I. PENDAHULUAN
Semenjak bidat (ajaran sesat) Montanisme yang muncul di periode gereja mula-mula dilanjutkan
dengan munculnya gerakan Azusa Street pada tahun 1906, gejala Toronto Blessing pada akhir
abad XX, dan merebak hingga sekarang, salah satu gejala yang begitu merajalela di dalam dunia
Kekristenan adalah maraknya bahasa roh/lidah. Bahasa roh/lidah menjadi fenomena yang
menarik banyak pihak karena bahasa roh ini dianggap berasal dari Roh Kudus. Apa itu bahasa
roh/lidah? Bagaimana sikap orang Kristen terhadap fenomena ini? Bagaimana pandangan
Alkitab terhadap fenomena ini?
Tidak heran, karena diindoktrinasi oleh ajaran semacam demikian, banyak orang Kristen
mengamini dan mempraktikannya tanpa pernah mengkritisinya. Di dalam kebaktian dari
banyak gereja kontemporer yang pop yang menggandrungi fenomena ini, hampir semua
jemaatnya berbahasa roh pada waktu sesi penyembahan (worship). Jika ada orang Kristen atau
pemimpin gereja yang mengkritik fenomena ini, mereka yang menggandrungi fenomena ini
langsung mengeluarkan beberapa kritikan balik, Jangan menghakimi (sambil berkata Jangan
menghakimi, orang ini TIDAK sadar bahwa ia pun sedang menghakimi orang lain untuk tidak
menghakimilogika yang melawan dirinya sendiri, hehehe) atau/dan Jangan menghujat Roh
Kudus atau/dan kata-kata lain yang seolah-olah rohani.
Karena tidak berjiwa kritis, banyak dari mereka tertipu dengan banyak bahasa roh yang palsu
dan aliran-aliran kebatinan lain yang juga memiliki daya tarik bahasa-bahasa asing demikian.
B. Menolak Mentah-mentah
Sebaliknya, ada beberapa orang Kristen yang keberatan bahkan menolak mentah-mentah
fenomena bahasa roh ini dengan alasan bahwa hal-hal supranatural (mukjizat kesembuhan,
bahasa roh, dll) telah berhenti setelah Alkitab selesai ditulis. Mereka yang menolak hal-hal
spiritual ini disebut kaum cessationist. Mereka yang berpaham ini tidak tentu harus berasal dari
kalangan Kristen liberal yang anti hal-hal supranatural, namun juga ada dari kalangan Injili
bahkan Reformed. Mungkin sekali, paham ini disebabkan oleh ajaran Demitologisasi-nya Rudolf
Bultmann yang mengajarkan bahwa beberapa bagian dalam Alkitab yang mengandung unsur-
unsur mitos (misalnya mukjizat, dll) harus dibuang.
Kedua, menguji konsistensi. Jika penganut paham ini tidak percaya pada karunia bahasa roh dan
kesembuhan ilahi dengan alasan bahwa itu semua sudah berhenti setelah Alkitab selesai ditulis,
berarti mereka juga HARUS percaya bahwa karunia untuk berkata-kata dengan hikmat (1Kor.
12:8), karunia iman (1Kor. 12:9), dll adalah karunia-karunia yang berhenti setelah Alkitab selesai
ditulis. Mengapa demikian? Karena karunia-karunia Roh Kudus tidak hanya bahasa roh atau/dan
mengadakan mukjizat, tetapi juga beragam: berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan
pengetahuan, iman, dll (1Kor. 12:8-10). Jika mereka mengatakan bahwa karunia iman dan
berkata-kata dengan hikmat itu masih ada, sedangkan karunia bahasa roh dan mengadakan
mukjizat itu sudah berhenti, apakah dasar Alkitab yang jelas mengenai hal ini?
Karena percaya bahwa Alkitab itu firman Allah dan merupakan satu-satunya standar objektif dan
mutlak akan kebenaran iman dan praktik hidup Kristen, maka adalah suatu sikap yang bijaksana
ketika orang Kristen yang benar mengizinkan Alkitab menjelaskan dan mengajarkan sendiri
tentang bahasa roh. Kemudian, setelah Alkitab mengajarkannya, adalah suatu sikap yang
bijaksana dan rendah hati, ketika orang Kristen yang benar taat mutlak akan apa yang Tuhan
firmankan kepada kita di dalam Alkitab. Berbicara tentang karunia-karunia Roh Kudus secara
umum dan karunia bahasa roh secara khusus, maka kita harus kembali kepada Alkitab di dalam 1
Korintus 12-14.
Lalu, menurut Alkitab, bahasa lidah termasuk karunia. Apa itu karunia? Matthew Henry dalam
tafsirannya Matthew Henrys Commentary on the Whole Bible membedakan karunia (gift)
dengan anugerah (grace). Bagi Henry, kedua kata ini sama-sama diberikan oleh Allah secara
gratis, namun perbedaannya: anugerah (grace) diberikan bagi keselamatan masing-masing orang,
sedangkan karunia (gift) diberikan bagi keselamatan orang lain. Dengan kata lain, bahasa roh
yang termasuk karunia itu:
1. Diberikan oleh Allah.
Dokter Lukas mencatat hal ini di dalam Kisah Para Rasul 2:4, Maka penuhlah mereka dengan
Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan
oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Di ayat ini, Alkitab dengan jelas mengajar
kita bahwa bahasa lidah itu diberikan oleh Roh Kudus. Karena diberikan oleh Roh Kudus, maka
Roh Kudus sendiri yang menentukan siapa saja yang perlu diberikan karunia bahasa lidah
tersebut. Oleh karena itu, bahasa lidah bukan suatu keharusan bagi orang Kristen!
B. Karunia Berbahasa Lidah: Salah Satu Karunia Roh Kudus (1Kor. 12:8-10)
Karena bahasa roh adalah karunia, maka Alkitab mengajarkan bahwa karunia bahasa roh
termasuk salah satu (bukan satu-satunya) karunia Roh Kudus. Di dalam 1 Korintus 12:8-10,
Paulus mendaftarkan 9 macam karunia Roh Kudus: berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata
dengan pengetahuan, iman, menyembuhkan, mengadakan mukjizat, bernubuat, membedakan
bermacam-macam roh, berkata-kata dengan bahasa roh, dan menafsirkan bahasa roh. Dan
menariknya, dari 9 macam karunia Roh Kudus tersebut, karunia bahasa roh diletakkan pada
bagian agak terakhir (karunia kedelapan dan kesembilan). Jika karunia bahasa roh termasuk
salah satu karunia Roh Kudus, maka berarti:
1. Karunia bahasa roh/lidah SEJATI berasal dari Roh Kudus.
Sebagaimana semua karunia Roh Kudus diberikan oleh Roh Kudus (1Kor. 12:11a), maka karunia
bahasa roh yang asli juga diberikan oleh Roh Kudus. Karena diberikan oleh Roh Kudus, maka
tentu ada maksud khusus yang Roh Kudus inginkan dengan memberi karunia bahasa roh tersebut
(ay. 11c). Apa maksudnya? Hal ini akan dibahas tuntas di 1 Korintus 14.
2. Karunia bahasa roh/lidah tidak dimiliki oleh semua orang Kristen.
Selain dari Roh Kudus, karunia bahasa roh TIDAK dimiliki oleh semua orang. Artinya, tidak
semua orang Kristen memiliki karunia bahasa roh. Di dalam 1 Korintus 12:11, Paulus mengajar
kita dengan jelas tentang hal ini, Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang
sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-
Nya. Dengan kata lain, ada orang Kristen yang dikaruniai iman, bernubuat, berkata-kata dengan
hikmat, berbahasa roh, dll. Bahkan di 1 Korintus 12:27-30, Paulus mengajarkan prinsip tentang
kesatuan tubuh Kristus, di mana masing-masing anggota tubuh Kristus yang diberikan karunia-
karunia yang berlainan dari Allah hendaklah mempergunakan masing-masing karunia tersebut
untuk membangun tubuh Kristus. Dengan menggunakan kalimat retoris yang tentunya perlu
dijawab TIDAK, Paulus bertanya, Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan
mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk
menafsirkan bahasa roh? (1Kor. 12:29b-30) Berarti tidak ada pemutlakan bahwa semua orang
Kristen harus berbahasa roh. Memutlakkan apa yang TIDAK dimutlakkan oleh Alkitab
mengakibatkan ajaran yang justru melawan Alkitab dan itu sangat berbahaya. Waspadalah!
3. Karunia bahasa roh/lidah harus dibarengi dengan karunia menafsirkan bahasa roh/lidah.
Dari 1 Korintus 12:10, kita mendapatkan pengajaran menarik dari Alkitab yaitu karunia bahasa
lidah dibarengi dengan karunia menafsirkan bahasa lidah (karunia kedelapan dan kesembilan).
Mengapa? Karena bahasa lidah supaya dapat dimengerti oleh orang lain harus diterjemahkan (hal
ini akan dibahas nanti di poin E). Pertanyaan lain yang muncul, mengapa di dalam Kisah Para
Rasul 2 tidak diperlukan karunia untuk menafsirkan/menerjemahkan? Jawabannya mudah,
karena konteksnya waktu itu, para rasul berbicara kepada orang-orang yang berkumpul di
Yerusalem dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh orang-orang yang berkumpul
tersebut (bahasa itu asing bagi para rasul karena mereka tidak pernah mempelajarinya, namun
bahasa itu TIDAK asing bagi orang-orang di situ, karena mereka memang berasal dari daerah
tersebut).
2. Karunia berbahasa lidah: membangun diri sendiri, sedangkan karunia bernubuat: membangun
Jemaat (ay. 4-5)
Karena berkata-kata kepada Allah dan tidak ada seorang pun yang mengerti, maka berkata-kata
dengan bahasa lidah tentu membangun diri sendiri, karena hanya diri sendiri yang mengerti
perkataan rahasia tersebut. Sedangkan ketika seseorang bernubuat, ia membangun Jemaat
melalui pesan Allah tersebut. Dengan kata lain, berbahasa lidah adalah suatu keegoisan (demi
kepentingan diri), sedangkan bernubuat itu demi kepentingan orang banyak.
3. Karunia berbahasa lidah tidak dilarang oleh Paulus, namun karunia bernubuat lebih penting
daripada karunia berbahasa lidah (ay. 5)
Dari ayat 2 s/d 4, seolah-olah kita mendapatkan pengertian bahwa Paulus tidak menghargai
bahasa lidah dan mengagungkan karunia bernubuat, benarkah? TIDAK. Di ayat 5, ia
memberikan kesimpulan yang cukup jelas, Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan
bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih
berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga
menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun. Paulus TIDAK pernah melarang seseorang
berbahasa lidah, bahkan ia menyukai orang yang berbahasa lidah, namun ia lebih menyukai
seseorang itu bernubuat, karena yang dipentingkan Paulus adalah pembangunan tubuh Kristus
(bdk. 1Kor. 12-13). Dan karena yang dipentingkan Paulus adalah pembangunan tubuh Kristus
atau kesatuan dalam Kristus, maka karunia-karunia Allah harus dipergunakan untuk kepentingan
bersama di dalam tubuh Kristus, sehingga bernubuat lebih penting daripada berbahasa lidah yang
TIDAK diterjemahkan.
Di ayat 10 s/d 12, Paulus menjelaskan tentang pentingnya bahasa. Dia menjelaskan bahwa semua
bahasa di dunia seberapa pun banyaknya pasti memiliki bunyi yang berarti. Jika Paulus tidak
mengetahui bahasa tertentu (misalnya X), maka dia menjadi orang asing bagi orang yang
berbahasa X dan sebaliknya orang yang berbahasa X itu juga menjadi orang asing bagi Paulus,
sehingga tidak terjalin komunikasi antara Paulus dan orang yang berbahasa X. Dengan kata lain,
tidak ada gunanya orang yang berbahasa X berkata kepada Paulus dengan bahasa X, karena
Paulus tidak akan mengerti bahasa tersebut. Oleh karena itu, supaya antar saudara seiman tidak
menjadi asing satu sama lain, maka bahasa lidah perlu diterjemahkan.
Di ayat 13, ia menjelaskan bahwa orang yang berbahasa lidah harus berdoa, supaya ia juga diberi
karunia untuk menafsirkannya. Berarti orang yang sama yang berbahasa lidah juga bertanggung
jawab untuk menafsirkannya. Mengapa? Alasannya dijelaskan di ayat 14 s/d 17: karena ketika
kita berdoa dan menyanyi, kita harus melakukannya dengan roh dan akal budi (bukan hanya
dengan roh saja), sehingga para pendengar di dalam kebaktian tersebut dapat mengerti dan
mengatakan, amin atas pengucapan syukur yang kita lakukan.
Di ayat 18, Paulus mengatakan sesuatu yang seolah-olah mengejutkan kita, Aku mengucap
syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua.
Mengapa Paulus mengatakan hal ini? Karena Paulus ingin agar jemaat Korintus tidak salah
sangka, lalu mengira Paulus iri dengan karunia bahasa lidah yang ada di jemaat Korintus. Di ayat
ini, ia mengajar kita bahwa Paulus pun juga memiliki karunia berkata-kata dalam bahasa lidah,
namun di ayat selanjutnya, di ayat 19, ia mengatakan, Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih
suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada
beribu-ribu kata dengan bahasa roh. Berarti, ketika berdoa sendirian, Paulus mendapat karunia
berbahasa lidah, namun ketika dalam pertemuan Jemaat atau kebaktian, ia lebih suka
mengucapkan 5 kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain daripada berpuluh ribu
kata dengan bahasa yang tak dapat dimengerti. Beribu-ribu dalam teks Yunaninya murous
berarti sepuluh ribu/berpuluh ribu (angka terbesar dalam bahasa Yunani). Kata ini menandakan
sebuah angka yang tak terhitung.
2. Karunia bahasa lidah: tanda untuk orang yang TIDAK beriman (ay. 20-25)
Agar jemaat Korintus TIDAK terlalu membangga-banggakan bahasa lidah, Paulus mengingatkan
mereka bahwa bahasa lidah selain termasuk salah satu karunia Roh Kudus juga termasuk tanda
untuk orang yang TIDAK beriman (ay. 22). Mengapa Paulus berkata demikian? Karena di ayat
21, Paulus mengemukakan bahwa bahasa asing dipergunakan oleh Allah untuk menghukum
bangsa Israel, Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa lain dan oleh mulut orang-orang asing
Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian mereka tidak akan mendengarkan Aku,
firman Tuhan. Ayat ini dikutip Paulus dari Yesaya 28:11-12. Ayat ini mengacu kepada tanda
penghakiman di mana Allah memakai bangsa Asyur dengan bahasanya yang tidak dimengerti
oleh Israel untuk menghukum Israel (bdk. Yes. 33:19; Kel. 28:49) (InterVarsity Press Bible
Background: New Testament). Dengan kata lain, kepada bangsa Israel yang tidak mau bertobat
(dan tentu tidak beriman), Allah menggunakan bahasa asing yang tak dimengerti oleh orang
Israel. Mengutip Prof. S. Lewis Johnson, Th.D. dalam tafsiran 1 Korintus dalam The Wycliffe
Bible Commentary (Tafsiran Alkitab Wycliffe) mengatakan, Sang rasul memasukkan sebuah
kutipan bebas dari hukum Taurat (maksudnya, Perjanjian Lama) untuk menunjukkan bahwa
bahasa roh dimaksudkan sebagai tanda kehadiran Allah bersama orang-orang bukan Yahudi.
(hlm. 648) Di sisi lain, menurut The Teachers Commentary, di dalam kebudayaan Yunani,
perkataan yang bergairah/ekstatik merupakan sebuah tanda kehadiran ilahi, sehingga Paulus
mengingatkan jemaat Korintus bahwa bahasa lidah itu tanda bagi orang yang tak beriman dan
bukan tanda kerohanian sejati.
Oleh karena itu, di ayat 23-25, Paulus kembali mengulang penjelasannya bahwa bernubuat lebih
penting daripada berbahasa lidah. Jika seseorang berbahasa lidah di dalam suatu kebaktian,
kemudian ada orang asing masuk ke dalam kebaktian tersebut, tentu orang asing itu menyangka
jemaat yang berbahasa lidah itu gila, karena orang asing itu tidak mengerti artinya. Sedangkan
jika jemaat bernubuat, lalu masuk orang asing/baru, maka orang asing/baru itu akan diyakinkan
oleh pesan Allah dan kemudian menyembah-Nya dengan mengaku, Sungguh, Allah ada di
tengah-tengah kamu. (ay. 25)
3. Bahasa lidah HARUS diucapkan oleh minimal 2 orang dan maksimal 3 orang (ay. 27a, 29)
Setelah menjelaskan tentang karunia bernubuat lebih penting daripada karunia berbahasa lidah,
maka apakah hanya karunia bernubuat yang diperbolehkan? TIDAK. Di ayat 26, Paulus
memberikan kebebasan di dalam mengembangkan karunia Roh Kudus di dalam diri setiap anak
Tuhan, Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang
seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau
karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk
membangun. Namun kebebasan dalam mengembangkan karunia Roh Kudus harus tetap
dibatasi, karena jika tidak, akan menimbulkan kekacauan. Supaya tidak kacau, berkaitan dengan
bahasa lidah, maka Paulus mengajar bahwa bahasa lidah HARUS diucapkan oleh minimal 2
orang dan maksimal 3 orang. Perhatikan ayat 27a berikut, Jika ada yang berkata-kata dengan
bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, Mengapa harus maksimal 3
orang? Di ayat 29, Paulus memberikan alasannya, Tentang nabi-nabi--baiklah dua atau tiga
orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan. Alasannya
adalah supaya orang lain yang hadir di situ dapat menanggapi apa yang mereka katakan. Kata
menanggapi dalam ayat 29 ini kurang tepat terjemahannya, karena kata Yunani yang dipakai
adalah diakrintsan yang berarti mempertimbangkan atau membedakan. Dengan kata lain,
orang lain yang hadir di situ dapat membedakan/mempertimbangkan (atau menguji) apakah yang
dikatakan oleh maksimal 3 orang itu benar-benar dari Roh Kudus atau bukan. Bible Knowledge
Commentary mengaitkan kata Yunani yang dipakai di ayat ini dengan kata Yunani untuk
membedakan bermacam-macam roh di 1 Korintus 12:10. Bandingkan ajaran Alkitab ini
dengan fakta banyak orang Kristen hari-hari ini yang ribut dan kacau di mana hampir semua
jemaat gereja berbahasa lidah, padahal Alkitab membatasi hanya maksimal 3 orang saja. Inilah
bentuk penyimpangan dari ajaran Alkitab.
5. Jika TIDAK ada yang menafsirkan bahasa lidah, orang yang berbahasa lidah itu HARUS
berdiam diri (ay. 28)
Jika tidak ada orang yang menafsirkan bahasa lidah, maka Paulus dengan keras berkata di ayat
28, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata
kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. Mengapa Paulus menyuruh mereka berdiam? Karena
jika tidak ada orang yang menafsirkan bahasa lidah itu, maka bahasa lidah itu menjadi suatu
kesia-siaan karena tidak ada orang yang dapat mengerti artinya. Bukankah melalui hal ini,
Jemaat tidak bisa dibangun imannya? Setelah menyuruh berdiam, Paulus melanjutkan bahwa
mereka yang berbahasa lidah silahkan melakukannya secara pribadi antara Allah dengan diri
mereka sendiri. Dengan kata lain, Paulus kembali menekankan bahwa karunia bahasa lidah
HANYA untuk kepentingan pribadi dengan Allah, bukan untuk dipergunakan di dalam
pertemuan Jemaat.
6. Orang yang berbahasa lidah HARUS taat kepada firman Tuhan (ay. 37-38)
Meskipun Paulus menghargai kebebasan dalam mempergunakan karunia Roh, namun ia juga
membatasinya demi ketertiban jemaat, karena Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi
damai sejahtera. (ay. 33) Demi menjaga ketertiban, maka sekali lagi dengan tegas Paulus
mengatakan, Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani,
ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan. (ay. 37) Kata
kukatakan dalam ayat ini TIDAK tepat terjemahannya, karena kata Yunani yang dipakai adalah
grph yang menunjuk pada tulisan (beberapa terjemahan Inggris juga menggunakan kata write).
Dengan kata lain, Paulus hendak mengatakan bahwa mereka yang mengatakan memiliki karunia
rohani HARUS mengetahui dengan jelas (Yunani: epiginskt) bahwa yang dituliskan Paulus
ini adalah perintah dari Tuhan dan itu HARUS ditaati. Bahkan di ayat selanjutnya, yaitu di ayat
38, ia berkata dengan tegas, Tetapi jika ia tidak mengindahkannya, janganlah kamu
mengindahkan dia. Dengan kata lain, barangsiapa yang tidak memperhatikan peringatan Paulus
tentang hal ini, maka orang tersebut TIDAK perlu diperhatikan juga pengajarannya. Berarti,
karunia Roh Kudus TIDAK bisa dilepaskan dari pentingnya firman Tuhan. Karunia Roh Kudus
diberikan untuk meneguhkan berita firman Tuhan demi pertumbuhan iman bagi sesama tubuh
Kristus, bukan membuat orang makin menghina firman Tuhan dengan menciptakan ajaran baru
yang justru melawan Alkitab. Mereka yang mengkritik berbagai penyimpangan bahasa roh selalu
dicap tidak ada roh kudus, menghujat roh kudus, bahkan sesat/menghakimi, padahal Allah
melalui Paulus mengajarkan bahwa justru yang tidak menaati pengajaran Paulus lah yang
seharusnya tidak perlu didengarkan ajarannya. Sungguh suatu ironi yang memalukan.
7. Pemakaian bahasa lidah harus berlangsung sopan dan teratur (ay. 40)
Setelah menjelaskan panjang lebar tentang karunia bahasa lidah dan penjelasan bahwa ia tidak
melarang bahasa lidah (ay. 39), maka di ayat 40, mengulang ayat 33, Paulus mengatakan, segala
sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur. Kata sopan seharusnya diterjemahkan
semestinya/seharusnya. Dengan kata lain, penggunaan bahasa lidah harus dilakukan dengan
seharusnya sesuai dengan perintah Allah dan juga dengan suatu urutan/keteraturan yang jelas.
Berarti, Tuhan mengizinkan kebebasan dalam mengembangkan karunia yang Roh Kudus
berikan, namun Ia TIDAK mengizinkan kebebasan itu dipakai sewenang-wenang tanpa
batasan/aturan, karena Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang
membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. (2Tim. 1:7) Jika Allah menginginkan
kebebasan disertai dengan ketertiban, bagaimana sikap orang Kristen seharusnya?