Disusun Oleh :
B. ISI
1. Definisi Pluralisme dan Inklusivisme
a) Definisi Pluralisme
Istilah Pluralisme masih sering disalahpahami atau mengandung
pengertin yng kabur, meskipun terminology ini begitu populer dan
tampak disambut begitu hangat secara universal. Hal ni dapat dilihat
dari semakin menjamurnya kajian internasional, khususnya setelah
Konsili Vatikan II. Sungguh sangat mengejutkan, ternyaa tidak
banyak, bahkan langka, yang mencoba mendefiniskan pluralisme
agama itu. Seakan wacana pluralism agama sudah disepakati secara
consensus dan final, dna untuk itu taken for grated. Karena
pengaruhnya yang luas, istilah pluralism memerlukan pendefinisian
yang jelas dan tegas baik dari segi arti literalnya maupun segi konteks
di mana pluralisme itu banyak digunakan.1
Secara etimologis, pluralisme berasal dari bahasa Inggris :
pluralism, terdiri dari dua kata plural beragam dan isme, paham yang
apabila digabungkan memiliki arti beragam pemahaman, atau
bermacam-macam paham.2 Kemudian, pluralism juga memiliki tiga
pengertian, yaitu3 :
1. Pengertian Kegerejaan
a) Sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan
dalam struktur kegerejaan.
b) Sebutan untuk orang yang memegang dua jabatan atau lebih
secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non-
kegerejaan.
2. Pengertian Filosofis
Pengertian filosofis berarti sistem pemikiran yang mengakui
adanya landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu.
3. Pengertian Sosio-Politis
Suatu sistem yang mengakui eksistensi keragaman kelompok,
baik ynag bercorak ras, suku, aliran, maupun partai dengan tetap
menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat
karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut.
b) Definisi Inklusivisme
Inklusivisme merupakan satu dari tiga tipologi yang
dikemukakan Alan Race alam diskursus teologi agama-agama.
Inklusivisme adalah sikap atau pandangan yang melihat bahwa agama-
1
Paul F. Kintter, Pengantar Teologi Agama-agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 12.
2
Kamus Bahsa Indonesia
3
Stevri L Lumintang, Teologia Abu-Abu Pluralisme Agama, (Malang: Gandum Mas, 2004), 61.
agama lain di luar kekristenan juga dikaruniai rahmat dari Allah dan
bisa diselamatkan, namun pemenuhan keselamatan hanya ada di dalam
Yesus Kristus. Kristus hadir dan berkeja juga di kalangan mereka yang
mungkin tidak mengenal Kristus secara pribadi. Dalam pandangan ini,
orang-orang dari agama lain, melalui anugerah atau rahmat Kristus,
diikutsertakan dalam rencana keselamatan Allah.4
4
Paul F. Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 38.
5
Novalia, Martina & Pakiding, Herman, Pengantar Teologi Agama-agama (Konteks Indonesia)
Cetakan Pertama. Jakarta: Ekumene Literatur (ELITE) Sekolah Tinggi Ekumene, 2019), 74-76.
3) Model kaum Katolik
Dalam model ini dinyatakan, bahwa ada banyak jalan tetapi
ukurannya satu, yaitu Yesus Kristus. Allah menghendaki
keselamatan manusia karena kasih-Nya. Bersamaan dengan itu, ada
gereja atau persekutuan orang Kristen sebagai sarana keselamatan.
Jadi gereja juga menjadi ukuran. Karena itu, orang bisa selamat
karena kasih Allah, tetapi karena ia tidak hidup dalam struktur
Kekristenan, maka dia disebut “Kristen tanpa nama”. Model ini
sudah menunjukkan pandangan yang inklusif.
6
Charles B, Jones, The View from Mars Hill: Christianity in the Landscape of World Religions,
(Cambridge, MA: Cowley Publications), 132..
3. Tujuan Penggunaan Teologi Pluralisme atau Inklusivisme dalam
Kristen
a. Tujuan Penggunaan Teologi Pluralisme dalam Kristen
Dalam Kristen, tujuan penggunaan teologi pluralisme berkaitan
yaitu, kita menyadari bahwa keyakinan iman (inklusivisme) kepada
Kristus tidak bisa diabaikan dan merupakan harga mati untuk ditaati
oleh semua orang Kristen, namun hubungan dengan sesama pemeluk
agama wajib dijaga dalam konteks fakta kemajemukan (pluralisme)
dalam masyarakat. Tujuan penggunaan teologi pluralisme adalah agar
dapat menjaga dan menjalin hubungan yang baik kepada sesame
pemeluk agama maupun diluar agama.
Selain itu, tujuan penggunaan teologi plralisme dalam Kristen
agar dapat mengakui adanya kebenaran yang sama dalam agama-
agama, meskipun berbeda-beda. Dasarnya adalah pengkajian kembali
berita Alkitab, khususnya mengenai Kristologi. Pluralisme menggeser
Kristo-sentris ke Theosentris, dengan dasar kitab Yohanes 14:28, 17:3;
1 Korintus 15:28, sikap teosentri Yesus, kitab Mazmur, nabi-nabi, dan
filsafat agama.
Pluralisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa pe-
rubahan hidup manusia dari keterpusatan pada diri sendiri menuju
keterpusatan pada sang Realitas tunggal, yaitu Tuhan, terjadi di dalam
semua agama dalam berbagai bentuk dan cara. Agama-agama yang ada
dan dianut oleh para pengikutnya memiliki kelebihan yang khas satu
dengan yang lainnya. Itulah sebabnya pluralisme memberikan
pernyataan dan perubahan hidup yang kearah yang lebih baik, dan
teologi pluralisme digunakan dalam Kristen.
C. PENUTUP
Pendidikan Agama Kristen (PAK) tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan orang percaya, didalamnya nyata akan pribadi Kristus sebagai titik
sentral dan Alkitab sebagai dasarnya. Hal ini dianggap cukup untuk
menegaskan bahwa kekristenan memiliki dogmatika tersendiri dan tentunya
berbeda dengan agama lainnya. Pendidikan Agama Kristen adalah “Proses
pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada
Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing setiap pribadi
pada semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah
pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus
dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi pelayanan yang
efektif, yang berpusat pada Kristus.
Namun, selain keyakinan iman (inklusivisme) kepada Kristus tidak
bisa diabaikan begitu saja. Hubungan dengan sesama pemeluk agama juga
wajib dijaga dalam konteks fakta kemajemukan (pluralisme) dalam
masyarakat. Dalam Alkitab, dinyatakan bahwa hanya ada keselamatan dalam
Kristus, tidak terbantahkan lagi namun gereja tidak boleh menentang agama-
agama lain sebagai ajaran palsu dan tidak mempunyai keselamatan. Walaupun
tidak sesempurna yang ada dalam gereja namun karena anugerah yang
universal itu, maka keselamatan dalam Kristus pun ada di sana walaupun tidak
memakai nama Kristus. Jadi dalam agama-agama lain, Kristus yang
menyelamatkan itupun ada di sana tanpa bernama Kristus. Jadi Kristus tidak
serta merta menjadi milik orang Kristen, sebab mereka yang bukan
Kristenpun, jika hidup dalam kehidupan yang diisyaratkan agama Kristen,
maka layak disebut sebagai orang Kristen yang bukan Kristen.
Pluralisme dalam agama menjadi suatu realitas yang tidak dapat
dihindari, yang menuntun setiap umat beragama untuk memainkan peran yang
positif agar dapat tercipta rasa kebersamaan dan saling pengertian. Hal itu
menjadi prasyarat mutlak bagi terciptanya situasi yang aman dan damai di
tengah-tengah masyarakat.
Umat Kristen dan gereja-gereja di Indonesia mempunyai tanggung
jawab secara langsung maupun tidak langsung untuk menciptakan suasana
seperti diatas. Untuk itu, pengembangan teologi Kristen pada masa kini dan
mendatang perlu memberi perhatian kepada isu-isu etis kontemporer yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat, baik dalam kehiudpan pluralisme
dan inklusivisme.
REFERENSI
Referensi Utama :
Jones, Charles B. 2005. The View from Mars Hill: Christianity in the Landscape
of World Religions. Cambridge, MA: Cowley Publications.
Knitter, Paul F. 2003. Satu Bumi Banyak Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Referensi Pembanding :
Ariarajah, Wesley. 1987. Alkitab dan Orang-Orang Yang Berkepercayaan Lain.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Thoha, Anis Malik. 2005. Tren Pluralisme Agama. Jakarta : Perpektif Kelompok
Gema Insani.