Anda di halaman 1dari 253

IV.

REKAMAN PERKULIAHAN DAN MASUKAN DARI BAPAK DOSEN

Pertemuan II (15 agustus 2017)

Gerrit singgih mengatakan berteologi kontekstual bukan seperti Linneman yang


mengabaikan cara berteologi historis kristis yang sudah beratus tahun dieropa. Berteologi
kontekstual bukanlah xemofabia/ anti teologi barat, berteologi kontekstual khusus di
Indonesia menjadikan teologi barat sebagai satu pembelajaran teologia kontekstual di
indonesia.
Pertemuan III (22 Agustus 2017)

Gerrit singgih berteologi dalam 2 konteks yaitu konteks alkitab secara keseluruhan,
konteks pendengar masyarakat yang akan mendengar firman. Beberapa teolog mengabaikan
kedua hal itu yaitu tahun 1920 bernama Shoki Col mengatakan berteologia melihat konteks
alkitab dan pendengar.

Pertemuan IV (11 September 2017)

Rakyat yang tak berdaya karena pada tahun 80 korea masih dipengaruhi negara yang
pernah menjajah mereka, Amerika dan Jepang yang mengakibatkan penderitaan yang lama,
setelah merdeka pemerintahan dibawah resin tahun 70 pernah menembak ribuan mahasiswa
pada saat demon, rakyat minjung maju menyumbangkan resin penguasa yang didaktor.

Pertemuan V (19 September 2017)

Galilea: kota yang kecil, miskin darisinilah awal dari missi bukan karena negara
religius, isi pengutusan pergilah, jadikanlah menjadi murid, baptis, ajar, tapi dalam bahasa
aslinya hanya menjadikan melakukan perintah Yesus.

Pertemuan VI (10 Oktober 2017)

Disertasi yang diakui di leiden yang ditulis Fraklin Simbolon dengan judul tanah dan
hak warisan tanah buat perempuan batak, tanggung jawab istilah ibrani “kabas”
menakhlukkan.

Pertemuan VII (21 November 2017)

1|Diktat Dogmatika
Teologi ingatan, berdasarkan pesan sakramental itu lewat kebiasaan ibu Vietnam
dimana jika ada saudara mereka yang meninggal ibu-ibu akan membawa secawan nasi dan 2
sumpit lalu dibawa kemakam.

Pertemuan VIII (28 November 2017)

Teologi han: menunjukkan orang yang susah, menderita. Tuhan lebih cenderung dekat
dengan manusia han, mukjizat Tuhan lebih banyak terjadi bagi orang han.

Pertemuan VIII (14 Maret 2017)

Tentang dogmatika kontekstual yaitu pendamaian yang memiliki 3 dimensi yaitu


Allah, manusia, ciptaan Allah. Seperti pada Kejadian 1:2, 8:22, 9 yang mengingatkan
perjanjian Allah melangsungkan kosmos dengan baik. Kemudian mengingatkan keutuhan
manusia bertanggung jawab kelestarian lingkungan, kemudian pendamaian yang
berkesinambungan.

Pertemuan IX (24 Maret 2017)

Membahas tentang pengantar sejarah dogma kristen oleh Bernhard Lohse, Konsili
Calcedon (451) ialah menyalakkan kristologi yang berkembang pada zamannya, kristologi
monofisik dan duofisik dinyatakan sebagai ajaran sesat. Kristologi teotokos ialah
menekankan Kristus lahir dari perawan Maria yang dikandung oleh roh kudus, ada juga aspek
lain yaitu kristologi yang mengadopsi kristologi dari bapa-bapa gereja.

Pertemuan X (25 April 2017)

Membahas tentang iman kristen, kekudusan corporate personality ialah sebagai


contoh pertobatan penjahat, kepercayaan kornelius. Gereja yanng benar adalah gereja yang
menyatakan firman, sakramen yang baik, siasat yang baik. Adapun ciri eklesiologi yaitu
sesuai dengan pengakuan iman rasuli dan konfensi HKBP adalah kudus, kekudusan bukan
karena diri manusia tetapi karena perbuatan Allah kepada manusia untuk menuntun manusia
meninggalkan hidup lama menjadi hidup baru, kekudusan oleh tuntunan roh kudus yang
memampukan hidup manusia untuk menuju hidup baru, gereja yang kudus yaitu umat yang
sanggup melawan keinginan kehidupan duniawi bukan karena dirinya tetapi karena anugerah.
Kemudian gereja yang am yaitu ditambahkan sebagai avendik karena sudah berlangsung
gereja oikumene. Sebab pada penyusunan agenda awal HKBP, sehingga tidak muncul kata
Am karena di jerman protestan mendapat hukum siasat gereja. Tugas dan tanggung jawab

2|Diktat Dogmatika
ialah memelihara kesatuan di dalam gereja yanng oikumene, kemudian gereja memelihara
kebersamaan.

V. TUGAS MINGGUAN

Tugas dogmatika 1

(pengertian dogmatika menurut para ahli dan perbedaan dogmatika dan etika

Pengertian Dogmatika Menurut 5 Tokoh

1. Menurut karl Barth, dogmatika ialah penyelidikan sendiri secara ilmiah (secara ilmu
pengetahuan), yang dilakukan oleh gereja kristen mengenai isi pemberitaannya.1
2. Dogmatika ialah hasil penyelidikan firman Tuhan yang diterima gereja agar
diperintahkan dan dipercayai.2
3. Menurut Schlatter, dogmatika ialah pengetahuan serta kepercayaan yang menyatukan
kita menjadi suatu umat, dan dogmatika menyangkut hal masa kini yaitu diri sendiri.3
4. Dogmatika ialah pendapat, azas, keputusan, perintah, hukuman, peraturan.4
5. Menurut Gerald O’collins, dogmatika ialah pengujian dan penampilan secara koheren
dan sistematis semua ajaran kristen yang meliputi Trinitas, inkarnasi, penebusan,
dosa, anugerah, gereja, sakramen, eskatologis, dan semua ini harus dilakukan dalam
terang iman dan dikerjakan oleh orang percaya.5

Perbedaan dogmatika dan etika:

1. Menyelidiki dan membuktikan apakah dogma-dogma Gereja sesuai atau tidak dengan
Firman Tuhan.
2. Merumuskan pengertian-pengertian pokok di dalam Alkitab misalnya tentang Allah,
Yesus Kristus, Keselamatan, Manusia, Roh Kudus, dll. Dengan demikian obyek
perhatian Dogmatika bukan melulu dogma-dogma gereja saja.

1
Dr. G. C van NIFTRIK & Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),27
2
Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 4
3
Donald guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),
4
Prof. Dr. J.A.B. Jengenel, pembimbing ke dalam dogmatik kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 6
5
https://tounusa.wordpress.com/2011/10/02/dogmatika-fungsi-metode-dan-perkembangannya/

3|Diktat Dogmatika
3. Menanggapi dan menyanggah ajaran-ajaran atau pandangan dari luar kekristenan.

Sedangkan etika adalah:


5. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang
membingungkan.
6. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
7. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme.

Tugas dogmatika ke-2

(makna dogma pendamaian 3 dimensi)

Makna Dogma Perdamaian 3 Dimensi

Sudah menjadi keharusan bahwasanya manusia menyadari asal-usul mereka


sebagai makhluk-makhluk yang diciptakan menurut citra Allah. Yang terwahyukan sebagai
makhluk relasional. Petunjuk tambahan mengenai pentingnya pertemanan antara manusia
dengan non-manusia muncul didalam (Kej 2:18). Dimana manusia di perkenankan untuk
menamai hewan-hewan bukan untuk memegang tampuk kuasa atas mereka melainkan
sebagai bagian dari proses mengupayakan pertemanan. Didalam kebutuhan manusia akan
sesuatu yang ada diluar dirinyalah yang mengindikasikan suatu kebenaran penting lainnya
mengenai eksistensi manusia yakni bahwa manusia itu sifatnya terhingga dan kontinjens.
Tetapi walaupun demikian manusia di pelihara melalui kasih Allah yang kekal.

Salah satu modalitas utama yang digunakan Allah untuk memelihara manusia ialah
hubungan mereka dengan dunia ciptaannya. Rahmat dan kebaikan Allah dikenal dan
diwahyukan melalui penciptaan, yakni pada esensinya menjadikannya bersifat sakramental.
Segenap ciptaan memiliki nilai secara hakiki dan juga sebagai wahyu dari sang pencipta.
Pertemanan dengan unsur-unsur non manusia di dalam penciptaan mengimplikasikan
manusia untuk memperluas imajinasi moral mereka. Semua bentuk jalinan hubungan
manusia perlu untuk bersifat inklusif jalinan hubungan tersebut haruslah memperhatikan
bagaimana berbagai tindakan dan keputusan yang dibuat di dalam satu jalinan hubungan itu

4|Diktat Dogmatika
akan mempengaruhi segala jalinan hubungan lainnya yang ada, antara manusia dengan Allah,
antar manusia dengan manusia, manusia dengan non-manusia.6

Bagian dari keserupaan manusia dengan Allah ialah daulat kekuasaan atas segenap
penciptaan. Pencitraan kembar berupa diberikannya daulat kekuasaan serta di perintahkannya
manusia untuk menaklukkan bumi dan semua makhluk yanng ada didalamnya sangat terkait
erat dengan aspek kedaulatan. Kedaulatan Allah seringkali ditegaskan dalam teks-teks kitab
suci ibrani. Di sini sang citra dan rupa Allah yakni manusia dititipkan dengan kedaulatan.
Dari perspektif mitos penciptaan pertama didalam alkitab kejadian tanpa kedaulatan dan
kuasa semacam ini terhadap segenap penciptaan umat manusia niscaya tidak akan menjadi
seperti Allah. Namun ada tema yang berseberangan di dalam kisah ini. Maka Allah pun
menciptakan manusia menurut citra Allah, menurut citra illahi inilah dulu Allah menciptakan
manusia, lelaki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kej 1:27). Satu-satunya alasan segala
sesuatu itu ada ialah agape bebas dari Allah. Alam semesta menjadi ada karena Allah
mengasihinya dan bersedia memberikan diri Allah sendiri kepadanya. Untuk menghargai
seseorang atau sesuatu terlebih dahulu kita harus mengenalinya. Kita harus masuk kedalam
hubungan dnegan orang atau makhluk, dengan lukisan atau dengan matahari terbenam.
Dengan cara tertentu seseorang, suatu peristiwa, seekor makhluk atau sesuatu konsep itu
haruslah dialami, otak kita harus dirangsang secara neurologis, jika kita ingin
mengembangkan suatu hubungan yang mencakup juga dimensi efektif dan afektif kita.
Mengenali adalah langkah pertama dari menghargai dan mencintai.7

Hubungan antara manusia dengan segenap penciptaan selama ini seringkalli


dituangkan didalam tradisi yahudi dan tradisi kristen sebagai pengurus atau penjaga, yakni
seseorang yang ditugasi oleh Allah untuk mengelola bumi. Dunia non-manusia selama ini
telah diberikan kepada umat manusia demi kebaikan kita untuk digunakan secara
bertanggungjawab untuk pengembangan diri, untuk menjawab tujuan kita dan dengan
demikian menggenapi tujuan Allah dalam menciptakannya. Agar pastinya citra manusia
sebagai penjaga ini melarang penggunaan secara sia-sia yakni eksploitasi alam oleh umat
manusia semata-mata. Dunia ini digambarkan sebagai sebuah taman yang dilimpahkan ke
dalam pemeliharaan kita untuk dirawat dan dibina.8

6
Dawn M. Nothwehr, OSF, Lingkungan Hidup II, (Medan: Bina Media Perintis, 2008), 174-179
7
Ibid, Dawn M. Nothwehr, 183-224
8
Ibid, Dawn M. Nothwehr, 185-1886

5|Diktat Dogmatika
Hubungan antara manusia dan ciptaan berasal dari berkat Allah dan perintah dalam
Kejadian 1:28 untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk hidup. Ayat itu
sangat bermakna karena segera mengikuti pernyataan Allah tentang tempat khusus manusia,
laki-laki dan perempuan yang diciptakan sebagai gambar Allah. Banyak sarjana berusaha
mencari hubungan langsung kedua ayat ini sehingga kesegambaran dengan Allah ditafsirkan
sebagai tugas menguasai ciptaan. Perintah untuk memerintah sejajar dengan raja sebagai
gembala yang kekuasaannya adalah untuk kepentingan/keuntungan gembalaannya. Perintah
untuk “menaklukkan” seolah-olah mengisyaratkan kekuasaan yang sangat kuat atas bumi
untuk tujuan manusia. Akan tetapi analisis eksegetis menunjukkan bahwa kata itu hanya
menunjukkan pengusahaan bumi, bukan dorongan untuk memperlakukan binatang-binatang
dengan kasar. Dalam sejarah penafsiran kristen tentang teks tersebut, kata-kata itu pernah
diartikan sebagai surat izin untuk mengeksploitasi bumi bagi keuntungan manusia. Penafsiran
seperti itu tampaknya didorong oleh keberhasilan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi
dan kekuasaan manusia.

Lynn White seorang spesialis di bidang teknologi menengah telah merintis gagasan
tahun 1970-an bahwa kekristenan dipersalahkan karena krisis ekologis. Ia menganggap
bahwa kekristenan membantu berkembangnya pandangan bahwa manusia mengatasi ciptaan
yang lain dan bahwa manusia berhak menguasainya. White percaya bahwa gagasan mengenai
penguasan manusia atas ciptaan lainnya dalam kitab kejadian telah ditafsirkan orang kristen
selaku mandat “penguasaan” manusia yang selanjutnya telah diidukung pula oleh usaha
ilmiah.9 Penafsiran tradisional yang mempertahankan superioritas manusia atas binatang-
binatang menggambarkan gagasan tentang hubungan yang unik antara manusia dan Allah.
Keunikan hubungan itu didasarkan atas pemahaman alkitab bahwa hanya manusia yang
diciptakan sebagai gambar Allah sebagaimana di jelaskan dalam Kejadian 1:27. Keunikan
hubungan Allah dengan manusia ini telah menimbulkan pemahaman tentang penatalayanan.
Manusia diciptakan sebagai gambar Allah karena peranannya selaku penatalayanan atau
pelaksana atas ciptaan.10

Tugas dogmatika ke—3

9
Celia Deane Drummond, Teologi dan Ekologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 19-20
10
Ibid, Celia, 21

6|Diktat Dogmatika
(teologi hukum dan injil)

Teologi Hukum dan Injil

Law and gospel kontras yang ditekankan oleh Martin Luther (1483-1546) antara
usaha sia-sia untuk diselamatkan dengan kekuatan dan jasa orang sendiri dan pembenaran
yang datang dari iman saja, yang merupakan injil yang adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Dalam pemahaman ini bahkan
hukum musa yang diberikan oleh Allah memperbesar kesadaran kita akan jeratan dosa yang
mendasar. Sabda Allah menyatakan bahwa kita dibebaskan karena jasa Kristus yang dengan
murah hati diimputasikan kepada kita dan bahwa dengan demikian kita dalam iman
diikutsertakan dalam kebenaran Kristus. Meskipun pengertian hukum dan injil dimaksudkan
sebagai prinsip untuk menafsirkan seluruh kitab suci dan kehidupan, kadang-kadang juga
berakibat pada perlawanan yang terlalu keras antara PL dan PB.11

Mungkin setiap masalah dalam kehidupan orang percaya, bagaimanapun


keadaannya, selalu berkaitan dengan masalah hukum dan Injil. Orang Kristen bisa merasa
dirinya dirugikan, tidak dimengerti, dihina, dilecehkan, dimusuhi, atau pengalaman negatif
apa saja, biasanya terjadi oleh karena ia tidak dapat menyelesaikan ketegangan antara hukum
dan Injil didalam dirinya. Kedua entitas ini selalu hadir dalam jiwa manusia meskipun
seorang telah dilahirkan barn oleh Roh Kudus. la bisa mengamini kehidupan dalam Injil
tetapi pada saat yang sama terjebak dalam jebakan hukum dosa.
Alkitab menyaksikan bahwa keselamatan dalam Yesus Kristus temyata tidak dengan
sendirinya membebaskan orang percaya dari jerat hukum yang melumpuhkan ini. Alkitab
menyaksikan bahwa hampir setiap individu orang beriman pernah terjebak didalamnya.
Paulus juga pernah terjebak dalam hukum "daging" yang berulang-kali menyeretnya kedalam
perhambaan dosa (Roma 7). Petrus pernah terjebak dalam hukum "budaya dan kewajaran"
yang menjadikannya seorang yang munafik (Gal 2:11-14). Jemaat Galatia terjebak dalam
hukum Taurat atau "Injil yang lain" yang menisbikan atau merelatifkan karya agung
keselamatan Kristus yang sudah dianugerahkan. Jemaat Ephesus terjebak dalam hukum
"religiusitas agama" sehingga mereka lupa bahwa segala jerih payah pelayanan mereka
bukanlah manifestasi kasih mereka pada Tuhan Yesus Kristus (Wahyu 2). Berbagai jebakan
hukum, bisa menjadi penghalang utama mengaplikasikan kehidupan dalam Injil yang sejati.

11
Gerald O’Collins, SJ & Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 106

7|Diktat Dogmatika
Meskipun demikian Alkitab juga menyaksikan bahwa manusia membutuhkan
hukum. Bahkan individu Kristen tidak pernah bisa hidup tanpa hukum. Sebagai manusia yang
sudah ditebus oleh darah Kristus, ia hams menyadari bahwa dirinya tidak pernah dapat hidup
tanpa hukum. la yang sudah dimerdekakan dari hukum Taurat adalah ia yang telah masuk
kedalam ikatan "hukum yang baru" (Mat 22:34-40) yang memerdekakan dari dosa. Sehingga
kewaspadaan atas "jebakan hukum" harus ada, bukan oleh karena manusia tidak
membutuhkan hukum, tetapi oleh karena "masih hidupnya dosa dalam spirit hukum yang
lama yang belum digantikan dengan spirit hukum yang baru." Disebut spirit, karena isi dan
aplikasi praktis antara yang lama dan yang baru sebetulnya sama saja. Setiap nokta dan iota
dari Taurat tak boleh diabaikan, tetapi spiritnya harus baru. Spirit pemenuhan hukum
haruslah spirit penggenapan hukum yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus (Mat 5:17-18).
Spirit pemenuhan hukum yang baru itulah yang disebut Injil. Oleh sebab itu salah satu tanda
dari keselamatan dalam Yesus Kristus adalah realita kehidupan dalam spirit pemenuhan
hukum yang baru. Suatu anugerah, tetapi anugerah yang harus dikerjakan terus-menerus
dengan takut dan gentar (Fil2:12) Kelengahan menghidupi spirit hukum yang baru adalah
sumber dari kegagalan orang Kristen untuk mengatasi dosa-dosanya. Mungkin karena itulah
gereja selalu mengalami kesulitan untuk menjadi kehadiran Kristus dimuka bumi, dan orang-
orang Kristen selalu jatuh bangun dalam dosa-dosanya. Mereka tidak sadar bahwa Injil yang
mereka imani dapat dengan cepat berubah menjadi "sekedar simbol kosong" oleh karena
spirit pemenuhan hukum yang lama berkuasa kembali. la masih orang Kristen, tetapi apa
yang ia perjuangkan dan upayakan (mungkin dengan perencanaan dan strategi yang tepal
sehingga hasilnya pun memuaskan dirinya) sebenarnya bukan kebenaran Allah, sehingga:
Pemberitaan Injil menjadi proselitisme, Kesetiaan kepada Allah didemonstrasikan dengan
spirit militan pembelaan doktrin.12

Hukum ialah sebuah perspektif yang kualitatif. Perspektif ini adalah penilaian
Allah terhadap manusia berdasarkan anugerah-Nya. Di belakang hukum tidak ada realitas.
Realitas dan segala sesuatunya dimulai dengan kualifikasi anugerah yang ada sebagai
kualifikasi hukum. Secara khusus teologi tentang hukum allah dapat berdialog dengan teori
postmodernisme yang mencoba berpikir tanpa menghukum.

12
http://www.konselingkristen.org/index.php/2014-12-01-01-17-30/spiritualitas-teologi/129-antara-hukum-
dan-injil

8|Diktat Dogmatika
Barth mengatakan bahwa hukum Allah tidak dapt diperbandingkan dengan
hukum manusia. Karena hukum manusia adalah reaksi terhadap sesuatu. Manusia
memberikan respons atas sesuatu yang terjadi. Hukum Allah juga tidak dapat
direpresentasikan oleh manusia. Ini berarti bahwa hukum Allah tidak punya hubungan
dengan penilaian atau hukum manusia. Teologi Barth mengatakan bahwa hukum Allah
menghukum hukum manusia. Perbuatan ini adalah penghancuran hukum manusia. Barth
mengalami tiga krisis besar dalam budaya Eropa: dua perang dunia dan perang dingin.
Konteks ini memiliki maksud yang jelas yaitu bahwa manusia tidak boleh dan tidak dapat
menghukum. Bilamana manusia menghukum sesamanya, tersedia hukuman Allah baginya.
Allah tidak menghukum manusia ia menghukum hukuman manusia. Hukuman atas hukuman
adalah anugerah. Manusia tidak menghukum berarti ia ikut anugerah Allah ini. Hukuman
Allah mendahului hukuman manusia. Oleh sebab itu telah ada penilaian terhadap semua
ungkapan dan pemikiran manusia yang melihat sejauh mana bahasa dan pemikiran manusia
diwarnai oleh hukumannya.

Gereja hanya dapat menyaksikan bahwa Allah telah menghukum manusia dalam
Yesus Kristus. Apabila gereja melupakan landasan ini gereja hanya menciptakan penderitaan.
Disini perbedaan antara hukuman Allah dan hukuman manusia menjadi jelas. Hukuman
manusia selalu ekslusif mematikan atau mengeluarkan. namun hukuman Allah
menyelamatkan.13 Ketika manusia selalu mempertinggi diri sendiri untuk menghukum orang
lain, Allah merendahkan dirinya dalam Kristus untuk menyelamatkan manusia.14

Tugas dogmatika ke-4

(ciri pengajaran doketisme dan ebiotisme)

Ciri Khas Dogma Doketisme dan Ebiotisme

Doketisme ialah kata yang berasal dari kata yunani dokein yang berarti rupa-rupanya
saja, kelihatannya saja. Seperti contoh tubuh kristus dibumi ini hanya tubuh yang semu saja.
Tubuh itu ditinggalkan-Nya lagi sebelum penyaliban, inilah yang disebut doketisme. Aliran
ini mempertahankan bahwa Yesus Kristus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh. Ataupun
dikatakan bahwa Cuma memiliki tubuh “surgawi” dan rupa-rupanya saja menderita dan mati.
Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Pemecahan yang dikemukakan

13
Barth, Die Kirchliche Dogmatik, IV, 598, 600
14
Lucien Van Liere, Ph, D, Memutus Rantai Kekerasan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 167-169

9|Diktat Dogmatika
oleh doketisme berarti bahwa Yesus Kristus bukan sungguh-sungguh manusia. Doketisme
bukanlah suatu mazhab atau perguruan tetapi suatu cara berpikir tentang Yesus Kristus yang
sejak zaman para rasul timbul dalam banyak bentuk yang beraneka ragam. Suatu doketisme
yang jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem gnostik dan pada markion, tetapi tidak
sedikit pengarang gerejawi pada zaman patristika memperlihatkan kecondongan ke arah
doketisme. Pola pemikiran ini dibantah gereja secara resmi pada konsili khalkedon.15

Ajaran ini mengatakan bahwa firman Allah hanya secara semu saja menjadi manusia.
Tapi Yesus adalah manusia ialah yang menderita dan mati dan bangkit kembali. Pada zaman
16
para rasul sudah ada ajaran ini dan ditentang oleh mereka (mis 1 Yoh 4:2). dalam alkitab
tertulis bahwa firman telah menjadi manusia (Yoh 1:14) bahwa Ia Kristus Yesus telah
menjadi manusia, ia menjadi darah dan daging (Ibr 2:14). Ia melepaskan manusia dari dosa
dan hukumannya. Memang yang berdosa adalah manusia karena itu yang menggantikan dia
harus juga manusia. Doketisme ini sangat kuat dalam tradisi umat islam yang sampai dengan
hari ini mempertahankan bahwa yang mati di salib bukan Isa Almasih, melainkan orang lain,
yaitu Yudas atau Simon dari Kirene atau pun Barabas. Menjelang akhir abad I doketisme
rupanya sudah mesti dihadapi oleh 1 Yoh. Penulis karangan itu berpolemik dengan sejumlah
orang kristen yang menyangkal bahwa Yesus Kristus anak Allah datang dalam daging dan
Kristus surgawi tidaklah sama dengan manusia Yesus (1 Yoh 2:22). Mereka menyangkal
bahwa anak Allah datang dalam darah (mati disalib) (1 Yoh 5:5-8). Rupanya orang-orang itu
mengembangkan lebih lanjut beberapa unsur yang terkandung dalam karangan lain dari
tradisi yang sama yaitu injil Yohanes. Doketisme dapat tampil dengan berbagai bentuk, lebih
kurang kasar atau halus. Kadang-kadang Kristus hanya mempunyai rupa badan, lain kali
kristus surgawi dibedakan dengan Yesus yang mempunyai badan tetapi untuk sementara
waktu “didiami” oleh Kristus surgawi. Sebagai contoh diringkaskan saja bagaimana Yesus
kristus tampil dalam karangan yang disebut kisah (Acta), Yohanes (rasul) sekitar tahun 150.
Diceritakan bagaimana Yesus selagi hidup di dunia terus mengganti rupa. Kadang-kadang ia
berupa anak kecil, lain kali berupa orang dewasa. Kalau diraba-raba kadang-kadang Yesus
dirasakan keras tetapi kadang-kadang juga tidak dirasakan sama sekali. Yesus dapat
menegaskan apa yang kini tampak bukanlah saya. Waktu disalibkan Yesus tampak oleh
Yohanes dibukit Zaitun dan berkata. Menurut orang banyak dibawah situ saya disalibkan,

15
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 187-188
16
Dr. R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 23

10 | D i k t a t D o g m a t i k a
ditususk dengan tombak dan diberi minum cuka dan empedu. Tetapi saya sebenarnya
berbicara denganmu dan engkau mendengar aku.17

Menurut ajaran tipe kristologi ini Kristus adalah manusia tetapi hanya dalam
penampilan-Nya yang mempersatukan diri-Nya sendiri hanya dalam waktu terbatas dengan
manusia Yesus. waktu yang terbatas itu hanya sampai pada saat ia disalibkan. Sebelum
meninggal dikayu salib Kristus ternyata sudah meninggalkan manusia Yesus. Doketisme
mancapai titik puncaknya dalam abad-abad petama dan ke-2 M. Ide mula-mula yang secara
kuat menunjuk pada kristologi dari gereja yang kemudian ditemukan dalam Paulus dan dalam
Yohanes. Dalam Galatia 4:4 Paulus menulis tetapi setelah genap waktunya maka Allah
mengutus anaknya, yang lahir dari seorang perempuan dan takhluk kepada hukum taurat.
Dengan terang hal pra-ada Yesus dikemukakan disini. Ia adalah anak bapa bahkan sebelum Ia
datang ke dalam dunia. Karena itu keanakannya tidak dapat hanya dihitung sejak
kelahirannya secara duniawi. Tentang anaknya yang menurut daging diperanakkan dari
keturunan Daud dan menurut roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara
18
orang mati bahwa ia adalah anak Allah yang berkuasa (Roma 1:3-4). Doketisme agaknya
berkaitan dengan kepercayaan bahwa materialisme termasuk daging manusia adalah jahat.
Diantara lawan-lawan keras terhadap doketisme adalah orang-orang kristen awal yang
membela pandangan sejati tentang kemanusiaan penuh Yesus Kristus “Yesus tidak hanya
“kelihatan” telah menderita dan wafat ia sungguh-sungguh menderita dan wafat dalam tubuh
manusiawinya.19

Pergumulan dengan gnosis berupa doketisme diteruskan oleh Ignatius, uskup


Antiokhia (kurang lebih 110). Ajaran doketisme itu diperlawankan dengan ajaran yang oleh
Ignatius dianggap sebagai benar dan lanjutan kepercayaan kristen sejati. Ignatius sebenarnya
menjadi waris pikiran Paulus tetapi ajaran Paulus itu ditinjau kembali. Ignatius menentang
gnosis (berupa doketisme) namun demikian alam pikirannya yunani dan malah berdekatan
dengan alam pikiran yang tampil pada para gnostik dan dalam karangan-karangan dari tradisi
Yohanes. Ignatius menentang sejumlah orang kristen yang mengakui bahwa Yesus Kristus
ilahi dan anak Allah ala yunani. Tetapi mereka tidak hanya menyangkal bahwa Yesus benar-
benar menderita dan mati tetapi bahkan sungguh menjadi manusia. Berhadapan dengan

17
Dr. C. Groenen Ofm, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisisus, 1988), 91
18
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 94
19
Luis M. Bernejo, Makam Kosong, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 95

11 | D i k t a t D o g m a t i k a
pandangan itu Ignatius mengemukakan injil ialah kepercayaan jemah-jemaah yangn dipimpin
olehnya, Ignatius sangat menekankan bahwa Yesus Kristus benar-benar manusia,
diperkandung oleh perawan Maria, dilahirkan, dibabtiskan, sungguh-sungguh menderita dan
mati.

Tugas dogmatika ke-5

(konsili calcedon dan kristologi theotokos)

Kristologi Theotokos

Salah satu gelar Maria yang paling penting adalah theotokos, bunda Allah yang secara
harafiah berarti yang melahirkan Allah yang sedemikian di hormati di gereja timur. Gelar itu
agaknya digunakan mulai tahun 220 oleh Hipolitus dari Roma dan kemudian menjadi populer
dalam perlawanan melawan kaum Arian pada abad IV karena karena makna kristologis yang
sedemikian jelas. Meski gelar itu ditolak oleh kaum Nestorian namun diterima oleh gereja
universal sesudah rumusan (Efesus 431 dan Kalsedon 451). Bersamaan dengan teologi Maria
adalah tempat penting yang diperolehnya dalam kesalehan dan devosi orang-orang kristiani
awal. Salah sattu tandanya adalah kerapnya Maria ditampakkan dalam tulisan apokrif. Meski
bahan-bahan ini kebanyakan merupakan lubang imaginasi saleh yang berusaha mengisi
lubang dalam kisah Yesus dan Maria namun merupakan bukti bahwa Maria disebut-sebut.
Jauh lebih bermakna ialah fakta bahwa orang-orang kristiani berdoa kepada Maria sebagai
pengantara mulai abad ke 3. Tulisan tangan dari waktu itu memuat doa ini: kami mengungsi
dibawah naunganmu, hai bunda Allah yang suci, janganlah memandang hina doa
permohonan kami, tetapi bebaskanlah kami selalu dari segala bahaya, hai perawan yang

12 | D i k t a t D o g m a t i k a
mulia dan terpuji. Bentuk doa yang lain yang tampak masih populer dewasa ini adalah
memorare.20

Sejak keputusan Konsili Nikea II tahun 381 di Konstantinopel tentang kedudukan


Konstantinopel, yaitu ”Episkop Konstantinopel akan memiliki prerogatif kehormatan sesudah
Episkop di Roma, karena Konstantinopel adalah Roma Baru” (Kanon 3), Alexandria selalu
berusaha untuk menyaingi Konstantinopel. Secara kebetulan pada abad kelima ini yang
menjadi Patriarkh di Konstantinopel adalah seorang Syria dari Antiokhia, bernama: Nestorius
(kira-kira 386 - 451). Sebagai seorang Syria maka tradisi theologia Antiokhialah yang
digunakan untuk memahami Kristologis, Tradisi theologia Antiokhia lebih menekankan
pendekatan “literal, tata-bahasa, dan kesejarahan” atas Kitab Suci, sehingga dalam hal Kristus
merupakan tradisi yang menekankan kemanusiaan Kristus. Sedang tradisi theologia
Alexandria menekankan “alegori”, sehingga dalam Kristologi Alexandria lebih menekankan
keilahian Kristus, Keduanya seharusnya saling mengisi, dan merupakan dua sisi yang utuh
bagi pendekatan atas Kitab Suci.

Karena mengikuti tradisi theologia Antiokhialah, maka Nestorius lebih menekankan


kemanusiaan Kristus, sehingga menolak gelar “Theotokos” (“Sang Pemberi Lahir Secara
Daging kepada Allah” yaitu Firman Allah (Kalimatullah) yang menjelma) yang telah beratus
tahun digunakan di Gereja untuk menyebut Maryam. Menurut Nestorius yang dilahirkan
Maryam hanyalah seorang “manusia” yang di dalamnya “Kalimatullah/Firman Allah” itu
bersemayam, jadi bukan Kalimatullah/Firman Allah itu sendiri yang menjadi manusia,
bertentangan dengan apa yang telah diakui dalam kedua konsili sebelumnya. Nestorius
mengatakan yang dilahirkan oleh Maria itu bukan ke-Allah-an Yesus, tetapi hanya
kemanusiaanNya saja. Jadi Maria tak boleh disebut Theotokos namun Anthropotokos (”Dia
yang Melahirkan Manusia”) atau paling tinggi dengan sebutan Kristotokos (”Dia Yang
Melahirkan Kristus”). Dengan demikian Nestorius mengajarkan bahwa dalam pribadi Yesus
terdapat dua kodrat, kodrat ilahi dan kodrat manusiawi. Kedua kodrat tersebut terpisah berada
dalam dua pribadi Yesus. Inilah ”Dyophysitisme” dari Nestorius.

Kesempatan ini digunakan oleh Gereja Alexandria sekaligus untuk menghantam


tradisi theologia Antiokhia dan kedudukan Konstantinopel yang dianggap menggeser
kedudukan Alexandria itu, melalui St. Kyrillos dari Alexandria (kira-kira 378 - 444). Dia
ingin menjatuhkan Nestorius sebagai Patriarkh Konstantinopel, dengan demikian
20
Thomas P. Rausch, Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam, Yogyakarta: Kanisius, 2001), 297

13 | D i k t a t D o g m a t i k a
mempermalukan Konstantinopel, serta melawan pemahaman theologianya dengan demikian
menentang pemahaman Syria, Antiokhia, yang kebetulan kali ini Kristologi Nestorius itu
memang tidak Alkitabiah, dan tidak rasuliyah. Dan inilah kesempatan yang baik. Jadi
sebenarnya konflik ini adalah adalah konflik antara Alexandria (Mesir) dan Antiokhia (Syria)
(bukan dengan unsur Yunani dalam Gereja Timur itu).

St. Kyrillos menegaskan, bahwa memang layak menyebut Maryam sebagai


“Theotokos”, karena Dia yang dilahirkan olehnya adalah “Firman” yang adalah “Allah”,
yang “telah menjadi manusia” (Yohanes 1:1,14) atau ajaran St. Kyrillos dari Alexandria
dikenal sebagai: ”mia physis ton theon logon sesarkomeni” (“satu kodrat Firman Allah yang
menjelma”). Jadi Firman Allah itu sendirilah yang dilahirkan dalam penjelmaanNya sebagai
manusia, maka Maryam memang melahirkan Firman Allah dalam penjelmaanNya sebagai
manusia. Jadi Maryam memang “Theotokos”. Para pengikut Nestorius menolak tunduk dan
bertobat pada peringatan St. Kyrillos ini. Sehingga dipimpin oleh St. Kyrillos sendiri pada
tahun 431, di Efesus, sejumlah kecil Episkop mengadakan Konsili untuk meneguhkan ajaran
Gereja Alexandria serta menolak ajaran theologia Syria, dari Nestorius ini, dimana
ditegaskan bahwa Maryam adalah Theotokos, karena yang dilahirkan Maryam tak lain adalah
“Firman Allah” yang sama dan yang satu, yang menjelma menjadi manusia. Baru pada tahun
433 sajalah keputusan Konsili ini diterima oleh segenap Episkop Timur, dan akhirnya diakui
sebagai Konsili Ekumenis Ketiga. 21

Theotokos yaitu ia diperanakkan oleh sang bapa sebelum segala zaman sebagai Allah
tetapi belakangan ini demi keselamatan kita, ia lahir dari anak dara Maria. Sebagai manusia
kristus ini yang adalah anak Tuhan dan satu-satunya yang diperanakkan, diperkenalkan
kepada kita dalam dua kodrat tanpa pengadukan, tanpa perubahan pembagian perceraian.
Keutuhan kedua kodrat tidak hilang dengan adanya kesatuan malahan sebaliknya sifat-sifat
yang jelas dari kedua kodrat itu tetap terpelihara. Kedua kodrat bersatu dalam satu oknum
dan satu hypostasis. Kodrat itu tak tercerai atau terbagi menjadi dua oknnum tetapi keduanya
merupakan satu anak satu-satunya diperanakkan yaitu Allah, firman dan Tuhan Yesus Kristus
tepat seperti yang selalu disebutkan oleh para nabi mengenai dia dan diajarkan oleh Tuhan
Yesus Kristus sendiri kepada kita, dan seperti pengakuan yang para bapa sampaikan kepada
kita.22

21
http://monachoscorner.weebly.com/bidat-natur-yesus-kristus.html
22
Tony lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 51-52

14 | D i k t a t D o g m a t i k a
V. SAJIAN KELOMPOK

Kelompok 1

Nama : Astuti Telaumbanua (14. 2909)

Binsar P. Panggabean (14. 2910)

Semester : VI – C

Mata Kuliah : Dogmatika I

Dosen : Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu

PEDOMAN DOGMATIKA

(Dr. Dieter Becker)

BAB 1 - 4

1. PENDAHULUAN23
1.1 Dasar- Dasar Dogmatika
Dogmatika seringkali terkesan mengalami ketidakpastian dan dianggap tidak
memiliki metode yang sistematis dan kritis. Hal itu dikarenakan pemakaian istilah theologia
dalam dogmatika yang dimengerti dalam arti sempit yaitu hanya sebagai ajaran tentang
ketritunggalan. Baru pada Abad Pertengahan istilah theologi menjadi identik dengan usaha
ilmiah yang bersifat “sistematis” dan juga dipakai untuk menyebut bermacam-macam topik.

Dr. Becker dalam bukunya Pedoman Dogmatika menyebutkan bahwa istilah dogma
pada dasarya berarti suatu ketentuan hukum atau ajaran pokok di bidang filsafat. Dalam
Katolikisme sesudah Konsili Trente (1545-1563) kata dogma diberi isi yang positif dan
dipakai untuk menyebut ajaran gereja yang terdefinisi dan tetap. Dalam Konsili Vatikan I
(1869-1870) terdapat dua syarat yang harus dipenuhi jika suatu kebenaran iman diberlakukan

23
Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 1-17.

15 | D i k t a t D o g m a t i k a
sebagai dogma, yaitu a) harus terdapat dalam sumber-sumber penyataan Alkitab dan tulisan-
tulisan bapa-bapa gereja dan b) harus didefinisikan oleh pejabat gereja resmi. Kebenaran
iman tersebut dianggap berlaku untuk selama-lamanya dan merupakan kewajiban terhadap
Allah dan gereja.

Dalam Protestantisme pemahaman tentang dogma dahulu dihubungkan dengan


pentingnya kebenaran itu bagi keselamatan manusia, sedangkan pada masa kini terdapat dua
posisi dalam memahami dogma, yaitu Pertama sebagai posisi yang menolak pemikiran
tentang kebenaran iman yang harus dituruti (orang yang berpikir secara non-dogmatis)
dimana dogma dianggap hanya sebagai obyek dari kritik ilmiah khususnya secara historis.
Kedua adalah suatu sikap yang bersedia menerima kebenaran-kebenaran iman yang harus
dituruti namun pemberlakuan dan formulasinya tidak bersifat “kekal” melainkan terus-
menerus perlu diformulasikan kembali (berbeda dengan Katolikisme).

Beberapa karya tulisan mengenai dogmatika antara lain karya Origenes yang berjudul
De Principiis (Mengenai Dasar-Dasar) dapat dianggap sebagai “buku dogmatika” yang
pertama. Petrus Lombardus dengan karyanya Sententiarum libri IV (Empat kitab mengenai
kalimat dasar) menciptakan tipe klasik dogmatika di negara Barat. Thomas Aquinas dalam
bukunya Summa Theologiae (Ringkasan Teologi) memiliki penerobosan rasional yang
mengesankan dimana pengerjaannya dilakukan dalam tiga langkah, yaitu argumen- kontra
argumen- pendapat Thomas sendiri. Ketika teologi Thomas tampak diatur dengan baik, di
pihak lain teologi Martin Luther muncul sebagai teologi yang polemis dan profetis. Dengan
tekanan pada meditatio (renungan), tentatio (godaan) dan oratio (dosa), teologi tersebut
menampakkan diri sebagai “teologi eksistensial”. Kalau dogmatika Lutheran menekankan
pasal tentang pembenaran orang berdosa sebagai topik fundamental ajaran gereja, maka
dogmatika Ortodoksi mengenal cara pandang lain, yaitu :

 Pasal-pasal iman fundamental pertama, artinya pernyataan iman yang perlu diakui dan
diketahui untuk menerima keselamatan (misalnya perjanjian Allah untuk menyelamatkan
manusia, penebusan dalam Kristus, pembenaran melalui iman,dll)
 Pasal-pasal iman fundamental kedua, artinya pernyataan iman yang tidak perlu diketahui
dan diakui untuk menerima keselamatan, tetapi yang tidak boleh disangkal (misalnya
trinitas imanen, dosa warisan, dll)

16 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Pasal-pasal iman non-fundamental, artinya pernyataan iman yang tidak perlu diketahui
atau bahkan boleh dipertentangkan (misalnya kejatuhan dan kebinasaan para malaikat,
ketidakmatian Adam sebelum kejatuhan, anti-Kristus,dll)

1.2 Diskusi Aktual


1.2.1 Tugas dan fungsi-fungsi dasar teologi dogmatika
Teologi dogmatika bertugas mempertanggungjawabkan iman Kristen secara ilmiah.
Ilmuwan dogmatika dalam pekerjaannya adalah sebagai anggota gereja, melakukan tugas dan
pelayanan terhadap gereja. Dalam pengertian itu K. Barth melukiskan teologi dogmatika
sebagai “pengujian diri gereja Kristen secara ilmiah mengenai Allah”.

Teologi dogmatika sendiri pada dasarnya mempunyai dua fungsi, yakni :

 Fungsi yang reproduktif-tradisional


Dalam hal ini dogmatika mempunyai tugas memadukan tafsiran Alkitab dan
penjelasan terhadap dogma-dogma kegerejaan. Dalam Katolikisme tugas-tugas dibatasi pada
penjelasan dogma-dogma gereja sedangkan dalam pandangan Protestan dogmatika harus
lebih daripada sekedar metode deskriptif saja. Tugas dogmatika ialah mencari dan
menetapkan pernyataan-pernyataan yang normatif yang dibarengi dengan pengembangan
kesadaran iman bersama-sama di dalam gereja.

 Fungsi yang produktif-kontekstual


Hubungan dogmatika dengan situasi dan kondisi masa kini juga menjadi hal yang
tidak kalah penting. Dogmatika bukanlah sesuatu yang ditetapkan untuk selama-lamanya
melainkan sesuatu yang harus dikembangkan secara kritis dan disesuaikan dengan situasi
masa kini. Oleh P. Tillich metode ini dikatakan sebagai metode korelasi. Melalui cara ini,
Tillich membawa jawaban-jawaban berita Alkitab dan pertanyaan-pertanyaan pemikiran
modern ke dalam suatu hubungan timbal balik. Pertanyaan-pertanyaan pemikiran modern
yang dimaksudkan adalah pertanyaan-pertanyaan eksistensial yaitu berupa filsafat secara
khusus. Filsafat adalah konteks dalam mana teologi dikerjakan. Sistem pemikiran ini disebut
Tillich sebagai “teologi apologetis”. Teologi apologetis diartikan sebagai teologi yang
menjawab dimana secara sederhana metode ini menunjuk pada proses menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat dalam situasi yang bersangkutan.

1.2.2. Dogmatika dalam rangka bidang-bidang teologi lainnya

17 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dogmatika bersama etika disebut sebagai teologi sistematika. Teologi sistematika
dimengerti sebagai bidang dasar yang diperlukan di antara disiplin historika dan praktika
dimana fungsi sistematika adalah meninjau kembali secara sistematis bahan-bahan yang
diteliti dalam teologi historis dan- sesudah menjalani suatu proses penilaian yang kritis-
mempercayakannya kepada teologi praktika untuk diolah terus.

Ketiga bidang teologi historis (Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan sejarah gereja)
menurut pandangan tertentu disusun sebagai ilmu pengetahuan pendukung bagi dogmatika
dan etika sedangkan teologi praktika disusun kemudian sebagai teori dari praktik yang
bersandar pada prinsip teologi sistematika tersebut. Tetapi penelitian semua bidang itu saling
mempengaruhi satu sama lain. Dogmatika bekerja dengan persyaratan bahwa nats Alkitab
barulah dapat menjadi Injil, manakala dapat didengar seolah-olah disampaikan kepada kita
pada masa kini. Dengan kata lain, nats Alkitab barulah menjadi Firman Allah, kalau dianggap
bersamaan dengan waktu kita, yaitu kalau kita langsung disapa oleh-Nya.

1.2.3. Beberapa petunjuk tentang metode dogmatika


Dieter Becker dalam bukunya memaparkan pemikiran metodis yang didalamnya
mencakup tiga langkah dasar yaitu :

a. Menentukan masalah dalam situasi sekarang


Menentukan masalah yang dimaksud dalam hal ini adalah berarti melihat masalah-
masalah diskusi dogmatika dan situasi sekarang secara berkaitan dan juga perlu untuk
memikirkan situasi masyarakat tertentu. Apa yang dianggap masalah dogmatis tidak boleh
diputuskan dengan hanya melihat kebutuhan intern gereja. Yang sangat menentukan dalam
hubungan ini adalah partisipasi para teolog dalam kehidupan jemaat, dalam mendengar
khotbah, ikut serta dalam percakapan tentang iman, Injil, gotong royong dan lain sebagainya.

b. Mengerjakan masalah secara eksegetis dan historis


Dogmatika sangat erat hubungannya dengan tradisi dogma yang sudah ada.
Dogmatika memetik hasil dari tradisi dogma dan meneruskan serta mengembangkannya.
Untuk mendapat informasi eksegetis yang diperlukan, perlu dibaca hasil-hasil penelitian ilmu
tafsir Alkitab yang sudah tersedia. Penelitian eksegetis itu perlu dilakukan secara mendetail
dan luas sehingga dibutuhkan suatu penelaahan Alkitab secara menyeluruh yang berkaitan
dengan aspek-aspek pokok, seperti kristologi, pembenaran, ketritunggalan, penyataan Allah
di dalam Yesus Kristus dan lain sebagainya.

18 | D i k t a t D o g m a t i k a
c. Menentukan tanggapan yang bersifat kontekstual
Pada tahap ketiga ini bahan-bahan yang telah diteliti harus dikembangkan berdasarkan
dua aspek berikut yaitu terkait degan kesesuaiannya dengan Kitab Suci dan kesesuaiannya
terhadap situasi masa kini. Dalam proses menentukan tanggapan dogmatis dikatakan bahwa
dalam dogmatika Protestan dikatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus tidak boleh dikendalikan
melalui pejabat gereja resmi. Yang diharapkan dalam dogmatika Protestan ialah interpretasi
Alkitab dalam kesatuan dan persekutuan orang-orang percaya dimana jawabannya harus bisa
diterima oleh kesadaran iman anggota-anggota gereja.

1.2.4. Dogmatika yang mengkontekstualisasikan


Ch.de Jonge mengartikan “kontekstualisasi” adalah sebagai suatu usaha untuk
menterjemahkan berita Injil sedemikian rupa sehingga berita ini dapat dipahami oleh orang
yang hidup dalam konteks kebudayaan (bahasa, adat, juga agama) yang berbeda dari konteks
pekabar Injil itu sendiri. Jadi, yang harus menyesuaikan diri adalah pemberita. Injil itu sendiri
tidak boleh diadaptasikan. E.G Singgih sendiri menjelaskan kontekstualisasi berdasarkan
beberapa segi berikut, yaitu :

a. Kontekstualisasi berkaitan dengan pengintegrasian kehidupan gereja dengan


kehidupan luas di sekitarnya. Kontekstualisasi adalah masalah “praksis” dimana perbuatan
dan tindakan manusia mencapai kesatuan dengan kata, pikiran dan refleksinya.
b. Kontekstualisasi tidaklah sekedar masalah wujud luar melainkan masalah inti dan isi
gereja sehingga apabila ingin melakukan pengkontekstualisasian terkait arsitektur, liturgi
ataupun musik gereja perlu mendalami seluk beluk pemahaman mengenai arti, makna dan
hakikatnya.
c. Kontektualisasi berarti menghargai kebudayaan dan sejarah setempat serta dinamika
yang terdapat di dalamnya. Kalau “Kristus memenuhi dunia”, ini berarti bahwa sebagian dari
kekayaan-Nya sudah ada juga di Asia, sebelum agama Kristen dibawa oleh missionaris Barat.
Orang Asia juga dapat mengerti Injil karena di dalam dirinya sudah ada “prapengertian” atau
“prapaham” mengenai hal-hal tersebut.
Dari analisa sejarah Ch.de Jonge dibuktikan bahwa proses kontekstualisasi iman
Kristen di Indonesia tidak hanya dipengaruhi sikap penolakan para missionaris terhadap
kebudayaan pribumi tetapi juga akibat sikap orang pribumi Indonesia sendiri yang segan
membawa kebudayaannya ke dalam gereja. Setiap teolog yang pernah mencoba
mengkontekstualisasikan teologinya, pasti mendengar tuduhan sinkretisme. Namun Singgih
mengutarakan bahwa kontekstualisasi bukanlah xenofobia (rasa takut akan orang asing) dan

19 | D i k t a t D o g m a t i k a
bukan dimulai dari “nol” melainkan bahwa kontekstualisasi adalah bertujuan agar ada saling
mendekati, saling menghargai, saling belajar dari kekayaan masing-masing dan tidak
mengharuskan unsur kebudayaan sendiri sebagai “kebenaran Injil” yang harus diterima kalau
mau selamat. Kontektualisasi tidaklah bertentangan dengan persaudaraan universal di antara
orang-orang beriman.

2. ISI RINGKAS BUKU


2.2. IMAN24
2.2.1. Dasar-Dasarnya
Iman dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai kepercayaan dan pengharapan, sesuatu
hal dianggap benar dan bahwa pengenalan tentangnya mengikat pemikiran. Pengertian
lainnya yaitu iman sebagai suatu kepercayaan, diartikan juga dengan pengenalan,
kepercayaan pribadi kepada Kristus dan kepada Allah dan bahwa iman bertentangan dengan
hikmat manusia dan mengandung pengetahuan sendiri.
Beberapa tahapan zaman dan istilah mengenai iman yang pernah berkembang antara
lain : dalam Gereja Purba ditandai dengan adanya ungkapan Tertullianus “credo, quia
absurdum” (“saya percaya, sebab hal itu tidak masuk akal”). Abad Pertengahan dengan
rumusan Anselmus, “credo ut intelligan” (“saya percaya agar saya mengerti.”). Ada juga
Thomas Aquinas yang berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara iman dan rasio atau
akal budi, melainkan keselarasan. Thomas membedakan antara fides informis (iman tanpa
bentuk) dan fides formata (iman dengan bentuk). Melalui itu, ia membuat perbedaan antara
iman pengetahuan yang intelektual dengan iman kehendak yang ditentukan oleh kasih dan
anugerah. Dalam Reformasi kembali diberlakukan bahwa iman pada hakikatnya adalah
kepercayaan pribadi. Konfessi Augsburg memperkuat kata iman (fides) dengan kata
kepercayaan pribadi (fiducia). Katekismus Besar, iman sejajar dengan kepercayaan. Dan di
dalam rumus Konkord IV, 11 dikatakan bahwa iman adalah kerohanian yang merdeka. Masa
Ortodoksi menjelaskan iman di dalam tiga bagian, yaitu yang pertama adalah notitia
(pengetahuan), assensus (persetujuan), dan fiducia (kepercayaan). Kepercayaan bahwa Allah
ada (Credere Deum) termasuk dalam notitia Dei, Percaya Allah (Credere Deo) diartikan
sebagai assensus. Mempercayakan diri kepada Allah (Credere in Deum) diinterpretasikan
sebagai fiducia. Pada zaman Pietisme pada abad ke-18, penekanan terjadi pada fides qua.
Pada zaman Pencerahan ditandai dengan adanya bentuk kepercayaan yang dapat

24
Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 19-28.

20 | D i k t a t D o g m a t i k a
diimbangkan oleh rasio. Neoprotestanisme melanjutkan pemikiran Hegel bahwa iman
berhubungan erat dengan pengetahuan.

2.2.2. Diskusi Aktual


 Tentang Hubungan antara Iman dan Pemikiran Kritis
Iman tidak hanya berbicara mengenai aspek yang bersifat pribadi, melainkan juga
bersifat umum dan obyektif. K. Barth, pada masa mudanya menolak adanya hubungan antara
akal budi dan kepercayaan. Posisi Barth ini menimbulkan reaksi antifalsafi yang mencurigai
korelasi antara teologi dan akal budi. Namun, muncullah perkembangan teologi Eropa yang
menyatakan bahwa tidak semua setiap pengertian falsafi harus dicurigai, sebab tidak ada
salah satu teologi pun yang sama sekali dapat lepas dari pra-pengertian falsafi.

R. Bultmann dalam teologinya membedakan secara tajam mengenai kepercayaan dan


pengetahuan, namun juga sekaligus menghubungkan keduanya. R. Bultmann beranggapan
bahwa berteologi dengan eksegese tidak perlu dihubungkan atau dipengaruhi oleh suatu
filsafat. Hubungan yang sesuai antara kepercayaan dan pengetahuan dijawab oleh Bultmann
dengan menggunakan “program demitologisasi” dan “interpretasi eksistensial” dari
Perjanjian Baru. Bultmann menegaskan bahwa demitologisasi tidak berarti “mencocokan
Injil” dengan ilmu pengetahuan modern melainkan harus mampu menampakkan batu
sandungan yang ditemui dalam Alitab oleh manusia modern dan manusia segala zaman. Batu
sandungan tersebut menurut Bultmann adalah bahwa Firman Allah memanggil manusia ke
hadapan Allah dan keluar dari ketakutan dan jaminan hidup yang diciptakannya sendiri.

 Iman dan Pengakuan


Pengakuan adalah cetusan kepercayaan secara individu maupun dengan persekutuan.
L. Shreiner mengatakan bahwa pada saat mengaku serta dinyatakan bahwa “keselamatan ada
untuk orang-orang yang mendengar pengakuan itu” yakni kesaksian babhwa Kristus adalh
Tuhan dan Juruselamat. Konfessi dipakai untuk naskah pengakuan kepercayaan kegerejaan
yang sejak awalnya timbul secara tertulis seperti umpamanya Konfessi Augsburg dan
Konfessi Westminster.

 Sekitar Pandangan tentang Iman di Asia


H. Hadiwijono mengatakan bahwa iman Kristen perlu diusahakan adanya suatu
sistem. Ia menilai tidak benar pendapat yang menyatakana sudah cukup kalau orang Kristen

21 | D i k t a t D o g m a t i k a
hidup dari iman mereka saja seperi jemaat pertama. Tidak benar jika orang Kristen coba
memakai Alkitab sebagai Kitab Undang-Undang Ilahi yang memuat segala peraturan
keagamaan.

2.3. PENYATAAN25
2.3.1. Dasar-Dasarnya
Kata kerja menyatakan dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai menampakkan
sesuatu yang sebelumnya masih terselubung. Istilah terminus teknikiusnya adalah apokalupto
(membuka tabir) dan fanero (mewujudkan). Isi penyataan khususnya adalah anugrah Allah.
Anugerah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus Penyelamat yang satu-satunya. Tetapi
penyataan itu berisi juga murka Allah yang nyata bagi orang-orang tertentu. Di dalam sejarah
dogma pengertian “penyataan inklusif”, yang beranjak dari pengenalan Allah yang kodrati
(misalnya para apologet atau Thomas Aquinas), diperhadapmukakan dengan pengertian akan
“penyataan yang eksklusif”, yang menolak korelasi dengan agama-agama. Bahwa penyataan
terjadi dalam bentuk ganda, “Taurat dan Injil”, adalah pengertian dasar teologi Luther. Dia
membedakan antara pengenalan yang alamiah dan umum akan Allah dengan pengenalan
yang sebenarnya akan penyelamatan Allah. Yang pertama dimengerti sebagai pengenalan
atas Taurat, sedangkan yang kedua diartikan sebagai pengenalan atas Injil. Apabila dalam
taurat amarah Allah menjadi nyata, maka Injil menyampaikan pemgampunan dosa kepada
manusia.

Luther berdiri di dalam tradisi di mana hukum Taurat Allah diartikan sebagai
pemberitahuan kehendak-Nya melalui perintah dan larangan dan manusia diwajibkan untuk
memenuhinya. Secara khusus Luther menyamakan Kesepuluh Firman dengan hukum alam.
Di dalam dasa Titah terungkap kehendak Allah yang tertoreh pada hati manusia. Namun
Luther tahu juga bahwa sesudah kejatihan manusia, Taurat itu tidak lagi jalan menuju
keselamatan. Pada saat Taurat menyebabkan pengenalan akan dosa di dalam manusia, maka
pada saat yang sama hati manusia juga dibukakan untuk keselamatan dalam Kristus. Melalui
Taurat, manusia merasakan jarak antara tuntutan Allah dan pemenuhannya. Taurat
mengakibatkan ketakutan manusia terhadap kemarahan Allah yang mengancam setiap
pelanggar perintah-Nya. Hukum taurat ini membawa manusia mencari perlindungan. Dengan
demikian manusia digerakkan kepada Kristus yang menjanjikan perlindungan itu.

25
Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 30-41.

22 | D i k t a t D o g m a t i k a
Injil berisikan ajaran mengenai pengampunan dosa, yang diberikan kepada kita secara
gratis, karena Kristus melalui iman. Di dalam khotbah Injil ditunjukkan jalan bagi manusia
bagaimana menghindari kutukan yang dijatuhkan kepadanya. Injil menunjukan anugerah
Allah kepada manusia. Di dalam istilah Injil Luther mengaitkan bermacam-macam perjanjian
di dalam Alkitab dan mempersatukannya. Sebagaimana dalam Injil Luther memusatkan janji-
janji Alkitab, demikian pula dia dapat menggabungkan perintah-perintah alkitabiah yang
berbeda-beda menjadi satu-satunya hukum yang mengucilkan manusia di bawah
penghukuman Allah yang tak dapat ditawar-tawar.

Pembedaan antara hukum Taurat dan Injil bagi Luther tidak menjadi obyek
perdebatan teologis abstrak. Ajaran Luther mengenai Taurat dan Injil tidak bisa kita mengerti
tanpa melihat latar belakangnya, yaitu pengakuan dan pengampunan dosa (biecht).
Pembedaan reformatoris antara hukum Taurat dan Injil itu dengan demikian adalah hasil dari
suatu goncangan manusia yang mendalam. Manusia belum hidup pada suatu tempat yang
sentosa, melainkan tetap tinggal dalam ketegangan antara hukuman dan belas kasihan Allah.
Luther dapat menjelaskan dialektika antara hukum dan Injil melalui dua peristiwa, yaitu
proklamasi hukum di gunung sinai dan pencurahan Roh pada hari pentakosta di Yerusalem.

Dalam Artikel-artikel Schmalkaden II dan III Luther menjelaskan bahwa hukum


mempunyai dua tugas; 1. Membatasi dosa-dosa, tetapi fungsinya yang termulia adalah 2.
Menyatakan dosa warisan. Rumus Konkord VI, 1 dengan melampaui Artikel-artikel
Schmalkalden mengenal “pemakaian ketiga dari hukum”, yaitu hukum yang diperkenalkan
sebagai tolak ukur atau panduan bagi orang yang sudah dilahirkan kembali. Rumusan-
rumusan reformatoris itu mau mendukung khotbah. Ajaran reformasi itu menuju pada doa
dan hendak dikelilingnya. Ortodoksi Lutheran membedakan antara penyataan umum
(revelatio generalis) yang disampaikan kepada semua insan dan penyataan khusu (revalatio
specialis) yang terjadi oleh Firman Allah. Revelatio generalis juga diartikan sebagai
penyataan kodrati (melalui “Kitab Alam”). Dan revelatio specialis dipahami sebagai
penyataan adikodrati (melalui kitab Suci). Bersama dengan Rumus Konkord, maka ortodoksi
membedakan tiga cara pemakaian hukum (triplex usus legis):

a. Usus politicus : penggunaan hukum di muka umum, yaitu hukum sebagai alat paksaan
dari luar untuk membendung dosa-dosa kasar manusia
b. Usus elenchticus : penggunaan hukum yang membuktikan kesalahan, yaitu hukum
sebagai alat yang menggiring manusia ke pengenalan akan dosanya.

23 | D i k t a t D o g m a t i k a
c. Usus didacticus : penggunaan hukum sebagai petunjuk jalan, yaitu hukum sebagai
pedoman bagi kehidupan orang yang sudah dilahirkan kembali.

2.3.2. Diskusi Aktual


 Penyataan sebagai titik tolak teologi modern
Ajaran tentang dua cara pengenalan Allah diberi bobot dalam teologi di Barat Sejak
Abad Pertengahan. Gereja Katolik mengembangkan skema pemikiran tertentu, yaitu
pembagian dari “alam dan anugerah”, dan melalui itu mencoba menghubungkan realitas
dunia yang nampak bagi manusia dengan keselamatannya, dan dengan demikian meguraikan
pengertian yang seragam akan dunia dan keselamatan. Juga skema Lutheran tentang “hukum
Taurat dan Injil” ingin membuka pandangan manusia tentang dunia sekitarnya terhadap
Allah dan sekaligus menghubungkannya dengan cara pertemuan yang Allah pakai untuk
bertemu dengan manusia di dalam Yesus Kristus.
 Penyataan eksklusif atau inklusif, terbatas atau sinambung?
Konsepsi penyataan K. Barth adalah konsepsi ekslusif. Suatu pengenalan akan Allah
secara Alamiah (revelatio generalis) sebelum dan di luar kristus diingkarinya. Menurut P.
Althaus Alkitab sendiri menyaksikan bahwa kitab Suci bukan penyataan satu-satunya dan
bahwa di samping penyataan Firman masih ada suatu penyataan berdasarkan karya Allah.
Penyataan itu diartikan sebagai “penyaksian diri yang asali” oleh Allah kepada umat
manusia, yakni “penyataan asal”. Menurut P. Tillich di dalam penyataan disingkapkan
dimensi yang paling dalam dari kehidupan manusia dan keberadaanya menjadi transparan
bagi dsara ilahi yang terdapat di dalamnya. “Penyataan adaalh manifestari dari apa yang
sangan menyangkut manusia.” Sebagai “mendia” penyataan disebutkan Tillich, antara lain: 1.
Alam, 2. Sejarah, kelompok-kelompok, individu-individu, dan 3. Firman. Juga menurut K.
Rahner, “agama-agama bukan-Kristen” sebelum Kristus adalah “jalan keselamatan yang
sah”. Barulah ketika berita kristus menghampiri seorang manusia sebagai suatu alternatif
yang dapat diterima, maka baginya agama-agama lain terhapus sebagai jalan keselamatan
yang sah.

 Penyataan dan agama-agama


Pertanyaan tentang kriterium kebenaran dan ketidakbenaran agama-agama
memerlukan pertimbangan tersendiri. Masalahnya ialah bahwa bukan hanya iman Kristen
saja yang beralaskan pad apa yang disebut penyataan, melainkan bahwa hampir semua agama

24 | D i k t a t D o g m a t i k a
lain hidup dengan keyakinan bahwa yang mutlak itu dikenal melalui penwakyuan. Teologi
Lutheran pada masa selam cenderung menyejajarkan perbedaan antara hukum-hukum Taurat
dan Injil dengan perbedaan antara kekristenan dan agama-agama lain. Pada masa kini
pandangan demikian sudah semakin rinci. Harus diakui bahwa di satu pihak ada agama-
agama yang secara teologis harus digolongkan “hukum”. Agama-agama itu adalah
perwujudan kultis-simbolis dari suatu hubungan dengan Allah yang mementingkan karya-
amal manusia.
 Sekitar pandangan tentang penyataan di Asia
Menurut B. H. Situmorang, untuk mengetahui pengertian hukum Taurat bagi paulus
dalam Surat Roma, perlu diperhatikan tiga situasi, yaitu pertobatan, sehubungan dengan
pertobatan dan setelah pertobatan.

2.4. ALKITAB26
2.4.1. Dasar-dasarnya
Jemaat Perjanjian Baru mengenal tiga otoritas yaitu: Perjanjian Lama, Para Rasul
yang menyaksikan apa yang mereka lihat dan dengar, dan Tuhan sendiri. Istilah themelios
(fundamen) dipakai untuk istilah para rasul dan Kristus. Perkataan para rasul merupakan
fundamen yang menopang pendirian gereja tetapi juga ditopang oleh fundamen dasar yaitu
Kristus. Tuhan adalah otoritas yang terakhir dan Dialah yang memberi otoritasNya kepada
Perjanjian Lama dan para rasul, tetapi semua otoritas ini menyaksikan firman Allah. Kristus
adalah dasar utama gereja yang menopang semuanya. Sesudah kematian para rasul tulisan
tulisan yang mereka karang atau yang terkarang dibawah pengaruh mereka semakin dihargai.
Sewaktu para rasul tidak mungkin lagi memberi nasihat langsung kepada jemaatnya maka
tulisan tulisan ini mengambil alih tempatnya.
Tiga peristiwa yang mendorong gereja purba menggabungkan tulisan tulisan tersebut
menjadi kumpulan yang baku (kanon) yaitu:

1. Timbulnya tradisi tradisi rahasia rahasia aliran gnostik yang sesat dan tidak benar
2. Kumpulan tulisan yang dipersingkat oleh Marcion
3. Montanisme dengan pewahyuan yang baru.
Dan hal ini menjadikan kanon tulisan tulisan gereja menjadi tolak ukur menilai segala
peristiwa dan tradisi. Pada pertengahan kedua abad ke 4 kanon perjanjian baru yang

26
Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 43-51.

25 | D i k t a t D o g m a t i k a
berjumlah 27 kitab itu diterima secara umum. Dalam pembentukan kanon gereja harus
memilih antara tradisi yang satu dengan tradisi yang lainnya. Gereja ingin berpihak pada
tradisi yang asli dan mengesampingkan tradisi sekunder. Dalam hal ini prinsip reformasi apa
yang lemudian disebut sola Scriptura sudah mulai berkembang.

Pada masa reformasi orang dengan sadar ingin mendasarkan pandangannya pada
Alkitab dan dengan demikian prinsip Alkitab(sola scriptura) menjadi prinsip formal gereja.
Namun Luther menentang penafsiran alegoris dan mendukung pemahaman Alkitab yang
harfiah. Baginya alkitab adalah satu satunya ratu yang luar biasa patut dipercaya melalui
dirinya sendiri yang jelas dan dapat menerangkan dirinya sendiri. Alkitab tidak membutuhkan
pengesahan dan penafsiran oleh gereja dan tradisi. Dengan demikian reformasi tidak menolak
tradisi namun ditaklukkan dibawah kekuasaan Alkitab. Dengan itu konsili Trente
memformulasikan kitab suci dan tradisi haruslah diterima dengan kasih dan penghargaan
yang sama.

Skriptologi Ortodoksi menekankan bahwa pada proses terjadinya Alkitab Allah


bertindak sebagai pengarang utama, sedangkan manusia dipakai hanya sebagai alat didalam
tangan-Nya. Dan mengenai akan ajaran sifat Alkitab, ortodoksi mengembangkan pandangan
yang lebih dekat dengan pemikiran Luther. Dimana kitab suci berkuasa penuh (auctoritas),
sudah cukup (sufficientia), sudah jelas (claritas) dan mecapai maksudnya (efficacia) yaitu
keselamatan manusia. Disisi lain, Neoprotestantisme memperlakukan alkitab tidak lagi
sebagai reservat kudus melainkan sebagai salah satu buku yang bersifat historis. Sementara
ajaran insspirasi verbal, Alkitab dipandang sebagai kitab insani yang tidak boleh dibaca dan
ditafsirkan secara berbeda dari buku buku lainnya.

2.4.2. Diskusi Aktual


 Apakah Alkitab itu firman Allah?
Pandangan theologi yang baru mengatakan Alkitab tidak persis sama dengan firman
Allah akan tetapi Alkitab menyaksikan Firman Allah. Nats nats Alkitab bukanlah suara Allah
melainkan hanya bagaikan selaput suara yang dipakai oleh-Nya. Firman Allah tidak hanya
digemakan didalam Alkitab melainkan juga diluar Alkitab. Arti Firman Allah lebih luas
daripada isi Alkitab. Menurut K. Barth, dalil Alkitab adalah firman Allah tidak dapat diputar
balikkan menjadi penyataan Firman Allah adalah Alkitab. Dan dia membedakan tiga bentuk
Firman Allah yaitu Firman Allah yang dinyatakan, tertulis dan disaksikan. Selain Bart,
theolog Lutheran juga mengembangkan pengertian Firman Allah yang berdimensi tiga yaitu

26 | D i k t a t D o g m a t i k a
hanya Kristus sebagai Firman Allah, dimana Firman Allah mengalami Inkarnasi tetapi bukan
kodifikasi dalam arti kata Firman Allah yang tertulis didalam Alkitab mengarah pada Firman
Allah yang disaksikan terus menerus secara aktual. Otoritas Alkitab dalam pengertian formal
sangat ditentang oleh E. Kasemann yang mengatakan bahwa roh memanifestasikan diri di
dalam Alkitab. Jadi Alkitab hanyalah huruf saja apabila tidak di sahkan oleh Roh. Dan
menurutnya otoritas Alkitab dialihkan dari otoritas Injil.

 Otoritas Perjanjian Lama


Hubungan antara kedua perjanjian tidak dapat secara menyakinkan dijelaskan dengan
ungkapan nubuatan dan penggenapan didalam kurun perjanjian lama sendiri. Juga tidak
memuaskan kalau perbedaan antara PB dan PL disejajarkan dengan perbedaan antara hukum
Taurat dan Injil, sebab pembatasan diatara hukum taurat dan injil, antara Firman yang
menghukum dan yang memberi tidak terdapat antara kitab Maleakhi dan Matius dan secara
menyeling keduanya. Juga PL tidak sah jika dinnggap sebagai tahap pendahuluan dalam
sejarah agama agama yang penting bagi PB, sebab dengan demikian PL tidak diberi otoritas
yang selayaknya. Hubungan antara PL dan PB tidak boleh dilihat dalam pra ordinasi atau sub
ordinasi saja melainkan harus dikoordinasikan .

 Masalah Kanon
Suatu kitab dianggap kanonis jika menyaksikan Kristus dan merupakan kesaksian asli
yaitu yang berasal dari para rasul atau pada zaman mereka. Tetapi kedua kriteria itu belum
menjawab semua permasalahan. Dengan mengambil keputusan tentang kanon gereja
mengimani apa yang oleh ortodoksi disebut testimonium spiritus sancti internum yaitu alkitab
sendiri yang menyahkan dirinya sebagai Firman Allah didalam hati orang percaya. K. Barth
mengatakan Alkitab sendiri mengangkat dirinya menjadi kanon.

 Hak dan Pembatasan Kritik Alkitab


Alkitab secara sah hanya dapat dikritik dari pusatnya yaitu dari karya penyelamatan
Allah dalam Kristus. Suatu kritik Alkitab dapat dilakukan hanya sebagai kritik Alkitab
terhadap diri sendiri bertolak dari pusatnya. Kriteria penilaian apakah suatu pernyataan kanon
adalah sah atau tidak adalah berdasarkan pertanyaan apakah suatu teks berpusat pada Kristus,
apakah teks itu berasal dari ajaran para rasul, dan apakah sesuai kesaksian Roh Kudus di
dalam hati orang percaya.

 Sekitar Pandangan tentang Alkitab di Asia

27 | D i k t a t D o g m a t i k a
Alkitab memuat pesan yang mesti di sampaikan kepada semua bangsa sepanjang
zaman dalam berbagai konteks. Di asia terdapat banyak suku bangsa yang memakai bahasa
sendiri sehingga masalah penerjemahan perlu di perhatikan khusus. Dengan demikian yang
lebih di utamakan adalah makna bukan semata-mata mempertahankan bentuk pandangan
yang disebut dikenal dengan “ penerjemahan dinamis” yang lebih funsional dan komunatif.
Karena pesan Alkitab di ungkapkan dengan bentuk-bentuk yang lazim dalam bahasa
penerimaan. Dengan demikian melalui terjemahan, Allah menyapa dan berdialog dengan
manusia secara aktual.

2.5. ALLAH27
2.5.1 Dasar-dasarnya
Di dalam Alkitab di dalam Keluaran 3: 14, Allah memperkenalkan diriNya sebagai
yang selalu akan ada, tetapi sebagai yang selalu akan ada dalam bentuk yang Dia pilih sendiri
dari waktu ke waktu yaitu: Allah tidak membatasi diri dengan bentuk wahyu tertentu.
Allah dalam Perjanjian Lama:
 Di dalam PL Allah tidak mau mengikat diri
 Allah dimengerti sebagai yang bebas menurut hakekatNya
 Allah diartikan sebagai hakikatNya yang kudus (Yesaya dan Yehezkiel)
 Allah pada dasarnya adalah Tuhan
 Allah adalah yang betul-betul asing
 Allah bukan manusia (Bilangan 23: 19)
 Tekanannya diberikan pada transendensi Allah
 Terdapat pernyataan-pernytaan imanensi, misalnya dalam bentuk-bentuk pewahyuan
Allah berupa pesuruh, tabut, wajah, cahaya, firman, dll.

Allah dalam Perjanjian Baru

 Allah mengikat diri dengan Yesus Kristus


 Allah dimengerti sebagai yang cukup bebas mengambil bentuk tertentu dalam Yesus
Kristus
 Allah sebagai yang hakekatNya mengasihi (1 Yoh. 4: 8 dan 16)
 Pada dasarnya Allah adalah Bapa (Abba)
 Allah adalah yang betul-betul menyerahkan diri kepada kita
27
Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 52-69.

28 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Allah menjadi manusia
 Terdapat pernyataan transendensi, dimana PB berbicara tentang paradox, bahwa justru
Allah yang murka, dalam Kristus menjadi Allah yang menyelamatkan, bahwa Allah
yang berbeda dengan manusia.

Allah dalam Helenisme

Allah dimengerti sebagai hekekat yang trans-historis, tanpa waktu dan tidak bergerak.
Pengertian Helenis itu mempengaruhi ajaran tentang Allah dalam gereja Purba. Misalnya:
Augustinus dibawah pengaruh Neoplatonisme menyebut Allah sebagai “kebaikan yang murni
belaka” (bonum solum simplex), atau sebagai “kebaikan yang paling tinggi” (sumnum
bonum).

Allah pada abad pertengahan: Sejak abad pertengahan, ajaran tentang Allah dari Thomas
Aquinas menjadi penunjuk arah, ajaran ini turut dirumuskan oleh pengertian Allah yang
bersifat Yunani-Helenis. Disini Allah diartikan sebagai:

 Penyebab pertama (causa prima)


 Realitas murni tanpa campuran suatu potensi (actus purus)
 Keberadaan belaka, keberadaan yang paling sempurna, dimana esensi dan eksistensi
tidak berbeda (ipsum esse)

Allah pada zaman Ortodoksi

Secara mendasar, J. Gerhard membedakan antara pengenalan Allah yang alamiah


(notitia Dei naturalis) dengan pengenalan Allah yang dinyatakan (notitia Dei revelata) yang
berdasarkan Alkitab. Menurut Hollaz, Allah dan cirri-ciriNya yang khas sesuai dengan tradisi
(Dionisius Areopagus) dapat diperkenalkan dengan tiga cara:

 Via eminentia: melalui peninggian dunia, misalnya Allah adalah Maha kuasa
 Via negationis: melalui peniadaan dunia, misalnya Allah adalah tidak terbatas, tidak
badani
 Via causalitalis: melalui hubungan sebab-akibat, yaitu dengan menyimpulkan sebab
ilahi dari suatu akibat tertentu, misalnya Allah adalah asal kebaikan, asal hikmat, dll

Allah pada zaman modern

29 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pada zaman modern, bukti-bukti mengenai Allah mengalami penilaian yang berbeda.
Di satu pihak konsep itu sangat dihargai dalam rangka suatu teologi naturalis, di pihak lain
bukti-bukti Allah ditolak, misalnya oleh I. Kant yang menjelaskan akal budi kita hanya dapat
menangkap dunia fenomen-fenomen dan bukannya apa yang melampauinya. Kant hanya
menerima bukti Allah yang moralis, di mana eksistensi Allah disimpulkan ke luar dari
tuntutan rasio praktis.

2.5.2. Diskusi Aktual


Bukti Allah yang kosmologis bertitik tolak dari keberadaan dunia di tarik kesimpulan
akan eksistensi pencipta dunia. Thomas Aquinas telah memberi tiga jalur argumentasi yaitu:

 Di dunia ada gerakan-gerakan akibat suatu gerakan lain yang digerakkan oleh yang
lain pula
 Di dunia ada sebab-sebab yang masing-masing bergantung pada sebab yang lain.
 Di dunia ada hal yang tidak perlu, hal-hal yang bisa ada tetapi tidak perlu.
Ketiga jalur tersebut dipakai dalam teologi katolik Roma. Bukti-bukti ini masing-
masing dapat disebut juga sebagai bukti Allah yang kinetis, kausal dan kontingaen.
 Bukti Allah yang henelogis: Dari tangga-tangga keberadaan yang makin encer menuju
puncak pyramid keberadaan dimana keberadaan itu semakin padat. Dari situlah
disimpulkan adanya suatu maksimum keberadaan yaitu Allah
 Bukti Allah yang teologis: Dari susunan dunia yang baik, adanya suatu penyusun
transdunia yang akan membawa dunia ke tujuannya.
 Bukti Allah yang moral: Keberadaan Allah disimpulkan dari pengenalan akan Allah
yang tertanam di dalam hati nurani manusia, sebagaimana tercermin daam undang-
undang moral.
 Bukti Allah yang etnologis: Eksistensi Allah dibuktikan dari keyakinan semua bangsa
akan adanya Allah.
 Bukti Allah yang eudemologis: Dari kerinduan manusia akan kebahagiaan yang tidak
pernah sampai kepada pemuasan disimpulkan, adanya suatu kebahagiaan yang
transdunia, yaitu Allah.
 Bukti Allah yang ontologis: Eksistensi Allah disimpulkan dari istilah Allah itu sendiri.
Beberapa model ateisme modern yang memperlihatkan suatu usaha ilmiah yang
bermaksud memperlihatkan kepercayaan bukanlah upaya yang sewenang-wenang. Beberapa
diantaranya yaitu:

30 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Ateisme yang teoreteis: religi adalah suatu ilusi, teologi adalah antropologi. Allah
manusia tidak lain dari pada hakikat yang diperilah oleh manusia sendiri, Allah hanya
proyeksi keinginan manusia.
 Ateisme proletar dimana Allah hanya dilihat sebagai manusia yang dimetafisikakan
sehingga terbukalah kedoknya sebagai ilusi atau takhyul
 Ateisme Faktis tidak mengingkari Allah secara teoreteis, melainkan pengaruhNya
didalam dunia. Tidak dipermasalahkan apakah Allah ada atau tidak, namun yang jelas
ia sudah mati dalam pandangan dunia.
 Latar belakang perbedaan dari ateisme teoreteis dan faktis ialah tentang pengakuan
keduanya tentang Allah, yang membedakan posisi Allah dalam kedua pendapat
tersebut.

3. TANGGAPAN DOGMATIS
3.1. Iman
 Edward W.A. Koehler
Iman adalah karya Allah dan tindakan manusia. Pertobatan terjadi dalam kehidupan
manusia adalah dalam bentuk pemberian iman. Oleh karena itu, iman bukanlah hasil upaya
manusia. Iman adalah “kerja kuasa Allah” (Kol 2:12) yang diberikan kepada manusia untuk
percaya kepada Kristus (Fil 1:29).

Hakekat iman terdiri dari beberapa hal, yaitu : a) Tidak ada orang yang bisa
mempercayai apa yang tidak diketahuinya, b)Tidak ada orang yang menghendaki atau
mempercayai sesuatu yang tidak dianggapnya sebagai kebenaran dan bisa dipercaya, c)
Hanya menerima fakta dan pernyataan sebagai kebenaran bukanlah iman. 28

 Dr. R. Soedarmo
Iman adalah percaya. Dan isi dari kepercayaan adalah Kristus. Kristus yang
dinyatakan dalam Firman Allah yang adalah Anak Allah maka dengan demikian isi
kepercayaaan adalah Kristus, Anak Allah, Juruselamat kita. 29

 Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland

28
Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, Pematangsiantar: Akademi Lutheran Indonesia, 2006, hlm. 149-
151.
29
Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 205

31 | D i k t a t D o g m a t i k a
Beberapa hal yang menjadi pengertian dari percaya yaitu : Percaya berarti
pengorbanan, Percaya berarti kebangkitan untuk memulai hidup yang baru, Percaya berarti
kemenangan, Percaya berarti benar-benar percaya di tengah-tengah kegelisahan. 30

 Mgr. FX. Hadisumarta, O. Carm


Iman akan Allah Pencipta berfungsi mengingatkan manusia sebagai ciptaan-Nya akan
tugas yang diberikan Allah kepadanya dimana salah satunya adalah dalam bentuk
kebudayaan.31

3.2. Penyataan
 R. Soedarmo
Dikatakan bahwa manusia tidak dapat mengenal Allah dan kehendak-Nya. Tapi dalam
kasih-Nya Allah menyatakan diri dan kehendak-Nya. Manusia diciptakan menurut gambar
dan rupa-Nya yang berarti bahwa manusia memiliki pengenalan tentang Dia.32

 Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland


Dalam Alkitab dan di dalam ilmu theologi, kata penyataan sering dihubungkan
dengan “penyataan Allah” yang berarti bahwa Allah menyatakan diri-Nya, yaitu membuat Ia
dikenal oleh manusia. Menurut kesaksian Alkitab, Allah telah menyatakan diri dalam
kedatangan Yesus Kristus di dunia ini dan bahwa Roh Kudus juga meyatakan bahwa Yesus
ini adalah Sang Kristus, Kebenaran yang dari Allah.33

3.3. Allah
 Edward W.A. Koehler
Tidak ada seorang pun pernah melihat Allah (Yoh 1:18). Bagi indera tubuh manusia,
Allah tak terlihat dan tidak dapat diraba. Namun, bila ada orang yang menyangkal
keberadaan Allah maka adalah orang bodoh. Sebab apa yang yang tidak nampak daripada-
Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan. Dengan demikian
dikatakan bahwa meskipun tidak melihat Allah, kita dapat mengenal-Nya dari hasil ciptaan-
Nya. Meskipun Allah sungguh mewujudkan diri-Nya di dalam alam, namun alam dan daya-
daya yang di dalamnya tidak bisa disamakan dengan Allah. Kepercayaan akan adanya Allah
bersifat universal dan merupakan fakta yang tidak dapat disangkal. Suara hati manusia juga

30
Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 44-45.
31
Mgr. FX Hadisumarta, Dialog antara Iman dan Budaya, Jakarta : Komisi Teologi KWI, 2006, hlm. 43.
32
R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014, hlm. 69.
33
Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm.57-58.

32 | D i k t a t D o g m a t i k a
menjadi saksi keberadaan Allah melalui anggapan bahwa manusia bertanggungjawab atas
perbuatannya kepada suatu Kuasa yang lebih tinggi dari dirinya sendiri.34

 Dr. R. Soedarmo
Allah dalam kesempurnaannya digambarkan memiliki sifat-sifat. Meskipun kata sifat
ini sebenarnya tidak dapat dipakai karena terlalu menjurus kepada manusia namun dapat
diyakini bahwa segala sifat Allah adalah sempurna. Sifat-sifat tersebut yaitu :35

- Allah adalah Esa, Kurios adalah kata yang dipakai dalam PB dan YHWH dalam PL.
Yang dimaksudkan disini adalah Tuhan Perjanjian yang menampakkan hubungan
antara Tuhan dan umat-Nya dalam Tuhan Yesus Kristus. Dalam hal ini juga dapat
dilihat perbedaan mutlak antara Tuhan kita dengan Allah dalam agama apapun juga,
yaitu bahwa Tuhan kita hanyalah yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus Kristus. Keesaan
Tuhan, singularitas Dei juga menunjukkan simplicitas Dei. Simplisitas yang
dimaksud adalah bahwa pda Tuhan tidak ada sifat-sifat yang berdampingan, tidak ada
kejamakan. Pada-Nya segala sifat adalah ketunggalan.
- Allah adalah Suci, yang berarti bahwa hanya Allah yang menjadi Kurios yang mutlak.
Ilah-ilah lain adalah buatan manusia. Hanya Dialah yang harus disembah. Dan
pelayanan terhadap Allah harus pelayanan yang suci. Segala alat, masa dan orang-
orag yang melayani dalam kebaktian terhadap YHWH harus suci dan bangsa yang
melayani Allah juga harus suci adanya.
- Allah adalah Adil dan Benar, dalam Kitab Suci adil dan benar dikatakan dalam satu
kata, yaitu Tsadik dalam PL dan Dikaios dalam PB. Tsadik artinya benar sesuai
dengan norma-norma dan adil dengan memelihara norma-norma.
- Allah adalah Kasih, yang dipakai dalam Kitab Suci adalah agape yang artinya
memilih yang dikasihi. Jadi : 1. Yang dikasihi tidak perlu mempunyai sesuatu yang
diinginkan oleh yang mengasihi, 2. Bahwa norma yang berlaku disini bukanlah norma
pada yang dikasihi, mealinkan norma dari dia yang mengasihi. Sifat kasih pada Allah
yang diungkapkan dalam diri Yesus Kristus adalah unik. Sebabnya adalah karena
Tuhan mengasihi manusia, maknanya adalah bahwa Ia merendahkan diri dan menjadi
manusia. Inilah kasih-Nya bahwa “Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita. (1
Yoh 3:16)

34
Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, Pematangsiantar: Akademi Lutheran Indonesia, 2006, hlm. 21-
22.
35
Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 103-111.

33 | D i k t a t D o g m a t i k a
- Allah Berkuasa, Kekuasaan berarti mempunyai hal untuk untuk berbuat sesuatu
(wewenang), dan kecakapan untuk berbuat sesuatu. Kedua hal ini dimiliki oleh Allah.
Kekuasaan adalah sifat Allah yang penting namun jangan sampai tekanan pada
kekuasaan ini terlalu berat sehingga menimbulkan pandangan bahwa Allah adalah raja
yang hanya memakai kekuasaan-Nya dengan semaunya. Pemikiran seperti ini
haruslah dihindari.
 Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland
Dalam Alkitab dituliskan bahwa apabila manusa mau mengetahui siapa Allah dan
bagaimana Dia, lihatlah kepada Yesus Kristus. Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah,
tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang telah menyatakan-Nya
(Yoh 1:18). Dengan menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus, Allah telah memberi jawab
atas pertanyaan mengenai siapa Dia dan bagaimanakah Dia.36

3.4. Alkitab
 R. Soedarmo
Dikatakan bahwa Alkitab atau Kitab Suci disebut juga sebagai kanon. Tujuan Alkitab
adalah memberitakan keselamatan kepada semua orang. Oleh karena itu Alkitab harus dapat
dibaca oleh semua orang, harus dapat dimengerti oleh orang yang terdidik dan orang yang
tanpa pendidikan. Alkitab bukanlah buku ilmiah dalam bidang apapun.37

 Bernhard Lohse
Dalam faktanya Kekristenan mempunyai kanon dari tulisan-tulisan suci sebagai dasar
ajaran dan pemberitaan yang bersifat lahiriah yaitu atas dasar contoh yang diberikan
Yudaisme.38

 Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland


Dapat dikatakan bahwa berkat adanya Gereja, kita beroleh Alkitab. Sebaliknya, berkat
adanya Alkitab ada Gereja Kristen. Alkitab adalah sungguh firman Allah. Dan ketika
membicarakan Alkitab sebagai salah satu bagian dari dogmatika maka haruslah kita
senantiasa memperhatikan dua segi: Pertama, bahwa Roh Kuduslah yang sudah membuat
pada masa lampau terdapat orang-orang yang mendengar firman Allah, lalu meneruskan serta

36
Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 74.
37
R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014, hlm. 6.
38
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 29.

34 | D i k t a t D o g m a t i k a
menuliskannya, hingga terciptalah Alkitab. Kedua, Roh Kuduslah yang masih tetap membuat
bahwa isi Alkitab menjadi bagi kita Firman Allah yang kini dan saat ini datang kepada kita. 39

 James Barr
Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah merupakan satu kesatuan dalam
hal kewibawaannya. Siapa pun yang meragukan prinsip itu berarti menyatakan diri tidak
terikat lagi kepada tradisi Kristen yang historis, yang dibangun atas dasar para nabi dan ara
rasul.40

 Edward W.A. Koehler


Allah memerikan Firman-Nya kepada manusia adalah dengan tujuan yang jelas yaitu :
a. Menyelamatkan manusia dari dosa dan kutukan melalui iman kepada Yesus Kristus, b.
Mengajarkan dan mendidik anak-anak-Nya dalam kesucian hidup, c. Membesarkan
kemuliaan-Nya. Terdapat banyak ragam peggunaan Alkitab antara lain: sebagai ajaran
(doktrin), sebagai teguran, sebagai cara untuk membetulkan atau memperbaiki diri, untuk
mendidik dan mengajar dalam kebenaran, dan untuk menghibur.41

4. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari ringkasan buku ini adalah sebagai
berikut:

- Istilah dogma pada dasarya berarti suatu ketentuan hukum atau ajaran pokok di
bidang filsafat.
- Teologi dogmatika bertugas mempertanggungjawabkan iman Kristen secara ilmiah.
- Dogmatika bersama etika disebut sebagai teologi sistematika. Teologi sistematika
dimengerti sebagai bidang dasar yang diperlukan di antara disiplin historika dan
praktika
- Iman diartikan sebagai kepercayaan dan pengharapan, Pengertian lainnya yaitu iman
sebagai suatu kepercayaan, diartikan juga dengan pengenalan, kepercayaan pribadi
kepada Kristus dan kepada Allah dan bahwa iman bertentangan dengan hikmat
manusia dan mengandung pengetahuan sendiri.
- Kata menyatakan (penyataan) diartikan sebagai menampakkan sesuatu yang
sebelumnya masih terselubung. Istilah terminus teknikiusnya adalah apokalupto
39
Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 386.
40
James Barr, Alkitab di Dunia Modern, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 14.
41
Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, Pematangsiantar: Akademi Lutheran Indonesia, 2006, hlm. 15-
20

35 | D i k t a t D o g m a t i k a
(membuka tabir) dan fanero (mewujudkan). Isi penyataan khususnya adalah anugrah
Allah. Anugerah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus Penyelamat yang satu-
satunya.
- Pandangan theologi yang baru mengatakan Alkitab tidak persis sama dengan firman
Allah akan tetapi Alkitab menyaksikan Firman Allah. Firman Allah tidak hanya
digemakan didalam Alkitab melainkan juga diluar Alkitab. Arti Firman Allah lebih
luas daripada isi Alkitab.
- Di dalam Alkitab di dalam Keluaran 3: 14, Allah memperkenalkan diriNya sebagai
yang selalu akan ada, tetapi sebagai yang selalu akan ada dalam bentuk yang Dia pilih
sendiri dari waktu ke waktu yaitu: Allah tidak membatasi diri dengan bentuk wahyu
tertentu.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Becker, Dieter. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991.

Koehler, Edward W.A. Intisari Ajaran Kristen. Pematangsiantar : Akademi Lutheran


Indonesia. 2006.

Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Soedarmo, R. Kamus Istilah Theologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2014.

Van Niftrik, G.C.

Boland, B.J. Dogmatika Masa Kini. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Hadisumarta, Mgr. FX. Dialog antara Iman dan Budaya. Jakarta : Komisi Teologi
KWI. 2006.

Lohse, Bernhard. Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Jakarta : BPK Gunung


Mulia. 2010.

Barr, James. Alkitab di Dunia Modern. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Kelompok 2

36 | D i k t a t D o g m a t i k a
Nama : Candra Wijaya Sihombing (14.2843)
Dewi Dian Ayu Sinaga (14.2913)
Semester : VI C
Mata Kuliah : Dogmatika I
Dosen : Pdt.Dr.Jusen Boangmanalu

Pedoman Dogmatika
(Dr.Dieter Becker)
Bab V-XII

A. Pendahuluan
Dalam Kamus Istilah Teologi pengertian dogmatika adalah ilmu teologi yang
mempelajari Alkitab dan merumuskan hal-hal yang dinyatakan di dalamnya dan mencari
hubungan-hubungannya antara hal-hal yang tersebut. Lebih singkat dinyatakan bahwa dogma
berperan bagaimana iman Kristen menjawab masalah yang ada di dunia secara ilmiah.
Bagian yang dibahas adalah penciptaan, manusia, dosa, Yesus Kritus, anugerah, firman dan
sakramen, gereja dan yang terakhir adalah hal-hal yang terakhir.

B. Isi Ringkasan Buku


1. Penciptaan42

1.1. Dasar-Dasarnya

Riwayat penciptaan langit dan bumi (Kej.1:1) yaitu bara dalam Perjanjian Lama
dipakai hanya bagi suatu tindakan Allah, dan suatu konsep creatio yang terjadi dari
ketidakadaan. Allah adalah “pencipta” bukan “pejuang” yang harus bekerja keras untuk
membentuk kosmos. Dalam Perjanjian Baru mengambil alih kepercayaan mengenai
penciptaan itu misalnya seperti yang dikatakan Paulus bahwa “segala sesuatu adalah dari
Dia dan oleh Dia dan kepada Dia”. Penciptaan dan pemeliharaan sangat erat kaitannya,
dimana bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan karena bumi bukan hanya milik Tuhan
tetapi juga tinggal di dalam tanganNya, tidak ada yang najis semuanya halal (Rom 14:14, 20;
1Kor.8:5). Dalam Perjanjian Baru Yesus juga dimengerti sebagai Pencipta Dunia (1Kor 8:6;
Kolose 1:16; Yoh 1:3). Namun antara kebaikan penciptaan dengan anugerah penyelamat
tidak dicampuradukkan, maka antara penciptaan dan penebusan perlu dibedakan.

42
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012. hlm. 70-82.

37 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pada zaman purba dan abad pertengahan pandangan Kristen mengenai dunia
dipengaruhi oleh pemikiran Plato (dimana dunia indera merupakan gambar bayangan dari
dunia ide) dan pemikiran Aristoteles yang menentang tanggapan Plato (dimana konsep dunia
yang realistis yaitu ide-ide terdapat didalam benda-benda jasmani sendiri). Begitu juga
dengan Neoplatonisme memformulasikan bahwa dunia itu bersifat panteis yaitu dua gerakan
yang saling berhubungan “dunia keluar dari tangan Allah (emanasi) dan kembali kepadaNya
(remanasi)”. Konfesi Augsburg diakuinya Allah sebagai pencipta dan pemelihara segala
sesuatunya. Allah menciptakan dunia atas dasar “kebaikan” maka dunia tergantung pada
Allah. Dalam pengakuan-pengakuan Lutheran dibedakan antara kebaikan penciptaan dengan
anugerah penyelamatan. Maka dibedakan juga kerajaan Kristus dengan kerajaan dunia, dalam
Konfesi Augsburg XVI dinyatakan bahwa segala undang-undang dan peraturan itu
merupakan ketertiban yang telah ditetapkan oleh Allah. Penderitaan yang dibiarkan Allah
menurut Apologia Konfesi Augsburg yaitu bukan hanya “hukuman” melainkan juga “tanda
anugerah” bahkan dapat dianggap seperti sakramen.
Ortodoksi menguraikan istilah penciptaan secara ganda:
1. Penciptaan langsung (creatio immediata) yaitu penciptaan dunia yang muncul dari
ketidakadaan di hari penciptaan pertama.
2. Penciptaan tidak langsung (creatio mediata) yaitu penciptaan karya lain dengan
menggunakan materi yang sudah ciptakan dari ketidakadaan pada hari yang pertama.
Ada istilah yang digunakan ortodoksi yang memperlihatkan bagaimana kemudian
Allah berperan di dunia setelah penciptaan yaitu Providentia, terlihat dalam pemeliharaan
(conservatio), kerjasama (cooperatio) dan dari kepemimpinan (gubernatio). Mengenai yang
jahat dalam kepemimpinan Allah dibedakan denga 4 cara :
1. Permissio, Allah membiarkan yang jahat namun sebenarnya tidak menginginkannya,
menyetujuinya atau membuatnya.
2. Impeditio, Allah merintangi yang jahat.
3. Directio, Allah mengendalikan yang jahat ke arah yang baik dan
4. Determinatio, Allah membolehkan yang jahat hanya sampai pada batas tertentu.

Konsep Deisme tentang Allah kita jumpai pada abad pencerahan, yang menguraikan
bahwa Allah menciptakan “mesin dunia”. Sedangkan gagasan Panteisme akan Allah,
berpangkal pada identitas Allah dengan dunia. Allah disamakan dengan alam seperti yang
diajarkan pertama kali oleh B.Spinoza dan diteruskan oleh F.Schleiermacher dimana

38 | D i k t a t D o g m a t i k a
memandang segala peristiwa didunia adalah sebagai tindakan Allah. Allah diartikan sebagai
“roh dunia” yang disamakan dengan “alam semesta”.

1.2. Diskusi Aktual

1.2.1. Hubungan antara Allah dan dunia

Bagaimana Allah dengan dunia bisa berhubungan, jawabannya karena konsep Allah
adalah sebagai pencipta dunia. Konsep bahwa dunia adalah ciptaan Allah mengandung dua
aspek yaitu, pertama kita tidak boleh memandang relasi Allah dengan dunia itu sebagai
koneksi yang menyatu dan yang kedua tidak boleh juga dianggap sebagai hanya yang
terpisah. Hal ini dijelaskan oleh P.Althaus dimana konsep penciptaan merupakan gagasan
bahwa Allah adalah pencipta dan dunia adalah makhluk ciptaanNya. Maka bagi Althaus
bahwa :
1) Allah dan dunia tercerai secara hakiki, yaitu Allah tidak terkait dengan dunia.
2) “Dunia dalam pendiriannya dan adanya” dirajut oleh Allah, maka tidak ada identitas,
kontinuitas diantara keadaan Allah dan dunia. Dunia hanya berada dihadapan Allah,
maka konsep Neoplatonisme, Panteisme dan Idealisme dinilai tidak sesuai dengan
konsep penciptaan. Dunia tidak menciptakan diri sendiri dan bukan buatan seorang
“tukang” (demiurgos) sebagaimana yang dipaparkan oleh aliran Gnostik. Dunia
keluar dari tangan Allah dan tinggal didalamNya juga sesudah kejatuhannya, maka
pemikiran yang bersifat dualistis dan deistis tidak sesuai dengan konsep Allah sebagai
pencipta dunia.

1.2.2. Mendayagunakan ciptaan

F.Gogarten kemudian membedakan antara sekularisasi dengan sekularisme yang


mana dalil utama berbunyi : Sekularisasi zaman modern tidaklah menghancurkan
kepercayaan Kristen, melainkan merupakan konsekuensi yang sah darinya. Namun terkadang
dunia dikuasai tanpa kepercayaan akan Allah dan secara semena-mena sekularisasi
disalahartikan menjadi sekularisme. Kemudian Gogarten menerangkan bahwa sekularisasi
adalah sebagai buah iman, sama seperti yang dimaksud Tillich yang memunculkan istilah
“profanitas protestantis”, dimana anugerah “bekerja” didalam profanitas seolah-olah
menjalankan tugas secara tersembunyi. Akan tetapi iman tidak menyucikan yang duniawi,
akan tetapi ia mendayagunakannya. Menurut Bonhoefer, kita belajar percaya hanya melalui
keterlibatan penuh mengurusi kehidupan di duna ini. Allah adalah ang tresenden di

39 | D i k t a t D o g m a t i k a
kehidupan kita, akan tetapi yang terdekat dengan kita. Konsep ini telah nyata terkandung
dalam konsep dunia sebagai ciptaan. Di mana Allah membatasi diri dengan memberi tempat
dan realias sendiri kepada suatu keberadaan yang lain serta berbeda dengan-Nya. Sekularisasi
dapat ditanggapi sebagai akibat kondesendensi Allah di dalam Yesus Kristus. Sebab Allah
turun ke dalam dunia kita sedemikian dalam melalui Yesus Kristus.

1.2.3. Penciptaan dan yang negatif (masalah teodise)

Pengertian klasik mengenai teodise mengatakan bahwa Allah membiarkan yang jahat
karena untuk meghukum dosa dan menuntun ke arah yang baik. Allah menggunakan
kemalangan fisik dalam upaya mengatur dunia ini. Dalam Perjanjian Baru pengertian klasik
itu tidak diterima dapat dibuktikan dalam (Yoh 9:2; Luk 13:2; Rom 8:28) dan dianggap
sebagai kekecualian. Menurut P.Tillich kemalangan fisik adalah sebagai akibat alami dari
keterbatasan segala ciptaan sedangkan menurut K.Barth kesengsaraan adalah “bayangan”
yang ditampilkan melalui hukuman diri Allah pada kayu salib. Problem teodisi ayas semua
teori karangan yang apologetis telah mengalami kegagalan, tanggapannya adalah tidak ada
jawaban. Manusia sama sekali tidak tahu mengapa Allah membiarkan kejahatan di dalam
dunia. Tidak ada artinya jika kita bertanya mengapa Allah membolehkan itu (teodise) tetapi
ada manfaat yang besar jika kita bertanya mengapa manusia sendiri melakukan dan
membiarkan kejahatan dalam lingkungannya (anthropodise).

1.2.4. Penciptaan dan mujizat

Dalam teologi modern mujizat ditolak dalam pengertian tradisional, karena diartikan
sebagai penerobosan hukum sebab-akibat penciptaan Allah. Istilah dari mujizat berarti
“peristiwa yang menimbulkan keheranan”, dari segi pandangan Perjanjian Lama juga
mendukung hal itu oleh M.Buber dimana mujizat adalah suatu kejadian yang imanen yang
dilihat dari segi alami dan sejarawi sesuatu yang biasa tetapi dikerjakan secara luar biasa.
kritik yang radikal muncul terhadap pengertian mujizat tersebut di dalam Perjanjian Baru
yang dikemukan oleh R.Bultmann, ia berpendapat bahwa mujizat adalah keajaiban (mirakel)
dan bagi kita masa kini tidak mungkin lagi karena segala kejadian alam merupakan peristiwa
yang teratur, maka mujizat dipandang sebagai pemborosan hubungan yang teratur dari
kejadian-kejadian alamiah. Bagi Bultmann satu-satunya mujizat adalah penyataan anugerah
Allah untuk orang fasik yaitu pengampunan yang merupakan juga mijizat yang spiritualitas
dan tidak dapat dipermasalahkan oleh ilmu pengetahuan alam.

40 | D i k t a t D o g m a t i k a
1.2.5. Penciptaan-pemeliharaan-penebusan

Perbedaan antara penciptaan yaitu (creatio immediata) dengan pemeliharaan (creatio


mediata) dapat dilihat dari kenyataan bahwa penciptaan itu keluar dari ketidakadaan.
Ketergantungan antara penciptaan dengan pemeliharaan serupa dengan istilah penciptaan dan
penebusan tidak boleh dipisahkan namun harus dibedakan satu sama lain. Maka penciptaan
dengan penebusan erat kaitannya dimana penciptaan adalah permulaan penebusan dan
penebusan adalah penyempurnaan penciptaan. Menurut P.Brunner awal dan akhir erat
terjalin, “yang protologis dengan yang eskhatologis sama dengan nubuatan dan
penggenapannya” atau seperti asal-usul dan tujuannya. Menurut K.Barth juga mengerti
bahwa penciptaan itu berlandaskan penebusan bukan hanya penebusan berlandaskan
penciptaan. Penciptaan adalah “tanda perjanjian”, suatu “sakramen” yang memberi petunjuk
akan perjanjian itu.

1.2.6. Sekitar pandangan tentang penciptaan di Asia

E.G.Singgih berpendapat bahwa manusia dengan alam di Asia merupakan dua subjek
yang saling mempengaruhi, keduanya berjalan selaras sedangkan dibagian Barat ditekankan
manusia sebagai penguasa alam terlihat manusia telah mencapai kedewasaannya. Pandangan
ini semakin dibenarkan juga oleh E.Darmaputera bahwa tindakan manusia itu berlandaskan
prinsip yang semata berorientasi pada kepentingan manusia itu sendiri. Menurut
A.A.Yewangoe sikap manusia yang memanipulasi alam semesta tanpa batas masuk dalam
pengaruh dosa. Baginya kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan alam semesta juga
dikutuk. Dosa bukan hanya merusak hubungan manusia dengan Allah akan tetapi juga
dengan alam. Hal seperti itu (kerakusan menguasai alam) dapat dikatakan juga hasrat untuk
memperkosa alam karena potensi lingkungan alam itu terbatas dan dapat mengancam
manusia itu sendiri. Maka dari itu perlu kesadaran antara manusia dengan alam, karena
manusia dengan alam adalah kutub ciptaan yang tidak menyatu namun tidak terpisahkan,
manusia bertanggungjawab memelihara alam bukan hanya menaklukan alam sebab potensi
alam terbatas.

2. Manusia43

2.1. Dasar-Dasarnya

43
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm.84-100.

41 | D i k t a t D o g m a t i k a
Perjanjian Lama menyatakan bahwa manusia itu terdiri dari daging (basar) dan dari
jiwa yang hidup (nefesy). Meskipun manusia dari debu ia diberi nafas hidup (nesyama).
Priestercodex menyatakan manusia boleh dianggap sebagai “gambaran” dan “rupa” Allah
(Kej.1:26a). Menurut ayat konteks ini kesegambaran Allah itu terlihat dalam manusia
terdapat kekuasaannya atas bumi (dominium terrae) atau kemampuan untuk bertatap muka
dengan temannya. Pada Perjanjian Baru diisyaratkan kesegambaran manusia dengan Allah
(1 Kor 11:7; eikon; Yak 3:9: homoiosis). Kata jiwa (psuke) dalam Perjanjian Baru bukan
diartikan seperti pada filsafat Yunani (sebagai sesuatu yang ada dalam manusia yang tidak
dapat mati) melainkan istilah ini berarti manusia itu sendiri atau kehidupannya. Dalam
Perjanjian Baru tidaklah mengikuti ajaran atau pendapat dari Plato (yang memisahkan jiwa
dari tubuh dengan merendahkan nilai tubuh menjadi penjara jiwa dan Aristoteles, dimana PB
melihat manusia itu tidak hanya dilihat sebagai makhluk yang berasio (animal rationale).
Menurut Gereja Purba bagian Timur, manusia itu diartikan “trikhotomis” (dibagi atas
tiga bagian: tubuh, jiwa dan roh) sedangkan di Barat “dikhotomis” (dua bagian: tubuh dan
jiwa). Mengenai jiwa manusia ada dua aliran yang menjelaskan yaitu Tradusianisme (bahwa
jiwa diwariskan oleh benih manusia) dan Kreasianisme (bahwa jiwa manusia diciptakan
secara baru oleh Allah). Bapa-bapa gereja Yunani juga membedakan manusia sebagai eikon
(diartikan rasionalistis serta kebebasan intelektual) dan homoiosis (sebagai usahanya guna
mendapatkan kesempurnaan yang didukung oleh anugerah Allah). Pada abad Pertengahan,
Thomas Aquinas mengartikan manusia sama seperti Aristoteles (animal rationale), manusia
digambarkan sebagai gambaran Allah yang kodrati (yaitu gambar Allah yang dicerminkan
oleh rasio dan kuasa-kuasa jiwa manusia) dan yang adikodrati (yang berarti bahwa dia
menjadi anak Allah yang telah diampuni karena anugerah).
Teologi M.Luther zaman reformasi keakuan manusia merupakan peranan yang
menonjol, dia menekankan “aku” manusia yang theonom bukan autonom, dimana “diri”
manusia yang percaya dan bukan yang alamiah. Luther memandang rasio manusia sebagai
pemberian Allah. Istilah Imago dipusatkan antropologi Ortodoksi, Imago Dei dibedakan satu
sama lain :
1) Imago Dei generaliter, manusia adalah gambar Allah dalam pengertian umum,
sesudah kejatuhan dia tetap berada dalam kesamaan struktural. Ini terjadi sebab
manusia itu memiliki jiwa rasional, akal budi dan kemauan.
2) Imago Dei specialiter, manusia adalah gambar Allah dalam pengertian khusus yang
terdapat didalam keadilan dan kekudusan manusia yang telah kehilangan oleh sebab
kejatuhan.

42 | D i k t a t D o g m a t i k a
Ortodoksi juga membedakan tingkatan keadaan manusia :
1) Status integritatis (keadaan selamat sebagaimana kondisi manusia sebelum kejatuhan)
2) Status corruptionis (keadaan di dalam kejahatan yang diakibatkan oleh kejatuhannya)
3) Status gratiae (keadaan dalam anugerah yang diperolehnya di dalam Kristus)
4) Status gloriae (keadaan di dalam pemuliaan, yaitu keadaan orang yang diselamatkan
setelah kematiannya)
5) Status damnationis (keadaan di dalam penghukuman, yaitu keadaan orang yang
binasa setelah kematiannya)

Pada zaman modern manusia menjadi ukuran bagi segala sesuatu, I.Kant mengartikan
pencerahan sebagai “keluarnya manusia dari ketidakdewasaannya yang disebabkan oleh
dirinya sendiri”. Rumusan dari prinsip ini adalah cogito, ergo sum (saya berpikir, maka saya
ada). Yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahwa dia memiliki kesadaran
yang boleh disamakan dengan Roh.

2.2.Diskusi Aktual

2.2.1. Dimana terdapat kemanusiaan (humanum) dari manusia?

Menurut E.Brunner manusia itu sama sekali berbeda dengan binatang meskipun
sebagian sejarah kejadiannya sama, perbedaan itu terlihat dari rasio, kebebasan dan daya
cipta manusia. Dapat dikatakan hakikat manusia itu adalah campuran kapur, fosfor, zat lemas
dll, di dalam Alkitab disederhanakan dengan menggunakan istilah: manusia adalah debu.
Menurutnya juga bahwa manusia itu lebih dari hewan yaitu hewan mempunyai daya pikir
tetapi tidak mempunyai akal budi, tidak memiliki kultur. Ciri khas manusia terdapat di dalam
kasih “manusia adalah manusia sedemikian rupa sebagaimana dai hidup di dalam kasih”.
Hakikat manusia ada dalam pertanggungjawabannya terhadap sesama manusia dan Allah,
dan kita manusia jika firman Allah dihayati.

2.2.2. Manusia sebagai gambar Allah

Dalam tradisi teologi humanum diartikan dengan gagasan manusia sebagai gambar
Allah (imago dei). Teologi Protestan yang baru terus mempertahankan rancangan sebuah
pandangan yang menyatakan bahwa Allah digambarkan oleh setiap manusia (imago
generaliter). P.Tillich menyatakan bahwa sejak mulanya manusia memiliki persamaan wajah
dengan Allah sebab “logosnya mempunyai analogi dengan logos ilahi, sehingga logos Allah
dapat tampil sebagai manusia tanpa merusak kemanusiaan manusia”. E.Brunner menjelaskan

43 | D i k t a t D o g m a t i k a
bahwa kebersamaan wajah manusia dengan Allah ada 2 yaitu arti “formal” (bahwa manusia
juga sebagai seorang berdosa lebih tinggi daripada seluruh makhluk yang lain) dan arti
“material” (dimana pengisian struktur atas anugerah Allah di dalam hidup orang percaya).
Kemudian Barth mengartikan imago dei sebagai pemberian anugerah saja bukan sesuatu
yang didapat oleh manusia. Gambaran Allah satu-satunya adalah Kristus, manusia umunya
dapat segambar dengan Allah melalui Dia, persamaan manusia dengan Allah juga yaitu
manusia seperti Allah yang hidup dalam relasi sosial bukan terisolasi, individualistis.

2.2.3. Prapengertian falsafi akan hakikat manusia

Filsafat modern berkeyakinan bahwa rumusan baru seperti existo atau coexisto, ergo
sum lebih tepat. Eksistensialisme menekankan agar manusia menciptakan dirinya sendiri
dengan mengalahkan segala bentuk kehidupan yang mengancamnya dan dapat keluar dari
struktur yang memaksanya. Manusia belum mencapai humanum kalau ia dimengerti sebagai
ego, menurut Buber manusia baru menjadi manusia di dalam pertemuan dari “aku” dan
“engkau” (berarti ada didalam dialog), F.Rosenzweig menyatakan bahwa manusia adalah
manusia berkat pertemuan yang bermitra dua. R.Bultmann mendapatkan hakikat bahwa
manusia bukan di dalam rasionalitasnya melainkan di dalam kehendaknya. Antropologi
K.Barth memperlihatkan kemiripan terhadap dialogisme falsafi manakala Barth
menunjukkan manusia sebagai makhluk yang merealisasikan hakikatnya hanya dalam
hubungan dialogis dengan sesamanya. Manusia menjadi manusia apabila ia disapa oleh
firman Tuhan, manusia adalah “aku yang berpribadi” hanya melalui anugerah Allah saja.

2.2.4. Apakah maksud dan tujuan suatu teologi feminisme?

Sejarah penyadaran manusia akan arti dan makna perbedaan jenis kelamin
dimunculkan oleh langkah bari dari femenisme modern. Teologi feminisme bermaksud
menciptakan suatu teologi pembebasan kepribadian sendiri secara utuh agar tidak salah
pengertian akan persamaan hak guna akan pemikiran dan perbuatan. Teologi ini menuntuk
agar terealisasikan di kaum pada ibu pengetahuan yang khas mengenai teologi, gereja dan
masyarakat yang bersifat androsentris, patriarkhalis dan yang membekukan jenis kelamin.
E.Schussler Fiorenza memperlihatkan bahwa penilaian yang rendah terhadap kaum ibu
dalam riwayat penciptaan (Kej 2,3) tidak dapat diartikan sebagai peraturan penciptaan.
Menurut R.R.Ruether hubungan yang terpecah antara laki-laki dan perempuan adalah akibat

44 | D i k t a t D o g m a t i k a
dosa dan kejahatan manusia, kedua belah pihak harus diperbarui dan diberi bentuk kesatuan
yang baru.

2.2.5. Sekitar pandangan tentang manusia di Asia

a. Sistem kasta dan peran manusia dalam struktur kemasyarakatan lama


Di satu pihak ada orang yang memandang sistem kasta itu sebagai sesuatu yang baik
dan lazim. Setiap orang akan menghasilkan buah dari perbuatannya sendiri dan di pihak lain
ada orang yang menghukum sistem kasta. Didalam siatem kasta India, adat merupakan kuasa
yang dominan untuk menuntut orang takluk terhadapnya.
b. Mengenai teologi Minjung di Korea Selatan dan perkembangannya
Teologi Minjung, minjung berasal dari bahasa Cina yaitu rakyat/orang banyak.
Teologi ini mencoba menghubungan ajaran Alkitab dengan konteks situasi di Korea, dimana
kebebasan berbicara dan berkumpul sangat dibatasi. Teologi ini menaruh perhatian pada
perselisihan antara rakyat dengan yang berkuasa.
c. Menuju suatu pandangan baru tentang kaum perempuan
Di banyak negara di Asia kaum perempuan diberi peranan yang berbeda dari kaum
lelaki, peranan kaum perempuan memang sangat terlihat tidak adil baik dalam pekerjaan,
tanggungjawab dan pendidikan. Gereja di Indonesia juga mengikuti struktur pemikiran
patriarkhalis melalui teologi yang salah, M.Katappo menuntut adanya kesamaan hak dan
kedudukan antara pria dan wanita agar hubungan keduanya tidak lagi dalam bentuk
penindasan.

3. Dosa44

3.1. Dasar-Dasarnya

Pemahaman yang ada pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dosa itu dimengerti
sebagai “ketidaktaatan”. Diungkapkan dalam PL dengan istilah pesya (pemberontakan),
khatta (pelanggaran) dan awon (perbuatan yang tidak senonoh). Ketidaktaan berarti melawan
Allah, melanggar hak dan hukum taurat Allah (1 Yoh 3:4) serta orang berdosa disebut juga
merebut takhta Allah. Paulus tidak hanya menjelaskan hakikat dosa dengan istilah
“ketidakpatuhan (parakoe, Rm 5:19)” tetapi juga sebagai “keinginan” yang tidak benar
(epithumia, Rm 7:7). Dosa adalah kesalahan sendiri dan malapetaka, proses perbuatan dosa

44
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm.101-110.

45 | D i k t a t D o g m a t i k a
bukan manusia yang sebagai subjek akan tetapi dosa yang berdiam diri di dalam manusia,
Paulus tidak memberi penjelasan yang detail mengenai penurunan dosa secara biologis.
Pelagius berpendapat bahwa saat kelahirannya manusia lepas dari dosa dan sama
seperti Adam sebelum kejatuhannya. Terhadap pandangan itu maka Augustinus
mempertahankan dua pendapat yakni dosa adalah realitas yang tidak dapat dihindarkan
manusia namun manusia harus tetap bertanggungjawab. Thomas Aquinas mengenal
pembedaan dosa sebagai berikut: dosa yang dapat diampuni, dosa berat yang tidak dapat
diampuni, dosa terhadap Allah, diri sendiri dan sesama, dosa asali, dosa perbuatan. Bagi
Luther dosa yang utama adalah “ketidakpercayaan”, baginya nafsu (konkupisensia) tidak
hanya mencakup bidang jasmaniah melainkan masuk ke dalam inti jati dirinya sendiri.
Dosa warisan dan dosa perbuatan bertalian erat sehingga merupakan dosa yang sama,
menurut artikel-artikel Schmalkalden dosa berasal dari Adam kemudian turun-temurun
dimana perbuatahn dosa manusia sekarang hanya sebagai “buahnya”. Dosa adalah sintesis
dari takdir dan kesalahan, ajaran tentang dosa warisan tidak melepaskan manusia dari
tanggungjawab perbuatannya sendiri. Menurut Konfesi Augsburg (KA II) dosa diartikan
sebagai berkurangnya rasa takut terhadap Allah dan yang mengaburkan iman sejatinya yang
menimbulkan nafsu serta kecenderungan yang jahat dari manusia. Disebutkan juga dosa itu
:penyakit menular sejak lahir” dan sekaligus “dosa yang sejati”. Para teolog mempergunakan
skema terhadap paham ortodoksi dalam memahami dosa warisan terutama dalam jalur yag
telah digariskan reformasi :
1) Dosa Asali (peccatum originale) melekat pada manusia sejak asalnya.
2) Dosa Perbuatan (peccatum actualia) tidak dibawa manusia sejak lahir tetapi
dilakukannya. Dibedakan lagi menjadi dosa yang disengaja dan tidak disengaja.

3.2. Diskusi Aktual

3.2.1. Pengertian-pengertian dosa

Dalam Kristologi ajaran tentang dosa (hamartiologi) harus diberi tempat sebab hanya
melalui “Kristus” kita diberi cermin untuk mengenal diri kita sebagai orang-orang berdosa.
Kemudian Barth menggelari Kristus sebagai:
1) Allah yang benar yaitu Allah yang merendahkan diri dan yang memperdamaikan
2) Manusia yang benar yaitu manusia yang dinaikkan oleh Allah dengan demikian telah
diperdamaikan

46 | D i k t a t D o g m a t i k a
3) Penjamin dan saksi pendamaian kita. Kemudian yang sejajar dengan pemahaman itu
Barth menyebutkan juga ada tiga bentuk dosa manusia yaitu keangkuhan, kemalasan
dan kebohongan.

Keangkuhan adalah bentuk dosa yang pertama akibat dari ketidakpercayaan dan
ketidaktaatan manusia. Kemalasan berarti Allah sendiri tidak hanya menunjukan jalan kepada
manusia, manusia juga tidak boleh melepaskan dirinya demi kepentingannya sendiri dengan
menentang anugerah yang telah menuntun jalannya. Kebohongan merupakan penghancuran
diri sendiri karena manusia sudah dibawah kekuasaan dosa dan telah membohongi Allah.
Dosa tidak dapat membangun kecuali hanya mengakibatkan penderitaan atau maut. Ciri khas
P.Tillich mengenai dosa berbeda dengan Barth baginya dosa itu bersifat religius. Jatuhnya
manusia ke dalam dosa dipahami sebagai peralihan dari esensi ke eksistensi dari
“ketidakbersalahan yang murni ke perealisasian diri”. Tillich menjabarkan bahwa dosa itu
ditandai dengan adanya suatu gerakan ganda yaitu desakan manusia untuk menjauhkan diri
dari Allah (ketidakpercayaan) dan desakan untuk membuat diri sendiri sebagai pusat dari
pribadi dan dunianya sendiri (konkupisensia dan hibris). Dosa warisan adalah masalah rohani
dan teologis dimana nisbah antara dosa turunan dan perbuatan yang salah bukanlah seperti
nisbah antara sebab dan akibat, maka dosa warisan adalah kita dapat berdosa dengan bebas
dan sekaligus tidak dapat lepas darinya.

3.2.2. Dosa dan manusia modern

Tradisi Kristen menyatakan bahwa seseorang berdosa bila ia tidak mengasihi Allah
dan sesamanya, dimengerti telah melanggar kesepuluh firman, dosa terhadap manusia berakar
dalam dosa terhadap Allah. A.Plack menyatakan bahwa manusia secara alami adalah baik dan
tidak jahat. Agresivitasnya (dorongan asli naluri manusia) tidak dibawa lahir, melainkan
dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Kemudian etika modern juga menunjukan bahwa
pengertian dosa semakin kabur dimana bukan lagi diartikan sebagai ketidakpercayaan dan
permusuhan terhadap Allah.

3.2.3. Sekitar pandangan tentang dosa di Asia

Ada beberapa penjelasan mengenai dosa dalam konteks berteologi di Asia seperti :
1) V.Chakkarai menerangkan dosa masuk kedalam kehidupan manusia melalui
perumpamaan anak yang hilang, peristiwa itu seolah-olah manusia tidak mempunyai
ketergantungan kepada Allah dan itulah sebagai permulaan dosa. Tetapi pada waktu

47 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang sama timbul kerinduan sang anak untuk kembali. Dosa adalah rantai (pasa) yang
membelenggu jiwa manusia (pasu) untuk mencapai Allah. Jadi Allah tidak dapat
dilihat sebagai pencipta dosa, manusialah yang harus bertanggungjawab atas dosa-
dosanya.
2) M.M. Thomas memahami dosa sebagai pemberontakan spiritual manusia terhadap
Allah, pengasingan total manusia dari Allah, tetangga, alam dan dirinya sendiri. Dosa
juga dipahami sebagai egosentris diamana pribadi manusia itu ingin menguasai
individu, kelompok dan menyalahgunakan alam. Maka dosa tidak dapat dihapuskan
jika hanya melakukan hubungan intim dengan Tuhan secara rohani melalui askese
melainkan juga mengaktualisasikannya dalam aspek sosial. Ada juga pandangan dari
F.Magnis-Suseno bahwa pandangan dunia di masyarakat Jawa itu ternyata lebih erat
hubungannya dengan soal malu daripada dengan soal dosa.

4. Yesus Kristus45

4.1. Dasar-Dasarnya

Dalam kerugma Perjanjian Baru Allah telah melaksanakan keselamatan melalui


Yesus Kristus. Kristologi adalah sateriologi, fungsi keselamatan yang dimaksud akan lebih
jelas dirinci melalui gelar-gelar kristologis yang ada : gelar Kristus, Mesias dan Anak
Manusia dipakai jemaat pertama orang-orang Kristen Yahudi. Ada gelar sebagai Tuhan dan
Anak Manusia dipakai kekristenan Helenis. Ada juga digolongkan gelar-gelar Yesus lainnya
seperti :
- Gelar karena hubungan karya-karya Yesus sewaktu hidupNya seperti Nabi, hamba
Allah, imam besar.
- Berdasarkan karya-karyaNya yang akan datang seperti Kristus, Anak Manusia.
- Gelar yang mencakup karya-karya Kristus yang sekarang yaitu Tuhan dan
Juruselamat.
- Gelar yang menunjuk pra-eksistensiNya adalah firman, Anak Allah dan Allah.
Dasar kerugma pada Perjanjian Baru itu adalah salib dan kebangkitan Kristus. Pada 1
Kor 15:14 diakatan “Andai kata Kristus tidak dibangkitkan , maka sia-sialah pemberitaan
kami dan sia-sialah jugalah kepercayaan kamu”.

45
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 112-136.

48 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pada awal gereja purba dipersoalkan mengenai kristologi bagaimana hubungan antara
ketuhananNya dengan kemanusiaanNya. Ada pihak yang setuju ketuhanan Yesus tetapi
memisahkan Dia dari Allah sebagai suatu makhluk ilahi di bawah Allah. Ada juga yang
menekankan Yesus bukan Allah nomor dua selain Allah Bapa. Maka disatu pihak Yesus
adalah bentuk pemunculan Allah buakn satu oknum yang berdiri sendiri(monarkianisme
modalistis) dan sisi lain Yesus dikenal sebagai manusia yang dilengkapi dengan kekuatan
ilahi (monarkianisme dinamistis).yang menyebut pertama kali Yesus sebagai “manusia-
Allah” (theanthropos) yaitu dari teologi Origenes (185-254), dan pada abad ke-4
memuncaklah pertikaian tentang hubungan Kristus dengan Allah Bapa. Maka ada perbedaan
pandangan teologi antara kedua ahli yaitu Arius dan Athanasius berikut perbedaannya :
 Pemikiran Arius:
- Kristus lebih rendah dari Allah Bapa (“Allah kedua”)
- Kristus adalah anak angkat Allah
- Kristus diciptakan sebagaimana makhluk lain (seorang malaikat yang tertinggi)
- Kristus adalah guru dan teladan bagi makhluk yang lain.
 Pemikiran Athanasius:
- Kristus adalah Allah sepenuhnya
- Dia sehakikat dengan Allah Bapa (homoousios)
- Kristus adalah dari kekekalan
- Kristus disebut Juruselamat manusia dan dunia yang menyelamatkan dari kefanaan

Hal ini melahirkan perselisihan di gereja Timur, maka Kaisar Konstantinus Agung
berusaha mendamaikan keduanya dengan mengadakan Konsili Nicea tahun 325 (Konsili
Oikumenis I). Ternyata rumusan di Nicea ini belum selesai secara tuntas. Maka ada lagi
rumusan Konsili Oikumenis II tahun 381 yang menguatkan keputusan Nicea bahwa Anak itu
homoousios dengan Bapa, dimana Kristus adalah Allah sepenuhnya dan di dalam keallahan-
Nya Ia sederajat dengan Allah Bapa. Pada konsili kedua ini Roh Kudus juga sehakikat
dengan Allah Bapa. Lalau bapa-bapa Kappadokia merumuskan ajaran mia ousia dan treis
hupostaseis dimana artinya Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus tidak bertindak secara terpisah.
Rumusan yang diterima pada Konsili Efesus tahun 431 (konsili oikumenis III)
menyebut Maria yang melahirkan Allah (theotokos), kemudian seorang kepala biara
golongan Alexandria menyangkal bahwa tubuh Kristus homoousios dengan tubuh manusia
lain. Kemudian pertentangan ini semakin hangat dibahas dalam Konsili Chalcedon tahun 451
(konsili oikumenis IV) dirumuskan bahwa Kristus bertabiat ganda dalam satu oknum. Kedua

49 | D i k t a t D o g m a t i k a
tabiat ini tidak bercampur, tidak berubah serta tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah. Ada
aspek yang kuat dalam reformasi Lutheran mengenai hakikat Kristus yang bukan hanya
hakikatNya yang perlu dipahami melainkan fungsi-Nya untuk manusia. Maka yang
dimaksudkan adalah bukan hanya teori abstrak tentang Kristus melainkan memahami
kesadaran tentang karya Kristus. Dikenal juga dengahn istilah hoc est christum cognoscere,
beneficia eius cognoscere (“mengenal Kristus berarti mengenal karya-karya penyelamatan-
Nya”).
Dalam dogmatik Protestanisme Lama dibedakan ajaran tentang pribadi Kristus
(kristologi) dan ajaran tentang pekerjaan-Nya (soteriologi). Tidak mungkin kita
menggambarkan karya Kristus tanpa mengenal pribadi-Nya, maka kita tidak bisa menarik
garis pemisah kedua topik ajaran dogmatis tersebut. Kemudian ia mengajarkan kesatuan yang
utuh antara keallahan dan kemanusiaan dalam pribadi Yesus. Kemenangan Yesus dalam
perjuangan hebat hanya dimungkinkan oleh keilahian-Nya. Luther menekankan arti dan
makna Kristus dalam eksistensi manusia, pengakuan sesungguhnya pada Kristus hendaknya
berdasarkan kesadaran dan keyakinan pentingnya Dia. Ajaran yang dirumuskan Ortodoksi
Lutheran mengenai status exinanitionis atau status penurunan (merupakan turun dalam
kerajaan maut). Ortodoksi juga mengembangkan ajaran ketiga jabatan Kristus yaitu sebagai
Nabi, Imam dan Raja, khusunya adalah sebagai raja, Dia berkuasa di dalam kerajaan :
kerajaan kuasa (Dia memerintah dunia secara keseluruhan), kerajaan anugerah (Dia
memerintah di dalam gereja), dan kerajaan kemuliaan (Dia memerintah di sorga). Menurut
A.Ritschl pendamaian itu dimulai dengan pembenaran berupa pengampunan dosa,
pendamaian adalah kasih Allah yang mengampuni secara kekal. Melalui kepercayaannya
orang beriman mengalami kesempurnaan Kristen berupa penguasaan rohani atas dunia.

4.2. Diskusi Aktual

4.2.1. Kristologi dari atas atau dari bawah

Kristologi Gereja Purba mengambil titik berangkat dari ketuhanan Yesus yang pra-
eksisten yaitu mengikuti struktur pemikiran dari atas kebawah. Kristus berasal dari atas
bukan dari bawah. Dalam dogmatika Barth ia kurang mengutarakan jarak antara Allah dan
manusia, melainkan lebih menekankan aspek “Allah bersama kita”. Dalam kristologinya
Barth membedakan tiga langkah yaitu Kristus harus dimengerti sebagai “Allah yang benar”,
yang kedua Barth menggambarkan Yesus sebagai “manusia yang benar yaitu yang
ditinggikan oleh Allah dan dengan demikian diperdamaikan”, dan yang ketiga adalah Kristus

50 | D i k t a t D o g m a t i k a
sebagai penjamin dan saksi dari pendamaian itu. Yesus adalah manusia yang tidak lagi hidup
dalam pengasingan dari diri sendiri melainkan dalam kesatuan dengan diri sendiri, dunia dan
terutama dengan Allah. Fungsi Kristus adalah membawa “keberadaan baru” dari “keberadaan
lama”.

4.2.2. Masalah kuburan yang kosong

Perkembangan kepercayaan Kristen tidak terlepas dari peranan kebangkitan Yesus,


salah satunya mengenai kuburan kosong dalam cerita Alkitab bagi kepercayaan Kristen.
Menurut Bultmann “kebangkitan” haru ditafsirkan sebagai peristiwa yang berlangsung terus-
menerus dan dapat dialami lagi dalam eksistensi manusia modern, dalam rumusan Perjanjian
Baru tentang kebangkitan Yesus mengungkapkan pentingnya salib. Menurutnya juga
kebangkitan bukanlah “mujizat yang ajaib”, peristiwa kebangkitan tidak dapat membuktikan
tentang Kristus melainkan keyakinan manusia yang beriman. Pandangan yang lebih dekat
dengan Perjanjian Baru ialah legenda kuburan kosong itu tidak hanya sekedar histori belaka,
peristiwa ini sudah dicantumkan dalam laporan kebangkitan yang paling tua dalam 1Korintus
15:4. Kuburan kosong ini memang mengandung ketegangan antara kepercayaan dengan
ketidakpercayaan. P.Brunner menyimpulkan “tidak ada jalan langsung dari kuburan kosong
kepada kepercayaan akan Dia yang bangkit. Tetapi dengan kepastian kepercayaan ‘Dia telah
bangkit’ kita langsung dibawa ke kuburan kosong”. Dengan demikian kepercayaan akan
peristiwa kebangkitan tidaklah tanpa “bukti” dan dapat dipercayai dari saks-saksi pertama.
Bagi orang berita tentang kebangkitan Yesus khususnya mengenai kuburan kosong
menunjukkan aspek kejasmanian dari kebangkitan. Ini merupakan petunjuk bahwa Allah
tidak hanya menyelamatkan jiwa manusia melainkan bersama tubuh Kristus juga mau
menebus tubuh manusia.

4.2.3. Masalah Yesus yang historis

Ada dua periode yang akan membahas mengenai Yesus yang historis di dalam sejarah
teologi :
1. Periode pertama abad ke 19 teologi secara optimis bertitik tolak dari keyakinan bahwa
melalui metode historis kritis kita dapat menyaring satu inti historis dari tulisan-
tulisan Alkitab. Untuk membedakan antara apa yang diutarakan para rasul dalam
tulisannya dengan apa yang diungkapkan oleh Yesus sendiri dai dalam hidupNya.
2. Periode kedua abad 20 memformulasikan kembali pertanyaan tentang Yesus yang
historis, kali ini teologi bertitik tolak dari pemahaman bahwa kitab-kitab injil tidak

51 | D i k t a t D o g m a t i k a
laporan historis melainkan sesuai dengan khotbah dan pemberitaan. R.Bultmann
mengemukakan bahwa “dunia yang mau dimengerti oleh iman, tidaklah dapat
ditangkap dengan sarana ilmu pengetahuan”. Yesus yang historis tampil dengan kuasa
yang luar biasa dengan kesadaran mewakili Allah yang berbicara dan bertindak untuk
keselamatan manusia.

4.2.4. Tentang pengertian salib dan kebangkitan

Menurut Perjanjian Baru keselamatan hanya didasarkan pada salib dan kebangkitan
Kristus, keduanya ini saling menginterpretasikan dan tidak dapat dipisahkan namun digeraja
sering sekali salah satunya lebih diutamakan. Bagi Bultmann dan muridnya pembicaraan
tentang kebangkitan tidak lain dari pernyataan tentang pentingnya salib itu. Apabila
kebangkitan dianggap lebih penting daripada salib maka timbul bahaya berupa suatu
“triumfalisme teologis”, ini berarti kehidupan lebih kuatvdaripada kematian, karena salib
tanpa kebangkitan bukanlah peristiwa penyelamatan. Kebangkitan tidak terjadi dengan
mengesampingkan salib, melainkan didasarkan pada salib.

4.2.5. Tipe-tipe pengajaran tentang pendamaian

Ada tiga pandangan mengenai pendamaian yang ditulis oleh Gustaf Aulen seorang
peneliti Swedia :
1) Tipe “klasik”. Kristus sebagai pemenang
Ini memperlihatkan Kristus sebagai pemenang atas maut dan iblis, usaha pendamaian
ialah perjuangan dan kemenangan atas bantuan Allah melalui Kristus. Tipe ini menggunakan
inkarnasi sebagai sentralnya dan sangat sesuai dengan Perjanjian Baru.

2) Tipe “latin”. Kristus sebagai satisfactor


Diwakili oleh pengajaran tentang pemuasan atau satisfactio dari Anselmus (1033-
1109) ia tidak setuju dengan tipe pertama, ia mengemukakan tentang satu hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah sendiri. Dimana pendamaian adalah perbuatan Allah tetapi
dilaksanakan dari pihak manusia. Tipe latin ini mengartikan pendamaian secara legalistik, ia
menyatakan bahwa Allah harus menjadi manusia untuk menolong manusia.
3) Tipe “humanisme”. Allah sebagai maha pengasih
Pengajaran pendamaian sangat berpengaruh pada zaman modern, pandangan yang
mau mengerti Allah sebagai “raksasa penghisap darah” yang hanya mau mengampuni

52 | D i k t a t D o g m a t i k a
manusia bila diberikan darah ditolak;. Artinya murka Allah tidak harus diredakan karena Dia
bukan pemarah melainkan pengasih.

Dari ketiga pandangan diatas, hanya tipe klasiklah yang melihat pendamaian sebagai
perjuangan dan kemenangan Allah yang didasarkan pada gagasan inkarnasi, sedangkan tipe
kedua dan ketiga lebih mempermasalahkan tentang satisfactio di kayu salib secara positif
atau negatif. Dia adalah pendamai bukan yang didamaikan, peristiwa salib tidak mengantar
kepada kasih Allah melainkan diakibatkan oleh-Nya. Gagasan tentang satisfactio Kristus di
salib menunjukan bahwa pendamaian bukanlah anugerah yang murahan, keselamatan
dihasilkan pada kayu salib

4.2.6. Sekitar pandangan tentang Kristus di Asia

V.Chakkarai seorang teolog India, Yesus yang historis adalah inkarnasi ilahi (avatar),
peristiwa inkarnasi harus dilihat sebagai sesuatu yang dinamis, inkarnasi itu masih terus
berjalan sampai sekarang. Di dalam Yesus logos menjadi manusia, dan menurut Chakkarai
setelah menjadi manusia logos itu tetap tinggal di dalam manusia dan bekerja dalam hati
orang-orang yang percaya kepadaNya. Salib Yesus harus diberi tempat yang sangat menonjol
di dalam salib kita mengenal apa arti bakti yang sebenarnya, salib merupakan tanda
penderitaan dan kematian Yesus Kristus berfungsi sebagai simbol keselamatan manusia.
Chakkarai juga menyebutkan bahwa dalam salib “dua kuasa (sakti) agung bertemu satu sama
lain” yakni inti terdalam eksistensi manusia (andam) dan makrokosmos (brahmandam).
Menurut Song bila hendak berkristologi dalam konteks Asia sebaiknya kebudayaan
Asia itu di hampiri di bawah terang karya Allah dalam Kristus. K.Koyama berpendapat
bahwa salib harus dilihat sebagai “simbol penyangkalan diri”, ia menganjurkan supaya
pikiran semangat perang salib itu ditempatkan dibawah terang pikiran yang disalibkan,
supaya dengan demikiran pikiran itu disalibkan dan bangkit. Kemudian P.D.Latuihamallo
menyatakan bahwa selain bukti nyata bahwa Allah adalah Tuhan dalam sejarah, kehadiran
Kristus juga dimengertinya sebagai suatu gebrakan yang menghentikan manusia untuk aktif
menunaikan tugasnya, yakni menyatakan kehendah Allah dalam realitas keseharian umat
manusia termasuk dalam kehidupan sehari-hari.

5. Anugerah46

5.1. Dasar-dasarnya
46
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 139-152.

53 | D i k t a t D o g m a t i k a
Anugerah dalam bahasa Yunani yaitu Kharis yaitu pemberian yang tidak harus
dibalas. Bersinonim dengan dorean yaitu ‘cuma-Cuma’ (Roma 3:24) .Sementara bahasa
Ibrani ‘anugerah’ adalah Khinnam dari kata Khen. Anugerah dalam PB merupakan pemberian
karena Kristus diberi kepercayaan. Perbuatan dalam kasih karunia Allah dalam Kristus
diungkapkan dalam PB oleh istilah-istilah pokok berikut : Injil Sinopsis memakai kerajaan
Allah atau kerajaan Sorga (basileia tou theou atau basileia ton ouranon). Dalam injil
Yohanes dipergunakan terang (fos), kemuliaan (doxa), kehidupan (zoe). Sementara rasul
Paulus dalam surat-suratnya memakai istilah lain yaitu perdamaian (katallage), kebenaran
atau memberikan, pengangkatan sebagai anak (huiothesia) ,damai (oirene) perjanjian
(diathekke) dan kekuasaan (dunamis). Suatu tipe ajaran tertentu akan Anugerah terdapat
dalam Gereja Purba khususnya di Barat. Agustinus mengajarkan bahwa anugerah tidak
tergantung pada syarat tertentu, melainkan harus diangggap sebagai pemberian belaka dari
Allah. Pelagianisme mengajarkan bahwa manusia dapat memperoleh keselamatan
berdasarkan kekuatan sendiri tetapi menurut Augustinus ia memperolehnya hanya oleh
Anugerah. Ajaran keselamatan Augustinus bersifat “Monergitis” tetapi “semi-Pelagianisme”
melukiskan ajaran keselamtan yang bersifat “Sinergitis” yaitu keselamatan dimengerti
sebagai usaha bersama diantara kemauan bebas manusia dan anugerah Ilahi.
Reformasi merumuskan anugerah sebagai pembenaran manusia dihadapan Allah dan
hal ini tercakup dalam Konfesi Augsburg IV: “Bahwa kita tidak dapat memperoleh
pengampunan dosa dan kebenaran dihadapan Allah oleh bakti, perbuatan baik kita,
melainkan kita beroleh pengampunan dosa dan menjadi benar dihadapan Allah oleh
Anugerah demi Kristus melalui Iman.Sementara itu ajaran Katolik Roma merumuskan
anugerah sebagai Gratia praeveniens yaitu mempersiapkan manusia bagi penerimaan
anugerah pembenaran. Kita dibenarkan sola fide (hanya oleh iman) dan bukan solitaria fide
(karena iman yang terisah pisah darinperbuatan baik itu).

5.2. Diskusi Aktual

5.2.1. Pengertian anugerah secara “dualistis” atau “monistis”

Ajaran Lutheran tradisional tentang keselamatan yang berlandaskan ketegangan


hubungan diantara hukum taurat dan Injil, hal ini bisa dikatakan sebagai tipe Soteriologi yang
dualistis. Pernyataan ini didukung oleh W.Elert yang mengatakan bahwa ajaran pembenaran
tidak memaksudkan bahwa manusia membuktikan ketidakbersalahannya, melainkan
sebaliknya manusia mengakui dosa-dosanya atau menerima hukumannya. Dalam konsepsi

54 | D i k t a t D o g m a t i k a
Elert berpandangan pembenaran sebagai hukuman atas “manusia lama” yang menerima
kematian tetapi sebagai kebangkitan bagi mereka yang percaya. Suatu Soteriologi yang
berifat monistis dipaparkan oleh K.Barth dalam ajarannya tentang perjanjian dan pemilihan.
Tipe Soteriologi yang bersifat monistis itu berlandaskan ajaran tentang pernyataan di mana
hukum dianggap sebagai bentuk injil dan dengan demikian sebagai bagiannya dan bukan
sebaliknya. Firman Allah menurut K.Barth ialah anugerah, bahwa Allah berbicara dengan
manusia itu dengan sendirinya .Barth memberi ulasan peristiwa perdamaian dengan 3 tahap:
”Pembenaran, pengudusan dan pemanggilan”, yang sekaligus sejajar dengan ketiga dimensi
Kristologinya yaitu : harmamtologi, pneumatologi dan etika.
Sementara itu Pul Tillich memaparkan tentang Soteriologi yang bersifat monistis,
mengenai penerimaan keselamatan Tillich membedakan 3 istilah tradisional yaitu: ”Kelahiran
kembali, pembenaran dan pengudusan”. Kelahiran kembali di intepretaskan sebagai
“keikutsertaan dalam keadaan baru”. Pengudusan dilihat sebagai “perubahan oleh keadaan
yang baru”. Ajaran Tillich mengenai keselamatan mencapai tujuannya ketika manusia
didamaikan kembali dengan Allah sebagai dasar dari segala yang ada.

5.2.2. Percaya dan Berbuat

Konsep para Reformator bahwa manusia dibenarka hanya oleh Iman bukan karena
perbuatan (Sola fide). Konsep ini tidak boleh ditafsirkan secara Libertinistis yang terjadi dari
zaman konsili Trente sampai sekarang, dengan mengatakan bahwa konsep ini ingin
mengadakan bahwa terjadi pemisahan antara kepercayaan dan perbuatan. Hakikat gagasan
Sola fide adalah gagasan yang tidak mengesampingkan dimensi berbuat dalam kehidupan
orang percaya, percaya bukan hanya sebatas percaya saja. Jika ada kepercayaan (Iman)
berarti disana ada kasih, pertobatan, kepatuhan, doa dan perbuatan (band Yak 2:26). Iman
dan kasih bukan realitas yang terpisah melainkan merupakan aspek dalam dan luar dari
realitas yang satu-satunya.

5.2.3. Anugerah dan Predestinasi

Ajaran predestinasi ganda (Predestination gemina) dalam dogmatika masa kini tidak
diterima lagi, karena ajaran itu menentang kasih sebagai hakekat Allah. Ajaran itu ingin
memuji Allah tetapi efek sebenarnya dari ajaran ini adalah perbuatan Allah dianggap sebagai
kesewenang-wenangan karena manusia tidak diberi lagi kepastian tentang keselamatannya.
Juga pernyataan-pernyataan Paulus dalam surat Roma tidak dapat dimengerti dalam rangka

55 | D i k t a t D o g m a t i k a
ajaran Predestinasi ganda (band.10:13;11:25,32;9:13,15,21). Predestinasi dalam pengertian
PB hanya tampak sebagai predestinasi untuk keselamatan.

5.2.4. Anugerah dan partisipasi manusia

Teologi protestan masa kini mengatakan bahwa anugerah walaupun berkuasa penuh
tidak meniadakan kebebasan manusia untuk mengambil keputusan terhadapnya.
Keselamatan terjadi hanya oleh anugerah tetapi bukanlah tanpa manusia. Anugerah tidak
memaksa kemauan manusia melainkan memberi kekuasaan (Flp 2:12;1 kor 15:10). Menurut
P.Bruner: “Allah mencari hubungan perjanjian dengan manusia disertai pemberian tempat
bagi kemitraan yang benar. Allah mau membangkitkan kasih manusia tetapi dia tidak
memaksanya”. Gogarten dan Bultmannn mengatakan keterlibatan manusia dalam peristiwa
keselamatan itu dengan menekankan manusia harus mengambil “keputusan”. Menurut Tillich
anugerah adalah suatu hadiah ilahi yang tidak tergantung pada perbuatan amal manusia
melainkan kerelaan manusia untuk menerimanya dan kerelaan itu merupakan anugerah yang
pertama.

5.2.5. Pembenaran secara “Forensis” dan “Efektif”?

Menurut pihak khatolik Roma bahwa Reformasi mengartikan pembenaran hanya


secara Forensis yaitu sebagai ketidakberhitungan dosa secara lahiriah dan bukan secara
efektif, yaitu sebagai pembaharuan di dalam serta pengudusan. Sedangkan teologi protestan
masa kini semakin jelasa ditekankan bahwa menurut ajaran Reformatoris, manusia tidak
hanya dianggap benar melainkan bahwa berdasarkan pengampunan dosa manusia betul-betul
adalah benar. Dalam pembenaran manusia tidak hanya perbuatan Kristus yang
diperhitungkan bagi manusia, tetapi juga mengarah kepada kelahiran kembali dan ketaatan
baru. Lutheran memandang pembenaran dan keselamatan sebagai suatu keberangkatan ke
depan atau suatu jalan menuju keselamatan (ordo solutis). Kharis tidak hanya dipandang
sebagai pandanngan kemurahan Allah (Rm 4:3;6:22;Gal 3:6) melainkan juga sebagai suatu
pemberian (Rm 5:17;Flp 3:9;1 kor 6:11). Pandangan M.Luther mengenai pembenaran
manusia dikatakan bahwa manusia selaku benar dan sekaligus berdosa (simu iustus et
peccator) sering disalahartikan menganggap bahwa benar dan dosa itu berdampingan,
padahal maksud dari ucapan M.Luther ini mengarah kepada pengalaman hidup berdosa.
Dengan memandang kepada Allah seorang Kristen telah tanpa dosa tetapi dengan
memandang pada diri dan hidupnya di dunia ini, ia tetap menyadari diri sebagai seorang
berdosa.

56 | D i k t a t D o g m a t i k a
5.2.6. Sekitar pandangan tentang Anugerah di Asia

Menurut V.Chakkarai manusia memperoh anugerah ditandai dengan adanya kesatuan


iman pada Kristus yang dapat diekspresikan dengan Bhakti(devosi). Bhakti menunduk
kepada kerelaan untuk datang dalam persekutuan dengan Allah dan keikutsertaan mengambil
bagian dalam penderitaan dan kematiann-Nya (Mat 10:39) menurut M.M.Thomas,
keselamatan mencakup persekutuan dan kesatuan diantara sesama manusia. Keselamatan itu
mempunyai dimensi social karena keselamatan dan kebebasan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kebebasan merupakan isi dari keterlibatan Allah dalam masalah-masalah manusia di kayu
salib. Menurut A.Sovik keselamatan harus dimengerti sebagai kebebasan, kemanusiaan dan
identitas. Keselamatan sebagai kebebasan tidak hanya ditunjuk kepada orang-orang lemah
dan tertindas akan tetapi berlaku juga bagi orang-orang yang berada dalam kebencian,
ketakutan, tahanan serta orang-orang yang terkena manipulasi. Keselamatan sebagai identitas
dilihat dari hubungan pribadi dengan sang pencipta karena tidak hanya dapat mengenal
identitas melalui komunikasi terhadap sesama, tetapi yang terutama adalah karena hubungan
kita dengan Allah. Menurut A.A Yewangoe dimensi perdamaian meliputi perdamaian dengan
Allah, perdamaian diantara sesama manusia dengan perdamaian dengan alam semesta.

6. Firman dan Sakramen47

6.1. Dasar-dasarnya

Menurut PB keselamatan disampaikan kepada orang yang percaya dengan melalui


pemberitaan Firman, baptisan dan Perjamuan Kudus. Sehingga dalam ini firman dan
sakramen dilihat dalam hubungan yang sangat erat. Firman memiliki sifat yang sakramental
dan demikian juga bahwa sakramen-sakramen pada hakikatnya adalah peristiwa firman itu
sendiri. Sakramen juga tergantung pada nama dan kata-kata Yesus (1Kor 6:11; 11:24; Mrk
14:22-25; Mat 28:19; Kis 8:16; 10:48; 19:5). Dalam Gereja Purba kata sacramentum
(musterion) dihubungkan dengan satu kadar Kristen yaitu perbuatan, tanda atau rumusan
yang dianggap mengandung rahasia. Pada abad pertengahan dikokohkan pandangan bahwa
roti dan anggur betul-betul diubah menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu pada Konsili
Lateran ke-4 pada tahun 1215. Jumlah sakramen naik turun antara lima (Gregorius VII) dan
dua belas (Petrus Damiani). Lalu Petrus Lombardus mempertahankan menjadi tujuh
sakramen dan disahkan oleh Konsili Florens (1439). Ketujuh sakramen itu ialah baptisan,

47
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 154-169.

57 | D i k t a t D o g m a t i k a
peneguhan, Perjamuan Kudus, pertobatan, pengurapan yang terakhir, penahbisan imam dan
perkawinan.
Pada masa Reformasi, sakramen-sakramen tidaklah mencapai tujuannya walau hanya
melalui pelaksanaan yang benar seperti dalam teologi abad pertengahan, tetapi melainkan
harus melalui kepercayaan ke perkataannya. Selain itu jumlah sakramen dibatasi pada tiga
sakramen yang ditentukan oleh Kristus sendiri yaitu baptisan, Perjamuan Kudus dan
pengampunan dosa yang dicantumkan dalam Apologi XIII, 4. Teologi reformed dan Lutheran
sejak masa Reformasi bersma-sama menganut pandangan bahwa Allah sendiri mengikat diri-
Nya pada firman dan sakramen sebagai media keselamatan.

6.2. Diskusi Aktual

6.2.1. Khotbah dan Sakramen

Sakramen dengan jelas diberi kedudukan yang lebih tinggi daripada khotbah di dalam
Katolikisme tradisional. Dengan tegas dapat dikatakan bahwa menurut ajaran Katolik Roma
yang tradisional hanya sakramenlah merupakan “pengantar anugerah” dan dengan demikian
berbeda dengan Firman yang diberitakan. Tetapi dalam pandangan umum Protestanisme pada
akhir abad yang lalu, bahwa khotbah lebih tinggi dari sakramen. Tetapi kesimpulannya ialah
bahwa pemberitaan dan sakramen bersama-sama adalah bentuk penyampaian Firman Allah.
Keduanya ini mencapai hasil yang sama, walaupun bekerja dengan cara yang berbeda.
Khotbah dan sakramen mempunyai nilai dan kepentingan yan sama. Walaupun sakramen
berbeda dari pemberitaan lisan, sebab sakramen lebih kelihatan dan menyentuh indera
manusia secara lebih intensif.

6.2.2. Perjamuan Kudus sebagai Korban

Di dalam Gereja Katolik Roma sampai permulaan zaman modern pandangan yang
menginterpretasikan Perjamuan Kudus sebagai upara korban semakin berpengaruh. Dengan
demikian, korban Misa juga diartikan sebagai korban pendamaian. Maksudnya, dalam
Perjamuan Kudus, Kristus dikorbankan secara baru yaitu secara tidak berdarah. Dalam
ajaran tentang Perjamuan Kudus, gereja-gereja Protestan tidak melepaskan gagasan tentang
korban secara prinsipal melainkan Perjamuan Kudus dilihat sebagai korban pujian dan tidak
lagi sebagai korban pendamaian. Menurut pandangan ini, Perjamuan Kudus diartikan sebagai
tanda ucapan syukur. Korban pendamaian Kristus di Kayu Salib adalah sempurna dan
berlaku hanya sekali untuk selamanya. Buah-buahnya diterima oleh orang yang percaya

58 | D i k t a t D o g m a t i k a
dalam Perjamuan Kudus. Sehingga dalam hal ini, Perjamuan Kudus adalah upacara korban
syukur di dalam mana korban salib dihadirkan. Dalam Perjamun Kuudus Kristus hadir
sebagai yang dikorbankan sekali untuk selama-lamanya buat dosa-dosa kita, bukan seagai
mengorbankan diri secara baru. Dalam Perjamuan Kudus terjadi penghadiran yang diingat
dan bukan hanya peringatan akan suatu peristiwa yang historis.

6.2.3. Kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus

Dalam kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus sejak masa Reformasi hangat
dipersoalkan baik antara golongan Katolik Roma dan Protestan maupun di dalam
Protestanisme sendiri yakini antara kaum Reformed dan Lutheran. Teologi Katolik Roma
secara tradisonal menjelaskan ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus
melalui ajaran transsubstansiasi, yang mana roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus.
Tetapi pihak Protestan menganggap bahwa dalam Perjanjian Baru yang tidak berbicara
mengenai penggantian zat roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan
tentang penyatuan dari kedua-duanya (1 Kor 10:16). Di dalam dokumen tersebut tidak lagi di
pertentangkan maksud Lutheran mengenai pengikatan diri Allah pada sakramen dan maksud
Reformed yang mengenai kebebasan Allah terhadap segala perbuatan manusia. Sehingga
dalam dalil utama 4 dikatakan bahwa Kristus membiarkan diri-Nya kita ambil dalam tubuh
dan darah-Nya dengan roti dan anggur. Dalil-dalil Arnoldshain itu dengan tepat menekankan
bahwa Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus dan kurang menekankan cara bagaimana Ia
hadir.

6.2.4. Masalah Baptisan Anak-anak

Baptisan menurut Alkitab adalah sekaligus karya Allah dan perbuatan manusia (Kis
2:38; 9:17-19; 16:31-33; Mrk 16:16). Baptisan adalah sesuatu yang diberi secara bebas, tetapi
baptisan juga sesuatu yang berdasarkan iman. Kalau dalam teologi Lutheran baptisan pada
hakikatnya diartikan sebagai pemberian, maka tidak boleh dilupakan bahwa yang dibaptis
pada saat tertentu juga harus mengambil keputusan sendiri. Baptisan anak-anak adalah
baptisan penuh, maka yang penting dalam pelaksanaan baptisan anak-anak adalah
kepercayaan orang tua yang mewakilinya. Gereja yang membaptis anak-anak haruslah
memberi perhatian yang cukup besar pada katekisasi orangtua sebelum baptisan. Tugas
orangtua adalah memelihara si anak dengan baik untuk mempersiapkannya mengambil
keputusan dalam peneguhan.

59 | D i k t a t D o g m a t i k a
6.2.4. Pengertian Tentang Perjamuan Kudus Menurut Dokumen Konvergensi
Dewan Gereja-gereja se-Dunia di Lima (Peru)

Kondisi Iman dan Tata Gereja dari Dewan Gereja-gereja se-dunia pada sidang
rayanya di Lima (Peru) 1982 telah merumuskan pandangan-pandangan tentang Perjamuan di
dalam tiga bagian: I. Institusi Perjamuan Kudus, II. Arti Perjamuan Kudus dan III. Perayaan
Perjamuan Kudus. Dalam bagian tengah Perjamuan Kudus yang disebut Ekaristi, dipaparkan
di bawah dalam lima segi: Perjamuan Kudus sebagai upacara syukur kepada Allah Bapa,
sebagai peringatan akan Kristus, sebagai seruan akan Roh Kudus. Tanggapan dalam Trinitatis
itu diikuti oleh dua bagian yaitu Perjamuan Kudus sebagai persekutuan orang percaya dan
Perjamuan Kudus sebagai perjamuan kerajaan Allah.
a. Corak Sakramental
Sering sekali dan umumnya dokumen lima menyebut kata sakramen dan berbicara
tentang kehidupan sakramental atau tentang integritas sakramental dari gereja dan
sebagainya. Bahkan di mana istilah sakramen tidak ditemui, bahasa yang dipakai bersifat
sakramental. Ini berlaku bagi pemakaian kata-kata seperti tanda, penghadiran, mewujudkan,
menyatakan, memperlihatkan dan lain-lain.
b. Corak Trinitaris
Perjamuan Kudus dimengerti sebagai ucapan syukur kepada Allah Bapa. Perjamuan
Kudus adalah peringatan akan kehidupan dan pengorbanan Yesus Kristus, akan penyaliban-
Nya dan kebangkitan-Nya.
c. Corak Eklesial
Makan dari roti yang satu dan minum dari satu cawan di satu tempat tertentu,
memperlihatkan dan mewujudkan kesatuan dari peserta Perjamuan Kudus itu sendiri dengan
Kristus dan dengan sesama peserta di semua tempat dan waktu.
d. Corak Eskhatologis dan kosmis, Kerajaan Allah sering dilambangkan sebagai suatu
perjamuan. Perjamuan Kudus membuka mata kita bagi suatu pembaruan ciptaan yang
dijanjikan Allah. Perjamuan Kudus adalah perayaan, di mana gereja menantikan kedatangan
Kerajaan (Allah) dalam Kristus.
e. Corak Etis
Perjamuan Kudus merupakan tantangan dalam usaha mencari hubungan-hubungan
yang lebih tepat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Segala macam ketidakadilan,
rasisme, pemisahan dan pengurangan kebebasan ditantang secara radikal.

6.2.5. Sekitar Pandangan tentang Sakramen di Asia

60 | D i k t a t D o g m a t i k a
a. Baptisan
Banyak gereja yang ada di Asia menggumuli masalah baptisan anak-anak. Konfesi
HKBP menerangkan mengenai anak kecil pun harus dibaptiskan karena dengan pembaptisan
itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang menerima anugerah pengorbanan Kristus,
berhubungan juga dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan Yesus (Mrk 10:14; Luk
18:16). Dalam gereja-gereja di Asia baptisan sering dihubungkan dengan pemberian nama.
Nama mempunyai nilai yang khusus dari sudut pandang teologis. Pemberian nama pada
waktu pembaptisan dimengerti sebagai pernyataan akan tanda hidup baru, dimana kita
mendapat bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Pemberian nama dalam baptisan
dapat diterima, sebab penyebutan nama nantinya dapat diartikan sebagai peringatan akan
pertobatan, pengampunan dan penyucian serta tanda kehidupan yang baru. Pada saat orang
dipanggil dengan namanya, dia diingatkan kembali akan arti baptisan yang telah diterimanya.
b. Perjamuan Kudus
Bagi kalangan Gereja-gereja Protestan di Asia, ada tiga corak pemikiran tentang
Perjamuan Kudus yang perlu dipertimbangkan. Pertama, masalah kehadiran Kristus dalam
Perjamuan Kudus. Kedua, pentingnya koinonia atau persekutuan dalam perayaan Perjamuan
Kudus. Ketiga, kegembiraan dalam Perjamuan Kudus.

7. Gereja48

7.1. Dasar-dasarnya

Dalam PB tampak suatu perkembagan gereja yang bergerak mulai dari gereja yang
dibagun oleh roh kudus pada hari Pentakosta dan seterusnya kearah perkembangan gereja.
Kata Yunani ekklesia dapat berarti “sidang rakyat” maupun “gereja”. Menurut Perjanjian
Baru gereja terdapat dalam hubungan yang erat dengan Kristus (1 kor 3:11) dan tugasnya
adalah mengabarkan kesaksian tentang dia. Sejak awalnya gereja telah memberi berbagai
macam tugas jabatan yang kongret kepada individu-individu tertentu di dalamnya. Dengan

48
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 170-185.

61 | D i k t a t D o g m a t i k a
reformasi timbul suatu pengertian baru di bidang ekklesiologi dimana kita dapat
membedakan butir-butir berikut :
1. Ciri-ciri khas gereja dalam pandangan protestan menjadi nyata di dalam kebaktian.
Kebaktian boleh disebut dengan pertemuan anggota umat kristen untuk memuji Allah
dan memberitakan injil, para warga jemaat saling mendoakan dan saling menguatkan.
Dalam kebaktian itu, peristiwa hidup, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus
benar-benar di ingat dan di situ Roh Kudus hadir secara khusus.
2. Pandangan mengenai jabatan diubah berdasarkan kesadaran bahwasanya
pangampunan dosa terjadi hanya melalui kepercayaan kepada injil saja. Pelayan
bukanlah penguasa atau hakim rohani melainkan seorang hamba dan bentara yang
menyampaikan kabar baik. Luther mengemukakan dan mempertahankan imamat-am
orang-orang percaya.
3. Reformasi juga menekankan perbedaan antara gereja dan Negara. Kuasa Rohani
janganlah dicampurbaurkan dengan kuasa duniawi.
4. Pada hakekatnya gereja adalah persekutuan rohani dan dengan demikian tidak
kelihatan bagi umum melainkan hanya kelihatan bagi orang yang beriman.
5. Satu-satunya patokan dalam gereja adalah firman Allah. Teologi ortodoks mengikuti
perbedaan antara gereja yang tampak dan yang tidak tampak sebagai dua aspek dari
gereja yang satu. Ecclesia invisibilis merupakan persekutuan orang yang sungguh-
sungguh percaya dan orang-oarang kudus yaitu gereja dalam arti yang sebenarnya.
Ecclesia invisibilis adalah persekutuan orang-orang yang terpanggil yang masih
tercampur baur dengan orang munafik dan jahat. Selain itu ortodoksi membedakan
antara gereja yang berjuang di dalam kehidupan ini (ecclesia militans) dan gereja
yang telah menang dalam kehidupan kekal (ecclesia triumphans). Pietisme sering
mengutarakan kritik terhadap gereja. Tujuan yang ingin dicapai adalah mendirikan
persekutuan kecil orang-orang yang benar-benar percaya di dalam gereja yang besar
(ecclesiola in ecclesia). Pengertian tentang gereja ini mengarah pada bentuk
persekkutuan sekte.

7.2. Diskusi Aktual

7.2.1. Ciri-ciri khas gereja yang benar

Teologi Lutheran ajaran tentang berpangkal pada konfensi Ausburg VII dimana
dikatakan: ”Gereja adalah Persekutuan semua orang percaya dimana injiil itu diajarkan

62 | D i k t a t D o g m a t i k a
dengan murni dan sakramen suci itu diselenggarakan sesuai dengan injil”. Yang disebut
disini sebagai ciri-ciri khas gereja (notae ecclesiae) adalah injil dan Sakramen. Dengan
demikian pemberitaan dan sakramen merupakan dua ciri khas yang mengkonstitusikan
gereja. Dalam teologi Luther ajaran tentang gereja berpangkal pada Konfesi Augburg
VII,dikatakan:gereja adalah persekutuan semua orang percaya dimana injil itu diajarkan
dengan murni dan sakramen suci itu diselenggarakan sesuai dengan injil. Berdirinya gereja
atas Firman Allah dan sakramen dapat dilihat sebagai Hukum Allah sedangkan semua aturan-
aturan lain dalam gereja adalah Hukum manusia.

7.2.2. Gereja yang kelihatan dan tidak kelihatan

Perbedaan gereja yang kelihatan dan tidak kelihatan dimasukkan dalam diskusi
teologis oleh Augustinus. Dalam PB tidak mengenal perbedaan antara gereja yang kelihatan
dan yang tidak kelihatan. Hanya ada satu-satunya gereja dan gereja itu kelihatan .Dalam
Eklesiologi harus diperhatikan juga suatu anasir dasar dari kristologi yaitu kondesendensi
Allah. Allah mengidentifikasikan diriNya dengan gereja yang sering kelihatan secara tidak
menyenangkan. Walaupun demikian Allah menunjukkan solidaritasNya terhadap orang
berdosa, orang munafik dan orang-orang yang berpura-pura saleh. Di gereja selalu ada orang
jahat dan munafik yang seolah-olah percaya dan menentang.

7.2.3. Kesatuan dan Kepelbagaian Gereja

Dalam proses mencari kesatuan gereja telah diformulasikan beberapa pandangan


yang berbeda. Menurut teori penambahan doktrin-doktrin yang berbeda dari berbagai konfesi
dijumlahkan dan dianggap sebagai kepelbagaian aspek dari kebenaran yang satu-satunya.
Teori penngurangan hanya mencatat apa yang diakui masing-masing konfesi dam
mengesampingkan semua yang memisahkan mereka. Teori cabang memandang konfesi-
konfesi yang berbeda-beda itu sebagai cabang atau ranting yang berbeda-beda dari pohon.
Kesatuan gereja berdasarkan terlaksananya pemberitaan Kritus sebagai dasar keselamatan
yang satu-satunya. Dasar keselamatan di dalam Kristus adalah basis utama dari kesatuan
gereja (1 kor 3:11). Apabila dasar keselamatan itu dipersoalkan dan diberitakan suatu injil
yang lain, maka akan terjadi perpecahan kesatuan gereja. Oleh karena itu kesatuan gereja
bukanlah angan-angan akan masa depan.

7.2.4. Gereja dan Jabatan

63 | D i k t a t D o g m a t i k a
Mengenal jabatan dapat kita bedakan dua posisi yang saling bertentangan dalam
teologi protestan pada masa kini yaitu yang pertama kristus hanya menegakkan satu-satunya
jabatan pelayanan yang berhadapan dengan jemaat. Jabatan itu diberikan kepada orang-orang
tertentu saja. P.Bunner mengatakan jabatan pendeta pada dasarnya adalah seorang gembala.
Jabatan ini tidak diberikan kepada orang berdasarkan imamat am orang-orang percaya
melainkan secara langsung berdasarkan imamat agung Kristus kepada rasul. Tugas-tugas
jabatan gembala ialah pemberitaan injil secara resmi, ketekisasi, penyelenggaraan sakramen
dan tanggug jawab mengenai siapa yang boleh mengambil bagian dalam kebaktian,
kepemimpinan kebaktian dan pengawasan secara umum terhadap semua pelayanan dalam
jemaat. Oleh karena itu sebagai individu yang mengemban tanggung jawab secara
keseluruhan. E.Kaseman dan U.Kuhn mengemukakan bahwa jabatan harus dilihat secara
fungsional. Setiap anggota jemaat berhak melaksanakan “pelayanan perdamaian” (2 kor
5:18). Namun karena tidak mungkin semua orang melaksanakan semuanya maka tugas-tugas
tertentu diambil alih oleh individu tertentu. Jabatan tidak boleh sebagaimana dalam teologi
lutheran lebih tinggi dari pelayan-pelayan yang lain melainkan harus disamaratakan dengan
tugas-tugas lain dalam jemaat.

7.2.5. Gereja dan Negara

Dalam teologi Lutheran hubungan antara gereja dan negara lain dari pada dipaparkan
oleh K.Barth yang diihat sebagai dua lingkaran yang hanya saling menyentuh dan
mempunyai dua titik pusat yang berbeda dan yang berlawanan yaitu hukum taurat dan injil.
Menurut tradisi Lutheran gereja dan negara harus dibedakan dengan tegas. Pembedaan itu
tidak berarti bahwa gereja tidak memperlihatkan kondisi-kondisi politik atau mengasingkan
diri dari hubungan dengan negara. Perbedaan tersebut dilakukan agar menjamin proses yang
saling mempengaruhi di antara keduanya jangan telalu besar dan supaya yang satu tidak
mengambil tugas yang lain.

7.2.6. Sekitar pandangan tentang gereja Asia

Menurut E.G Singgih mengemukakan bahwa pergumulan menyeluruh gereja-gereja di


Asia berada pada tahap mencari suatu eklesiologi yang relevan bagi Asia. Singgih
mengatakan bahwa secara keseluruhan kehidupan bergereja di Asia menunjukkan suatu
keterpisahan dari konteks kehidupan Asia yang ditandai dengan kemiskinan yang parah dan
religiositas yang bermacam bentuk. Oleh karena itu tantangan-tantangan yang medesak bagi
gereja-gereja di Asia adalah untuk menunjukkan bahwa gereja ”sangat dekat dan

64 | D i k t a t D o g m a t i k a
berpartisipasi dalam pergumulan dan pengharapan rakyat”. Menurut M.Thomas gereja harus
menggumuli masalah-masalah ketidakadilan serta memperjuangkan supaya manusia
diperlakukan sesuai dengan martabatnya. A.A.Yewangoe mengemukakan bahwa tanggung
jawab dan kewajiban gereja adalah memihak kepada orang-orang miskin dan tertindas.
Melibatkan diri dalam menangani masalah-masalah ketidak-adilan serta berusaha
memperbaharui sistem sosial yang menggerogoti dan menyimpit martabat kemanusiaan
orang banyak.

8. Hal-Hal Yang Terakhir49

8.1. Dasar-dasarnya

Dalam PB pengertian eskhatologi yang bersifat menuju ke masa depan dibedakan


daripada yang menyangkut masa sekarang. Lukas menyajikan eskhatologi yang sebagian esar
bersifat ke masa depan. Lukas menantikan Kerajaan Allah dengan segera (Luk 11:20; 17:21),
dimana ia bergantung kepada sumber yang lebih tua. Kematian dalam PB dimengerti sebagai
awal dan akhir kehidupan (Yoh.11:25) kerugian (Rom 6:23) dan keuntungan (Fil 1:21)
hukuman karna dosa (Mat 15:4) penebusan (Fil 1:23). Gagasan platonis bahwa jiwa tidak
dapat dibinasakan oleh kematian, mempengaruhi PB (2 Kor 5:1-3; Mat 10:28). Dengan
menentang aliran gnostik, Paulus memperjuangkan konsep tentang kebangkitan tubuh,
namun Paulus berbeda pandangan dengan Yahudi, tidak mengartikannya secara jasmania,
melainkan Paulus mempergunakan istilah soma pneumatikon (1 Kor 15:44). Dalam gereja
purba ketegangan mendasar antara eskhatologi masa kini dan masa depan semakin kurang
nyata. Sebagai gantinya muncul eskhatologi yang berpusat pada individu dan apostolikum
gereja purba yang mengakui topik-topik eskhatologi yag berikut: kedatangan Krisus yang
kedua kalinnya, penghakiman terakhir, kebangkitan daging dan hidup yang kekal.
Pada abad pertengahan, Kristus pada artinya di artikan sebagai hakim, dan ketakutan
akan penghukamanNya yang menjadi bagian utama kesalehan. Pada dasarnya Kristus
diartikan kembali sebagai penyelamat dan bukan sebagai hakim. Pandangan Luther
dipengaruhi oleh sikap eskhatologis yang menunggu kedatangan Kristus kedua kalinya
dengan segera dan dalam segala hal diperhadapkan dengan yang terakhir. Eskhatologi abad
ortodoksi tetap berada dalam alur-alur ajaran tentang eskhatologi yang telah di formulasikan
oleh gereka purba dan skholastik. Pada abad modern, gagasan tentang suatu penghakiman
yang terakhir kepada sesama manusia tidak ditentukan lagi. Cakrawala suatu penghakiman
49
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 187-199.

65 | D i k t a t D o g m a t i k a
terakhir yang besar lalu diperkecil menjadi penghakiman yang intern dalam hati nurani setiap
pribadi. Disatu pihak keabadian jiwa disetujui tetapi dipihak lain kerajaan Allah
diinterpretasikan meluluh secara imanen dan etis. Menurut ahli yang bernama E. Feuerbach
dan Karl Max eskhatologi membelokan perhatian manusia dari dunia ini dan
mengarahkannya ke ilusi akan suatu dunia khirat yang lebih baik.

8.2. Diskusi Aktual

8.2.1. Eshkatologi secara presentis atau futuis

Menurut R. Blutmann merancang suatu eskhatologi presentis yang bersifat


eksistensian yang didalamnya masa keselamatan ada bagi orang-orang percaya. Bagi
Blutmann eskhatologi bukanlah akhir yang mendatang dari sejarah melainkan sejarah sedang
ditelan oleh eskhatologi. Dia juga mengatakan masa serakang diberi sifat yang eskhatologis
melalui pertemuan dengan Kristus yang memberitakannya, sebab dalam pertemuan itu duia
dan sejarah mencapai sasarannya dan seorang yang percaya sebagai makhluk baru telah
kehilangan sifat duniawi. Dalam diskusi dogmatis masa kini, pertentangan antara
eskhatologis masa kini dan masa depan seringkali dinilai membawa perspektif yang salah
menurut PB, eskhaton sudah ada dan sekaligus baru mendekat. Eskhatologi PB tampak
mengikuti konsep yang sekaligus. Karena eskhaton dalam PB dihubungkan dengan realitas
Kristu yang hidup. Maka harus diartikan sebagai yang presentis dan futuris. Dengan Kristus
yang sama itu, orang-orang percaya akan bersekutu kelak sebagaiana mereka sekarang sudah
berada dalam persekutuanNya.

8.2.2. Konsepsi-konsepsi Eskhatologi yang “melampaui waktu” atau “yang imanen-


historis”

Pandangan eskhatologi yang melampaui waktu dan transendental akhir-akhir ini


diuraikan dalam ketiga posisi berikut oleh para ahli:
 Karl Barth
Karl Barth mengatakan eskhaton mengatakan sesuatu yang transenden secara
veertical membentur waktu, tetapi tidak masuk ke dalamnya. Kekekalan sama dekat dan
jauhnya dengan waktu. Momen yang kekal berhadapan dengan setiap waktu dan di dalamnya
terdapat maksud transendental dari setiap waktu. Pada saat itulah Barth tidak mau menerima
suatu eskhatologi yang menyangkut akhirat.
 P.Tillich

66 | D i k t a t D o g m a t i k a
Tillich juga menyajikan gagasan eskhaton yang melampaui waktu yang mengatakan
bahwa eskhaton hendaknya menerangkan bahwa dalam setiap saat kita berhadapan dengan
yang kekal. Eskhaton bukanlah angan-angan tentang suatu bencana apokaliptis dalam ruang
dan waktu yang tak terhingga jauh atau dekatnya. Eskathon berarti hubungan antara yang
fana danyang kekal.
 J.Moltmann
Moltmann menyajikan pemikiran eskhatologis lain yaitu yang dapat disebut tipe
imanen-historis. Moltmann tidak mau menerima pandangan seeolah-olah kita dihadapkan
pada pilihan antara konsep eskhatologis yang futuris dan presentis. Eskhatologi dianggap
sebagai dasar utama yang diatasnya sebagai ilmu teologi berorientasi dan satu-satunya sarana
dan kunci untuk memasuki makna hakiki iman kristen.

8.2.3. Kematian

Suatu pengertian modern sekular di Barat tentang kematian sering dipengaruhi oleh
salah satu dari ketiga aliran berikut:
a. Kematian disingkirkan dari kesadaran manusia menjadi hal yang tabu dan urusan
pribadi. Kematian terjadi di luar kesadaran masyarakat dan hanya terdapat di rumah
sakit, rumah jompo, dll.
b. Kematian tidak lagi dirasakan sebagai hukuman Allah dan tindakan pengadilan
melainkan sebagai kecelakaan dan kesialan”sudah menjadi nasib”.
c. Bertentangan dengan kedua aliran tersebut di atas, sampai hari ini ada juga tendensi
yang secara romantik mengartikan kematian sebagai salah satu pesta atau
menghubungkannya dengan ide pengorbanan diri demi nilai dan luhur.

Mungkin ada baiknya kalau teologi Protestan di dalam pengertiannya mengenai


kematian mendasarkan pandangannya atas tiga ciri khas berikut:
Pertama Kematian adalah suatu yang alamiah yakni manusia mengambil bagian
dalam struktur kehidupan keseluruhan yang kompleks. Kematian adalah suatu garapan seni
dari alam untuk mendorong evolusi semua kehidupan tanpa henti-hentinya.
Kedua Kematian adalah kemalangan yang bertentangan dengan alam atau suatu
hukuman(Rom 6:21) ,berkata-kata dalam kematian sebagai hukuman atas dosa. Kematian
memaku manusia pada isi dan hasil dari kehidupannya secara tak terelakkan.
Ketiga Kematian adalah panggilan untuk pulang kepada manusia. Hal ini bukan hanya
hukum melainkan juga injil, bukan hanya panggilan melainkan juga penebusan (Flp 1:23).

67 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kematian tidak membawa menuju ketiadaan hubungan melainkan mengintensifkan hubungan
dengan Kristus. Dalam kematian kita beroleh dalam bentuk yang tidak samar-samar lagi, apa
yang telah miliki sekarang yaitu persekutuan dengan Kristus.

8.2.4. Kekekalan jiwa atau kebangkitan daging?

Di pihak lain kekekalan jiwa ditolak sama sekali, disitu dipertahankan teori kematian
yang utuh; artinya bahwa manusia meninggal secara total yakni tubuh maupun jiwanya.
Pandangan bahwa sesudah kematian yang tinggal dari manusia adalah roh yang melayang-
layang seperti kupu-kupu dari satu tempat ke tempat lain dinilai oleh K. Barth pada masa
tuanya sebagai pandangan yang keliru dan menipu. Bertentangan dengan itu kebangkitan
diberi arti sebagai penciptaan baru yang total, yang mengisyaratkan kematian sebagai titik
akhir yang pasti dari eksistensi manusia yang fana.

8.2.5. Sekitar pandangan tentang hal-hal yang terakhir di Asia

Pandangan gereja terhadap nenek moyang yang meninggal sebelum menjadi Kristen
ini masih menganut agama suku, dapat ditinjau dari berita turunnya Yesus ke dalam neraka.
Berdasarkan pemahaman ini dapat diambil keputusan bahwa pasti tidak salah kalau orang-
orang Kristen di Asia, terutama mereka yang keluar dari agama suku yang berpendapat nenek
moyang mereka yang pada masa hidupnya belum diraih oleh pemberitaan Injil juga diberi
kesempatan untuk bertobat dan diselamatkan.

C. Tanggapan Dogmatis

C.1. Penciptaan

Dunia Lama yang tidak memusingkan utnuk menemukan soal terjadinya kesukaran
dunia tanpa keberatan orangpun menerimanya bahwa segala sesuatu telah diciptakan oleh
Allah dalam enam hari. Dan orang membanyangkan waktu penciptaan itu ada pada kira-kira
4000 tahun sebelum kedatangan Kristus. Ada juga ahli theologia bangsa Inggris bernama
John Lightfoot telah menghitung bahwa Adam diciptakan pada tanggal 23 Oktober tahun
4004 sebelum Masehi, jam 9 pagi. Mengenai bentuk dan susunan alam semesta dahulu kala
orang berpegang pada gambaran yang ada dalam Alkitab (Maz 75:4).

68 | D i k t a t D o g m a t i k a
Anggapan ini ditolak oleh dunia baru seperti yang diajarkan oleh Copernicus bahwa
mataharilah yang merupakan pusat sejumlah planit-planit dan salah satunya bumi kita.
Anggapan itu merupakan pergumulan revolusi yang berabad-abad menggoncangkan gereja.
Dunia baru menganggap cerita Alkitab tentang penciptaan alam semesta sebagai suatu cerita
kuno bersifat dongeng, namun ilmu pengetahuan belum dapat membuktikan apa. Contohnya
apabila ilmu pengetahuan mengatakan bahwa pada mulanya adalah “zat awal” yang
daripadanya akan berkembang segala sesuatunya maka pertanyaannya dari manakah
datangnya zat awal tersebut, bagaimana ia bergerak dan dapat menimbulkan kehidupan
biologis dan psikir manusia? Hanya Alkitablah yang dapat menerangkan dari manakah
datangnya hidup itu!50
Pekerjaan Tuhan susudah alam terjadi ada 2 aliran yang menjawab yaitu aliran deisme
(Tuhan melespaskan alam sama sekali, dilepas jalan sendiri) dan aliran panteisme (inti-inti
dari segala dunia ialah Tuhan sendiri). Namun kedua pandangan tersebut bertentangan
dengan penyataan Kitab Suci yang menyatakan Tuhan ada di atas dunia (transenden) dan
imanen.51 Tujuan dari penciptaan adalah KemuliaanNya namun bukan haus akan pujian,
penghormatan dan pemujaan namun itu semua akan muncul akibat dari kelemahan dan
ketidakcukupan kita. Alam semesta hanya bisa menjadi ungkapan sebuah tindakan kasih,
sebab Allah tidak membutuhkan apapun.52

C.2. Manusia

Masalah manusia dibicarakan pertama di dogmatika yang berhubungan juga dengan


penciptaan. Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh Allah dan manusia dimana
kemanusiaanNya bukanlah semu saja sehingga keilahianNya harus dipentingkan dalam
dogmatika. Allah menghendaki manusia itu hidup sebagai subjek (sebagai pribadi yang
berbicara serta bertindak).53 Sejak zaman Plato hingga pada abad 19 pada umumnya hanya
manusialah yang mempunyai sifat rasional, kerasionalan manusia adalah hasil dari evolusi.
Klozt berpendapat bahwa hanya manusialah yang bisa diajar. Adam adalah manusia pertama

50
Dr.G.C.van Niftrik, Dr.B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. 110-112.
51
Dr.R.Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. 145.
52
Prof.Dr.Louis Leahy S.J, Manusia di Hadapan Allah 3 (Kosmos Manusia dan Allah). Yogyakarta: Kasianus dan
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986. 31, 43, 71-73.
53
van Niftrik, Boland, Dogmatika Masa. 130-144.

69 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang menerima nafas kehidupan dari ciptaan lainnya, walaupun manusia dikatakan mirip
dengan binatang akan tetapi yang bisa membedakan itu adalah manusia adalah seniman
sedangkan binatang tidak. Kemudian pada kenyataannya juga manusia adalah “orang
berdosa”, Tuhan mengharapkan manusia itu bertanggungjawab dan patuh seiring dengan
persyaratan ini Ia memberi manusia kebebasan untuk memilih apakah ia mematuhi
penciptanya atau tidak.54 Tuhan Allah menjadikan manusia berbeda dengan menciptakan
yang lainnya, misalkan saja saat menciptakan manusia Ia bermusyawarah, direncanakan
dahulu diantara Bapa, Putera dan Roh Suci menyatakan bahwa pekerjaan menjadikan
manusia itu lebih penting daripada makhluk lainnya. Hanya manusia yang dikatakan bahwa
ia dijadikan menurut gambar dan teladan Allah, manusia bukan hanya memiliki jasad
(berbadan kasar) melainkan juga diberi roh oleh Allah. Manusia jadi nabi Tuhan Allah,
manusia tahu apa yang menjadi kehendak Allah, manusia dapat menjadi imam Allah. Imam
adalah orang yang selalu penuh kebaktian selama hidupnya.55

C.3. Dosa

Dosa adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, dosa selalu dilihat
dalam hubungan manusia dengan Allah. Dosa bukan sesuatu yang memasuki hidup manusia
melainkan arah dalam hati dan pikiran yang membelokkan arah itu 180 derajat bukan untuk
melayani Tuhan tetapi diri sendiri. Karena benih rusak maka segala tanaman dan buah juga
rusak. Hukuman dihilangkan Yesus Kristus (pendamaian) dan Roh Kudus memberikan
kesucian kembali sehingga kerusakan hilang (penyucian).56
Dosa merusak gambar Allah pada manusia dan dalam dogmatika masalah dosa adalah
yang tersukar Kitab Suci pun tidak memberikan keterangan yang jelas. Ada jawaban yang
mengatakan bahwa sumber dosa itu benda, Allah sumber dari kebaikan dan benda adalah
sumber kejahatan. Namun jatuhnya manusia adalah permulaan dari keselamatan. Didalam
dogmatika dibedakan dosa warisan (kesalahan warisan dan kerusakan warisan) dengan dosa
perbuatan. Di dalam manusia ada tenaga yang menarik dosa tenaga ini disebut sarx tetapi
tidak dinyatakan bahwa yang menarik dosa itu hanya daging. Tuhan memperbolehkan
datangnya dosa, dosa menjadi tanggungjawab manusia maka diperintahkan juga jangalah

54
Fritz Ridenour, Dapatkah Alkitab Dipercaya? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001. 153, 155, 164, 167-168.
55
Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. 139-142.
56
Dr.R.Soedarmo, Kamus Istilah Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014. 21-22.

70 | D i k t a t D o g m a t i k a
berbuat dosa.57 Menurut Pelagius ia tidak setuju apa yang dikatakan dalam dosa warisan
karena tidak mungkin Allah menanggungkan dosa terhadap seseorang padahal itu dosa orang
lain, kalau Ia bersedia mengampuni dosa-dosa yang orang itu sendiri perbuat. Pelagius
memahami anugerah sebagai sesuatu yang lebih yaitu untuk pengampunan dosa, pendapat
yang lazim juga muncul bahwa baptisan dapat menghapus dosa yang diperbuat sebelumnya
dan orang Kristen diwajibkan tidak melakukan dosa baru lagi.58

C.4. Yesus Kristus

Yesus dari bh.Ibr artinya Yahwe adalah penolong. Kitab-kitab injil ingin menunjukan
bahwa Yesus adalah Sang Juruselamat melalui karyaNya walaupun dalam injil yang tidak
sesuai dengan pikiran manusia.59 Pemahan Kristologi (menaruh perhatian terhadap masalah
hubungan antara apa yang ilahi dan apa yang insani pada pribadi Yesus Kristus. Dalam PB
tidak ada Kristologi yang dikembangkan secara konseptual dan intelektual, para murid dan
penulis kitab injil tidak ada keraguan sedikitpun terhadap kemanusiaan Yesus hingga pada
akhirnya melalui kesaksian mereka membuat iman mereka merasa pasti bahwa Yesus Kristus
itu bukan hanya sekedar seorang melainkan yang diutus Allah. Tokoh Tertullianus
memutuskan seperti juga kemudian Kristologi mengatakan bahwa di dalam inkarnasi Logos
mengambil rupa daging manusia. Ada kemungkinan bahwa logos ilahi mengambil hakikat
manusia. Tertullianus sangat berhati-hati untuk mempertanyakan kesatuan pribadi Yesus
Kristus. Pada pihal lain ia mengatakan bahwa pun sebagai manusia, Yesus tetap merupakan
Anak Allah yaitu logos ilahi.60 Kelahiran Kritus dari dara Maria adalah permulaan sebuah
dari karya inkarnasi atau penjelmaan, kelhiran Kristu juga ditekankan oleh firman Tuhan
sebuah kelahiran oleh perawan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmu kedokteran/biologi
namun iman dan akidah Kristen tak usah meragukan kenyataan itu karena apa yang dikatakan
Alkitab bukan mengenai kebenaran medis melainkan kebenaran dogmatis dan teologi
kebenaran iman.61

C.5. Anugerah

57
Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. 141-155.
58
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Jakarta, 2001. 137-138.
59
Soedarmo, Kamus Istilah. 103-104.
60
Bernhard, Pengantar Sejarah. 90-99.
61
Presbiter Yohanes Bambang CW, Kristologi (Dalam Perspektif Gereja Timur). Mojokerto: Gereja Orthodox
Indonesia, 1996. 79.

71 | D i k t a t D o g m a t i k a
Anugerah Tuhan terlihat dari perjanjian penyelamatan Kristuslah yang dapat
mendatangkan anugerah Tuhan. Tuhan menuntut kepada Kristus segala hal yang tidak
dilakukan manusia agar kepada manusia diberikan anugerah.62 Anugerah terlihat juga
ternyata pada khotbah di bukit yang diperuntukan untuk semua orang yang merupsksn ucapan
dan ajaran Yesus, hal ini juga didukung oleh W.D.Davies bahwa khotbah dibukit itu bukan
hanya tuntutan etika tetapi anugerah Allah juga. Maka dalam khotbah tersebut terjalin
anugerah dengan perintah. Donal A.Hagner juga berpendapat bahwa penekanan tuntutan etis
seimbang dengan penekanan kerajaan Allah adalah anugerah. Kita memerlukan anugerah
ilahi agar selamat, anugerah Allah adalah penggerak dan penebusan oleh Kristus, “manusia
yang tersesat oleh perbuatannya diselamatkan oleh anugerah Allah di dalam Kristus”.
Beberapa kategori anugerah yaitu anugerah bersifat universal, aktif, tulus dan anugerah Allah
itu berkuasa.63

C.6. Firman dan Sakramen

Sakramen tidak diciptakan oleh manusia, Kristuslah yang menetapkannya tanpa


nasihat atau pendapat siapapun. Sama seperti baptisan bukan sekedar air biasa, sakramen ini
adalah roti dan anggur yang telah terkandung dalam firman Allah dan terikat padanya.
Kemudian firman itulah yang membuatnya menjadi sakramen dan memisahkannya sehingga
sakramen itu bukanlah roti dan anggur biasa, melainkan tubuh dan darah Kristus. Maka
firman harus membuat unsur tersebut menjadi sakramen. Tujuan dari Perjamuan Kudus
adalah pengampunan dosa, peneguhan iman.64
Augustinus mendefenisikan apakah sakramen yaitu “firman yang ditambahkan pada
unsur dan kemudian menghasilkan sakramen seolah-olah sakramen menjadi firman yang
kelihatan”. Menurut Hugo sakramen adalah unsur badaniah atau material yang ditempatkan
dihadapan indera manusia tanpa menampilkan keserupaan dan memaknakan institusi dan
berisi pengudusan beberapa anugerah yang nampak dan yang bersifat spiritual. Menurut
Petrus Lombard sakramen adalah tanda anugerah Allah dan bentuk dari anugerah yang tidak
nampak.65 Tugas gerejalah yang meluaskan Firman Tuhan dan meluaskan diri sendiri, dan
alat yang digunakan untuk meneguhkan kepercayaan disebut sakramen. Sakramen juga

62
Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, 162-165.
63
Ed. Pdt.Dr.Jusen Boangmanalu, Teologi Martin Luther & Misi Kontekstual. Pematangsiantar: L-SAPA, 53-72.
64
Martin Luther, Katekismus Besar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. 208-212.
65
Bernhard, Pengantar Sejarah, 174, 192-193.

72 | D i k t a t D o g m a t i k a
digunakan untuk mengatakan segala sesuatu yang diperbuat dalam perkumpulan ibadat.
Sakramen adalah tanda dan materai yang meneguhkan iman, yang ditentukan oleh Tuhan
sendiri dan jumlahnya tidak lebih dari 2 (Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus). Bangsa
Israel diharuskan mengkhitankan semua anak laki-laki berumur 8 hari, khitan menjadi cap
atas kebenaran dari iman (Rom 4:11) maka imanlah yang menjadi pokoknya. Tanda baptis
dipakai Tuhan untuk menandai Perjanjian-Nya yang baru, yang ditandai dengan baptis ialah :
bahwa orang yang percaya dibenarkan atau diberi pengampunan atas segala dosanya,
kelahiran yang baru atau kedua kali, kita ditanam pada tubuh Kristus, 66

C.7. Gereja

Wujud dari perjanjian anugerah adalah gereja, kitab suci perjanjian baru
mempergunakan kata ekklesia bagi gereja. Gereja harus mempunyai sebuah pengakuan
bahwa terbentuknyaoleh karena Allah telah memanggil. Gereja adalah persatuan orang-orang
yang mengecewakan namun tidak menggoyahkan pengakuan kita: “Saya percaya bahwa
Allah telah mengumpulkan gereja”. Gereja mempunyai dua sudut (kelihatan dan yang tidak
kelihatan), yang kelihatan (orang-orang yang berkumpul, orang-orang yang kerap kali kurang
saling mengasihi) yang tidak kelihatan (gereja di dalam kepercayaan, persekutuan orang-
orang yang telah menjadi iusti, benar dan suci oleh karena Yesus Kristus. Jangan dipisahkan
gereja yang tidak kelihatan dari gereja yang kelihatan.67 Reformasi teologi yang dilakukan
Martin Luther berdampak pada pembaharuan gereja, dasarnya adalah (kembali pada dasar
Alkitab, pembenaran oleh iman, imamat orang-orang percaya. Luther menegaskan bahwa
gereja dan negara harus dipisahkan, ia mengingatkan bahwa pemerintah adalah ‘hamba
Allah’ yang menerima kuasa untuk memenuhi tugas dan panggilan Allah dan tidak ditujukan
kepada gereja. Orang Kristen harus lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia (Kis
5:29) dengan demikian kepatuhan itu diletakan di bawah kepatuhan kepada Tuhan. Gereja
dan negara saling membutuhkan dalam melaksakan panggilannya.68 Gereja dipanggil untuk
berbuah kepada masyarakatnya sendiri, gereja itu sendiri terpanggil untuk menghasilkan buah
yang universal sejalan dengan memperkenalkan Allah sebagai Tuhan yang universal. Gereja
dipanggil dan terpanggil untuk ikut serta dalam berbagai penderitaan, secara praxis gereja

66
Soedarmo, Iktisar Dogmatika, 231-239.
67
Ibid, 217-218.
68
Ed. Jusen Boangmanalu, Teologi Martin, 2-11.

73 | D i k t a t D o g m a t i k a
lebih berpartisipasi dalam perkembangan konteks kemasyarakatan. Gereja harus tetap berdiri
dalam titik terang injil.69

C.8. Hal-hal Yang Terakhir

Hal-hal yang terakhir berasal dari kata ta eschata yang akan terjadi pada akhir zaman,
maka eskatologi adalah bagian dogmatika yang akan membahas pernyataan kitab suci tentang
hal yang akan terjadi sesudah orang meninggal. Yang terpenting saat membahas ini adalah
cara berpikir kita harus selalu teosentris, Kristus yang ada di sorga akan datang kembali dan
akan mengadili segala orang maka segala orang akan dibangkitkan dari mati. Hidup manusia
bermuara ke dalam maut, tiap orang akan mengalami mati. Orang mati akan pergi ke Sye-ul
(pandangan PL) disana tidak ada lagi suatu perbuatan, disana Tuhan tidak dipermuliakan.
Dalam PB ada kata yang mirip yaitu hades (tempat kemana segala orang datang sesudah
mati) ini juga bukan neraka melainkan alam maut. Sesudah mati adalah pemisahan antara
orang-orang.70

D. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dari ringkasan kedelapan topik ini adalah pada dasarnya
mengenalkan kepada kita dasar utama seperti apa pandangan dogmatika terhadap karya-karya
Allah di dunia ini. Dimulai dari penciptaan hingga ha-hal yang terakhir yang akan terjadi,
khususnya pada awal kehidupan hingga akhir hidupnya. Berikut ini kesimpulan dari tiap
topik :
1. Dalam penciptaan, orang pada zaman sekarang bersamaan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan menganggap kisah yang ada di Alkitab adalah dongeng namun ilmu
pengetahuan belum dapat membuktikan apa-apa untuk menentang/menyanggah.
2. Dalam manusia akan berhubungan dengan penciptaan dimana manusia adalah ciptaan
yang agak berbeda dibentuk dengan membutuhkan rencana dalam Bapa, Putera dan
Roh Suci. Manusia diberi pilihan mau mengikuti ajaran penciptanya atau tidak dengan
segala konsekuensinya.
3. Dalam dosa yang diperbuat manusia tidak lahir dari awal akan tetapi akibat pengaruh
salah arah di hati dan pikiran manusia itu sendiri.

69
Ibid, 122-125.
70
Soedarmo, Iktisar Dogmatika, 248-251.

74 | D i k t a t D o g m a t i k a
4. Dalam Yesus Kristus dipercayai adalah logos yang mengambil rupa daging yaitu
manusia, Ia bukan hanya sekedar manusia akan teteapi yang diutus Allah.
5. Dalam anugerah merupakan suatu bentuk perjanjian penyelamatan melalui Kristus
dan anugerah bisa berbentuk perintah yang ditujukan kepada semua orang.
6. Dalam firman dan sakramen merupakan unsur yang menyatu dimana firman yang
telah membentuk sakramen sebagai tanda dan materai peneguhan iman berbentuk
anggur dan roti.
7. Dalam gereja wujud perjanjian anugerah dimana gereja berkewajiban mengahasilkan
buah pada masyarakat.
8. Dalam hal-hal yang terakhir membahas hal apa yang akan terjadi setelah kematian
manusia, namun tetaplah kita memiliki cara berpikir yang teosentris.

Daftar Kepustakaan

Boangmanalu Jusen (ed)


2015 Teologi Martin Luther & Misi Kontekstual, Pematangsiantar: L-SAPA
Dieter Becker
2012 Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Leahy Louis
1986 Manusia Di Hadapan Allah 3, Yogyakarta: Kanisius & Jakarta: BPK GM
Lohse Bernhard
2001 Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Martin Luther
2012 Katekismus Besar, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Niftrik van & Boland B.J
2010 Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Presbiter Yohanes Bambang
1996 Kristologi, Mojokerto: Gereja Orthodox Indonesia
Ridenour Fritz
2001 Dapatkah Alkitab Dipercaya? Jakarta: BPK Gunung Mulia
Soedarmo R
1996 Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Soedarmo R

75 | D i k t a t D o g m a t i k a
2014 Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Kelompok 3 : 1. Fitri Suzana Gultom


2. Frido Nainggolan

Dosen : Pdt. Dr. J. Boangmanalu.

Outline buku “DOGMATIKA MASA KINI”

I. Siapakah Dr. B.J. Boland?

Bernard Johan Boland, lahir di Dinxperlo, Belanda, 1919. Setelah menyelesaikan


studinya pada zendingshogesschool di Oegstgeet (1941), ia mengikuti pendidikan bahasa
Arab dan Islamologi di bawah pimpinan Dr. J. H. Kramer pada Rijksuniversiteit, Leiden.
Dari tahun 1946-1959, ia bekerja untuk gereja Kristen Pasundan, sementara itu sejak tahun
1945 hingga tahun 1970 ia bekerja untuk BPK Gunung Mulia di Jakarta untuk menulis buku-
buku bacaan teologi, yang hingga kini masih ada di antaranya yang dicetak ulang:
Percakapan tentang Gereja ; Kunci Kitab Daniel ; Tafsiran Kitab Injil Lukas ; Dogmatika
Masakini ; Intisari Iman Kristen, dll. Penulis memperoleh gelar Doktor Teologi pada tahun
1971 dari Rijksuniversiteit, Leiden, dengan disertasi berjudul The Struggle of Islam in
Modern Indonesia.

II. Pembahasan

1. Pengantar

Mengaku71

Mengaku adalah berpihak kepada kebenaran Ilahi dan menyatakan keyakinannya itu.
Pengakuan meliputi penyerahan diri, sehingga pengorbanan-pun dibutuhkan di dalamnya.
Mengaku dilakukan dengan cara: dilakukan atas dasar penghormatan kepada Tuhan ;

71
G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masakini, (Jakarta: BPK-GM, 1995), 28-40

76 | D i k t a t D o g m a t i k a
dilakukan pada saatnya hal itu dituntut oleh Tuhan ; memperdengarkan kesaksian Allah,
bukan atas dasar kepentingan pribadi ; dilakukan dengan kebebasan.

Percaya72
Berdasarkan kehidupan beriman Abraham, maka dalam kepercayaan ditemukan hal-
hal berikut: Percaya berarti menurut untuk mengikut tuntunan Tuhan walau tidak tahu ujung
jalannya ; pengorbanan ; kebangkitan untuk memulai hidup yang baru ; kemenangan ;
keberanian untuk yakin di tengah-tengah kegelisahan.
Bagi Abraham iman itu adalah hidupnya dan yang menentukan hidupnya.
Kepercayaan kepada kebenaran yang dinyatakan Alkitab sebenarnya tidaklah bertentangan
dengan apa yang dinyatakan ilmu pengetahuan. Sebab kebenaran yang dinyatakan Alkitab
bukanlah suatu himpunan kebenaran sebagaimana dinyatakan ilmu pengetahuan. Melainkan
kebenaran yang sama sekali berbeda dengan makna yang sangat dalam, yang memiliki daya
untuk memperkembangkan kehidupan manusia. Oleh karena itu kebenaran yang dinyatakan
oleh Alkitab layak untuk dipercayai.

Pernyataan73
Istilah pernyataan menunjuk kepada sesuatu atau seseorang yang datang dari luar
kepada manusia. Garisnya adalah dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Hal itu tentu snagat
bertentangan dengan segala keberagamaan yang dipakai oleh manusia yang menyangka bisa
menemui Allah di dalam diri manusia sendiri. itu merupakan inisatif Allah sepenuhnya. Inti
pernyataan Allah adalah kedatangan Allah di dalam Yesus Kristus di suatu tempat dan di
suatu waktu tertentu dalam sejarah dunia. Dengan perantaraan Alkitab Roh Kudus
menyatakannya kepada kita.

2. Allah Bapa
Allah74
Pada fasal pertama pengakuan iman umat percaya dinyatakan mengenai Allah. Hal itu
dapat terjadi karena pekerjaan Roh Kudus yang menyatakan kepada kita kebenaran Allah.
Oleh karena dalam pengakuan iman trsebut kita tidak berbicara tentang hakekat Allah dan
sifat-sifatNya dengan memberikan suatu uraian secara akal budi atau secara filsafat, seolah-
72
Ibid., 41-56
73
Ibid., 57-73
74
Ibid., 74-91

77 | D i k t a t D o g m a t i k a
olah Allah menjadi salah satu “objek” bagi pemikiran kita manusia. Haruslah senantiasa kita
insafi, bahwa pengakuan man itu berbicara tentang Allah yang hidupdan telah mendatangi
manusia dengan berfirman kepada kita dan bertindak terhadap kita.
Bahaya yang selalu mengancam adalah bahwa kepercayaan kepada Allah yang hidup
itu kita ganti dengan hanya mempunyai suatu pengertian tentang Allah. Artinya, bahwa
sebenarnya kita menganut sesuatu ilah, yang adalah ciptaan pikiran atau kesalehan kita.
Namun, kemudian Karl Barth mengagetkan gerejaan tentang keberagamaan manusia. Dia
mengatakan bahwa ada jarak yang tidak terbatas antara manusia dengan Allah. Allah
merupakan rahasia. Ia mendiami terang yang tidak terhampiri, lewat batas akal budi kita,
perasaan kita, keinginan-keinginan kita, kesalehan kita, keberagamaan kita. Sebagai khalik
terhadap mahlukNya, Ia tetap tinggal merdeka serta berdaulat. Ia adalah Allah yang tidak
dapat dimengerti, sekalipun Ia menyatakan diriNya. Allah menyatakan diriNya di dalam
Yesus Kristus, dalam hal itu Ia mengambil suatu jalan, yang tidak dapat dicocokkan dengan
logika dan kesalahan kita. Namun, meskipun Allah adalah yang lain sama sekali, bukan
manusia (Hosea 11:9), telah datang menghampiri manusia, sehingga Dia bukanlah Allah
yang jauh, yang tidak dapat didekati. Ia berkenan datang kepada kita.
Allah adalah Roh. Ia sangat reali dan konkrit, sebab Dia bertindak. HidupNya adalah
perbuatanNya. pernyataanNya adalah perbuatanNya. Allah adalah kasih. Itu terlihat dalam
perbuatanNyayang telah mendatangkan keselamatan bagi manusia. Dia secara konkrit
mengasihi mahluk ciptaanNya. Segala perbuatan kasih yang dilakukanNya adalah
berdasarkan pada kedaulatanNya yang merdeka.

Bapa Yang Maha Kuasa75


Bapa dan AnakNya: Ungkapan “Allah Bapa” dalam pengakuan iman tidak ada sangkut
pautnya dengan “teologi khalikah” ataupun suatu “penyataan am”. Melainkan di dalamnya
terkandung makna kesatuan dengan Yesus Kristus, jadi yang dimaksud adalah Bapanya
Yesus Kristus. Ungkapan itu menunjukkan hakekat Allah sendiri. Apabila Alla disebut
sebagai Bapa dan Yesus Kritus disebut anakNya, maka yang dimaksudkan ialah bahwa ada
suatu hubungan dan nisbah yang sangat istimewa antara keduanya. Hubungan antara Yesus
dengan Allah berlainan dengan hubungan antara orang-orang dnegan Allah. Hubunga itu
disebut dwi-tunggal. Yesus berkata “Aku dan Bapa adalah satu (Yoh 10:30)”. Keesaan itu

75
Ibid., 92-109

78 | D i k t a t D o g m a t i k a
tidak dapat dijelaskan secara manusiwi, misalnya sebagai suatu hubungan yang biologis,
melainkan adalah keesaan secara Roh yang berlainan skelai sifatnya. Allah adalah asal bagi
anak, tetapi tidak di dalam waktu dan sejarah, melainkan di dalam kekekalan. Tidak ada yang
lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah.
Bapa dan anak-anakNya: Allah adalah Bapa sekalian manusia (mengandung arti bahwa
Dialah yang menyebabkan kehidupan manusia, dan memainkan peranan Bapa bagi manusia)
di dunia ini. Ia menyelenggarakan segala-galanya, menjaga segala sesuatu, mengatur serta
memerintah atas semuanya, sekali-kali menghukumnya juga, tetapi Ia juga memaafkan
banyak kesalahan. Namun, kebapaan itu hanya dapat dialami oleh orang-orang yang percaya
kepada Yesus Kristus. Kemahakuasaan Allah yang adalah Bapa dinyatakan di dalam Yesus
Kristus.

Khalik Langit Dan Bumi76


Alkitab menyatakan cerita terjadinya alam semesta. Kebenaran yang dinyatakan di
dalamnya sama sekali berbeda dengan kebenaran-kebenaran lainnya. Ilmu pengetahuan
menerangkan teori terjadinya alam semesta, sehingga terkadang menimbulkan keraguan atas
apa yang dinyatakan dalam Alkitab. Namun, bagaimanapun teori ilmu itu, tetap saja tidak
dapat menjelaskan darimanakah datangnya “hidup” di dunia ini. Alkitab menjelaskannya.
Alkitab bukanlah suatu buku pelajaran untuk ilmu sejarah, ilmu alam, dsb. Pengakuan iman
sebenarnya tidak berbicara tentang terjadinya alam semesta atau penciptaan manusia, tetapi
mau memperhadapkan kita kepada Allah sebagai yang dipuji. Persoalan dalam Alkitab adalah
hubungan antara Allah dengan manusia. Soal itu menjadi soal kepercayaan, soal pengakuan,
soal yang sangat menentukan bagi seantero hidup kita. Allah disebut sebagai “khalik”, itu
bukanlah merupakan kebenaran geologis ataupun biologis, melainkan suatu pengakuan yang
maksudnya ditujukan kepada seantero hidup kita kini dan di sini. Cerita itu adalah kesaksian,
pemberitaan, dan khotbah yang mengatakan kepada kita, bagaimana sikap Allah terhadap
dunia ini, dan oleh sebab itu bagaimana seharusnya sikap kita terhadap Allah.

Manusia77

Segala permasalahan di dunia ini adalah menyangkut manusia. Kita harus


menemukan apa artinya bahwa kita manusia. Dalam hubungan manusia dengan Allah , Allah

76
Ibid., 110-129
77
Ibid., 130-148

79 | D i k t a t D o g m a t i k a
menghendaki manusia itu hidup, hidup sebagai subjek yang artinya sebagai pribadi yang
berbicara serta bertindak. Dalam anthropologia Kristen adalah berdasarkan Kristologia,
sebagaimana Kristus hidup beserta Allah, demikianlah juga kita manusia sungguh-sungguh
menjadi manusia karena persekutuan dengan Allah. Dalam hubungan manusia dengan
sesama dapat dilihat karena adanya perjumpaan. Perjumpaan disini antara dua orang yang
masing-masing menjadi subjek. Pemahaman tentang manusia merupakan gambar dan
rupa Allah dapat dipahami dari 2 pemahaman yaitu a) Hidup dalam hubungan dengan Kristus
dan dengan demikian dalam hubungan dengan Allah, b) Manusia dan Allah digambarkan
sebagai Gereja dan Kristus yang merupakan suatu kesatuan. Dalam kehidupan manusia tidak
terlepas antara hidup dan mati. Manusia tidak dapat dipisahkan antara tubuh dan jiwa, dan
selanjutnya antara jiwa dengan roh.

Para Malaikat78

Banyak pertanyaan dalam diri manusia, apakah benar Malaikat itu ada? Pada masa
sekarang ini banyak orang modern yang tidak mau percaya kepada adanya malaikat, justru
percaya kepada kuasa-kuasa jahat, malah seringkali pula mempunyai minat yang besar
terhadap ilmu gaib. Para malaikat adalah abdi-abdi Allah, pesuruh-pesuruh Kerajaan Allah,
yang diutus guna kepentingan orang-orang beriman untuk memperlihatkan kepada mereka
Keselamatan itu (Ibr.1:14). Hanya dengan cara itulah dapat kita menaruh perhatian kepada
apa yang dikatakan Alkitab tentang munculnya malaikat dan segera pula harus kita
memindahkan minat kita dari malaikat itu kepada berita yang datang kepada kita.

Pemeliharaan, Pemerintahan, Pemilihan79

Dalam surat-surat pengakuan iman dan di dalam dogmatika dirumuskan bahwa Allah
memelihara dunia ini serta memerintah atasnya. Pemeliharaan serta pemerintahan itu sejak
dulu disimpulkan dalam pengertian Latin yaitu providentia yang artinya memandang ke
depan, melihat terlebih dahulu terjadinya sesuatu, dan sebab itu juga; terlebih dahulu
mengambil tindakan-tindakan, terlebih dahulu menyelenggarakan atau menyediakan sesuatu.
Pada soal-soal terakhir ini sejak dahulu oaring sudah membicarakan mengenai pemilihan
Allah. Kata Latin yang dipergunakan dalam hubungan ini adalah pradestinatio “menetapkan

78
Ibid., 149-167
79
Ibid., 168-183

80 | D i k t a t D o g m a t i k a
lebih dahulu.”Dilihat dari sudut bahasa , justru kata Latin hamper sama artinya dengahn
bahsa Arab “takdir”. Maka apakah hal ini berarti bahwa juga terhadap nasib masing-masing
manusia di dunia akhirat berlaku apa yang biasanya disebut orang “takdir Allah”. Tidak
dapat dibuktikan bahwa Allah memelihara serta memerintah dunia ini dan juga menuntut
hidup kita seindiri. Sebab percaya kepada “providentia” itu tidak timbul dari sebab melihat
kepada dunia dan alam. Demikianlah kata “providentia” harus menjadi suatu pengakuan
yang timbul dari kepercayaan.

3. Yesus Kristus

Allah Serta Manusia80

Dalam Pengakuan Iman Rasuli ada pekataan “Aku Percaya kepada Allah Bapa yang
Maha Kuasa khalik langit dan bumi, ini ada pada pasal pertama. Dan pada pasal kedua
berbunyi tentang “Aku percaya kepada Yesus Kristus….”. Kata ini menunjukkan bahwa
manusia ataupun kita orang Kristen mengakui kuasa Allah dan mengakui Yesus sebagai
penyelamat. Pengakuan yang timbul dari Perjanjian Baru memberi kesaksian bahwa Allah
telah mendatangi manusia dalam kedatangan Yesus Kristus, dan di dalam diri Yesus kita
berjumpa dengan Allah sendiri. Kesaksian yang diberikan Perjanjian Baru membawa kita
pada kesimpulan bahwa Yesus sama sekali tergolong kepada kita manusia maupun kepada
Allah. Oleh karena itu timbullah pengakuan yang rangkap yaitu: a) Yesus adalah Allah dan b)
Allah telah menjadi manusia.

AnakNya Yang Tunggal81

Berdasarkan kesaksian Alkitab dan sesuai dengan pengakuan gereja , Kristus adalah
sungguh-sungguh Allah serta sungguh-sungguh manusia. Kepada nama Yesus dan gelarNya
“Kristus” itu ditambahkan sekarang suatu gelar lagi: Ia disebut “Anak Allah”. Sebagaimana
pernah dikatakan ungkapan-ungkapan “Allah Bapa” dan “AnakNya’ menunjuk kepada
hubungan yang istimewa, bahkan yang eksklusif, antara Allah Bapa dengan “Yesus Kristus”.
Maksudnya hubungan itu berbeda dengan hubungan manusia dan sesamanya. Pengakuan
Nicea-Konstantinopel tidak saja menekankan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh

80
Ibid., 184-197
81
Ibid., 198-211

81 | D i k t a t D o g m a t i k a
Allah, tetapi serentak bahwa ia sungguh menjadi manusia. Itulah yang dimaksudkan jika kita
bebicara tentang dua “tabiat” Kristus, tentang “tabiat Ilahi” dan “tabiat ManusiawiNya”.
Gelar “Anak Allah” yang arti dan maksudnya menekankan bahwa Yesus Kristus adalah
sungguh-sunguh Allah.

Tuhan Kita82

Yang dimaksudkan dengan kata Tuhan tentu merupakan sebutan kepada Allah. dalam
pengakuan Iman kita Yesus kristus disebut Tuhan Kita. Itu berarti orang Kristen memuliakan
Kristus sebagai Tuhan. Apabila Yesus Kristus disebut Tuhan, maka sebutan itu terjemahan
dari bahasa Yunani yaitu “Kurios”. Yesus Krisatus sebagai Kurios artinya”: Dia yang
mempunyai serta menjalankan kuasa pemerintahan; Dia yang berkuasa penuh atas hidup dan
kematian kita; Dia yang berkuasa penuh atas bumi dan alam semesta, atas semua manusia,
atas para malaikat dan kuasa-kuasa jahat, atas surga dan neraka. Pengakuan bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan, tentulah menitikberatkan ke-Ilahian Kristus dan menegaskan sekali
lagi bahwa Ia sungguh-sungguh Allah. Sejak semula Gereja Kristen mengikrarkan “keesaan”
Kristus dengan allah Bapa, Allahnya orang Israel. Dalam hakekat Allah yang Esa itu Yesus
Kristus adalah “Anak Allah”, yang bersama-sama dengan Bapa serta Roh Kudus hidup dan
memerintah dari kekal hingga kekal.

Rahasia Inkarnasi83

Istilah Inkarnansi berasal dari kata Latin “incarnatio” (in artinya masuk ke dalam;
caro/carnis artinya daging, Yunaninya “Sarx”), artinya ialah “masuknya Kristus ke dalam
daging manusia”. Berhubung dengan istilah ini kita teringat kepada Yohannes 1:14. Pada ayat
ini haruslah kita tekankan dua segi yang berikut yaitu: a.) Inkarnasi menyatakan bahwa
firman Allah menjadi daging, yakni bahwa Allah telah menjadi manusia di dalam Yesus, b.)
Inkarnasi bermaksud bahwa Firman Allah telah menjadi daging, bahwa Allah telah menjadi
manusia, bahwa dalam diri Yesus Allah sendiri datang kepada kita. Inkarnasi berarti dari luar
masuk ke dalam daging atau keadaan kedagingan. Di sekitar kelahiran Yesus Kristus terdapat
rahasia ini : Yesus Kristus adalah Firman Allah, yang dari luar, dari atas, masuk ke dalam
dunia manusia.

Penderitaan84

82
Ibid., 212-225
83
Ibid., 226-139

82 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dalam menyelidiki isi kitab injil, segeralah ternyata kepada kita, betapa besarnya
bagian yang mengenai hari-hari terakhir kehidupan Yesus. Menurut kitab injil, sedari semula
pekerjaanNya, Yesus telah mengetahui dan juga mengalami bahwa hidupNya dibumi ini akan
berupa penderitaan, dan menuju pada ajal yang mendasyatkan. Ia tahu bahwa Ia telah datang
untuk menderita, dan Ia sendiri memberitahukanya kepada murid-muridnya (Mrk 8:31 ; 9:31
; 10:45). Apa bila kita memandang kepada Kristus yang menderita itu, maka kita akan
menemukan betapa beratnya dosa manusia. Menurut Katekismus Heidelberg, penderitaan
Yesus berarti bahwa Ia “sudah menanggung murka Allah atas dosa-dosa umat manusia
sekalian”.

Dalam pengakuan iman dinyatakan bahwa Yesus Kristus menderita dibawah di bawah
pemerintahan Pontius Pilatus. Itu menunjukkan adanya ketentuan waktu Yesus yang
menyejarah, menunjuk pada kekafiran yang melawan Tuhan, dan merakili dunia pada
umumnya, pemerintah dan dunia politik pada khususnya. Setiap hari Minggu nama Pontius
Pilatus selalu disebut dalam kebaktian Gereja, dengan demikian: (1) kita dinasehati untuk
mengakui kewibawaan pemerintah sebagaimana mestinya. (2) kepada kita diperingatkan
bahwa tiap pemerintah terancam oleh kemungkinan menjadi pemerintah yang jahat,
sebagaimana halnya dengan Pilatus. (3) kita dihiburkan, bahwa bagaimanapun juga, setiap
kekuasaan duniawi ini adalah bersifat nisbi dan sementara. (4) haruslah nama itu
mengingatkan kita kewajiban kita untuk mendoakan pemerintah supaya menjadi pemerintah
yang dikehendaki oleh Tuhan (1 Tim 2:1-4).

Salib85

Salib merangkap gelap dan terang, kebinasaan dan kemenangan, maut dan hidup,
neraka dan surga. Di dalam paradoks itulah terletak rahasia Salib: Salib menyatakan rahmat
Allah, tetapi serentak juga keadilanNya, kesetiaan Allah serta murkaNya, kasih Allah serta
kekudusanNya. Menurut akal manusia , Salib adalah “sebuah batu sandungan dan
kebodohan”. Tetapi haruslah kita mendengar apa yang dikatakan Alkitab tentang Salib, agar
kita mempercayai artinya. Bahwa sebenarnya Yesus Kristus telah disalibkan untuk kita dan
sebagai ganti kita! Salib Kristus adalah inti Injil dan pusat pengakuan Kristen. Pokok

84
Ibid., 240-251
85
Ibid., 252-265

83 | D i k t a t D o g m a t i k a
pemberitaan Gereja ialah Yesus Kristus yang disalibkan (1 Kor 2:2). Juga kedua sakramen,
yang “memperlihatkan” pokok pemberitaan Gereja, menyatakan kematian Kristus: oleh
Baptisan, kita dibaptiskan (artinya : dilibatkan) ke dalam kematianNya serta disalibkan
bersama Dia (Rm 6:3-6); pada Perjamuan Kudus senantiasa pula diberitakan kematian
Kristus, dan kita ambil bagian dalam tubuh serta darah Dia yang disalibkan (1 kor 11:26;
10:16). Itulah sebabnya seantero hidup kita ditentukan serta disifatkan oleh Salib (bacalah,
Gal 5:24; 6:14; Flp 3:10; 2kor 4:10-11; Kol 1:24).

Turun Ke Dalam Kerajaan Maut86

Pusat Pengakuan Iman ialah pasal-pasal tentang kematian Yesus Kristus dan
kebangkitanNya. Tetapi di antara pasal tentang kematian dan pasal tentang kebangkitan itu
masih terdapat suatu ungkapan yang aneh yaitu “turun ke tempat orang mati”. Disekitar aya-
ayat tersebut , banyak terdapat kesukaran. Luther menganggap bagian Alkitab ini sebagai
“suatu bagian yang ganjil dan suatu ucapan yang gelap”. Begitu juga tafsiran Calvin
dibicarakan tentang “gelapnya bagian ini”.

Apakah yang dikatakan Alkitab tentang hubungan antara Kristus dengan kerajaan
Maut? Berhubung dengan pokok pembicaraan ini, di dalam Perjanjian Baru kita dapati
pelbagai tanggapan: pertama :sesuai tanggapan orang Yahudi, Kristus sesudah kematianNya,
telah turun kedalam kerajaan maut, sebagaimana halnya dengan setiap manusia. Kedua:
maksud Perjanjian Baru ialah untuk memberitakan bahwa Kristus sungguh telah
mengalahkan kerajaan maut (bacalah Why 1:18). Ketiga: Perkataan Petrus tentang
pemberitaan Kristus kepada orang-orang mati di dalam kerajaan maut. Ke empat:di dalam
Gereja Lama telah di temukan anggapan, bahwa orang-orang beriman, yang hidup dalam
jangka waktu Perjanjian Lama, telah di bebaskan oleh Kristus dari kerajaan maut.

Apabila ungkapan “turun kedalam kerajaan maut” itu kita isikan dengan Berita
Alkitab tentang Yesus Kristus, maka arti Pengakuan Iman bagi kita sendiri dapat kita
simpulkan: Pertama: Kristus telah masuk kedalam keadaan kematian, ke dalam kerajaan
maut!. Kedua: Kristus tidak saja masuk kedalam terowongan gelap itu,akan tetapi ia telah
menembusinya juga: melalui kegelapan tercapailah terang. Ketiga: Kristus telah
menaklukkan kerajaan maut , artinya bahwa Ia telah mengalahkan dia yang tadinya berkuasa
atas maut serta memegang kunci maut dan alam maut, yaitu si iblis (Ibr 2:14; Why 1:18).

86
Ibid., 266-275

84 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kebangkitan87

Didalam Pengakuan Iman ada tertulis bahwa ’pada hari yang ke tiga’ Yesus Kristus
bangkit pula dari antara orang mati. Ungkapan “pada hari yang ke tiga” pertama-tama
menekankan bahwa kebangkitan Yesus Kristus menekankan bahwa kebangkitan Yesus
Kristus adalah suatu peristiwa yang nyata, bahkan adalah suatu perbuatan. Kebangkitan itu
dapat dipandang sebagi perbuatan Allah Bapa yang telah membangkitkan Yesus Kristus.
Kata-kata “pada hari yang ke tiga” selanjutnya menegaskan, bahwa disini terjadi suatu
permulaan baru di dalam sejarah. Apakah faedahnya kebangkitan Kristus untuk
kita?(katekismus Hesidelberg): (1) kemenangan atas dosa dan maut. (2) kebangkitan untuk
memulai hidup yang baru pada masa kini. (3) penghargaan akan kebangkitan yang
berbahagia pada masa depan.

Kenaikan Ke Surga88

Ada dikatakan, bahwa Yesus Kristus naik ke surga. Jadi dimanakah surga itu atau
apakah surga itu? Surga ialah “tempat” di mana Allah hadir secara khusus, di mana Ia “diam”
dimana telah didirikannya “takhta”Nya, tempat yang “pusat”yang daripadanya ia berfirman
dan bertindak dan memerintah.

Kemanakah Yesus Kristus pergi? “kenaikan ke surga” berarti: Ia telah kembali ke


”tempat” dimana Allah “diam”dan ber ”takhta” dalam arti baru seperti yang dijelaskan tadi.
“Kenaikan” itu berarti, bahwa Yesus Kristus, Tuhan yang telah disalibkan dan bangkit pula
itu sudah ditinggikan oleh Allah, sehingga sepenuhnya Ia ambil bagian dalam kemuliaan
Allah dalam kekuasaanNya, dan pemerintahanNya. Kenaikan Kristus memperingatkan kita,
bahwa kita hidup diantara dua masa: di belakang kita terletak masa “melihat” (Yoh 1:14;
1Yoh 1:1-3), demikianlah huda di depan kita (1 kor 13:12; 1 Yoh 3:2). Tetapi masa kini
adalah masa-selang kita “tidak lagi” melihat, kita “belum” melihat, kita disuruh “percaya”.

Duduk Di Sebelah Kanan Allah89

Apabila dikatakan, bahwa Kristus sedang duduk di sebelah kanan Allah, hal ini berarti
bahwa kepadaNya diberikan kehormatan serta kemuliaan yang paling tinggi, artinya bahwa

87
Ibid., 277-288
88
Ibid., 289-297
89
Ibid., 298-209

85 | D i k t a t D o g m a t i k a
Ia benar-benar mengambil bagian dalam kemuliaan Allah Bapa. Di dalam Alkitab seringkali
kita baca tentang “tangan kanan Allah”. Secara konkrit umat Israel telah mengalami
kekuasaan “tangan Allah” itu: Allah telah menyatakan kekuasaanNya dalam melepaskan dan
menyelamatkan uymat Israel. Berdasarkan kesaksian Perjanjian Lama itu, kita insaf bahwa
ungkapan”duduk disebelah kanan Allah” menyatakan bahwa Kristus memegang serta
menjalankan Kuasa –Pemerintahan. Ia dinaikkan untuk menjabat suatu fungsi tertentu: Ia
“dikuasakan” untuk menjalankan pemerintahan Allah! Kristus telah ditinggikan oleh tangan
kanan Allah menjadi seorang Raja dan Juruselamat (Kis 5:31).

Kedatangannya Sebagai Hakim90

Apakah kedatangan Kristus itu merupakan soal yang menakutkan? Didalam


Katekismus Heidelberg dikatakan, bahwa penghiburan yang kita peroleh pada saat itu adalah:
bahwa dalam segala kedukaan dan penganiayaan, dengan kepala tegak saya menantikan
kedatangan Dia juga, yang dahulu mengahadapi pengadilan Allah guna kebaikan saya, dan
yang sudah mengangkut semua kutuk Allah dari saya, untuk menjadi Hakim. Dia yang akan
datang sebagai Hakin itu, justru Dia juga yang sudah menjadi pengganti kita dalam
menanggung kutuk serta hukuman Allah, sehingga dibebaskanNya kita dari penghukuman.

Demikianlah Kristus datang untuk menghakimi: yang menjadi persoalan: apakah kita
percaya kepada Dia yang sudah mengangkut semua kutuk Allah dari kita? Itulah kepercayaan
yang menyelamatkan. Kepercayaan demikian mempunyai konsekwensinya bagi hidup kita
kini dan di sini. kepercayaan itu memberikan kita ketenangan hati terhadap segala sesuatu
yang terjadi di dunia ini dan dan di dalam hidup kita sendiri. Dengan itu haruslah menjadi
nyata dalam hidup kita, bahwa kita mempertaruhkan harapan kita kepada Yesus Kristus.

Ketiga Jabatan Kristus91

Ketiga Jabatan Kristus (munus triplex) maksudnya bahwa pekerjaan Kristus


merangkumi jabatan nabi, jabatan Imam, dan jabatan Raja. Dalam PL selalau ada dikatakan
tentang nabi, Imam, Raja diantara bangsa Israel. Dengan perantaraan itu Allah bertindak
terhadap umatnya. Ajaran tentang ketiga jabatan itu menekankan kesatuan antara Pekerjaan
Yesus Kristus dengan PribadiNya, ketiga jabatan itu menunjukkan anugerah yang
berkelimpahan yang dinyatakan kepada umatNya, ajaran ini disampaikan sebagai sejarah

90
Ibid., 310-322
91
Ibid., 323-333

86 | D i k t a t D o g m a t i k a
Gereja sebagai suatu warisan yang berharga dan secara oikumenis menghubungkan dengan
gereja. Kepercayaan Kristen ialah kepercayaan kepada Yesus Kristus. Mula-mula gereja
Lutheran tidak mengakui ketiga jabatan tetapi menguraikan Kristologia , yakni ajaran tentang
“kedua keadaan Kristus “status duplex” yaitu keadaan kerendahanNya dan keadaanya
kemuliaanNya. Untuk Calvinis lajimnya sebagai ikhtisar untuk membicarakan pekerjaan
Kristus.

Ketiga jabatan Kristus tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Benarlah Yesus adalah
Nabi, tetapi pemberitaanNya sebagai nabi sunggah menjadi satu dengan perbuatanNya
sebagai imam. Kristus telah datang untuk melayani sebagai perantara antara Allah dengan
umatNya. Sebagai nabi, imam dan raja seluruh pekerjaan Kristus dapat disimpulkan dalam
pelayanan (Yunaninya : diakonia). Ketiga jabatan itu saling meresapi dan saling menentukan.
Dalam keesaan itu ketiga jabatan ini mengarahkan perhatian kepada segenap pekerjaan Yesus
Kristus. Demikian juga ketiga jabatan ini menunjuk juga kepada rahasia Ilahi yang
terkandung dalam pribadi atau diriNya, yang satu.

4. Roh Kudus

Allah Roh Kudus92

Roh Kudus adalah Allah sendiri yang datang kepada umatNya, yang menyatakan
diriNya lewat tindakan. Allah menyatakan dirinya melalui Alkitab, jika di dalam Alkitab
membicarakan tentang Allah Bapa, maka dibicarakan juga tentang Yesus Kristus dan Roh
Kudus, demikianlah Allah menyatakan diriNya, yaitu dengan tiga nama yang menunjukkan
kepada tiga cara beradaNya sebagai Allah Bapa, sebagai Allah Anak, sebagai Allah Roh
Kudus, ketiga itu bukan menunjukkan tiga Allah melainkan Allah yang esa.

Bagian kedua dan ketiga dalam Pengakuan Iman erat sekali terikat satu yang lain.
Allah sudah bertindak (obyektif) di dalam sejarah, bagian kedua itu menyatakan bahwa di
dalam Yesus Kristus, Allah telah datang ke dunia ini dan kepada umat manusia dalam rangka
penyelamatan. Bagian ketiga Pengakuan Iman menyatakan, bahwa kita sendiri
(subyektif)yang dimaksudkan dalam pekerjaan Allah itu: oleh pekerjaan Roh Kudus di dalam
hati dan hidup, maka kita dilibatkan dalam rangka penyelamatan Allah, sehingga benar-benar
manusia ambil bagian dalam keselamatan itu.

92
Ibid., 335-350

87 | D i k t a t D o g m a t i k a
Di dalam Alkitab bahwa Roh Kudus diam dalam diri kita (Roma 8:9,11; 1 Kor 3:16;
6:19;2 Kor 6:16), karena itu adalah petaruh ataupun panjar yang kini diberikan kepada
manusia sebagai jaminan tentang keselamatan yang dijanjikan (2 Kor 1:22; 5:5; Ef. 1:14),
bersama-sama dengan roh orang beriman, Roh Kudus memberikan kesaksian kepada kita
bahwa sungguh umat menjadi anak-anak Allah (Rom. 8:16), segala sesuatu diselidikiNya
bagi kita dan di dalam kita, juga rencana keselamatan Allah (1 Kor 2:10). Oleh Roh Kudus ,
kasih Allah dicurahkan ke dalam hati manusia (Rom. 5:5). Kelahiran kembali serta
pembaharuan manusia adalah pekerjaan Roh Kudus (Yoh. 3:3,8). kepada orang-orang
beriman dikaruniakan Roh Kudus dan sungguh Ia dalam manusia (Yoh. 14:17; 2 Tim 4:13).
Itulah sebabnya kita dapat menjadi “anak-anak Allah” yang boleh menyebut Allah
itu”Bapa”oleh sebab percaya kepada Yesus Kristus (Rom. 8:15, Gal. 4:16).

Gereja93

Gereja yang disebutkan dalam pengakuan Iman adalah gereja yang kelihatan dan
tidak kelihatan, adalah tanpa memisahkan keduanya satu sama lain dan tanpa melebur satu
sama lain dan merupakan suatu realitas rohani di dunia ini. Salah satu sebutan yang disebut
Alkitab adalah bahwa gereja adalah Tubuh Kristus (Rm 12:4;1 Kor. 10:16). Berkenaan
dengan itu diambil kesimpulan: tubuh bersifat kelihatan, Kristus telah datang sebagai
manusia, oleh karena itu gereja benar-benar adalah suatu yang nyata kelihatan di dunia ini,
dalam rangka penyelamatan akan tetapi tidaklah dapat dilihat yakni Tubuh Kristus adalah
soal kepercayaan bahwa Kristus adalah manusia, dengan kata lain dimana Firman Allah telah
menjadi “mendaging” (telah menjadi manusia) dalam manusia Yesus orang nazaret itu adalah
Kristus .

Persekutuan Yang Sungguh94

Persekutuan yang sungguh berasal dari bahasa Communio sanctorum yang telah
dipergunakan dari gereja lama bagian Timur dapat disamakan dengan ungkapan Yunani:
Koinonia ton Hagion yang artinya ikut serta di dalam apa yang kudus, turut ambil bagian di
dalamnya, mengenai apa yang kudus dihubungkan bagi orang yang telah ambil bagian dalam
sakramen. Persekutuan dengan apa yang Kudus menandakan “persekutuan dengan darah
Kristus”, artinya bahwa kita dijadikan satu dengan Kristus di dalam kematianNya dan roti

93
Ibid., 351-371
94
Ibid., 372-383

88 | D i k t a t D o g m a t i k a
menandakan persekutuan dengan tubuh Kristus. Roh kudus membuat orang-orang beriman
menjadi satu persekutuan yang dicirikan oleh ikatan dalam sejahtera dan kasih (Ef 4:3;Kol
3:14-15),

Alkitab95

Berkat adanya Alkitab maka ada gereja. Gereja adalah berdasarkan kesaksian para
nabi dan rasul, sebagaimana dismpan bagi kita di dalam bentuk Alkitab, berkat adanya
Alkitab, selalu pulalah ada orang-orang yang menjadi percaya serta mempercayakan dirinya
kepada Yesus Kristus artinya orang yang sudah mendengar suara Tuhan artinya orang yang
sudah mendengar suara Tuhan yang memanggilnya untuk menjadi anggota jemaat Kristus di
dunia ini. Membicarakan soal alkitab erhubungan dengan Roh Kudus dan pekerjaanNya.

Roh Kuduslah yang sudah membuat bahwa masa lampau ada terdapat orang-orang
yang mendengarkan Firman Allah lalu meneruskan dan menuliskan hingga tercipta Alkitab,
Roh Kudus lah yang membuat bahwa isi Alkitab menjadi Firman Allah bagi kita, Allah yang
hidup dan berfirman,disini Roh Kudus mau menyatakan kepada kia, apa artinya bagi kita
sendiri bahwa Yesus Kristus telah datang , telah disalibkan dan bangkit dan bahwa kini telah
menjadi Tuhan yang hidup serta memerintah dalam hidup kita. Dan hanya dalam percaya
artinya pekerjaan oleh Roh Kudus dalam diri kita yang menjadikan Alkitab sebagai Firman
Allah. Roh kudus lah yang ingin mempertemukan kita dengan Yesus Kristus sebagai Firman
Yang Hidup yang kini dan di sini datang kepada kita dari Allah yang hidup.

Injil Dan Hukum Allah96

Alkitab berisi Firman Allah yang hidup, Firman yang menjadi daging /manusia.
Berita atau kesaksian itu yang disebut dengan Injil ynag memberitakan kabar baik tentang
Yesus Kristus tentang kedatanganNya, tentang penderitaan dan kematianNya serta
kebangkitanNya. Alkitab terdiri dari dua bagian yakni injil dan hukum. Gereja Kristen telah
ditempatkan dalam dunia ini untuk memberitakan tentang hal itu. Di dalam pemberitaan
ditegaskan bahwa Allah adalah bahwa Rahmani dan berkenan menyelamatkan kita.

Injil dan hukum berpautan satu sama lain sebagai dwitunggal yang tidak dapat
dipisahkan , sebab injil dan hukum adalah laksana dua wajah dari satu soal, dua perkataan

95
Ibid., 384-404
96
Ibid., 405-421

89 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang bersama-sama mengucapkan satu berita. Orang-orang yang terikat kepada Kristus
adalah sungguh merdeka, hidup secara Kristen bukan berarti bahwa kita tahluk dalam suatu
hukum keagamaan melainkan Roh Kudus berkuasa atas hidup kita, dimana Roh Tuhan ada,
disanalah terdapat kemerdekaan (2 kor 3:17). Injil datang kepada kita dengan penuh
kewibawaan serta kuasa sebab injil itu dibertakan kepada kita dalam bentuk hukum,

Perjanjian Allah97

Dalam Alkitab kita menemukan Perjanjian Allah maka tentulah juga ada dua pihak
antara Allah dan manusia. Bahwa Allah selaku pihak yang memberi atau mengadakan
perjanjianNya dengan manusia dengan manusia selaku Pihak yang menerima. Dalam hal ini
kita memahami Perjanjian sebagai sikap Allah terhadap kita manusia , yaitu sikap yang yaitu
sikap yang dinyatakanNya dalam perbuatanNya untuk menghubungkan diri dengan manusia
dalam rangka sejarah keselamatan. Alkitab memperlihatkan, bahwa perjanjian Allah timbul
dari Kasih dan rahmatNya dan bahwa perjanjian ini tetap teguh karena kesabaran Allah dan
kesetianNya.

Inisiatif untuk mengadakan perjanjian itu selalu datang dari pihak Allah yang
memberitakan tentang ketetapan Allah tentang kesabaran dan kesetiaan Allah di dalam
rahmatNya terhadap umatNya. Berita Alkitab tentang perjanjian Allah mau menyakinkan
bahwa, Allah di dalam rahmatNya tetap memegang kita serta tetap setia bahwa Allah di
dalam RahmatNya tetap setia kendati dosa dan ketidak taatan kita, kabar ini datang dalam
bentuk hukum.

Baptisan dan Perjamuan98

Bila seseorang lahir diluar kalangan Kristen menjadi percaya kepada Tuhan Yesus
dan mau bergabung dengan Gereja Kristen, maka akan di adakan suatu upacara yang kita
sebut Pemandian, atau disebut juga Pembaptisan yang berasal dari kata kerja Yunani
“babtizo” = membahasihi. Pendeta mencelupkan jari-jarinya ke dalam sebuah bejana berisi
air, lalu membasahi dahi orang yang akan dibabtis itu. Kemudian pendeta akan membabtis
atas nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat 28:19). Perbutan ini merupakan lambang. Air
dipakai melambangkan pembersihan, demikian juga pembabtisan itu bersangkut paut dengan

97
Ibid., 422-435
98
Ibid., 436-465

90 | D i k t a t D o g m a t i k a
pembersihan manusia dari dosanya. Dengan meminta Baptisan, kita mengaku percaya
kepada Dia yang telah mengerjakan pengampunan tersebut.

Perjamuan Kudus adalah upacara khusus yang diadakan beberapa kali dalam satu
tahun. Ini biasa dilakukan bagi angota Gereja yang sudah mengaku kepercayaannya ditengah-
tengah Jemaat atau dengan kata lain telah menjadi “anggota sidi”. Hal ini juga bersifat
lambang: roti melabangkan tubuh kristus yang telah “dipecahkan” karena kita, sedangkan
anggur itu menunjuk kepada darah Kristus yang ditumpahkan karena kita. Kedua upacara ini
disebut sebagai sakramen yang dapat diartikan sebagai “benda suci” atau “perbuatan kudus”
atau “rahasia suci”.

Pengampunan dosa (pembenaran dan pengudusan)99

Kita harus mengerti bahwa kata “dosa” itu mempunyai arti yang lain dan isi yang jauh
lebih besar. Kata dosa bukan saja berarti, bahwa manusia menlanggar hukum-hukum atau
aturan tertentu. Dan kita tidak dapat menganisis perbuatan-perbuatan kita yang menunjuk
kapada kesalahan dan menemukan arti dosa.

“Dosa” tidaklah sama dengan kejahatan. Ya memang, segala kejahatan adalah dosa.
Dosa bukanlah soal tubuh manusia, sifat atau pembawaan atau kodrat kita. Pendek kata dosa
itu tidak boleh diartikan hanya sebagai etika manusia yang berbicara tentang berbagai
pelanggaran akan kesusilaan, akhlak dan kesusilaan dan kesopanan, tetapi kata “dosa” adalah
istilah theoligia yang langsung ada sangkutpautnya dengan hubungan manusia dengan Allah.
Hanya dengan Firman Tuhan dan hanya dia yang percaya yang mengetahui dia berdosa atau
tidak. Sebab justru dihadapan Allah ia menjadi seorang-orang yang berdosa.

Pertobatan dan kelahiran kembali100

Pertobatan didasari oleh kata “tobat” pertama-tama mengikatkan kita kepada sesal
dan penyesalan atas dosa kita. Sesal atau tobat tidak hanya mengenai tidak tanduk kita yang
kelihatan, malainkan seluruh hidup kita, hati kita, batin kita yang sedalam-dalamnya. Dalam
bahasa ibarani kata tobat (syub), yang berarti: berpaling dan kembali kepada Tuhan. Dalam
Septuaginta kata Ibrani itu diterjemahkan dengan kata Yunani epistrophe, yag tepat sama
artinya. Jadi dapat diartikan Pertobatan berarti melepaskan diri dari perhambaan penguasa-

99
Ibid., 466-487
100
Ibid., 488-500

91 | D i k t a t D o g m a t i k a
penguasa dunia dan dewa-dewa dunia ini, membelakangi mereka dan berpaling kepada
Kerajaan yang mendatang. Bertobat artinya berpaling, mengubah segala sikap hidup, lalu
memandang kepada Yesus Kristus dan bertanya kepada Dia. Tuhan apakah, yang harus
kuperbuat? (Kis 22:10). Berbicara tentang “kelahiran kembali”, tidak boleh dibatasi hanya
sebagai soal kebatinan dan jiwa manusia. Sama seperti “tobat” demikian juga dengan
“kelahiran kembali” itu erat hubungannya denga Kerajaan Allah.

Permintaan doa101

Jemaat Kristus hidup berdasarkan pengampunan dosa. Dengan percaya kepada Yesus
Kristus, kita boleh menghadap Allah selaku orang-orang yang telah dibenarkan dan
dikuduskan. Kedudukan ini, yang diberikan Allah kepada kita, yang merupakan alas dan
dasar permintaan doa. Bagi orang, yang hidup dalam kemerdekaan anak-anak Allah,
permintaan doa itu merupakan suatu perintah dan keharusan. Allah menuntut, agar kita
berdoa kepadaNya saja dan mengharapkan segala pertolonggan dari Dia saja (Maz 50:15).
Dalam kitab-kitab para nabi sering dibicarakan tentang permintaan doa sebagai perintah yang
disertai janji Allah (Yes. 55:6, Yer. 29:12; 33:3). Dan Tuhan sendiri yang menyurus kita
berdoa kepadaNya dengan mengajarkan Doa Bapa Kami.

Kebangkitan daging102

Titik pangkal pembicaraan tentang “kebangkitan daging, yakni: kepercayaan kepda


Yesus Kristus, yang telah disalibkan dan telah bangkit. Kebangkitan daging dam hidup yang
kekal merupakan Keselamatan “di masadepan”. Keselamatan disini mengarah kepada
eskatologi. Keselamatan yang diharapkan oleh Tuhan adalah pengharapan yang hidup. Kita
percaya dan mempercayakan diri kepada Allah Bapa yang telah menyatakan Diri dalam
Yesus Kristus dan dengan Peraturan Roh Kudus menjamin bagi kita Keselamatan yang sudah
diwujudkan dalam kedatangan Kristus.

Hidup yang kekal103

Hidup yang kekal atau hidup secara kekal berhubungan erar dengan penyataan
Kerajaan Allah. Supaya kita dapat masuk kedalam Kerajaan Allah, untuk itulah Tuhan lahir

101
Ibid., 501-518
102
Ibid., 519-533
103
Ibid., 534-547

92 | D i k t a t D o g m a t i k a
kedunia dan mati untuk menebus dosa manusia dan untuk itu juga Kristus akan datang:
supaya Kerajaan ini diwujudkan dengan terang-terangan dihadapan sekalian orang. Ini lah
yang membuat hidup kita memeroleh makna dan isinya sesungguhnya. Hidup kita bukan
hanya sekedar hidup melainkan ada hidup yang kekal yang akan digenapi di dalam Kerajaan
Sorga yang sedang ada dan akan datang (Mat. 6:26). Inilah hidup yang sebenarnya, hidup
yang sejati, hidup dalam arti sesungguhnya, hidup yang berisi dan bermakna, yakni: hidup
sebagai orang-orang yang sudah menyambut berita Kerajaan Allah, sehingga kini dan di sini
kehidupan mereka berpusat kepada Berita itu. Hidup demikianlah yang dapat disebut “hidup
yang kekal” ataupun hidup secara kekal.

Allah Tritunggal104

Jika kita berbicara tentang “Ketritunggalan” maka haruslah terlebih dahulu kita
sadari, bahwa kita berbicara tentang Allah. Allah itu adalah Allah yang hidup, tidak dapat
diselidiki dengan akal-budi. Ketritunggaln ini merupakan rumusan Dogma yang dibuat oleh
gereja. Dogma ini bukanlah penjelasan yang masuk akal, melainkan justru mau menjaga
rahasia ilahi yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Menurut kesaksian Alkitab,
sungguhada satu Allah yang esa; 2. Kedatipun demikian, ada tiga kali hal untuk berbicara
tentang Allh, artinya dengan mempergunkan tiga nama, yang tidak boleh dipisah-pisah satu
sama lain, tetapi toh harus dibedakan-bedakan satu sama lain.

Jadi kita mengaku, bahwa Allah yang satu dan esa itulah yang bertindak, baik dalam
penciptaan, baik dalam pendamaiaan, baik dalam kelepasan. Namun penyataan diri Allah
yang esa seakan-akan bertindak tiga kali dengan cara yang berbeda: sebagai Khalik, sebagai
Pendamai, dan sebagai Pelepas. Dan oleh karena Allah sungguh ada, sebagaimana Ia
menyatakan diriNya, maka kita berbicara tentang tiga cara-berbeda di dalam hakekat Allah
yang esa itu. Ketiga “cara-berbeda” itu dinamai: Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus.
Dan ketiganya tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain.

III. Tanggapan teologis

Keselamatan diperoleh oleh manusia dan seluruh alam semesta karena adanya
pernyataan diri Allah kepada manusia yang didasarkan pada inisiatif bebas Allah. Hal itu

104
Ibid.547-561

93 | D i k t a t D o g m a t i k a
sama sekali bertentangan dengan adanya usaha manusia untuk mencari dan menggapai
keselamatan dari Allah, karena jika demikian tentulah usaha itu tidak akan membuahkan
hasil. “Pernyataan Allah” itulah yang menjadi keselamatan bagi manusia yang bersedia
menyambutNya. Pernyataan itu didasarkan pada belas kasihan Allah terhadap kesengsaraan
manusia di dunia akibat dosa-dosa. Di dalam perjanjian Lama dinyatakan bahwa Allah
menyatakanNya. Pernyataan itu didasarkan pada belas kasihan Allah terhadap kesengsaraan
manusia di dunia akibat dosa-dosa. Di dalam perjanjian Lama dituliskan bahwa Allah
menyatakan namaNya YHWH (Keluaran 6:5). Pernyataan namaNya menjadi pengenalanNya
bagi seluruh dunia melalui umatNya Israel, dalam rangka penyelamatan.105 Lebih
lanjut lagi, Karl Barth mengatakan bahwa penyataan diri Allah yang Esa sebagai penyelamat
yang memerdekakan manusia dan seluruh dunia ada di dalam diri Anak TunggalNya. Firman
Allah yang kekal memilih menguduskan dan menerima keadaan manusia untuk bersatu
dengan diri Yesus Kristus. Sebagai Allah yang sejati dan sebagai manusia yang sejati Allah
menyatakan firmanNya kepada manusia sebagai yang mendamaikan.106

Allahlah yang berinisiatif memberikan keselamatan bagi manusia. Berarti


keselamatan itu sepenuhnya merupakan anugerah Tuhan. Namun, dalam kelanjutannya,
keselamatan itu dapat terwujud di dalam diri orang yang menyambut keselamatan tersebut,
yakni orang-orang percaya. Dalam hal ini iman atau kepercayaan adalah tangan yang
diulurkan manusia untuk menerima kasih karunia Allah yang sangat besar.107 Ini sesuai
dengan apa yang dkatakan Karl Barth:
 Percaya berarti bahwa kepada kita dikaruniakan pertemuan dengan Allah yang hidup, dan
dengan demikian kita ditempatkan dalam kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu
kemerdekaan untuk mendengarkan firman anugerah/kasih karunia Allah di dalam Yesus
Kritus sedemikian rupa, hingga kita berpegang teguh padanya, kendati segala sesuatu yang
Nampak di hadapan kita.
 Percaya berarti bahwa akal budi kita dengan demikian kita ditempatkan dalam
kemerdekaan yang sesungguhnya,yaitu kemerdekaan untuk hidup dalam kebenaran yang
dari Allah, dan dengan demikian juga untuk mengetahui makna kehidupan kita serta dasar
dan tujuan segala sesuatu yang terjadi.

105
Christoph Barth, Theologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 148-161
106
Clifford Green, Karl Barth, Teolog kemerdekaan, (Jakarka-BPK-GM, 2003), 148-149
107
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 17-18

94 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Percaya berarti bahwa kita mengambil keputusan, dan dengan demikian kita ditempatkan
dalam kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu kemerdekaan untuk memberikan kesaksian
tentang pengenalan dan pengetahuan akan kebenran yang dari Allah.

Iman atau kepercayaan menuntut penerimaan dengan sepenuh hati. Seorang beriman
tidak lagi akan mempermasalahkan kebenaran Alkitab jika diperhadapkan dengan apa yang
dinyatakan dalam ilmu pengetahuan, sebab dia tentu menyadari bahwa kebenaran yang
dinyatakan oleh Alkitab adalah kebenaran yang sama sekali berbeda dengan kebenaran
historis maupun biologis. Kebenaran Alkitab adalah satu-satunya kebenaran yang mampu
menyejahterakan kehidupan manusia.108

Kepercayaan (sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab) dan ilmu pengetahuan
mendekati misteri itu dengan suatu cara yang berbeda satu sama lain. Tidak sepantasnya
keduanya dipertentangkan. Baik kepercayaan dan ilmu pengetahuan tidak dapat
menyingkapkan secara total misteri penciptaan Allah atas alam semesta. Namun kebenaran
Alkitab ingin menyatakan kebenaran yang menyejahterakan kehidupan manusia yakni
Tuhanlah yang mengasalkan segala sesuatu, maka segala sesuatupun harus bersujud
menyembah Tuhan Sang Pencipta.109

Kepercayaan orang-orang Kristen adalah buah dari pekerjaan Roh Kudus. Yesus
melalui Roh Kudus mengumpulkan orang-orang percaya. Gereja merupakan persekutuan
(communio), bukan suatu keadaan atau lembaga, melainkan suatu persitiwa dimana anggota
jemaat yang dikumpulkan dan berkumpul itu bertindak secara aktif, yaitu umat yang hidup
dari Tuhan Yesus Kristus yang hidup dalam perwujudan eksistensinya.110

IV. Kesimpulan

Dalam setiap uraian subjudul dalam buku dogmatika masakini terlihat adanya
penekanan atas Allah yang berkuasa, yang berinisiatif bebas untuk bertindak menyelamatkan
umat-Nya. Sehingga dapat dipahami bahwa keselamatan yang diperoleh oleh umat manusia
dalam keberimanannya adalah semata-mata anugerah Allah. Sebab manusia benar-benar
lemah dan sugguh tidak dapat mengerjakan keselamatannya sendiri. oleh karena itu pekerjaan

108
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2006)288-289
109
J.A.B. Jongeneel, Misteri Kepercayaan dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: BPK-GM, )op-cit., 38-40
110
Clifford Green, op-cit, 291-292

95 | D i k t a t D o g m a t i k a
manusia bukan lagi mengerjakan keselamatannya, melainkan menyambut keselamatan yang
disediakan Allah ke dalam hidupnya dan seluruh dunia. Orang-orang percaya adalah rang-
orang yang mempercayai Allah Bapa di dalam Yesus Kristus atas tuntunan Roh Kudus.

V. Daftar Pustaka

Barth, Christoph
2006, Theologi Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM

Green, Clifford
2003 Karl Barth, Teolog kemerdekaan, Jakarka-
BPK-GM
Hadiwijono, Harun
2006 Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM
Jongeneel, J.A.B.
2000 Misteri Kepercayaan dan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: BPK-GM
Urban, Linwood
2006 Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta:
BPK-GM
Van Niftrik, G. C. & Boland,B. J.
1995 Dogmatika Masakini, Jakarta: BPK-GM

Nama Anggota Kelompok :Nehemia Sitinjak (14.2860)

Patuan Manurung (14.2896)

Mata kuliah : Dogmatika I

Dosen : Pdt. Dr. J. Boangmanalu

TEOLOGI SISTEMATIKA I

96 | D i k t a t D o g m a t i k a
(Nico Syukur Dister)

I. Pendahuluan
Nico Syukur Dister lahir di Maastricht, Belanda pada tahun 1939. Ia belajar filsafat
dan theologi di Belanda, Belgia dan Jerman. Disertasi di Universitas Leuven, Belgia pada
tahun 1972 dengan judul Koinsidensi Pertentangan dalam Filsafat Cusanus. Mengajar
sebagai dosen tetap dari tahun 1973 sampai 1983 di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
Jakarta untuk bidang Theologi Dasar dan mulai tahun 1983 sampai sekarang di Sekolah
Tinggi Filsafat Theologi Fajar Timur Jayapura untuk bidang Sejarah Filsafat Barat dan
Sejarah Theologi, selain untuk beberapa cabang Teologi Sistematika. Di samping itu
mengajar sebagai dosen tidak tetap di Unika Atma Jaya Jakarta untuk bidang Psikologi
Agama; di Universitas Cendrawasih Jayapura untuk bidang Sejarah Pemikiran Modern; dan
di Sekolah Tinggi Theologia I.S. Kijne Jayapura untuk bidang Theologi Sistematika. Dari
tangannya telah terbit berbagai publikasi di bidang Filsafat, Theologi dan Psikologi Agama.

Dalam buku Nico Syukur Dister ia menggambarkan bahwa Teologi Sistematika


merupakan rangkuman teologi kristiani khususnya teologi Kristen-Katholik. Menurut Nico
Syukur Dister dalam teologi sistematika kopendium terdiri dari tiga bagian yaitu: Bagian
Pertama, Prolegomena: Epistemologi Teologi: 1). Teologi Wahyu dan Iman. Bagian Kedua:
Allah penyelamat: 2).Teologi Trinitatis. 3). Kristologi. 4). Pneumatologi. Bagian Ketiga:
Ekonomi Keselamatan. 5). Teologi Penciptaan. 6). Soteriologi. 7). Eklesiologi.
8).Sakramentologi. 9).Mariologi. 10).Eskatologi.

II. Isi Ringkas Buku


2.1. Theologi Wahyu dan Iman111

Teologi itu ilmu iman, maka caranya untuk memperoleh pengetahuan bukan hanya
melalui sensus, ratio dan intellectus, yaitu masing-masing pengalaman indrawi, akal budi dan
intuisi rohani. Ketiga cara ini sesuai dengan kemampuan triganda yang dimiliki manusia
demi kodratnya. Ketiga ini merupaka prinsip pengetahuan pada umumnya sehingga berlaku
untuk setiap ilmu, termasuk ilmu teologi. Pada hakikatnya wahyu merupakan inisiatif Allah
dalam mendekati manusia begitu rupa sehingga Allah menganugerahkan diriNya kepada
manusia. Supaya dapat diimani manusia wahyu itu harus disampaikan kepada manusia, dan

111
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I, Kanisius, Yogyakarta 2004: hlm. 35-124

97 | D i k t a t D o g m a t i k a
penyampaian itu terjadi di dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Sejauh menjadi saranya
penyampaian wahyu Allah, sejarah umat manusia sepantasnya disebut sejarah keselamatan,
mengingat Allah mewahyukan diri demi keselamatan manusia.

Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia sebab wahyu yang
tidak ditanggapi manusia itu tidak mencapai sasarannya, dan sejauh itu bukanlah wahyu
dalam arti yang penuh. Di dalam kitab suci, wahyu disampaikan kepada nenek moyang kita
melalui perantaan para nabi. Pada hakikatnya, wahyu dalam kitab suci dapat diringkaskan
dalam dua kata ini. Allah berbicara. Allah keluar dari keadannya yang tersembunyi, secara
aktif menyatakan diri, memberi kesaksian tentang sikap, sifat, dan kehendakNya, membuat
diriNya dikenal dan diakui.

Dalam perjanjian lama wahyu Allah terjadi terutama melalui para nabi. Yang
dinyatakan Tuhan, yaitu: Kehendaknya, diwahyukan Allah dalam hukum taurat: “Ia
memberitakan firmanNya kepada Yakub, ketetapanNya, dan hukumNya kepada Israel”
(Mzm. 147:19) Kemahakuasaan serta Kemuliannya, dinyatakan Alah dalam alam ciptaan:
langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya
(Mzm. 19:2). Dengan menjadikan langit dan bumi, Allah menyatakan diri sebagai Allah yang
hidup, ketimbang ketakberdayaan berhala-berhala yang mati (Yos. 3:10, Ul. 5:23, Mzm.
96:5; 97:7) dan Keadilan Serta Kerahiman, Tuhan dinyatakn dengan memilih, membimbing,
dan melindungi umatnya.

Wahyu dalam perjanjian baru adalah wahyu dalam dan oleh Yesus Kristus Anak
Allah (Mat. 17:5) wahyu perjanjian baru sifatnya unik karena dua alasan yaitu : Pertama,
karena Yesuslah satu-satunya pembawa wahyu dalam arti yang sesungguhnya dan
sepenuhnya. Kedua, karena Yesus merupakan satu-satunya “objek” wahyu. Yang
dimaksudkan Paulus dengan wahyu ialah penyingkapan rencana Allah tentang keselamatan
dalam Kristus (Rom. 16:25-27) dan juga tentang penghakiman yang adil. Tentu saja juga
pada santo Paulus “wahyu” mengandung pemberitahuan serta pemerkayaan pengetahuan
rohani, tetapi pahamnya tidak memiliki corak inteklektualistis yang kuat sebagaimana halnya
di kemudian hari dalam teologi skolastik. Paham wahyu yang demikian diuraikan W.
Grossouw dan J. de Fraine, SJ, secara lebih lanjut dalam butir berikut sambil merangkum
teks-teks yang bersangkutan:

98 | D i k t a t D o g m a t i k a
1. Pelaku wahyu, dalam arti yang petama dan sesungguhnya ialah Allah yang dalam
kedaulatan dan kebebasan kehendakNya yang maha kuasa, dalam kasih karuniaNya
yang tak terhingga, dan menurut hikmatNya yang beraneka ragam telah
merancangkan rahasia keselamatan itu.
2. Sasaran wahyu, bukan hanya pengaruniaan pribadi. Wahyu itu bukan ajaran rahasia
yang hanya diperuntukkan bagi orang tertentu yang serahasia, seperti dalam agama
misteri Helenis, melainkan suatu penyingkapan dalam arti yang sepenuh-penuhnya
demi keselamatan umat manusia,
3. Wahyu yang masih dinantikan, ialah penyingkapan kemuliaan eskatologis yang
akan terjadi pada parusia, yaitu pernyataan sang Kristus dengan semarak dan mulia
bila Ia kembali di akhir zaman. Pada saat itu akan dinyatakan juga kemuliaan kita
bersama dengan Dia.
4. Isi wahyu, ialah misteri sang Kristus dan Yesus Kristus sendiri. Apa yang
selanjutnya dikatakan Paulus sebagai obkjek wahyu itu selalu berpautan dengan
kenyataan keselamatan yang utama tadi, yakni kebenaran Allah yang membawa
keselamatan, tata iman kepercayaan, arti Kristiani dari perjanjian lama, kemuliaan
yang akan datang, murka Allah, manusia durhaka dan rahasia kedurhakaan,
penyataan-penyataan pribadi yang diterima Paulus tidak diketahui apa isi penyataan
yang disebut dalam 2 Korintus 12 :1-2.

Sikap manusia terhadap wahyu haruslah iman kepercayaan, yang oleh Yohannes
kadang-kadang disebut melihat. Dalam Anak Allah yang telah menjadi mansuia itu wahyu
pada hakikatnya sudah diberikan. Namun demikian pandangan Yohannes dan Paulus
bersesuaian lagi bila Yohanes berbicara mengenai hari kedatanganNya, yaitu apabila Kristus
akan menyatakan dirinya, kita akan sama seperti dia, sebab kita akan melihat dia dalam
keadaanNya yang sebenarnya. Dapat dimengerti bahwa paham wahyu kodrati tidak kita
temukan pada Yohannes. Ia hanya mengenal wahyu dalam arti yang penuh, yakni wahyu
Anak dan wahyu Bapa melalui anak yang seluruhnya bersifat adikodrati dalam firman yang
telah menjadi manusia. Dalam refleksi paska rasuli atas kenyataan wahyu, pemahaman
tentangnya terungkap bukan hanya dalam terminology pewahyuan sendiri, tetapi juga dalam
berbagai istilah lain.

Apa yang telah diwahyukan Allah secara umum melalui alam ciptaannya dan sejarah
bangsa Indonesia pada umumnya itu ditegaskannya sekali lagi secara khusus melalui kitab

99 | D i k t a t D o g m a t i k a
suci dan sejarah keselamatan. Kekhususan itu terletak dalam pemilihan suatu bangsa yang
khusus, Israel, yang menghasilkan pengenalan akan Allah yanhg lebih tepat. Para pemikir
Kristiani yang ortodoks menonjolkan ciri khas wahyu yang Kristiani dengan naik banding
kepada ekonomi keselamatan, yakni kepada perwujudan historis dari rencana Allah untuk
menyelamatkan bangsa.

Iman menurut teologi dewasa ini yang endapan teologisnya disahkan Magesterium
gereja dalam konstitusi Dei Verbum itu juga. Iman dipahami sebagai tindakan percaya artinya
iman dengan mana, dan tindakan itu diartikan Vatikan II pertama-tama sebagai dengan bebas
menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah. Bila dalam Alkitab Wahyu berarti bila Allah
berbicara, maka pembicaraan itu berlangsung bukan hanya kata-kata para nabi, dan juru
bicara lainnya, yang bertugas menafsirkan peristiwa sejarah, tetapi Allah berbicara pula
melalui peristiwa-peristiwa itu sendiri yang ditafsirkan oleh orang-orang yang ditugaskanNya
itu. Sikap beriman mengandaikan kehendak yang secara aktif mendengarkan apa yang
difirmankan Allah. Oleh karena itu beriman berarti taat dan patuh keopada perintah Allah
sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku. Dalam
perjanjian lama beriman berarti juga menaruh percaya pada janji Allah. Wahyu Allah dalam
perjanjian pertama mendapat bentuk konkret baik dalam hukum taurat maupun dalam janji
keselamatan. Maka, beriman berarti percaya bahwa Allah akan menggenapi apa yang
dijanjikannya itu (bdk. Kej. 15:6).

Paham iman pada para bapa apostolic (tahun 90-165) masih sangat dekat dan mirip
dengan iman dalam kitab suci. Di satu pihak, mereka menekankan sikap taat kepada hukum
Ilahi, sehingga terdapat nuansa etis yang kuat. Hubungan dengan Kristus terungkap bukan
hanya dalam pandangan bahwa dialah pemberi hukum, tapi juga dalam penegasan bahwa
orang beriman bersatu dengan Kristus secara personal pneumatis. Dilain pihak, iman terarah
kepada kebahagiaan eskatologis: iman dan harapan bersatu padu. Berbeda dengan para bapa
apostolic yang ajarannya mengajarkan pendalaman iman qua talis, para apologet Yunani
menghadapkan iman Kristiani pada budaya Helenis yang sejaman, lalu berusaha
mempertanggungjawabkan iman Kristiani dihadapan budaya helenis. Termasuk juga jasa
para apologet yaitu menunjukkan bahwa selayaknya manusia sebagai makhluk berbudi itu
percaya akan wahyu Biblis tentang kebangkitan badan, nubuat para nabi, dan kedudukan
serta peranan Kristus sebagai sabda Allah.

100 | D i k t a t D o g m a t i k a
Walaupun konsili Vatikan I mengeluarkan konstitusi dogmatis de Fide Catholica
(tentang iman katolik), namun di dalamnya tidak diberikan uraian menyeluruh mengenai
hakikat iman, yakni segi intelektual, segi pengetahuan, dan khususnya hubungan iman dan
akal budi. Bagi vatikan I, beriman berarti percaya bahwa sesuatu hal benar. Iman dipandang
konsili sebagai kebenaran-kebenaran oleh akal budi mansuia berdasarkan pemberitahuan dari
pihak Allah yang mewahyukan kebenaran tersebut. Iman itu adalah anugrah Allah yaitu
karya Roh Kudus, maupun tindakan manusia. Roh Kudus menerangi akal budi kita dan
membimbing daya-daya kita. Keaktifan roh itulah yang disebut konsili “bantuan batiniah dari
Roh kudus”, berkat mana manusia mendapat kenikmatan menyetujui warta injil secara benar.

Kegiatan Roh Kudus itu tidak membuat manusia menjadi pasif dalam iman
kepercayaan, iman tetap tindakan manusia juga. Sebagai makhluk berbudi, manusia percaya.
Maka, dengan bebas, tanpa paksaan apapun, manusia menyerahkan diri kepada gerak Roh
Kudus dan menyetujui pewartaan. Teologi fundamental dalam arti pertanggungjawaban
teologi iman terhadap akal budi dikembangkan lebih lanjut dalam era antara vatikan I dan II,
antara lain karena perhatian besar Vatikan I baik pada kewajaran maupun batas-batas teologi
alamiah atau teoligi kodrati dalam konstitusi Dei Filius.

Dalam rangka pertanggungjawaban iman itu, konsili vatikan I menuju kepada tanda-
tanda lahiriah yang menyertai bantuan batiniah roh kudus, seperti nubuat dan mukzizat. Akan
tetapi, apa yang dalam mempertanggungjawabkan iman di hadapan akal budi itu tak kalah
pentingnya dalam mengacu kepada keselarasan misi pewartaan dengan kerinduan terdalam
yang ada dalam hati manusia yang haus akan Allah sebagaimana dibuat oleh pemikir zaman
modern.

Tanggapan Dogmatis : “Theologi Wahyu dan Iman”

Wahyu adalah Allah yang menyapa manusia. Tanggapan manusia yang diharapkan
Allah sebagai jawaban atas wahyu Nya ialah iman kepercayaan atau penyerahan diri manusia
kepada Allah pewahyu. Bila wahyu berarti Allah yang menyapa manusia, iman berarti bahwa
manusia menjawab Allah secara positif. Dengan demikian jelaslah bahwa wahyu dan iman
adalah paham yang korelatif. Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman
manusia, sebab wahyu yang tidak ditanggapi dengan iman, tidak mencapai sasarannya.
Wahyu itu suatu fakta, karena pada kenyataannya Allah memang telah mewahyukan diriNya
dan mengatakan rahasia kehendakNya melalui Kristus. Wahyu itu misteri, karena merupakan
tindakan Allah sendiri, yaitu suatu aktivitas transenden yang berisikan kehendak atau rencana

101 | D i k t a t D o g m a t i k a
Allah untuk menyelamatkan manusia. Wahyu merupakan pengetahuan yang tidak boleh
dipisahkan dari pribadi Allah sebagai subjek yang menyampaikan pengetahuan itu.112

Dengan demikian wahyu dapat kita katakan sebagai suatu anugerah dari Allah yang
diterima oleh manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan
yang ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya.
Sebagaimana Allah telah menyatakan diri kepada manusia dan akan membuat suatu karya
yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita manusia. Berbeda
dengan wahyu yang diartikan sebagai Allah yang menyapa manusia, iman sering dianggap
sebagai pembagian intelektual terhadap suatu dalil yang tidak dapat diperdebatkan lagi
dipandang sebagai yang benar. Dengan mengatakan aku beriman kepada Allah berarti
mengatakan bahwa Allah ada. Hal ini mengimplikasikan kemampuan untuk merumuskan
konsep tentang Allah dan mengetahui sesuatu tentang seperti apakah kira-kira hidup di
hadirat Allah yang kudus dan misterius itu. Dengan demikian sejumlah pengetahuan pada
dasarnya terlibat dalam keputusan iman.113

2.2. Theologi Trinitas114

Pembahasan Allah adalah penyelamat menyangkut misteri Allah Tritunggal menjadi


inisiator, mediator dan komunikator keselamatan manusia yang menyempurnakan hidup
manusia melalui tindakanNya dalam sejarah keselamatan yang bersifat pewahyuan diri Allah
Tritunggal. Pada kenyataannya, keselamatan itu dikerjakan Allah dengan penjelmaan
sabdaNya yang kekal dan dengan perutusan Roh KudusNya. Pewartaan dan pengajaran
gereja, syahadat merangkum secara singkat iman kepercayaan Kristiani terdiri dari tiga
bagian yakni, Bapa, Putra, Roh Kudus menjadikan teologi Allah Tritunggal yang mendorong
bertumbuh dan berkembang iman akan Bapa dan Putera, Yesus Kristus serta pengalaman
kehadiran Roh Kudus.

Menurut Lohse Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber bukan Kristiani. Tetapi yang
penting disadari ialah perlunya mengembangkan ajaran tentang Allah Tritunggal dalam
lingkungan filosofis dan religius supaya dapat memberikan ekspresi intelektual yang jelas
kepada imannya. Dalam Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah yang Tritunggal

112
Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990:hlm. 85-90
113
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 298-299
114
Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.125-180

102 | D i k t a t D o g m a t i k a
sehingga kurang menyampaikan ajaran tertentu selain membicarakan Kerajaan Allah. Akan
tetapi dari Perjanjian Baru ditemukan akar-akar ajaran Trinitatis dimana konsep yang
ditemukan tentang Allah itu sebagai berikut:

Allah Perjanjian Baru adalah Allah Yang Esa. Agama asli yang terkenal dengan
ketatnya monotheisme, Yahudi yang menimbulkan perlawanan dari bangsa lain yang
mengenal adanya politheisme. Selain mempercayai adanya Allah dalam arti YHWH, Allah
Abraham, Ishak, dan Yakub, orang Kristen pada masa itu juga mempercayai Yesus Kristus.

Hal yang senada ditekankan oleh F Courth, justru perkembangan iman akan Yesus
Kristus yang diandaikan dalam iman akan Allah Tritunggal. Peristiwa Yesus dalam sejarah
umat manusia diperkenalkan misteri Trinitas. Pemicu untuk menyakinkan hal itu adalah
peristiwa kebangkitanNya. Kemudian peristiwa dimulainya penampakan-penampakan. Hanya
dalam rangka kepercayaan Allah, Sang Bapa, pengakuan iman itu dengan Yesus yang sudah
bangkit itu dikenal adalah Anak Allah. Kristus yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa itu
diyakini sebagai Juru Selamat yang bersatu dengan Bapa secara tak terpisahkan dan
terbandingkan dan dengan itulah gambaran Allah. Dalam diri Yesuslah logos ilahi yang
mula-mula bersama Allah menjelma menjadi manusia. Dapat dikatakan bahwa Yesus pra-
ada; Ia sudah ada sebelum tiba di bumi ini (Yoh. 1:1-18). Ada anggapan para penulis teks
Perjanjian Baru yang berpikir bahwa Yesus sebagai sebagai Allah tanpa melepaskan Yesus
juga manusia sejati. Disamping itu kedatangan dan salib Yesus mempunyai arti bagi seluruh
umat di dunia.

Pemahaman akan Yesus itu berkembang ditentukan oleh Roh Kudus. Bagi Santo
Paulus Kristus dimuliakan dalam jemaat itu melalui pekerjaan Roh Kudus. Bentuk itu
melambangkan kehadiran Allah ditengah-tengah manusia dan di dalam gereja. Dengan cara
itulah Ia meneruskan karya penebusam Yesus. Petunjuk tentang perbedaan antara Kristus dan
Roh Kudus diperoleh dalam Injil Yohanes dimana tertulis bahwa setelah Yesus pergi, Ia akan
mengutus Roh Kudus sebagai “penolong yang lain”

Perkembangan akan Kristus sedang berkembang pada gereja perdana dalam


eksistensinya yang baru orang yang telah dibaptis itu ditentukan dari pihak Yesus maupun
Roh Kudus tetapi Bapa juga terlibat dalam pemulihan eksistensi tersebut Dialah (Bapa)
adalah sang inisiator. Sehingga Paulus merumuskan ucapan berkat : Kasih karunia Tuhan
Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian (2 Kor.
13:13).

103 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dalam kehidupan gereja perdana mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
mengakui kehadiran Roh Allah di dalam gereja yang didasarkan dicurahkanNya Roh Kudus.
Akan tetapi butuh waktu yang lama untuk menyadari pemahaman yang menyeluruh tentang
Allah.

Lohse menyebutkan beberapa hal mendasar diinsafi gereja mula-mula, lalu boleh
dikatakan cikal-bakal ajaran Trinitas, antara lain:

1. Allah itu Esa, sehingga umat tidak percaya dua atau tiga allah

2. Allah yang Esa itu telah menyatakan diri dengan cara triganda sebagai Bapa, Putra dan
Roh Kudus

3. Sang Bapa dan Putra tidak dapat disamakan satu sama lain begitu rupa sehingga perbedaan
antara mereka hilang, seakan-akan Putra cuma sekedar suatu “topeng” yang di belakangnya
sang Bapa bersembunyi.

Pada abad II titik berat gereja (beserta theologisnya) berpindah dari lingkungan
Palestina ke alam pikiran Yunani. Dengan demikian gereja diperhadapkan pada masalah
inkulturasi, perlunya mengungkapkan iman kepercayaannya ke dalam suatu bahasa yang
dimengerti orang yang berbudaya Hellenis. Pemikiran Yunani dengan pemikiran Ibrani,
dimana bangsa Israel kebenaran itu diwahyukan melalui sejarah, sedangkan orang Yunani
merupakan hal yang mengada. Konsep Allah sendiri berubah menjadi metafisis yang berpusat
mengada. Penerapan konsep Allah ini, mengakibatkan perbedaan Allah Bapa, Putra dan Roh
Kudus menjadi ber-hypostasis, artinya berdiri sendiri. Para apoleget gereja perdana bertindak
sebagai perintis inkulturasi ketika mereka mempersatukan konsep Yunani logos dengan
gagasan logos dalam prakata Injil Yohanes 1:1-18 dan memandangnya sebagai kepribadian
sendiri.

Jalan pikiran Yustinus Martinur menunjukkan bahwa Kristus adalah Allah yang lain
membuatnya jatuh ke suatu pluralisme yang lebih mengarahkan kepada politheisme.
Sehinnga harus berupaya keras untuk kepada monotheisme. Kaum monarkianisme ada dua
macam, yang satu bersifat dinamistik berpendapat bahwa manusia Yesus berkaryalah suatu
daya, suatu kekuatan yang ilahi tetapi impersonal. Yesus diangkat menjadi Putra Allah.
Menurut Monarkianisme Modalistik, Allah itu satu pribadi saja. Putra dan Roh Kudus
hanyalah cara Allah menampakkan diri. Doketisme menurut paham Gnostik, tubuh Kristus di
bumi ini hanyalah tubuh yang semu. Tubuh itu ditinggalkanNya sebelum penyaliban.

104 | D i k t a t D o g m a t i k a
Ireneus mengupas pembahasan tentang Allah dimana keesaan Allah begitu kuat.
Menurut ada dan kuasaNya, Allah hakekatnya Esa tetapi pelaksanaan penebusan terdapat
pada Bapa dan Putra. Firman itu hypostaseis yang lahir daripadaNya sebelum dunia
diciptakan. Putra lahir dari Bapa sebelum adanya waktu. Ireneus menolak spekulasi apa pun
yang berusaha masuk lebih dalam tentang misteri kelahiran sang Putra ini. Sementara itu
Tertualianus mengungkapkan baik keesaan Allah maupun ketiga pribadi yang berhubungan
satu sama lain. Dalam hakikat yang satu terdapat tiga pribadi tetapi adanya tiga pribadi yang
tidak berarti bahwa ada lebih dari satu Allah. Demi sejarah keselamatan, demi oikonomia
ilahi diperlukan tiga pribadi sehingga terdapat diffrensiasi triganda dari keesaan. Dipihak lain
ada juga kekurangan ajaran Tertulianus tentang Trinitas bila dipandang sari sudut dogma
gereja yang resmi. Dengan tegas sang Putra disubordinasi kepada Bapa; tidak semartabat
tetapi tidak lebih rendah derajatNya dari Bapa. Berdasarkan ajaran dasar trinitas mengenai
identitas hakikat dan perbedaan Bapa, Putra dan Roh Kudus, maka ia menolak paham yang
disebutkan oleh Monarkianisme dan Gnostisisme. Origenes menyatakan Allah itu satu tetapi
ia kurang mampu menjelaskan kesatuan Allah itu. Ia berpendapat arti Bapa itu adalah Allah.
Allah memang biasa diterapkan kepada Putra dan Roh Kudus tetapi keilahian mereka bersifat
sekunder yang diturunkan dari Bapa, yang bersumber dari Bapa. Pendapatnya yang lain
adalah Origenes menerima suatu penciptaan yang abadi. Menurutnya kebaikan dan kuasa
Allah itu sempurna dan karena itu harus mempunyai objek-objek yang kepadanya kebaikan
dan kuasa yang itu terarahkan.

Menurut pandangan Arius Allah tidak selalu Bapa. Putra Allah pun pernah tidak ada.
Baru dengan menciptakan Sang Sabda, Allah menjadi Bapa. Sabda itu dipandangnya sebagai
Putra Allah. Jadi menurut Arius Sang Putra boleh saja disebut Allah keallahanNya tidak
melekat pada keberadaanNya melainkan dianugerahkan kepadaNya. Gelar Tuhan dan Allah
yang benar telah mengangkatnya menjadi Allah dengan melihat jasaNya. Akan tetapi adopsi
ini tidak menghasilkan partisipasi yang real Ketuhanan tidak sebanding denganNya. Allah
tidak mungkin ada bandinganNya. Sang Logos menduduki tempat tengah antara Allah dan
dunia. Allah menciptakannya untuk menjadi sarana penciptaan dunia. Dan Roh Kudus
merupakan ciptaan Logos yang pertama. Roh itu kurang ilahi lagi daripada Logos. Logos
telah menjadi daging dalam arti bahwa menunaikan tugas suatu jiwa di dalam Yesus Kristus.

Tanggapan dogmatis : “Theologi Trinitas”

105 | D i k t a t D o g m a t i k a
Ada tiga nama yang tidak boleh dipisah-pisahkan satu dengan yang lain tetapi memang
harus dibedakan satu sama lain. Dimana Allah Bapa yang menyatakan soal penciptaan,
pendamaian dan kelepasan menyangkut Yesus Kristus dan penyelesaian rencana Allah
ditunjukkan oleh kepada Roh Kudus.115

Seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia


tergantung kepada ketritunggalan Allah yang menjadikan pokok penegasan bahwa Allah itu
kasih adanya. Allah tidak kesepian, yang memerlukan ciptaanNya sebagai objek kasihNya.
Dalam ketritunggalan Allah itu tetap merupakan tugas yang harmonis dan sempurna dalam
mengasihi secara kekal, membuat orang menjadi agung bahkan indah dan menarik.
Sepanjang masa misteri yang mulia tersebut itu telah menggerakkan hati orang dan
membawanya kepada puncak pujaan, ibadah, kasih dan pujian.116 Melalui Kristus yang
tersalib, sebagai kacamata kita untuk melihat kenyataan-kenyataan dunia ini, maka kita akan
menemukan bahwa justru di tempat-tempat yang menyedihkan dan penuh penderitaanlah
Akan akan menemui kita117 Menurut pandangan Bapa Gereja pada masa gereja perdana
doktrin tentang Allah itu bukan hanya satu adanya melainkan juga Allag itu tunggal artinya
bahwa Allah tak terbeda-bedakan atau tidak kompleks. Namun, dengan menyatAkan bahwa
Allah itu Tritunggal. Para Bapa Gereja mengetengahkan bahwa Allah berbeda dalam diriNya
sendiri sehingga Dia kompleks bukan tidak terbedakan.118

2.3. Kristologi119

Suatu Kristologi yang secara konseptual dan intelektual telah dikembangkan lebih lanjut,
belum terdapat dalam kitab-kitab PB. Yang ada adalah ungkapan kristologi yang bila
dibandingkan dengan teologi Tritunggal-lebih berkembang daripada ungkapan yang menjadi
titik tolak bagi ajaran Tritunggal di kemudian hari. Alasannya adalah perkembangan suatu
Kristologi sangat dimajukan berkat pertemuan Kristen purba secara langsung dengan Yesus
Kristus. Para murid Yesus, termasuk para pengarang Injil, tidaklah ragu-ragu sedikit pun
akan kemanusian Yesus yang sungguh-sungguh. Akan tetapi, serentak mereka juga

115
G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini,BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 552-553
116
Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: hlm.91
117
Hans dan Reudi Weber, Kuasa: Sebuah Studi Teologi Alkitabiah, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997: hlm.149
118
Linwood Urban, Op.Cit., hlm. 55
119
Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.181-241

106 | D i k t a t D o g m a t i k a
berkeyakinan bahwa Yesus Kristus bukan sembarang utusan Allah, bukan hanya seorang
utusan lain disamping sekian banyak.
Konsep-konsep Kristologi yang semula sangat bervariasi, kemudian digabung-gabungkan
sehingga yang yang tinggal ialah beberapa konsep saja, beberapa pola pemikiran yang
dengan jelas berbeda satu sama lain. Dari pola-pola itu kita hanya mengikuti satu garis
pemikiran saja, yakni garis pemikiran yang bertolak belakang dari keyakinan dwiganda para
murid Yesus tadi, kemudian melalui Kristologi Paulus dan Yohanes dikembangkan menjadi
Kristologi-Logos oleh para apologet serta bapa-bapa Gereja, akhirnya pada abad V
menelurkan ajaran resmi tentang dua kodrat yang dimiliki oleh Pribadi Yesus Kristus yang
satu dan sama.
Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi
kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan
Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi.
Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus.
Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh
“surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita dan mati.
Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas
dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, numun tidak sedikit
pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kea rah Dokestisme
yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon.
Sementara itu, dalam tulisan Paulus terdapat tiga teks yang penting sebagai dasar biblis
bagi ajaran tentang Kristus sebagaimana kemudian ditetapkan oleh gereja. Ketiga teks itu
adalah: Gal 4:4 dimana pra-eksistensi Yesus dinyatakan, dan Rm 1:3-4 serta Flp 2:5-11 yang
menyebutkan bahwa Yesus mempunyai dua cara berada. Tulisan Yohanes juga mengandung
gagasan-gagasan yang bersifat mendasar bagi perkembangan Kristologi kemudian. Injil
Yohanes Perjanjian Baru menyediakan dasar untuk membangun suatu Kristologi-Logos di
kemudian hari. Pembangunan itu terjadi karena PB sendiri mendorong kepada refleksi lebih
lanjut.
Untuk mewartakan Yesus Kristus kepada kaum cerdik cendikiawan yang pada zaman itu
berbudaya Hellenis, para apologet mengambil alih konsep filsafat Yunani.
Filsafat Stoa membedakan antara logos sejauh mendiami alam rohani dengan logos
sejauh mengkonikasikan diri, artinya sejauh diungkapkan. Pembedaan ini membantu para
apologet untuk menerangkan hubungan antara Bapa dengan Putranya.

107 | D i k t a t D o g m a t i k a
Tertullianus (Abad I dan II). Menurutnya bahwa masing-masing kodrat Yesus bersifat
utuh, dengan cirri dan coraknya sendiri. Masing-masing pula mempunyai fungsinya sendiri
yang berbeda-beda. Sang logos mengerjakan mukjizat, sedangkan kodrat insani menderita
sengsara. Namun kelirulah kita kalau menganggap kedua “substansi” itu terpisah satu sama
lain. Hanya ada satu Yesus kristus, Putra Allah dan sekaligus Putra Manusia. dengan
demikian di dalam Pribadi yang satu dan tak terpisahkan itu hadirlah Allah dan manusia,
Ketuhanan dan kemanusiaan, Roh Illahi dan daging insani.
Origenes beranggapan bahwa juga jiwa insani Yesus sudah ada sebelum inkarnasi. Hanya
berbeda dengan jiwa-jiwa pra-ada lainnya yang jatuh meninggalkan Allah, jiwa insani Yesus-
sudah dalam keadaannya yang pra-ada-dipersatukan dengan Logos Illahi. Persatuan itu
demikian eratnya sehingga jiwa yesus yang pra-ada itu memasukkan Logos seluruhnya ke
dalam dirinya. Akibatnya, yaitu dari Logoslah jiwa yesus menerima dan kemuliannya. Dan,
karena kesatuannya dengan Logos pula jiwa Yesus kehilangan kemampuan berbuat dosa.
Pada waktu inkarnasi, Logos yang sudah dipersatukan dengan jiwa Yesus itu masuk kedalam
Yesus. Sejak saat itulah jiwa Yesus memainkan peranan penengah antara Logos abadi dengan
tubuh Yesus yang terbatas.
Arius dan kawan-kawannya menyangkal adanya jiwa insani dalam Logos yang telah
menjelma. Menurut mereka Logos sendiri mengisi tempat jiwa sehingga tubuh Yesus dalam
dirinya sendiri tampa jiwa. Bagi Anthanasius ada tidaknya jiwa manusiawi pada Yesus
bukanlah masalah yang penting menarik perhatiannya. Pada pokoknya Anthansius menganut
Kristologi Firman daging, tetapi dari sudut pandang yang bertolak belakang dengan pandang
Arius. Eustathius dari Antiokhia, merupakan teolog pertama yang berusaha mengembangkan
Kristologi Sabda-manusia.
Dalam gagasan yang dikembangkan Eustathius itu Apollinaris mengamati suatu dualisme
yang kiranya memecah-belah kesatuan pribadi Yesus Kristus. apollinaris mengikuti ajaran
filsafat Plato diamana manusia terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Menurut Apollinaris, dalam
Kristus terdapat tubuh insani dan jiwa irasional, dan unsur ketiga adalah tempatnya dari
Logos ilahi.
Perguruan tinggi Antiokhia, yang terkenal dengan metode ilmiah yang mereka pakai
dalam menyelidiki kitab Suci, terarah kepada apa yang bersifat historis. Menolak alegori dan
menaruh tekanan pada keberadaan Yesus sebagai manusia di bumi ini, pada perkembangan
serta historisitas-Nya. Mazhad Antiokhia mau menjaga agar baik yang ilahi maupun yang
insani-historis pada Yesus Kristus diperhatikan

108 | D i k t a t D o g m a t i k a
Sebaliknya, dalam perguruan Aleksandria para mazhadnya lebih dipengaruhi oleh
pemikiran Yunani yang filosofis dan yang terarah kepada apa yang melampaui pancaindra,
kepada kenyataan rohani dan ilahi. Pemikiran itu secara prinsip mempertentangkan yang ilahi
dengan yang insani.
Pendekatan pemenuhan, memusatkan perhatian pada agama-agama di Asia, yang
menganggap Kristus sebagai pemenuhan terakhir kerinduan manusia akan penebusan
berkarya dalam semua agama. Pendekatan semi-kontekstual, memusatkan perhatiannya
dalam perhatian pada kemiskinan.
Mewartakan Kristus di Asia dan mengharapkan pewartaan itu dimengerti dalam konteks
budaya Asia, maka gereja harus berani masuk dalam ungkapan-ungkapan soteriologis agama-
agama non-Kristiani dalam menemukan intisari yang memerdekakan.
- Baptisan dalam Yordan Agama Asia, dimana peristiwa ini mengandung empat
implikasi bagi Gereja: seperti Yesus, dihadapan beberapa arus tradisi keagamaan pada
zaman-Nya ketika ia menjawab panggilan kenabian-Nya, membuat opsi yang tegas.
Seperti Yesus mempertemukan dalam diri-Nya spiritualitas Yohanes Pembabtis sendiri
(pengingkaran dunia yang radikal, semangat kesalehan yang sederhana dari kaum
miskin). Seperti Yesus telah merendahkan diri justru dijamin kridibilitas dan
wibawanya oleh Allah sendiri dihadapan kaum miskin. Seperti Yesus, dengan
menceburkan diri seolah-olah lenyap dalam suatu arus spiritualitas nenek moyang
diantara kaum sederhana.
- Baptisan dalam Kalvari Kemiskinan Asia. Yordan hanyalah permulaan kalvari.
Pembabtisan atau sikap kenabian yang pertama di Yordan ditengah kaum miskin,
Yahweh itu membawa Yesus kepada sikap kenabiaan-Nya yang terakhir, yakni
pengosongan diri-Nya di salib Golgota dalam kemiskinan yang menyedihkan. Di
sanalah budaya-budaya Asia akan membuka perbendaharaan gelar-gelarnya, simbol-
simbolnya, dan rumusan-rumusannya untuk mengungkapkan penemuan baru mereka.

Tanggapan dogmatis: “Kristologi”


Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak
tradisi kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak
Yosef dan Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan
dengan zat ilahi. Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat
Paulus. Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai
tubuh “surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita

109 | D i k t a t D o g m a t i k a
dan mati. Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme
yang sangat jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion,
namun tidak sedikit pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan
kecondongan kearah Dokestisme yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon.
Rahasia mengenai Pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus hanyalah dapat kita
rumuskan dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat paradoks. Dengan kata lain:
mengenai rahasia, kita hanya dapat berbicara secara dealektik. Maka didalam rumusannya
bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan sungguh-sungguh manusia, masing-masing
merupakan bagian dari kalimat yang ber-paradoks itu harus diberi tekanan yang sama:
baik yang satu maupun yang lain, kedua-duanya benar 100%.120

Sebagaimana didalam kitab Injil Sinoptik, kitab Injil Yohanes mengidentifikasikan


bahwa Yesus adalah Anak Allah. Namun dalam kitab Injil ini, menjadi anak Allah tidaklah
berarti menjadi seorang manusia, atau bahkan anak manusia sorgawi, tetapi Firman Allah,
yang pada mulanya bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1-2). Firman
Allah yang sama itu juga disebut sebagai perantaraa penciptaan. Selain dalam kitab Injil
Yohanes, ide serupa juga tentang penciptaan akan ditemukan ditempat lain dalam PB.
Contohnya, klaim yang sama mengenai Anak Allah muncul dalam surat Ibrani 1:2 dan
Kolose 1:16 dan mengenai anak Allah, Kristus telah ada sebelum penciptaan (preexistent).121

Hubungan antara Yesus Kristus dengan Allah disatu pihak dan dengan pihak lainnya,
menimbulkan pertanyaan mengenai sifat-Nya. Dari PB sudah jelas bahwa
“kemanusiawiaanya” Kristus sama nyata dan alaminya seperti penerimaan-Nya secara sadar
akan dan arena jati diri-Nya dengan kehendak dan tujuan Allah. Sementara mengakui bahwa
kesadaran seseorang akan tetap merupakan misteri bagi orang lain kendati kadang-kadang
ada makna yang terungkap. Gambaran Kristus dalam PB tidak memberi petunjuk mengenai
apapun mengenai adanya konflik dalam kesadaran diri-Nya, sebaliknya ditunjukkan dengan
jelas keutuhan kepribadiaan-Nya serta sentralitas tujuan-Nya yang tidak mendua dengan
tujuan Allah.122

120
G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 189
121
Linwood Urban,. Op.Cit., hlm. 48-49
122
Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996: hlm. 134-135

110 | D i k t a t D o g m a t i k a
2.4. Pneumatologi123

Pneumatologi berasal dari bahasa Yunani yaitu pneuma yang artinya “roh”. Maka
Pneumatologi adalah ajaran tentang Roh Kudus (Allah). Kata “pneuma” dalam bahasa Ibrani
adalah “ruah” berarti sekaligus angin dan napas yang merupakan daya kekuatan yang
ditemukan dalam angin serta nafas yang tidak dapat diketahui dari mana dan kemana kekutan
itu. Angin merupakan kekuatan yang membuat hal-hal lain bergerak. Napas adalah angin
dalam manusia, yaitu daya dan vitalitas yang terungkap dalam napas. Pada zaman Israel-
Awal yaitu pada zaman Hakim-Hakim, Roh diberikan secara Insidental yaitu Roh Allah
berkarya dalam tokoh-tokoh pemimpin, seperti Otniel (Hak 3:10) ataupun Gideon (Hak6:33).
Pada saat bangsa Israel dalam bahaya besar, Roh masuk kedalam orang tertentu untuk
membebaskan umat Israel dari kedaan yang sukar. Karya Roh ini tercetus dan terarah pada
suatu kesusahan yang jelas bagi semua orang.

Pada zaman kerajaan paham tentang Roh mengalami perubahan karena tindakan Allah
yang membebaskan dan memimpin dilembagakan dalam jabatan raja yang bertugas mewakili
Allah di tengah umat-Nya. Dalam hal ini, Roh ada pada mereka dan dianugrahkan pada
mereka dalam hubungan dengan hal menjadi raja atau keadaan mereka sebagai raja. Oleh
karena itulah karya Roh pun ada segi “tetap” sejauh Roh Tuhan ada pada raja.

Pada zaman Pembuangan dan sesudahnya, Roh dipahami sebagai yang dijanjikan
kepada Umat seluruhnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Yeh 36:25-27 yaitu nabi Yehezkiel
menghibur umat Israel dalam pembuangan dengan janji akan dicurahkannya Roh Allah
kedalam hati seluruh umat. Dalam hal ini, kiasan bahwa Roh “dicurahkan” adalah
melambangkan telah diubahnya keadaan manusia sebagai akibat dari pembaharuan batin
yang akan tinggal tetap. Nabi Yoel juga secara eksplisit menubuatkan dicurahkannya Roh
Allah atas semua orang (bnd YI 2:28-29).

Seperti halnya pengarang Perjanjian Lama, begitu pula Matius dan Markus melihat Roh
Kudus sebagai daya kekuatan Allah. Daya Ilahi ini ada pada Yesus, dan “dengan kuasa Roh
Allah” itulah Yesus mengusir setan dan memaklumkan menyingsingkan fajar kerajaan Allah
(Mat 12:28). Harapan bahwa zaman Mesias telah tiba, terdengar pula dalam Mrk. 1:8, dimana
Yohanes Pembaptis berkata, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan

123
Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm. 243-307

111 | D i k t a t D o g m a t i k a
membaptiskamu dengan Roh Kudus”. Dicurahkannya Roh Kudus atas jemaat Kristen
perdana telah memenuhi perkataan Sang Pembaptis.

Mengenai hubungan antara Roh dan Yesus, dapat diamati bahwa dalam karangan Lukas,
Yesus sejak semula memilki Roh Kudus (Luk. 1:35), dan sesudah dimuliakan oleh Bapa yang
membangkitkan-Nya, Yesus menjadi pemberi Roh kepada para rasul dan kepada jemaat-nya
(Kis2:33). Bagi Lukas, Yesus melebihi para pemimpin Kharismatik yang kedudukannya
seluruhnya dibawah Roh. Bila pada perjanjian Lama para nabi dibawa , disuruh dan dirasuki
Roh, maka dalam karangan Lukas Yesuslah yang membawa, menyatakan dan mengutus Roh.
Menurut pandangan Lukas hubungan antara Roh dan Gereja adalahberkat perantaraan Yesus
maka Gereja pun mendapat Roh Kudus (Luk 24: 49; Kis 2:33). Dengan demikian Lukas
mengaitkan Kristologi dan Eklesiologi. Pada zaman Gereja, karya Yesus diteruskan oleh Roh
Kudus, baik dalam gereja yang telah dibentuk dan sekarang menjadi missioner maupun
dalam dorongan-dorongan spontan yang mengarahkan kepada tujuan yang dikehendaki oleh
Allah (Kis 8:29; 9:31.39; 11:13).

Pengalaman umat perdana tentang Roh Kudus yang amat kaya dan beraneka ragam itu
dilukiskan secara menarik sekali dalam Kisah Para Rasul. Namun, untuk memahami
pengalaman rohani yang beranekaragam itu, Paulus menyebutkannya dalam ajarannya
tentang “Gereja sebagai tubuh Kristus” dimana tiap-tiap anggota dianugrahi karunia Roh
yang khusus demi kebaikan tubuh seluruhnya. Dalam surat-suratnya jua dia mengataka
bahwa Roh sebagai sumberpengenalan akan Yesus Kristus, Rahasia Allah, yang
menghidupkan.

Injil Yohanes mengatakan bahwa Roh Kudus sebagai penafsir peryataan diri Allah
dalam Yesus Kristus, dan dengan demikian sebagai pengantar yang menuntun kita
memasukialam misteri.

Dalam tulisan-tulisan Yohanes dikatakan bahwa Roh Kudus merupakan sebagai


pemimpin kedalam “selurus kebenaran”. Seluruh kebenaran itu terletak pada peryataan,
pewahyuan, penafsiran Allah oleh sang Putra dalam kepenuhan universalnya yang kongkret.
“seluruh kebenaran itu” sudah ada bila Sang Putra dengan seluruh eksistensiNya yang telah
menjadi daging menyatakan kebenaran cinta kasih ilahikemuliaan penuh kasih karunia dan
kebenaran (Yoh 1:14, 7) dan kesaksian yang benar(Yoh 5:31; 8:14).

112 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pada abad II para apoleget mengakui iman trinitaris (Allah Bapa, Allah Putra, serta Roh
Kudus, bersatu dalam kuasa ). Sang logos dan Roh ada sejak kekal didalam Allah, sebelum
diproyeksikan oleh Allah ke dalam ciptaan dan kedalam untuk memanifestasikan diriNya.

Ireneus mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam ekonomi yakni dalam pelaksanaan
historis dari rencana ilahi. Sang Sabda dan sang Hikmat (Roh Kudus) dipandang Ireneus
secara kiasan sebagai Dua Tangan Allah yang bekerja sama dalam menjadikan alam ciptaan.
Peranan Roh dalam proses pewahyuan ilahi, yaitu Roh mewahyukan Putra, yang pada giliran-
Nya mewahyukan Bapa.

Origenes mengatakan bahwa Bapa itu adalah Allah, sedangkan Putra adalah Allah urutan
kedua. Putra dan Roh Kudus dikaitkan dengan Bapa sebagai sumber ke-Allahan. Dalam hal
ini, persekutuan antara Bapa, Putra dan Roh Kudus sudah ada sejakkekal dan mengenal
kelahiran abadi Sang Putra dari Bapa, juga Roh Kudus dari Bapa, yakni melalui Putra.

Dari ketiga pendapat para tokoh diatas, lain halnya dengan pendapat Kaum Arian yang
menyangkal Ketuhanan Putra Allah dan Roh Kudus. Diantara para penganut Konsili Nicea
ada yang mengakui bahwa Putra sehakikat dengan Bapa, tetapi Roh Kudus tidak (kaum semi
Arian). Makedonianisme yaitu ajaran kaum Pneumatomakhoi (penentang Roh) mengatakan
bahwa Roh yang dalam Alkitab dibedakan dengan Bapa dan Putra karena itu hanya ciptaan
saja, begitu pula karya Roh terhadap manusia bersifat ciptaan. Ada juga yang menganggap
Roh Kudus semacam zat tengah yang dijadikan Allah dengan kedudukan antara Allah dan
alam ciptaan ini. Menghadapi pandangan kaum Arian, Semi-Arian dan Pneumatomakhoi,
para teolog ortodoks mempertahankan Ketuhanan Roh Kudus yaitu salah satunya adalah
Cyrillus dari Yerusalem menandaskan bahwa seperti Putra, begitu pula Roh Kudus ikut serta
dalam ketuhanan Bapa. Dia mengatakan bahwa pribadi Roh Kudus meupakan pribadi
tersendiri dan menarik perhatian pada tindakan personal yang dikenakan kepada-nya.

Heribert Muhlen merupakan ahli teologi modern yang paling berjasa dalam memajukan
teologi Roh Kudus dalam kalangan Gereja barat. Untuk ajaran tentang Roh Kudus, Muhlen
merincikan tiga sudut pandang utama yaitu: 1) dilihat dari segi teologi Trinitas, Roh Kudus
dapat disebutkan sebgai kita/kami-Nya yang berpribadi antara Bapa dan Putra, sebagai
kedekatan mutlak dalam hubungan antarpribadi yang di hayati Bapa dan Putra satu sama lain.
2) dipandang dari sudut sejarah keselamatan, Roh Kudus terutama tampak pada pengurapan

113 | D i k t a t D o g m a t i k a
Yesus. Pengurapan ini merupakan diutusnya Roh Kudus ke dalam kodrati insan Yesus yang
dipribadikan Logos. Dengan demikian, pengurapan tersebut secara logis lebih kemudian dari
pada inkarnasi logos itu sendiri, dan hal ini mamang sesuai dengan struktur keberalasan di
dalam Allah Tritunggal. Dapat dikatakan bahwa diurapinya Yesus dengan Roh Kudus
merupakan cara aktus-kita/kami yang intratrinitas itu menjadi tampak di dalam sejarah
keselamatan. 3) dalam perjanjian rahmat, Roh kudus mempunyai hubungan langsung dari
pribadi ke pribadi dengan kita ini.

Tanggapan Dogmatis : ”Pneumatologi”

Arius memahami Roh Kudus sebagai yang sama sekali tidak mempuyai kesamaan, baik
dengan Bapa maupun dengan Anak. Juga diantara para teolog lain, ketidakpastian mengenai
ajaran tentang Roh Kudus lebih besar dari pada dari pada ketidak pastian yang menyangkut
homoousios Anak. Benar, bahwa beberapa teolog seperti Cyrilus dari Yerusalem mengira-
ngirakan ortodoksi yang kemudian dalam ajaran mereka mengenai Roh Kudus. Bahkan
diantara para penganut Konfesi Nicea tetap banyak terdapat ketidak pastian mengenai
pesoalan kedudukan Roh Kudus dalam Trinitas. Keilahian Roh Kudus secara khusus ditolak
oleh apa yang disebut kaum Pneumatomakian yang berkumpul disekitar Makedonius (342-
460M).

Ketidakpastian akan ajaran Roh Kudus oleh para teolog dan penolakan keilahian Roh
Kudus oleh kaum Arian dan kaum Pneumatomakian sehingga Athanasius membuat suatu
pemahaman tentang kedudukan Roh Kudus. Athanasius mengatakan bahwa menurut
kesaksian Alkitab yang tidak diragukan, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan
hakikat makhlukiah, tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas.
Roh Kudus, kata Athanasius, berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan
kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu, sedngkan ciptaan bersifat
fana, tergantung pada waktu dan tempat. Jadi Athanasius menyimpulkan bahwa, tanpa
keraguan sedikit pun, Roh Kudus adalah Allah. Athanasius secara khusus menekankan
hubungan antra Roh Kudus dengan Anak. Sebagaiamana pengetahuan tentang Roh melalui
Anak, demikian jugalah Roh tidak dapat dilepaskan dari Anak. Ia adalah Roh dari Anak,
yang diutus oleh Anak. Segala sesuatu yang termasuk pada Roh juga termasuk pada Anak,
sebagaimana tertulis dalam Yohanes 16:13-14.124

124
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2001:hlm.77-78

114 | D i k t a t D o g m a t i k a
Zaman baru kerajaan Allah dimulai dan ditetapkan oleh Yesus dalam kematian,
kebangkitan dan kematian-Nya. Jadi pencurahan Roh Kudus pada hari pentakosta adalah
kedatangan kerajaan Allah kedalam sejarah manusia yang dimulai oleh kemenangan Yesus.
Inilah Alasan Yesus untuk mengatakan jika ia tidak pergi maka Roh Kudus tidak akan datang
(Yoh 16:7).125 Dalam hal ini, memanglah Roh Kudus harus dibedakan dari Yesus Kristus
yang sudah dipermuliakan itu. Akan tetapi pada pihak lain, haruslah segera dipertimbangkan
bahwa Kristus dan Roh Kudus tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Pekerjaan Roh Kudus
dicirikan oleh Keesaan-Nya dengan Kristus, Roh Kudus tidak berkata diriNya sendiri (Yoh
16:13). Roh Kudus bersaksi tentang Yesus Kristus (Yoh 15:26). Ia akan memuliakan Aku,
kata Yesus, sebab ia akan memberikan kepadamu apa yang diterimannya dari padaKu (Yoh
16:14). Dengan perantaraan Roh Kudus dan Alkitab, Kristus sendiri berbicara kepada kita.
Roh Kudus dapat disebut Roh Kristus (Gal 4:6; Rm. 8:9; Flp 1:19; 1 Ptr 1:11). Yesus sendiri
berkata kepada murid-muridNya: “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Di mana Roh kudus
bekerja, di situ Kristus diberitakan dan dimuliakan. Demikianlah orang-orang beriman dapat
menguji segala roh dan membedakan antara Roh Kudus dan pelbagai roh palsu : Roh Kudus
datang dari Kristus dan mau memimpin kita kepada Kristus (1 Yoh 4:1-3).126 Roh Kudus
diutus memasuki hati orang beriman dan Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh orang
beriman (Gal. 4:6; Rm 8:16). Maka orang beriman dipanggil untuk hidup dalam hubungan
dengan Allah sebagai anak Allah yang sejati. Mereka boleh menyebut Allah sebagai
Bapanya.127

III. Kesimpulan dan Saran


4.1. Kesimpulan

 Wahyu dapat kita katakan sebagai suatu anugerah dari Allah yang diterima oleh
manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan yang
ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya.
Sebagaimana Allah telah menyatakan diri kepada manusia dan akan membuat suatu
karya yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita
manusia.

125
Bruce Milne, Op.cit., hlm. 248-249
126
G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 343
127
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2010: hlm. 361

115 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Pemahaman tentang theologi Trinitas ini sebenarnya bentuk jalinan kerja sama untuk
menyatakan bahwa Allah, Putra dan Roh Kudus adalah satu bagian/hakekat yang
memberikan inisiator, mediator dan komunikator kepada hidup manusia yang
dilakukan rangka rencana penebusan, pelepasan yang mengikat janji kepercayaan
yang monotheisme.
 Kristologi merupakan pemahaman yang menyatakan misteri tentang pekerjaan,
historikal yang menyang kut tentang Yesus. Disisi lain menyangkut eksistensiNya
sebagai Allah dan sebagai manusia.
 Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiah, tetapi termasuk
pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas. Roh Kudus berasal dari Allah.
Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal,
maha ada.
Saran
Dalam pembahasan buku ini, maka kelompok melihat dari sisi positif dan negatif dari buku
ini. Hal positif buku ini:

 Menggambarkan secara sistematis penjelasan masing-masing bagian bab


dengan cukup baik dan cukup luas dijabarkan, meskipun pada pembahasan
ini tidak sampai akhirnya melainkan dilanjutkan pada buku bagian yang
kedua.
 Dengan membaca buku Teologi Sistematika maka diharapkan pembaca
menjadi bertumbuh dan diperkuat oleh imannya dan percaya kepada Yesus
Kristus bukan menjadi sesat karena keinginantahuan mendalami Alkitab
 Dengan membaca buku ini maka akan menemukan Tradisi Kristiani.

Hal negatif buku ini: Dalam buku ini, digambarkan bahwa kekhasan tradisi Kristiani diberi
tempat sentral namun skema-skema lama serta kemungkinan-kemungkinan ekpresi yang
ketinggalan zaman tidak dipertahankan lagi.

Dengan demikian, Setelah mengupas keseluruhan isi buku maka kami dari kelompok
menganjurkan kepada seluruh pengontrak mata kuliah Dogmatika I supaya lebih memahami
maksud dan tujuan pembahasan ini secara lebih objektif. Semoga apa yang telah kami bahas
diatas menjadi tambahan wawasan kita dan kiranya berguna dipelayanan kita nantinya.

116 | D i k t a t D o g m a t i k a
Daftar Pustaka

Dister, Nico Syukur


1990 Pengantar Teologi Jakarta (BPK Gunung Mulia)
2004 Teologi Sistematika I Yogyakarta (Kanisius)
Hadiwijono, Harun
2010 Iman Kristen Jakarta (BPK Gunung Mulia)
Hans dan Weber, Reudi

1997 Kuasa: Sebuah Studi Teologi Alkitabiah Jakarta (BPK Gunung Mulia)

Lohse, Bernhard
2001 Pengantar Sejarah Dogma Kristen Jakarta (BPK Gunung Mulia)
Milne, Bruce
2003 Mengenali Kebenaran Jakarta (BPK Gunung Mulia)
Niftrik G.C van dan Boland, B.J.,
2008 Dogmatika Masa Kini Jakarta (BPK Gunung Mulia)
Urban, Linwood
2003 Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen Jakarta(BPK Gunung Mulia)

Nama : Daniel Kevin Sinaga

Jhonathan Sitanggang

Mata kuliah : Dogmatika I (Perbaikan Sajian)

Dosen : Pdt. Dr. J. Boangmanalu

117 | D i k t a t D o g m a t i k a
TEOLOGI SISTEMATIKA I

(Nico Syukur Dister)

IV. Siapakah Nico Syukur Dister?


Nico Syukur Dister lahir di Maastricht, Belanda pada tahun 1939. Ia belajar filsafat
dan theologi di Belanda, Belgia dan Jerman. Disertasi di Universitas Leuven, Belgia pada
tahun 1972 dengan judul Koinsidensi Pertentangan dalam Filsafat Cusanus. Mengajar
sebagai dosen tetap dari tahun 1973 sampai 1983 di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
Jakarta untuk bidang Theologi Dasar dan mulai tahun 1983 sampai sekarang di Sekolah
Tinggi Filsafat Theologi Fajar Timur Jayapura untuk bidang Sejarah Filsafat Barat dan
Sejarah Theologi, selain untuk beberapa cabang Teologi Sistematika. Di samping itu
mengajar sebagai dosen tidak tetap di Unika Atma Jaya Jakarta untuk bidang Psikolgi
Agama; di Universitas Cendrawasih Jayapura untuk bidang Sejarah Pemikiran Modern; dan
di Sekolah Tinggi Theologia I.S. Kijne Jayapura untuk bidang Theologi Sistematika. Dari
tangannya telah terbit berbagai publikasi di bidang Filsafat, Theologi dan Psikologi Agama.

V. Isi Ringkas Buku


2.1. Theologi Wahyu dan Iman128

Teologi itu ilmu iman, maka caranya untuk memperoleh pengetahuan bukan hanya
melalui sensus, ratio dan intellectus, yaitu masing-masing pengalaman indrawi, akal budi dan
intuisi rohani. Ketiga cara ini sesuai dengan kemampuan triganda yang dimiliki manusia
demi kodratnya. Ketiga ini merupaka prinsip pengetahuan pada umumnya sehingga berlaku
untuk setiap ilmu, termasuk ilmu teologi. Pada hakikatnya wahyu merupakan inisiatif Allah
dalam mendekati manusia begitu rupa sehingga Allah menganugerahkan diriNya kepada
manusia. Supaya dapat diimani manusia wahyu itu harus disampaikan kepada manusia, dan
penyampaian itu terjasdi di dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Sejauh menjadi saranya
penyampaian wahyu Allah, sejarah umat manusia sepantasnya disebut sejarah keselamatan,
mengingat Allah mewahyukan diri demi keselamatan manusia.

128
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I, Kanisius, Yogyakarta 2004: hlm. 35-124

118 | D i k t a t D o g m a t i k a
Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia sebab wahyu yang
tidak ditanggapi manusia itu tidak mencapai sasarannya, dan sejauh itu bukanlah wahyu
dalam arti yang penuh. Di dalam kitab suci, wahyu disampaikan kepada nenek moyang kita
melalui perantaan para nabi. Pada hakikatnya, wahyu dalam kitab suci dapat diringkaskan
dalam dua kata ini. Allah berbicara. Allah keluar dari keadannya yang tersembunyi, secara
aktif menyatakan diri, memberi kesaksian tentang sikap, sifat, dan kehendakNya, membuat
diriNya dikenal dan diakui.

Dalam perjanjian lama wahyu Allah terjadi terutama melalui para nabi. Yang dinyatakan
Tuhan, yaitu: Kehendaknya, diwahyukan Allah dalam hukum taurat: “Ia memberitakan
firamanNya kepada Yakub, ketetapanNya, dan hukumNya kepada Israel” (Mzm. 147:19)
Kemahakuasaan serta Kemuliannya, dinyatakan Alah dalam alam ciptaan: langit
menceritakan kemuliaan Allah , dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya (Mzm.
19:2). Dengan menjadikan langit dan bumi, Allah menyakatan diri sebagai Allah yang hidup,
ketimbang ketakberdayaan berhala-berhala yang mati (Yos. 3:10, Ul. 5:23, Mzm. 96:5; 97:7)
dan Keadilan Serta Kerahiman, Tuhan dinyatakn dengan memilih, membimbing, dan
melindungi umatnya.

Wahyu dalam perjanjian baru adalah wahyu dalam dan oleh Yesus Kristus Anak
Allah (Mat. 17:5) wahyu perjanjian baru sifatnya unik karena dua alasan. Pertama, karena
Yesuslah satu-satunya pembawa wahyu dalam arti yang sesungguhnya dan sepenuhnya.
Kedua, karena Yesus merupakan satu-satunya “objek” wahyu. Yang dimaksudkan Paulus
dengan wahyu ialah penyingkapan rencana Allah tentang keselamatan dalam Kristus (Rom.
16:25-27) dan juga tentang penghakiman yang adil. Tentu saja juga pada santo Paulus
“wahyu” mengandung pemberitahuan serta pemerkayaan pengetahuan rohani, tetapi
pahamnya tidak memiliki corak inteklektualistis yang kuat sebagaimana halnya di kemudian
hari dalam teologi skolastik. Paham wahyu yang demikian diuraikan W. Grossouw dan J. de
Fraine, SJ, secara lebih lanjut dalam butir berikut sambil merangkum teks-teks yang
bersangkutan:

5. Pelaku wahyu, dalam arti yang petama dan sesungguhnya ialah Allah yang dalam
kedaulatan dan kebebasan kehendakNya yang maha kuasa, dalam kasih karuniaNya
yang tak terhingga, dan menurut hikmatNya yang beraneka ragam telah
merancangkan rahasia keselamatan itu.

119 | D i k t a t D o g m a t i k a
6. Sasaran wahyu, bukan hanya pengaruniaan pribadi. Wahyu itu bukan ajaran rahasia
yang hanya diperuntukkan bagi orang tertentu yang serahasia, seperti dalam agama
misteri Helenis, melainkan suatu penyingkapan dalam arti yang sepenuh-penuhnya
demi keselamatan umat manusia,
7. Wahyu yang masih dinantikan, ialah penyingkapan kemuliaan eskatologis yang
akan terjadi pada parusia, yaitu penytaan sang Kristus dengan semarak dan mulia bila
Ia kembali di akhir zaman. Pada saat itu akan dinyatakan juga kemuliaan kita
bersama dengan Dia.
8. Isi wahyu, ialah misteri sang Kristus dan Yesus Kristus sendiri. Apa yang
selanjutnya dikatakan Paulus sebagai obkjek wahyu itu selalu berpautan dengan
kenyataan keselamatan yang utama tadi, yakni kebenaran Allah yang membawa
keselamatan, tata iman kepercayaan, arti Kristiani dari perjanjian lama, kemuliaan
yang akan datang, murka Allah, manusia durhaka dan rahasia kedurhakaan,
penyataan-penyataan pribadi yang diterima Paulus tidak diketahui apa isi penyataan
yang disebut dalam 2 Korintus 12 :1-2.

Sikap manusia terhadap wahyu haruslah iman kepercayaan, yang oleh Yohannes
kadang-kadang disebut melihat. Dalam Anak Allah yang telah menjadi mansuia itu wahyu
pada hakikatnya sudah diberikan. Namun demikian pandangan Yohannes dan Paulus
bersesuaian lagi bila Yohannas berbicara mengenai hari kedatanganNya, yaitu apabila Kristus
akan menyatakan dirinya, kita akan sama seperti dia, sebab kita akan melihat dia dalam
keadaanNya yang sebenarnya. Dapat dimengerti bahwa paham wahyu kodrati tidak kita
temukan pada Yohannes. Ia hanya mengenal wahyu dalam arti yang penuh, yakni wahyu
Anak dan wahyu Bapa melalui anak yang seluruhnya bersifat adikodrati dalam firman yang
telah menjadi manusia. Dalam refleksi paska rasuli atas kenyataan wahyu, pemahaman
tentangnya terungkap bukan hanya dalam terminology pewahyuan sendiri, tetapi juga dalam
berbagai istilah lain.

Apa yang telah diwahyukan Allah secara umum melalui alam ciptaannya dan sejarah
bangsa Indonesia pada umumnya itu ditegaskannya sekali lagi secara khusus melalui kitab
suci dan sejarah keselamatan. Kekhususan itu terlatak dalam pemilihan suatu bangsa yang
khusus, Israel, yang menghasilkan pengenalan akan Allah yanhg lebih tepat. Para pemikir
Kristiani ayng ortodoks menonjolkan ciri khas wahyu yang Kristiani dengan naik banding

120 | D i k t a t D o g m a t i k a
kepada ekonomi keselamatan, yakni kepada perwujudan historis dari rencana Allah untuk
menyelamatkan bangsa.

Iman menurut teologi dewasa ini yang endapan teologisnya disahkan Magesterium
gereja dalam konstitusi Dei Verbum itu juga. Iman dipahami sebagai tindakan percaya artinya
iman dengan mana, dan tindakan itu diartikan Vatikan II pertama-tama sebagai dengan bebas
menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah. Bila dalam alkitab Wahyu berarti bila Allah
berbicara, maka pembicaraan itu berlangsung bukan hanya kata-kata para nabi, dan juru
bicara lainnya, yang bertugas menafsirkan peristiwa sejarah, tetapi Allah berbicara pula
melalui peristiwa-peristiwa itu sendiri yang ditafsirkan oleh orang-orang yang ditugaskanNya
itu. Sikap beriman mengandaikan kehendak yang secara aktif mendengarkan apa yang
difirmankan Allah. Oleh kerena itu beriman berarti taat dan patuh keopada perintah Allah
sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku. Dalam
perjanjian lama beriman berarti juga menaruh percaya pada janji Allah. Wahyu Allah dalam
perjanjian pertama mendapat bentuk konkret baik dalam hukum taurat maupun dalam janji
keselamatan. Maka, beriman berarti percaya bahwa Allah akan menggenapi apa yang
dijanjikannya itu (bdk. Kej. 15:6).

Paham iman pada para bapa apostolic (tahun 90-165) masih sangat dekat dan mirip
dengan iman dalam kitab suci. Di satu pihak, mereka menekankan sikap taat kepada hukum
Ilahi, sehingga terdapat nuansa etis yang kuat. Hubungan dengan Kristus terungkap bukan
hanya dalam pandangan bahwa dialah pemberi hukum, tapi juga dalam penegasan bahwa
orang beriman bersatu dengan Kristus secara personal pneumatis. Dilain pihak, iman terarah
kepada kebahagiaan eskatologis: iman dan harapan bersatu padu. Berbeda dengan para bapa
apostolic yang ajarannya mengajarkan pendalaman iman qua talis, para apologet Yunani
menghadapkan iman Kristiani pada budaya Helenis yang sejaman, lalu berusaha
mempertanggungjawabkan iman Kristiani dihadapan budaya helenis. Termasuk juga jasa
para apologet yaitu menunjukkan bahwa selayaknya manusia sebagai makhluk berbudi itu
percaya akan wahyu Biblis tentang kebangkitan badan, nubuat para nabi, dan kedudukan
serta peranan Kristus sebagai sabda Allah.

Walaupun konsili Vatikan I mengeluarkan konstitusi dogmatis de Fide Catholica


(tentang iman katolik), namun di dalamnya tidak diberikan uraian menyeluruh mengenai
hakikat iman, yakni segi intelektual, segi pengetahuan, damn khususnya hubungan iman dan
akal budi. Bagi vatikan I, beriman berarti percaya bahwa sesuatu hal benar. Iman dipandang

121 | D i k t a t D o g m a t i k a
konsili sebagai kebenaran-kebenaran oleh akal budi mansuia berdasarkan pemberitahuan dari
pihak Allah yang mewahyukan kebenaran tersebut. Iman itu adalah anugrah Allah yaitu
karya Roh Kudus, maupun tindakan manusia. Roh Kudus menerangi akal budi kita dan
membimbing daya-daya kita. Keaktifan roh itulah yang disebut konsili “bantuan batiniah dari
Roh kudus”, berkat mana manusia mendapat kenikmatan menyetujui warta injil secara benar.

Kegiatan Roh Kudus itu tidak membuat manusia menjadi pasif dalam iman
kepercayaan, iman tetap tindakan manusia juga. Sebagai makhluk berbudi, manusia percaya.
Maka, dengan bebas, tanpa paksaan apapun, manusia menyerahkan diri kepada gerak Roh
Kudus dan menyetujui pewartaan. Teologi fundamental dalam arti pertanggungjawaban
teologi iman terhadap akal budi dikembangkan lebih lanjut dalam era antara vatikan I dan II,
antara lain karena perhatian besar Vatikan I baik pada kewajaran maupun batas-batas teologi
alamiah atau teoligi kodrati dalam konstitusi Dei Filius.

Dalam rangka pertanggungjawaban iman itu, konsili vatikan I menuju kepada tanda-
tanda lahiriah yang menyertai bantuan batiniah roh kudus, seperti nubuat dan mukzizat. Akan
tetapi, apa yang dalam mempertanggungjawabkan iman di hadapan akal budi itu tak kalah
pentingnya dalam mengacu kepada keselarasan misi pewartaan dengan kerinduan terdalam
yang ada dalam hati manusia yang haus akan Allah sebagaimana dibuat oleh pemikir zaman
modern.

2.2. Theologi Trinitas129

Pembahasan Allah adalah penyelamat menyangkut misteri Allah Tritunggal menjadi


inisiator, mediator dan komunikator keselamatan manusia yang menyempurnakan hidup
manusia melalui tindakanNya dalam sejarah keselamatan yang bersifat pewahyuan diri Allah
Tritunggal. Pada kenyataannya, keselamatan itu dikerjakan Allah dengan penjelmaan
sabdaNya yang kekal dan dengan perutusan Roh KudusNya. Pewartaan dan pengajaran
gereja, syahadat merangkum secara singkat iman kepercayaan Kristiani terdiri dari tiga
bagian yakni, Bapa, Putra, Roh Kudus menjadikan teologi Allah Tritunggal yang mendorong
bertumbuh dan berkembang iman akan Bapa dan Putera, Yesus Kristus serta pengalaman
kehadiran Roh Kudus.

Menurut Lohse Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber bukan Kristiani. Tetapi yang
penting disadari ialah perlunya mengembangkan ajaran tentang Allah Tritunggal dalam

129
Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.125-180

122 | D i k t a t D o g m a t i k a
lingkungan filosofis dan religius supaya dapat memberikan ekspresi intelektual yang jelas
kepada imannya. Dalam Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah yang Tritunggal
sehingga kurang menyampaikan ajaran tertentu selain membicarakan Kerajaan Allah. Akan
tetapi dari Perjanjian Baru ditemukan akar-akar ajaran Trinitatis dimana konsep yang
ditemukan tentang Allah itu sebagai berikut:

Allah Perjanjian Baru adalah Allah Yang Esa. Agama asli yang terkenal dengan
ketatnya monotheisme, Yahudi yang menimbulkan perlawanan dari bangsa lain yang
mengenal adanya politheisme. Selain mempercayai adanya Allah dalam arti YHWH, Allah
Abraham, Ishak, dan Yakub, orang Kristen pada masa itu juga mempercayai Yesus Kristus.

Hal yang senada ditekankan oleh F Courth, justru perkembangan iman akan Yesus
Kristus yang diandaikan dalam iman akan Allah Tritunggal. Peristiwa Yesus dalam sejarah
umat manusia diperkenalkan misteri Trinitas. Pemicu untuk menyakinkan hal itu adalah
peristiwa kebangkitanNya. Kemudian peristiwa dimulainya penampakan-penampakan. Hanya
dalam rangka kepercayaan Allah, Sang Bapa, pengakuan iman itu dengan Yesus yang sudah
bangkit itu dikenal adalah Anak Allah. Kristus yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa itu
diyakini sebagai Juru Selamat yang bersatu dengan Bapa secara tak terpisahkan dan
terbandingkan dan dengan itulah gambaran Allah. Dalam diri Yesuslah logos ilahi yang
mula-mula bersama Allah menjelma menjadi manusia. Dapat dikatakan bahwa Yesus pra-
ada; Ia sudah ada sebelum tiba di bumi ini (Yoh. 1:1-18). Ada anggapan para penulis teks
Perjanjian Baru yang berpikir bahwa Yesus sebagai sebagai Allah tanpa melepaskan Yesus
juga manusia sejati. Disamping itu kedatangan dan salib Yesus mempunyai arti bagi seluruh
umat di dunia.

Pemahaman akan Yesus itu berkembang ditentukan oleh Roh Kudus. Bagi Santo
Paulus Kristus dimuliakan dalam jemaat itu melalui pekerjaan Roh Kudus. Bentuk itu
melambangkan kehadiran Allah ditengah-tengah manusia dan di dalam gereja. Dengan cara
itulah Ia meneruskan karya penebusam Yesus. Petunjuk tentang perbedaan antara Kristus dan
Roh Kudus diperoleh dalam Injil Yohanes dimana tertulis bahwa setelah Yesus pergi, Ia akan
mengutus Roh Kudus sebagai “penolong yang lain”

Perkembangan akan Kristus sedang berkembang pada gereja perdana dalam


eksistensinya yang baru orang yang telah dibaptis itu ditentukan dari pihak Yesus maupun
Roh Kudus tetapi Bapa juga terlibat dalam pemulihan eksistensi tersebut Dialah (Bapa)
adalah sang inisiator. Sehingga Paulus merumuskan ucapan berkat : Kasih karunia Tuhan

123 | D i k t a t D o g m a t i k a
Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian (2 Kor.
13:13).

Dalam kehidupan gereja perdana mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
mengakui kehadiran Roh Allah di dalam gereja yang didasarkan dicurahkanNya Roh Kudus.
Akan tetapi butuh waktu yang lama untuk menyadari pemahaman yang menyeluruh tentang
Allah.

Lohse menyebutkan beberapa hal mendasar diinsafi gereja mula-mula, lalu boleh
dikatakan cikal-bakal ajaran Trinitas, antara lain:

1. Allah itu Esa, sehingga umat tidak percaya dua atau tiga allah

2. Allah yang Esa itu telah menyatakan diri dengan cara triganda sebagai Bapa, Putra dan
Roh Kudus

3. Sang Bapa dan Putra tidak dapat disamakan satu sama lain begitu rupa sehingga perbedaan
antara mereka hilang, seakan-akan Putra cuma sekedar suatu “topeng” yang di belakangnya
sang Bapa bersembunyi.

Pada abad II titik berat gereja (beserta theologisnya) berpindah dari lingkungan
Palestina kea lam pikiran Yunani. Dengan demikian gereja diperhadapkan pada masalah
inkulturasi, perlunya mengungkapkan iman kepercayaannya ke dalam suatu bahasa yang
dimengerti orang yang berbudaya Hellenis. Pemikiran Yunani dengan pemikiran Ibrani,
dimana bangsa Israel kebenaran itu diwahyukan melalui sejarah, sedangkan orang Yunani
merupakan hal yang mengada. Konsep Allah sendiri berubah menjadi metafisis yang berpusat
mengada. Penerapan konsep Allah ini, mengakibatkan perbedaan Allah Bapa, Putra dan Roh
Kudus menjadi ber-hypostasis, artinya berdiri sendiri. Para apoleget gereja perdana bertindak
sebagai perintis inkulturasi ketika mereka mempersatukan konsep Yunani logos dengan
gagasan logos dalam prakata Injil Yohanes 1:1-18 dan memandangnya sebagai kepribadian
sendiri.

Jalan pikiran Yustinus Martinur menunjukkan bahwa Kristus adalah Allah yang lain
membuatnya jatuh ke suatu pluralisme yang lebih mengarahkan kepada politheisme.
Sehinnga harus berupaya keras untuk kepada monotheisme. Kaum monarkianisme ada dua
macam, yang satu bersifat dinamistik berpendapat bahwa manusia Yesus berkaryalah suatu
daya, suatu kekuatan yang ilahi tetapi impersonal. Yesus diangkat menjadi Putra Allah.

124 | D i k t a t D o g m a t i k a
Menurut Monarkianisme Modalistik, Allah itu satu pribadi saja. Putra dan Roh Kudus
hanyalah cara Allah menampakkan diri. Doketisme menurut paham Gnostik, tubuh Kristus di
bumi ini hanyalah tubuh yang semu. Tubuh itu ditinggalkanNya sebelum penyaliban.

Ireneus mengupas pembahasan tentang Allah dimana keesaan Allah begitu kuat.
Menurut ada dan kuasaNya, Allah hakekatnya Esa tetapi pelaksanaan penebusan terdapat
pada Bapa dan Putra. Firman itu hypostaseis yang lahir daripadaNya sebelum dunia
diciptakan. Putra lahir dari Bapa sebelum adanya waktu. Ireneus menolak spekulasi apa pun
yang berusaha masuk lebih dalam tentang misteri kelahiran sang Putra ini. Sementara itu
Tertualianus mengungkapkan baik keesaan Allah maupun ketiga pribadi yang berhubungan
satu sama lain. Dalam hakikat yang satu terdapat tiga pribadi tetapi adanya tiga pribadi yang
tidak berarti bahwa ada lebih dari satu Allah. Demi sejarah keselamatan, demi oikonomia
ilahi diperlukan tiga pribadi sehingga terdapat diffrensiasi triganda dari keesaan. Dipihak lain
ada juga kekurangan ajaran Tertulianus tentang Trinitas bila dipandang sari sudut dogma
gereja yang resmi. Dengan tegas sang Putra disubordinasi kepada Bapa; tidak semartabat
tetapi tidak lebih rendah derajatNya dari Bapa. Berdasarkan ajaran dasar trinitas mengenai
identitas hakikat dan perbedaan Bapa, Putra dan Roh Kudus, maka ia menolak paham yang
disebutkan oleh Monarkianisme dan Gnostisisme. Origenes menyatakan Allah itu satu tetapi
ia kurang mampu menjelaskan kesatuan Allah itu. Ia berpendapat arti Bapa itu adalah Allah.
Allah memang biasa diterapkan kepada Putra dan Roh Kudus tetapi keilahian mereka bersifat
sekunder yang diturunkan dari Bapa, yang bersumber dari Bapa. Pendapatnya yang lain
adalah Origenes menerima suatu penciptaan yang abadi. Menurutnya kebaikan dan kuasa
Allah itu sempurna dan karena itu harus mempunyai objek-objek yang kepadanya kebaikan
dan kuasa yang itu terarahkan.

Menurut pandangan Arius Allah tidak selalu Bapa. Putra Allah pun pernah tidak ada.
Baru dengan menciptakan Sang Sabda, Allah menjadi Bapa. Sabda itu dipandangnya sebagai
Putra Allah. Jadi menurut Arius Sang Putra boleh saja disebut Allah keallahanNya tidak
melekat pada keberadaanNya melainkan dianugerahkan kepadaNya. Gelar Tuhan dan Allah
yang benar telah mengangkatnya menjadi Allah dengan melihat jasaNya. Akan tetapi adopsi
ini tidak menghasilkan partisipasi yang real Ketuhanan tidak sebanding denganNya. Allah
tidak mungkin ada bandinganNya. Sang Logos menduduki tempat tengah antara Allah dan
dunia. Allah menciptakannya untuk menjadi sarana penciptaan dunia. Dan Roh Kudus
merupakan ciptaan Logos yang pertama. Roh itu kurang ilahi lagi daripada Logos. Logos
telah menjadi daging dalam arti bahwa menunaikan tugas suatu jiwa di dalam Yesus Kristus.

125 | D i k t a t D o g m a t i k a
2.3. Kristologi130

Suatu Kristologi yang secara konseptual dan intelektual telah dikembangkan lebih lanjut,
belum terdapat dalam kitab-kitab PB. Yang ada adalah ungkapan kristologi yang bila
dibandingkan dengan teologi Tritunggal-lebih berkembang daripada ungkapan yang menjadi
titik tolak bagi ajaran Tritunggal di kemudian hari. Alasannya adalah perkembangan suatu
Kristologi sangat dimajukan berkat pertemuan Kristen purba secara langsung dengan Yesus
Kristus. Para murid Yesus, termasuk para pengarang Injil, tidaklah ragu-ragu sedikit pun
akan kemanusian Yesus yang sungguh-sungguh. Akan tetapi, serentak mereka juga
berkeyakinan bahwa Yesus Kristus bukan sembarang utusan Allah, bukan hanya seorang
utusan lain disamping sekian banyak.

Konsep-konsep Kristologi yang semula sangat bervariasi, kemudian digabung-gabungkan


sehingga yang yang tinggal ialah beberapa konsep saja, beberapa pola pemikiran yang
dengan jelas berbeda satu sama lain. Dari pola-pola itu kita hanya mengikuti satu garis
pemikiran saja, yakni garis pemikiran yang bertolak belakang dari keyakinan dwiganda para
murid Yesus tadi, kemudian melalui Kristologi Paulus dan Yohanes dikembangkan menjadi
Kristologi-Logos oleh para apologet serta bapa-bapa Gereja, akhirnya pada abad V
menelurkan ajaran resmi tentang dua kodrat yang dimiliki oleh Pribadi Yesus Kristus yang
satu dan sama.

Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi
kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan
Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi.
Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus.

Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh


“surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita dan mati.
Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas
dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, numun tidak sedikit
pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kea rah Dokestisme
yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon.

130
Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.181-241

126 | D i k t a t D o g m a t i k a
Sementara itu, dalam tulisan Paulus terdapat tiga teks yang penting sebagai dasar biblis
bagi ajaran tentang Kristus sebagaimana kemudian ditetapkan oleh gereja. Ketiga teks itu
adalah: Gal 4:4 dimana pra-eksistensi Yesus dinyatakan, dan Rm 1:3-4 serta Flp 2:5-11 yang
menyebutkan bahwa Yesus mempunyai dua cara berada. Tulisan Yohanes juga mengandung
gagasan-gagasan yang bersifat mendasar bagi perkembangan Kristologi kemudian. Injil
Yohanes Perjanjian Baru menyediakan dasar untuk membangun suatu Kristologi-Logos di
kemudian hari. Pembangunan itu terjadi karena PB sendiri mendorong kepada refleksi lebih
lanjut.

Untuk mewartakan Yesus Kristus kepada kaum cerdik cendikiawan yang pada zaman itu
berbudaya Hellenis, para apologet mengambil alih konsep filsafat Yunani.
Filsafat Stoa membedakan antara logos sejauh mendiami alam rohani dengan logos
sejauh mengkonikasikan diri, artinya sejauh diungkapkan. Pembedaan ini membantu para
apologet untuk menerangkan hubungan antara Bapa dengan Putranya.

Tertullianus (Abad I dan II). Menurutnya bahwa masing-masing kodrat Yesus bersifat
utuh, dengan cirri dan coraknya sendiri. Masing-masing pula mempunyai fungsinya sendiri
yang berbeda-beda. Sang logos mengerjakan mukjizat, sedangkan kodrat insani menderita
sengsara. Namun kelirulah kita kalau menganggap kedua “substansi” itu terpisah satu sama
lain. Hanya ada satu Yesus kristus, Putra Allah dan sekaligus Putra Manusia. dengan
demikian di dalam Pribadi yang satu dan tak terpisahkan itu hadirlah Allah dan manusia,
Ketuhanan dan kemanusiaan, Roh Illahi dan daging insani.
Origenes beranggapan bahwa juga jiwa insani Yesus sudah ada sebelum inkarnasi. Hanya
berbeda dengan jiwa-jiwa pra-ada lainnya yang jatuh meninggalkan Allah, jiwa insani Yesus-
sudah dalam keadaannya yang pra-ada-dipersatukan dengan Logos Illahi. Persatuan itu
demikian eratnya sehingga jiwa yesus yang pra-ada itu memasukkan Logos seluruhnya ke
dalam dirinya. Akibatnya, yaitu dari Logoslah jiwa yesus menerima dan kemuliannya. Dan,
karena kesatuannya dengan Logos pula jiwa Yesus kehilangan kemampuan berbuat dosa.
Pada waktu inkarnasi, Logos yang sudah dipersatukan dengan jiwa Yesus itu masuk kedalam
Yesus. Sejak saat itulah jiwa Yesus memainkan peranan penengah antara Logos abadi dengan
tubuh Yesus yang terbatas.

Arius dan kawan-kawannya menyangkal adanya jiwa insani dalam Logos yang telah
menjelma. Menurut mereka Logos sendiri mengisi tempat jiwa sehingga tubuh Yesus dalam

127 | D i k t a t D o g m a t i k a
dirinya sendiri tampa jiwa. Bagi Anthanasius ada tidaknya jiwa manusiawi pada Yesus
bukanlah masalah yang penting menarik perhatiannya. Pada pokoknya Anthansius menganut
Kristologi Firman daging, tetapi dari sudut pandang yang bertolak belakang dengan pandang
Arius. Eustathius dari Antiokhia, merupakan teolog pertama yang berusaha mengembangkan
Kristologi Sabda-manusia.

Dalam gagasan yang dikembangkan Eustathius itu Apollinaris mengamati suatu dualisme
yang kiranya memecah-belah kesatuan pribadi Yesus Kristus. apollinaris mengikuti ajaran
filsafat Plato diamana manusia terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Menurut Apollinaris, dalam
Kristus terdapat tubuh insani dan jiwa irasional, dan unsur ketiga adalah tempatnya dari
Logos ilahi.

Perguruan tinggi Antiokhia, yang terkenal dengan metode ilmiah yang mereka pakai
dalam menyelidiki kitab Suci, terarah kepada apa yang bersifat historis. Menolak alegori dan
menaruh tekanan pada keberadaan Yesus sebagai manusia di bumi ini, pada perkembangan
serta historisitas-Nya. Mazhad Antiokhia mau menjaga agar baik yang ilahi maupun yang
insani-historis pada Yesus Kristus diperhatikan

Sebaliknya, dalam perguruan Aleksandria para mazhadnya lebih dipengaruhi oleh


pemikiran Yunani yang filosofis dan yang terarah kepada apa yang melampaui pancaindra,
kepada kenyataan rohani dan ilahi. Pemikiran itu secara prinsip mempertentangkan yang ilahi
dengan yang insani.

Pendekatan pemenuhan, memusatkan perhatian pada agama-agama di Asia, yang


menganggap Kristus sebagai pemenuhan terakhir kerinduan manusia akan penebusan
berkarya dalam semua agama. Pendekatan semi-kontekstual, memusatkan perhatiannya
dalam perhatian pada kemiskinan.
Mewartakan Kristus di Asia dan mengharapkan pewartaan itu dimengerti dalam konteks
budaya Asia, maka gereja harus berani masuk dalam ungkapa-ungkapan soteriologis agama-
agama non-Kristiani dalam menemukan intisari yang memerdekakan.
- Baptisan dalam Yordan Agama Asia, dimana peristiwa ini mengandung empat
implikasi bagi Gereja: seperti Yesus, dihadapan beberapa arus tradisi keagamaan pada
zaman-Nya ketika ia menjawab panggilan kenabian-Nya, membuat opsi yang tegas.
Seperti Yesus mempertemukan dalam diri-Nya spiritualitas Yohanes Pembabtis sendiri

128 | D i k t a t D o g m a t i k a
(pengingkaran dunia yang radikal, semangat kesalehan yang sederhana dari kaum
miskin). Seperti Yesus telah merendahkan diri justru dijamin kridibilitas dan
wibawanya oleh Allah sendiri dihadapan kaum miskin. Seperti Yesus, dengan
menceburkan diri seolah-olah lenyap dalam suatu arus spiritualitas nenek moyang
diantara kaum sederhana.
- Baptisan dalam Kalvari Kemiskinan Asia. Yordan hanyalah permulaan kalvari.
Pembabtisan atau sikap kenabian yang pertama di Yordan ditengah kaum miskin,
Yahweh itu membawa Yesus kepada sikap kenabiaan-Nya yang terakhir, yakni
pengosongan diri-Nya di salib Golgota dalam kemiskinan yang menyedihkan. Di
sanalah budaya-budaya Asia akan membuka perbendaharaan gelar-gelarnya, simbol-
simbolnya, dan rumusan-rumusannya untuk mengungkapkan penemuan baru mereka.

2.4. Pneumatologi131

Pneumatologi berasal dari bahasa Yunani yaitu pneuma yang artinya “roh”. Maka
Pneumatologi adalah ajaran tentang Roh Kudus (Allah).

Kata “pneuma” dalam bahasa Ibrani adalah “ruah” berarti sekaligus angin dan napas
yang merupakan daya kekuatan yang ditemukan dalam angin serta nafas yang tidak dapat
diketahui dari mana dan kemana kekutan itu. Angin merupakan kekuatan yang membuat hal-
hal lain bergerak. Napas adalah angin dalam manusia, yaitu daya dan vitalitas yang terungkap
dalam napas.

Pada zaman Israel-Awal yaitu pada zaman Hakim-Hakim, Roh diberikan secara
Insidental yaitu Roh Allah berkarya dalam tokoh-tokoh pemimpin, seperti Otniel (Hak 3:10)
ataupun Gideon (Hak6:33). Pada saat bangsa Israel dalam bahaya besar, Roh masuk kedalam
orang tertentu untuk membebaskan umat Israel dari kedaan yang sukar. Karya Roh ini
tercetus dan terarah pada suatu kesusahan yang jelas bagi semua orang.

Pada zaman kerajaan paham tentang Roh mengalami perubahan karena tindakan Allah
yang membebaskan dan memimpin dilembagakan dalam jabatan raja yang bertugas mewakili
Allah di tengah umat-Nya. Dalam hal ini, Roh ada pada mereka dan dianugrahkan pada
mereka dalam hubungan dengan hal menjadi raja atau keadaan mereka sebagai raja. Oleh
karena itulah karya Roh pun ada segi “tetap” sejauh Roh Tuhan ada pada raja.

131
Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm. 243-307

129 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pada zaman Pembuangan dan sesudahnya, Roh dipahami sebagai yang dijanjikan
kepada Umat seluruhnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Yeh 36:25-27 yaitu nabi Yehezkiel
menghibur umat Israel dalam pembuangan dengan janji akan dicurahkannya Roh Allah
kedalam hati seluruh umat. Dalam hal ini, kiasan bahwa Roh “dicurahkan” adalah
melambangkan telah diubahnya keadaan manusia sebagai akibat dari pembaharuan batin
yang akan tinggal tetap. Nabi Yoel juga secara eksplisit menubuatkan dicurahkannya Roh
Allah atas semua orang (bnd YI 2:28-29).

Seperti halnya pengarang Perjanjian Lama, begitu pula Matius dan Markus melihat Roh
Kudus sebagai daya kekuatan Allah. Daya Ilahi ini ada pada Yesus, dan “dengan kuasa Roh
Allah” itulah Yesus mengusir setan dan memaklumkan menyingsingkan fajar kerajaan Allah
(Mat 12:28). Harapan bahwa zaman Mesias telah tiba, terdengar pula dalam Mrk. 1:8, dimana
Yohanes Pembaptis berkata, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan
membaptiskamu dengan Roh Kudus”. Dicurahkannya Roh Kudus atas jemaat Kristen
perdana telah memenuhi perkataan Sang Pembaptis.

Mengenai hubungan antara Roh dan Yesus, dapat diamati bahwa dalam karangan Lukas,
Yesus sejak semula memilki Roh Kudus (Luk. 1:35), dan sesudah dimuliakan oleh Bapa yang
membangkitkan-Nya, Yesus menjadi pemberi Roh kepada para rasul dan kepada jemaat-nya
(Kis2:33). Bagi Lukas, Yesus melebihi para pemimpin Kharismatik yang kedudukannya
seluruhnya dibawah Roh. Bila pada perjanjian Lama para nabi dibawa , disuruh dan dirasuki
Roh, maka dalam karangan Lukas Yesuslah yang membawa, menyatakan dan mengutus Roh.
Menurut pandangan Lukas hubungan antara Roh dan Gereja adalahberkat perantaraan Yesus
maka Gereja pun mendapat Roh Kudus (Luk 24: 49; Kis 2:33). Dengan demikian Lukas
mengaitkan Kristologi dan Eklesiologi. Pada zaman Gereja, karya Yesus diteruskan oleh Roh
Kudus, baik dalam gereja yang telah dibentuk dan sekarang menjadi missioner maupun
dalam dorongan-dorongan spontan yang mengarahkan kepada tujuan yang dikehendaki oleh
Allah (Kis 8:29; 9:31.39; 11:13).

Pengalaman umat perdana tentang Roh Kudus yang amat kaya dan beraneka ragam itu
dilukiskan secara menarik sekali dalam Kisah Para Rasul. Namun, untuk memahami
pengalaman rohani yang beranekaragam itu, Paulus menyebutkannya dalam ajarannya
tentang “Gereja sebagai tubuh Kristus” dimana tiap-tiap anggota dianugrahi karunia Roh
yang khusus demi kebaikan tubuh seluruhnya. Dalam surat-suratnya jua dia mengataka

130 | D i k t a t D o g m a t i k a
bahwa Roh sebagai sumberpengenalan akan Yesus Kristus, Rahasia Allah, yang
menghidupkan.

Injil Yohanes mengatakan bahwa Roh Kudus sebagai penafsir peryataan diri Allah
dalam Yesus Kristus, dan dengan demikian sebagai pengantar yang menuntun kita
memasukialam misteri.

Dalam tulisan-tulisan Yohanes dikatakan bahwa Roh Kudus merupakan sebagai


pemimpin kedalam “selurus kebenaran”. Seluruh kebenaran itu terletak pada peryataan,
pewahyuan, penafsiran Allah oleh sang Putra dalam kepenuhan universalnya yang kongkret.
“seluruh kebenaran itu” sudah ada bila Sang Putra dengan seluruh eksistensiNya yang telah
menjadi daging menyatakan kebenaran cinta kasih ilahikemuliaan penuh kasih karunia dan
kebenaran (Yoh 1:14, 7) dan kesaksian yang benar(Yoh 5:31; 8:14).

Pada abad II para apoleget mengakui iman trinitaris (Allah Bapa, Allah Putra, serta Roh
Kudus, bersatu dalam kuasa ). Sang logos dan Roh ada sejak kekal didalam Allah, sebelum
diproyeksikan oleh Allah ke dalam ciptaan dan kedalam untuk memanifestasikan diriNya.

Ireneus mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam ekonomi yakni dalam pelaksanaan
historis dari rencana ilahi. Sang Sabda dan sang Hikmat (Roh Kudus) dipandang Ireneus
secara kiasan sebagai Dua Tangan Allah yang bekerja sama dalam menjadikan alam ciptaan.
Peranan Roh dalam proses pewahyuan ilahi, yaitu Roh mewahyukan Putra, yang pada giliran-
Nya mewahyukan Bapa.

Origenes mengatakan bahwa Bapa itu adalah Allah, sedangkan Putra adalah Allah urutan
kedua. Putra dan Roh Kudus dikaitkan dengan Bapa sebagai sumber ke-Allahan. Dalam hal
ini, persekutuan antara Bapa, Putra dan Roh Kudus sudah ada sejakkekal dan mengenal
kelahiran abadi Sang Putra dari Bapa, juga Roh Kudus dari Bapa, yakni melalui Putra.

Dari ketiga pendapat para tokoh diatas, lain halnya dengan pendapat Kaum Arian yang
menyangkal Ketuhanan Putra Allah dan Roh Kudus. Diantara para penganut Konsili Nicea
ada yang mengakui bahwa Putra sehakikat dengan Bapa, tetapi Roh Kudus tidak (kaum semi
Arian). Makedonianisme yaitu ajaran kaum Pneumatomakhoi (penentang Roh) mengatakan
bahwa Roh yang dalam Alkitab dibedakan dengan Bapa dan Putra karena itu hanya ciptaan
saja, begitu pula karya Roh terhadap manusia bersifat ciptaan. Ada juga yang menganggap
Roh Kudus semacam zat tengah yang dijadikan Allah dengan kedudukan antara Al;lah dan
alam ciptaan ini. Menghadapi pandangan kaum Arian, Semi-Arian dan Pneumatomakhoi,

131 | D i k t a t D o g m a t i k a
para teolog ortodoks mempertahankan Ketuhanan Roh Kudus yaitu salah satunya adalah
Cyrillus dari Yerusalem menandaskan bahwa seperti Putra, begitu pula Roh Kudus ikut serta
dalam ketuhanan Bapa. Dia mengatakan bahwa pribadi Roh Kudus meupakan pribadi
tersendiri dan menarik perhatian pada tindakan personal yang dikenakan kepada-nya.

Heribert Muhlen merupakan ahli teologi modern yang paling berjasa dalam memajukan
teologi Roh Kudus dalam kalangan Gereja barat. Untuk ajaran tentang Roh Kudus, Muhlen
merincikan tiga sudut pandang utama yaitu: 1) dilihat dari segi teologi Trinitas, Roh Kudus
dapat disebutkan sebgai kita/kami-Nya yang berpribadi antara Bapa dan Putra, sebagai
kedekatan mutlak dalam hubungan antarpribadi yang di hayati Bapa dan Putra satu sama lain.
2) dipandang dari sudut sejarah keselamatan, Roh Kudus terutama tampak pada pengurapan
Yesus. Pengurapan ini merupakan diutusnya Roh Kudus ke dalam kodrati insan Yesus yang
dipribadikan Logos. Dengan demikian, pengurapan tersebut secara logis lebih kemudian dari
pada inkarnasi logos itu sendiri, dan hal ini mamang sesuai dengan struktur keberalasan di
dalam Allah Tritunggal. Dapat dikatakan bahwa diurapinya Yesus dengan Roh Kudus
merupakan cara aktus-kita/kami yang intratrinitas itu menjadi tampak di dalam sejarah
keselamatan. 3) dalam perjanjian rahmat, Roh kuduh mempunyai hubungan langsung dari
pribadi ke pribadi dengan kita ini.

VI. Tanggapan Dogmatis


3.1. Theologi Wahyu dan Iman

Ada dua pembahasan yangmasih harus terus didiskusikan, yaitu:

1. apakah wahyu merupakan suatu dalil, sebagaimana yang dipahami mereka yang
telah membahas selama ini; atau apakah wahyu merupaakan suatu kesadaran akan
Allah, ketimbang kebenaran Allah?
2. apakah peranan yang dimainkan akal budi dalam memilih diantara mereka yang
mengklaim berbicara dalam nama Allah atau yang mengklaim melihat secara jelas
ke dalam realitas yang paling luhur itu?

Wahyu adalah Allah yang menyapa manusia. Tanggapan manusia yang diharapkan
Allah sebagai jawaban atas wahyu Nya ialah iman kepercayaan atau penyerahan diri manusia
kepada Allah pewahyu. Bila wahyu berarti Allah yang menyapa manusia, iman berarti bahwa
manusia menjawab Allah secara positif.dengan demikian jelaslah bajwa wahyu dan iman

132 | D i k t a t D o g m a t i k a
adalah paham yang korelatif. Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman
manusia, sebab wahyu yang tidak ditanggapi dengan iman, tidak mencapai sasarannya.

Wahyu itu suatu fakta, karena pada kenyataannya Allah memang telah mewahyukan
diriNya dan mengatakan rahasia kehendakNya melalui Kristus. Wahyu itu misteri, karena
merupakan tindakan Allah sendiri, yaitu suatu aktivitas transenden yang berisikan kehedak
atau rencana Allah untuk menyelamatkan manusia. Wahyu merupakan pengetahuan yang
tidak boleh dipisahkan dari pribadi Allah sebagai subjek yang menyamapaikan pengetahuan
itu.132

Dengan demikian wahyu dapat kita katakana sebagai suatu anugrah dari Allah yang
diterima oleh manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan
yang ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya.
Sebagaimana Allah telah menyataka diri kepada manusia dan akan membuat suatu karya
yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita manusia.

Berbeda dengan wahyu yang diartikan sebagai Allah yang menyapa manusia, iman
sering dianggap sebagai pengiaan intelektual terhadap suatu dalil yang tidak dapat
diperdebatkan lagi dipandang sebagai yang benar. Dengan mengatakan aku beriman kepada
Allah berarti mangatakan bahwa Allah ada. Hal ini mengimplikasikan kemampuan
untukmerumuskan konsep tentang Allah dan mengetahui sesuatu tentang seperti apakah
kira-kira hidup di hadirat Allah yang kudus dan misterius itu. Dengan demikian sejumlah
pengetahuan pada dasarnya terlibat dalam keputusan iman.133

3.2. Theologi Trinitas

Ada tiga nama yang tidak boleh dipisah-pisahkan satu dengan yang lain tetapi memang
harus dibedakan satu sama lain. Dimana Allah Bapa yang menyatakan soal penciptaan,
pendamaian dan kelepasan menyangkut Yesus Kristus dan penyelesaian rencana Allah
ditunjukkan oleh kepada Roh Kudus.134

132
Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990:hlm. 85-90
133
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 298-299
134
G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini,BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 552-553

133 | D i k t a t D o g m a t i k a
Seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia
tergantung kepada ketritunggalan Allah yang menjadikan pokok penegasan bahwa Allah itu
kasih adanya. Allah tidak kesepian, yang memerlukan ciptaanNya sebagai objek kasihNya.
Dalam ketritunggalan Allah itu tetap merupakan tugas yang harmonis dan sempurna dalam
mengasihi secara kekal, membuat orang menjadi agung bahkan indah dan menarik.
Sepanjang masa misteri yang mulia tersebut itu telah menggerakkan hati orang dan
membawanya kepada puncak pujaan, ibadah, kasih dan pujian.135 Melalui Kristus yang
tersalib, sebagai kacamata kita untuk melihat kenyataan-kenyataan dunia ini, maka kita akan
menemukan bahwa justru di tempat-tempat yang menyedihkan dan penuh penderitaanlah
Akan akan menemui kita136 Menurut pandangan Bapa Gereja pada masa gereja perdana
doktrin tentang Allah itu bukan hanya satu adanya melainkan juga Allag itu tunggal artinya
bahwa Allah tak terbeda-bedakan atau tidak kompleks. Namun, dengan menyatAkan bahwa
Allah itu Tritunggal. Para Bapa Gereja mengetengahkan bahwa Allah berbeda dalam diriNya
sendiri sehingga Dia kompleks bukan tidak terbedakan.137

3.3. Kristologi

Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi
kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan
Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi.
Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus.
Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh
“surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita dan mati.
Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas
dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, numun tidak sedikit
pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kea rah Dokestisme
yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon.
Rahasia mengenai Pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus hanyalah dapat kita rumuskan
dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat paradoks. Dengan kata lain: mengenai rahasia, kita
hanya dapat berbicara secara dealektik. Maka didalam rumusannya bahwa Yesus Kristus
adalah Allah dan sungguh-sungguh manusia, masing-masing merupakan bagian dari kalimat

135
Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: hlm.91
136
Hans dan Reudi Weber, Kuasa: Sebuah Studi Teologi Alkitabiah, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997: hlm.149
137
Linwood Urban, Op.Cit., hlm. 55

134 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang ber-paradoks itu harus diberi tekanan yang sama: baik yang satu maupun yang lain,
kedua-duanya benar 100%.138

Sebagaimana didalam kitab Injil Sinoptik, kitab Injil Yohanes mengidentifikasikan


bahwa Yesus adalah Anak Allah. Namun dalam kitab Injil ini, menjadi anak Allah tidaklah
berarti menjadi seorang manusia, atau bahkan anak manusia sorgawi, tetapi Firman Allah,
yang pada mulanya bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1-2). Firman
Allah yang sama itu juga disebut sebagai perantaraa penciptaan. Selain dalam kitab Injil
Yohanes, ide serupa juga tentang penciptaan akan ditemukan ditempat lain dalam PB.
Contohnya, klaim yang sama mengenai Anak Allah muncul dalam surat Ibrani 1:2 dan
Kolose 1:16 dan mengenai anak Allah, Kristus telah ada sebelum penciptaan (preexistent).139

Hubungan antara Yesus Kristus dengan Allah disatu pihak dan dengan pihak lainnya,
menimbulkan pertanyaan mengenai sifat-Nya. Dari PB sudah jelas bahwa
“kemanusiawiaanya” Kristus sama nyata dan alaminya seperti penerimaan-Nya secara sadar
akan dan arena jati diri-Nya dengan kehendak dan tujuan Allah. Sementara mengakui bahwa
kesadaran seseorang akan tetap merupakan misteri bagi orang lain kendati kadang-kadang
ada makna yang terungkap. Gambaran Kristus dalam PB tidak memberi petunjuk mengenai
apapun mengenai adanya konflik dalam kesadaran diri-Nya, sebaliknya ditunjukkan dengan
jelas keutuhan kepribadiaan-Nya serta sentralitas tujuan-Nya yang tidak mendua dengan
tujuan Allah.140

3.4. Pneumatologi

Arius memahami Roh Kudus sebagai yang sama sekali tidak mempuyai kesamaan, baik
dengan Bapa maupun dengan Anak. Juga diantara para teolog lain, ketidakpastian mengenai
ajaran tentang Roh Kudus lebih besar dari pada dari pada ketidak pastian yang menyangkut
homoousios Anak. Benar, bahwa beberapa teolog seperti Cyrilus dari Yerusalem mengira-
ngirakan ortodoksi yang kemudian dalam ajaran mereka mengenai Roh Kudus. Bahkan

138
G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 189
139
Linwood Urban,. Op.Cit., hlm. 48-49
140
Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996: hlm. 134-135

135 | D i k t a t D o g m a t i k a
diantara para penganut Konfesi Nicea tetap banyak terdapat ketidak pastian mengenai
pesoalan kedudukan Roh Kudus dalam Trinitas. Keilahian Roh Kudus secara khusus ditolak
oleh apa yang disebut kaum Pneumatomakian yang berkumpul disekitar Makedonius (342-
460M).

Ketidakpastian akan ajaran Roh Kudus oleh para teolog dan penolakan keilahian Roh
Kudus oleh kaum Arian dan kaum Pneumatomakian sehingga Athanasius membuat suatu
pemahaman tentang kedudukan Roh Kudus. Athanasius mengatakan bahwa menurut
kesaksian Alkitab yang tidak diragukan, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan
hakikat makhlukiah, tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas.
Roh Kudus , kata Athanasius, berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan
kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu, sedngkan ciptaan bersifat
fana, tergantung pada waktu dan tempat. Jadi Athanasius menyimpilkan bahwa, tanpa
keraguan sedikit pun, Roh Kudus adalah Allah. Athanasius secara khusus menekankan
hubungan antra Roh Kudus dengan Anak. Sebagaiamana pengetahuan tentang Roh melalui
Anak, demikian jugalah Roh tidak dapat dilepaskan dari Anak. Ia adalah Roh dari Anak,
yang diutus oleh Anak. Segala sesuatu yang termasuk pada Roh juga termasuk pada Anak,
sebagaimana tertulis dalam Yohanes 16:13-14.141 Penerimaan Roh Kudus oleh Anak terlihat
jelas pada saat baptisan-Nya ketika “turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati keatas-
nya” (Luk 3:22). Peran Roh Kudus dimulai pada waktu pembuahan dan kelahiran Yesus (Luk
1:25) dan diteruskan selama pelayanan-Nya (Mat 4:1; 12:28). Hal ini sama sekali tidak
mengurangi keilahian Yesus, namun sama seperti kita, Yesus juga adalah manusia dan oleh
karena itu kita dapat melihat ketergantungan Yesus kepada Roh kudus sebagai contoh atau
panutan bagi ketrgantungan hidup kita juga kepadanya. Yohannes pembaptis menubuatkan
bahwa pelayanan Yesus akan meliputi pembaptisan dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat
3:11). Hal ini di hubungkan dengan puncak pelayanan-Nya.

Zaman baru kerajaan Allah dimulai dan ditetapkan oleh Yesus dalam kematian,
kebangkitan dan kematian-Nya. Jadi pencurahan Roh Kudus pada hari pentakosta adalah
kedatangan kerajaan Allah kedalam sejarah manusia yang dimulai oleh kemenangan Yesus.
Inilah Alasan Yesus untuk mengatakan jika ia tidak pergi maka Roh Kudus tidak akan datang
(Yoh 16:7).142 Dalam hal ini, memanglah Roh Kudus harus dibedakan dari Yesus Kristus

141
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2001:hlm.77-78
142
Bruce Milne, Op.cit., hlm. 248-249

136 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang sudah dipermuliakan itu. Akan tetapi pada pihak lain, haruslah segera dipertimbangkan
bahwa Kristus dan Roh Kudus tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Pekerjaan Roh Kudus
dicirikan oleh Keesaan-Nya dengan Kristus, Roh Kudus tidak berkata diriNya sendiri (Yoh
16:13). Roh Kudus bersaksi tentang Yesus Kristus (Yoh 15:26). Ia akan memuliakan Aku,
kata Yesus, sebab ia akan memberikan kepadamu apa yang diterimannya dari padaKu (Yoh
16:14). Dengan perantaraan Roh Kudus dan Alkitab, Kristus sendiri berbicara kepada kiata.
Roh Kudus dapat disebut Roh Kristus (Gal 4:6; Rm. 8:9; Flp 1:19; 1 Ptr 1:11). Yesus sendiri
berkata kepada murid-muridNya: “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Di mana Ro kudus
bekerja, di situ Kristus diberitakan dan dimuliakan. Demikianlah orang-orang beriman dapat
menguji segala roh dan membedakan antara Roh Kudus dan pelbagai roh palsu : Roh Kudus
datang dari Kristus dan mau mamimpin kita kepada Kristus (1 Yoh 4:1-3).143 Roh Kudus
diutus memasuki hati orang beriman dan Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh orang
beriman (Gal. 4:6; Rm 8:16). Maka orang beriman dipanggil untuk hidup dalam hubungan
dengan Allah sebagai anak Allah yang sejati. Mereka boleh menyebut Allah sebagai
Bapanya.144

VII. Kesimpulan dan Saran


4.1. Kesimpulan

 Wahyu dapat kita katakana sebagai suatu anugerah dari Allah yang diterima oleh
manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan yang
ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya.
Sebagaimana Allah telah menyataka diri kepada manusia dan akan membuat suatu
karya yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita
manusia.

 Pemahaman tentang theologi Trinitas ini sebenarnya bentuk jalinan kerja sama untuk
menyatakan bahwa Allah, Putra dan Roh Kudus adalah satu bagian/hakekat yang
memberikan inisiator, mediator dan komunikator kepada hidup manusia yang
dilakukan rangka rencana penebusan, pelepasan yang mengikat janji kepercayaan
yang monotheisme.

143
G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 343
144
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2010: hlm. 361

137 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Kristologi merupakan pemahaman yang menyatakan misteri tentang pekerjaan,
historikal yang menyang kut tentang Yesus. Disisi lain menyangkut eksistensiNya
sebagai Allah dan sebagai manusia.

 Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiah, tetapi termasuk
pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas. Roh Kudus berasal dari Allah.
Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal,
maha ada.

KELOMPOK V

Nama : Hanna Devika Damanik (14.2851)

Hanna Priska (14.2884)

Mata Kuliah : Dogmatika

Dosen : Pdt. Dr. J. Boangmanalu

SEJARAH DOGMA KRISTOLOGI

(C. GROENEN)

1. Pengantar

Buku yang berjudul sejarah dogma kristologi yang diringkas dalam tulisan ini
merupakan buku yang ditulis oleh C. Groenen yang berisikan tentang pendahuluan, isi. Buku
ini berisikan tentang bagaimana sejarah dogma kristologi tersebut. Untuk lebih
mengetahuinya maka dalam paper ini kami akan membahas bagaimana itu sejarah dogma
kristologi.

2. ISI
2.1.Etimologi “Kristologi”145

145
Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, Medan: Universitas HKBP Nomensen, 2014, hlm. 1-
4.

138 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kata Kristologi berasal dari kata Yunani kristou dari kristos yang berarti Kristus yang
diurapi, diminyaki atau diartikan sebagai Mesias; dan akhiran kata logi dari logos yang
berarti firman, perkataan, ilmu atau pengetahuan sehingga Kristologi adalah studi atau
pengetahuan mengenai pribadi dan karya Yesus sebagai Kristus, termasuk inkarnasiNya.

Teolog Karl Rahner menyebutkan bahwa kristologi tidak terpisahkan dari teologi dimana
kristologi tidak hanya berbicara mengenai kemanusiaan Yesus, tetapi juga ke-Tuhanan
Yesus, dimana dalam pembicaraan ke-Tuhanan Yesus sudah pasti terkait dalam bagian studi
teologi. Pemikiran yang mirip diungkapkan oleh Tillich, bahwa memahami “teologi” pastilah
terkait untuk menjelaskan logos dari theos. Dalam dogma Kristen menurut Tillich, logos telah
menjadi daging melalui pernyataan ilahiNya dalam Yesus Kristus. Maka Tillich berkata:

“Christian theology is based on the unique event Jesus the Christ,” dimana Yesus
Kristus dinyatakan sebagai inti dari pemberitaan Kristen. Sebab itu teologi Kristen
yang benar menurut Tillich haruslah membicarakan “New Being in Jesus as the
Christ”.

Pada periode pertama menurut catatan sejarah dogma Kristen, kristologi diajarkan
awalnya dalam “bentuk lisan” di lingkungan jemaat Kristen dimana para murid Yesus dan
saksiNya melakukan pemberitaan Yesus melalui percakapan, dialog, atau dalam bentuk cerita
yang kemudian dituliskan oleh para penulis dalam “kitab Injil”. Para periode kedua, proses
perumusan kristologi berpadanan dengan proses kanonisasi kitab-kitab Perjanjian Baru, yang
diedit dari tradisi lisan, dan diberi bentuk tertulis sekitar tahun 70-an. Kristologi dalam
bentuk tertulis ini memiliki proses yang cukup lama, yang terjadi dan dimulai setelah
peristiwa kebangkitan Yesus dimana peristiwa kebangkitan Yesus dijadikan pengalaman baru
terhadap para murid-Nya dalam memahami Yesus, yang selanjutnya pengalaman-
pengalaman baru itu dibahasakan dalam bentuk pemberitaan tertulis dan kemudian
dikanisasikan dalam bentuk Injl sehingga inilah tahapan periode kedua kristologi yang
bersamaan dengan proses kanonisasi kitab Injil.

Dalam periode selanjutnya dimana masa peralihan kristologi dari dunia Yahudi-Palestina
ke dunia Yunani pada abad pertama Masehi dimana jemaat kristen menghadapi tantangan dan
hambatan yang cukup berat sehingga mengalami upaya kontektualisasi. Dogma kristologi
pada zaman itu harus dikontekstualkan dengan menggunakan bentuk visualisasi bahasa,
gambar atau kode pada zaman Romawi, karena seperti pada zaman Kaisar Nero, banyak umat
kristen ditangkap dan dianiaya, sehingga mereka berlindung di lorong-lorong pemakaman

139 | D i k t a t D o g m a t i k a
umum yang lazim disebut “katakombe”. Pada makam dan tembok-tembok di sekitar lorong
pemakaman itu dituliskan gambar “ikan” sebagai kode atau sandi untuk melambangkan
visualisasi pengakuan iman. Kata Yunani untuk “ikan” terdiri dari lima huruf, yaitu ICHTUS
yang dimana singkatan dari “Iesus Christos Theos Uios Soter” yang berarti Yesus Kristus
Putra Allah Juruselamat. Kristologi kerugmatis model ini pun tetap berkembang dan
diteruskan di kalangan umat Kristen, baik yang tercemin di dalam rumusan hasil konsili
maupun di berbagai bentuk kredo dan dogma gereja. Upaya kontekstualisasi kristologi itu
berciri dan bersifat praxis, dan spontanitas dilakukan oleh umat kristen bersamaan dengan
konteks tantangan eksternal yang dihadapi pada zaman itu.

Kristologi sebuah cabang dari teologi, khususnya teologi dogmatis. Kristologi ialah
logos mengenai Kristus, pemikiran Yesus Kristus, sasaran iman kepercayaan kristen.
Bagaiman umat kristen dapat boleh dan mesti menkonseptualkan dan membahasan iman
kepercayaannya kepada Yesus Kristus dan orang kristen sudah hampir 2000 tahun berusaha
memikikan Yesus Kristus, menkonseptualkan dan membahasnya dan dari segi itu Yesus
Kristus jelas menempuh sejarahnya. Bila dalam kristologinya umat kristen begumul dengan
Yesus Kristus maka apa yang sebenarnya digumuli ialah relevansi Yesus Kristus bagi
manusia sepanjang sejarah. Dan itulah sebabnya mengapa diri Yesus Kristus tidak dapat
dipisahkan dari karyanya, penampilan, keterlibatan. Maka kristologi tidak dapat dipisahkan
dari soteriologi kalaupun soteriologi tidak dapat dipisahkan dari kristologi namun kristologi
lebih utama.146

2.2. Fenomena Yesus

Yesus yang diberi gelar dan nama ‘Kristus’ dan yang menjadi sasaran iman
kepercayaan kristen, Yesus Kristus yang pernah ada tetap sampai sekarang dan hingga akhir
zaman, Dia itulah yang menjadi sasaran iman kepercayaan. Secara positif ditegaskan bahwa
kepercayaan kristen terikat pada saat tertentu dan pada tokoh tertentu dalam sejarah umat
manusia. Keselamatan umat manusia bergantung pada kejadian real dimuka bumi ini dan
bukanlah pada ajaran tertentu atau pada pikiran manusia sendiri. orang yahudi yang bernama
Yesus itu berasal dari sebuah desa bernama Nazaret (Kis 10:37). Didaerah Palestina yang
bernama Galilea (Mrk 1:9), suatu daerah yahudi tetapi dengan cukup banyak penghuni yang
tidak berbangsa dan tidak beragama yahudi (Mat 4:15). Di Nazaret itu Yesus rupanya

146
Dr. C. Groenen Ofm, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisisus, 1988), 13

140 | D i k t a t D o g m a t i k a
menjadi tukang kayu, jadi Yesus berasal dari lapisan rendah masyarakat tetapi tidak dari
kalangan proletariat.

Pada waktu berumur ± 30 tahun (Luk 3:23), Yesus tampil kedepan dengan
meninggalkan tempat asalnya, keluarga, mungkin Yesus terpengaruh dengan seorang tokoh
yang bernama Yohanes yang bergelar sebagai pembabtis yang pada masa itu tampil didaerah
Yudea. Yohanes yakin bahwa penghakiman Allah mendekat dan orang hanya bisa terluput
dan bertobat dan menjalani pembasuhan sebagai adanya di sungai Yordan. Kelakuan dan
tindakan Yesus didukung oleh pewartaannya dalam cara mengajar Yesus sudah berbeda
dengan guru-guru agama. Yesus tidak mendasarkan diri dan ajarannya pada tradisi, pada
alkitab yahudi dan tafsirannya. Dalam mewartakan kerajaan Allah dan kehendak Allah Yesus
menggunakan berbagai cara seperti tradisional di lingkungannya Ia memakai pepatah,
tekateki, petuah dan sebagainya. Tetapi Ia terutama menggunakan jenis sastra yang disebut
perumpamaan di satu pihak dalam hal itu Yesus berdekatan dengan para ahli alkitab yang
juga gemar akan perumpamaan. Melalui perumpamaan Yesus menggambarkan kerajaan
Allah yang mendekat dan sedang terjadi dalam pewartaannya pun Yesus penuh kuasa dan
kalau kerajaan Allah yang melalui pemberitaan Yesus mendekati manusia ditolak, maka
kerajaan penyelamatan itu berubah menjadi penghakiman (Mat 22:1-13).147

2.3. Dari Yerusalem ke Atena perkembangan kristologi pada generasi kristen


pertama
 Titik tolak kristologi: pengalaman paska

Pengalama paska pertama-tama meyakinkan sejumlah orang bekas pengikut Yesus


(Mat 28:17) bahwa Allah membenarkan Yesus (1 Tim 3:16). Yesus dahulu bukanlah seorang
durhaka, penjahat, penipu yang pantas di salibkan. Yesus ternyata punya hubungan akrab
dengan Allah. Dalam tradisi Yahudi memang ada orang yang di angkat oleh Allah seperti
Henokh dan Elia. Dalam tradisi Yahudi ada orang mati yang dihidupkan kembali, tetapi
membangkitkan orang tidak sama dengan menghidupkan kembali orang yang kemudian
meneruskan hidupnya di dunia. Pengalaman paska itu meyakinkan bekas pengikut Yesus
bahwa Yesus dalam pewartaan dan tindakannya dahulu tidaklah keliru, dengan demikian
pengalaman paska menyingkapkan selubung dari kehidupan dan diri Yesus dahulu. Atas

147
Ibid 17

141 | D i k t a t D o g m a t i k a
dasar pengalaman paska seluruh kehidupan Yesus dapat ditinjau kembali dibawah tindakan
Allah yang terakhir.

 Sarana-sarana pemikiran dan pengungkapan teologis

Mengingat asal usul dan ciri corak sumber yang tersedia (PB) tidak mengherankan,
bahkan wajar sekali didalam perjanjian baru hasil generasi kristen yang pertama ditemukan
berbagai macam kristologi dan soteriologi. Belum ada suatu instansi umum yang bisa
mengatur iman kepercayaan kristen itu. Umat kristen menyaring sejumlah karangan
perjanjian baru yang dijadikan tolak ukur bersama. Tetapi apa yang disaring sendiri sudah
serba majemuk dan mencerminkan kemajemukan dan kekayaan kristologi umat kristen
semula.

 Yesus Kristus dalam tradisi kristen Yahudi

Yesus yang melaui kebangkitannya dinyatakan sebagai utusan Allah dan anak manusia,
menjadi pelaksana rencana penyelamatan Allah. Dalam tradisi Yahudi perjanjian lama
penciptaan dan penyelamatan Allah dikaitkan dengan hikmat kebijaksanaan Allah. Hikmat
kebijaksanaan itu tidak lain kecuali rencana penciptaan dan penyelamatan Allah. Dalam
tradisi Yahudi memang tidak ada pikiran bahwa Mesias akan menderita dan ditolak oleh
bangsa-Nya sendiri. Allah kini jelas menyatakan Yesus sebagai Mesias. Maka penderitaan
dan kematian Yesus tidak dapat sesuai dengan kehendak dan rencana Allah. Dengan
demikian kematian Yesus pun dapat diartikan dan dipahami sebagai ‘korban peneguh
perjanjian’. Gagasan perjanjian memang suatu yang penting sekali dalam tradisi Yahudi
dengan isilah sosio-politis mau diungkapkan bahwa antara Allah dan umat israel terjalin
hubungan luar biasa dan istimewa. Kematin-Nya disalib menjadi tanda bukti kesetiaan Yesus
dan pengaminannya terhadap tawaran Allah. Dengan demikian Yesus disalibkan dalam artian
sebagai korban artinya sarana peneguh perjanjian baru antara Allah dan umat.

 Yesus Kristus masuk dunia Yunani

Ada beberapa gagasan yang penting dalam alam pikiran Yahudi tetapi kurang dapat di
pahami oleh orang-orang Yunani yang tidak hidup dalam tradisi religius Yahudi itu. Karena
itu tidak mengherankan bahwa beberapa gagasan dari kristologi tidak lagi dipakai atau

142 | D i k t a t D o g m a t i k a
dikembangkan. Ada dua gelar Kristus yang sudah tradisional yang dipakai oleh orang Yunani
yaitu gelar anak Allah dan Tuhan.

 Yesus anak Maria dan anak Allah

Yang menyebut Yesus anak Maria bertitik tolak pengalaman dengan Yesus orang
Nazaret baik sebelum mati di salib maupun sesudahnya. Yesus yang tadinya mati tetap
dipahami sebagai yang menghubungkan manusia dengan Allah. Ada dua sebutan yang
ditemukan dalam PB Yesus Kristus kadang disebut anak Maria (Mrk 6:3), tetapi lebih sering
disebut sebagai anak Allah.148

2.4. Yesus Kristus mencari tempat di dunia Yunani (abad II-III)


 Situasi pada awal abad II

Kekristenan yang tidak seragam itu sudah menjadi dua cabang tiap cabang
kekristenan yahudi dan yunani menempuh perkembangannya sendiri. dan perkembangan
yang berbeda itu pun menyangkut refleksi atas fenomena Yesus.

 Yesus Kristus pada kekristenan Yahudi

Kekristenan Yahudi terutama menggabungkan diri dengan Petrus, Yohanes dan


teristimewa dengan Yakobus saudara Tuhan. Umat kristen keturunan Yahudi hilang dari
lingkup umat kristen. Pemikirannya mengenai Yesus Kristus tidak sempat matang, utuh dan
lengkap bila pemikiran iman kristen Yahudi berat sebelah, maka pemikiran yunani berat
sebelah dalam kristologinya.

 Yesus Kristus pada kekristenan Yunani

Kekristenan Yahudi selama abad kedua semakin mundur, kepercayaan kristen


semakin meluas dan berakar di dunia yunani. Kalaupun mungkin bahwa kepercayaan kristen
sudah sampai di Etiopia dan India. Selama abad ke-2 berkembang umat kristen yang
berkebudayaan yunani jelas jauh dari sedikit banyak simpang siur, namun demikian tidak
sedikit orang dan jemaat kristen dalam pemikirannya mengenai fenomena Yesus dalam
pikiran yunani dan sinkretisme dan religiusnya.149

2.5. Yesus Kristus di dunia Yunani

148
Ibid 29
149
Ibid 72

143 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Menuju konsili Nikea

Biasanya konsili Nikea dihubungkan dengan dogma mengenai Allah Tritunggal,


tetapi itu sebenarnya kurang tepat yang dipertaruhkan dan diperdebatkan bukan Allah
Tritunggal melainkan Yesus Kristus. Maksud konsili Nikea ialah menyaring dari kekaburan
dan perbedaan pendapat yang berkecambuk, apa yang sebenarnya sejak awal tradisi di imani
umat kristen dan dalam praktek (khususnya ibadah baptisan ) dihayati dan diakui.

 Dari Konsili Nikea tahun 325 ke Konsili Efese tahun 341

Sinode Negara (Konsili Nikea) menghimpun kurang lebih 300 uskup kaisar
konstantinus menganggap sidang itu penting sehingga ia secara pribadi hadir. Meskipun
konsili Nikea belum berhasil secara konseptual menjernihkan relasi Yesus Kristus dalam ke
pra-adaannya dengan Allah, namun tanpa ambivalensi apapun konsili menempatkan Yesus
Kristus dipihak Allah yang keesaan-Nya dipertahankan. Tidak ada dua Allah dan Yesus
Kristus bagaimana pun juga ada di hak Allah bukan dipihak ciptaan saja, dan Yesus Kristus
lah yang beperan dalam pencipaan segala sesuatu

2.6. Yesus Kristus mantap dalam kebudayaan baru


 Peralihan

Kristologi atau soteriologi yang diwariskan kepada gereja dikawasan timur ialah
kristologi seperti yang dirumuskan oleh konsili Kalkedon dan konstantinopolis 3. Teologi
para pujangga gereja kawasan timur berperan sebagai tafsiran atas apa yang dirumuskan
konsili-konsili dahulu. Dari segi soteriologisnya kristologi itu melihat penyelamatan secara
positif, sebagai pengilahian manusia. Jelaslah kristologi yang dibentangkan dalam pengakuan
iman itu ialah kristologi konsili Kalkedon yang diwarnai sedikit oleh pendekatan
Augustinus, sebaliknya soteriologi yang cukup menekankan dosa dan realitas hal ikhwal
manusia Yesus Kristus dan segi eskatologisnya.

 Yesus Kristus dalam masyarakat feodal menjadi Tuhan feodal

Feodalisme sosial politik menjadi semacam”Alam pikiran” struktur dasar pemikiran


orang termasuk mereka yang kristen. Tidak ada banyak refleksi yang mendalam, warian
teologis spekulatif banyak dipelihara tetapi ditempakan dalam rangka alam pikiran feodal dan
Kristus di feodalkan. Manusia mempunyai relasi dengan Kristus seperti seorang hamba,
feodal mempunyai relasi dengan tuannya, rajanya, maharajanya. Menurut Augustinus

144 | D i k t a t D o g m a t i k a
soteriologi pada segi negatif adalah dosa dan ia mengembangkan segi negatif itu, sedangkan
menurut Ansemus soteriologi itu ialah penyelamatan yaitu mengilahian manusia.

 Kristologi Alternatif

Kristologi alternatif khususnya yang terkandung dalam devosi rakyat tidak jarang
merupakan suatu proses terhadap kristologi spekulatif dan ilmiah. Bisa jadi kristologi
alternatif anti intelektul tetapi ada juga sejumlah teolog yang sekaligus mendukung kristologi
alternatif dan berusaha memasang jembatan antara kristologi ilmiah dan kristologi alternatif
itu. Misalnya bonaventura tidak hanya mnulis karya teologi kristen teapi juga karya
deviosional. Kristologi alternatif di teruskan dan di majukan oleh Teresia dari Avilla tahun
1582. Ia mengharapkan agar suatu kristologi spekulatif lebih seimbang dan lebih lengkap
terutama lebih konkrit sehingga Yesus Kristus yang dipikirkan sungguh menjadi hidup dalam
kehidupan umat manusia.

 Yesus Kristus tidak terbagi

Menurut Anselmus Yesus Kristus menjadi pengganti manusia, baik dalam dosa
maupun dalam rahmat. Rahmat Allah yang membenarkan manusia berdosa sesungguhnya
berupa Yesus Kristus di salib, Allah dan rahmatnya memang suatu paradoks yang tidak
terselami oleh akal manusia. Yesus Kristus tetap Yesus Kristus konsili Kalkedon atau
konstantinopolis sebagaimana ditafsirkan oleh para skolastisi dahulu.

2.7. Yesus kehilangan arah


 Dunia yang berubah

Yesus Kristus tetap saja sama baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya
(Ibr 13:8). Tetapi manusia tidak selalu sama. Dan yang kehilangan arah justru manusia dalam
pikirannya tentang Yesus Kristus. Adapun umat kristen sejak abad ke-3 memikirkan Yesus
Kristus yang diwartakan perjanjian baru dalam rangka metafisik yunani, dalam rangka
metafisik Plato Yesus Kristus disamakan dengan logos, illahi, cerminan, gambaran sempurna
Allah sendiri. Logos itu tampil dibumi dengan Yesus Kristus guna mengilahikan dunia,
khususnya manusia. Demikian timbul kesadaran akan perubahan dan perkembangan yang
ditempuh dunia termasuk manusia di segala bidang. Lama kelamaan terjadilah suatu
perubahan radikal disegala bidang kehidupan (politik, nasionalisme, ekonomi, pra-
kapitalisme, kapitalisme, industri, masyarakat.). semua perubahan sekaligus merupakan hasil
dan sebab suatu alam pikiran baru yang melihat dunia secara lain daripada alam pikiran lama.
145 | D i k t a t D o g m a t i k a
Manusia mencari dan menemukan pegangan dan kemantapan dalam dunia. Kosmos
yang diyakini serba teratur dan mantap oleh karena akhirnya berurat berakar dalam prisip
mutlak. Allah yang menurut iman kristen menciptakan dan mnyelenggarakan segala sesuatu,
tetapi alam pikiran baru yang menjadi berbalik dari Allah dan kosmos kepada manusia
sendiri. Alam pikiran baru menjadi antroposentris dan bukan objek melainkan subjek
(menjadi paling penting dan utama). Jelaslah dalam alam pikiran baru yang dijelaskan diatas,
Dan dengan metafisik yunani atau skolastik tidak berfungsi lagi. Kalaupun istilah kadang-
kadang dipertahankan namun makna istilah berubah sama sekali, kristologi yang terungkap
dalam alam pikiran metafisik yunani itu menggunakan gagasan kaudrat (natura) dan diri
(persona) gagasan persona oleh skolastik dipahami sebagai ‘persona snaturae ratinalis
individua substantia’ (diri adalah kuadrat akali yang khusus - tidak dapat dikomunikasikan-
dan mandiri-berdiri sendiri, otonom).

 Umat kristen menjadi bingung tentang Yesus Kristus

Para pemikir dikalangan umat kristen reformasi paling peka dan terbuka didunia baru,
berdasarkan pandangan Luther dan Calvinus para pemikir reformasi kurang terikat pada
tradisi, para dogma tradisional. Sejak awal reformasi berusaha menafsirkan kitab suci dengan
menekankan arti harafiah dan menolak tafsiran allegoris. Menurut D.F.Strauss ia
mengatakan Yesus masih dapat digali dari perjanjian baru yaitu Yesus dibesarkan di Nazaret,
dibaptis oleh Yohanes pembaptis, mengumpulkan pengikut. Yesus dilawan oleh kaum farisi
akibat kebencian dan iri hati mereka, Yesus mati disalibkan. Strauss sebenarnya seorang
penganut filsafat idealisme tetapi ia mampu merintis bahwa kepercayaan kristen bukanlah
Yesus historis apalagi Yesus Kristus dari dogma melainkan idea abadi. Dengan demikian diri
Yesus sebagai tokoh individual walaupun manusia sekalipun hilang dari iman kristen dalam
alam pikiran Hegel memang yang real dan bermakna dan justru ideal seperti diwartakan umat
kristen.

 Akhirnya pemikir-pemikir Khatolik menjadi terhanyut

Gejolak yang melanda kristologi umat kristen yang berpangkal pada reformasi selama
abad XIX dan awal abad XX, khususnya di Eropa, untuk sementara waktu dapat di tangkis
oleh gereja Khatolik. zaman pencerahan dan Rasionalisme, idealisme, empirisme,
positivisme, serta historisisme, oleh sementara pemikir reformasi di tampung secara positif.
Dalam alam pikiran baru itu mereka berusaha mewartakan Yesus Kristus sedemikian rupa
sehingga revelansinya untuk manusia modern itupun kentara. Dengan subur di
146 | D i k t a t D o g m a t i k a
perkembangkan satu cabang dalam Theologi Khatolik yaitu “Apologetika”. Cabang teologi
itu berupa pembelaan tradisi Khatolik yang kerap masih relatif baru terhadap rasionalisme,
idealisme, historisisme dan sebagainya. Sebagai sarana positif dihidupkan kembali filsafat
atau Teologi jarang pertengahan khususnya dalam versi Thomas Aquinas dalam rangka
pemikiran skolastik, Thomisme dengan pengakuannya terhadap peranan akal manusia dalam
pengolahan iman (Fidens Quaerens Intellctm) ditolak lah reaksi ekstern terhadap rasionalisme
dan sebagainya yaitu Fideisme, tradisonalisme. Akan tetapi fideisme, tradisionalisme, dan
ontogelisme ditolak bersama dengan rasionalisme dan sebagainya oleh pimpinan gereja
Khatolik.

Dengan nada sedikit lebih positif konsili vatikan (I Tahun 1870) memperteguh arah
devensif tersebut. Sebab maksud utama konsili itu ialah menetapkan dan menyatakan ajaran
tradisional terhadap semua kesesatan, dapat dipahami bahwa dalam suasana devensif
semacam itu kristologi/soteriologi tetap tinggal pada jalur lama. Sehingga teolog-teolog besar
tetap tinggal dijalur yang sama mereka tidak mengembangkan tradisi yang lain. Namun ada
juga pemikir Khatolik yang tidak menganut neo-skolastik itu dan berusaha mengembangkan
pikiran baru. Kendati sikap negatif dan devensif tersebut para pemikir khatolik terpengaruh
oleh alam pikiran modern itu kritik dari pihak rasionalisme dan positivisme dan historisme
terhadap tradisi sebagian besar berdasarkan penyelidikan historis tradisi tidak terkecuali
Alkitab. Kitab suci itu sendiri tidak bisa dijadikan dasar ajaran sebab ternyata hasil usaha
manusia. Dalam rangka apologetika itu mulailah berkembang apa yang boleh disebutkan
sebagai kristologi dari bawah. Salah satu bab dari apologetika itu ialah De Christo Legato
Divino.

Bab ini secara rasional mau membuktikan bahwa Yesus benar-benar utusan Allah
yang membawa Wahyu Ilahi. Tetapi lama-kelamaan kristologi dari bawah mempengaruhi
kristologi dogmatis juga. Dalam rangka apologetika para pemikir khatolik juga mulai menulis
riwayat hidup Yesus. Sayanglah semua karya itu bernada polemis dan apologetis dan kurang
dimanfaatkan oleh para dogmatisi. Akibatnya kristologi positif dan spekulatif berkembang
terlepas satu sama lain sedangkan kristologi positif itu tetap diawasi oleh kristologi
spekulatif. Dan kristologi dogmatis itu tidak mengalami perubahan yang berarti. Itu misalnya
dapat dilihat dalam kristologi/soteriologi yang di karang P.Galtier (D.Incartione et
Redemptione, 1947) yang cukup laris dikalangan khatolik. Alam pikiran Teologi dalam
gereja khatolik sedikit demi sedikit berubah. Perubahan itu merupakan hasil dari pendekatan
historis yang mau tidak mau mesti ditoleransikan oleh teologi spekulatif dan hukum gereja.

147 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kitab suci mulai dipelajari dengan metode kritis historis namun semakin jelas disadari bahwa
kitab suci suatu buku manusiawi dan historis bukan semacam gudang kebenaran iman, kitab
suci semakin direhabilitasikan dalam kehidupan gereja dan teologi.

Maka para ahli kitab khatolik merasa lega dan terbebaskan dari belenggu. Dalam
menafsirkan alkitab mereka mulai memakai metode yang selama abad XIX dan XX
diperkembangkan diluar rangka umat khatolik. Hanya para ahli kitab dan teologlah yang
merasa lega oleh karena dapat mewartakan Yesus kepada dunia modern mesti menghadapi
dunia yang amat membingungkan oleh karena dunia itu kehilangan arah. Ada suatu ciri yang
muncul para kebanyakan kristologi yaitu banyak mengusahakan suatu kristologi dari bawah
dengan tekanan pada manusia. Kristologi dari bawah itu mengandaikan bahwa masih
mungkin dan perlu orang menembus pewartaan Perjanjian Baru dan kembali kepada Yesus
historis, Yesus itulah yang mau dijadikan ukuran kristologi seperti berkembang pada umat
kristen maka Yesus historis yang digali para ahli dari Perjanjian Baru selalu cukup hipotetis
dan macam-macam Yesus historis yang tampil. Pada tahun 1935 Deodat Basly sudah
melontarkan suatu pendekatan baru yang diistilahkan sebagai Asspmtus homo kristologi
sangat ditekankan bahwa Yesus Kristus benar-benar seorang manusia utuh lengkap meskipun
pendekan Deodat itu secara resmi ditolak namun ia mencetuskan suatu debat antara para
teolog yang semakin sengit. Pada tahun sekitar 1950-1960 masalah itu diperdebatkan dan
pertimbangan utama yang dikemukan ialah Yesus yang maha tahu, lagsung sadar akan
keilahiannya bukan lagi seorang manusia, senasib dengan manusia lain.

 Yesus Kristus di Indonesia

Kalau umat condong melihat Yesus Kristus sebagai manusia, ternyata ia lebih dari
manusia, kalau mau dilihat sebagai nabi, ia lebih dari nabi, kalau mau digelari Mesias, ia
ternyata lebih dari Mesias, kalau mau dinilai sebagai malaikat, ia nampak lebih dari
malaikat.akhirnya umat sampai menyebutnya Allah dan disitu berhenti Iman yang dengan
manusia mencapai Yesus Kristus, tentu boleh malah mencari pemahaman tegasnya
pemahaman ilmiah ialah teologi, turut berperan untuk mengantar manusia secara menyeluruh
kepada Yesus Kristus tetapi teologi, kristologi itu hanya sarana. Kristologi tidak
membicarakan Yesus Kristus sendiri tetapi pikiran umat tentang dia dalam kristologi baik
yang spontan maupun yang refleksif ilmiah Yesus Kristus melalui konsep-konsep menjadi
bahasa logos, kata mengenai Yesus Kristus dan maksudnya ialah mengarahkan Iman kepada
sasarannya. Selama 500 tahun Yesus Kristus sudah diwartakan dan imani ditanah yang

148 | D i k t a t D o g m a t i k a
disebut Indonesia, luas membentang dewasa ini sudah imani jutaan orang Indonesia
meskipun suatu minoritas saja dan Yesus Kristus benar-benar hidup dalam hati mereka
sambil dikasihi dan sedapat-dapatnya ditaati.

Tetapi ketika Yesus Kristus mulai diberitakan kepada Manusia di Indonesia, ia sudah
ratusan tahun dipikirkan oleh umat Kristen dan direnungkan dalam rangka dunia lain, dalam
rangka kebudayaan Yunani, Latin, Jerman, dibelahan utara barat bumi ini melalui sarana
yang khas itu manusia Indonesia diantar kepada Yesus Kristus yang tercapai dengan Iman
dan Kasih. Nyatanya kristologi berkembang dalam batas dunia utara-barat itu sehingga secara
konseptual dan linguistis Yesus Kristus, yang memang melampaui batas itu menjadi
terkurung. Mau tidak mau Indonesia yang beriman memikirkan dan berhak memikirkan
sasaran imannya Yesus Kristus. Manusia Indonesia itu menempuh sejarahnya sendiri, lain
daripada yang ditempuh manusi Barat yang sekian lamanya menganggap dirinya “Pusat” dan
“Tuan” semesta dunia. Manusia Indonesia tidak/hanya sedikit digembleng oleh kebudayaan
dan alam pikiran Yunani, Latin, Jerman, dunia Barat. Manusia Indonesia tidak melewati
zaman pencerahan, rasionalisme, idealisme dan positifisme. Boleh dikatakan bahwa situasi
nyata di Indonesia dewasa ini mendesak para pemikir yang beriman akan Yesus Kristus
mulai secara ilmih memikirkan sasaran iman umat kiranya sudah tiba saatnya para teolog
manusia sebagai pelayat umat mulai menyusun suatu kristologi yang sesuai dengan manusi
Indonesia dewasa ini. Pemikiran itu tentu saja mesti melayani pewartaan dan pemberitaan
didalam rangka umat dan diluar rangka itu.

Agama memang subur di Indonesia, didukung oleh Negara yang menyangkal bahwa
negara Sekular kalaupun tidak mau menjadi negara konvensional dewasa ini orang banyak
berbicara dan menulis tentang kontekstualisasi teologi dan inkulturasi seluruh gereja
(khatolik) dan dalam gereja khatolik tendensi itu didukung oleh pusat di Roma. Teolog perlu
menyusun suatu kristologi yang sesuai dengan orang Indonesia yang sekarang bukan dengan
orang Indonesia yang 200 tahun lalu. Refleksi teologi adalah suatu refleksi sekunder, refleksi
ilmiah atas pra-ilmiah. Refleksi macam itu tidaklah mungkin juga kalau pada bangsa
Indonesia termasuk umat Kristen tidak ada tingkat rekleksif yang cukup tinggi khususnya
refleksi yang illahi maka teolog perlu bertanya sejauh mana ada di Indonesia semacam
filsafat. Refleksi filosofis itu mesti dicari dalam mitologi di Indonesia dan dalam kesustaraan
baik yang kuno maupun yang modern iman kristen tercetus oleh pendengaran, pemberitaan.
Yesus Kristus datang dari luar dunia dan dari luar Indonesia. Ia bukan suatu produk sejarah
atau evolusi. Orang boleh saja menerima bahwa Yesus Kristus dalam Roh Kudus berkarya

149 | D i k t a t D o g m a t i k a
dimana-mana dan sepanjang sejarah, bahwa sejarah umat manusia seluruhnya sejarah
penyelamatan dan Allah menyatakan diri dalam seluruh sejarah bahkan orang boleh berkata
tentang kristen anonim, namun iman kristen tetap “ex audito” tanpa pemberitaan yang
didengar karya Kristus itu tidak dapat diidentifikasikan dan Allah itu bukan Allah seperti
menjadi nyata dalam Yesus Kristus suatu peristiwa historis dengan dampak abadi dan
universal menurut iman kristen.

Kitab suci bercirikan historis, kumpulan karangan dan tiap-tiap karangan itu tampil
pada saat tertentu dalam sejarah dan dalam konteks sosial, spritual, kebudayaan tertentu.
Kitab suci mewartakan Yesus Kristus sebagaimana ditangkap dan interpretasikan dengan
pelbagai cara oleh umat semula dalam konteksnya sendiri. kitab suci tentu saja tidak memuat
suatu kristologi teologia, ilmiah tetapi jelas memuat kristologi kontekstual. Dalam kitab suci
hanya terdapat reflesi primer, pra-ilmiah, tidak sistematis. Tetapi diluar kitab suci tidak ada
jalan untuk berkenalan dengan Yesus Kristus sebagaimana diimani dan diandalkan iman
kristen. Orang boleh berusaha kembali kepada “Yesus historis” atau “Yesus yang
sesungguhnya”. Tetapi Yesus itu amat ambivalen dan dapat diartikan dengan pelbagai cara
kitab suci juga dalam kristologinya historis dan kontekstual dan konteks itu bukan konteks
manusia Indonesia pada abad XX . maka kitab suci tidak dapat begitu saja diulang-ulang
untuk mewartakan Yesus Kristus di Indonesia dan membangun suatu kristologi kontekstual.
Kitab suci membutuhkan interprestasi. Teolog tidak dapat tidak berhadapan dengan masalah
hermeneutik masalah pemahaman kitab suci yang tepat dan eksistensial. Selama abad terakhir
hermeneutik dan exsegese dalam konteks barat dikuasai oleh metode kritis historis.
Perbedaan yang dalam metode kritis historis itu suka dibuat antara “Yesus historis”, “Yesus
yang sesungguhnya” dan Kristus kepercayaan yang kemudian dengan susah payah
dipersatukan kembali, secara teologis tidak relevan, tidak ada dalam kitab suci, tidak ada
dalam syahadat dan tidak ada dalam dogma hanya ada satu Yesus Kristus.

Metode lain yaitu strukturalisme, semiotik, holistik barang kali lebih sesuai dan lebih
berguna bagi teologi. Maka teolog yang ingin menyusun suatu kristologi otentik dan
kontekstual di Indonesia perlu memperhatikan pelbagi faktor. Semua faktor itu dapat di
padatkan dalam konteks nyata umat kristen di Indonesia dan pewartaan otentik. Dan
kristologi kontekstualnya teolog turut memasang jembatan antara uamt kristen pada abad XX
di Indonesi dan umat kristen dimasa yang lampau sampai awalnya dan dengan demikian ia
turut menjamin identitas historis umat kristen serantak teolog mesti melayani “koinonia”,
persekutuan dan persatuan umat kristen aktual secara mendatar artinya persekutuan dalam

150 | D i k t a t D o g m a t i k a
iman dengan umat kristen yang kini berada dalam konteks lain. Dan dalam rangka ini barulah
teolog Indonesia yang mau menyusun kristologi kontekstual mesti memasang telinganya
untuk mendengar bagaimana dalam konteks lain, konteks Eropa, Asia, Afrika, Amerika Latin
dan sebagainya para pemikir kristen berusaha memikirkan Yesus Kristus dan begitu melayani
pewartaan dan iman umat setempat.

Dan komunikasi antara teolog-teolog yang berkarya dalam konteks yang berbeda dan
yang buah pikirannya disajikan dalam rupa dan bentuk yang dapat saling berlain-lainan.
Akhirnya teologi mesti melayani “Diakonia” pelayan praxis umat teologi pembebasan
kembali menyadarkan para teolog bahwa teologi termasuk kristologi tidak boleh menjadi atau
tinggal teori belaka teologi harus selalu pastoral dan terarah kepada praxis teologi atau
kristologi ditentukan oleh praxis yang tercetus olehnya. Maka seharusnya para pemikir
Indonesia berteologi ditengah umat. Dari dalam praxis. Praxis itu menjadi sarana hermeutik
bagi teolog. Begitu terhindar terpisahnya kristologi ilmiah, dari kristologi yang hidup dalam
hati dan praxis umat. Ada baiknya juga para teolog Indonesia memikirkan sedikit cara mana
mau menyajikan buah pikirannya yaitu tentang Yesus Kristus, mungkin sekali cara “Barat”,
abstrak, spekulatif filosofis, intelektualis, konseptual kurang cocok untuk Indonesia. Pikiran
sementara teolog barat begitu berbelit dan dituangkan dalam bahasa yang begitu sukar
sehingga tidak lagi dapat ditangkap “awam” meskipun cendekiawan.

Baiklah para teolog mengingat bahwa bahasa yang paling cocok dengan Allah dan
rahasianya ialah bahasa kiasan, simbolis, metaforis, bukan bahasa konseptual jelaslah tugas
membangun suatu kristologi kontekstual, Indonesia sejati dan kristen tulen hanyalah tugas
teolog Indonesia semata-mata. Setelah sekian banyak pemikir dalam konteks lain bergumul
dengan Tuhan kita Yesus Kristus, sudah tiba giliran para pemikir Indonesia dengan sabar dan
rendah hati, dengan resiko bahwa sebentar keliru dan dengan caranya sendiri melayani
Tuhannya itu serta umat-Nya di Indonesia, dengan demikian Yesus Kristus semakin
“menjelma” di Indonesia semakin meresap ke dalam hati dan budi orang Indonesia. Dan
Yesus Kristus dan dengan diserap oleh hati dan budi Indonesia serentak akan mengubah hati
dan budi orang Indonesia.

Sebab dengan Yesus Kristus masuklah sesuatu yang sungguh-sungguh baru yang
mengubah manusia termasuk struktur pemikirannya, dan menjadi matanglah iman praxis

151 | D i k t a t D o g m a t i k a
mereka yang dirangkul oleh kasih Yesus Kristus yang tetap sama baik kemarin maupun hari
ini dan untuk selama-lamanya (Ibr 13:8) bagi Dia kemuliaan sampai selamanya.150

3. Tanggapan Dogmatis
3.1. Kristologi Yudaisme151

Kristologi Yudaisme maksudnya membicarakan dan mengenal kesiapaan Yesus dari


sudut pandang dan pemahaman keyahudian. Kristologi ini merupakan kesaksian singkat
Yesus di luar Alkitab. Beberapa pandangan ringkas dari tokoh teolog Yahudi yang pernah
menuliskan tentang kesiapan Yesus itu termasuk gambaran visualisasi yang muncul dari
kalangan Yahudi modern, diantaranya adalah Josephus (37-100 M) seorang sejarawan
Yahudi dari keluarga iman dan pernah menulis dua karya besar. Dalam karya pertamanya
yang berjudul Jewish War, menceritakan seputar pemberontakan orang Yahudi melawan
kekaisaran Roma sekitar tahun 66-70-an. Karya keduanya berjudul Jewish Antiquities ditulis
awal tahun 90-an, yang mana menceritakan sejarah kuno bangsa Yahudi sejak penciptaan
hingga zaman revolusinya. Dalam karyanya yang kedua ini ada diuraikan sekilas tentang
kesiapan Yesus dimana Yesus disebut seorang manusia arif dan bijaksana, melakukan banyak
tanda mujizat semasa hidupNya. Yesus juga dinyatakan sebagai guru bagi pencari kebenaran
dan juga disebut Kristus.

Jika dicermati dan dikritisi kristologi Yudaisme sebagaimana kesaksiaan Josephus di atas,
dan dibandingkan dengan penelitian dari Geza Germes berjudul Jesus and the World
Judaism, maka dapat digolongkan ciri khas kristologi Yudaisme dalam bentuk tiga dasar:
Pertama, lebih menekankan kemanusianNya. Kedua, adanya ketertutupan untuk melihat dan
memahami hakikat ke-Allahan-Nya. Ketiga, model kristologi Yahudi tetap mempertahankan
dan mengembangkan penelitiaian “Yesus yang historis”.

3.2. Kristologi dan Perjanjian Lama152

150
Ibid 112
151
Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, 5-8.
152
Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, 8-12.

152 | D i k t a t D o g m a t i k a
Jemaat Perjanjian Baru mengenal tiga otoritas dimana yang pertama Kitab Perjanjian
Lama, kedua, para rasul yang menyaksikan apa yang mereka lihat dan dengar, dan yang
ketiga adalah Tuhan sendiri.

Dalam kaitan kristologi dan PL, Yesus pada zamanNya menggunakan kitab PL, dan sering
mengutip nas yang dikatakanNya digenapi olehNya atau dihubungkan dengan pekerjaanNya,
sehingga teolog-teolog, seperti France, Visher, Karl Barth, Childs dan sebagainya tetap
memahami pemberitaan PL melalui konsep kristologi. Adanya mata rantai kristologi PB yang
terus berkesinambungan sejak munculnya pengharapan akan datangnya Mesias Israel sampai
pada zaman penghakiman kelak, yakni kristologi eskatologis menurut pengakuan iman
Kristen.

Kristologi dan ajaran Trinitas merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu
terhadap yang lain. Setiap afirmasi kristologi senantiasa mengandung suatu pemahaman
tertentu mengenai trinitas, demikian sebaliknya. Kristologi menaruh perhatian terhadap
masalah hubungan antara apa yang ilahi dan apa yang insani dalam pribadi Yesus Kristus.
Kristologi mengungkapkan bahwa Allah hadir dalam diri Yesus.

Bagi para murid dan penulis kitab-kitab Injil tidak ada keraguan sedikit pun terhadap
kemanusiaan Yesus. Mereka telah mengenal Kristus “menurut daging”. Ini dibuktikan
dengan pengalaman mereka di pengadilan dan pengutukan bersama Yesus sendiri, yang pada
akhirnya mereka menyaksikan sendiri penderitaan dan kematian Yesus. Para murid juga
meyakini bahwa Yesus Kristus bukanlah hanya sekedar Seorang lain yang diutus Allah.
Mereka mengetahui bahwa di dalam Dia, Allah bertemu dengan kita dalam satu cara yang
unik dan yang tidak dapat dibandingkan dengan cara lain.153

Ada beberapa pandangan terhadap pemahaman tentang kristologi: 154 Ebionisme yaitu
paham ini menyangkal atau tidak mempercayai atau tidak meyakini akan ketuhanan dalam
diri Yesus. Ia adalah anak dari Yusuf dan Maria. Ia dipandang sebagai nabi yang ditentukan
menjadi Mesias. Doketisme yaitu Aliran ini tidak mempercayai kemanusiaan dalam diri
Yesus. Yesus Kristus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh, atau hanya mempunyai tubuh
surgawi. Salib dipandang hanya untuk mengelabuhi mata orang yang tidak beriman.

3.3. Kristologi Uniert

153
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 90-91.
154
Nico Syukur, Teologi Sistematika I (Allah Penyelamat), (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 187-188.

153 | D i k t a t D o g m a t i k a
Injil pertama, yaitu kitab Markus, ditulis sekitar tahun 67-70, dan maksudnya untuk
memperlihatkan Yesus sebagai “Anak Allah”.155 Markus mengarahkan perhatian para
pembaca kepada orangnya, kepada Diri pribadi Yesus dengan kalimat yang terkenal : “Inilah
permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah” (Mrk 1:, 1:11, 5:7 ) dan menjelang akhir
dari Injilnya, Markus mencatat tentang pengakuan pasukan Roma yang mengawasi tempat
penyaliban Golgata, “Sungguh, Orang ini adalah Anak Allah” (Mrk 15:39). Dengan gelar
“Anak Allah” itu Markus ingin menekankan bahwa sejak semula Yesus mempunyai makna
yang jauh lebih mendalam dan abadi daripada yang dapat diungkapkan oleh kata-kata
“manusia” saja.

Injil Yohanes pula yang memakai gelar “Anak Allah”, karena untuk
memproklamasikan siapa sebenarnya Yesus, Guru dari Nazaret itu, ia menggali lebih dalam
lagi, baik dari kebudayaan Ibrani maupun Yunani. Apabila Allah bersabda, maka kita
menerima amanat pribadi dari Allah dan bukan keterangan tentang Allah. Menurut Yohanes,
Firman yang kekal itu pernah masuk ke dalam dunia; Firman itu menjadi manusia (Yoh 1:14,
bnd. Pula “hikmat” dari Ams, bab 8, dalam mana hikmat itu diperlihatkan sebagai seorang
oknum yang dekat sekali kepada Tuhan. Oleh karena itu, mungkin pengertian itulah yang
merupakan latar belakang dari penggunaan kata “Firman” dalam Yoh 1).156

Dengan demikian penulis Injil Yohanes menitikberatkan betapa azas yang hakiki
untuk mengerti dunia ini, yaitu logos, telah menjadi manusia dalam diri seorang yang
bernama Yesus, yang berasal dari Nazaret, propinsi Galilea. Dalam hal ini kata logos firman
itu adalah sebagai pengalaman Yohanes dengan Yesus sebagai Guru dan kemudian sebagai
Kristus yang Bangkit dan bukan akibat berpikir secara rasional. Lepas dari Yesus yang
bergelar “Tuhan” itu Yohanes tidak akan mengetahui sesuatu apa tentang Allah.

Kristologi menurut Bapa Gereja dan Abad Pertengahan yang mengguluti dogma
tentang Yesus Kristus bahwa pemikiran berawal dari surga, “di atas”. Dengan berawal dari
kepercayaan bahwa ini adalah Sabda Allah, kita menelusuri perihal turun-Nya ke dalam
dunia kita, mengagumi cinta kasih Allah yang mendorong-Nya untuk mengidentifikasikan
diri dengan kita dan kesusahan-kesusahan kita. Sedangkan dalam kristologi Injil Sinoptik
(Matius, Markus, Lukas) menceritakan tentang Yesus dan pemikiran mulai “di atas” bumi
dan “di bawah” bumi. Berawal dari ingatan tentang Yesus dari Nazaret dan pengaruh-Nya,

155
Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 12.
156
Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya, 13.

154 | D i k t a t D o g m a t i k a
kita menelusuri perihal bangkit-nya melalui kematian dan kebangkitan masuk ke dalam
kemuliaan Allah, dengan di tantang untuk mengikuti jejak-Nya dalam hidup sebagai umat
beriman.

3.4. Kristologi dari Atas


Jenis kristologi ini adalah jenis kristologi yang menonjol dalam tradisi Kristiani.
Pemikirannya bermula dari surga dengan ajaran bahwa Pribadi Kedua Allah Tritunggal Yang
Mahakudus, Sabda Allah sudah ada sejak kekal dalam kesatuan dengan Bapa dan Roh
Kudus. Kristologi ini menelusuri turunnya Sabda kekal ke dalam dunia, dalam keterpesonaan
memandang misteri penjelmaan Sang Sabda menjadi manusia. Sebagai Sabda yang menjelma
menjadi manusia, Yesus Kristus menyatakan cinta serta belas kasih Allah dan melalui
identifikasi diri-Nya dengan eksistensi manusiawi yang mencapai puncaknya pada salib dan
kebangkitan, ia memulihkan keserupaan manusia dengan Allah yang telah dirusak oleh
dosa.157

Sehingga turunnya Sabda kekal ke dalam dunia untuk ada dan hidup sebagai manusia
adalah peristiwa penebusan yang terunggul; jati diri metafisis Yesus Kristus adalah dasar
landasan fungsi-Nya sebagai Penebus bangsa manusia. Dengan demikian pola kristologi ini
memperoleh paradigma alkitabiahnya dalam Injil Yohanes (Yoh 1:1,14).

Paus Yohanes Paulus II dengan sangat bagus menggunakan pola pemikiran


“kristologi dari atas”, dengan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Sabda Allah, telah menjadi
manusia” “Allah memasuki sejarah umat manusia dan sebagai menusia, tetapi sekaligus
Tunggal!”. Kristus, Anak Allah yang hidup, sungguh-sungguh menjadi manusia demi
kepentingan kita: “Ia bekerja dengan tangan manusiawi, ia berfikir dengan akal budi
manusiawi. Ia bertindak dengan kehendak manusiawi dan dengan hati manusiawi-Nya, Ia
mencintai. Karena lahir dari Perawan Maria, Ia sungguh-sungguh telah menjadi salah seorang
di antara kita, menyerupi kita dalam segala sesuatu kecuali dalam hal dosa.

Dengan demikian pada tahap pengembangan mengenai kristologi, langkah yang


sangat penting yang akan membawa pemahaman kristologi tersebut memasukkan kepedulian
akan keadilan sosial ke dalam perutusan Gereja di dalam dunia. Langkah ini adalah
menentukan hubungan antara Kristologi dan gereja menurut metafora jalan: “Yesus Kristus

157
Elizabeth Allah. Johnson, Kristologi Di Mata Kaum Feminis: Gelombang Pembaharuan Dalam
Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 96.

155 | D i k t a t D o g m a t i k a
ialah jalan utama bagi gereja. Sehingga kepedulian dan keterlibatan kita dalam perkara-
perkara adalah hakekat iman itu sendiri, jika kita sungguh-sungguh menjadi kagum dan
terpesona akan kabar baik bahwa bangsa manusia telah ditebus oleh Kristus dan sangat
berharga di hadapan Allah.

Inilah salah satu Kristologi dari atas yang bermuara pada tindakan demi keadilan
sebagai integral dari iman itu sendiri. Kristologi ini bermula di surga, menurut turunnya
Sabda kekal, Anak Allah, ke dalam dunia, menyadari akibat peristiwa penebusan atas
martabat setiap manusia dan segenap bangsa manusia, dan kemudian mengikuti Sang
Penebus di jalan salib cinta kasih untuk mewujudkan terpenuhinya penebusan ini dalam
keadaan konkret hidup kita bersama.

3.5.Kristologi dari Bawah


Kristologi ini mengawali pemikiran di dunia, dengan mengenang Yesus dari Nazaret
yang hidup-Nya sungguh-sungguh menyejarah dan sungguh-sungguh bebas. Sebagaimana
yang diisyaratkan oleh namanya, kristologi ini menelusuri naiknya Yesus Kristus kepada Dia
yang dipanggil-Nya Abba, dengan perasaan terpesona oleh misteri dialektis kematian dan
kebangkitan. Kematian kelam seorang manusia yang merasa diri ditinggalkan, mengalami
kesepian yang pekat dan anugerah Allah berupa kehidupan yang baru dan mulia. Dengan
demikian Kristus yang bangkit dari kematian adalah permulaan ciptaan baru. Sesungguhnya
dalam diri Yesus Kristus penebusan yang dijanjikan sudah mulai terwujud, meskipun
kepenuhannya masih menunggu saatnya. Dengan demikian, naiknya Yesus yang melayani-
disalibkan-bangkit dan masuk ke dalam hidup Allah adalah peristiwa penebusan yang paling
unggul.158

Hidup Yesus Kristus selama di dunia ini, yang membuahkan penebusan kita,
merupakan dasar tetap dan ukuran yang perlu untuk semua pemakluman tentang jati diri-Nya
yang paling dalam. Pola Kristologi ini mendapatkan paradigma skriptualnya dalam Injil
sinoptik Matius, Markus, dan Lukas.

Pemikiran tentang kristologi dimulai dari bawah, dibumi, dengan mengingat hidup
Yesus menurut Injil dan disini menemukan dasar untuk melihat bagaimana Kristus yang
bangkit terus bekerja di dunia dewasa ini. Perasan Yesus selama hidup-Nya di dunia yang

158
Elizabeth Allah. Johnson, Kristologi Di Mata Kaum Feminis: Gelombang Pembaharuan Dalam
Kristologi, 96-97

156 | D i k t a t D o g m a t i k a
merupakan pola atau model menjadi sumber terang dan tenaga yang menggerakkan perutusan
Gereja sendiri di dalam dunia.

Dengan demikian, dalam kristologi dari atas, fokusnya terletak pada penjelmaan
Sabda kekal Allah yang menebus umat manusia. Kita diajak untuk merenungkan identifikasi
Sabda yang telah menjadi manusia dengan kemanusiaan setiap orang yang menganugerahkan
kepada kita masing-masing martabat tertinggi. Sedangkan dalam kristologi dari bawah,
fokusnya terletak pada Yesus Kristus yang bangkit yang disalibkan sebagai akibat suatu jenis
pelayanan yang sangat khusus.

Meskipun kristologi dari atas lebih bersifat filosofi dan kristologi dari bawah lebih
berorientasi sejarah, keduanya tidak hanya tidak saling menyisihkan, tetapi diperlukan demi
kepenuhan pengakuan iman Gereja. Namun, dalam kedua jenis kristologi itu garis dasarnya
adalah pandangan bahwa Gereja dikaruniai Roh Kristus dan dipanggil untuk menjadi murid
dengan perutusan yang memiliki pola jalan Yesus Kristus.

3.6.Kristologi menurut Martin Luther


Dalam Katekhismus kecil Dr. Martin Luther pada fasal yang kedua tentang
keselamatan manusia yang berisikan : “Aku Percaya kepada Yesus Kristus, Anak Allah yang
tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari gadis perawan Maria,
yang menderita dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan,
turun dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke
sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapak Yang Maha Kuasa dan akan turun dari sana
untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.159

Ini berarti bahwa kita yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah sesungguhnya
yang diperankan Bapak-Nya dari kekekalan dan juga Dia adalah manusia yang sesungguhnya
yang lahir dari gadis perawan Maria, Dia adalah Tuhanku, yang menebus dan terkutuk
ditebus-Nya dan dimenangkan-Nya kita manusia dari segala dosa dari kematian dan dari
kuasa iblis, bukanlah dengan emas atau perak, melainkan dengan darah-Nya yang kudus. Dan
mahal dan dengan penderitaan dan kematianNya yang tidak dikarenakan dosa-Nya, supaya
aku menjadi milik-Nya dan hidup menjadi warga kerajaan-Nya, serta melayani-Nya di dalam
keadilan yang kekal, tidak berdosa, penuh berkat, juga sama seperti Dia bangkit dari
kematian, hidup dan memerintah untuk selama-lamanya.

159
Martin Luther, Katekhismus Kecil, (Jakarta: PT Indo Expose Progress, 2004), 8.

157 | D i k t a t D o g m a t i k a
Menurut Luther, jabatan imam di dalam Perjanjian Lama telah disempurnakan,
digenapi, sekaligus di akhiri oleh Tuhan Yesus Kristus, Imam Besar Agung itu. Dengan
kematian dan kebangkitan Kristus, manusia tidak lagi membutuhkan manusia lain untuk
berperan sebagai imam, yaitu perantaran mereka dengan Tuhan, baik untuk memanjatkan doa
(permohonan, pengakuan dosa dan sebagainya) maupun untuk mempersembahkan korban.
Yesus Kristus telah menjadi Imam sekaligus korban yang paling sempurna, sekali untuk
selamanya. Berdasarkan imamat dan pengorbanan Kristus, semua orang percaya adalah
imam. Inilah yang disebut Luther (bersama para reformator lainnya) Imamat Am Semua
Orang Percaya.160

3.7.Kristologi menurut Yohanes Calvin


Dalam Yoh 1:14 dikatakan “Firman itu telah menjadi daging” berarti Dia yang
tadinya Anak Allah telah menjadi anak manusia, tidak karena percampuran zat, melainkan
karena kesatuan pribadi. Keilahian itu terikat dan bersatu dengan kemanusiaan sendemikian
rupa hingga masing-masing tabiat itu tetap menyimpan ciri-ciri khasnya sendiri, tetapi dari
keduanya itu terwujud juga satu Kristus. Jiwa itu memang bukan tubuh dan tubuh bukan jiwa.
Meskipun begitu, dia yang terdiri dari kedua unsur itu merupakan satu manusia, tidak lebih.
Jadi ada dua tabiat yang berbeda-beda yang membentuk pribadi orang itu.161

Dalam hal ini untuk menyatakan substansi Kristus yang sebenarnya ialah terdapat
dalam ayat-ayat yang menyangkut kedua tabiat itu sekaligus, misalnya dalam Injil Yohanes.
Dalam Injil itu dapat terlihat bahwa Bapa telah memberiNya kuasa untuk mengampuni dosa
(Yoh 1:29), untuk membangkitkan kebenaran, kesucian dan keselamatan; bahwa Ia
ditetapkan menjasi Hakim atas orang-orang yang hidup dan yang mati, supaya Ia dihormati
sama seperti Bapa dihormati (Yoh 5:21). Sehingga dengan demikian Ia akan disebut sebagai
Terang dunia, Gembala yang baik, satu-satunya Pintu dan Pokok anggur yang benar (Yoh
9:5, 10:7dst, 15:1 dst).

Menurut Calvin ada tiga jabatan Kristus162 yang menjadi dasar untuk melawan kaum
bidat-bidat yang juga menyebut nama Kristus. Kristus memang terdapat pada mereka
menurut namaNya tetapi bukan menurut kenyataanNya. Sehingga supaya iman mendapatkan

160
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 2008),
47
161
Yohanes Calvin, Institutio, (Jakarta : BPK- Gunung Mulia, 1985), 95.
162
Yohanes Calvin, Institutio, 97.

158 | D i k t a t D o g m a t i k a
dalam diri Kristus dasar keselamatan yang mantap, dan dengan demikian bertumpu padaNya,
maka harus ditetapkan suatu azas yaitu bahwa tugas yang diberikan kepadaNya oleh Bapa,
terdiri dari tiga bagian. Sebab Ia deberikan untuk menjadi Nabi, Raja dan Imam.

Jabatan Kristus sebagai nabi bertujuan supaya kita tahu bagaimana dalam pokok
ajaran yang dibawaNya terdapat semua unsur hikmat yang genap. Ia telah diurapi dengan
Roh supaya Ia menjadi pemberita dan saksi dari anugerah Bapa dan tidak dengan cara yang
lazim, sebab Ia membedakan dari guru-guru lainnya yang pernah memegang jabatan yang
sama. Jabatan Kristus sebagai Raja bahwa Kristus memperlengkapi pengikut-pengikutNya
dengan segala sesuatu yang perlu demi keselamatan jiwa yang kekal dan memberi mereka
kekuatan yang membuat mereka tak terkalahkan oleh segala serangan dari musuh-musuh
rohani. Sehingga karena orang percaya oleh kekuatan Raja mereka tegak tak terkalahkan dan
karena mereka dilimpahkan kekayaanNya yang rohaniah, maka sepantasnyalah mereka
dinamakan orang Kristen. Jabatan Kristus sebagai Imam bertujuan supaya menjadi
Pengantara yang bebas dari segala noda, yang oleh kesucianNya memperdamaikan Allah
dengan kita. Kristus bertindak sebagai imam tidak hanya supaya, menurut hukum kekal
mengenai perdamaian, dibuatNya Bapa bersikap baik dan lemah-lembut terhadap kita, tetapi
juga supaya kita diterimaNya sebagai teman sejabatan yang begitu mulia (Wah 1:6).163

Dalam pengakuan HKBP, tanpa dapat dihindarkan, jabatan-jabatan di dalamnya


didasarkan pada prinsip munus triplex Christi. Hal itu berarti karena sebagai akibat pengaruh
Etisisme dari ajaran Pietisme yang paling ditonjolkan adalah keteladanan Yesus Kristus,
sehingga karya Kristus sebagai imam, nabi dan raja tidak ditampilkan dengan tepat. 164 Diatas
segalanya harus ditekankan bahwa Yesus bukan hanya Raja dalam gereja-Nya melainkan
juga untuk seluruh dunia. Pendapat itu akan bertambah penting artinya karena dalam sikap
hidup pietistik terdapat bahaya, yaitu bahwa “dunia ini dengan segala corak keangkuhan dan
keserakahannya” merupakan hal yang negatif dan harus dijauhi. Dalam hal inilah gereja
dengan sikapnya yang pietistik, tidak mau mencampuri urusan politik dan segala “perkara
duniawi” karena manganggap tabu.

3.8.Kristologi dalam konfesi HKBP

163
Yohanes Calvin, Institutio, 98-99.
164
Andar M. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, (Jakarta: BPK – Gunung Mulia,
1996), 264-265.

159 | D i k t a t D o g m a t i k a
Tidak ada satu pun kristologi disusun sepanjang sejarah yang sungguh-sungguh
memuaskan dan dapat mempertahankan diri. Adapun sebabnya bukan karena kenyataan
bahwa alam pikiran manusia berubah, tetapi juga oleh karena “obyek” kristologi, yaitu Yesus
Kristus melampaui pikiran, perkataan dan bahasa manusia.

Dalam tradisi agama suku, keberagamaan itu mendapat pengkuannya yang resmi
dalam ‘kepercayaan kepada kemahakuasaan ilahi’ seperti yang nyata dalam sila pertama
pancasila. Kebudayaan kita mengenal Allah yang tidak di kenal itu yakni “Sang Mahakuasa,
yang memberi buah kandungan”. Dengan demikian kepercayaan kepada kemahakuasaan ilahi
itu merupakan “perspektif batiniah dan tujuan adat”. Sehingga yang dipanggil bukanlah Allah
yang telah menyatakan nama-Nya, melainkan bahwa ‘kepercayaan kepada kemahakuasanaan
ilahi’, meyebutkan nama-dewa Batak-purba itu dalam arti suatu “monoteisme yang
deistis”.165

Meskipun ‘Zaman’ merupakan faktor utama dalam perubahan keadaan, namun itu
bukanlah faktor yang satu-satunya. Dalam “pengalaman dan pertimbangan” itu, akan bekerja
kepercayaan Kristen. Inilah yang merupakan ciri zaman sekarang yang digambarkan sebagai
waktu-peralihan. Dengan bertolak dari sini, dapat dipahami pemakaian nama-nama Allah dari
Alkitab dan nama-nama dari adat Batak yang tempaknya tidak dihubungkan satu sama lain.
Kenyataan ini merupakan tanda peralihan dari konsep agama suku tantang dewa kepada
konsep Kristen yang sadar tentang Allah. Nama dewa Batak-purba biasanya dipakai bilamana
kehidupan dan persekutuan di lihat dan ditafsirkan dengan bertolak dari sudut sifatnya
sebagai ciptaan saja. Dosa, kesalahan dan keselamatan tidaklah dibicarakan. Di lain pihak ia
memandang kesalahan yang berpusat pada Kristus dan yang bersifat soteriologis sebagai ini
hakiki kekristenan. Demikianlah kepercayaan kepada Kristus yang muncul dalam pengakuan
iman rasuli bagian kedua tak terikat secara sadar kepada kepercayaan akan Allah. Yang
belakangan ini tetap dikuasai oleh pandangan-pandangan pra-kristen. Suatu oandangan
Kristen tentang Allah atas dasar firman Allah barulah dapat diperoleh apabila orang belajar
mengenal pekerjaan Roh Kudus. 166

Oleh karena itu, bila gereja suku belajar memahami dirinya sebagai hasil karya Roh
Kudus dan ditengah dunianya bertobat menjadi tubuh Kristus, maka terbukalah jalan untuk
memanggil Allah, Bapa Yesus Kristus, sebagai Tuhan persekutuan adat. Jadi bukan melalui

165
Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2003), 159.
166
Lothar Schreiner, Adat dan Injil, 160.

160 | D i k t a t D o g m a t i k a
penggantian nama Tuhan, melainkan melalui bertambahnya pengenalan akan penyataan
Allah dalam Roh, disitulah kepercayaan kepada keselamatan adak dihubungkan dengan
kepercayaan kepada pemeliharaan ilahi yang wajar. dengan demikian maka Injil akan
menjadi berlaku dalam agama Kristen atau agama baru.

Gereja HKBP dalam konfesinya pada tahun 1951 menyatakan bahwa Yesus adalah
Allah anak yang menjadi manusia, dilahirkan oleh perawan Maria yang diperkandungkan
oleh Rohul Kudus, diberikan nama Yesus. Jadi terdapat dua sifat di dalam Dia : pada-Nya
terdapat Ketuhanan dan Kemanusiaan. Ia adalah Allah yang benar dan manusia yang benar,
Ia menderita kesengsaraan waktu pemerintahan Pilatus, ia tersalib pada kayu salib, untuk
melepaskan kita dari dosa, dari maut dan dari kuasa Iblis. Ia adalah kegenapan korban
perdamaian kepada Allah untuk segala dosa manusia. Ia turun ke neraka setelah dikuburkan,
bangkit dari mati pada hari yang ketiga, naik ke sorga duduk di sebelah kanan Allah Yehowa,
BapaNya yang mulia selama-lamanya. Ia ada di sorga membela kita, merintah atas segala
sesuatu sampai kembali kelak ke bumi menghakimi yang hidup maupun yang mati.167

Mat.28:18; Ef.1:20-22; 1:7; Yoh.3:16; Ibr.9:14; Fil 2:4-6, merupakan ayat yang dapat
kita pakai untuk menolak dan melawan ajaran dari Roma Katolik yang mengatakan : 1)
Bahwa Maria, ibu dari Tuhan Yesus, yang disebut Kudus, membela kita kepada Allah. 2)
Para pastor berkuasa lagi mengorbankan tubuh Kristus di dalam misa. 3) Paus di Romalah
wakil Kristus di dunia. Matius 23:8-10, juga kita menolak ajaran orang yang menyamakan
sepenuhnya Tuhan Yesus dengan para Nabi di dunia ini.

Sedangkan dalam konfesi HKBP tahun 1996 konsep tentang kristologi lebih
diperjelas lagi dimana didalamnya dijelaskan bahwa Allah Bapa menyatakan dirinya melalui
Yesus Kristus, Anaknya yang tunggal itu, juruslamat manusia dan dia memateraikan
keslamatan melalui rohNya. Allah anak adalah Yesus Kristus yang di dalamnya Allah Bapa
yang mengosongkan dirinya dan menjadi manusia, yang dilahirkan oleh Maria, dikandung
dari Roh Kudus sebelum ada mengenal suami. Dialah Tuhan yang melindungi dan
menyelamatkan manusia. Peristiwa itu terjadi melalui penderitaan yang dialaminya hingga
kematianNya di kayu salib. Dialah kesempurnaan korban pendamaian oleh Allah karena dosa
manusia. Dia turun ke dalam maut, bangkit kembali dari kematian pada hari yang ketiga, naik

167
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Panindangion Haporseaon (Pengakuan Iman), Tarutung: Kantor
Pusat HKBP, 2000, 36-37.

161 | D i k t a t D o g m a t i k a
ke surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Karena itulah Dia ditinggikan oleh Allah dan
kepadaNya diberikanNya nama diatas segala nama.

4. Kesimpulan

Kristologi ialah logos mengenai Kristus, pemikiran Yesus Kristus, sasaran iman
kepercayaan kristen. Dimana dalam kristologi ini kita mengetahui sejarah Yesus Kristus,
dimana dia yang dikatakan dulu orang yang hina yang layak disalibkan dari krsitologi ini
ternyata Yesus itu bukan layak untuk disalibkan sebab dia memiliki hubungan yang dekat
dengan Allah.

Rahasia mengenai pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus hanyalah dapat dirumuskan
dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat berlawanan. Maksudnya selalu ada dua garis atau
segi yang saling bertentangan. Hal ini sama saja seperti dua orang yang berbicara satu sama
lain, yang satu mengemukakan kebenaran yang pertama sedangkan yang lain mengemukakan
kebenaran yang kebalikannya, namun kedua kebenaran itu adalah sama-sama benar tetapi
pertentangan itu tidak dapat dilebur antara yang satu dengan yang lain. Mengenai Yesus
Kristus bukanlah suatu oknum yang derajatNya terletak antara Allah dengan manusia, tetapi
Ia benar-benar Allah dan benar-benar manusia.

Yesus bukan sembarang utusan Allah tetapi Dia adalah Allah yang menjumpai kita
dengan cara yang unik. Ia bersifat Ilahi, Mark 1:1; 15:39; Mat 16:16. hal ini mereka yakini
setelah Yesus bangkit. Juga sesuai dengan kristologi Paulus dalam Gal 4:4; Rm 1:3-4; Filp
2:5-11, secara duniawi Yesus sama dengan kita. Tetapi dengan secara surgawi Dia jauh
melebihi kita. Menurut daging, Yesus Kristus lahir dari Maria garis keturunan Daud tetapi
menurut Roh, Ia dinyatakan anak Allah yang berkuasa. Dalam Yoh 1:14 juga ada suatu
pengakuan yang menyatakan Firman itu telah menjadi daging.

Tambahan dari bapak dosen:

Mengenai pribadi Yesus Kristus dan pekerjaanNya, Alkitab seakan-akan


memperlihatkan kepada kita dua garis atau dua segi : pertama Yesus sama sekali tergolong
kepada kita manusia. Ia telah datang dalam keadaan yang serupa dengan keberdosaan
manusia (Rom 8:3). Ia dilahirkan oleh seorang perempuan (Galatia 4:4), Yesus juga
menyatakan solider dengan manusia dalam segenap dosanya; karena itu Ia minta dibabtiskan.

162 | D i k t a t D o g m a t i k a
Ia turut serta dalam kehidupansehari-hari : merasa lapar (Mat 4:2) dan haus (Yoh 19:28),
mengunjungi sebuah pesta perkawinan (Yoh 2:1 dyb) dan menangis di kubur seorang sahabat
(Yoh 11:35). Ia telah mati dan dikuburkan, sebagaimana manusia telah ditentukan satu kali
akan mati (Ibr 9:27). kepadaNya berlaku apayang dinubuatkan tentang Nabi Tuhan yang
menderita : Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada (Yes 53). Kedua Yesus ini sama
sekali tergolong Allah.

HKBP dalam merumuskan pemahamannya mengenai kristologi sudah mengalami


banyak pergumulan. Mulai dari pemahaman yang dibuat oleh teolog-teolog dari luar gereja
sampai konsili-konsili gereja juga menyinggung masalah kristologi dan masih banyak lagi
pergumulan yang dialami HKBP dalam merumuskan pemahaman tentang kristologi dalam
Pengakuan Imannya. Sehingga dalam konfesinya HKBP telah mengalami revisi antara tahun
1951 dan 1996 yang mungkin dianggap baik dari tahun sebelumnya. Dari kedua isi
pengakuan ini sama-sama menekankan bahwa Yesus Kristu adalah Allah Anak. Akan tetapi
untuk memperjelas pemahaman Allah Anak tersebut maka pada tahun 1996 Pengakuan Iman
tersebut di diperjelas dengan mengatakan bahwa Allah mengosongkan dirinya dan menjadi
manusia.

Dengan demikian kristologi yang sungguh-sungguh harus terarah kepada praksis


diaman, teolog harus mengetahui konteks yang memahami kristologi tersebut. Sehingga
Pengakuan Iman HKBP harus dilihat juga dalam konteks masyarakat batak. Maka harus ada
kerjasama antara berbagai ahli dalam merumuskan pemahaman tentang kristologi tersebut
sehingga dengan demikian akan terlihat jelas nantinya bagaimana pemahaman kristologi
terwujud dalam kehidupan umat Kristen.

Nama Kelompok : Rido Frihandi Silalahi ( 14.2934 )

Putra Hasudungan Marpaung ( 14.2854 )

Mata Kuliah : Dogmatika I

Dosen : Pdt. Dr. J. Boangmanalu

163 | D i k t a t D o g m a t i k a
PENGANTAR SEJARAH DOGMA KRISTEN

Oleh Bernhard Lohse

I. Sekilas Tentang Pengarang


1.1. Siapakah Bernhard Lohse
Bernhard Lohse adalah seorang guru besar dalam bidang sejarah gereja dan sejarah
Teologi pada universitas Hamburg, Jerman Barat. Ia juga seorang penulis buku dogmatika
Kristen.168 Bernhard Lohse cukup berpengaruh dalam mengembangkan teologi Lutheran ,
namun pemikirannya cukup ideologis dan tetap memberi perhatian terhadap tradisi-tradisi
lain.169

1.2. Dogma Dan Sejarah Dogma


1.2.1. Kekristenan Tanpa Dogma170

Sejak zaman Pencerahan, dogma dipahami sebagai batu sandungan yang menghalangi
banyak dari penghayatan iman yang hidup. Namun ideologi-ideologi modern telah menjadi
bagian dari perlawanan terhadap dogmatika Kristen tersebut. Adolf Von Harnack sebagai
penulis buku sejarah dogma berpendapat bahwa perkembangan dogma sepanjang abad
adalah suatu proses keruntuhan dan hanya dengan membalik proses inilah tercipta iman yang
tidak dogmatis yang merupakan ciri khas dari gereja mula-mula. Paus di umumkan sebagai
dogma pada konsili Vatikan I ditahun 1879 dan hal itu diktritik tajam oleh para teolog
Katolik dari Jerman dan Perancis dengan tiga alasan untuk membebaskan Kristen dari dogma
antara lain :

1) Seseorang dapat menjadi seorang Kristen yang baik dan sungguh-sungguh tanpa
mempercayai dogma-dogma tertentu. Pemikiran ini disuarakan oleh sejak zaman
Pietisme oleh Gottfried Arnold.

168
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2004: Sampul Belakang
169
Artikel dari A.A Yewangoe, “ Kata Pengantar dari penerjemah dalam Lohse, opcit ., VIII dalam buku
Kristologi Lintas Budaya Batak, Hlm.95.
170
Ibid,hlm.1-4.

164 | D i k t a t D o g m a t i k a
2) Dogma-dogma seringkali bertumbuh dalam suatu situasi tertentu dan tidak dapat
diulang dalam caranya karena dogma-dogma seperti itu secara historis bersifat satu
kesatuan.
3) Alkitab berorientasi pada objektivitas karena Alkitab yang mengantar orang kepada
tuntutan untuk membebaskan keKristenan dari dogma.
1.2.2. Apakah Dogma ?171

Akibat dari pemahaman dogma-dogma sebagai dalil-dalil ajaran maka para teolog
memberikan suatu definisi dari pengertian dogma antara lain :

1) Yesuit, A. Deneffe mendefinisikan dogma sebagai suatu kebenaran yang sejauh isi
yang dimaksudkan objektif, dinyatakan oleh Allah dan didefinisikan oleh gereja,
entah melalui dekrit konsili, atau melalui suatu keputusan ex cathedra dari Paus yang
secara umum diajarkan dalam gereja.
2) Adolf Harnack mengatakan dogma adalah doktrin-doktrin dari iman Kristen yang
diformulasikan secara logis dan diungkapkan bagi tujuan-tujuan ilmiah
3) Friedrick Loofs menekankan bahwa dogma adalah dalil-dalil iman yang oleh suatu
persekutuan gerejawi.
4) Walter Kohler dan Martin Werner setuju bahwa dogma semestinya dipahami sebagai
sekedar ungkapan yang bersifat umum dari iman Kristen oleh persekutuan Kristen,
berkenaan dengan isi penyataan Kristus.
5) Karl Barth mendefinisikan dogma seperti yang ditandainya memperlihatkan
persesuaian dari proklamasi Gereja dengan penyataan yang disaksikan dalam Alkitab.
Pemahaman Katolik Roma mengenai dogma pada keputusan Konsili Nicea tahun 325
M merumuskan bahwa dogma merupakan suatu konfessi (pengakuan iman) yang
memperkenalkan pembedaan antara Kerygma dan dogma-dogma Kristen sebagai dalil-dalil
iman. Makna didaktis dari dogma yang ditekankan oleh formula Chalcedon tahun 451 ialah
pengajaran mengenai pengakuan suatu dalil iman yang dinyatakan bukanlah watak dari
gereja purba. Demikian halnya pemahaman kaum Protestan tidak pernah mengakui secara
resmi konsep tentang dogma-dogma sebagai dalil-dalil iaman yang tidak dapat keliru.
Walaupun Luther dan para reformator lainnya mengaku kewibawaan keputusan-keputusan
konsili gereja purba, namun hal itu bukan karena diberi kewibawaan , baik secara teologis

171
Ibid, hlm. 6-10

165 | D i k t a t D o g m a t i k a
maupun hukum kanon tetapi karena mereka yakin bahwa keputusan-keputusan itu sesuai
dengan Alkitab.

1.2.3. Kesinambungan Sejarah Dogma172

Sejauh menyangkut sejarah dogma maka tidak dapat diragukan bahwa Yesus tidak
merasa puas dengan hanya sekedar berupaya mengajarkan ajaran itu tetapi perlu adanya
pengakuan murid-muridNya dan orang-orang kepadaNya (Mat 16 : 15). Pengakuan Petrus
terhadap diri Yesus sebagai ’’Anak Allah yang hidup ’’ merupakan dogma yang pertama,
maka sejak konfesi Petrus ini tidak ada satu waktu pun untuk berhenti mengungkapkan iman
mereka dalam bentuk suatu konfesi.

Kesinambungan dalam perkembangan sejarah dogma nyata, jikalau perkembangan


aktual dari sejarah dogma dipandang dari masa-masa permulaannya ke masa kini. Menurut
Ferdinand Christian Baur, sejarah dogma adalah suatu interaksi yang berkesinambungan
antara roh dan diri. Melalui tesis, antitetis, dan sintetis roh tiba pada kesadaran dirinya dan
seiring dengan menyingkapan keberadaannya yang benar, sehingga unsur-unsur asali yang
hadir dalam keKristenan sejak dari permulaan secara berangsur-angsur diangkat kearah
keadaran. Bagi Karl Barth sendiri menyatakan bahwa sejarah dogma adalah suatu lanjutan
tanda-tanda yang berciri sendiri yang menunjuk pada kebenaran penyataan.

1.2.4. Kewibawaan Dogma-dogma173

Pemikiran dalam berbagai persekutuan (jemaat) bahwa kewibawaan dogma-dogma


tidaklah melemah oleh kenyataan masa lampau tetapi dogma itu tidak dapat disejajarkan
dengan kewibawaan pemimpin gerejawi dan para ahli teologi. Sebenarnya baik kaum Katolik
Roma maupun kaum Protestan keduanya mengklaim kewibawaan yang lebih besar bagi
kepurusan-keputusan doktinal mereka. Kaum Katolik Roma berkata bahwa-bahwa dogma-
dogmanya tidak dapat keliru. Dan beberapa ahli teologi Katolik hal infallibitas dogma –
dogma initidak mengimpilasikan suatu finalitas dan kesempurnaan dari dogma-dogma yang
didefinisikan. Didalam Protestanisme infallibilitas dari afirmasi-afirmasi ajaran injili yang
seperti itu telah ditetapkan hanya oleh beberapa orang yang berdiri dipinggiran.

1.2.5. Dogma-dogma Mestilah Diinterpretasikan174

172
Ibid, hlm.10-14
173
Ibid, hlm.15

166 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dogma-dogma atau konfesi-konfesi, yang telah diikrarkan pada masa lampau perlu di
interpretasikan yakni harus diterjemahkan sebagaimana adanya, apabila keputusan-keputusan
itu dikehendaki dapat dipahami pada masa kini. Tugas penerjemahan itu adalah untuk
memastikan bagaimana dogma-dogma tertentu memperoleh asal usulnya dan kemudian
mendiskusikan pertanyaan-pertannyaan tentang bagaimanakah dogma-dogma itu pada
zamannya telah memenuhi fungsinya sebagai yang menunjuk kepada Kristus. Dengan
demikian bahwa teolog sistimatislah yang diberi kepercayaan untuk menerjemahkan dogma-
dogma, juga gereja melalui kotbah dan konfesinya mesti meneruskan tugas ini kepada setiap
generasi baru.

1.2.6. Dapatkah Timbul Dogma-dogma Baru ?

Sejak abad ke 16 telah ada tiga dogma yang ditetapkan, pada abad ke 19 dogma-
dogma tentang Maria dikandung tanpa noda, dan infalibilitas Paus. Pada abad 20 ditentukan
pula dogma mengenai kenaikan Maria Kesorga. Secara khusus bahwa setiap dogma baru
tentang Maria akan mempertinggi bahaya, bahwa gereja Katolik Roma akan merasa dirinya
didakwa, dakwaan yang lebih keras dari pada yang selama ini dialaminya, demi
penyembahan kepada Maria melepaskan sikap Kristosentrisnya. Gereja-gereja non Katolik
menjawab tentang dogma-dogma baru, misalnya gereja Ortodoks Timur memandang
keputusan-keputusan Konsili Nicea pada tahun 787 sebagai dogma terakhir. Pihak
Protestanisme tidak mengakui satu dogmapun, apabila dogma-dogma itu dipahami sebagai
yang tidak dapat keliru.

II. ISI RINGKAS BUKU

2.1. Kanon dan Pengakuan Iman

2.1.1. Pembentukan kanon Perjanjian Lama 175

Berbicara tentang kanon, Lohse berkata itu disebabkan karena maknanya yang sangat
penting. Kenyataan bahwa kekristenan mempunyai kanon dari tulisan-tulisan suci sebagai
dasar pemberitaan dan ajaran yang dapat diterangkan, setidak-tidaknya dari titik pandang
yang bersifat lahiriah, yaitu atas dasar contoh yang diberikan Yudaisme. Sebagaimana
dikatakan bahwa Yudaisme telah melengkapkan kanon Perjanjian Lama pada saat-saat Yesus

174
Ibid, hlm.20
175
Ibid, hlm.30-31

167 | D i k t a t D o g m a t i k a
hidup, walaupun belum selesai (fixed) hingga pada sinode Yahudi yang diadakan di Jamnia
sekitar tahun 100 M. Namun pemahaman Kristen dan Yahudi terhadap Perjanjian Lama
adakalanya dikatakan berbeda, tetapi Yesus menghendaki pemberitaan maksud asali Allah,
yang sekarang ini menyatakan diri dalam Dia. Sejarah penulisan Kitab Perjanjian Baru ditulis
sebelum tahun 100 M, yang gereja kemudian secara teratur dipakai oleh gereja-gereja dalam
kebaktian-kebaktian, dipandang sebagai kriteria bagi bacaan jemaat, juga dipakai dalam
pengajaran katekisasi. Tentu juga dipergunakan dengan maksud-maksud teologis. Lebih
menegangkan lagi, seorang pemimpin bidat, Swedenborg yang sudah mempermandikan
seseorang, menyerahkan Alkitab dengan tangan kiri dan dengan kitab karangannya ditangan
kanan . Dosen teologi bernama Yopie M. Rattu mengutip dari J. Verkuil mendefinisikan
Bidat sebagai berasal dari kata Arab bid(a)ah yang berarti “menyimpang dari ajaran yang
sebenarnya .

Kanon Perjanjian Lama dipahami oleh orang Yahudi sebgai miliknya dan bukan milik
gereja dan Kanon Perjanjian Baru tidak dianggap sebagai satu kesatuan atau yang
berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Pendirian ini diungkapkan oleh Yustinus
Martyr. Maka disebut bahwa Perjanjian Lama adalah milik gereja dan bukan milik Yahudi,
karena makna dari teks-teks Perjanjian Lama digenapi di dalam Yesus Kristus.
Dua metode yang dipergunakan gereja purba untuk membuka rahasia pemahaman yang lebih
dalam dari Alkitab. Hal yang pertama disebutkan, interpretasi alegoris dan interpretasi
tipologi. Terhadap kedua metode ini dan pada saat yang sama adalah juga mungkin untuk
memperlihatkan bahwa pemahaman teks tidak hanya dibatasi pada periode asal usul teks
tersebut tetapi ia juga menunjuk pada masa yang akan datang. Interpretasi ini dianggap sesuai
dengan rencana Ilahi terhadap sejarah, yang terentang dari penciptaan sampai kepengadilan
terakhir, mencapai klimaknya dalam Yesus Kristus.

2.1.1. Pembentukan Kanon Perjanjian Baru176

Boleh dikatakan bahwa kanon Perjanjian Baru dimulai pada abad ke 2 M. Penulis
surat 2 Petrus yang berasal dari tahun 120 hingga 150 M, orang pertama yang mulai berbicara
tentang Perjanjian Baru yaitu Irenaeus dari Lyon. Demikian halnya batasan-batasan kanon
Perjanjian Baru setidak-tidaknya dalam bentuk pendahuluan telah ditetapkan sekitar tahun
200 M. Kanon Perjanjian Baru pada akhirnya ditetapkan secara tepat pada suatu rangkaian
sinode pada abad ke 4 M. Pembentukan kanon Perjanjian Baru dipengaruhi Marcion yang
176
Ibid, hlm.33

168 | D i k t a t D o g m a t i k a
mempunyai pertalian dengan ide-ide aliran gnostik tertentu, menciptakan kanonnya sendiri.
Demikian pula banyak tulisan lain yang kemudian oleh gereja dimasukkan dalam kanon
Perjanjian Baru yang mencakup Injil Lukas dan sepuluh surat Paulus sebagai kanon yang
pertama. Bertolak belakang dari titik pandang sejarah pembentukan kanon Perjanjian Baru
bersama-sama dengan perkembangan ajaran suksesi Apostolis menjadi titik akhir dari
gerakan Kekristenan Purba kearah gereja Katolik mula-mula. Dengan demikian terdapatlah
norma-norma dasar bagi ajaran dan tatanan.

2.1.2. Alkitab dan Tradisi177

Alkitab dan Tradisi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Penulis-penulis Kristen
mula-mula mempunyai dalil-dalil iman tertentu dan pola-pola tertentu dan pola-pola
kehidupan tertentu. Konsep baru mengenai tradisi ini dipengaruhi oleh kontroversi dengan
gnostisisme mengenai persoalan apakah yang dimaksud dengan tradisi yang benar. Perkataan
tradisi pertama sekali ditemui pada akhir abad ke 2 M oleh Irenaeus. Kuasa tradisi adalah satu
dan sama dalam semua, sehingga semua gereja mengabarkan dan mengabarkan dan
menyampaikan ajaran-ajarannya. Bagi Irenaeus tradisi ini orang bebas untuk menilainya,
tradisi ini pada saat yang sama dibuat secara pneumatologis, artinya seluruh gereja diarahkan
oleh Roh Kudus, tidak ada pertentangan antara tradisi lisan dan tradisi tulisan, sebab
keduanya berasal dari Rasul-rasul.

2.1.3. Pengakuan Iman (Credo)178

Sesungguhnya dalam abad pertama tidak satupun formula yang diakui sebagai satu
pengakuan iman yang tidak menimbulkan pemahaman ambigu. Pada abad ke 2 M, gereja
memiliki berbagai formula pengakuan Iman. Sebagaimana terdapat dalam tulisan-tulisan
Irenaeus dan Tertulianus, dimana mereka mengacu pada formula-formula tertentu, dan tidak
mempunyai kesamaan. Satu dari pengakuan-pengakuan iman paling tua yang dikanonisasikan
dalam gereja adalah Pengakuan Iman Babtisan Romawi yang tua, yang disebut sebagai
Romanum. Menurut rekonstruksi Hans Lietzmann, bentuk mula-mula dari konfesi ini dapat
dibaca sebagai berikut : Aku percaya didalam Allah Bapa (yang) Mahakuasa ; dan di dalam
Yesus Kristus,……(lih., hlm 41). Dalam bentuk ini, konfesi Romawi yang tua mungkin tidak
lebih tua dari pertengahan abad ke-2 M.

177
Ibid, hlm. 37
178
Ibid, hlm. 40-41

169 | D i k t a t D o g m a t i k a
Sisispan Kristologis yang terdapat dalam pasal kedua mungkin ditujukan kepada
bidat-bidat Kritologis tertentu, terutama doketisme, tetapi juga terhadap kaum adopsionis
Monarkionisme (lih. bab II). Makna kredo bagi sejarah dogma adalah pengakuan iman yang
bersnagkut paut dengan baptisan, yang biasanya menggunakan metode Tanya-jawab. Jadi
terhadap pribadi yang bakal dibaptiskan ditanyakan, ’’apakah saudara percaya di dalam
Allah, Yesus Kristus ?’’ dan sebagainya. Pada saat baptisan berlangsung jelaslah bahwa
kredo-kredo itu berhubungan dengan pengajaran kepada katekumen (peserta Katekisasi).

2.2. Ajaran Tentang Trinitas

2.2.1. Pengakuan Iman (Kredo)179

Sejak semula orang Kristen tentu saja tidak hanya percaya kepada Allah dalam artian
sebagaimana orang Yahudi mempercayaiNya, tetapi juga mereka percaya kepada Yesus
Kristus, dan Roh Kudus. Bagi gereja Purba, Yesus Kristus adalah Mesias. Sebagaimana Injil
Yohanes berkali-kali menekankan, pengikut-pengikutNya yang mula-mula memandang Dia
satu ikatan dengan Allah Bapa atau serupa dengan Allah Bapa (2 Kor 4:4, Kol 1:15). Dengan
afirmasi-afirmasi inilah, bersifat ofensif, dan orang-orang Kristen mengungkapkan Iman
mereka temui dalam Yesus Kristus sebagai Allah sendiri.

Afirmasi-afirmasi Perjanjian Baru tentang Roh Kudus tidak begitu jelas seperti halnya
mengenai Yesus Kristus. Diketahui bahwa, Roh Kudus dikatakan datang melalui nabi-nabi
dan bahwa Ia telah turun pada waktu baptisan Yesus supaya memperlengkapi Dia dalam
pekerjaanNya. Roh Kudus yang diyakini disini sebagai pribadi yang lain dari Yesus Kristus
artinya bahwa didalam Roh, Yesus sendiri datang kepada murid-muridNya sebagai
Parakletos. Tentu saja sangat layak dan penting dalam perkembangan dogma.

2.2.2. Jejak-jejak Langkah Pertama Ajaran Tentang Trinitas180

Irenaeus dalam pembicaraannya mengenai Allah ada dua segi dasar yang menonjol.
Pertama bahwa keberadaan Allah bersifat batiniah dan kedua Allah yang bersifat progresif
dalam sejarah keselamatan. Dan kadang-kadang Irenaeus menekankan keesaan Allah itu
hanya sekedar penampilan-penampilan dari satu Allah atau Allah ditampilkan sebagai satu.

179
Ibid, hlm.46
180
Ibid, hlm. 53-54

170 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dengan cara ini Irenaeus mengembangkan segi-segi dasariah dari suatu ajaran tentang
Trinitas dan memang ajaran inilah yang dikembangkan pada abad ke-2 M.

Tertulianus seorang teolog dari Kartago dan seorang teolog gereja yang pertama
menuliskan dalam bahasa latin, mengungkapkan hal ajaran tentang Allah merupakan tiga
pribadi yang berhubungan satu sama lain, tiga pribadi tersebut ada dalam substansi, namun
tetaplah hanya ada satu Allah.

Sementara Origenes mengenai ajaran Trinitatis ditandai oleh dua segi dasar. Pertama,
sama seperti Irenaeus dan Tertulianus, ia memberi tekanan besar pada keesaan Allah, ia juga
menekankan perbedaaan-perbedaan antara ketiga pribadi itu. Untuk ketiga pribadi dari
Keallahan itu Origenes mempergunakan konsepsi hypostasism mereka. Origenes juga
berpegang pada pendapat bahwa ketiga pribadi itu adalah satu kesatuan dan keserasian
kehendak.

2.2.3. Arius181

Arius berasal dari Mazhab Lucian dari Antiokhia, ia menekankan keunikan dan
transendensi Allah. Satu konfesi dari Arius mengaku satu Allah yang tidak diperanakkan,
yang satu-satunya kekal, yang satu-satunya tanpa awal, yang satu-satunya benar, yang tidak
dapat mati, bujaksana, yang satu-satunya baik, satu-satunya Tuhan. Kesatuan Bapa dan Anak
secara substansi menurut Arius, tidak ada. Bagi Arius, ini merupakan bidat yang terburuk.
Karena ia beranggapan Allah itu bukanlah Bapa.

2.2.4. Konsili Nicea182

Konfesi Nicea yang berasal dari tahun 325 M. Itu berbunyi sebagai berikut : Kami
percaya dalam satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa, …..(lih, hlm 65) konfesi Nicea ini
bertujuan untuk menolak ajaran Arius, dan dengan penekanan yang besar Konsili ini
menegaskan bahwa anak bukanlah diciptakan tetapi dilahirkan. Konsep “dilahirkan”
dimaksudkan untuk meniadakan atau menghapuskan ide bahwa Anak diciptakan dari sesuatu
yang tidak ada, dan demikian juga untuk menghapuskan pemikiran bahwa ada saatnya Allah
sebagai Bapa seorang diri, yaitu memperoleh kedudukan sebagai Bapa. Makna positif dari
konfesi Nicea bahwa “anak berasal dari substansi Bapa”. Ungkapan ini sebenarnya

181
Ibid, hlm. 60
182
Ibid, hlm.63

171 | D i k t a t D o g m a t i k a
memperkuat Keilahian Anak, artinya bahwa Yesus adalah Ilahi penuh maksudnya bahwa
posisi Anak ditempatkan pada sisi Allah.

2.2.4. Lebih dari Lima Dasawarsa Kontroversi183

Diantara sekian banyak orang sesudah beberapa abad terlibat dalam kontroversi,
khususnya diwilayah timur kerajaan Romawi, maka diantaranya yang menonjol adalah
Athanasius dan sering disebut sebagai seorang kampiun yang sesungguhnya dari Nicea.
Menurutnya bahwa ajaran Trinitatis mempunyai dua makna, yang pertama pemahamannya
Homoousios merupakan tradisi barat yang berlaku pada para bapa konsili yang
berlatarbelakang Yunani. Dia menjelaskan bahwa homoousios itu adalah keilahian logos
yang mengacu pada kesaan Allah. KeIlahian Anak identik dengan keIlahian Bapa bahkan
kepenuhan keIlahian Bapa ad lah keberadaan (to enai) dari Anak artinya Bapa dan Anak
adalah satu.

Pemahaman yang kedua mengenai Soteriologi atau ajaran tentang penebusan, Maka
penebusan yang sesungguhnya melalui Kristus merupakan sentral dalam ajarannya.
Ajarannya mengenai penebusan seringkali berpacu pada yang bersifat fisik yaitu bahwa
ajaran itu merupakan pemulihan dan kekekalan hakikat manusia.

2.2.5. Keilahian Roh Kudus184

Menurut kesaksian Alkitab bahwa Roh kudus bukanlah merupakan hakikat


mahlukiah, tetapi termasuk satu dengan Allah. Menurut Athanasius Roh Kudus berasal dari
Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu dan
Athanasius juga menyimpulkan bahwa Roh kudus adalah Allah dan tidak dapat dipisahkan
dari Anak.

2.2.6. Interpretasi yang Benar dari Ajaran tentang Trinitas185

Sejak tahun 395 Masehi Augustinus seorang bapa gereja latin yang populer, ia
mengembangkan intrerpretasi tentang ajaran Trinitas dalam bukunya mengenai Trinitas
sebagai karyanya yang terbesar pada abad ke-4 M. Dalam karyanya itu ia menekankan
Keesaan Allah. Ia mengatakan bahwa Trinitas adalah satu Allah, bukan setiap pribadi dari

183
Ibid, hlm.70-71
184
Ibid, hlm. 63
185
Ibid, hlm. 83

172 | D i k t a t D o g m a t i k a
tiga pribadi artinya bahwa ketiga pribadi Trinitas itu senantiasa bekerja dalam satu konser
yang mempunyai hubungan yang kekal.

2.3. Kristologi

2.3.1 Saat-Saat Permulaan186

Istilah Kristologi berasal dari Kristen mula-mula yang membawa ajaran tentang dua
tabiat yaitu Kristologi Ebionit adalah orang-orang Kristen Yahudi yang setia kepada tradisi
gereja purba mula-mula yang dipengaruhi oleh Yahudi dan Gnostik, lalu memisahkan diri
dari gereja, karena mereka bertentangan dengan Paulus dan Yohanes Pembaptis. Ebionit
artinya yang miskin, nama yang mula-mula diberikan gereja purba di Yerusalem (Gal 2 : 10 ;
Rom 15:26). Mereka percaya bahwa Yesus adalah Anak manusia yaitu keturunan Yusuf dan
Maria. Mereka beranggapan bahwa Yesus benar-benar manusia yang diperlengkapi Allah
dengan karunia-karunia khusus.

Selain kaum Ebionit, tabiat Kritologi yang satu ini disebut Doketisme menurut ajaran
golongan ini, Kristus adalah manusia tetapi hanya dalam penampilanNya, yang
mempersatukan diriNya sendiri hanya dalam waktu terbatas dengan manusia Yesus. Waktu
yang terbatas itu hanya sampai pada saai Dia disalibkan. Tipe tabiat ini ditemukan dalam
Marcion dan dalam sistim-sistim gnostis pada abad ke-2 dan abad ke-3 M.

2.3.2. Apollinaris dari Laodekia187

Apollinaris dari Laodekia seorang yang teguh mempertahankan konfesi Nicea, teman
seperjuangan Athanasius yang banyak memahami mengenai Kristologi. Dia mengatakan ;
“jikalau kita memanggil Dia manusia, dilahirkan Maria, disalibkan, maka kita menyebut Dia
manusia bukan Allah”. Dengan demikian Kristus yang menjadi manusia bukan yang bisa
terbagi-bagi, tubuh Kristus bersatu dengan logos artinya bahwa logos itu menggantikan roh,
jadi yang ditemukan dalam diri Yesus adalah antara manusia dengan Allah.

2.3.3. Konsili Chalcedon.188

186
Ibid, hlm. 90
187
Ibid, hlm. 102

173 | D i k t a t D o g m a t i k a
Setelah keilahian Sang Putera ditetapkan dalam Konsili Nicea, timbullah persoalan
baru yakni hubungan antara keilahian dan kemanusiaan-Nya. Pada saat ini muncullah
berbagai pandangan seperti Apollinaris yang berpendapat bahwa Logos itulah roh Yesus,
Theodore dari Mopsuestia dan Nestorius dari Konstantinopel yang mengatakan bahwa Logos
itu hanya sekedar moral yang tinggal di dalam Yesus dan ini sama dan dinikmati oleh semua
orang percaya, Cyrillius dari Alexandria maupun Eutycus yang mengatakan bahwa natur
manusia Yesus diambil dari natur ilahi-Nya. Pandangan-pandangan ini menimbulkan
perdebatan-perdebatan besar baik secara langsung maupun lewat surat-surat maupun buku-
buku.

Pertikaian ini semakin memanas dengan diadakannya Konsili Efesus (tahun 431).
Cyrillius dan para pengikutnya juga mengadakan suatu muktamar/sidang sinode dan
mengutuk Nestorius. Sebagai reaksi, Nestorius pun menggelar suatu kontra- sinode yang
menyerang kembali sinode Cyrillius. Persoalan-persoalan dan pertikaian-pertikaian ini
memicu munculnya konsili besar di Chalcedon (tahun 451), suatu kota yang terletak di
pantai timur Bosphorus, berhadapan denagn Konstantinopel. Konsili ini dikenal juga sebagai
Konsili Oikumenis (KO) IV. (KO I adalah Nicea-Konstantinopel, KO II adalah Konsili
Efesus, KO III adalah Sidang Sinode Cyrillius). Dalam KO IV ini terjadilah diskusi-diskusi
yang panjang dan sulit yang berlangsung di gereja Yunani yang akhirnya mempertahankan
kesatuan dalam pribadi Kristus dan dua natur yang ada dalam diri-Nya. (Cerita lengkap
tentang ini dapat dibaca dalam buku : Pengantar Sejarah Dogma Kristen karangan Bernhard
Lohse, hal.115-126)

Dalam buku bernhard Lohse sendiri tidak banyak membahas tentang Kristologi konsili
Chalcedon, hanya saja bernhard lohse sendiri menanggapi konsili Nicea dengan begitu saja
tetapi harus tetap bergerak maju ke arah penjelasan-penjelasan ajaran mengenai Allah supaya
gereja tidak lagi bersifat eklusif tetapi terbuka memposisikan seluruh dalil ajaran atau konfesi
di sepanjang sejarah Gereja untuk ditafsirkan dan dikontekstualkan untuk masa kini. Konsili
chalcedon sendiri dalam buku bernhard Lohse tidak banyak membahas mengenai konsili ini.
Sebagai tambahan perbaikan sajian kelompok maka dalam buku Kristologi Lintas Budaya
Batak karangan Pdt. Dr. Jusen Boang manalu yang menjelaskan yang terlaksana pada tahun
451 yang berisikan pandangan Bapa Gereja yang dianggap benar atau ortodoks. Rumusan
kristologi chalcedon ini sering dinilai sebagai “ penengah “ dari kemajemukan kristologi yang

188
Ibid, hlm 106

174 | D i k t a t D o g m a t i k a
bersifat kontroversial pada jamannya. Namun jelas ada pandangan yang tidak diakomodasi,
seperti Cyrillus dan Alexandria mengenai kesatuan, termasuk pandangan golongan Antiokhia
yang menekankan kata Logos berdiam dalam manusia Yesus. Secara umum rumusan
kristologi chalcedon adalh bersifat helenisasi yang mengutamakan fungsi ontologis . ada
upaya kontekstualisasi kristologi dalam hubungan kebudayaan yunaniyang dijelaskan secara
teologi kontemporer dan secara tidak langsung telah menyebut Nestorianisme sebagi Bidat.189

2.4. Ajaran Tentang Dosa dan Anugerah

2.4.1 Iman dan Perbuatan190

Sejarah perkembangan ajaran Kristen dimulai dengan ajaran tentang dosa dan
anugerah. Kemudian perkembangan selanjutnya adalah bapa–bapa gereja merumuskan
tentang tema-tema yang baru sesuai dengan perkembangan zaman. Tema-tema yang muncul
adalah pokok-pokok ajaran mengenai Allah, atau Trinitatis, atau dua tabiat Kristus. Hal yang
baru sekarang adalah greja mulai mendiskusikan tema tentang konsep manusia dan juga
pokok yang berhubungan dengan penebusan. Upaya yang dibuat sekarang adalah penegasan
tertentu yang berbeda dengan ajaran Allah. Dalam melakukan itu iman Kristen
memperlihatkan baik kekhususannya maupun perbedaanya dengan agama-agama lain,
khususnya Yudaisme.

Secara umum Yudaisme hanya mengenal satu dogma saja yaitu: bahwa Tuhan adalah
satu-satunya Allah dan disamping dia tidak ada ilah-ilah lain. Hal ini serupa dengan Iman
Kristen, tetapi Yahudi tidak mengakui adanya dosa warisan sedangkan iman Kristen
mengakui adanya dosa warisan itu. Sebenarnya ajaran Kristen tentang dosa dan anugerah
dikembangkan dalam aspek-aspek yang menentukan yang berlandaskan dari presfektif
Kristologi, sehingga tidak hanya teori semata. Hal ini jugalah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan pendapat antara teolog-teolog, seperti Augustinus dengan Pelagius. Mereka
mengatakan bukan mengenai apakah Yesus Kristus benar-benar telah menebus atau tidak
menebus kita, yang menjadi permasalahan adalah apakah Kristus adalah penebus kita secara
eksklusif atau keselamatan kita masih tergantung pada orang lain atau hal lain. Hal ini lah
perdebatan mengenai ajaran tentang dosa dan anugerah, yang memperlihatkan bahwa
keduanya itu dapat kita percayai dengan mengandalkan iman percaya kita.

189
Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, Medan, 2014. Hlm102-104.
190
Ibid, hlm.127

175 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pada abad ke-2 para Gnostik berpendapat bahwa penebusan yang diberikan oleh
yesus Kristus hanya mengenai sebagian dari keberadaan manusia, yaitu substansi rohnya,
yang dipenjarakan dalam materi yang tidak bersifat rohani. Menurut mereka manusia ditebus
apabila ia tiba pada pengenalan akan dirinya sendiri dan dengan demikian mengambil
prakarsa untuk kembali ke Allah penebusnya itu. Penekanannya ialah “ pengenalan atau
pengetahuan ”, dalam kehidupan sehari-hari kaum gnostik menginjinkan kebebasan
penuh,sementara yang lainnya mempraktekkan kehidupan yang asketis dan penyagkalan diri.
Dalam hal inilah bapa-bapa gereja harus menjelaskan ajaran-ajaran tentang Allah sebelum
kaum gnostik mempengaruhi iman Kristen mengenai dosa dan anugerah.

2.4.2. Pendapat Para Tokoh Mengenai Dosa191

 Yustinus Martyr

Dosa dipahami sebagai suatu kesesatan dalam hal melupakan hal-hal yang baik. Asal-usul
dari dosa, ia katakan dari perbuatan setan-setan yang melalui kuasa mereka memaksa
manusia untuk tunduk kepada mereka.

 Tertulianus

Tertulianus mengatakan bahwa kejahatan memang ada pada jiwa manusia, dan hampir
merupakan suatu kesatuan yag tidak terpisahkan dengan hakikat manusia itu sendiri. Atas
alasan ini ia mengantakan bahwa anak-anak kecilpun tidak bisa dianggap bersih lagi dari
dosa. Mengenai penebusan tertulianus agaknya memahami perjanjian Baru dengan baik,
tetapi berulang-ulang formulasi-formulasi yang berasal dari dirinya menekankan Kristus
sebagai seorang pemberi hukum yang baru. Sejak itu ia berkotbah (mengkotbahkan)
hukum dan janji yang baru mengenai kerajaan sorga...192

 Pelagius

191
Ibid, hlm.134-148
192
Ibid, hlm. 132..

176 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pelagius lahir di Inggris, sekitar abad ke-4193, pusat teologi pelagius adalah pandangannya
mengenai kemaha-hadiran Allah dan kebenaran Allah. Inilah suatu konsep yang kurang ia
temukan dalam alkitab dan lebih menggunakan filsafat. Sesunggunhyan ia memandang
mengenai kebenaran Allah sebagai suatu kebenaran yang menuntut dan mengadili. Allah
tidak akan menuntut apa yang tidak dapat dipenuhi manusia, sebab Allah adalah hakim
yang adil bagi seluruh manusia. Tidak seorangpun manusia yang luput dari
pandangannya, karena itu secara prinsipil manusia berada dalam kedudukan untuk hidup
sesuai dengan hukum-hukum Allah. Kalau ini tidak benar maka tidak akan ada
penghukuman terhadapa orang yang tidak benar. Dengan demikian tuntutan Allah
terhadap manusia tidak dapat dibenarkan.

Pelagius mengambil masalah-masalah dogmatis, supaya dapat memberkan tuntutan-


tuntutan yang bersifat praktis terhadap penekanan yang dibutuhkan untuk pembaharuan.
Pembaharuan yang dimaksud adalah dosa warisan, ia menolak bahwa sesuatu yang
dipahami sebagai dosa warisan yabg diwarisi oleh setiap manusia dari Adam dengan cara
reproduksi seksual. Menurutnya tidak mungkin Allah menanggungkan dosa terhadap
seseorang, dosa yang diperoleh dari orang lain, sebab Allah sendiri mengampuni dosa
orang lain tersebut. Oleh karena hal inilah ia diusir dari roma, sebab bapa-bapa gereja
menganggap ajaran itu adalah sesat.

 Augustinus

pada tahun 410, terjadi kontroversi yang tajam mengenai dosa dan anugerah, pada saat itu
Augustinus berusia 50 tahun. Dan ia mantan guru retorika yang mendalami warisan
intelaktual klasik, yang pada zamannya hanya ada beberapa orang saja. Sejak Augustinus
menjadi seorang Kristen ia mulai mengetahui dan menerima konsep-konsep mengenai
dosa dan anugerah yang pada waktu itu memang lazim di daerah barat. Augustinus
berpendapat bahwa dosa tidak hanya mendatangkan kematian bagi manusia, tetap juga
kehendak untuk melakukan kehendak baru. Tidak seorangpun dengan kemauannya
sendiri dapat melepaskan diri dari rentetan dosa dan kehendak untuk berbuat dosa.
Keselamatan dari keberdosaan itu hanya mungkin dari anugerah yang diberikan melalui
pemilhan Allah. Bagi Augustinus, dosa bersifat ganda, pada suatu pihak adalah
kecongkakan, dan pada pihak lain adlah nafsu. Dalam status aslinya manusia dapat
menghindari dosa. Tetapi untuk dapat melakukan itu manusia membutuhkan bukan saja
193
Ibid. hlm.135

177 | D i k t a t D o g m a t i k a
suatu kehendak saleh terus-menerus, tetapi juga membuthkan bantuan anugerah ilahi.
Karena itu adam dapat tidak tetap berdosa, apabila ia senantisasa menerima bantuan
anugerah dari Allah yang dijanjikan kepadanya. oleh karena kecongkakan dari Adam
maka ia jatuh kedalam dosa karena lebih menuruti kehendak hatinya dari pada menuruti
Allah.

Karena Adam bukanlah sekedar dari individu, tetapi juga nenek moyang dari seluruh
umat manusia, maka ini menginplikasikan bahwa seluruh anak cucunya juga harus tetp
berada dalam kondisi keberdosaan yang sama. Hal inilah yang bertentangan dengan ajaran
Pelagius tentang yang dikatakan dengan dosa warisan yang menyebabkan terjadinya
kontroversi yang sangat hangat.

2.4.3. Hasil dari Kontroversi Pelagius dan semi-Pelagianisme194

Sejak ajaran Agustinus diberitakan, maka terjadilah perdebatan antara dirinya dengan
Pelagianus, yang mengakibatkan ketegangan antara bapa-bapa gereja. Untuk menanggapi hal
itu mereka mengadakan konsili-konsili atau pun sinode. Konsili-konsili tahun itu terjadi pada
tahun 418, 431 dan 529, yang berisikan penegasan-penegasan iman Kristen yang dijelaskan
secara dogmatis dan memperoleh tempat bersama-sama dengan ajaran tentang Allah dan
Kristologi. Sedangkan tentang dosa maka mereka menerima adanya dosa warisan, dan
pengampunannya membutuhkan anugerah dari Allah. Oleh karena itulah mereka sepakat
untuk mengutuk ajaran dari Pelagianus.

2.5. Firman dan Sakramen

2.5.1 Gereja Mula-mula195

Keputusan-keputusan yang telah didiskusikan diatas, dalam hubungannya dengan


kontroversi-kontroversi besar mengenai ajaran tentang Trinitatis, kristologi, dan tentang dosa
dan anugerah merupakan suatu kesatuan sejauh keputusan-keputusan tersebut
menghubungkan baik timur maupun barat. Bukanlah suatu kebetulan kalau tugas dogmatis
yang besar yang dihadapi gereja. Sesuai dengan hakikatnya gereja adalah suatu persekutuan
yang hanya mencakup hanya pria dan wanita yang tidak melakukan dosa-dosa yang
mematikan. Hanya orang yangmempunya iman sajalah yang dapat melakukan sakramen yang

194
Ibid, hlm. 149-167
195
Ibid, hlm.168

178 | D i k t a t D o g m a t i k a
sah. Namun, sisa anggota gerja lainnya berpendapat bahwa kekudusan pribadi dari seorang
imam tidak pra siarat bagi keabsahan sakramen-sakraamen. Alasannya karena dalam
sakramen-sakramen, hal yang menentukan adalah bahwa sakramen tersebut dikukuhkan oleh
Kristus. Sakramen berasal dari bahas latin “sacramentum”, yang mempunayai makna khusus
dalam perkembangan minat teologi, kalau diperhatikan dari bahasa yunani yaitu, “mysterion”
yang artinya “rahasia-rahasia” yang lain, maka kata latin sakramentum mengandung berbagai
makna yang mengarahkan perhatinanya terhadap sakramen-sakramen tersebut.

2.5.2. Firman dan Sakramen dalam ajaran Augustinus196

Menurut augustinus defenisi sakramen adalah ” firman ditambahkan pada unusur dan
dengan demikian menghasikan sakramen seolah-olah sakramen itu sendiri merupakan Firman
yang kelihatan”. Menurutnya “kata” dalam definisinya sndiri menganai sakaramen sementara
roti dan air anggur adalah “unsur-unsur”. Tetapi lebih dari itu, nyata juga dalam ajaran
augustinus pemahaman simbolisnya menganai sakramen-sakramen. Berkali-kali ia berkata
bahwa “tanda” dari tubuh kristus. Tuhan tidak ragu-ragu menyatakan, “inilah tubuh-Ku”
ketika ia memberikan tanda dari tubuhnya. Kadang-kadang ia menekankan bahwa roti
maupun anggur adalah suatu citra dari tubuh dan darah Kristus.

Mengenai perjamuan kudus, augustinus membedakan antara apa yang bersifat


sakramen dan efeknya. Dalam hal inikuasa atau kekuatan sakramen dilihat sebagai sesuatau
yang bersisi dua. Pertama, sakramen mempunyai daya yang menyebabkan seorang tetap di
dalam Kristus. Kedua, dalam hubungannya dengan gereja. Atas dasar konsep augustinus
mengenai perjamuan kudus menjadi sesuatu yang bersifat simbolis. Katanya, “bahwa Tuhan
berkata-kata mengenai daging dan darah-Nya, dan dalam anugrah pemberian itu Ia
menjanjikan kepada kita kehidupan yang kekal.

2.5.3. kontroversi-kontroversi mengenai ekaristi selama abad pertengahan197


 Kontroversi pertama mengenai perjamuan kudus mencul sebagai suatau akibat dari
satu buku yang dikarang oleh Paschasius Radbertus (tahun 790-856), seorang rahib
dari konven korbi di Prancis. Yang merupakan pokok-pokok persoalan pada masa
itu adalah antara dua konsep menganai perjamuan kudus. Radbertus mengatakan
bahwa perjamuan kudus itu cenderung kearah yang lebih realistis, sedangkan

196
Ibid, hlm.174
197
Ibid,hlm.180-181

179 | D i k t a t D o g m a t i k a
Ratramnus mengatakan bahwa perjamuan kudus itu cenderung kepada simbolis.
Namun tidak ada keputusan yang dicapai.
 Tahun 1050-1079, dalam kontroversi kedua ini mengenai ekaristi, Berengar
dipaksa untuk meninggalkan interpretasi simbolisnya dan menandatangani suatu
permula yang menyatakan bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh adalah tubuh
dan darah Kristus sebagai hasil dari konsekrasi. Hal ini berarti, penetapan ajaran
yang sudah dipegang teguh oleh. Ambrosius, bahwa melalui konsegrasi suatau
perubahan dalam unsur-unsur akan terjadi. Maka oleh karena itu timbulah suatu
pandangankristosentris menganai perjamuan kudus.

Dalam perkambangan selanjutnya pada tahun 1439 terjadi konsili florense yang
mensahkan adanya tujuh sakramen (babtisan, konfirmasi, perjamuan, pertapaan,
pengurapan, pentahbisan, pernikahan). Kemudian pada abad ke-16 muncullah kritik dari
luther mengenai ajaran tentang sakramen yang tujuh tersebut. Luther menekankan kata-kata
institusi, yang ia sifatkan sebagai suatu janji yang diterima hanyalah di dalam iman. Kerena
menurut perjanjian baru, hanya babtisan dan perjamuan saja yang didirikan oleh kristus,
maka hanya kedua ini sajalah yang dipelihara sebagai sakramen-sakramen oleh gereja-
gereja reformasi

2.6. Pembenaran198

Pada tahun 1483-1546 Luther mencapai pemahaman reformasinya mengenai


kebenaran allah dan pembenaran manusia. Pandangan inilah yang menyelasaikan masalah
pribadi Luther, hal ini dicapai melalui studinya terhadap alkitab. Makna kritis sekrang
disesuaaikan dengan alkitab yang beracuan pda gereja dan tradisi, berarti bahwa pengakuan-
pengakuan iman yang diwarisi perlu diuji dan di inteprerasikan dari titik pandang alkitab.

2.6.1 Manusia di hadapan Allah199

Menurut rasul paulus (roma4;5), adalah Allah yang menghakimi orang fasik. Bukan
manusia yang mencari Allah, melainkan allahlah yang mencari manusia yang didalam
anugrah-Nya yang menyelamatkan itu mendatangi manusia. Di hadapan allah manusia tidak
dapat menunjukkan jasa-jasanya atau amal yang sudah ia perbuat, tidak ada hal lain yang

198
Ibid, hlm. 198
199
Ibid, hlm 202

180 | D i k t a t D o g m a t i k a
dapat dibuat manusia selain dari pada hanya mengijinkan dirinya menjadi seorang penerima
oleh karena iman. Di dalam Kristus, Allah bukanlah hakim tetapi bapa. Tidak ada hal lain
yang dapat dibuat menusia selain dari pada berterima kasih menerima anugrah Allah tersebut.

2.6.2 Hakikat berganda dari pengakuan iman200

Gereja selalu menganggap dirinya sebagai yang dipercayakan untuk tugas lengakuan
iman. Menurut Luther, pengakuan iman mendapatkan watak yang baru. Alasanya adalah
bahwa, pengakuan iman juga dihubungkan secara erat dengan pandangan reformasinya yang
baru.Pengakuan-pengakuan iman mempunyai dua maksud, yaitu untuk mengakui dosa dan
untuk memuji Allah.

2.6.3. Kontroversi mengenai perjamuan terakhir 201

Pada tahun 1484-1531 terjadi kontroversi mengenai perjamuan terakhir antara Luther
dan Zwingli. Kontroversi yang paling utama adalah penafsiran yang benar terhadap kata-kata
institusi (permula-permula). Luther secara khusus memperhatikan mekna atau arti sederhana
dari kata-kata institusi tersebut yang menjanjika dan memberikan pengampunan dosa. Luter
menemukan makna ini dalam kata “untukmu” yaitu bahwa bukan roti dan anggur saja yang
terdapat dalam perjamuan, tetapi juga Kristus sendiri dengan tubuh dan darah-Nya. Dengan
demikian maka kata itu mempunyai hubungan dengan roti dan cawan kepada skramen. Roti
dan anggur mencakup tubuh dan darah Kristus, tubuh dan darah mencakup perjanjian baru
yaitu pengampunan dosa dan pengampunan dosa mencakup kehidupan kekal dan
keselamatan. Sedangkan Zwingli mencatat bahwa ide mengenai hal tubuh kristus secara
jasmaniah berlawanan dengan apa yang tertulis dalam yohanes 6:63. Ia menginterpretaikan
kata-kata ini bahwa daging tidak berguna, hanya roh saja. Ia merasa bahwa perjamuan
mempunyai sangkut paut dengan hal-hal yang bersifat rohanian dan hal ini mempunyai
akibatnya terhadap roh manusia.

DOGMA DIDALAM KATOLISME MUTAKHIR

200
Ibid, hlm. 209
201
Ibid, hlm. 216

181 | D i k t a t D o g m a t i k a
Pemahaman Tentang Dogma202

Gereja Katolik adalah satu-satunya persekutuan Kristen yang dalam zaman modern
ini mengumumkan dalil-dalil iman yang dipahami sebagai dogma yang mengikat. Dengan
adanya keputusan para konsili-konsili Yang lebih tua menetapkan adanya tiga buah dogma
pada abad ke-19 dan ke-20, Bahkan dogma-dogma yang lebih tua yang berasal dari abad
pertengahan, tetap mempunyai hubungan yang erat dengan Alkitab dan terhadap iman yang
dipunyai gereja sejak dari mula pertama.

Konsep tentang Maria tanpa noda (immaculata)

Dogma-dogma tentang maria, yaitu pemahaman tentang umat manusia yang ditebus
dan tentang gereja. Menurut ajaran katolik mutakhir, empat pernyataan mengenai Maria
merupakan bagian-bagian iman yang diperlukan bagi keselamatan. Yang dimaksud adalah,
bahwa Maria melahirkan Allah. Artinya, ialah ibu Allah; bahwa Maria tetap perawan, bahkan
kalaupun Dia melahirkan Yesus; bahwa Dia dikandung immaculata atau tanpa noda. Bahkan
Dia diangkat kesorga. Ada kemungkinan juga bahwa gereja katholik roma Roma
menetapkan menetapkan dogm-dogma yang lain mengenai mariologi. Seperti yang tertulis
dalam Alkitab, baik Matius maupun Lukkas, melaporkan bahwa Yesus dilahirkan oleh
perawan Maria, yang suci. Pada abad ke-2 umat Khatolik mengagumi kesalehan Maria, pada
mulanya kesalehan itu terbatas pada lingkungan Gnostisisme asketistik tertentu 203. Mereka
menganggap bahwa keperawanan maria itu adalah kekal. Perkembangan selanjutnya adalah
umat Khatolik mengadakan penyembahan terhadap Maria, yang mengatakan bahwa ia adalah
ibu suci, ratu sorgawi, pengantara dalam setiap kesulitan.

Infallibilitas Paus

Pada abad pertengahan infallibilitas Paus sangat sulit untuk diterima secara universal.
Alasan mengapa infallibilitas paus sulit diterima karena para Paus awalnya tidak mengakui
dekrit gereja Khatolik yaitu “sebagai suatu konsili umum yang dihimpun secara sah didalam
roh kudus, mewakili Gereja Khatolik”204. Maka ia mempunyai kewibawaan lansung dari
Kristus. Martin Luther mengkritik akan pretensi Paus yang menempatkan dirinya sebagai
pengganti Kristus, yaitu dengan memproklamasikan ‘yaitu menyalahgunakan Firman Allah

202
Ibid, hlm. 252
203
Ibid, hlm. 256
204
Ibid, hlm.263

182 | D i k t a t D o g m a t i k a
sesuai dengan kepentingannya sendiri. Namun serangan Luther terhadap kepausan tidak
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan teori-teori kepausan selanjutnya didalam
Gereja Khatolik Roma. Sebaliknya selama periode modern berbagi faktor mengarah pada
suatu peruncingan titik-titik pandangan mengenai kekuasaan Paus dengan alasan, hanya Paus
sajalah pimpinan tertinggi gereja yang mempunyai hak untuk membuat keputusan-keputusan
yang mengikat mengenai Iman dan moral. Walaupun terdapat perlawanan yang besar
terhadap dogma seperti itu khususnya di Jerman dan Austria, mayoritas besar dari pada uskup
dan para teolog tunduk kepada ajaran Paus tersebut.

Pengangkatan Bunda Maria ke Sorga

Dogma yang lain lagi ialah pada tahun 1950, Paus Pius XII menetapkan dogma
khatolik roma yang paling akhir yaitu bahwa Maria, sesudah mengggenapi hidupnya di bumi
ini, maka ia diangkat ke sorga, hal ini berdasarkan pengecualian hukuman terhadapnya
karena Maria sendiri sangat terberkati, dan pengandungannya yang tidak bernoda, dengan
alasan tersebut ia tidak tunduk terhadap hukum kehancuran tubuh dalam kubur dan tidak
perlu menunggu sampai pada saat terakhir demi penebusan tubuhnya. Pada dasarnya ajaran
ini mendapat penolakan, karena bukti dogma ini atas dasar Alkitabiah dan tradisi bahkan
sangat sulit dikumpulkan.

Khatolik Roma menjawab penolakan itu dengan mengatakan bahwa tidak perlu bukti-
bukti dari Alkitab dan tradisi untuk mengangkat dalil-dalil kepada suatu status ajaran
dogmatis. Yang harus dilakukan adalah kesadaran yang hidup dari gereja Kristus yang
sekarang hidup sudahlah cukup.

DOGMA DALAM PROTESTANISME

Abad Ortodoksi

Permulaan zaman ortodoksi mencakup kembali pada pertengahan abad ke-16 yaitu
kritik Luther mengenai ajaran sakramen dari abad pertengahan tidaklah pertama-tama
diarahkan kepada jumlah tujuh atau kepada ajaran ‘transubstansiasi’ tetapi terhadap upaya
yang menjadikan anugerah sebagai sesuatu dan yang memahami hubungan sakramental
kepada Allah dalam terminologi-terminologi yang legalistis.

Timbulnya Pemikiran Historis

183 | D i k t a t D o g m a t i k a
Berbagai banyak dogma atau ajaran gereja yang dimunculkan oleh para petinggi
gereja atau oleh Paus pada saat itu mengakibatkan banyaknya pemikiran atau kritikan dari
berbagai kaum intelektual. Pendiri metode ajaran historis-kritis dalam teologi adalah Johann
Salomo Selmer (1725-1791)205, guru besar teologi di Halle. Dalam studinya yang banyak
membuktikan adanya perkembangan yang berangsur-angsur dari kanon Alkitab. Dengan
berbuat demikian ia membantah ajaran ortodoksi mengenai insfirasi verbal Alkitab, baginya
Kanon tidak lagi merupakan suatu konsep dogmatis melainkan konsep sejarah. Isi alkitab
tidaklah sungguh-sungguh dijabarkan dari penyenduhan (infusi), dan dia juga berkata bahwa
Alkitab dan Firman Allah atau Kristus sendiri tidaklah identik.

Para teolog ortodoks berpendapat bahwa kegagalan untuk mempertahankan


kewibawaan Alkitab secara literal (harafiah), akan menggoncangkan dasar-dasar yang paling
dasariah, sementara Selmer mengatakan bahwa kebenaran Alkitab atau agama tidak dapat
dibuktikan dengan bukti-bukti lahiriah. Satu-satunya bukti adalah berasal dari roh kudus dan
kuasa. Dalam hal ini haruslah dibutuhkan pertanggungjawaban pribadi dengan iman. Jika
sejarah dogma dihubungkan dengan protestantisme maka perlu juga menuliskan kesarjanaan
Alkitab modern. Hanya terdapat suatu garis tunggal yang membentang dari ortodoksi, yaitu
ajarannya mengenai insfirasi, melewati pemikiran historis masa pencerahan, menuju ke
masalah Yesus yang historis. Dalam hal ini sejarah dogma telah mencakup kedalam
keseluruhan jajaran penyelidikan teologis, demikian juga ke dalam deretan proklamasi gereja.
Masalah-masalah modern mengenai demitologisasi amanat Perjanjian Baru, dan
Hermeneutika, yaitu pemahaman yang benar dan interpretasi terhadap Alkitab, adalah hasil-
hasil; dari perkebangan penyelidikan tersebut. Jadi pemikiran historis adalah suatu gejala
modern, dan pemikir-pemikr terbaik dari segal periode sejarah gereja mengatakan bahwa
iman tidaklah dihabiskan dalam dalil-dalil metafisik.

DEKLARASI BARMEN

Deklarasi barmen atau sinode yang berhimpun sebagai sinode konfesional yang
pertama dari Gereja protestan Jerman, dari tanggal 29 sampai dengan 31 mei 1934. dibawah
ini adalah pernyataan-pernyataan yang penting dari hasil sinode atau deklarasi Barmen :

205
Ibid, hlm 290

184 | D i k t a t D o g m a t i k a
 Yesus kristus, sebagaimana Ia disaksikan didalam Alkitab, adalah Firman Allah yang
satu yang mesti kita dengarkan dan yang mesti kita percayai dan taati dalam hidup
maupun dalam kematian.
 Sebagaimana Yesus Kristus adalah jaminan Allah mengenai pengampunan dosa kita,
maka demikianlah juga dalam cara yang sama dan dengan keseriusan yang sama Ia
adalah Allah yang agung atas keseluruhan hidup kita.
 Gereja Kristen adalah persekutuan dari saudara-saudara, dimana Yesus Kristus hadir
dan bertindak sebagai Tuhan dalam Firman dan sakramen melalui roh kudus. Sebagai
Gereja orang-orang yang berdosa yang diampuni.
 Menjalankan pelayanan yang dipercayakan kepada mereka dan dikenakan kepada
seluruh jemaat.
 Menaati segala pekerjaan didunia ini dengan kuasa Allah yang menopangnya selalu.
 Amanat gereja yang didalamnya pelayanan Firman dan Karya-Nya sendiri melalui
khotbah.

KEESAAN GEREJA

Didalam Gereja Khatolik Roma, masalah keesaan Gereja menduduki tempat yang
sentral didalam protestantisme modern. Selama abad yang terakhir ini terdapatlah semacam
perpaduan dari berbagai gereja protestan. Namun pada jaman kita ini keesaan Gereja menjadi
tema sentral dari sejarah Gereja dan dari sejarah dogma, hampir sama seperti pada masa
lampau dimana ajaran mengenai Trinitas, kristologi, dan ajaran mengenai doasa dan
anugerah, atau masalah pembenaran merupakan tema sentral pula.

GERAKAN OIKUMENE206

Gerakan ini tumbuh sejak permulaan pada abad ke-20, mengajak Gereja-gereja untuk
saling mendekat satu sama yang lain. Sejak semula gerakan ini telah menggerakkan
dinamikanya sendiri, yang melampaui ide-ide yang diungkapkan dalam konstitusinya.
Dinamika itu nyata, pertama-tama dalam kenyataan bahwa, terutama atas permintaan Gereja-
gereja ortodoks timur, maka formulasi yang lain dari artikel pertama dari kostitusi “BASIS”
dengan sesuatu yang lebih tua.

206
Ibid, hlm.308

185 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kedua, segala karya gerakan oikumenis telah diarahkan pada pelaksanaan suatu
ukuran yang bertambah diantara Gereja-gereja. Dalam hunbungan ini, pernyataan toronto
(1950), yaitu Gereja, Gereja-gereja dan dewan Gereja-gereja se-dunia, mempunyai makna
yang mengesankan.kewibawaaan DGD adalah sersuatu yang murni bersifat spiritual.
Prasuposisi-prasuposisi DGD adalah bahwa, menurut Perjanjian Baru, Gereja adalah satu,
dan bahwa setiapGereja masalh hubungan terhadap Gereja-gereja lain yang menjadi bahan
diskusi. Hasil sidang di Toronto untuk mengintegrasi dewan Pekabaran Injil se-Dunia
kedalam DGD yang disahkan. Dengan demikian dimensi missioner ditekankan lebih kuat lagi
apabila dibandingkan dengan sebelumnya. Salah satu pernyataan sidang Raya di New Delhi
ialah kekeliruan apabila sidang itu dipandang sebagai salah-satu upaya untuk membujuk
gereja-gereja untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehidupan gereja, yaitu
bahwa tujuan gereja oikumenis ialah keesaan penuh umat Kristen, dan pengakuan
ketritunggalan Allah diterima Gereja-gereja se-dunia. Jadi generasi muda masa kini didalam
gereja adalah generasi masa lampau yang dihadapmukakan dengan tugas untuk memberikan
jawaban melalui kesaksian di dalam kata dan perbuatan terhadap pertanyaan yang Tuhan
sendiri pernah ajukan terhadap murid-muridnya ‘menurut kamu, siapakah Aku?’.
Jawabannya harus sesuai dengan Iman, maka ia akan diberikan dalam keesaan dengan Iman
dan pengakuan Iman bapa-bapa yang mendahului kita.

III. TANGGAPAN DOGMATIS

3.1. Sejarah Perkembangan Dogmatika

Istilah “dogmatika” diperkenalkan pertama kali pada abad ke-17, tepatnya tahun 1659,
ketika L. Fr. Reinhart menulis sebuah buku teologis yang berjudul Synopsis Teologie ae
(Ikhtisar Teologi Dogmatis). Pada awalnya apa yang disebut dogmatika pada saat ini
memiliki berbagai istilah, tergantung pada individu yang mengembangkannya.
Pada perkembangan selanjutnya, di abad kedelapan belas, S. J. Baumgarten menerbitkan
bukunya dengan judul Evangelische Glaubenslehre (Ajaran Iman Evangelis 1759-1760),
yang memperkenalkan nama “ajaran iman,” yang lalu diikuti oleh F. D. E. Schleiermacher,
penulis buku Der Christliche Glaube (Iman Kristen I, II) tahun 1821-1822.
Bapak-bapak Rasuli dan kaum apologet abad kedua dan abad ketiga sesudah Kristus secara
langsung memihak kepada penggunaan kata dogma yang nyata dalam Kisah Para Rasul 16:4.
Mereka juga tidak hanya menghubungkan kata ini dengan “ajaran Kristen”, melainkan juga
dengan “kehidupan Kristen.”Namun kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kata

186 | D i k t a t D o g m a t i k a
“dogma” lebih sering dihubungkan dengan “ajaran Kristen” bahkan “ajaran gereja-gereja”
daripada “kehidupan Kristen.” Terjadi suatu proses yang menyebabkan terjadinya pemisahan
yang hebat antara “kehidupan” dan “ajaran” bahkan antara “praktek” dan “teori” dan
menyamaratakan dogma dengan “ajaran gereja.” Hal ini tampak jelas terutama di dalam
gereja Katolik Roma. Dalam karangan I Klug umpamanya, seorang teolog Roma yang
termasyur pada masa antara perang dunia yang pertama dan yang kedua, ia mendefinisikan
dogma sebagai “sebuah dalil yang dinyatakan oleh gereja sebagai kebenaran wahyu dan yang
pada waktu yang sama dirumuskan.”207

3.2. Tempat Dogmatika Di Dalam Seluruh Ilmu Teologi

Dogmatika dapat diumpamakan sebagai ranting dalam “pohon” ilmu teologi. Ada
banyak ranting di dalam “pohon” tersebut yang juga disebut teologi sehingga masing-masing
ranting itu kemudian perlu memakai nama sifat, umpamanya historika, praktika dan lain-lain.
Maka nama-nama ini disebut teologi historika, teologi praktika, teologi biblika, teologi
dogmatika dan sebagainya.Istilah “dogmatika” maupun “teologi” sering dipertukarkan dan
dikacaukan dalam penggunaannya sehingga terjadi kerancuan. Padahal dalam bentuk yang
sederhananya, istilah ini artinya “perintah”, “ketetapan,” “keputusan,” “resolusi,” “doktrin,”
“opini” dan “azas.” Kata kerja dalam bahasa Yunani untuk istilah “dogma” ini adalah
dogmatizo, artinya menetapkan atau menitahkan. Sumber dogmatika adalah Alkitab, seperti
halnya juga dengan teologia. Tapi penekanan dalam dogmatika adalah penetapan atau
keputusan gereja tentang pokok-pokok ajaran Kristen. Itu sebabnya denominasi-denominasi
gereja dapat memiliki dogma masing-masing yang berbeda dan bahkan mungkin ada bagian-
bagian yang bertentangan. Sedangkan teologia mempunyai cakupan yang lebih luas
dibandingkan dengan dogmatika sebab tidak dibatasi oleh tembok-tembok denominasi.
Karena itu dalam perkembangan kemudian, dogmatika diterima sebagai suatu cabang dari
teologi.Relasi antara dogmatika dengan disiplin ilmu teologi lain dapat digambarkan sebagai
berikut: Kitab Suci, Hermeneutika, Teologi Biblika, Historika, Praktika.

Dari bagan di atas terlihatlah bagaimana teologi dogmatika menempati kedudukan yang
sama dengan teologi sistematika. Memang keduanya sering dianggap sinonim, padahal jelas
keduanya berbeda. Dogma menunjuk pada suatu proposisi doktrinal yang disusun
berdasarkan studi eksegetikal Alkitab dan menunjukkan suatu derajat atau keputusan dari

207
J.L. Ch Abineno , Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1989: hlm 45

187 | D i k t a t D o g m a t i k a
gereja, sementara teologi sistematika tidak perlu melibatkan pernyataan berotoritas dari
gereja. Teologi membahas doktrin-doktrin yang sama dan biasanya dalam garis besar dan
cara yang sama seperti teologi sistematik, tetapi dari posisi teologis tertentu dan merupakan
identifikasi dari gereja. Jadi, bisa disimpulkan bahwa dogmatika adalah bagian dari ilmu
teologi yang bertugas untuk: pertama, menyelidiki dan membuktikan apakah ajaran gereja
dan dogma-dogmanya, baik pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang, sesuai dengan
firman Allah atau tidak. Kedua, menghidupkan firman Tuhan untuk masa kini serta
membuktikan relevansinya. Dan ketiga, menanggapi dan menyanggah ajaran luar lainnya.
Seorang teolog modern yang cukup terkemuka, Karl Barth, merumuskan peranan dogma
sebagai “usaha” yang secara kritis mempersoalkan persesuaian antara pemberitaan gereja
(sebagaimana dilaksanakan dan harus dilaksanakan oleh manusia) dengan pernyataan Allah
yang disaksikan oleh Alkitab. Dari ketiga fungsinya tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa
peranan dan tugas dogmatika amat luas dan menentukan.208

3.3. Ketentuan Dogma

Ditentukan oleh Gereja Dogma mempunyai kuasa dan ditentukan oleh gereja. Namun,
hanya Alkitablah yang menjadi sumber dogma. Memang gereja dapat menentukan dogma,
tetapi tiap-tiap orang percaya boleh membandingkan dogma-dogma dengan Kitab Suci, dan
kalau terdapat dogma yang tidak sesuai firman Tuhan, maka harus diusahakan supaya dogma
itu dibuang atau diubah oleh gereja. Di sinilah letak perbedaan antara gereja Protestan dan
gereja Katolik di mana gereja Roma Katolik meletakkan dasar kepastian dogma sepenuhnya
kepada gereja. Hal ini merupakan implikasi dari pandangan Roma Katolik tentang gereja
bahwa gereja tidak dapat tersesat. Hal ini dimulai pada abad pertengahan ketika gereja
Katolik mengembangkan ajaran depositum fidei, yakni suatu konsepsi bahwa kepada gereja
telah dipercayakan sejumlah perbendaharaan kebenaran sehingga tidak ada satu pun dari
perbendaharaan ini yang hilang, tetapi dapat dikembangkan secara eksplisit. Konsekuensi
dari hal ini adalah Katolisisme modern mengklaim dogma-dogmanya infalibilitas
sebagaimana tampak dalam Konsili Trente dan Konsili Vatikan I.
Di lain pihak, gereja-gereja Protestan tidak percaya kepada “suatu gereja yang tak dapat
bersalah” yang mempunyai “jabatan yang tak dapat bersalah,” yang berkuasa untuk
merumuskan “ucapan-ucapan yang tak dapat bersalah.” Protestanisme tidak memahami
dogma sebagai kebenaran wahyu yang ilahi, yang dirumuskan oleh gereja supaya berlaku

208
Dieter Becker,. Pedoman Dogmatika, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1993: hlm. 54

188 | D i k t a t D o g m a t i k a
sampai kekal, melainkan sebagai kebenaran iman yang insani, yang masa kini secara
eksistensial diakui oleh jemaat Kristen dan anggota-anggotanya atau sebagai “keselarasan
penyampaian gereja dengan wahyu yang disaksikan dalam Alkitab” (Karl Barth). Inilah yang
menjadikan dogma dalam gereja Protestan sifatnya relatif. Selain dari pada itu, perumusan
bentuknya disusun oleh manusia sehingga tidak sekuat penyataan Tuhan. Kita menyadari
bahwa penyataan Tuhan dalam, lebar, dan tingginya melebihi akal budi manusia. Dari sebab
itu tak mungkin penyataan Tuhan seluruhnya, secara habis-habisan dijadikan dogma. Hal ini
dapat digambarkan seperti: terang matahari tidak dapat diterima semuanya oleh sebuah
rumah, hanya sebagian kecil dari sinar matahari yang dapat ditangkap olehnya. Jadi jelas,
bahwa dogma bukan Firman Allah sendiri, maka tidak mutlak adanya.
Objek dogmatika bukanlah dogma-dogma gereja, melainkan Kitab Suci secara keseluruhan.
Dogma-dogma ialah rumusan-rumusan dari pengertian-pengertian yang pokok di dalam
Kitab Suci. Tetapi perlu disadari bahwa masih banyak isi Kitab Suci yang belum atau tidak
akan menjadi dogma. Isi ini harus diselidiki juga. Harus kita sadari bahwa segala pernyataan
Tuhan dalam Alkitab merupakan suatu keselarasan, suatu kesatuan. Kalau kita tidak melihat
kesatuan ini (sebab di dalam Kitab Suci memang terdapat hal-hal yang kelihatannya sering
bertentangan) maka kesatuan itu harus dicari.

Dogmatika ini juga memiliki hubungan yang erat sekali dengan etika. Keduanya tidak
dapat dipisahkan. Alasannya adalah karena lama kelamaan terlalu banyak yang harus
dibicarakan dalam dogmatika, maka orang menceraikan sebagian dari dogmatika disebut
etika yang dapat dikatakan sebagai berikut: pelaksanaan pernyataan Kitab Suci di dalam
sikap orang percaya terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya.209

3.4. Metode Dogmatika

Metode yang harus dipakai dalam merumuskan dan mempelajari dogma adalah
Memandang Kitab Suci sebagai sumber dogmatika, Tidak objektif. Ada pautan, penunjuk
arah yang harus dipakai oleh penyelidik dogmatika, yaitu pengakuan gereja, agar tidak sia-sia
saja dan agar dogmatika dapat memperkaya pengakuan-pengakuan gereja dan tidak malah
mempermiskinkannya. Meskipun, kalau perlu, pengakuan dapat dikritik juga, Orang yang
mengerjakan juga harus dipandang penting. Dengan singkat harus dinyatakan, bahwa orang
yang menyelidiki dogmatika harus percaya akan Kitab Suci sebagai firman Tuhan. Metode

209
, Paul Enns, The Moody Handbook of Teologi 1 , SAAT, Malang 2004: hlm 35

189 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang dianjurkan banyak orang dan yang kelihatannya secara ilmiah, yaitu dengan dasar
keobjektifan sebenarnya tidak mungkin dipakai sebab, Keobjektifan di dalam agama tidak
mungkin. Kita tak dapat berdiri di luar segala agama, kemudian menyelidiki agama itu.
Orang yang tidak percaya tidak dapat membicarakan kepercayaan Cara objektif merendahkan
penyataan Tuhan sebab menjadikan pernyataan ini relatif. Dengan demikian kesimpulan
dapat ditarik, bahwa orang yang mempelajari dogmatika itu harus orang yang percaya akan
Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.210

IV. Kesimpulan

KESIMPULAN

1. Dogma adalah membahas apakah ajaran Kristen yang benar. Untuk itu dalam
memenuhi tugasnya ada tiga langkah yang masing-masing dapat dibedakan :
Menentukan masalah dalam situasi sekarang, mengerjakan masalah secara eksegetis
dan historis, menentukan tanggapan yang bersifat kontekstual.
2. Iman dan kredo dikemukakan dalam sejarah dogma merupakan suatu langkah
penting dalam arah perkembangan dalam ajaran gereja tentang Trinitatis, sebab
keduanya mengikhtisarkan iman kristen secara singkat.
3. Banyak pendapat para tokoh mengenai kesiapan Allah dan juga mengenai kebenaran,
hal inilah yang mungkin memperlambat perkembangan gereja, karena selalu
membahas atau membuat prinsip kebersamaan.

Daftar Pustaka

Abineno, J.L. Ch;

1989 Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Becker,Dieter.

1993 Pedoman Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Enns, Paul.

210
Tony Lane, Runtut Pijar, BPK Gunung Mulia Jakarta 2003: hlm. 79

190 | D i k t a t D o g m a t i k a
2004 The Moody Handbook of Teologi 1. Malang: SAAT,.

Hadiwijono, Harun.

Lane, Tony

Runtut Pijar. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Lohse, Bernhard

2004 Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu

2014 Kristologi Lintas Budaya Batak, Medan : Universitas HKBP


Nomensen

Nama Kelompok : Sahat Paruliantua Siregar

Vrizt Rianto Ompusunggu

Yogi Tri Putra Simamora

Mata Kuliah : Dogmatika I

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. J. Boangmanalu

Outline buku “IMAN KRISTEN”

AJARAN TENTANG PENYATAAN TUHAN ALLAH

I. Siapakah Harun Hadiwijono?

Harun Hadiwijono dilahirkan di Wirosari (Grobogan) pada tanggal 19 maret 1915.


setelah menyelesaikan sekolahnya di sekolah menengah, ia belajar teologi di Yogyakarta
hingga tahun 1941. kemudian dia bekerja sebagai guru agama di rumah sakit Bethesda. Pada
tahun 1945-1946, dia menjadi pendeta di Gereja Kristen Jawa Gondokusuman, Yogyakarta.
Sejak tahun 1946 dia menjadi dosen di Duta Wacana. Tahun 1950-1952, ia belajar teologi di
Vrije Universiteit di Amsterdam dan dia mendapat gelar Doctorandus dalam ilmu Teologia.

191 | D i k t a t D o g m a t i k a
Tahun 1960-1962 ia berada di Serampore India guna mempelajari agama Hindu dan Budha,
akhirnya pada tahun 1967, ia memperoleh gelar doctor dalam ilmu teologia di Vrije
Universiteit dengan disertasi tentang “MAN IN THE PRESENT JAVANESE MYSTICISM”.
Disekolah theologi Duta Wacana ia menjabat rektor pada tahun 1963-1964; 1968-1972;
1975-1978. 211

II. Pembahasan

2.1.Hakekat, Kemungkinan Dan Tujuannya

2.1.1. Hakekat Penyataan Allah

Penyataan Allah adalah tindakan Allah untuk menyatakan dan memperkenalkan


diriNya kepada manusia, agar manusia mempunyai pengetahuan dan pengenalan akan
Allahnya.

Semua agama meyakini bahwa Allah yang mereka sembah memperkenalkan diri
kepada manusia mungkin melalui bisikan illahi, artinya bahwa Tuhan itu membisikkan
kehendakNya didalam hati sanubari manusia,baik manusia itu berfungsi sebagai imam atau
pendeta, rsi, nabi, atau guru kyai, agar mereka mengenal Tuhan walau tidak mengenal secara
sempurna dan dari pengenalan itulah muncul niat untuk menyembah Tuhan yang
memperkenalkan diri tersebut.

Didalam agama suku meyakini bahwa para pendeta atau para imamnya dapat
mengosongkan diri dengan mengeluarkan jiwa atau rohnya dari tubuhnya yang memudahkan
dewa masuk kedalam tubuhnya, kemudian dia akan mengutus rohnya ketempat dewa atau roh
untuk mendapatkan petunjuk dan mengetahui apa kehendak dari dewanya tersebut, inilah
salah satu yang disebut perkenalan dengan bisikan illahi.

Didalam agama Hindu sendiri, bahwa Siwa maupun Wisnu, memperkenalkan dirinya
atau kehendaknya kepada manusia dengan bisikan-bisikanya, yang kemudian dibukukan
didalam kitab Weda. Menurut kitab Purana ada bermacam-macam sebab, yang menjadikan
rsi menerima bisikan illahi itu, yaitu pada saat zaman tiada kepuasan, pada zaman ada
ketakutan karena bencana alam atau sebab-sebab yang lain, atau karena sang rsi mengalami
ketakutan. Pada saat-saat demikian bisikan illahi diberikan, yang menjadikan orang mengenal
Tuhannya dan mengetahui kehendak-kehendaknya.

211
Harun Hadiwijona, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Kanisius, Yogyakarta 1980: Cover Belakang

192 | D i k t a t D o g m a t i k a
Berbeda dalam agam Islam, malam Lailatu-Qadar, atau malam kebesaran (17
Ramadhan) Allah melalui perantaraan malaikat Jibril membisikkan perintahNya kepada nabi
Muhammad di bukit hira. Suara illahi itu didengar didalam hatinya, yang kemudian
dibukukan didalam Al-Quran.

Dalam Alkitab, terutama dalam Perjanjian Lama Allah berfirman kepada Abraham
supaya ia pergi dari negerinya dan dari sanak saudarnya serta dari rumah bapanya ke negeri
yang akan ditunjukkan Allah kepadanya dengan janji, bahwa Allah akan menjadikan
Abraham menjadi bangsa yang besar, dan menjadikan dia berkat bagi bangsa (Kej. 12:1-3),
Allah juga memperkenalkan diriNya melalui karya-karyaNya, baik dalam bentuk
penampakan, maupun perbuatn-perbuatn besar yang menakjubkan. Semua itu adalah sarana
Allah untuk memperkenalkan diri atau menyatakan diriNya kepada manusia. Didalam
Perjanjian Baru, kata apokaluptein “mengambil tutup” atau ”mengambil selubung”, kata
phaneroun “terbuka”, karena disingkapkan selubungnya. Dengan demikian kedua kata ini
hendak menjelaskan bahwa kata pertama menunjukkan perbuatan dan kata kedua
menunjukkan hasil penyingkapan selubung tadi. Dari urain itu, yang diungkapkan dengan
istilah penyataan atau perkenalan disini adalah gagasan, bahwa sesuatu yang semula tertutup
akan diketahui karena selubungnya telah disingkapkan.

Jika kata-kata ini dikenakan kepada Allah maka maksudnya ialah bahwa Allah yang
semula tidak dikenal oleh manusia, sekarang dapat dikenalnya, sebab telah terbuka
selubungnya. Hanya saja pembukaan selubung itu menurut Alkitab bukanlah tindakan
manusia melainkan karna Tuhan Allah sendiri. Dalam pengertian penyataan yang diajarkan
Alkitab terkandung gagasan, bahwa Tuhan Allah keluar dari tempat persembunyianNya, dan
memperkenalkan diriNya kepada manusia, Ia menyingkapkan selubung yang menutupiNya.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan penyataan Allah itu bukanlah bisikan ilahi,
melainkan perkenalan atau pergaulan Allah dengan manusia yang dilakukan dengan firman
dan karyaNya.

2.1.2. Kemungkinan Akan Adanya Penyataan Allah

Pada abad ke 4 SM, Plato memberikan pandangan yaitu hendaknya Tuhan jangan
dipandang sebagai manusia, Tuhan harus dipandang sebagi “keberadaan” sejati (the real of
being), jat yang bersifat rohani dan akali serta yang tidak berubah. Yang penting bagi dia
bahwa cara berada Tuhan harus di ubah, dari cara berada yang bersifat jasmani (material )

193 | D i k t a t D o g m a t i k a
menjadi cara yang akali atau rohani (immaterial). Zat yang illahi berada secara transenden,
sebab tabiatnya adalah suatu kenyataan yang sukar ditembus oleh akal manusia.

Dalam Alkitab tegas dijelaskan bahwa tiada jalan dari pihak manusia kepada Allah.
Pada mulanya Allahlah yang berinisiatif mencari dan memperkenalkan diriNya kepada
Israel. Israel sendiri mengenal Allah bukan karena Israel mempergunakan akal pikirannya
sendiri untuk menyelami alam semesta, juga bukan karena Israel menyelami lubuk hatinya,
melainkan karena Tuhan memperkenalkan diriNya atau menyatakan diriNya kepada Israel.

2.1.3. Tujuan Penyataan Tuhan Allah

Tuhan Allah jauh lebih tinggi dari manusia, Tuhan Allah memanggil manusia supaya
mengabdi kepadaNya dan menaati perintah-perintahNya. Tujuan terakhir dari penyataan
Tuhan Allah bukanlah kebahagiaan manusia, melainkan kemuliaan dan kehormatan Tuhan
Allah sendiri. “sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: bagi
Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm. 11:36). Barang siapa mencari Allah,
dialah yang berbahagia dan mendapat hidup sejati didalam mencari dan melayani Tuhan
Allah.

2.2. ALAT-ALAT PENYATAAN ALLAH

2.2.1 Macamnya

Pertama-tama Tuhan Allah menampakkan diri pada Israel melalui tanda-tanda yang
menjadika Israel bahwa Tuhan Allah hadir. Penampakkan ini dalam bahasa Yunani disebut
theophani. Di sini Tuhan Allah menampakkan diriNya dengan tanda-tanda yang dapat
dihayati oleh Israel, sehingga Israel sadar bahwa mereka berhadapan dengan Allah sendiri.
Theophani atau penampakan Allah ini bukanlah kehadiran Allah yang tanpa keaktipan dan
tanpa waktu, melainkan dengan menampakkan diri ini Tuhan allah hadir dengan nyata, atau
mendantangi umatNya serta berada ditengah-tengah umatNya. Maka penampakan diri ini
merupakan perbuatan Allah yang historis, baik yang mendatangkan hukuman maupun
pertolongan.

Selanjutnya Tuhan Allah menyatakan diriNya kepada bangsa Israel dengan mukjizat
atau dengan perbutan-perbuatanNya yang menakjubkan. Segala perbuatan atau karya Allah
sebenarnya adalah mukjizat. Tuhan Allah akan berfirman dengan firman atau sabda yang

194 | D i k t a t D o g m a t i k a
dapat didengar guna menyatakan atau memberitahukan kehendakNya. Israel dapat mengenal
Tuhan Allahnya dengan sebenarnya, bukan secara teori, melainkan berdasarkan pengalaman.

2.2.2. Tempat Kristus di dalam penyataan Tuhan Allah.

Penyataan Allah dengan menampakkan diri adalah dengan mukjizat serta dengan
firman-Nya adalah dengan karya Allah di dalam sejarah umat-Nya yang penuh dengan
dinamika. Penyataan Allah adalah melalui karya-karya-Nya.

A. Di dalam PL

Di dalam PL digunakan kata dabar yang berarti perkataan yang telah berisikan latar
belakang atau dasar yang terkandung di dalam perkataan itu. Kata dabar sifat pentingnya
adalah kebenaran (Bnd. 2 Sam 7:28 berbunyi: “segala firman-Mu lah kebenaran”). Firman
Tuhan Allah adalah firman yang bekerja bukan firman yang mati. Hal ini berarti firman
Tuhan tidak kembali dengan hampa melainkan akan melaksanakan dengan apa yang di
kehendaki oleh Tuhan Allah. Seperti hujan dan salju yang turun dari langit tidak akan
kembali, melainkan akan mengairi bumi dan membuatnya subur sehingga memberikan hasil
yang di harapkan. Selanjutnya firman Tuhan adalah firman yang bekerja, disebutkan sebab
dia berfirman maka semuanya jadi, Dia memberi perintah maka semuanya ada. Pekerjaan
Tuhan adalah juga firma-Nya umpamanya mengatakan bahwa langit menceritakan
kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Di dalam PL diambil
kesimpulan bahwa firman Tuhan Allah adalah firman yang bekerja, dan sebaliknya, bahwa
pekerjaan atau karya Tuhan Allah adalah pekerjaan yang berbicara. Jadi dengan demikian
firman Tuhan Allah tidak boleh dibedakan dengan karya-Nya, sedangkan karya Tuhan Allah
juga tidak boleh dibedakan dengan firman-Nya. Keduanya adalah sama, mewujudkan suatu
segi dari satu kenyataan. Oleh karena itu maka alat penyataan yaitu firman dan karya-Nya,
firman Tuahan adalah alat komunikasi-Nya dengan manusia.

B. Di dalam PB

Didalam PB penyataan Allah dengan firman-Nya itu diwujudkan di dalam diri Tuhan
Yesus Kristus. Tuhan Yesus memberitakan firman kepada orang banyak. Firman yang Dia
beritakan itu injil kerajaan Allah. Disini sepertinya Yesus di sejajarkan dengan dengan para
nabi namun tidak persis sama. di dalam PL para nabi memberitakan firman yang dari Allah
dan firman Allah yang bekerja, akan tetapi disini Firman Yesus adalah firman yang bekerja

195 | D i k t a t D o g m a t i k a
sendiri. Firman-Nya telah menyembuhkan para orang sakit dan telah membawa kabar
kegirangan. Perlu di perhatikan di dalam bagian injil ini adalah, bahwa firman Kristus dilihat
dan di dengar. Firman itu dapat dilihat dalam karya-Nya yang menyembuhkan dan dapat di
dengar dalam pemberitaan kabar baik. Di dalam Yohannes dikatakan bahwa Tuhan Yesus
Kristus adalah firman, yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah dan Allah adanya,
tetapi yang kemudian menjadi manusia dan di dalam diri Tuhan Yesus itu Allah berfirman
kepada manusia. Oleh karena itu apa yang dikatakan dan di kerjakan Yesus Kristus adalah
alat Allah untuk berfirman kepada manusia. Tuhan Yesus Kristus adalah alat penyataan
Allah yang sempurna atau dengan-Nya Allah memperkenalkan diri dengan sempurna. Di
dalam Yohannes 14:9 dikatakan bahwa barang siapa telah melihat Dia, ia telah melihat Bapa.
Demikian Tuhan Yesus Kristus sebagai firman yang pada mulanya ada pada Allah dan
bersama-sama dengan Allah dan yang kemudian menjadi manusia, adalah penyataan Allah
yang sempurna.

2.2.3. bukan Eksklusivisme

Sekalipun Tuhan Yesus Kristus akhir dan puncak penyataan Tuhan Allah, namun hal
itu tidak berarti, bahwa Kristus adalah satu-satunya penyataan Tuhan Allah. Zaman dahulu
Allah berulang kali berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantara nabi-nabi maka
kemudian Allah berbicara kepada manusia melalui perantara anak-Nya. Maka dengan
demikian penyataan penyataan Tuhan Allah dari zaman nenek moyang hingga zaman Tuhan
Yesus di pandang sebagai suatu rentetan kejadian-kejadian yang terjadi di dalam suatu
sejarah yang panjang dengan cara yang bermacam-macam dan menyatakan hal yang
bermacam-macam juga.

Jika Tuhan Allah memperkenalkan dirinya ketika zaman nenek moyang, setiap waktu,
di selaraskan dengan keadaan orang yang menerima penyataan-Nya itu. Umpamanya setelah
Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa Allah menyatakan dirinya sebagai pembalas hukum dan
sebagai pengasih. Kepada Abraham Allah menyatakan dirinya sebagai yang maha kuasa
yang dapat memberikan anak kepada Abbraham meski Sarai disebut mandul. Di Horeb Allah
memperkenalkan dirinya sebagai yang maha kuasa kepada Musa sebagai Allah perjanjian.
Demikian seterusnya.

Tuhan Allah menyatakan diri bukan hanya didalam Kristus saja, selanjutnya dapat
diuraikan, dari Alkitab kita mengetahui bahwa Israel mengenal Allah adalah Allah yang
berbuat yang dengan nyata bertindak di dalam sejarah, maka terdengarlah pemberitaan,

196 | D i k t a t D o g m a t i k a
bahwa Tuhan Allah yang maha kuasa di dalam sejarah itu adalah Tuhan Allah yang maha
kuasa di dalam alam semesta.

Kata bara selain digunakan untuk menyatakan karya “penjadian” juga di pergunakan
untuk mengungkapkan mukjizat-mukjizat Tuhan Allah (lihat Kel.34:10; Bil. 16:30; Yer.
31:22 dsb). Setelah Israel mengenal Tuhan Allahnya melalui perantara-perantara firman dan
karya-Nya yang ditujukan kepada mereka maka terbukalah mata Israel dan dapatlah mereka
melihat Tuhanya di dalam segala karya-Nya. Alam semesta yang semula seolah-olah bisu
sekarang dapat berbicara oleh karena itu Mazmur berkata ”ya Tuhan Tuhan Kami, betapa
mulianya nama Mu di seluruh bumi” (Mzm. 8:2). Dan Mzm. 19 mengatakan langit
menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Bukan
hanya alam semesta sebagai hasil karya Allah saja yang menyatakan atau memperkenalkan
Tuhan Allah kepada manusia melainkan, juga karya pemeliharaan Allah terhadap ciptaanya.

2.2.4. pembedaan penyataan Tuhan Allah.

Tuhan Allah menyatakan dirinya melalui firman dan karya-Nya guna menyelamatkan
umat manusia dan penyataan itu dapat dirangkumkan dalam penyataan dengan firman-Nya
yang berpuncak pada diri Yesus Kristus. Disamping itu penyataan Tuhan melalui hasil karya-
Nya di dalam alam semesta, baik di dalam alam semesta itu sendiri, maupun segala kejadian
yang terjadi di dalam alam semesta itu. Penyataan dua macam ini sering disebut penyataan
yang khusus dan penyataan yang umum. Yang dimaksud dengan penyataan yang khusus
adalah penyataan yang diberikan Tuhan Allah melalui firman dan karya-Nya yang berpusat
pada Kristus. Penyataan ini disebut khusus karena hanya diperuntukkan bagi orang-orang
yang beriman saja, dan dapat menyelamatkan manusia.

Yang dimaksud dengan penyataan yang umum adalah penyataan Tuahan Allah yang
dengan perantara firman dan karya-karyaNya di dalam alam semesta, di dalam sejarah juga di
dalam hati sanubari manusia. Penyataan ini disebut umum karena di peruntukkan bagi
manusia pada umumnya, tanpa kecuali dan penyataan ini tidak dapat menyelamatkan
manusia. Istilah khusus dan umum menunjukkan bahwa perbedaan penyataan Allah itu
ditentukan oleh mereka yang ,menjadi sasaran atau objek penyataan itu, artinya pembedaan
penyataan itu disesuaikan dengan mereka yang diberikan penyataan. Cara membedakan
penyataan yang semikian itu di dalam sejarah ternyata telah dapat menimbulkan salah paham,
sering ada tuduhan seolah-olah ajaran tentang penyataan yang umum itu mengajarkan bahwa
manusia dengan akalnya sendiri dapat mengenal Tuhan Allah seperti yang sering disebut

197 | D i k t a t D o g m a t i k a
teologi naturalis. Oleh karena itu lebih baik membedakan penyataan itu tidak melalui sasaran
penyataan itu akan tetapi pembedaan penyataan itu melalui sifat penyataan itu. Oleh karena
itu disini dikatakan pembedaan penyataan itu disebut penyataan langsung dan penyataan
tidak langsung. Penyataan langsung adalah penyataan yang secara langsung diberikan oleh
Tuhan Allah kepada manusia dengan perantara firman dan karya-Nya yang berpusat pada
Kristus, dan penyataan yang tidak langsung adalah penyataan yang diberikan oleh Tuhan
Allah dengan firman dan karyaNya akan tetapi dengan melalui alam smesta sebagai buah
karyaNya.

A. Penyataan tidak langsung

a. Pengetahuan tentang Allah

Telah diuraikan diatas bahwa penyataan tidak langsung ialah penyataan Tuhan Allah
yang diberikan dengan karyaNya di dalam alam semesta dan di dalam karya
pemeliharaanNya. Pemeliharaan ini bersuara terus menerus, artinya karya penyataan Allah
disepanjang umat manusia secara terus menerus sejak dahulu kala terus menerus
menyatakan atau memeperkenalkan dirinya dengan karyaNya di dalam alam dan di dalam
sejarah. Yang menjadi persoalan apakah dapat ditarik kesimpulan bahwa orang kafir juga
mengenal Tuhan Allah? Dalam Rm. 1:19 disebutkan ”karena apa yang mereka ketahui
tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakan kepada mereka”. Ayat ini
seolah olah menegaskan bahwa orang kafir juga mengenal Allah. Dalam 1 Kor. 1:21
mengatakan bahwa duna ini (manusia yang dikuasai dosa) tidak mengenal Allah oleh
hikmatnya sendiri dalam Gal 4:8 mengatkan, bahwa orang-orang Galatia dulu sebelum
percaya, mereka tidak mengenal Allah dan memperhambakan diri pada allah-allah yang
pada hakekatnya bukan Allah. Dengan demikian orang kafir memang menerima penyataan
Allah, artinya Tuhan Allah terus menerus menyapa mereka dengan karyaNya yang besar,
dengan kemurahanNya dan sebagainya. Akan tetapi orang kafir tidak mengenal Allah yang
sejati penyataan Allah yang tadi terus menerus tetapi penyataan itu ditindas oleh manusia
dan diganti dengan kedustaan dan kelaliman.
b. Teologi naturalis

Yang dimaksud dengan teologi naturalis adalah bahwa pengetahuan tentang Tuhan
Allah dapat di peroleh dengan menggunakan akal manusia. Dasar ajaran ini adalah dengan
demikian, sebelum manusia jatuh kedalam dosa ia memiliki 2 hal yaitu keadaan yang
kodrati atau keadaan manusia sebagai mahluk dengan hukum-hukum kodratnya dan keadaan

198 | D i k t a t D o g m a t i k a
yang adikodrati yang melebihi keadaanya yang kodrati itu. Sebagai mahluk yang kodrati
manusia adalah mahluk yang lengkap yang memiliki akal kesusilaan.
Jalan yang dapat dilalui akal untuk mendapatkan pengetahuan akan Allah ialah:
 jalan causalitas, yaitu jalan dengan mencari sebab-sebab segala sesuatu. Dengan
jalan itu akhirnya akal akan sampai kepada sebab yang pertama. Adapun sebab yang
pertama itu adalah Tuhan Allah.

 Jalan negationis, yaitu jalan penyangkalan, yang denganya akal manusia akan sampai
kepada pengetahuan, bahwa Tuhan Allah tidak sama dengan para mahluk .

 Jalan eminentiae, yaitu jalan melalui hal-hal yang tampak menonjol yang menjadikan
akal manusia akan sampai kepada pengetahuan, bahwa Tuhan Allah jauh lebih tinggi
dari pada para mahluk.

B. Penyataan Yang Langsung


Penyataan atau perkenalan Allah secara langsung yaitu Yesus Kristus, yaitu firman
yang telah menjadi manusia. Hakekat Tuhan Allah diperkenalkan dengan cara bermacam-
macam, yang semua melukiskan hakekat illahi dalam segala seginya. Hakekat Allah itu di
ungkapkan dalam segal firman dan karyaNya. Segala pengungkapan hakekat Allah yang
dengan firman dan karyaNya itu dapat rangkumkan dalam suatu ungkapan, yaitu bahwa
dengan semuanya itu Tuhan Allah menyatakan atau memperkenalkan KasihNya.
2.2.5. Alkitab sebagai penyataan Tuhan Allah.

A. perlunya ada Alkitab

Demi keselamatan seluruh umat manusia di segala zaman dan tempat itu penyataan
Tuhan Allah harus diteruskan dari keturunan yang satu kepada keturunan yang lain.
Seandainya itu hanya diteruskan secara lisan di sepanjang sejarah umat manusia, tentu
penyataan itu dapat ditambahi atau dikurangi oleh manusia yang meneruskannya. Dan inilah
yang menjadi dasar pembukuan Firman Tuhan, sebagai kesaksian tentang apa yang telah
difirmakan oleh Tuhan Allah demi keselamatan umat manusia. Selanjutnya, dapat
dikemukakan, bahwa pembukuan penyataan Tuhan Allah itu menjadikan kita, orang-orang
yang hidup setelah zaman Tuhan yesus dapat bersekutu dengan Tuhan Allah dan bermaksud
agar supaya kita, orang-orang yang hidup sesudah zaman Tuhan Yesus Kristus, dapat
percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dan oleh karenanya mendapat hidup yang
kekal. (Yoh. 20:31, 21:25).

199 | D i k t a t D o g m a t i k a
B. Pengilhaman Alkitab

Dalam 2 Tim. 3:16 disebutkan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah memang
bermamfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan
untuk mendidik orang dalam kebenaran dan dalam 2 Ptr. 1:21, yang mengatakan, bahwa
nubuat-nubuat dalam kitab suci tidak itu tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri,
sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh
Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.

Yang menjadi persoalan selanjutnya ialah bagaimana kerja-sama antara Roh Kudus
dan manusia itu? Apakah di dalam soal pengilhaman ini manusia hanya pasif saja, hanya
berfungsi sebagai mesin, atau apakah manusia di sini juga aktif, bekerja sendiri, dan
sebagainya? Usaha-usaha yang telah pernah dikemukakan sebagai pemecahan persoalan ini
ada bermacam-macam, yaitu umpamanya :

1). Pengilhaman yang mekanis

Yang dimaksud dengan pengilhaman yang mekanis ialah bahwa manusia di dalam
pengilhaman tadi hanya berfungsi sebagai mekanik atau mesin, segala inisiatif dan keaktifan
pokok ada pada Tuhan Allah. pandangan seperti ini umpamanya dikemukakan oleh para
orang Kristen yang berpendirian, bahwa Alkitab diilhamkan secara harfiah, kata demi kata.
Tiap kata dan ungkapan dianggap sebagai diilhamkan atau dihembuskan oleh Allah, atau
dibisikkan oleh Allah. oleh karena itu Alkitab harus diterima seperti apa adanya, tidak boleh
diubah sama sekali.

Menurut pandangan kami pengilhaman yang mekanis ini tidak mungkin diterapkan
kepada Alkitab, sebab :

a) Luk. 1:3, Lukas menyurat injilnya yang ditujukan kepada Teofilus setelah ia menyelidiki
segala peristiwa dengan seksama. Jadi injil Lukas merupakan hasil penyelidikan yang
seksama.

b) apa yang didiktekan tentu memberikan hasil yang sama. Namun, di dalam Alkitab berbeda
karena setiap penulis kitab memiliki cara penulisan yang berbeda dengan penulis kitab yang
lainnya.

200 | D i k t a t D o g m a t i k a
C) dari Alkitab juga bahwa bakat para penulis juga dipergunakan. Umpamnya : Daud sebagai
penyair, lain caranya menyaksikan pertemuannya dengan Tuhan Allah disbanding dengan
Musa atau Paulus.

Dari hal ini bahwa para penulis Alkitab tidak hanya berfungsi sebagai corong atau sebagai
mesin saja. Sebab mereka mengadakan penyelidikan sendiri, menentuikan maksudnya sendiri
dan memilih caranya sendiri di dalam pekerjaan menyaksikan penyataan Tuhan Allah itu.

2. Pengilhaman yang negative atau pasif

Pengilhaman yang negative atau pasif mmengajarkan agar hanya mengilhami para
penulisnya dan hal ini tidak sesuai dengan gagasan dalam Alkitab bahwa yang diilhamkan
adalah tulisan-tulisannya atau alkitabnyua, bukan penulisnya (Bnd, 2 Tim. 3:16).

3. pengilhaman yang dinamis

Pengilhaman yang dinamis menekankan bahwa Penulis yang memiliki kedekatan


hubungan dengan Yesus Kristus maka hasil tulisannya lebih dipercaya. Namun, hal ini tidak
sesuai dengan gagasan Alkitab sendiri. Sebab Alkitab sendiri menunjukan bahwa ada juga
orang-orang, yang sekalipun tidak tergolong orang beriman, namun dipergunakan oleh Tuhan
Allah untuk menyatakan kehendakNya seperti halnya Bileam (Bil. 24:17), dan Kayafas (Yoh.
11:50).

4.Pengilhaman yang organis

Pengilhaman yang organis mengungkapkan bahwa Tuhan Allah memakai manusia


sebagai alatNya. Untuk mendekati arti ungkapan organis itu dapat kita lihat dari Kis. 9:15, di
mana Tuhan Yesus memerintahkan kepada Ananias supaya pergi mengunjungi Saulus dan
menyembuhkan matanya. Di sini Saulus, yang kemudian bernama Paulus, menjadi alat
pilihan Kristus untuk memberitakan namaNya atau untuk memberitakan Injil atau Firman
Allah.

Bagi kita yang hidup pada zaman sekarang ini hal itu berarti, bahwa tafsiran yang benar
adalah hal yang menentukan. Bukan segala uraian yang diambil dari Alkitab adalah Firman
Tuhan. Uraian itu adalah Firman Tuhan jika meneruskan kerygama atau berita yang benar
dari Alkitab.

C. Sejarah penyusunan alkitab

201 | D i k t a t D o g m a t i k a
1.Perjanjian Lama

Menururt tradisi Yahudi, Kitab Perjanjian Lama dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
Taurat, yang meliputi Kitab-kitab kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan; Nabi-
nabi yang meliputi Kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim, Samuel I, II, Raja-raja I, II, Yesaya,
Yeremia, Yehezkiel dan dua belas nabi kecil (Hosea s/d Maleakhi); Ketubim atau surat-surat,
yang meliputi mazmur, Ayub, Amsal, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester,
Daniel, Ezra-Nehemia, Tawarikh I, II.

Pengumpulan Kitab-kitab Perjanjian Lama menjadi satu hingga menjadi pedoman


bagi hidup dan kepercayaan Yahudi tidak terjadi sekaligus, melainkan memakan waktu yang
lama. Selain daripada itu pengumpulan tadi juga disertai pergumulan, yang disbabkan karena
orang harus memilih di antara sekian Kitab yang ada, itulah sebabnya maka di samping kitab-
kitabyang dijadikan pedoman atau norma hidup dan kepercayaan itu masih ada kumpulan
kitab-kitab yang disebut apokrif (samar).

2.Perjanjian Baru

Gereja yang pertama telah menerima Kitab Perjanjian Lamasebagai Firman Allah.
Selanjutnya gereja pada ab ad-abad pertama mengadakan penyelidikan, pertimbangan,
pemilihan dari sekian banyak tulisan yang ada. Dimulai dari tulisan-tulisan yang memuat
cerita tentang Tuhan Yesus dan karya-Karyanya sehingga menghasilkan keempat Injil dan
kemudian dilanjutkan dengan pemilihan surat-surat para rasul. Baru setelah ada rapat-rapat
gerejani yang berulangkali akhirnya pada akhir abad keempat diputuskan untuk menerima 27
kitab yang kita miliki sebagai Kitab Perjanjian Baru.

D. Sifat-sifat alkitab

1) Alkitab adalah berkuasa atau beribawa

Gereja R.K. didasarkan atas pendangannya mengenai Gereja adalah satu-satunya lembaga
yang memiliki kuasa yang tidak dapat diganggu-gugat, karena Gereja tidak dapat salah. Maka
kuasanya terhadap Alkitab juga tidak diganggu-gugat.

Gereja-gereja Reformasi berpendapat, bahwa Gereja tidak berada di atas Alkitab, sebab
Gereja dapat tersesat, seperti yang ternyata dari sejarah Gereja. Maka Gereja berada di bawah
Alkitab, dan Alkitab mewujudkan instansi di atas Gereja.

202 | D i k t a t D o g m a t i k a
2) Alkitab adalah cukup

Gereja R.K berpendapat bahwa ada dua macam tradisi, yaitu : tradisi yang menjelaskan lebih
lanjut isi Alkitab, dan tradisi yang menambah kekurangan Alkitab. Dalam praktiknya tradisi
yang menambah kekurangan Alkitab itulah yang menguasai kehidupan Gereja, sehingga
kuasa atau wibawa Alkitab menjadi kabur, tetapi kuasa atau wibawa Gereja menjadi
bertambah-tambah.

Gereja-gereja Reformasi berpendapat bahwa Alkitab adalah cukup, artinya cukup untuk
memimpin orang kepada hidup yang kekal (bnd. Yoh. 20:30; Why. 22:18,19; 2 Tim. 3:16).

III. Tanggapan Theologis

Perlu kita ketahui, diluar pernyataan Kita Suci orang juga mempunyai kesadaran
tentang Tuhan. Dengan artian bahwa Tuhan juga memberikan pernyataan di luara Kitab Suci.
Di luar Kitab Suci, orang dapat menerima suatu pengenalan tentang Allah lewat hati dan
pikiranya.212 Hal ini terlihat dari adanya agama-agama di dunia ini. Inilah yang disebut
dengan pernyataan umum (pernyataan tidak langsung). Akan tetapi makna dari pernyataan
umum ini disalah artikan dan menjadi sesat. Sehingga pernyataan umum jadi menjurus ke
pengertian Teologi Naturalis, yang mengatakan bahwa pikiran manusia dapat mencapai
pengenalan yang selengkap-lengkapnya tentang Allah meskipun pengenalan ini bukan yang
memberi kebahagiaan yang kekal. “Pandangan ini masih dianut oleh Gereja Roma Katolik
hingga sekarang”.213

Oleh karean dosa pernyataan umum menjadi samara-samar. Meskipun masih ada
tetapi orang tidak dapat melihat pernyataan itu dengan terang. Oleh karena itu perlu ada
pernyataan khusus yang dapat mengembalikan terang pernyataan umum. Melalui Alkitab
kesaksian penyataan khusus (penyatan langsung) telah disampaikan kepada kita. Kesaksian
itu diberitakan oleh para nabi dan rasul yang menunjuk kepada Yesus Kristus. Di dalam

212
Dengan akal budinya manusia menarik kesimpulan tentang adanya Tuhan, lalu ia menciptakan baginya
suatu sistem keagamaan yang masuk akal, kadang-kadang dengan mempergunakan isi kitab suci. Dengan
memperoleh alkal budi, manusia menciptakan sesuatu “agama akal-budi, suatu agama yang terdiri dari
pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan akal budi. Sistem keagaman seperti itu disebut theologika
khalika, ayng berdasarkan apa yang terdapat di dalam alam khalika dan didalam manusia sendiri.
213
R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009: hlm. 16

203 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dialah Allah telah datang kepada manusia untuk menyatakan dirinya secara langsung. 214
Itulah kesaksian Alkitab, yang mengatakan bahwa Yesus Kristus itu adalah firman yang
menjadi daging (Yoh. 1:1-14). Dialah Firaman yang sesungguhnya, firman yang dinyatakan.
Jadi siap yang berkata tentang penyataan (tentang Yesus Kristus) berarti ia berkata tentang
satu pernyataan, penyatan yang satu-satunya, pernyataan yang telah berlangsung satu kali di
suatu tempat dan di suatu waktu yang tertentu.215 Jadi kalau kiata berkata tentang pernyataan
Allah, berarti kita berkata tentang Yesus Kristus

Penyatan Allah di dalam diri Yesus kristus merupakan pokok dari kesaksian Alkitab,
yang datang kepada kita melaui perantaraan pemberitaan Gereja. Gereja telah
menerjemahkan dan menyimpan Alkitab bagi kita dan menerangkan berita Alkitab bagi kita.
Roh Kudus berkenan mempergunakan pemberitaan Gereja untuk membuat firman Allah bias
didengar oleh kita sebagai kebenaran yang dari Allah. Dengan demikian Penyataan Allah
sepenuhnya pekerjaan Allah pekerjaan Allah. Allah yang berinisyatif untuk memperkenalkan
diri kepada umat-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, Dieter.
2008 Pedoman Dogmatika, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

Hadiwijono, Harun.
2009 Inti Iman Kristen, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

Soedarmo, R.
2009 Itisar Dogmatika, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

van Niftrik.G C. & B.J. Boland.


2008 Dogmatika Masa kini, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

214
lih. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009: hlm. 38
215
lih. G.C. van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa kini, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 69

204 | D i k t a t D o g m a t i k a
Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri

Ebenhaizer I.Nuban Timo

Pengantar

Dalam investigasi dalam misteri Alllah sebagaimana yang disaksikan Alkitab dibantu
oleh berbagai kajian dan kesaksian para pendahulu dan sesama orang percaya (dengan
memperhatikan prinsip thinking together our fellow believers) menuntun saya sampai kepada
sampai kepada kesadaran sekaligus keyakinan bahwa ada dasar yang kuat dalam Allah bagi
upaya berteolog dan berdogmatikan yang kontekstual.

1. Dogma sebagai tata bahasa pemberitaan gereja[1]

Tempat Dogmatika Dalam Ilmu Teologi

Dogmatika adalah bagian yang tak terpisah dari disiplin ilmu teologi ummnya, ilmu
teologi dibagi dalam empat rumpum, yaitu:biblika,historia,sitematika,praktika. Pada masa
lalu dogmatika disebut sebgai napas dari ilmu teologi. Dogmatika dianggap napas ilmu
teologi karena dialah yang menjabarkan nilai-nilai, prinsip serta kaidah-kaidah iman yang
ditarik dari rumpun biblika dijadikan pedoman bagi rumpan praktika dan sitorika. Paham
tradisional ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Dogma, Doktrin, dan Dogmatika

Dogma adalah pengajaran gereja tentang penyataan Allah (kebenaran) dan penerimaan
gereja atas kebenaran itu sabagai ketetapan yang patut ditaati. Alkitab bersasksi tentang
penyataan Allah. Dogma merampung kesaksian Alkitab akan penyataan Allah dalam bentuk-
dalil-dalil yang bersifat padat. Oleh karena itu dogma bersifat universal atau
interdenominasilonal.

Doktrin menunjukan dalil atau ajaran,rumusan tentang kebenaran kristen yang


dirumuskan gereja dan berlaku hanya dalam satu tradisional atau komunitas kristen. Doktrin
bercorak denominasional. Dalam hubungan ini patut kita catat apa yang dikatakan deneffe.
Semua dogma adalah doktrin adalah dogma. Doktrin adlah kumpulan pengajaran tentang

205 | D i k t a t D o g m a t i k a
kepercayaaan atau keyakinan yang mencerminkan karakter khusus dari suatu komunitas yang
merumuskan doktrin tersebut.

Dogmatika adalah tugas gereja yang dilakasanakan oleh orang-orang yang diperyakana
secara khsusus oleh gereja. Dalam upaya denga ini, Karl Barth memebedakan dua kategori
teolog atau dogmatikus :reguler dan ireguler.

Tanggapan kelompok

Dapat dikatakan bahwa dogmatika adalah usaha gereja untuk memeriksa


pemberitannya akan pernyataan Allah secara metodis,sistematis,dan konheren.dan hasil dari
usaha tersebut dikondisikan oleh pengalaman historis ,budaya,dan status ekonomi.dari
latarbelakang ini dogmatika menurut keit adalah sebuah ilmu yang pluralistik.216

2. Dogma tentang allah[2]

Tempat Ajaran tentang Allah dalam Dogmatika

Karl Barth, teolog besar abad ke-20, yang memimpin pemberontakan terhadapa warisan
teologi abad ke-19 dan berusaha sekuat tenaga untuk mengubukan untuk selama-lamanya
merode berteologi yang diperkenalkan Schleirmacher, menempatkan ajaran tentang Allah
dalam bagian awal karya Monumentalanya: Church Dogmatics (Dogmatika Gereja). Dengan
penempatan ini, barth hendak menegaskan bahwa seluruh percakapan dalam dogmatika baru
bermakna apabila Allah dijadikan dasar, titik tolak, dan pemberisi isi dari percakapan itu.
Jelasnya, kepalaan Allah perlu terus-menerus ditegaskan dalam dogmatika berubah menjadi
diskusi tentang agama kalau ia kehilangan Allah sebagai hipotesa percakapan.

Allah Adalah Roh Yang Bepribadi

Allah adalaha awaal mula segala sesuatu, tetapi pada saat yang sama merupakan realitas
yang tak terpahami dan terhampiri. Ia berdaya di luar jangkuan pemahaman dan penalaran
manusia. Allah itu tersembunyi keberadaan-Nya bahkan tempat tinggal-Nya saja tidak
seorang pun tahu. Alllah adalah satu realitas yang bersifat Absconditus, melampaui semua
kondisi dan kapasitas indrawi, singkat kata Allah adalah Roh. Allah adalah Roh yang
tersembunyi, jika diaktakan bahwa ia tersembunyi itu terjadi karena Tuhan mau

216
Keit Ward,religion and Revalation:(Oxford:Clarendon Press,1994),hlm,45.

206 | D i k t a t D o g m a t i k a
menyembunyikan diri-Nya, Alllah yang tersembunyi itu pada saat yang sama mau bertumbuh
dan bersama-sama dengan manusia.

Hal yang paling diakau adalah dalam momen penyataan menurut para pemikir kristen
sejak awal berdirinya adalah secara sederhana, akomodasi artinya cara Allah berbicara
kepada manusia dengan memeprtimbangkan kemampuan manusia untuk terlibat dalam
kumunikasi itu. Jadi Allah mengedaptasikan diri atau membuat diri-Nya dikenalam manusia
dalam bentuk-bentuk yang akrab dengan penglaman manusian.

Maksud , upaya menggambarkan Allah sebagai saru pribaditidaklah bermaksud


menyamakan Allah dengan mansuian atau menempatkan Allah pada satu tempat tertentu di
dalam alam, melainkan untuk menegaskan kesediaan dan kemampuan Allah untuk berelasi
dengan yang lain, yang secara kulitatif berada dengan diri-Nya. Roh adalah makhluk gaib.
Ada saat di mana roh-roh gaib itu menampilkan diri dalam bentuk probadi dengan cara
menjadikan diri seseorang sebgai medium.

Allah Satu dalam Subtstansi tiga dalam pribadi

Tertulianus menekankan bahwa tiga pribadi yang disaksikan Alkitab bagi kita
(Bapa,Anak, dan Roh kudus) sesungguhnya adalah satu dalam substansi, yakni Allah.Allah
adalah satu, tetapi Dia memeprekenalkan diri kepada kita dalam tiga pribadi: Bapa,Anak,dan
roh kudus. Ungkapan latin yang dipakai Tertulianus untuk itu adalah una substantia tres
personae, Allah tidak terbagi dalam sustansi betapapun berbeda dalam pribadi.

Gereja mengaku percaya keapda Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus tidaklah
berarti bahwa Gereja menyembah tiga Allah. Gereja hanya percaya dan menyembah satu
Allah yang hadir sejak kekal maupun di dalam sejarah dalam tiga pribadi. Pada konsep
teologis tentang pribadi yang patut menjadi rujukan dalam memeberi isi bagi kata pribadi
dalam pengertian antropologi. Arti pribadi sebagaimana nyata dalam Allah. Pribadi adalah
being in relation. Penjelasan ini memang aneh, tetapi bukankah sudah kita katakan tadi
bahwa Allah itu adalah pribadi yang ada di antara yang lain. Allah selalu bersifat finitum non
capax infinity, yang terbatas tidak mungkin dapat menampung yang tidak terbatas secara
penuh dan sempurna.

Dogma Trinitas Modalistis

207 | D i k t a t D o g m a t i k a
Penggagas dari model ini adalah Sabeliu (kira-kira tahun 200). Sebalius mengajarkan
bahwa Allah yang satu ini juga dalam rentang waktu yang tidak sama. pada awa sekali Allah
hadir dalam sejarah dengan mengambil rupa sebgai sang bapa yang menciptakan langit dan
bumi.

Dogma trinitas yang modalistis memang mencoba menjelaskan Allah sebgai pribadi
yang ada di anata yang lain, tetapi gagal memebdakan pribadi Allah sebagai pribadi yang ada
di antara yang lain, tetapi gagal memebedakan pribadi Allah dari pribadi-pribadi yang lain. Ia
lebih memebri perhatian pada perbedaan peran dalam diri Allah yang satu. Dogma Trinitas
yang Modalitas juga berbahaya bagi pengembangan kehidupan bersama dalam masyrakat
yangh mengandaikan adanya kejamakan dan kemajemukan.

Dogma Trintas Subordinatif

Dikatakan “Subordinatif” karena ketiga pribadi ilahi yang disaksikan digambarkan


sebagai yang memiliki kader keilahian yang berbeda dalam digambarkan sebgai yang
memiliki kader keilahian yang berbeda dalam kualitas dan kader. Aurius mengajrkan bahwa
Sang Bapa sajalah yang benar-benar Allah. Ia adlah pribadi yang transenden, kekal, mutlak,
dan benar. tentang Yeususkristus Sang Anak, arius mengakui keberadaan-Nya sejak kekal
bersama sang bapa, namun ia tidak setara dengan sang Bapa karena Dia adalah ciptaan yang
dibentuk sang Bapa sebeblum permulaan waktu. Dalam pengajaran ini jelas tidak sesuai
dengan kesaksian Alkitab mengenai Yesus Kristus atau Sang Anak karena dia lebih suka
memilih prinsip thingking before atau Outside revelation.Dengan jelas Alkitab menegaskan
adanya kesatuan substansi antara Sang Bapa dan Sang anak, seperti nyata dalam penegasan
berikut: ia ada bersama-sama Allah dan adalah Allah (Yoh1;1)

Jika kita merumuskap penempatan Yesus sebgai yang lebih rendah dari Sang Bapa,
sebgaimana disebutkan dalam Yohanes 14;28. Mengikuti kata-kata tertualinus, perendahan
diri iru bukan dalam hal substansi, melainkan bentuk; bukan dalam kuasa, melaikan aspek
(nec substansi forma, nec potestate sed special) dengan cara ini, Allah memperlihatkan
kemuliaan-Nya yang sejati. Kemuliaan Allah yang sejati, menurut Barth, berbeda dari konsep
manusia tentang kemuliaan, yakni dipenuhi kebesaran keagungan, dan kemahakuasaaan.
Konsep ini benar, melainkan sangat statis.

Dogma Trinitas: God’s Triple Self Repetition

208 | D i k t a t D o g m a t i k a
Dogma yang ini adalah hasil rekontruksi Karl Barth berdasarkan prinsip thiniing after
the Bible dan thinking together the apostolic fathers. Allah Sang Bapa (paternitas) adalah
pribadi pertama sekaligus sumber dan dasar dari deallahan. Ia adalah pribadi yang anonim,
tidak meiliki nama, sebuah misteri. Didalam kekekalan, Sang Bapa mengulang diri-Nya
untuk hadir secara baru. Sang Bapaada bersama-sama dengan Sang Anak bukan sebgai dua
Allah, melainkan satu Allah dengan dua pribadi berbeda.Hasil dari pengulangan diri Sang
Bapa dan Sang Anak adlah hadirnya pribadi ketida, yakni roh kudus yang keluar dari Sang
Bapa dan Sang Anak (ex patre fillioque).

Ketritunggalan dalam Agama-Agama Asli

Suku meto percaya bahwa Uis Neno, ia adlah pencipta langit dan bumi, juga pemberi
kehidupan dana kesajukan. Uis Neno tidak kasat mata. Kebradaan sebgai yang tidak kasat
mata ini memebuat ia disebeut Uis Neno Mnanu (raja langit yang tinggi). Namun jika melihat
dalam masyrakat Batak-Toba Ph.O.L Tobing menegaskan jika kita menukik sampai dasar
kepamahaman dan kehidupan masyarakat primitif tanpa Allah pencipta Allah semesta yang
disaksikan Alkitab tidak lain dari Ilah tertinggi yang hidup dalam nuranii dan penyembahan
bangsa-bangsa primitif.

Orang primitf adalah kaum yang berpikit totalitas dan partisipatif. Keberadaan roh-roh
yang lebih rendah posisinya yang berperan sebagai mediator antara ilah tertinggi dan
manusia, harus dipahami dalam penfertian orang primitf mengenai arti representasi dan
parisipasi. Roh-roh itu merepresentasi secara penuhg dan total olah tertinggi. Mereka juga
berpartisipasi secara penuh dalam kuasa dan pemeliharaan ilah tertinggi. Oleh karena itu roh-
roh yang menjadi perantara ilah tertinggi, mewakili ilah tertinggi.

Pribadi Yang berbineka dalam Refleksi

Didalam Allah ada keesaan, tetapi juga kebienkaan. Keesaan dan kebinekaan dalam
Allah itulah yang dinyatakan Allah dalam karya-karya-Nya. Hal ini dapat kita lihat banyak
arti.dari upaya kita membahasakan Allah dalam tiga kata adlah bahwa Allah itu lebih besar
daripada kata-kata kita dan semua bentukupaya kita untuk menggabarkan keberaan-Nya.
Allah ada di surga dan kita hanya ciprtaan. Kata-kata atau bahsa yang kita gunakan untuk
menggambarkan Dia juga adalah ciptaan.

209 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kita membahasakan Allah sebuah Spekulasi. Allah yang tidak terbatas itu sadar
sepenuhnya akan keterbatasan tadi, tatapi di dalam kemurahan-Nya ia berkenan
menggunakan bahasa kita yang terbatas untuk mengomunikasikan diri-Nya. Karl Barth
menggamabrkan: hal yang sama dalam kata-kata yang lain. Ya mengatakana hal yang sama
dengan kata-kata yang lain samapai tiga kali. Gereja dalam upaya yang sungguh-sungguh
untuk menanggapi Allah yang menyatakan diri, mengaku percaya kepada Allah sebagai
“Tuhan yang ada di atas kita”. Dia lebih besar dari pada semua gagasan, pikiran, dan
pandangan kita. Pengakuan ini dirumuskan secara konkret dalam akuan percaya kepada “
Allah selaku sang Bapa”.

Relevensi ajaran trinitas dalam kebinekaan masyrakat

Relevansi Bagi Kehidupan Bersama

Relevansi sangat bermakna bagi kedidupan bersama di dalam masyrakat majemuk


seperti Indonesi. Persolan yang dialami banyak orang beragam di inodesia berkaitan dengan
paham tentngan Allah yang dikembangkan dalam satu agama, sering dianggap segagai yang
bersifgat final dan normatif. Hal ini sering sekali mengakibatkan otoritarianisme religius,
mendiktekan kehidupan dan iman orang dari agama lain dengan pengakuan iman, doktrin dan
hukum-hukum yang berasal dari agamanya. Orang yang suka mengafirkan saudara yang
berada agama salulalu bersumber dari pandangan yang statis tentang Allah. Orang-orang ini
beranggapan bahwa mereka dapat beranggapan bahwa mereka dapat berbicara tentang Allah
dalam saru saja. Percakapan tentang Allah dalam kata-kata yang lain, yang berbeda dengan
kata yang mereka kenal, dianggap kafir.

Relevansi bagi Misi Kristen dalam dunia non-Kristen

Manusia dalam duni kepada siapa Gereja diutus untuk menanamkan berita paskaah dan
pentakosta alaha manusia yang “pluralis”. Injil kristus harus pula diberikan dalam dunia non-
Kristen. Ini sebuah perekerjaan yang tidak gampang, tetapi juga tak terhindarkan. Dunia non-
Kristen juga merupakan ladang misi. Injil Kristus harus diemaikan juga di ladang itu.

Sekurang-kurangnya ada dua sikap terhadapa dunia non-Kristen yang bertumbuh dalam
Gereja saat membvawa masuk berita paskah dan pentakosta ke dalam dunia. Injil yang
intisarinya adalah berita Paskah dan pentakosta disampaikan sebgai sebuah kuasa yang

210 | D i k t a t D o g m a t i k a
menaklukkan dan menghancurkan semua paham keprcayaan, budaya,
pesan,konsep,simbol,ritus, dan paktik-praktik religius yang ada di dunia non-Kristen. Injil
ditampilkan sebgai “pedang” yang selalu terhunus untuk membunuh dan membinasakan
semua yang lain. Para misionaris pergi ke negeri-negeri yang jauh sebgai panglima dengan
memeabwa mandat menembak di tempat apa saja yang berada di luar bingkai berpikir
Kristen.Nama Yesus diberitakan kepda semua agama dan budaya sebgai yang berkuasa
penuh. Tidak ada yamg setara dengan nama itu, apa bila melebihinya.

Atribut-atribut Allah Tritunggal

Allah adalah kenyataan yang berpribadi. Di dalam pernyataan ia tidak hanya


mengomunikasikan ide-ide atau kebenaran tentang didi dan kehendak-Nya, melainkan ia
meperkenlaknaya diri-Nya bukan sekedar verbalistis, melainkan faktual. Allah menyakan diri
dalam wujud pribadi yang dapat dilihat, dipegang, dan menjadi mitra berkomunikasi.
Manusia sebagaimana disaksiakan Alkitab adalah wujud dari pribadi yang dilengkapai
dengan berbagai kecakapan, antara lain: berbicara, mendengar, melihat, membaui, dan
bebrbelas kasih. Manusia dengan kecakapan-kecakapan ini menurut Alkitab adlah ciptaam
yang dibentuk Allah seturut dengan gambar dan rupa Allah sendiri. Manusia adalah
perumpamaan Allah. Atau, dalam bahasa yang lebih akrab bagi pengalaman kita, manusia
adalah replika atau fotokopi dari Allah. Ada dua hal yang patut kita perhatikan saat kita
mengatakan bahwa manusia adalah fotokopi Allah. Pertama, apa yang kelihatan pada
lembaran fotokopi menunjuk pada teks aslinya. Jelasnya, ada hubungan yang tidak tersangkal
antara hasil fotokopi dan benda aslinya. Unkapan yang lebih keren untuk itu adalahada
kontinuitas antara yang asli dan hasil fotokopi . kedua, berapapun ada keterkaitan erat atau
kontinuitas antara teksasli dan duplikatnya melalui proses fotokopi, tetapi, kulaitasnya tidak
sebanding dengan aslinya.

Allah berbicara

Ini merupakan salah satu atribut dominan dalam kesaksian Alkitab tentang pergaulan
Allah dan manusia dalam sejarah. Allah adalah pribadi yang berbicara. Ungkapan ibrani
adalah wayyomer elohim. Ada lebih dari 5.000 kali ungkapan ini digunakan dalam perjanjian
lama. Yang artinya Allaah berfirman, berbicara, berkata-kata. Pada setiap kesempatan
peribadahan, umat yang berkumpul menaikkan doa kepada Allah. Tak putus-putusnya
mereka menaikan seruan. Allah bahkan berbicara sampai sebelum memulai karya penciptaan,

211 | D i k t a t D o g m a t i k a
yakni didalam kekekalan. Di dalam kekekalan Allah adalah Allah yang berbicara. Karl Barth
berkata, sejatinya dan sesungguhnya firman Allah adalah firman yang dikatakan leh Allah
dan kepada Allah dalam persembunyian yang kekal. Di dalam kekekalan, Allah berbicara
kepada diri-Nya dan tantang diri-Nya.

Isi dari perkataan Allah tersebut ialah firman. Ituberarti isi kata-kata Allah adalah Yesus
kristus. Allah berbicara artinya Allah brdiam sepenuhnya dalam apa yang ia katakan, yakni
firman-Nya. Allah menjadi satu, tidak bisa dipisahkan dengan apa yang ia katakan. Karen
firman adalah apa yang Allah katakan kepada kita maka Allah berbicara, artinya Allah mau
ada untuk kita, imanuel. Dengan demikian, perkataan Allah bukan kata-kata kosong. Jika
Allah berbicara, ia ngomong pokok-pokok dan buka pokoknya ngomong. Kata-kata Allah itu
adlah firman, yakni kekuatan yang menghidupan, kuasa yang menciptakan ketertiban dak
keteraturan. Artinya, kata-kata yang diucapkan Allah buka sekedar sebuah bunyi, melainkan
kemampuan untuk mengadakan sesuatu. Kata-kata Allah adalah kata-kata yang bertindak.

Allah juga berbicara dalam sejarah dan masih terus berbicara sampai sekarang. Daya
cipta dan energi pemberi kehidupan yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan Allah
pada waktu lalu tetap sama atau tidak berubah. Khasiat yang terkandung dalam kata-kata
Allah tidak berkurang atau mengalami degradasi nilai. Firman Allah tidak rusak dimakan
ngengat dan lapuk dalam rentangan zaman. Kata-kata Allah tidak pernah usang kuaasnya.
Sebaliknya, kuasa dari kata-kata Allah itu terus-menerus diperbarui. Jika Allah berbicara
kebenaran dinyatakan, kehidupan baru bertumbuh, yang rusak diperbaiki, yang hancur
dipulihkan, yang mati dibangkitkan. Kata-kata Allah memiliki daya penyembuhan.

Allah Mendengar

Mendengar bagi Allah merupakan bukan sebuah keutamaan yang lebih rendah
kualitasnya daripada berbicara. Tidak dalam pandangan manusia, mendengarkan sering
dianggap lebih rendah daripada berbicara. Namun, tidak demikian halnya bagi Allah. Kedua
atribut atau sifar ini sama kualitasnya dan saling mengisi, sama seperti tiga pribadi di dialam
Allah yang saling mengisidan mendiami tanpa bercampur dan tidak dipisahkan.

Keberadaan Allah sebagai yang terus-menerus berbicara tidak mengurangi atau


melemahkan kemampuan-Nya untuk mendengar. Kemampuan Allah untuk berbicara sama
tinggi voltasenya dengan kesediaan dan kemampuan Allah mendengar. Malah Allah jauh

212 | D i k t a t D o g m a t i k a
lebih bersedia mendengar daripada kita bersedia berkata-kata kepada-Nya. Maksud dari Allah
mendengar adalah ia mempunya waktu bagi kita. Ia Tuhasn atas, bumi, laut, dan segala
isinya. Dalam kesibuka-Nya emngendalaikan segala sesuatu itu, Allah tetap mempunyai
waktu untuk mendengarkankita. Inilah sebabnya mengapa kita harus berdoa. Doa adalah
sikap hidup yang benar dihapan Allah yang mendengarkan. Tuhan mendengar artinya Dia
memahami dan mengerti apa yang disampaikan. Itu karena Allah mendengar dengan penuh
perhatian. Allah mendengar dengan hati. Jika kita dikatakan bahwa Allah menjadikan Yesus
Kristus sebagai jawaban atas semua persoalan manusia, jawaban itu bukan asal-asalan. Allah
tidak sekededar hanya memebrikannya saja

Dapatlah kita tahu bahwa Allah mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati
artinya bertindak, Allah tidak mendengarkan secara pasif. Ia mendengarkan secara aktif.
Allah mendengarkan, artinya ia siap diganggu oleh aneka rupa suara, seruan, kecemasan,
ketakutan, keputusan, permintaan, dan harapan bahkan juga protes serta penolakan. Allah
tidak hanya mendengarkan satu ragam suara saja. Allah menyukai keheningan, tetapi Ia tidak
anti kebisingan. Bahkan Allah berkenan turun dari kebesara-Nya untuk mendengar dan
Melihat sendiri apa yang dialalmi Israel dalam tangan Firman.

Allah mendengarkana artinya ia tidak memebutuhkan pembisik. Para penguasa sering


tidak bisa mendengar dan melihat sendiri apa yang terjadi di tengah-tengah rakyat. Mereka
membutuhkan pembisik yang menggambarkan keadaan yang dimiliki rakyat, tidak dapat
dipunngkiri bahwa para pembisik tentulah juga memiliki kepentingan dengan informasi yang
disampaikannya.

Allah Melihat

Allah tidak dapat dilihat namun Allah dapat melihat secara lluar biasa. Penglihatan
Allah. Lebih tajam dari satelit. Allah melihat artinya, Allah mengetahui dan enggenal kita
satu persatu, masing-masing dengan nama, potensi, dan keterbatasam kita. Kristus adalah
kepadala, yang sulung, yang pertama bangkit, dan yang lebih utama dari segala sesuatu. Jadi,
kristus adlah dasar keberadaan kita. Dengan melihat kepda kristus, maka Allah, pada saat
yang sama, bisa melihat setiap orang.

Allah melihat artinya ia mengnenal kita dengan baik sekali. Melihat terdiri atas tiga
tingkata; melihat realitas, melihat probabilitas, dan melihat progrevitas. Tingkatan pertama

213 | D i k t a t D o g m a t i k a
adalh melihat sesuatu apa adanya. Tingkatan kedua melihat potensi yang tersembunyi dibalik
realitas itu. Tingaktan ketiga dari melihat adalah bertindak untuk mengerjakan perubahan
berdasarkan potensi-potensi yang terkandung dalam realitas itu. Kemampuan melihat rangkap
tiga ini melekat pada Allah.

Allah memeiliki mata setelit memebuat kita tidak dapat berkata lain tentang hidup
kecuali sebagai pengucapan syukur. Tidak selalu dalam bentuk pesta besar-besarn. Yang
paling penting adlah dalam bentuk pealyanan yang tulus keapda sesama, karena Allah
melihat hati yang bersyukur, bukan sekedear pesta syukurannya.

Allah Memabaui

Alkitab mengatakan bau busuk adalah kebencian Allah. Bau busuk adalah hasil dari
pemberontakan dan kejahatan terhadap Allah dan sesama. Bau busuk adlah pengkhianatan
terhadap Tuhan. Itu lahir dari kehidupan yang bertolak belakang dedngan kehendak Allah.
Bau busuk yang diberikan Tuhan atas Mesir berhubungan dengan sikap Firaun yang tidak
adil terhadap para budak di Mesir, sekaligus tindakan tidak bernar terhadap diri dan ucapan-
ucapannya.

Allah menyukai bau padang. Padang adalah tempat orang bekerja keras dan
mengeluarkan keringat untuk memeperoleh nafkah bagi keuarga. Mereka ini bekerjea denga
tengganya sendiri untuk mengumpulkan bekal untuk hari esok. Mereka ini memakan hasil
jerih payah tanggannya sendiri. Roti kemalsan dan anggur hasil pemerasan jauh dari meja
makan meeka. Hidup orang-orang seperti ini menyebarkan aroma keharuman yang
menykakan hari Allah. Begitu juga bahan untuk kurban persembahan yang diperoleh secara
terhormat menjadi hal yang meyukakan hati Tuhan, seperti yang baru saja kita lihat dalam
kitab Amos.

Allah mengkehendaki kita menjalani hidup begitu rupa sehingga bau harum yang kita
hasilkan. Orang-orang yang bekerja dengan jujur, memperhatikan nilai-nilai keadilan,
kebenaran, dan kekudusan ketika mati pun bau harumlah yang mereka tinggalkan. Bau harum
sebagai sinyal bagi hidup yang dibangun atas kebeanran, kejujuran, kerja keras, dan
kesetiaan, juga diisyrakatkan dalam banyak kesusastaan hikmat masyrakat dalam berbagai
budaya.

214 | D i k t a t D o g m a t i k a
Keutamaan hidup dalam Allah yang membaui nyata dalam kesip-sediaan kita untuk hidup
dalam kekudusan: baik dalam menanggapi pangilan, dalam berdoa, dan juga dalam
bersyukur, yakni yang menyebarkan aroma berkenan keapda Allah. Semua godaan untuk
menjadi serupa dengan duni patut ditepis. Hidup dalam kekudusan artinya menyebarkan
aroma kesuakaan Allah adalah yang mengasilkan buah kebaikan.

Kekudusan itu tampak dalam momitmen untuk menjalani hidup di dalam kebenaran dan
keadilan, kerja keras, dankejujuran. Menjadi bernar, adil, dan jujur dalam hidup dan bekerja
sering memebuat pelakunya tergilas, tetapi dari hidup seeprti itu terpancar aroma semerbak
wangi yang menyamarakkan kehidupan, bukan hanya di bumi, melainkan juga di sorga.

Allah berbelas kasih

Hanya orang-orang yang yang saling mengasihi yang biasa mengangis dan meneteskan
air mata. Kasih mereka yang menyatu dalam air mata bersumber dari pengalaman
penderitaan dan kesengsaraan, sebgaimana digambarkan kitamori. Mereka mengangis
bersama-sama karena hati mereka diliputi cinta kasih. Dalam tangisan itu air mata mereka
menyatu dan berubah menjadi air yang dari dalamnya mereka menimba kekuatan utnuk
mengahadapi maslah dan terus menjalani kehidupan. Allah tidak memeiliki kasih, karena ia
adalah kasih. Kasih bukan sekedar sebuah wujud keberadaan, melainkan kasih adlah gerakan
keberadaan. Ia mengangis karena mengasihi kita karea hati Allah tergerak. Ia menangis
bersama-sama dengan kita. Tangisan dan air mata-Nya menyatu dengan tangisan dan air mata
kita dan memebentuk mata air keselamtan bagi kita.

Jika alkitab berkata bahwa Allah berbelas kasih, itu bukah sebuah persaan emosiaonal
atau sentimental sesat. Allah mengasihi bukan karena ada apa-apanya. Allah mengasihi
mengada-ngada. Betapapun demikian, kasih Allah yang apa adanya itu sangat kuat. Salib
memeprlihatkan tak terukur besarnya dunia dan manusia. Kasih Allah yang teramat besar itu
dapat kita jelaskan dari dua sudut pandang: positif dan negatif.

Positif diaktakan. Ia mengasihi tanapa menuntut apa pun dari ktia sebagai prasyarat.
Itulah “agape”, kasih yang tidak bersyarat. Kasih yang mengorbankan diri. Kasih Allah yang
besar itu nyata secara positif dari kesiaan-Nya untuk habis-habisan memeprtahankan dan
menyelamatkan kehidupan untuk itu, Allah sia mati danmemang mati di kayu salib. Secara
negatif, kasih Allah yang besar itu tampak dalam apa yang di Alkitab diungkakpakan dengan

215 | D i k t a t D o g m a t i k a
kata cemburu. Kemurahan Allah itu laksana api yang sekai bernyala baru bisa pada seletah
empat turunan. Allah berusaha habis-habisan dalam kecemburuan untuk mendapatkan anak-
anak-Nya yang tersesat karena ksih Allah bersifat kekal. Domba yang sesat itu, walalupun
hanya seekor, akan dicari hingga dibawa pulang dengan selamat kekandang dan bergabung
dengan yang lain. Ia tidak akan pernah mundur dari kasih. Iman akan berlalu. Pengharapan
akan berakhir, tetapi kasih akan tinggal tetap.

Allah adalah sekaligus Ibu dan Bapa

Perhatian Allah sebagai ibu digambarkan dengan ungkapan yang menyentu sukma.
Kebapaan dan keibuan Allah itu melampaui kebebapaan dan keibuan duniawi yang kita kenal
dalam realitas sosial. Perbedaan itu terletak dalam beberapa hal. Pertama, keibuan dan
kebapaan Allah bersifat inklusif, merangkul, dan menyatukan. Ia menrbitkan matahari bagi
orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan
orang yang tidakbenar. Kasih Allah tidak diskriminatif keibuan dan kebapaan Allah itu buka
atribut yang ditambajkan kemudian kepada Allah. Keibuan dan kebapaan Allah adalah kekal

Perbedaan itu digambarkan Yesus daenngan memebri surgawi kepada Allah.


Demikianlah di dalam Yesus Kristus kita mengenal Allah sebgai ibu dan bapa surgawi bagi
kita, bahkan kita boleh datang kepada-Nya dengan membaawa segala persoalan, ketakutan,
harapan, dan permohonan. Ia pasti menjawab kita menurut kasih setia-Nya.

Jenis kelami Allah Tritunggal

Perjanjian lama dan baru menggambarkan Allah sebagai laki-laki. Bahasa maskulin
sangat dominan dalam pemberitaan Alkitab tentang Allah. Kata ibrani Elohim yang dipakai
untuk Allah tergolong dalam jenis maskulin. Mayoritas gambaran, pencipta bercorak
maskulin perjanjian baru bersaksi bahwa Yesus Kristus yang merupakan Penjelamaan Allah
dalam rupa manusia adalah seorang laki-laki.

Walaupun begitu, mengatakan bahwa jenis kelamin Allah adalah laki-laki merupakan
kesimpulan yang prematur. Ada dua alasan untuk ini. Pertama, kej 1:27 menunjukan dengan
jelas bahwa manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adlah laki-laki dan
perempuan tidaklah tepat mengatakan bahwa Allah itu laki-laki. Kedua meskipun tidak

216 | D i k t a t D o g m a t i k a
dominan, ada cukukp banya gambaran geminim dalam Alkitab yang dikenakan keapda Allah.
Dalam beberapa teks PL Allah digambarkan sebgai yang memliki rahim

Sebutan Allah sebagai bapa atau ibu adlah sebuah analogi yang berujuan menampilkan
peran Allah sebgai yang melahirkan, merawat, membesarkan, dan menghidupakan dunia dan
segenap ciptaan. Allah sendiri adlah roh, netral, aseksual. Seksualitas adlah atribut yang ada
dalam kenyaan ciptaan. Allah yang aseksual ini menciptakan manusia dalam seksualitas yang
berbeda karena dua alasan. Pertama, itu adalah bukti kasih dan kemurahan-Nya kepada
ciptaan. Kedua, supaya seksualitas menjadi salah satu pengikat yang mempersekutukan dua
makhluk yang berada itu demi mencerminkan persekutuan yang ada dalam diri Allah.

Sebutan Allah sebagai bapa atau ibu adalah sebuah anologi yang bertujuan menampilkan
peran Allah sebgai yang melahirkan, merawa, membesarkan, dan menghidupkan dunia dan
segenap ciptaan. Allah sendiri adlah roh, netral, aseksual. Seksualitas adalah atribut yang ada
dalam kenyataan ciptaan.

Arti dogma tentang Allah bagi Dunia dan Manusia

Alkitab tidak ada sama sekali mengatkan bahwa Allah berada jauh dari manusia,
merupakan pribadi yang abstrak dan anti sejarah. Allah sebagaimanan ditegaskan,
mendengar, melihat, membaui, dan berbelaskasihan. Atribut ini bersifat kekal, buka sesuatu
yang ditambahkan kemudian kepada-Nya. Ini berarti manusia ingin bertemu dengan Allah
tidaklah perlu kita mencari dia di satu dunia yang lain, yang melampaui diartikulasikan dalam
banyak nyanyian rohani populer merupakan pengajaran yang sama jauh menyimpang dari
kesaksian Alkitab. Allah tidak berada di bumi yang lain. Tidak ada bumi yang lain.
Hanya ada satu bumi.

Ketelibatan Allah dalam setiap momen perubahan dan dinamika dunia, sekaligus
kepeaan-Nya terhadap dinamika yang manusia jalani merupakan penghiburan besar bagi
orang-orang percaya. Artinya, manusia yang menaruh harapan pada Allah tidak akan terbebas
dari melut dan dinamika kehidupaan yang terus berubah dan penuh bahaya, tetapi mereka
tidak perlu takut apalagi putus harapan, sebab Tuha mengendan, melihat, mebaui, dan
bebrbelas kasih terhadap mereka.

217 | D i k t a t D o g m a t i k a
Berada bersama Tuhan di dalam sejarah dan memiliki Tuhan yang peka terhadap
pergumulan manusia serta siap menolong manusia dalam berbagai kesukaran dan kesulitan
tidak berarti orang-orang percaya hanya menunggu tindakan penyelamatan Allah. Allah
memang memeberi makan makan burung pipit, tetapi bukan dengan cara mengantar sepuluh
bulir disetiap pagi ke serang burung pipit itu.

Tanggapan kelompok

Kontekstual sama sekali tidak berarti meninggalkan warisan pemikiran


klasik.kontekstualisasi berarti memikirkan kembali warisan dogmatika yang sebelumnya dari
perspektif yang baru yakni pengalaman gereja dalam ruang dan waktu tertentu.

3. Dogma tentang penciptaan[3]

Articulus fidei

Karya Allah sebagai Pencipta. Dengan ini kita berada dalam artikel pertam dari
pengakuan iman gereja. Jadi, perhatian kita beralih kepada satu realitas yang berbeda
dengan Allah. Ini tidak berarti bahwa Allah tidak lagi menjadi perhatian. Jadi dalam
membicarakan ajaran kristen tentang penciptaan, kita tetap berada dalam kawasan iman.
Keberadaan dari realitas yang berbeda dengan Allah adalah sebuah relaitas sebgai pokok
pengakuan iman. Kita tidak berbicara tentang keberadaan langit dan mbumi menurut geologi,
biologi, dan sebagainya. Teori-teori itu perlu, tetapi hanya sebagai sebuah gaung, bukan
sebgai pokok bahasa utama. Yang kita katakan tentang ciptaan adalah yang kita denganr dari
Allah, sang pencipta.

Sebagai acta credo, pencipta adalah karya Allah tritunggal. Tiga pribadi ilahi hadir
bersama-sama dan menjadi subjek dari karya penciptaan, penciptaan, karena itu, adlah
sejarah karya Allah Sang Bapa, Allah anak, dan Allah Roh Kudus. Memang dalam kredo
penciptaan dihubungkan secara khusus dengan pekerjaan Allah Bapa, tetapi itu tidak berarti
bahwa Allah Anak dan Allah Roh Kudus absen.

Allah bapa sebagai subjek karena seperti sudah kita sebutkan di atas, Dia adalah sumber
dan fondasi dari keAllahan Sang Anak dan Roh Kudus, sekaligus sumber dari semua yang
lain yang disebut ciptaan. Sebagai sumber, Allah Bapa adalh pelaku utama karya penciptaan.

218 | D i k t a t D o g m a t i k a
Sang Bapalah yangmenciptakan segala sesuatu. Peran Allah Anak dalam Karya Sang Bapa
adalah besar dan tujuan dari kehidupan ciptaan.

Tentang peranan Allah Roh Kudus dalam karya penciptaan adalah sebagai berikut. Ia
membuat semua yang diciptakan Allah bapa dengan eprantaraan Allah Anak yang sekaligus
juga adalah dasar dan tujuan penciptaan menyadari keberadaan mereka sebgai yang
bergantung kepada Sang Bapa dan Sang Anak

Proklamsi rangkap empat

Pertama proklasmi tentnagn kebaikan Allah. Allah itu baik dan semua yang dikerjakan
atau dihasilkan-Nya adalah baik. Kebaikan Allah bukan sekedar sebuah atribut moral, tetapi
juga etis dan sosial. Artinya, kebaikan Allah tidak tersebunyi dalam hati-Nya, melainkan
terwujud dalam karya-Nya menciptakan manusia untuk menjadi sasaran kebaikan dan cinta
kasih-Nya.

Kedua, proklamasi tentang kebaikan dari bekerja. Manusia adalah mahkluk yang bekerja
(Homo laborans). Namun, ada beberapa asumsi negatif yang mengendap dalam kesadaran
dirinya saat memandang pekerjaannya. Kerja juga dilihat sebagai kutukan atas kehidupan.
Hidup hanya kita isi dengan bersenang-senang, ibarat dalam sebuah tamsya yang indah.
Karena bekerja juga adalah akibat dosa, maka bekerja marupakan hal yang hina dan nista

Ketiga, proklamasi tentang kebaikan alam. Bumi ini baik. Akan tetapi, ada kalanya terjadi
berbagai bencana yang memprak-prandakan kehiduapan dan membuh banyak orang. Benca-
benca itu ada yang disebabkan kehidupan manusia, seperti perang dan polusi udara, tetapi
lebih banyak bencana terjadi karena gejala alam.

Keempat, kebaikan manusia dan relasinya di antara mereka. manusia pada dasarnya
adalah baik. Kalau nantinya manusia menjadi singa bagi sesamanya, itu adalah sebuah
penyimpangan dari kodrat aslinya, yakni diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Bukan
Tuhan yang menjadi penyebab dari penyimpangan itu. Manusia hidup dalam relasi.

Tujuh Polemik Dalam Kisah penciptaan

Pertama, kisah penciptaan mengandung di dalamnya polemik melawan konsep creatio


spontanea, pencipta sebagai sebuah kebetulan. Bumi ini lahir karena adanya benda-benda

219 | D i k t a t D o g m a t i k a
angkasa yang saling bertabrakan. Akibat dari tabrakan tersebut ialah adanya langit dan bumi.
Demikian intisari dari teori Big Bang. Jadi, ciptaan dan karena sebuah kebetulan atau terjadi
secara spontan dan tanpa perencanaan. Adanya ciptaan adalah sebuah insiden.

Kedua, polemik terhadapa sakralisasi atau demitologisasi dan sekularisasi alam. Sikap
manusia terhadap alam umunya dapat kita kategorikan dalam dua kelompok. Pertama, dunia
atau alam dianggap sakral dan bersifat ilahi. Alam memiliki kekuatan-kekuatan yang bersifat
ambivalen: dapat memberkati namun juga mengancam kehidupan manusia. Benda-benda
fisik yang ada disekitar manusia memiliki roh atau daya ilahi yang iikut memengaruhi baik
buruknya kehidupan manusia. Dunia dan kenyataan-kenyataan di sekitar manusia dianggap
sebgai makhluk berpiribadi. Manusia hidup di antara makhluk-makhluk, bukan di antara
benda-benda. Paham ini mengemuka dalam praktik berikut: supaya memeperoleh panen yang
baik petani memebri sajian berupa makanan kepada kebunnya, linggis, cangkul, dan peralatan
lainnya.

Ketiga, polemik terhadap pengalihan manusia. Dogma penciptaan juga merupakan


polemik terhadap pengilahian manusia oleh manusia yang lain sekaligus juga penolakan
terhadap paham tentang manusia sebgai pemilik dan pemerintah atas segenap ciptaan

Keempat, polemik terhadap perbudakan manusia oleh Allah. Manusia diciptakan sebgai
makhluk yang setara satu sama lain. Pesan ini merupakan polemik terhadapa penindasan
manusia yang satu terhadap manusia lainnya. Dogma penciptaan sebgaimana yang
dirumuskan gereja dengan bersumebr pada Alkitab tersebut menolak gagasan perendahan
manusia sebagai budak dewa-dewa.

Kelima, polemik melawan determinisme. Istilah derminisme berhubungan dengan kata


kerja determine, yang artinya pengaturan yang bauk dan tetap. Determinisme mengajarkan
bahwa pada saaat penciptaan, Allah sekligus menetapkan hukum-hukum tata hidup yang
tetap bagi segenap ciptaan. Kehidupan selanjutnya dari makhluk ciptaan berjalan dalam
bingkai hukum dan tata hidup itu.

Keenam, polemik melawan teologi Allah Mati. Selain paham determinisme ada juga
paham ateisme radikal dan evolusi. Mengenai paham ateisme radikal, Nietzshe berkata
bahwa Allah sudah mati. Kematian Allah sungguh berfaedah, karena dengan itu manusia bisa
menjadi dewasa. Manusia bisa mengembangkan bakat, talenta, dan kemampuan-

220 | D i k t a t D o g m a t i k a
kemampuannya secara maksimal sehingga tampil sebgai manusia unggul tanpa takut lagi
kepada Allah, manusia harus memebunuh Allah dari hidupnya.

Ketujuh, polemik melawan evolusi fisik. Paham evolusi dikembangkan oleh seorang
sarjana beragama Kristen. Sejak St irenaeus dari Lyon, menerangkan bahwa manusia
diciptakan dengan kurang lengkap agar ia dapat memebantu pembentukan dirinya sendiri.
Pemikiran ini diambil alih oleh Charles Darwin. Dia mengajarkan bahwa makhluk hidup
memiliki perkembangan yang terus-menerus, mulai dari primata yang paling rendah sampai
ke primata yang tertinggi. Primata yang tertinggi adalah manusia.

Kabar sukacita (injil) bagi ciptaan

Pertama, penciptaan adalah kenyataan yang dikehendaki Allah. Ia adalah buah dari cinta
kasih yang ada dalam Allah. Dasar bagi karya penciptaan adalha kasih karunia Allah. Itu
sebabnya Allah tidak akan membuang bahkan menolak ciptaan, betapapun ia jatuh dalam
dosa dan terperangkap dalam jerat maut. Allah terus bekerja untuk menyelamatkannya.

Kedua, ciptaan adalah kenyataan yang ada disamping Allah dan berbeda dengan Allah
bukan untuk menjadi pesuruh Allah, tetapi untuk dicintai dan dikasihi oleh Allah. Perbudakan
atau penindasan oleh satu orang terhadap orang yang lain juga ditentang oleh Allah. Untuk
itu Allahtidak membiarkan ciptaan untuk mengurus nasibnya sendiri.

Ketiga, ciptaan belum selesai dibentuk. Allah masih terus bekerja untuk membarui
ciptaan-Nya. Ini terjadi bukan hanya karena adanya dosa yang mau merusak ciptaan itu. Jauh
hari sebelum dosa muncul, Allah sudah sudah merencanakan keberadaan ciptaan itu. Jauh
hari sebelum dosa muncul, Allah sudah merencanakan keberadaan ciptaan untuk menjadi
partner-Nya di dalam perjanjian. Itu sebabnya Allah terus bekerja untuk memebarui ciptaan-
Nya. Kabar suka citanya ialah bahwa ciptaan tidak akan dibinasakan. Kepadanya akan
diberikan wujud yang baru. Hidup tidak berakhir saat kematian.

Keempat, penciptaaan sebagai ebuah akta dalam sejarah sekaligus permulaan sejarah
pergaulan antara Allah dan manusia. Penciptaan adalah sebuah akta sejarah sekaligus
permulaan dari sejarah dunia dan manusia. Penciptaan terjadi didalam sejarah. Penciptaan
berkarakter historis. Ciptaan tidak dibentuk di luar sejarah dan kemudian dibawaa masuk
kedalam sejarah. Waktu turut diciptakan, waktu tidak ada sebelum dunia ada, tetapi ikut

221 | D i k t a t D o g m a t i k a
didalamnya jadi Allah adlah Tuhan bukan hanya atas langit dan bumi tetapi juga atas waktu
dan sejarah. Allah berada di kepala waktu.

Ciptaan sebagai persiapan kepada perjanjian

Penciptaan adalah sebuah lebera acto dei. Artinya, Allah menciptakan langit dan bumi
sebgai sebuah tindakan yang bebas, bertolak dari cinta kasih, karena ia memiliki sesuatu di
luar diri-Nya untuk dikasihi dan dicintai. Jadi penciptaan buka hanya bertolak atau
berdasarkan cinta kasih Allah. Ia juga bertujuan untuk Allah menyatakan cinta kasih-Nya
kepada ciptaan.

Allah adalah yang bersifat totum perpatem. Artinya , di dalam karya penciptaan terbayang
semua hal yang akan Allah lakukan, namun semuanya belum terselesaikan. Kita melihat
semua melalui satu bagian. Ada satu akta lain di depan yang dikehendaki Allah untuk
dinikmati bersama dengan ciptaan-Nya. Ada dua versi tentang penciptaan langit dan bumi
ternyata merupakan antisipasi bagi terwujudnya perjanjian. Untuk jelasnya, kita perhatikan
kedua versi itu satu persatu.

1) Versi kaum priest

Tahap pertama berlangsung dari hari pertama sampai hari ketiga. Di situ Allah
memisahkan dan menaruh batas-batas terhadap hal-hal yang dipisahkannya. Gelap yang
mulanya menutupi permukaan bumi dipisahkan dan dibatasi ruang lingkupnya. Gelap itu
ditempatkan pada malam, lalu Allah menaruh batas yang membedakan malam dan siang.
Pemisahan dan penetapan batas ini memungkinkan terlaksannya perayaan sabat. Pada hari
kedua, Allah memisahkan semua air yang menyelimuti bumi. Ada air yang diperintahkan
keatas dan ada air yang disuruh ke bawah. Lalu Allah mernaruh batas. Sedangkan hari kedua,
Allah memisahkan semua air yang menyelimuti bumi. Hari ketiga, Allah memisahkan segala
air di bawah. Hari keempat, Allah menciptakan benda-benda penerang untuk menguasai
siang dan menguasai malam. Pada hari kelima, Allah memeprcantik pekerjaan yang sudah
dilaksankan pada hari kedua. Pada hari keenam, Allah menciptakan di mana Allah
menghadirkan manusia yang akan menjadi partner-Nya di dalam perjanjian.

222 | D i k t a t D o g m a t i k a
2) Versi kaum Yahwis

Menurut Priest, pada hari keenam, setelah selesai membentuk manusia, Allah melihat
semua yang suda dikerjakan-Nya. Allah memandang semua amat baik. Akan tetapi manusia
tida menyul Allah ke dalam sabat itu. Rupanya pada pihak manusia terjadi insiden, kejadian
yang tidak diharapkan. Insiden itu adalah dosa.

Tanggapan kelompok

Karya keselamatan yang dilakukan akan menaruh batasan bagi diriNya supaya
kehendak dan keputusan Allah sang Bapalah yang menjadi nyata.sehingga Yesus diberi Allah
segala kuasa dan kemuliaan yang datang keGetsmani dalam semangat memahami dirinya.

4. Dogma tentang pendamaian[4]

Tempat tentang pendamaian

Pendamaian berada di titik pusat pemberitaan gereja. Karl barth menyebutkan dogma ini
sebgai jantung hatinya. Ia disebut demikian karena karya itu menjadikan karya penciptaan
Sang bapa sebgai asumsi dasarnya, dan karya penyelamatan oleh Roh Kudus sebgai tujuan.
Pendamaian menunjukan pembaruan keberadaan kita dengan Allah. Pendamaian
menunjukkan pemabruan keberadaan kita dengan Allah.

Dalam penciptaan Allah menyediakan basis dan kondisi. Dalam pendamain, Allah
menonkatigkan virus yang merusak perwujudan perjanjian, yakni dosa. Dan dalam
penyelamatan, manusia yang sudah didamikan itu diangkat masuk kedalam perjanjian.
Sekarang percakapan kita tiba pada karya pendamaian yang diantisipasi oleh Allah dalam
karya penciptaan dan yang dimaksudkan sejak kekal di dalam primal history. Yesus kristus
disebut-sebut sebagai pelaku utama karya pendamaian cerita hidup-Nya dikisahkan begitu
rupa oleh Matius dan Lukas sehingga kita dapat melihat dengan jelas kehadiran Yesus
Kristus sebagai pemenuhan karya penciptaan. Matius memulai kisah pelayanan Yeusu
Kristus dengan menunjukkan silsilah Yesus yang dalam bahasa Yunani berbunyi:Biblos
geneseos, artinya kita kejadian Yesus.

Pendamai atau modiator itu haruslah juga benar-benar manusia, artinya mewakili manusia
secara penuh dalam berhadapan dengan tuntutan hukum untuk penyelesaian sengketa itu.

223 | D i k t a t D o g m a t i k a
Manusia dalam kepapaan dan kenistaan akibat pemberontakannya tidak dapat kuat berdiri di
hadapan Allah untuk mempertenggujawabkan pemberontakan dan melunasi utang dosanya.

Pentingnya kesetaraan Yesus kristus sang perantara itu dengan manusia berhubungan
dengan kondisi berikut. Oleh karena manusia adalah pihak yangmemberontak melawan
Allah, maka hukuman atas pemberontakan itu harus ditanggungkan ke atas manusia.

Kata ibrani kerajaan maut adalah sheol, bumi bawah. Itu adalah tempat siksaan dan
kesengsaraan. Di sana manusia terpisah dari saudara-saudara dan terbuang dari hadapan
Allah. Ia hanyalah bayangan-bayangan saja. Yang mengerikan dari Sheol adalah disana tidak
ada lagi pujian kepada Allah, wajah Allah tidak ditemukan di sana dan perayaan sabat pun
tidak dikenal. Sheol adalah tempat manusia ada sebagai non-being karena terpisah dari
sesama dan juga dari Allah.

Paskah merupakan satu peristiwa yangbermakna ganda: perfectum, yang mana artinya
ialahsesuatu yang akan terjadi di masa depan. Jadi pada hari Minggu paskah, Ia sudah bangkit
dari orang mati. Yesus kristus bangkit antara orang mati. Ini peristiwa yang menjadi titik
pusat iman kristen. Kebangkitan Yesus itu terjadi pada hari ketifa dihitung dari hari ketika ia
mengembuskan napas terakhir. Penyebutan hari ketiga ini penting.

Alkitab bersaksi bahwa kenaikan Yesus ke surga bukan sebuah peristiwa mistis, yakni
semacam pengalaman spritual. Bukan juga sebuah kiasa belaka, yakni semacam pengalaman
spritual. Bukan juga sebuah kiasan belaka, kenaikan Yesus ke surga adalah sebuah peristiwa
nyata. Murid-murid melihat Yesus terangkat dari tengah-tengah mereka. bahwa Yesus
Kristus kembali kepada Sang Bapa, yakni naik ke surga. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan
pentingnya Yesus naik ke surga. Naik kesurga artinya Yesus dipermuliakan Atau Ia kembali
menerima kemuliaah yang ditanggalkan-Nya. Dengan kembali kemuliaan yang ada pada-Nya
sejak kekal sebagai yang mengatasnamakan kita. Yesus juga naik kesurga, artinya ia pergi
untuk meggelar seluruh perkaya yang sudah dia jalai sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada Sang Bapa yang mengutus-Nya demi memeproleh pengesahan dari sang Bapa.

Salah satu urgensi kenaikan Yesus ke surga yang saya sebutkan adalah Yesus kembali
kepada bapa untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pendamaian yang Dia
terima. Yesus naik ke surga itu dipercayakan untuk duduk di kanan Sang Bapa. Artinya,
Yesus Kristus diberikan kehormatan serta kemuliaan dan kuasa-memerintah. Sehubungan

224 | D i k t a t D o g m a t i k a
dengfa pertanyaan tentang bagaiman reaksi Sang Bapa dengan laporan pertangungjawaban
Yesus.

Kedatangan kembali Yesus Kristus sebagai Hakim. Dua orang yang berpakaian putih
yang menemui murid-murid sesaat setelah Yesus naik ke surga berkata kepada mereka.
kedatangan kembali Yesus Kristus bukan sebua kejadian spritual, yakni Dia datang kembali
dalam kehadiran Roh Kudus seperti yang diajarkan oleh Warren atau J.M. Campbell. Alkitab
memang mengatakan bahwa kehadiran Roh Kudus dalam dunia merupakan kedatangan
kembali Kristus secara baru. Kedatangan yesusu kembali Yesus Kristus adaalha satu
peristiwa masa depan. Ia akan datang secara fisik. Istilah dogmatika untuk itu adalah parousia
Dalam kedatangan-Nya yang pertama ia takluk di bawah hukum. Dalam kedatangan kembali
sebagai hakim, Yesus Kristus akan menegakkan hukum dan keadilan. Ia akan menghakmi
tiap-tiap orang dan memberi upah yang pantas kepada masing-masing dengan mengacu pada
komitmen mereka terhadap new story of man yang sudah dinyatakan di dalam kebangkitan-
Nya.

Yesus kristus adalah raja yang memerintah. Ia menajalankan kekuasaan atas segala
makhluk sekaligus memulihkan kekuasaan Allah atas dunia yang telah dirusak oleh dosa.
Yesus kristus juga adalah Nabi yang ditetapkan Allah untuk mendengarkan dan
memperdengarkan firman Allah kepada umat. Mendengarkan dan memperdengarkan firman
merupakan dua elemen yangmelekat dalam diri jabatan nabi. Yesus Kristus juga adalah imam
yang menjalankan tugas sebagai nabi yang menghadirkan Allah di hadapan manusia, Yesus
Kristus juga adalah imam yang menjadi wakil manusia di hadapan Allah.

Tanggapan kelompok

Pendamaian artinya hukuman terhadap dosa yang dijatuhkan keatas Yesus sehingga Ia
menjadi dosa karena manusia dan kebenaran Yesus kristus dijatuhkan keatas manusia
sehingga manusia menjadi benar karena kristus.

5. Dogma tentang penyelamatan[5]

Sisi subjektif karya pendamaian

Yang dimaksud dengan subjektig ialah karya yang terjadi diluar manusia, tanpa manusia
atau tidak melibatkan manusia. Karya itu diselesaikan Allah di dalam kristus atas nama

225 | D i k t a t D o g m a t i k a
manusia dan untuk keselamatan manusia. Sejauh itu manusia hanya berdiri sebagai
penonoton. Allah melakukan itu karena Allah setia pada diri-Nya dan pada perjanjian yang
sudah ditetapkan-Nya sejak kekal, yakni untuk menjadi sekutu umat-Nya. Dari kekal sampai
kekal Allah adlah imanuel. Ungkapan imanuel juga mengandung arti, yakni Allah selalu
mengikutsertakan manusia dalam karya-karya Nya

Tempat dogma keselamatan

Dogma tentang keselamatan berada dalam ruang lingkup pekerjaan Roh kudus. Dalam
ruang lingkup itu Gereja mengakui: Aku percaya kepada kembali mengucapkan frasa: aku
percaya... kalimat aku percaya diucapkan dihubungkan dengan pekerjaan Sang Bapa. Kalimat
itu kembali diucapkan secara implisit dalam hubungan dengan Yesus Kristus untuk
merampungkan karya pendamaian.

Partisipasi manusia dalam pendamaian

Peristiwa ini dimungkinkan oleh Allah melalui Karya Roh Kudus. Artinya, Roh Kudus
yang tampil pada karya penciptaan sebagai God’s crative power, kembali memainkan peran
itu lagi dalam akta pendamian. Ia berperan memapukan manusia untuk ambil bagian dalam
keselamatan. Ia melakukan itu dengan cara masuk di dalam manusia, bekerja bersama dan
melalui roh manusia sehinhha manusia dapat mengakan: YA kepada Allah.

Roh kudus sebagai yang mempersekutukan

Roh kudus yang memampukan manusia dari dalam diri manusia untuk menjawab: Ya kepada
Allah yang sudah lebih dahulu mengatakan Ya kepada manusia dalam karya Kristus. Roh
kududs masuk dan berdiam di dalm manusia itu. Ia menjadi deus in nobis (Allah dalam kita).
Dari dalam manusia. Ia menggerakan manusia untuk menanggapi karya Allah yang objektif
itu. Atas dasar ini, Barth menamakan karya penyelamatan (redemption) sebagai gratia
interna. Sedangkan pendamaian (reconciliation) sebagai gratia externa, sedangkan karya
penciptaan merupakan external basis untuk keduanya.

Jalan masuk kepada keselamatan

Yesusu kristus adalah jalan sekaligus pintu bagi manusia untuk masu kedalam keselamtan
dan ambil bagian dalam perjanjian sebagai mitra Allah. Dalam bab-bab terdahulu saya telah

226 | D i k t a t D o g m a t i k a
membicarakan secara panjang lebar siapa Yesus Kristus dan karya-Nya. Manusia dipilih
Allah di dalam Yesus Kristus untuk diikusetakan dalam karya-karyanya bukanlah pertama-
pertama pribadi-pribadi. Yesusu kristus yang adalah imanuel selalu mau mengikutsertakan
manusia dalam karya-Nya. Manusia yang dipanggil Allah menjadi sekutu-Nya adlah pertam-
tama manusia dalam persekutuan.

Orde keselamatan

Dalam arti ini keselamatan itu adalah anugrah Allah. Dan sekarang kami tambahkan
bahwa keselamatan yang adalah anugerah itu tidak datang kepada kita secaara acak atau
serampangan. Pemeberian keselamatan oleh Allah berlaku menurut orde atau daftar alir yang
ditentukan Allah. Orde itu adalah Allah-Persekutuan-Individu. Keselamatan diberikan Allah
buka pertama-pertama kepada pribadi, melainkan kepada gereja atau persekutuan. Orde ini
tercermin juga dalam kredo, secara khusus artikel ketiga yang berbicara tentang penerapan
semua yang sudah dikerjakan Allah di dalam kristus ke dalam manusia.

Persekutuan dan individu

Persekutuan merupakan basisi dari pertumbuhan iman, kasih, dan pengharapan dari tiap
individu orang percaya. Dalam hubungan ini, persekutuan disebut sebagai bentuk
fundamental dari gereja. Respons individu kepada Allah berupa kesediaan untuk hidup dalam
iman, kasih, dan harap akan Allah, ditempatkan dalam format persekutuan. Iman, kasih,dan
harap kepda Allah adalah soal personal. Keselamatan diberikan Allah melalui satu orde atau
daftar alir, yakni dari Allah kepada persekutuan, baru ke individu-individu. Individu beroleh
keselamatan karena keterikatannya pada persekutuan keselamatan.

Kerajaan Allah, yang merupakan persekutuan keselamatan ke dalam mana manusia


diundang masuk oleh Allah di dalam kristus, dan dimampukan oleh Roh Kudus untuk
menjawab undangan itu, merupakan bentuk hidup masa depan yang sudah mulai menerobos
masuk ke dalam masa kini dari kerajaan Allah itu. Gereja bukanlah kerajaan Allah. Ia adalah
regnum gratiae, persekutuan yang menerima dan mengakkan pemerintahan Yesus Kristus
secara spiritual.Dua tugas yang diperankan oleh Israel dan Gereja, betapapun berada, tidak
boleh dipisahkan. Pemberitaan Israel harus didengarkan bersama-sama dan diterima sebgai
satu kesatuan dengan pemberitaan Gereja.

227 | D i k t a t D o g m a t i k a
Gereja adalah perwujudan Israel secara baru. Ia adalah creatur spiritium sanctum.
Perwujudan historynya sebagai satu umat terjadi pada peristiwa pentakosta. Ia datang buka
untuk menggantikan Israel, melainkan untuk menjadi pemenuhan Israel. Bentuk kehidupan
umat Allah dalam perjanjian lama bersama dengan semua pangajaran dan ketentuannya,
mencapai penggenapannya dalam Geeja.

Gereja dan israel: perwujudan sementara dari kerohanian Allah

Kerajaan Allah, yang merupakan persekutuan keselamatan ke dalam mana manusia


diundang masuk oleh Allah di dalam kristus, dan dimampukan oleh Roh Kudus untuk
menjawab undangan itu, merupakan bentuk hidup masa depan yang sudah mulai menerobos
masuk ke dalam masa kini dari kerajaan Allah itu. Gereja bukanlah kerajaan Allah. Ia adalah
regnum gratiae, persekutuan yang menerima dan mengakkan pemerintahan Yesus Kristus
secara spiritual.Dua tugas yang diperankan oleh Israel dan Gereja, betapapun berada, tidak
boleh dipisahkan. Pemberitaan Israel harus didengarkan bersama-sama dan diterima sebgai
satu kesatuan dengan pemberitaan Gereja.

Gereja adalah perwujudan Israel secara baru. Ia adalah creatur spiritium sanctum.
Perwujudan historynya sebagai satu umat terjadi pada peristiwa pentakosta. Ia datang buka
untuk menggantikan Israel, melainkan untuk menjadi pemenuhan Israel. Bentuk kehidupan
umat Allah dalam perjanjian lama bersama dengan semua pangajaran dan ketentuannya,
mencapai penggenapannya dalam Geeja.

Gereja sebagai ibu orang percaya

Inilah keyakinan iman Gereja tentang asal-usulnya. Ia dibentuk oleh Allah di dalam
Kristus melalui kuasa roh kudus untuk tiga fungsi yaitu: merawat pertumbuhan iman bereka
ayng dibenarkan oleh Allah melalui pemberitaan firman. Kemudian untuk mengefektifkan
pengudusan manusia melalui perayaan sakramen. Ketiga memimpin penugasan orang
percaya lewat konstitusi gerejawi. Dengan adanya gereja, orang-orang yang dibenarkan,
dikuduskan, dan ditugaskan oleh Allah di dalam Yesus Kristus tidak dibiarkan hidup terlantar
tanpa bimbingan.

Dua aspek perayaan keselamatan dalam gereja

228 | D i k t a t D o g m a t i k a
Aspek persekutuan yang diselamatkan dituntun untuk ambil bagian di dalam persekutuan
ini perlu dipahami dari latar belakang kejatuhan dalam dosa yang ditandai dengan sloth,
ketertuutpan, atau keterasingan sebgaimana yang sudah kami gambarkan dalam bagian kedua
buku ini.

Aspek individual, berkata keselamtan yang menjadi bagian individu dalam Gereja,
sebagaimana yang dirumuskan dalam kredo ata tiga: pengampunan dosa, kebangkitan daging,
dan kehidupan yang kekal.calvin mengelompokan duan bagian yaitu: berkat yang sudah
mulai direalisasikan pada masa kini, yakni sejak seseorang ambil bagian dan persekutuan
tubuh krutus. Dan yang baru akan dinyatakan kelak, yakni ketika yesus Kristus datang
kembali sebagai bagian orang-orang yang hidup dalam percaya keapda Yesus Kristus.

Tanggapan kelompok

Kasih adalah agenda etis yang harus manusia jalani manakala dalam credenda ia
mengakui Allah sebagai pencipta.Kasih itu sebagaimana sudah menunjukan dalam nyata dan
kesediaan manusia untuk menaruh batas bagi keinginan dirinya sebagai bentuk imitatio di.

6. Dogma tentang hal-hal terakhir[6]

Nama Eskatolog

Ada beberapa referensi Alkitab yang dirujuk untuk penamaan antara lain Yesaya 2:2 dan
Mikha 4:1 yang berbicara mengenai hari-hari terakhir (eschatai hemerai) atau 1 Petrus 1:20:
zaman tetakhir (eschaton ton chronon) dan 1 Yohanes 2:18 : waktu yang terakhir (eschate
hora). Eskatologi adalah percakapan tentang hal-hal terakhir. Yang dimaksuda dengan hal-
hal terakhir dalam eskatologi adalah tujuan atau maksud dari setiap pekerjaan Allah, baik
dalam penciptaan, pendamaian, dan penyelamatan.

Allah selalu di depan kita

Perbedaan tentang zaman akhir dan akhir zaman ajaran Kristen dengan agama lain antara
lain: pertama, zaman akhir sudah dimulai pada masa kini (1 Yoh 2:18-19). Zaman akhir
menunjuk pada suatu peristiwa atau waktu, sedangkan akhir zaman menunjuk pada peristiwa-
peristiwa yang akan terjadi pada peristiwa waktu itu. Akhir zaman merupakan suatu
periodisasi waktu yang berkarakter dialketis:sudah datang tetapi belum selesai.

229 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kedua, fokus perhatian Kristen saat berbicara tentang zaman akhir dan akhir zaman
bukan masalah apa melainkan siapa. Zaman akhir bersangkut paut dengan satu nama yaitu
Yesus Kristus. Dasar tujuan keberadaan ciptaan ada didalam nama Yesus Kristus. Dasar dan
tujuan dari ciptaan adalah Allah yang memperkenalkan diri kepada Musa dengan nama AKU
ADA YANG AKU AKAN ADA (Kel 3 :14).

Dimanakah keberadaan Allah yang beserta kita? Melihat pada Yesus Kristus, Allah itu
serentak berada di pre-temporal, supra temporal, dan post temporal (sebelum ada waktu,
didalam waktu sebagai Tuhan, dan setelah waktu berlalu). Allah yang sama berada dalam
waktu sebagai Tuhan.

Isi ajaran Kristen tentang eskatologi tidak lain dan tidak bukan adalah Allah. Ia
mendahului manusia dalam semua waktu dan periode waktu. Ia ada bersama manusia
didalam sejarah sebagai Tuhan. Dia juga ada dimasa depan sebagai tujuan dari kehidupan
sebagai ciptaan.

Tiga peridioisasi waktu

Bila diperiksa nubuat para nabi Perjanjian Lama, terdapat dua periodisasi waktu, masa
kini (Ibrani, olam hazzeh, Yunani: aion houtus) dan masa depan (Ibrani: olam habba,
Yunani: ainon mellon). Yang dimaksud para nabi dalam nubuatan mereka tentang masa
depan adalah saat kedatangan Mesias. Masa kini yang ada dalam pemahaman para nabi,
adalah periode sebelum kedatangan Mesias.

Dalam PB masa Mesianis seperti yang dinubuatkan oleh para nabi PL, digambarkan
sebagai sebuah peristiwa rangkap dua: ada perbedaan antara kedatangan Mesias yang
pertama dan yang kedua. Periode kedatangan Mesias yang pertama disebut masa kini.
Sementara kedatangan Mesias untuk kedua kali disebut sebagai masa depan.

Saat ini kita diperhadapkan dengan dua perbedaan yang berbeda mengenai masa kini dan
masa depan. Pertama, menurut para nabi masa kini adalah rentang waktu sejarah manusia
sebelum kedatangan Mesias. Masa depan ditandai dengan kedatangan Mesias. Kedua, para
rasul dan umat dala PB melihat peridodisasi waktu secara berbeda. Apa yang disebut para
nabi sebagai masa kini malah dianggap sebagai masa lalu oleh para rasul dan umat PB. Apa
yang dinamakan sebagai masa depan oleh para nabi dan umat PL dinamakan masa depan,

230 | D i k t a t D o g m a t i k a
dialami sebagai dua babak. Babak pertama adalah kedatangan Mesias dalam kerendahan.
Babak keduaadalah kedatangan Mesias dalam kemuliaan. Diantara kedua masa ini ada satu
masa lagi yaitu kedatangan kembali Yesus Kristus dalam Roh Kudus (Pentakosta). Ini adalah
masa gereja untuk memberitakan kebangkitan kepada segala makhluk.

Kontruksi domatis terhadap waktu

Percakapan tentang waktu dilakukan dari tiga sudut pandang. Pertama, waktu dari sudut
pandang Allah atau waktu Allah. Waktu Allah disebut dengan eternal present. Yang artinya
waktu Allah itu tidak memiliki masa lalu, kini, dan masa depan.

Kedua, waktu dari sudut pandang manusia atau waktunya manusia. Ini adalah waktu yang
diciptakan oleh Allah dan diberikan kepada manusia. Waktu manusia memiliki tiga babak
yang terus mengalir: masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ketiga, percakapan tentang
waktu dari sudut pandang karya keselamatan yang dikerjakan Yesus Kristus, yaitu waktu
keselamatan (salvation history - Heilgeschiedenis).

Masa lalu adalah masa dimana kita sudah berdiam didalam Allah, walaupun kita belum
ada. Masa kini adalah saat dimana kita dimampukan untuk hidup dalam iman. Masa depan
adalah saat dimana kita tetap ada dalam tangan Allah, betapapun kita tidak ada lagi.

Dari sudut pandang paskah, yang disebut masa lalu adalah rentangan waktu yang
mendahului kebangkitan Yesus Kristus. Masa itu terbentang kebelakang, yaitu dari peristiwa
kebangkitan Yesus ke peristiwa penciptaan langit dan bumi. Masa ini adalah waktu dimana
Allah berada dalam perjalanan menjumpai manusia berdosa untuk menawarkan keselamatan.

Dari sudut pandang kebangkitan Yesus Kristus, yang disebut masa kini adalah rentangan
yang berlangsung antara kenaikan Yesus Kristus ke surga sampai kedatangan-Nya kembali.
Ini adalah masa dimana orang percaya diberi kepercayaan oleh Allah untuk memberitakan
kepada dunia dan semua manusia tentang dimulainya zaman baru dan kemanusiaan baru,
supaya dunia dan semua manusia boleh ambil bagian dalam gerakan pembahruan dan
perubahan manusia dan dunia.

Sedangkan yang disebut masa kini adalah waktu baru yang akan datang bersamaan
dengan kedatangan kembali Yesus Kristus. Inilah waktu dimana Allah akan memberi nilai
kepada semua aktivitas dan karya manusia.Dilihat dari perspektif kebangkitan Yesus, zaman

231 | D i k t a t D o g m a t i k a
akhir itu bukan baru akan terjadi pada saat kedatangan kembali Yesus Kristus. Zaman akhir
sudah mulai sejak kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati dan akan mencapai
kepenuhannya pada saat kedatangan kembali Yesus Kristus.

Tiga babakan eskatologi

Umat pada masa pra-paskah melihat kedatang Mesias sebagai zaman akhir, sementara
umat yang hidup pada masa post-paskah menggambarkan kedatangan kembali Yesus Kristus
sebagai akhir zaman. Rentang waktu yang disebut akhir zaman dimulai dengan kedatangan
Mesias, yaitu Yesus Kristus yang terjadi pada peristiwa kebangkitan. Hal-hal terakhir sudah
mulai menjadi nyata saat kedatangan Yesus Kristus, dan akan mencapai puncak perwujudan
secara sempurna dan utuh pada kedatangan kembali Yesus Kristus. Bertolak dari pemahaman
ini, eskatologi merupakan sebuah peristiwa rangkap tiga, yaitu: paskah,
pentakosta, dan parousia. Zaman akhir sudah mulai pada peristiwa Paskah, berulang lagi
dalam peristiwa Pentakosta, dan masih akan mencapai perwujudan final diParousia.

Tanggapan kelompok

Dalam bab ini ditegaskan bahwa kita sebagai umat Tuhan agar tetap hidup didalam
kasih iman dan pengharapan akan Allah.Ia memulai karyanya tanpa meminta perstujuan dari
manusia namun Ia juga meminta partisipasi manusia dalam karyaNya.Ia bertindak untuk
membuat manusia ambil bagian dalam karya-karyaNya dan juga memperhitungkan karyanya
manusia pada saat penyelesaain akhir.

7. Tanggapan dogmatis

Manusia yang dikatakan pada dogmatika yang berhubungan juga dengan penciptaaan
yang di berikan Allah. Yesus kristus Adalah sungguh-sungguh Allah dan Manusia dimana
kemanusiannya bukanlah semu saja sehingga keilahinya dipentingkan dalam dogmatika.
Karena manusia hidup sebagai subjek.[7]

Model Spritualitas bahwa tindakan ekstenal atau lahiriah lebih penting dari tindakan
internal atau batin. Istilah tindakah lahirian ini mengacu pada ritual-ritual atau amal baik
eperti berpuasa, memberi sedekah,dan pertobatan fisik. Kemudian sikap adalah bahwa dari
memulai semua karya kebaikan dan Tuhan memberi ganjarannya. Jika dirumuskan secara

232 | D i k t a t D o g m a t i k a
teologis, keyakinan ini sangat dekat dengan bidah pelagian., dikap ini untuk menenteramkan
Tuhan karena dosa seseorang atau untuk merebut kembali hati-Nya[8]

.Tentang keesaan Allah. Bahwa sebagai tambahan terhadap penekananya atas keesaan
Allah, menkeankan perbedaan-perbedaan antara ketiga pribadi. Namun apa bila dikatakan
secara tepat, maka hanya Bapalah Allah, walaupun nama “Allah” dapat saja diterapkan
kepada Anak dan Roh kudus. Keilahian Anak dan Roh Kudus dijabrtkan dari bapa.[9] Tri
tunggal merupakan satu alasan mengapa gereja berhasil membuat kemajuan yang berarti di
kalangan orang kristen bahkan kepada orang lain. Oleh karena itu lah Allah ingin
menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan keunikan Allah yang hanya dapat
mencairkan atau meniadakeesaan tersebut

[1] Ebenhaizer I.Nuban Timo.Allah menahan diri tetapi pantang berdiam diri.Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2015. Hlm 3-71

[2] Ibid 72

[3] Ibid 158

[4] Ibid 236

[5] Ibid 325

[6] Ibid 425

[7] Van Niftrik,Bolan,domatika masa130-144

[8] Thomas Keating,intim bersama Allah. Yogyakarta:Kasinus, hal25-26

[9] Benhard lohse, pengantar sejarah dogma kristen.jakarta: BPK gunung mulia,2008

Kelompok IV

233 | D i k t a t D o g m a t i k a
Nama : Cintya Crisna Pardede (14.2911)

Dendri Halomoan Pasaribu (14.2912)

Mata Kuliah : Dogmatika I

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu

DOGMATIKA REFORMED

(Herman Bavinck)

I. Pengantar
Buku yang berjudu Dogmatika Reformed yang diringkas dalam tulisan ini merupakan
buku jilid I yang ditulis oleh Herman Bavinck berisikan tentang pendahuluan, definisi dan
metode yang disebut juga sebagai “prolegomena teologi”. Buku jilid pertama ini menekankan
tentang komitmen yang kuat oleh Bavinck tentang ortodoksi Reformed.

II. Isi
2.1 Pengantar Kepada Dogmatika
2.1.1 Teologi Dogmatik sebagai Sains217
Dogma merupakan kebenaran-kebenaran yang dipaparkan secara tepat di dalam
Kitab Suci sebagai hal yang harus dipercayai. Dogma adalah pengetahuan bahwa Allah
telah menyatakan dalam firman-Nya kepada gereja-Nya. Dogmatika adalah sains tentang
Allah, bukan tentang iman atau tentang agama. Tugas seorang pakar dogmatika adalah
memikirkan pikiran-pikiran Allah yang melampaui pikiran-pikirannya sendiri dan juga
menelusuri kesatuannya. Teologi dogmatik bertugas untuk memberi penjelasan ilmiah
tentang kebenaran agama dengan didasarkan pada Kitab Suci.
Tujuan dari sains adalah kebenaran, oleh karena itu apabila dogmatika bertujuan
menjadi sains yang sesungguhnya maka dogmatika tidak boleh hanya menjelaskan
tentang hakikatnya melainkan harus menunjukkan suatu hal yang dianggap sebagai
kebenaran, ia harus mengemukakan dioti (oleh karena) dan bukan oti (adalah), bukan
realitas, melainkan kebenaran, bukan suatu hal yang riil, melainkan apa yang ideal, yang
logis, dan yang niscaya.

217
Herman Bavinck, Dogmatika Reformed (Surabaya: Momentum, 2009) 19.

234 | D i k t a t D o g m a t i k a
2.1.2 Metodologi dan Pengorganisasian Teologi Dogmatik218
Bahan yang digunakan untuk membangun teologi dogmatik bersumber dari Kitab
Suci, ajaran gereja, dan pengalaman Kristen. Metode dogmatik yang baik haruslah
memberi perhatian terhadap ajaran gereja dan pengalaman Kristen bersamaan dengan
Kitab Suci. Teologi dogmatik hanya mungkin bagi orang yang hidup dalam persekutuan
dengan sebuah gereja Kristen. Dogmatika tidaklah sama dengan simbolika. Dogmatika
menyampaikan apa yang harus dipercayai sebagai kebenaran sekalipun hal itu mungkin
berbeda dengan pengakuan gereja yang ada pada saat itu sedangkan simbolika
menjelaskan pengakuan iman Kristen, meskipun begitu keduanya tetaplah saling
mendukung.
Dalam perkembangannya, metode untuk berteologi ada dalam berbagai pilihan
seperti metode analitis, metode historis-genetis, dan metode sintetis-genetis. Berbagai
metode yang ada memiliki kekurangannya masing-masing akan tetapi metode yang paling
baik dilakukan dalam berteologi adalah metode sintetis-genetis yang meniru tentang
bagaimana dogma Kristen telah muncul secara organik dan Kitab Suci secara
keseluruhannya. Selain daripada metode tradisional dan alkitabiah yang telah disebutkan,
muncul di kemudian hari metode yang berpusat pada doktrin gereja atau pengajaran Kitab
Suci, akan tetapi berdasarkan kepada subjek si orang percaya mengenai kesadaran
Kristen, tiga filsuf yang memiliki pandangan ini adalah Kant, Scheiermacher, dan Hegel.

2.2 Sejarah dan Literatur Teologi Dogmatik


2.2.1 Pembentukan Dogma: Timur dan Barat219
Gereja pada awalnya menyampaikan dogma mereka melalui tulisan-tulisan surat
dan melalui kredo yang sederhana. Periode awal masa pembentukkan dogma terjadi pada
abad ke-2 hingga abad ke 3-4. Perkembangan yang besar mengenai dogmatik terjadi di
daerah timur, secara khusus mengenai kristologi, perkembangan ini banyak terjadi pada
sekitar abad-4 sampai abad ke-8. Gereja timur memberikan penekanan terhadap
pembebasan manusia dari dosa untuk mengambil bagian dalam natur ilahi. Berbeda
dengan timur, teologi di barat justru berpusat pada tema-tema seperti ketaatan, kesalahan,
dan pengampunan.
2.2.2 Dogmatika Katolik Roma220

218
Ibid, 23.
219
Ibid, 133.

235 | D i k t a t D o g m a t i k a
Metode skolastik banyak digunakan di gereja barat sesudah abad 10.
Skolastisisme yang berkembang di gereja barat pada dasarnya adalah teologi ilmiah.
Scholastik tidak memandang bahan-bahan yang ada dalam teologi seperti Kitab Suci
secara kritis dan skeptis melainkan dengan menggunakan iman seperti anak-anak
sehingga iman menjadi titik tolak dari skolatisisme.
Pada abad pertengahan, metode skolastik mencapai keredupannya karena studi
tentang sumber-sumber asli sangatlah diabaikan oleh metode ini, selain itu skolastisisme
juga semakin redup karena kebergantungannya secara metode terhadap logika Aristoteles
di dalam pengerjaan bahan dogmatik secara dialektis dan sistematik hingga di kemudian
hari sistem skolastik ini semakin sering menyebabkan kesalahan yang serius. Skolatissime
melewati tiga periode, yaitu lama, pertengahan, dan baru. Perbedaan antara skolastisisme
lama dan baru ialah skolatisisme yang baru lebih erat terikat dengan teologi positif, pada
abad pertengahan teologi positif hampir diabaikan sama sekali.
2.2.3 Dogmatika Lutheran221
Pakar dogmatika Lutheran yang pertama sesungguhnya bukanlah Martin Luther,
melainkan Philipp Melanchthon dan karyanya Loci Communes (1521). Luther bukan
orang sistematik, akan tetapi ia mewariskan karya dogmatika. Dogma Lutheran dibahas
dan dikembangkan secara skolastik dalam bentuk definitifnya pada abad ke-17. Akan
tetapi diantara tahun 1700-1730 muncul suatu periode dimana kesalehan subjektif
digunakan sebagai titik fokus yang disebut dengan Pietisme. Selain Pietisme, pada tahun
1760 muncul juga kecenderungan rasionalisme yang dipelopori oleh filsafat Descartes.
Oleh karena munculnya rasionalisme, dogmatika hampir kehilangan seluruh titik tolak,
metode, dan juga isinya. Dogmatika menjadi sebuah kumpulan ide-ide rasional tentang
Allah, kebajikan dan juga kekekalan. Meskipun demikian, pihak ortodoksi gerewai
melakukan perlawanan terhadap pengaruh filsafat terhadap teologi, orang-orang dari kaum
Lutheran seperti Guericke, Rudelbach, dll juga orang-orang dari persatuan yang positif
seperti Kahnis, Luthardt, dll bekerja keras untuk kembali memulihkan teologi Lutheran.
2.2.4 Dogmatika Reformed222
Teologi Reformed dipeopori oleh Zwingli. Zwingli adalah tokoh reformator yang
memiliki banyak persamaan dengan Luther, akan tetapi meskipun demikian terdapat

220
Ibid, 167.
221
Ibid, 187.
222
Ibid, 207.

236 | D i k t a t D o g m a t i k a
perbedaan diantara keduanya dalam hal asal-usul, pendidikan, karakter, dan juga
pengalaman. Pada tahun 1592 ketika Zwingli meninggal, Calvin yang berpihak pada
Zwingli menjadikan perpecahan di antara Lutheran dan Protestanisme Reformed.
Perbedaan yang paling dapat dilihat ialah bahwa Kristen Reformed berpikir secara
teologis, sedangkan Lutheran pada antropologis. Bagi kaum Reformed, pemilihan adalah
jantung gereja, sedangkan dalam Lutheran berpandangan bahwa pembenaran adalah
prinsip yang menentukan jatuh atau bangunnya gereja. Ciri khas kaum Reformed dapat
dilihat dari sejumlah kredo. Di dalam teologi yang disampaikan Zwingli, masih terdapat
kekosongan yang dikemudian hari diperkuat dengan teologi Calvin yang juga diterima di
Swiss dan menyebar ke Prancis, Belanda, Inggris, dan Skotlandia, sedangkan di Jerman,
teologi refomasi tidak terlalu bergantung kepada Calvin.
Dalam teologi Reformed, metode skolastik juga muncul pada akhir abad ke-16
ketika orang-orang mulai kehilangan rasa tertariknya terhadap dogma yang sederhana.
Pada abad ke-17, muncul prinsip-prinsip yang membuat teologi Reformed mengalami
kemerosotan, yaitu prinsip yang bertitik-tolak intelektual dan estetis. Abad-abad setelah
itu teologi Reformed terus mengalami kemerosotan di berbagai negara, salah satunya
adalah di Jerman dimana teologi ini mulai merosot pada abad ke-18 sejak munculnya
pengaruh filsafat Kant dan Schleiermacher, dll.

2.3 Fondasi-fondasi Teologi Dogmatik (Principia)223


Teologi tidak memiliki fondasinya sendiri melainkan teologi baru dapat menjalankan
tugasnya sesudah terlebih dahulu membiarkan filsafat memeriksa dan menilai dasa dan
haknya untuk eksis, para teolog tidak dapat dari awal mengambil posisi dalam kekristenan
melainkan mengambil posisi di luar kekristenan dan di dalam gereja secara umum agar dapat
melanjutkan dengan penguraian doktrin-doktrin Kristen. Untuk dapat memahami tentang
prinsip pertama dari teologi maka dibutuhkan pemahaman tentang apa yang dipahami seabgai
prinsip dasar yang juga disebut dengan principia. Aristoteles mendefinisikan principia
menjadi tiga tipe yaitu; prinsip keberadaan, eksistensi, dan mengetahui.
2.3.1 Fondasi-fondasi Ilmiah224
Pada dasarnya orang Kristen mengenal tiga prinsip dasar yaitu; Allah adalah
fondasi esensial (pricipium essendi), Kitab suci adalah fondasi kognitif (principium

223
Ibid, 243.
224
Ibid, 245.

237 | D i k t a t D o g m a t i k a
cognoscendi externum), dan Roh Kudus adalah prinsip internal dari mengetahui
(principium cognoscendi internum). Akan tetapi secara sejarah terdapat dua mazhab
yang saling berlawanan yang berkembang pada beberapa waktu lalu, yaitu rasionalisme
dan empirisme yang justru memiliki prinsip berbeda dari apa yang telah disebutkan di
atas. Rasionalisme berpandangan bahwa pengetahuan dihasilkan dari kegiatan berpikir
dan pengetahuan ilmiah itu merupakan produk dari pemikiran manusia dan bukan datang
dari luar manusia sedangkan empirisme berpandangan bahwa sumber pengetahuan
adalah persepsi inderawi manusia, jika di dalam rasionalisme dunia objektif membiarkan
dirinya diarahkan oleh pemikiran manusia maka dalam empirisme justru kesadaran
manusia terhadap dunia luar dibuat menjadi tunduk, empirisme berpandangan bahwa
seluruh proses pengerjaan pengetahuan dikerjakan oleh kemampuannya dalam persepsi.
Meski mazhab rasionalisme dan empirisme sempat dianut oleh banyak orang,
tetapi hal ini ditolak oleh para pemikir Kristen, salah satunya ialah Augustinus.
Pemikiran empirisme menyatakan bahwa pikiran manusia adalah papan kosong yang
pasif dan kesadaran manusia secara penuh dikuasai oleh faktor di luar dirinya, akan
tetapi pandangan ini ditepis oleh Augustinus yang mengatakan bahwa pikiran manusia
memiliki naturnya sendiri dan karenanya pemikiran manusia tidak dapat dikatakan
sebagai papan tulis kosong yang pasif melainkan dunia yang diciptakan di luar manusia
adalah fondasi eksternal dari pengetahuan manusia (principium cognoscendi externum)
dan terdapat juga fondasi internal dari pengetahuan manusia (principium cognoscendi
internum) yang berfungsi untuk membuat pengetahuan menjadi bagian dari kesadaran
manusia yang sekaligus juga diyakini sebagai karunia pikiran dari Allah.

2.3.2 Fondasi-fondasi Religius225


Agama tidak berbeda dengan sains dimana keduanya sama-sama memiliki
fondasi-fondasi (principia). Agama di dalam esensinya banyak sekali diberi pandangan
oleh berbagai pihak, akan tetapi pada dasarnya esensi agama adalah mengetahui, bukan
merasa ataupun bertindak, mengetahui di dalam hal ini ialah mengetahui tentang Allah
melalu pikiran yang finit atau yang ilahi yang mengetahui mengenai dirinya secara
objektif melalui sekaligus dalam pikiran yang finit. Di dalam perkembangannya, agama
dianggap sebagai pengetahuan, pandangan ini kemudian menyebabkan agama dianggap
lebih rendah dari filsafat oleh Hegel sebab baginya agama adalah pengetahuan yang

225
Ibid, 279.

238 | D i k t a t D o g m a t i k a
hanya cocok bagi orang-orang yang tidak berpididikan. Akan tetapi kemudian muncul
berbagai pemahaman lainnya yang pada akhirnya menentang pemikiran Hegel dan
menyimpulkan bahwa hubungan di antara agama dan filsafat tidak seharusnya
digambarkan dengan tingkatan yang lebih rendah atau tinggi sebab pada akhirnya
seorang yang sangat baik di dalam filsafat/ para filsuf itu tidak dapat melampaui agama
sekalipun dengan semua pengetahuannya dan disimpulkan juga bahwa pengetahuan tidak
akan dapat menggantikan agama. Berdasarkan hal itu juga para ahli lain justru
mendefinisikan agama sebagai perilaku moral dan menempatkan kedudukan agama itu
sendiri di dalam kehendak manusia. Definisi yang menyatakan bahwa agama merupakan
perilaku moral dipandang oleh pihak-pihak lain bukan hanya sebagai sebuah fondasi saja
melainkan juga sebagai prinsip dan norma dari agama sekaligus juga teologi.
Selain pandangan yang menyatakan mengenai esensi agama sebagai pengetahuan
dan moralitas, agama juga diberi pandangan sebagai perasaan, pandangan ini
berkembang pada sekitar abad ke-19. Perasaan yang dimaksudkan oleh pandangan ini
adalah perasaan yang bukan ada dengan sifat terpisah melainkan ada sebagai natur dan
juga bersifat pasif. Berdasarkan beberapa pandangan tersebut maka dapat dikatakan
bahwa agama tidak hanya terbatas pada suatu hal, melainkan mencakup manusia secara
penuh karena hal ini berkaitan dengan Allah, relasi antara agama dengan Allah harus
bersifat total dan sentral. Oleh karena hal itulah agama juga memiliki hubungan dengan
berbagai kekuatan, secara khusus kepada sains/ pengetahuan, moralitas, dan juga seni/
perasaan.
2.4 Penyataan (Principium Externum)
2.4.1 Ide Tentang Penyataan226
Penyataan bukan merupakan suatu hal yang ada di dalam Agama Kristen saja,
melainkan juga ada pada seluruh agama, C.P Tiele mengatakan bahwa setiap agama
melakukan penyataan dirinya melalui orakel-orakel dan nabi-nabi mereka dan juga
melalui tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban yang dapat diamati untuk menyatakan
tentang ilah-ilah/ dewa-dewa mereka. Tiele mengatakan bahwa ide mengenai penyataan
merupakan suatu hal yang umum di dalam agama-agama meski mungkin
diinterpretasikan secara berbeda. Bagi dogma Kristen, penyataan yang telah diberikan
oleh Allah melalui firman-Nya sudah merupakan suatu hal yang pasti, oleh karena itu

226
Ibid, 339.

239 | D i k t a t D o g m a t i k a
tidak lagi diperlukan lagi pemikiran yang lebih mendalam terkait dengan konsep
penyataan di dalam dogma Kristen.
Pada abad ke-19, ide tentang penyataan di dalam teologi dan filsafat sangat
dihormati. Selain itu, seorang tokoh bernama Rothe di dalam teologi mediasi
menekankan gagasan tentang manifestasi sebagai elemen dari penyataan. Manifestasi
yang dimaksudkan oleh Rothe ialah manifestasi yang diiringi dengan pengilhaman, dan
melalui pengaruh pengilhaman inilah penyataan Allah yang sempurna dalam rupa
Kristus dapat dipahami melalui Roh-Nya. Filsafat mengatakan bahwa penyataan dan
agama adalah dua sisi yang berasal dari satu hal yang sama. Bidang filsafat menyatakan
bahwa penyataan tertinggi dari Allah dapat dilihat didalam roh manusia, penyataan ini
terjadi dari proses sejarah. Akan tetapi meski banyak orang yang dapat menerima konsep
tentang penyataan ini, masih terdapat juga orang-orang yang tidak menerimanya, oleh
karena itu konsep dan esensi tentang penyataan ini tidak dapat secara penuh dikatakan
diterima oleh semua orang.
Penyataan secara umum dapat dikatakan sebagai suatu pengkomunikasian
ataupun pengumuman tentang sesuatu yang masih tidak diketahui dan dalam bidang
agama, penyataan mencakup tiga elemen, yaitu;
1. Eksistensi suatu keberadaan ilahi yang memiliki pribadi yang merupakan sumber
dari pengumuman

2. Suatu kebenaran, fakta, atau peristiwa yang belum diketahui hingga pada waktu
pengumumannya
3. Seorang manusia sebagai penerima pengumuman tersebut.
2.4.2 Penyataan Umum227
Penyataan “natural” (agama, teologi) dan “supernatural” sudah terbentuk
distingsinya sejak masa awal gereja oleh para bapa gereja. Penyataan natural dan
supernatural menurut John dari damaskus diartikan sebagai pengetahuan “bawaan”
(innate) dan yang “dipelajari” (acquired), John menempatkan kedua hal ini secara
berdampingan, akan tetapi dalam skolastisisme distingsi antara teologi natural dan
supernatural justru secara progresif dibuat semakin kuat dan menghasilkan suatu
kekontrasan yang besar. Reformasi mengambil distingsi antara penyataan natural dan
supernatural meskipun secara prinsip memberikan arti yang berbeda. Oleh karena

227
Ibid, 161.

240 | D i k t a t D o g m a t i k a
manusia sudah digelapkan oleh dosa, manusia menjadi tidak dapat memahami penyataan
Allah, oleh karena itu dibutuhkan dua hal untuk membuat manusia dapat secara benar
memahami tentang penyataan, yaitu:
1. Allah sekali lagi memasukkan kebenaran-kebenaran yang dapat diketahui melalui
alam dalam penyataan khusus
2. Untuk dapat kembali melihat Allah di dalam alam, manusia harus diterangi oleh
Roh Allah
Manusia membutuhkan penyataan khusus Allah di dalam Kitab Suci agar ia dapat
memahami penyataan umum Allah di dalam alam secara obyektif, sedangkan menurut
Calvin apa yang dibutuhkan oleh manusia secara subyektif untuk dapat melihat Allah
melalui perbuatannya adalah kacamata iman.
Kitab Suci pada dasarnya tidak memberikan distingsi antara penyataan natural
dan supernatural melainkan menggunakan istilah yang sama bagi keduanya, sebab
menurut Kitab Suci, seluruh penyataan dan termasuk yang ada di dalam alam adalah
supernatural. Penyataan pertama dalam karya Allah adalah penciptaan, Allah pertama
kali menampakkan diri ke luar dan menyatakan diriNya adalah di dalam penciptaan.
Penyataan adalah selalu merupakan suatu tindakan anugerah.
Meski sempat melewati pasang surut pandangan tentang penyataan umum, akan
tetapi pada akhirnya penyataan umum masih tetap sangat dibutuhkan sebagai suatu dasar
yang teguh yang di atasnya penyataan khusus membangun dirinya. Tanpa penyataan
umum, penyataan khusus kehilangan hubungan dengan seluruh eksistensi dan kehidupan
kosmis.
2.4.3 Penyataan Khusus228
Penyataan khusus merupakan suatu penyataan yang dibutuhkan oleh bukan hanya
Agama Kristen, melainkan semua agama. Agama Kristen mendasarkan dirinya kepada
penyataan khusus, dan penyataan khusus itu ada dalam sebuah kitab, yaitu Kitab Suci.
Kitab Suci mengungkapkan penyataan khusus itu di dalam berbagai konsep seperti
dalam Kej 5:7, Luk 1:79, Tit 2:11.
Penyataan khusus merupakan penyataan tentang keselamatan dan akibatnya
memberikan subjek dan sarana, isi dan tujuan penyataan. Subjek dalam penyataan
khusus adalah Allah sebab Allah adalah sumber penyataan dan Ia juga adalah isi dari
penyataan itu sendiri, hal ini sedikit berbeda dari penyataan umum karena dalam

228
Ibid, 389.

241 | D i k t a t D o g m a t i k a
penyataan umum justru keilhaian Allah yang lebih muncul ke permukaan. Mengenai
sarana-sarana, sarana yang digunakan dalam penyataan khusus ialah theofani, nubuat,
dan mukjizat yang secara bersama-sama memperlihatkan korespondensi dengan
penyataan umum, selain itu, penyataan khusus juga menggunakan sarana-sarana yang
analoginya muncul di dalam berbagai agama. Bukan hanya theofani, nubuat, dan
mukjizat, penyataan khusus juga menggunakan undi, mimpi, dan penglihatan sebagai
sarananya.
Terdapat tiga hal yang dapat membantu melihat isi dari penyataan khusus, yaitu;
1. Kitab Suci menjelaskan bahwa penyataan khusus ini berisikan karakter historis
dan menyingkapkan isinya secara perlahan-lahan dan melampaui waktu selama
berabad-abad
2. Deskripsi isi dari penyataan ini dapat disimpulkan bukan secara ekslusif terdiri
dari firman dan pengajaran, dan juga bukan hanya ditujukan kepada intelek
manusia
3. Tujuan penyataan khusus adalah Allah itu sendiri oleh karena Allah tidak dapat
menempatkan tujuan akhir di dalam diri ciptaan, akan tetapi hanya bisa berhenti
pada diriNya sendiri.
Seperti yang telah disebutkan, tujuan dari penyataan khusus adalah Allah sendiri,
akan tetapi untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan karya Roh. Karya Roh dibutuhkan agar
manusia dapat mengenal dan menerima penyataan Allah.
2.4.4 Penyataan di dalam Alam Semesta dan Kitab Suci229
Penyataan yang telah dibahas dalam poin-poin di atas yang ada di dalam Kitab
Suci telah disalahmengerti melalui dua cara, yaitu; oleh supernaturalisme dan
naturalisme. Naturalisme menganggap dunia dan segala hal yang dapat dilihat atau dirasa
atau apapun yang dapat ditangkap oleh indra-indra adalah segala yang ada, oleh karena
itu supernaturalisme dibutuhkan untuk meneguhkan realitas Allah. Supernaturalisme
tidak boleh digunakan terhadap segala hal yang kapasitasnya lebih tinggi dari dari
manusia, supernaturalisme juga tidak boleh disamakan dengan mukjizat sebab tidak
semua hal yang bersifat supernaturalisme adalah mukjizat. Meskipun demikian,
supernatural/ penyataan khusus harus dipahami sebagai suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan dengan hubungannya terhadap alam, sejarah, dunia, dan umat manusia.

229
Ibid, 425.

242 | D i k t a t D o g m a t i k a
Kitab Suci menentang segala hal yang naturalis dan rasionalis dan
mengarahkannya hanya kepada Allah. Penyataan yang terlihat di dalam Kristus tidak
bertentangan dengan alam, melainkan hanya dengan dosa, dan penyataan tidak
bertentangan dengan ciptaan sebab ciptaan itu sendiri adalah suatu penyataan. Hingga
saat ini penyataan masih tetap ada dalam seluruh hasil karya Allah yang ada di alam dan
dalam sejarah, kuasa Allah terlibat dan dipahami melalui ciptaan-ciptaanNya. Penyataan
supernatural (khusus) tidak berlawanan dengan alam sehingga setiap orang mempercayai
kehadiran Allah di dalam dunia ini.
2.4.5 Pengilhaman Kitab Suci230
Pengilhaman Kitab Suci dapat ditemukan di dalam Perjanjian Lama sebagai
bukti. Terdapat banyak kutipan ayat dalam Perjanjian Lama yang menyingkapkan
pengilhaman Kitab Suci, beberapa di antaranya ialah sebagai berikut;
1. Kesadaran para nabi akan panggilan Tuhan di dalam hidup mereka (Kel 3:1, 1
Sam 3, dst)
2. Kesadaran para nabi bahwa Allah telah berbicara kepada mereka dan bahwa
mereka telah menerima penyataan dari Dia (Kel 4:12, Ul 18:18, dst)
3. Kesadaran para nabi yang jelas dan kuat sehingga mereka memberi tahu tempat
dan waktu Allah berbicara kepada mereka (Yes 6:13-14, Yer 3:6, dst)
4. Para nabi membuat distingsi yang tajam antara apa yang telah dinyatakan Allah
kepada mereka dan apa yang timbul dari dalam hati mereka sendiri (Bil 16:28, 1
Raj 12:33, dst)
5. Kesadaran para nabi bahwa apa yang mereka beritakan bukanlah perkataan
mereka sendiri, melainkan firman Tuhan dan meski firman itu disampaikan
kepada mereka, tetapi mereka harus memberitakannya (Yer 20:7, Kel 3:4, dst)
6. Para nabi menuntut otoritas yang sama bagi firman tertulis mereka seperti bagi
firman yang diucapkan (Yes 6)
7. Para nabi tidak menginferensi penyataan mereka dari Taurat (Hos 1:1-3, 6:7)
8. Tempat Nabi Musa yang unik diantara para nabi (Kel 33:11, Bil 12:6-8, dst)
9. Semua kitab historis dalam Perjanjian Lama ditulis oleh para nabi dengan
semangat profetik (1 Taw 29:29, 2 Taw 9:29, dst)

230
Ibid, 467.

243 | D i k t a t D o g m a t i k a
10. Secara ketat berkaitan dengan kitab-kitab puisi yang telah dimasukkan dalam
kanon, kitab-kitab tersebut seperti tulisan-tulisan yang ada dalam Perjanjian Lama
lainnya dan bersifat religius etis.
11. Tulisan-tulisan yang beragam dalam Perjanjian Lama menjadi berotoritas ketika
muncul dan diketahui.
Selain berdasarkan kesaksian Perjanjian Lama, pengilhaman Kitab Suci juga memiliki
kesaksian di dalam Perjanjian Baru mengenai Perjanjian Lama itu sendiri, yaitu
seperti berikut;
1. Perjanjian Lama dan Baru memiliki rumusan pengutipan yang bervariasi, akan
tetapi rumusan itu selalu memberi petunjuk bahwa bagi penulis Perjanjian Baru,
Perjanjian Lama memiliki asal-usul ilahi dan mengandung otoritas ilahi. (Mat 8:4,
19:8, dst)
2. Yesus dan para rasul beberapa kali secara pasti meneguhkan dan mengajarkan
otoritas ilahi Kitab Suci Perjanjian Lama (Mat 5:17, Luk 16:17, dst)
3. Yesus dan para rasul tidak pernah bersikap kritis kepada isi dari Perjanjian Lama
dan menerima total keselutuhan kitab-kitab itu (Mat 13:14)
4. Bagi Yesus dan para rasul, Perjanjian Lama adalah fondasi doktrin, sumber solusi,
dan tujuan semua argument secara dogmatik.
5. Perjanjian Lama secara konsisten dikutp dalam Perjanjian Baru dari versi LXX
(Mat 2:15, 8:17, dst)
6. Terdapat keragaman besar dalam penggunaan materi Perjanjian Lama di dalam
Perjanjian Baru yang terkadang berfungsi sebagai bukti dan peneguh bagi
kebenaran tertentu. (Mat 4:4, Yoh 10:34, dst)

Bukti kesaksian terkait dengan pengilhaman Kitab Suci bukan hanya ada bagi
Perjanjian Lama, melainkan juga dalam Perjanjian Baru, kesaksian itu ialah;
1. Kesaksian Yesus diterima sebagai suatu yang ilahi di dalam Perjanjian Baru (Yoh
1:18, 17:6)
2. Yesus memilih para rasul untuk meyakinkan kepada semua orang secara murni
akan diriNya sebab Ia tidak meninggalkan apapun dalam bentuk tulisan, para rasul
itu adalah orang-orang yang diberikan oleh Bapa secara khusus kepada-Nya (Yoh
17:6)
3. Para rasul secara terbuka menjadi saksi dengan diperlengkapi oleh Roh Kudus
setelah hari Pentakosta (Yoh 20:22, Kis 1:8, dst)

244 | D i k t a t D o g m a t i k a
4. Paulus yang memiliki panggilan tersendiri di antara para rasul lainnya (Gal 1-2, 1
Kor 1:10-4:21)
5. Otoritas tulisan-tulisan apostolik di dalam gereja-gereja sejak awal (Kis 15:2, Kol
4:16, dst)
6. Prinsip yang terdapat di dalam baik Perjanjian Lama maupun Baru menuntun
gereja untuk mengakui bahwa kanonitas tulisan-tulisan Perjanjian Lama dan Baru
tidak dapat ditentukan secara pasti.
Selain daripada bukti-bukti yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya Kitab
Suci sudah diakui sebagai Firman Allah oleh semua gereja sejak awal. Dalam gereja
mula-mula kitab-kitab dalam Perjanjian Lama sudah diakui otoritas keilahiannya
sekalipun tradisi Yahudi masih ditolak. Demikian juga dalam masa gereja di abad
pertengahan dimana Kitab Suci sudah dikatakan “dinafaskan oleh Allah” oleh John dari
Damaskus.
Meskipun demikian pengilhaman Kitab Suci tidak selalu dapat diterima oleh
semua orang, hal ini terlihat dari sejarah ketika Khatolik Roma masih menolak tipe
pengilhaman Kitab Suci, namun pada akhirnya protestanisme bangkit melalui para
reformatornya menerima Kitab Suci sebagai nafas Allah dan suatu yang menafaskan
Allah seperti apa yang telah diwariskan dari gereja mul-mula.
2.4.6 Atribut-atribut Kitab Suci231
Doktrin mengenai atribut gereja sudah berkembang sebagai hasil pergumulan
reformasi melawan Katolisisme Roma dan Anabaptisme. Muncul sebuah pemahaman
yang berbeda antara Roma dan Reformasi mengenai Kitab Suci berdasarkan pandangan
Katolik-Roma mengenai Kitab Suci dan gereja, perbedaan itu menyangkut berbagai
aspek seperti Apokrifa Perjanjian Lama, edisi Vulgata, eksposisi Kitab Suci, tradisi, dll.
Untuk melawan perkembangan pandangan itu, para reformator kemudian menempatkan
doktrin atribut-atribut Kitab Suci dengan karakter polemis, doktrin ini kemudian secara
perlahan dimasukkan ke dalam dogmatika dalam bentuk sistematik dan metodis.
Calovius dan Quenstedt membedakan antara atribut-atribut yang primer dan sekunder.
Hal-hal yang termasuk dalam atribut primer adalah otoritas kebenaran, kesempurnaan,
kejelasan, kuasa untuk menilai, dan juga efektivitasnya, sedangankan atribut yang
sekunder adalah keniscayaan, integritas, kemurnian, autentisitas, dan izin yang diberikan
kepada semua untuk membaca Kitab Suci.

231
Ibid, 543.

245 | D i k t a t D o g m a t i k a
Otoritas Kitab Suci selalu diakui di dalam gereja. Gereja lahir dan dibesarkan di
bawah pengaruh otoritas Kitab Suci, Augustinus mengatakan bahwa apa yang ditulis
oleh para rasul harus diterima keakan itu ditulis sendiri oleh Kristus. Roma pada suatu
waktu menyatakan bahwa Kitab Suci sepenuhnya bergantung kepada gereja yang dalam
hal ini berarti individu manusia, akan tetapi Reformasi melawan hal ini dengan
menempatkan Kitab Suci untuk dipercaya berdasarkan kesaksian Kitab Suci itu sendiri.
Selain perbedaan pandangan yang terjadi mengenai kebergantungan Kitab Suci, terdapat
juga perbedaan pandangan yang dikemukakan Roma pada abad ke-17 mengenai dasar
otoritas Kitab Suci akan tetapi pada akhirnya pembahasan ini berhenti dengan pernyataan
bahwa pada dasarnya dasar dari otoritas Kitab Suci adalah pengilhamannya.
Mengenai hubungan di antara Kitab Suci dan gereja, Reformasi menyatakan
bahwa pada dasarnya gereja tidak pernah hidup dari dirinya sendiri melainkan
bergantung kepada firman Allah. Meskipun gereja bisa saja berusia lebih tua dari firman
yang tertulis (seperti: Kitab Suci), akan tetapi sudah pasti gereja masih lebih muda
dibandingkan dengan firman yang lisan. Sebelum kanonisasi dalam Kitab Suci selesai
dilakukan, memang harus diakui bahwa banyak orang yang tetap percaya kepada firman
Allah sekalipun itu hanya disampaikan secara lisan bahkan hingga waktu kematiannya
tanpa berkeinginan untuk memeriksa sendiri apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, akan
tetapi Kitab Suci tetap sangat penting sebab Kitab Suci adalah satu-satunya sarana yang
memadai untuk melawan kerusakan yang terjadi terhadap fiman lisan.

2.5 Iman (Principium Internum)


2.5.1 Iman dan Metode Teologis232
Agama merupakan suatu hal yang telah ditanamkan di dalam diri seseorang sejak
masa kecil. Agama lebih berakar di dalam diri manusia dibandingkan hal lain. Kapasitas
religius yang ada tersebut merupakan suatu hal yang konkret dan di tanamkan di dalam
diri manusia, oleh karena itu di kemudian hari muncullah kegiatan teologis di dalam
gereja yang bekaitan dengan kapasitas religius manusia, yaitu;
- Metode Historis-Apologetis
Apologetika merupakan suatu hal yang sudah sejak lama ada sama dengan
penyataan. Orang-orang/ para Apologet menilai diri mereka berkewajiban untuk
memikirkan dasar-dasar dimana kebenaran Kekristenan berpijak, di dalam

232
Ibid, 601.

246 | D i k t a t D o g m a t i k a
tulisannya mereka mengemukakan semua argument yang dikemudian hari, dalam
bentuk yang dielaborasi dan sistematik, secara konsisten berfungsi sebagai
pembelaan bagi Kekristenan.
- Metode Spekulatif
Dalam pandangan ini agama menyelubungi dirinya dengan forma-forma dan
simbol-simbol yang dalam signifikannya yang dalam hanya dapat dipahami
melalui rasio spekulatif. Metode spekulatif ini juga disambut oleh Schleiermacher,
ia menggunakan titik tolak subyektif yang sama dengan Hegel tetap mengambil
posisinya bukan dalam rasio, melainkan dalam perasaan. Metode spekulatif
mempunyai beberapa keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode
apologetic di era rasionalis.
- Metode Religius-Empiris
Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh Schleiermacher. Terdapat
alasan-alasan sehingga metode ini ada, yaitu;
1. Schleiermacher sudah mengajar kepada para mahasiswanya bahwa agama
bukanlah tentang perihal megetahui ataupun melakukan, tetapi tentang suatu
keadaan tertentu tentang perasaan dan yang sesuai dengan hal ini bahwa
dogmatika merupakan deskripsi tentang keadaan pikiran-pikiran yang saleh
2. Sampai pada taraf kemajuan kritik Alkitab, perujukan kepada Kitab Suci tidak
lagi terlihat memberi jaminan yang cukup bagi kebenaran yang mereka akui
3. Orang-orang memegang keyakinan bahwa dengan mengambil posisinya dalam
pengalaman religius, teologi Kristen akan mendapatkan kembali statusnya
yang terhormat di mata sains sekuler.
Alasan-alasan di atas telah meyakinkan sebagian besar teolog untuk menerapkan
metode religius-empiris.
- Metode Etis-Psikologis
Metode ini memiliki kemiripan dengan metode relgius-empiris sehingga sering
digunakan secara bersamaan, distingsi pada kedua metode ini ialah metode
religius-empiris lebih dekat kepada pemikirian Schleiermacher sedangkan metode
etis-psikologis lebih kepada Kant.

247 | D i k t a t D o g m a t i k a
2.5.2 Iman dan Dasar Iman233
Istilah iman menempatkan manusia di dalam kesadaran dan oleh karena
kesadaran itu hubungan dengan cara manusia memperoleh pengetahuan di bidang lain
menjadi terpelihara. Kitab Suci menyebut iman sebagai prinsip yang internal, oleh
karenanya melalui penyebutan itu Kitab Suci berpandangan dengan cara yang sama dan
mengakui bahwa penyataan Allah dapat menjadi pengetahuan hanya melalui pikiran
yang sadar. Penyataan Allah ada dalam entuk Injil, janji, janji tentang pengampunan dan
keselamatan, akan tetapi jika itu dari pihak Allah, maka tidak ada hal yang dapat
menyeimbangkan perbuatan itu kecuali dengan tindakan mempercayainya, yaitu melalui
iman. Oleh karena itu iman adalah prinsip internal pengetahuan (pricipium internum
cognoscendi) mengenai penyataan dan demikian juga tentang agama dan teologi.
Iman bukanlah suatu hal yang di tambahkan di dalam diri manusia, melainkan itu
merupakan suatu hal yang natural, normal, dan manusiawi. Mempercayai dengan iman
merupakan sebuah cara yang umum yang dilakukan orang-orang untuk mendapatkan
pengetahuan dan kepastian. Menurut Kitab Suci, iman membawa kepastiannya sendiri,
iman adalah sebuah jaminan oleh karena didasarkan kepada kesaksian dan janji Allah.
Akan tetapi kepastian iman tidaklah dikenal di dalam sains. Filsafat Yunani mengakui
dua hal jenis kepastian, yaitu yang diperoleh dari persepsi indrawi dan yang didapat
melalui refleksi. Kepastian yang didapatkan melalui persepsi indrawi biasanya hanya
menghasilkan opini saja, akan tetapi yang didapat melalui refleksi membawa
pengetahuan.
Pembahasan mengenai kepastian pernah dipandang dari dua sisi yang berbeda
oleh Roma dan para Reformed. Sejak zaman Augustinus, konsep tentang jaminan
keselamatan sudah ditolak oleh Khatolik Roma, mereka mengatakan bahwa jaminan
keselamatan hanya berlaku kepada segelintir orang melalui penyataan khusus dan
jaminan keselamatan tidak integral dengan natur iman yang dimiliki manusia. Akan
tetapi para teolog Lutheran dan Reformed justru mempercayai iman sebagai “persetujuan
yang teguh,” suatu “pengetahuan yang pasti,” yang menghilangkan semua keraguan dan
ketidakpastian.

233
Ibid, 681.

248 | D i k t a t D o g m a t i k a
2.5.3 Iman dan Teologi234
Iman dan teologi adalah dua hal yang memiliki perbedaan, akan tetapi keduanya
tetap memiliki koneksi dan ikatan, Augustinus mengungkapkan hal ini dengan
mengatakan bahwa “Buah iman adalah pemahaman”, ia mengatakan bahwa setiap hal
yang telah dipegang di dalam keteguhan iman juga bisa dilihat melalui terang rasio, dan
Allah juga tidak membenci rasio. Iman adalah persetujuan pada kebenaran-kebenaran
yang dinyatakan, sedangkan teologi adalah pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran
itu. Iman di dalam pandangan Reformasi adalah suatu anugerah Allah di dalam Kristus,
dan teologi adalah persoalan yang berkaitan dengan esensi kekristenan.
Iman dan teologi memang memiliki kemiripan, yaitu keduanya sama-sama
berprinsip pada firman Allah, memiliki objek yang sama yaitu pengetahuan tentang
Allah, dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah. Teologi sebagai sains berperan
sebagai dasar iman, dan iman memberi bahan-bahan pemikiran kepada teologi. Menurut
Kant, teologi tidak memiliki isi secara terpisah dari dan tanpa melalui iman, ketika
teologi melepaskan iman, maka teologi melepaskan dirinya sendiri sebagai teologi. Akan
tetapi meskipun demikian, tetap terdapat perbedaan di antara iman dan teologi baik
dalam isi maupun ruang lingkupnya. Tugas pikiran teologi yang berpikir adalah
mengumpulkan dan merekapitulasi seluruh kebenaran di dalam satu sistem, kebutuhan
tertinggi dalam teologi adalah kebenaran dan sistem pengetahuan tentang Allah.

III. Tanggapan Dogmatis


3.1 Penyataan
Penyataan yang ada di dalam Kitab Suci menurut Dr. R. Soedarmo adalah penyataan
yang mutlak yang berarti tidak dapat dibandingkan atau dialirkan dari tempat yang lain, akan
tetapi kemudian muncul pemikiran yang mengatakan bahwa Allah juga memberikan
penyataan di luar Kitab Suci sehingga muncullah pemakaian kata penyataan umum dan
penyataan khusus. Setelah pemakaian istilah penyataan umum dan khusus muncul, timbullah
pengertian tentang teologi naturalis yaitu penyataan lengkap yang datang dari Allah yang
berasal dari alam dan dapat dicapai. Pandangan ini memiliki pemahaman bahwa manusia
dapat mencapai pengenalan akan Allah dengan selengkap-lengkapnya dan pemahaman ini
masih ada hingga saat ini di Roma Khatolik.235

234
Ibid, 731.
235
R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015) 16-17.

249 | D i k t a t D o g m a t i k a
Bruce Milne di dalam bukunya mengatakan bahwa penyataan berarti melepaskan
selubung dari hal yang tersembunyi, akar kata untuk penyataan adalah gala yang berarti
“keadaan telanjang” (bnd. Kel 20:26). Menurut Milne, penyataan adalah suatu yang
dibutuhkan manusia oleh karena dua alasan, yaitu; karena manusia adalah ciptaan, dan karena
manusia telah berdosa. Penyataan umum menurut Milne adalah penyataan Allah yang
dilakukan kepada semua orang dan dimana-mana, sedangkan penyataann khusus adalah
penyataan yang dinyatakan oleh Allah tentang diriNya secara lengkap dan lebih jelas
melebihi penyataan umum, penyataan khusus berpusat kepada mukjizat penjelmaan yang
diketahui melalui kata-kata Alkitab yang diilhami Allah, dan karenanyalah penyataan khusus
dapat ada dalam berbagai bentuk. 236 Berbicara mengenai penyataan berarti berpusat keapda
kedatangan Allah di dalam Yesus Kristus di suatu tempat dan di suatu waktu di dalam sejarah
dunia. Penyataan Allah merupakan pekerjaan Allah yang Tritunggal, yang sering disebut
Bapa, Anak, dan Roh Kudus; Ketiganya yang esa.237
Karl Barth yang merupakan seorang tokoh revolusi teologia juga berbicara mengenai
penyataan, Barth berpandangan bahwa pusat penyataan adlaah Firman Allah yang adalah
Yesus Kristus. Barth sama sekali tidak mengakui adanya penyataan lain di luar Yesus Kristus
dan sangat menekankan mengenai pusat penyataan itu. Di dalam Kristus atas pandangan
Barth, Allah menyatakan bahwa Allah sendiri tidak bersedia untuk membiarkann manusia
berada di dalam dosa. Akan tetapi kelihatannya pandangan Karl Barth yang begitu
menekankan bahwa tidak ada penyataan di luar penyataan Kristus dalam alam merusak
realitas keberadaan penyataan umum (Kis 14:7 dan Roma 1:19-20).238

3.2 Iman
Iman berarti “kepercayaan akan kebenaran Yesus Kristus yang disalibkan dan telah
bangkit.” Iman mendasari semua pengalaman Kristen yang sejati. Iman bertumpu pada
realitas objektif dan dasar iman itu adalah Kristus menurut Bruce Milne.239 Bukan hanya
Milne, Dr. Nico Syukur OFM di dalam bukunya juga mengatakan bahwa iman bersumber
dari wahyu Allah. Melalui wahyu, Allah menyapa manusia, Ia memperkenalkan diriNya
kepada manusia dan mengajak manusia untuk ikut serta dalam kehidupan Allah itu sendiri,

236
Bruce Milne, Mengenal Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000) 35-43.
237
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 60.
238
Harvie M. Conn, Teologi Kontemporer (Malang: Departemen Literatur SAAT, 1999) 32-37.
239
Bruce Milne, Mengenal Kebenaran, 259.

250 | D i k t a t D o g m a t i k a
dan tanggapan manusia atas ajakan Allah tersebut adalah iman kepercayaan. Iman dan wahyu
adalah korelatif.240
3.2.2 Iman dan Teologi
Teologi memperoleh pengetahuannya bukan hanya berdasarkan pengalaman
indrawi, pikiran, akal budi dan intuisi rohani, tetapi yang terutama juga berdasarkan dari
wahyu Allah.241 Teologi adalah refleksi hidup beriman dari individu manusia. Melalui
teologi, manusia hendak menyadari keterlibatannya di dalam wahyu dan iman kepada
Tuhan, melalui teologilah manusia menjawab wahyu secara sadar.242

3.3 Pengilhaman Kitab Suci


Kitab Suci yang dipercayai oleh orang Kristen yang disebut dengan Alkitab
diciptakan oleh Roh Kudus dalam artian para penulis Alkitab telah digerakkan dan didorong
oleh Roh Kudus untuk berbicara atau menulis sehingga Alkitab itu ada. Menurut Calvin
apabila berbicara mengenai pengilhaman Kitab Suci maka harus ditekankan mengenai
pekerjaan Roh Kudus yang bukan hanya sudah ada sejak masa lampau ketika terjadinya
Alkitab, melainkan juga sampai pada saat ini. Ketika berbicara mengenai pengilhaman
Alkitab maka haruslah manusia mengaku bahwa Alkitab adalah Firman Allah dan mengaku
percaya kepada Roh Kudus dengan menaruh seluruh pengharapan kepadaNya yang telah
sungguh-sungguh bersedia terlibat langsung ke dalam dunia manusia. Mengenai kewibawaan
dari Alkitab itu sendiri, Alkitab merupakan kesaksian manusia maupun Firman Allah yang
telah disampaikan oleh para penulis berdasarkan apa yang telah mereka dengar dan saksikan
pada suatu waktu tertentu di masa lampau.243

IV. Kesimpulan
Buku Dogmatika Reformed yang dikarang oleh Herman Bavinck secara
keseluruhan memaparkan tentang pemikiran para Reformator yang berkaitan dengan
dogmatika. Dari uraian yang panjang dalam buku ini, dapat disimpulakan bahwa;
- Dogmatika adalah sains tentang Allah, bukan tentang iman atau tentang agama.
Dogmatika menyampaikan apa yang harus dipercayai sebagai kebenaran

240
Nico Syukur, Pengantar Teologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) 85.
241
Nico Syukur, Pengantar Teologi, 85.
242
B.S Maridatmadja SJ, Beriman Dengan Bertanggungjawab (Yogyakarta: Kanisius, 1985) 56.
243
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 384-400.

251 | D i k t a t D o g m a t i k a
- Teologi tidak memiliki fondasinya sendiri, setidaknya pada dasarnya orang Kristen
mengenal tiga prinsip dasar yaitu; Allah adalah fondasi esensial (pricipium
essendi), Kitab suci adalah fondasi kognitif (principium cognoscendi externum),
dan Roh Kudus adalah prinsip internal dari mengetahui (principium cognoscendi
internum).
- Otoritas Kitab Suci selalu diakui di dalam gereja. Gereja lahir dan dibesarkan di
bawah pengaruh otoritas Kitab Suci
- Iman dan teologi memang memiliki kemiripan, yaitu keduanya sama-sama
berprinsip pada firman Allah, memiliki objek yang sama yaitu pengetahuan tentang
Allah, dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah. Teologi sebagai sains berperan
sebagai dasar iman, dan iman memberi bahan-bahan pemikiran kepada teologi.

- Herman Bavinck di dalam bukunya tidak mengatakan bahwa para reformed tidak
menyatakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyataan melalui hukum dan
injil, akan tetapi Luther di dalam buku karya B.F. Drewes menganggap bahwa
kebenaran Allah berarti adalah hukuman akan tetapi kemudian ia menjadi
mengerti mengenai arti Injil yaitu dimana kebenaran Allah dianugerahkan kepada
manusia dengan cuma-cuma hanya oleh melalui iman. Luther disadarkan melalui
pembacaan yang ia lakukan dalam kitab Roma 1:17 dimana Paulus menuliskan
bahwa di dalam Injil kebenaran Allah adalah nyata.244

Daftar Pustaka

Conn, Harvie M.
1999 Teologi Kontemporer, Malang: Departemen Literatur SAAT.

Maridatmadja SJ, B.S.


1985 Beriman Dengan Bertanggungjawab, Yogyakarta: Kanisius.

Milne, Bruce
2000 Mengenal Kebenaran, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

244
B.F. Drewes, Julianus Mojau, Apa itu Teologi?: Pengantar ke dalam Ilmu Teologi (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007) 46.

252 | D i k t a t D o g m a t i k a
Soedarmo, R.
2015 Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Syukur, Nico
2002 Pengantar Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Van Niftrik, G.C., Boland, B.J.


2010 Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

VIII. KESAN DAN PESAN


Melalui pembelajaran ini banyak hal yang saya dapat mengenai dogmatika. Pengetahuan
saya semakin bertambah mengenai dogmatika. Saya merasa bangga dan senang mengikuti
mata kuliah ini. Saya juga tertarik dengan cara pengajaran yang diberikan oleh bapak dosen
terhadap kami, karena melalui itu kami diajak untuk dapat bekerja sama dan menemukan
hasil yang memiliki tujuan dan arah yang sama. Oleh sebab itu layaklah saya mengucap
terimakasih buat bapak dosen yang telah bersedia selama satu semester ini membimbing kami
dan mengajari kami. Kiranya Tuhan Yesus Kristus beserta kita.

253 | D i k t a t D o g m a t i k a

Anda mungkin juga menyukai