelamatkan mereka semua.

5. Relasi Gereja dan Agama-Agama Lain


Gereja membangun relasi dengan agama-agama lain dimulai dengan membangun persepsi
dan pengakuan akan keberadaan tertinggi atau Bapa yang menebus kehidupan mereka
dengan berlandaskan iman. Ketika gereja telah membangun persepsi dengan iman kepada
agama-agama lain akam membantu gereja melihat hal-hal rohani dan moral yang baik,
“Yang Tertinggi/Ilahi” dalam agama atau kepercayaan yang mereka imani masing-masing.
Gereja harus mengakui, mempertahankan dan mempromosikan, karena unsur kesucian dan
kebenaran ditemukan juga di luar gereja sebagai karunia Kristus bagi Gereja.16

15
“The capacity of human reason for truth” God Reveal Himself dalam Systematic Index DH
(A2ab)
“The relationship of the church to religions” The Church is Catholic dalam Systematic Index
16

DH (G3ce)

8|Page
Dengan melihat dan mengakui kebaikan moral, kebenaran iman dan “Yang Tertinggi/Ilahi”
dalam agama mereka akan memudahkan Gereja dalam berdialog dan berkolaborasi dengan
agama-agama lain. Dalam dialog dan kolaborasi dengan agama-agama lain berupa hal-hal
baik, rohani dan moral serta nilai-nilai sosial-budaya yang terdapat dalam agama-agama
ini.
Namun demikian, Gereka harus secara terbuka dan bebas mewartakan Kristus yang adalah
jalan, kebenaran dan kehidupan yang dalam diriNya semua orang menemukan kepenuhan
kehidupan imannya.

6. Gereja Membangun Dialog Antar Agama


Dialog antar agama adalah bagian dari misi pewaraan injil. Dialog antar agama dipahami
sebagai sebuah metode untuk saling mengenal dan memperkaya, dialog yang dibangun
tentu tidak bertentangan dengan misi Ad Gentes. Misi ini ditunjukkan kepada mereka yang
tidak mengenal Kristus dan injilNya, dan yang menjadi bagian dari sebagian besar agama
lain. Semua ajaran ini telah diberikan banyak penekanan dalam konsili dan magisterium
yang muncul kemudian, tanpa mengurangi fakta keselamatan dari Kristus dan dialog tidak
berhenti pada pewartaan saja. (DH 4895).
Dalam usahanya untuk memperat hubungan antar agama dan kepercayaan, Gereja
mendirikan sekretariat untuk kesatuan umat Kristen atau SPUC (Secretariat For The
Promotion Of The Unity Of Christians) pada konsili vatikan II sedang berlangsung.
Sekretariat ini didirikan oleh Yohanes XXIII pada Januari 1963. Dari sekretariat ini
dibentuk komisi-komisi khusus yang menangani usaha untuk menjalani dialog dengan
umat Yahudi, Gereja Ortodoks, Gereja Anglikan, Gereja Metodis, dan Gereja Kristen
Seluruh dunia.17
Sementara itu untuk menjalin dialog dengan umat bukan Kristen, Gereja mendirikan
sekretariat untuk umat bukan Kristen atau SNC (Secretariat for Non-Christians), pada Hari
Raya Pentakosta 1964. Menjelang tahun 1990, sekretariat ini diganti dengan nama
Sekretariat atau Dewan Kepausan untuk dialog Antarkepercayaan (Secretariat for
Interreligous Dialogue). Di dalam berbicara tentang dialog dengan Buddha, Hindu
terutama dengan Islam.18

Riyanto Armada, Dialog Agama dalam Pandangan gereja Katolik. (Yogyakarta: Kanisius,
17

1995), hlm. 28.


18
Ibid., hlm 30.

9|Page
Tujuan dari pembentukan secretariat ini terungkap jelas diungkapkan dalam Ensiklik
Ecclesiam Suam yang diterbitkan pada 6 Agustus 1964 oleh Paus Paulus VI. Tujuan
ensiklik ini adalah untuk menunjukkan dengan semakin jelas betapa pentingnya bagi dunia,
dan betapa sangat diinginkan Gereja Katolik, bahwa Gereja harus bertemu bersama dengan
agama atau kepercayaan lain untuk saling mengenal dan mencintai. Untuk bisa saling
mengenal dan mencintai dibutuhkan dialog. Dialog yang diharapkan oleh Paus Paulus VI
adalah dialog dengan umat pada umumnya (1), umat yang percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan beriman dalam agama-agama besar di Asia-Afrika (2), saudara umat Kristen
yang terpisah (3) dan sesama umat dalam tubuh Gereja sendiri (4). Paus Paulus VI
menegaskan Gereja harus siap sedia menjalin dialog dengan siapapun yang berkehendak
baik. Prinsip dialog adalah membangun perdamaian satu sama lain. 19 Di sini, Paus Paulus
VI menghendaki agar Gereja membangun dialog dengan semua orang. Dialog yang
dibangun agar terciptalah perdamaian di antara semua umat manusia.
Selain Ensiklik Ecclesiam Suam, masih ada beberapa dokumen gereja yang berbicara
tentang usaha dari Gereja membangun dialog dengan umat manusia di zaman modern ini.
 Lumen Gentium (LG) menjadi pedoman bagi dialog yang menjadi cara bicara Gereja
Vatikan II di dalam dunia modern. Lumen Gentium khususnya no13-17 mengajukan
pandangan-pandangan yang berkaitan dengan dialog: kesatuan manusia teraha kepada
kesatuan katolik dalam Kristus (1), keselamatan dalam gereja katolik (2), tentang
hubungan Gereja dengan umat Kristen bukan katolik (3) tentang hubungannya dengan
umat bukan Kristen (4) dan tentang karya dan misi Gereja (5). Kelima gagasan ini
langsung menyentuh tema dialog.20 Gereja mengimani bahwa semua manusia
dipanggil kepada keselamatan, jadi dialog yang dibangun adalah untuk keselamatan
universal bagi semua manusia dengan Allahnya. Namun lebih dari itu, Gereja dalam
membangun dialog dengan semua orang tetap menjalankan peranannya dan
menghadirkan keselamatan Kristus. Oleh karena itu, dalam dialog yang dibangun
Gereja tetap mewartakan keselamatan yang dibawanya. Gereja menghendaki dalam
pewartaan itu untuk kemuliaan Allah da keselamatan bangsa manusia. Dengan
terciptalah keselamatan bagi semua umat manusia.
 Gaudium et Spes (GS). Dalam dokumen ini Gereja hendak menjelaskan bagaimana ia
menyimak hubungannya dengan dunia dan bagaimana ia mengambil sikap terhadap
dunia. Sekaligus gereja mengajak umat manusia untuk menjalin kerja sama dan dialog

19
Ibid., hlm. 94-95.
20
Ibid., hlm. 99.

10 | P a g e
untuk membangun hubungan Gereja dengan dunia dan dasar bagi dialog antar mereka
(GS 40). Di sini Gereja mendesak umat beriman untuk bertindak konkret memberikan
sumbangan kepada dunia. Gereja menganjurkan untuk membuka diri dan diperkaya
oleh dunia.21 Dasar dari berdialog yang dibimbing hanya oleh cinta kebenaran dan
dengan memperhatikan kebijaksanaan. Ini adalah sumbangan Gereja dengan terlibat di
dalam dunia modern yaitu membangun dialog dengan semua manusia. Inti dari
ensiklik ini adalah membangun hubungan mesra Gereja dan bangsa manusia.
 Nostra Aetate (NA). Melalui dokumen ini Gereja mengajarkan untuk menghargai dan
mengakui dengan berlaku hormat terhadap nilai-nilai rohani dan moral dari berbagai
agama non-Kristen, karena kita mengharapkan untuk bersama mereka dalam
mempromosikan dan membela asas-asas umum dalam lingkup kebebasan beragama,
persaudaraan manusia, pengajaran dan pendidikan, kesejahteraan social dan keamanan
sipil. Dengan cita-cita besar ini, kita saling berbagi dengan mereka untuk berdialog
bersama.22
Kita melakukan dialog dengan semua orang beriman untuk secara bersama-sama
membangun persaudaran dan hidup damai dengan semua orang. Seluruh orang
beriman bersatu untuk melawan diskriminasi (NA 5).
 Ad Gentes (AG). ensiklik ini memiliki peran dalam membangun dialog dengan dunia
melalui tugas perutusannya untuk mewartakan kabar gembira dan menanam Gereja di
tempat di mana Gereja belum berakar. AG 11 menekankan kesaksian dan dialog dalam
kehadirannya di tengah-tengah kelompok manusia. Kesaksian yang benar dan dan baik
merupakan kasih karunia yang terdapat di antara bangsa-bangsa menjadi suatu
kehadiran Allah. Dengan demikian, kehadiran Gereja bagi dunia memberikan warna
dan menemukan kehadiran Allah (AG 9) dalam kelompok manusia.
 Dialogue and Mission (DM). Dokumen ini menegaskan bahwa setiap semangat
missioner yang tidak dijiwai oleh semangat dialog akan bertentangan dengan tuntutan
kemanusiaan yang sejati dan melawan ajaran injil. Dialog menjadi salah satu semangat
yang mutlak perlu dalam misi. Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa dialog
merupakan sesuatu yang fundamental untuk Gereja. Sebab ia dipanggil untuk bekerja
sama dengan rencana Tuhan melalui kehadirannya, penghormatannya dan cinta
kasihnya kepada semua orang (bdk. AG 10-12, ES bab III, RH 11-12). Ia sekali lagi
menggarisbawahi bahwa dasar dialog ialah kehidupan Allah sendiri, yang Esa dan

21
Ibid., hlm. 108.
22
J. Neuner & J. Dupuis., hlm. 281.

11 | P a g e
Tritunggal.23 Dialog yang diharapkan adalah untuk saling memahami dan saling
memperkaya (DM 3). Dialog yang yang dibangun berupa dialog kehidupan (DM
29,30), dialog karya (DM 31,32), dialog para ahli (DM 33,34) dan dialog mengenai
pengalaman keagamaan (DM 33).24 Dialog yang dibangun dalam dokumen ini sebagai
usaha-usaha dari pribadi-pribadi yang bekerja sama dalam rencana Tuhan untuk
memajukan perdamaian universal dan menghadirkan kerajaan Allah di tengah dunia.
 Dialogue and Proclamation (DP). Dokumen ini adalah sebuah refleksi dan orientasi
dari dialog dan pewartaan. Dalam DP 9 diterangkan tujuan dari dialog adalah untuk
saling memahami dan saling memperkaya. DP menganjurkan Gereja untuk tidak
hanya membangun dialog yang berorientasi sebatas netral, yang dapat dimaklumi
semua pihak, yang sekedar memperoleh kepuasan bersama. DP mengharapkan lebih
dari itu, dimana melalui dialog diperlukan suatu pemurnian untuk lebih berkembang
secara bersama-sama, sehingga semua pihak sama-sama saling memperkaya. Oleh
karena itu, dialog yang dibangun harus sampai pada dialog kehidupan, dialog karya,
dialog pandangan teologis, dan dialog mengenai pengalaman keagamaan (DP 42).

Dialog yang dibangun Gereja untuk berdialog dengan semua agama dan bangsa mengalami
perkembangan dari saat ke saat. Perkembangan terjadi karena Gereja terus merefleksikan
atas perkembangan manusia dan dunia sesuai kebutuhan kehidupan bersama di dunia ini.
Tujuan dari dialog yang dibangun adalah untuk membangun kehidupan yang damai agar
semua manusia saling memahami dan memperkaya satu sama lain untuk bekerja sama
membangun dunia yang damai dan menghantar semua orang kepada keselamatan universal.
Bagi Gereja katolik, membangun dialog dengan semua bangsa, Gereja tetap mewartakan
Kristus yang diimani.

7. Kesimpulan
Gereja katolik dan agama-agama katolik dengan caranya masing-masing memiliki satu
tujuan dalam hidup ini, yaitu tertuju pada Allah sebagai penyelenggara kehidupan dan
menyelamatkan semua orang tanpa kecuali dengan rahmatNya melalui Yesus Kristus dan
InjilNya. Namun demikian, bukan hanya dalam gereja katolik saja yang memperoleh
keselamatan dari Allah, tetapi semua orang. Allah menyelamatkan semua orang tanpa
kecuali. Itu berarti semua manusia sama dan sederajat di hadapan Allah.

23
Armada Riyanto, hlm. 128-129.
24
Ibid., hlm. 131-132.

12 | P a g e
Kesetaraan dan kesederajatan manusia, membuat Gereja katolik memandang agama-agama
bukan Kristen sebagai saudara. Gereja melihat dan menemukan dalam ajaran-ajaran iman
mereka terdapat kebaikan dan kebenaran. Untuk itu, Gereja membangun dialog dengan
agama-agama lain. Dialog antaragama dipahami sebagai sebuah metode untuk saling
mengenal, mengerti dan memahami dan memperkaya satu sama lain.
Dialog yang dibangun dan diusahakan Gereja mengalami perkembangan dari saatke saat.
Pada akhirnya dialog ini membangun dan menciptakan persaudaraan dan hidup dalam
damai dengan semua orang. Dari sana Gereja mengajak semua bangsa untuk menciptakan
kerja sama dalam semua bidang kehidupan sebagai tanggung jawab bersama. Dengan
demikian, semua orang bisa mengalami perdamaian keselamatan karena kehidupan
imannya sesuai dengan apa yang ia imani dan hayati dalam kehidupannya sehari-hari.

Daftar Pustaka

Denzinger, Heinrich. Compendium of Creeds, Definitions, and Declarations on Matters of


Faith and Morals. San Francisco, Ignatius Press, 2010.

J. Neuner & J. Dupuis. The Christian Faith (in the doctrinal document of the catholic church),
edition II. India: Bangalore, 1976.

KWI. Dokumen Konsili Vatican II, terjemahan R Hardawiryana. Jakarta: Obor, 2017.

KWI. Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah, 2014.

Riyanto Armada. Dialog Agama dalam Pandangan gereja Katolik. Yogyakarta: Kanisius,
1995.

Apakah arti Extra Ecclesiam Nulla Salus? Dalam www.katolisitas.org diunduh pada 18 Maret
2019.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai