COLLOQUIUM THEOLOGICUM
Dosen/Pengampu:
DR. Ir. EKO WAHYU SURYANINGSIH, M.Th
Abstraksi
Tulisan ini merupakan upaya untuk menilai teologi Yin Yang yang
merupakan produk teolog Asia, Jung Young Lee secara kritis dan obyektif.
Dimulai dengan pembahasan tentang latar belakang munculnya teologi
Yin Yang yang tidak terlepas dari kritik Lee terhadap pola nalar teologi
Barat yang dualisits sifatnya sehingga cenderung eksklusif, rasional
dan dualistis dalam penalarannya. Kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan tentang apa yang menjadi inti pengajaran atau
teologi Yin Yang serta diakhiri dengan penilaian kritis
dan obyektif terhadap teologi Yin Yang menurut
kacamata para teolog Barat mapupun Asia,
serta pendapat penulis berdasarkan
ajaran Alkitab itu sendiri.
Latar Belakang
Yin Yang Theology atau Teologi Yin Yang dicetuskan oleh seorang
sarjana Korea Utara yang bernama Jung Young Lee. Beliau adalah
tamatan dari Boston University, USA bidang Teologi Sistimatik, dan
Profesor dalam bidang studi agama-agama dan kemanusiaan (Professor
of Religious Studies and Humanities) di Drew University, USA. Pertama
kali, Profesor Lee memunculkan suatu pola penalaran dalam berteologi
yang diberi nama oleh para teolog dengan sebutan Yin Yang Theology
atau Teologi Yin Yang. Pertama kalinya Lee mencetuskan pola nalar
berteologi berdasarkan konsep Yin Yang dalam bukunya yang berjudul
The I: A Christian Concept of Man pada
tahun 1971.Kemudian
dikembangkan dalam bukunya yang kedua tentang Doktrin Allah pada
tahun 1979 dengan judul The Theology of Change: A Christian Concept of
God in an Eastern Perspective (Smith, 2003 :308-309).
Kemunculan teologi Yin Yang ini dilatar belakangi oleh kritik Lee terhadap
teologi Barat (Western theology) yang mana dinilai oleh Lee umumnya
dilandasi oleh filsafat Aristoteles, murid Plato (Lane, 1990:4) dan pola
berteologi ala Barat ini cirinya dualistis dengan tipe either/or
maksudnya tipe ini atau itu. Bahkan, akar sejarah pola berteologi Barat
ini, jika ditelusuri lebih jauh menurut Elwood, sebenarnya berakar dari
agama Persia Zoroasterisme yang berkembang di Persia dengan ciri
utamanya adalah dikotomi antara kekuatan atau roh yang baik (Ormazd)
dan kekuatan atau roh yang jahat ((Ahriman) yang kemudian dibadikan
dalam logika berpikir Aristoteles (bandingkan Elwood, 1992:50). Cara
berpikir tersebut, menurut Lee, membuat teologi Barat cenderung berciri
Gelap (warna hitam), sedangkan konsep Yang mewakili arti Terang atau
Cerah (warna putih). Kemudian konsep Yin berkembang dan
disignifikansi dengan makna feminis, penerima, pasif, dingin, dsb.
Sedangkan konsep Yang berkembang dan disignifikasikan dengan arti
sebaliknya atau berlawanan seperti maskulin, kreatif, aktif, hangat, dsb.
Namun, kedua elemen yang kelihatan bertentangan ini, merupakan satu
kesatuan, keduanya saling terintegrasi membentuk keseimbangan di alam
semesta menurut pemahaman kosmologis bangsa China, dimana kedua
unsur Yin dan Yang (seperti gambar di bawah ini) sama-sama diterima,
diakui dan dihargai eksistensinya, misalnya, realitas kaya dan miskin, api
dan air, maskulin dan feminim, hitam dan putih, panas dan dingin, dsb.
Sumber: http://www.ancient.eu/image/968/
Kategori atau pola nalar Yin Yang, menurut Lee, membawa pemikiran
segar dalam cara atau sistim berteologi itu sendiri. Misalnya, teologi Barat
yang bertipe dualistis akan mengalami kesulitan mengekspresikan term
divine immanence and transedence (konsep imanen dan transenden)
Allah secara bersamaan, sedangkan dengan pola nalar model Yin Yang
maka tidak akan mengalami kesulitan untuk mengekpresikan bahwa Allah
yang Transenden itu juga adalah Pribadi daripada Allah yang Imanen itu
yang eksis dan saling menyatu sebagai bagian dari hakekat Allah, seperti
unsur Yin dan Yang membentuk satu kesatuan dan tidak terpisahkan.
Sama halnya, ketika membicarakan apakah Allah itu sebagai Pribadi
(Personal) atau Tidak Berpribadi (Impersonal), maka jawabannya adalah
benar kedua-duanya sekaligus dan dapat diterima dalam pola nalar
teologi Yin Yang. Jika memakai sistim teologi Barat yang dualistis, maka
Allah hanya dapat dipandang sebagai Pribadi (Personal), atau
Impersoanal yang sulit disatukan dan berintegrasi satu dengan lainnya.
Tetapi jika Allah dipandang sebagai entitas Personal maupun Impersonal
sekaligus, sebagaimana dipahami dalam sistim teologi Yin Yang, maka ini
akan menghasilkan gambaran yang lebih utuh dan tepat akan hakekat
Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Alkitab, demikian pandangan Lee
(Elwood, 1992:52).
Kepustakaan:
Browne, L.E. The Eclipse of Christianity in Asia, New York: n.p., 1967
dikutip oleh A.A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia. Jakarta:
BPK, 1996.
Darmaputera, Eka, Predksi dan Proyeksi Isu-Isu Teologis Pada
Dasawarsa Sembilanpuluhan: Sebuah Introduksi dalam
Soetarman, et all. Fundamentalisme, Agama-Agama dan
Teknologi. Jakarta: BPK, 1993.
Lane, Tony. Runtut Pijar. Jakarta: BPK, 1990.
Lee, Jung Young, The Yin Yang Way of Thingking dalam Elwood,
Douglas J., ed. Asian Christian Theology: Emerging
Themes. Philadelphia: Westminster Press, 1992.
Newbigin, Lesslie. Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: BPK,
1993.
Smith, David L. A Handbook of Contemporary Theology: Tracing
Trends and Discerning Directions in Todays Theological
Landscape. Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 2003.