Anda di halaman 1dari 14

YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Nama : Firalen Vianney Ngantung


Program : Mayor I
MK : Sejarah Dogma

YESUS KRISTUS:
SATU PRIBADI DALAM DUA
KODRAT
Pengantar
Konsep-konsep kristologis pada mulanya bervariasi. Dari beberapa konsep
pemikiran itu, akhirnya kita mengikuti satu garis pemikiran saja, yakni ajaran resmi tentang
dua kodrat yang dimiliki oleh pribadi Yesus Kristus yang satu dan sama. Konsep yang
“heretis” (bidaah) memilih bersifat berat sebelah, entah ke arah kemanusiaan Yesus sambil
menyalahartikan atau malah menyangkal Ketuhanan-Nya, entah ke arah Ketuhanan Yesus
sambil mengabaikan atau memungkiri kemanusiaan-Nya.

Berikut ini akan dipaparkan tentang bagaimana Dogma Kristologis itu berkembang
dalam sejarah dan apa penegasan-penegasan yang disebutkan oleh Konsili-Konsili Gereja
mewakili pendasaran resmi dari Magisterium Gereja mengenai ajaran kristologi, lebih
khususnya lagi yang berkaitan dengan Yesus Kristus: satu pribadi dalam dua kodrat.

Dasar Alkitabiah bagi Dogma Kristologis


Para murid Yesus, termasuk para pengarang Injil, tidaklah ragu-ragu sedikit pun
akan kemanusiaan Yesus yang sungguh-sungguh. Bagi mereka, Yesus adalah “orang” atau
“manusia”. Akan tetapi, serentak mereka pun berkeyakinan bahwa Yesus Kristus bukanlah
sembarang utusan Allah, Yesus sendiri bersifat ilahi. Hal ini mereka yakini berdasarkan
perjumpaan mereka dengan Kristus yang bangkit.

Kristologi-Logos oleh Paulus dan Yohanes. Didalamnya ditemukan bahwa dalam


satu Pribadi Yesus Kristus itu terdapat dua kodrat. Kristologi Paulus dapat ditemukan dalam
Gal 4:4 di mana pra-eksistensi Yesus itu dinyatakan, Rm 1:3-4 serta Flp 2:5-11 yang
menyebutkan bahwa Yesus mempunyai dua cara berada. Kristologi Yohanes ditemukan

2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

dalam prakata Injil Yohanes (Yoh 1:1-14). Konsep Logos (“Firman” atau “Sabda”)
diterapkan pada Yesus.

Berikut ini adalah konsep kristologis yang berkembang pada awal gereja. Masing-
masing mazhab sangat menekankan satu sisi dari kodrat Yesus dan keduanya dipandang
sebagai bidaah.

1. Ebionisme: Kaum ini merupakan sisa orang Kristen Yahudi. Ebionis berarti “para
miskin” dan mengacu pada gelar kehormatan yang telah diberi kepada jemaat purba
di Yerusalem. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan
Maria, yang pada waktu pembaptisan di Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi.
Yesus adalah nabi yang ditentukan untuk menjadi Mesias.1
2. Doketisme: Pengaruh gnostisisme yang memandang bahwa kejasmanian secara
negatif, membuat mereka sulit menerima bahwa Yesus adalah sungguh manusia.
Bagi mereka, Anak Allah, Firman Allah hanya “bertopeng” manusia, hanya pura-
pura mati di salib.2 Yesus Kristus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh. Yesus
itu cuma memiliki tubuh “surgawi”, dan rupa-rupanya saja menderita dan mati.
Yesus bukan sungguh-sungguh manusia.3

AWAL PERKEMBANGAN KRISTOLOGI-LOGOS


Kristologi yang berkembang pada awal gereja adalah kristologi-logos. Pada masa
ini, kemanusiaan Yesus belum menjadi pertentangan. Yang menjadi pokok pembicaraan para
bapa-bapa Gereja adalah kodrat keilahian Yesus dalam kaitannya dengan Trinitas. Berikut ini
adalah pemikiran dari beberapa bapa-bapa Gereja yang memberikan sumbangan yang berarti
bagi perkembangan ajaran Gereja mengenai kodrat keilahian Yesus.

Yustinus Martir (Abad II)


Para apologet mengambil alih konsep filsafat Yunani logos. Kristus yang pra-ada itu
disamakan dengan konsep logos dari filsafat Yunani. Yustinus menegaskan bahwa logos ilahi
dalam kepenuhan-Nya menampakkan diri hanya dalam Yesus Kristus saja, tetapi sebutir
benih Logos disebarkan di antara seluruh umat manusia, jauh sebelum Kristus ada di bumi.
Tekanan terletak pada “firman Allah” yang ada sejak kekal, sebelum menjadi manusia dan

1
Bdk. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I: Allah Penyelamat, hlm. 187.
2
Bdk. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 91.
3
Bdk. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I: Allah Penyelamat, hlm. 187.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

tampil di panggung sejarah. Yesus Kristus sebagai firman Allah boleh disebut Allah, tetapi
“Allah kedua” dan sebagai “pribadi” tidak kekal. Menegaskan kristologi dari atas dan
subordinasionistis.

Ireneus dari Lyon (202)


Baginya, Yesus Kristus adalah firman Allah, logos, dan Anak Allah, yang sejak kela
ada. Seperti anak bergantung pada ayah, demikian logos bergantung pada Allah. Kemudian,
dia melanjutkan mengatakan bahwa Yesus Kristus mau solider dengan manusia. Ia
mengatakan bahwa Firman Allah, Anak Allah yang kekal, menjadi seperti kita adanya,
supaya kita menjadi seperti Firman dan Anak Allah seadanya.4

Tertulianus (Abad II dan III)


Ia mengungkapkan “Sabda telah menjadi daging” (Sermo caro factus) bukan berarti
bahwa dengan demikian Sabda ilahi bukan Sabda ilahi lagi, seakan-akan mengalami
perubahan hakiki, melainkan bahwa Sabda menerima daging insani dan bukan berubah
menjadi daging.” Kalau Firman itu menerima daging manusiawi dan tetap tinggal Firman
ilahi, maka hal ini berarti bahwa Yesus Kristus mempunyai dua kodrat atau – dua substansi.
Menurutnya, masing-masing kodrat itu bersifat utuh, dengan ciri dan coraknya sendiri.
Baginya, Yesus sebagai manusia, tetap Putra Allah, yaitu Logos ilahi.

Tertulianus mengatakan bahwa Firman tetap sama, tidak berubah, oleh karena kekal
dan tetap sama. Pada Yesus Kristus ada dua segi, dimensi, tidak tercampur, tetapi tersambong
dalam satu orang (persona), Allah dan manusia, Yesus Kristus. Pada orang yang satu itu tiap-
tiap zat (substantia) tetap mempunyai ciri-cirinya sendiri dan ada serangkaian hal ihwal,
perbuatan dan sebagainya yang berpancar dari yang satu (ciri manusiawi) dan ada
serangkaian yang berpancar pada yang lain (spiritus, ilahi). Tetapi orangnya tetap satu.5

Origenes (Abad III)


Origenes mengungkapkan bahwa manusia terdiri atas tiga (atau dua) unsur yakni
akal (logos) dan jiwa (psykhe). beranggapan bahwa jiwa insani Yesus sudah ada sebelum
inkarnasi. Jiwa insani Yesus itu sudah dalam keadaan pra-adanya, dipersatukan dengan
Logos ilahi. Kemudian jiwa Yesus itu memasukkan Logos seluruhnya ke dalam dirinya.

Ia melanjutkan mengatakan bahwa pada Yesus Kristus ada “dua kodrat”, yang ilahi
dan yang manusiawi. Kedua kodrat itu dipersatukan oleh Firman/Anak Allah itu. Dengan

4
Bdk. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 101.
5
Ibid., hlm. 108-109.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

demikian, Firman/Anak Allah itu “menghampakan diri” dan Ia serentak Allah (ilahi) dan
manusia. Berdasarkan dua “kodrat” itu pada Yesus Kristus ada juga dua rangkaian hal
ihwal/perbuatan, yaitu ilahi dan yang insani. Kedua itu bersatu sedemikian rupa sehingga
yang ilahi dapat dikatakan mengenai manusia dan yang insani dapat dikatakan tentang Allah.6

Konsili Nicea: Pertentangan soal Kodrat Kealahan Yesus


Pertentangan awal soal kodrat Yesus berbicara tentang kodrat kealahan Yesus. Soal
kodrat kemanusiaan Yesus kurang dipertentangan. Pembicaraan berkisar seputar segi
kealahan Yesus. Berikut ini adalah polemik yang terjadi soal kealahan Yesus.

Arius
Arius (336) dan kawan-kawannya menyangkal adanya jiwa insani dalam Logos
yang telah terjelma. Dia mengatakan bahwa Allah/Yang Ilahi secara mutlak esa, tunggal,
transenden, tak tercapai oleh manusia, dan menjadi asal usul segala sesuatu. Allah yang esa
itu menciptakan segala sesuatu secara bertahap. Ciptaan pertama dan utama ialah Firman
Allah atau “Anak Allah”. Firman itu tidak sehakikat (homo-ousios) dengan Allah. Firman
tercipta itu tidak kekal dan abadi, meskipun ada seblum dunia dan dijadikan dari
ketidakadaan. Pokoknya Firman itu ada awalnya, sehingga ada pernahnya Firman itu tidak
ada.7 Kaum Arian berkesimpulan bahwa Yesus Kristus harus bersifat makhluk ciptaan.

KONSILI NICEA (351): Konsili ini sesungguhnya berbicara tentang kristologi.


Tetapi, memang baru mengangkat satu segi dari Yesus yakni identitas Yesus sebagai Allah
dan hubungan antara Anak Allah, Firman Allah yang pra-eksisten, dengan Allah.

Konsili ini menegaskan: “Terkutuklah oleh Gereja Katolik dan


apostolik mereka yang berkata: Ada pernahnya Ia (yaitu Anak Allah)
tidak ada, dan: sebelum dilahirkan/lahir Ia tidak ada dan dijadikan
dari apa yang tidak ada atau dari zat/hakikat (ousia/hypostasis) lain
(dari Allah), sambil mereka menyebutkan bahwa Anak Allah berubah
dan dapat menjadi lain.”8

Athanasius
Athanasius tidak memberi perhatian pada keutuhan kemanusiaan Yesus (baginya
itu bukan menjadi soal), tetapi ia mau menekankan Ketuhanan Sang Putra secara penuh. Apa

6
Ibid., hlm. 119-120.
7
Ibid., hlm. 126-127.
8
DH. 126. Bdk. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 131.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

yang dibelanya adalah: Yesus Kristus sungguh ilahi. Atanasius menjelaskan persatuan Bapa
dan Anak yang saling mereaspi.

Eustathius dari Antiokhia


menekankan perbedaan antara keilahian dan keinsanan Yesus sehingga
kesatuannya cenderung melenyap. Yesus mempunyai jiwa insani, dan jiwa itulah yang
menderita sengsara. Baginya, Firman menjadi manusia seutuhnya, termasuk jiwa atau akal.
Demikian Eustathius menampung Yesus sebagai manusia yang digambarkan dalam Kitab
Suci.

Apollinaris dari Laodikaia (390)


Ia melihat bahaya pemisahan ketuhanan dan kemanusiaan Kristus. Baginya, hanya
ada satu kodrat dalam Yesus, “satu kodrat Logos ilahi yang telah menjadi daging.” Tidak
mungkin untuk mengakui adanya dua kodrat dalam Yesus, sebab bagi dia dua kodrat itu sama
dengan dua pribadi, padahal Yesus Kristus itu hanya satu.9 Baginya, Yesus itu mirip dengan
manusia yang terdiri dari badan dan jiwa. Yesus terdiri atas badan dan Firman Ilahi. Ia
mengatakan bahwa jiwa rasional atau roh itu diganti oleh Sabda Ilahi. Logos tidak menerima
akal budi insani, tetapi mengisi tempat akal budi itu. Pikiran Yesus yang berkeliling di bumi
ini bukanlah pikiran manusiawi karena Logos-lah yang mengisi tempat pikiran insani itu.
Dalam Yesus, pikiran-Nya ilahi dan tubuh-Nya insani. Ajaran ini tidak dapat diterima Gereja
karena menyangkal keutuhan kodrat insani Yesus. Kalau Yesus tidak mempunyai jiwa rohani
yang insani, Ia bukan sungguh-sungguh manusia. Ajarannya ditolak oleh pemikir lainnya,
seperti Athanasius dan Trio Kapadokia (pada Yesus Ada manusia yang lengkap dan utuh),
Diodorus dari Tarsus dan Theodorus dan Mopsuestia. Ditolak karena tidak sesuai dengan
realitas inkarnasi Sang Logos.10

Yesus Kristus Sungguh Manusia, Sungguh Allah


Muncul polemik antara kedua mazhab yang berkembang, yakni mazhab Anthiokhia
dan mazhab Aleksandria. Pertanyaan besarnya adalah: Bagaimaan kesatuan Yesus Kristus
yang diakui sebagai Allah dan manusia Yesus itu dikonseptualisasikan? Bagaimana relasi
antara manusia Yesus dengan Anak Allah yang sehakikat dengan Bapa? ANTIOKHIA lebih
menekankan segi insani, Yesus sebagai manusia. ALEKSANDRIA lebih menekankan pada

9
Bdk. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I: Allah Penyelamat, hlm. 197-201.
10
Ibid., hlm. 203.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

unsur ilahi dalam Kristus. Nestorius membela mazhab Anthiokhia dan Cyrillus membela
mazhab Aleksandria.

Mazhab Anthiokia: Mengatakan bahwa bidaah bahwa Yesus tidak memiliki kodrat
manusiawi yang utuh. Baik yang ilahi maupun insani-historis pada Yesus Kristus
diperhatikan. Kesatuan itu dilukiskan sebagasi kesatuan moral, kesatuan kehendak. Kesatuan
pribadi Yesus yang Allah dan manusia itu kurang diperhatikan. Logos mengambil rupa
seorang hamba (Flp 2:7). Mazhab Aleksandria: Menekankan Yoh. 1:14 tentang Logos telah
menjadi manusia. Lebih terarah pada apa yang melampaui pancaindera, kepada kenyataan
rohani dan ilahi. Unsur ilahi dalam Kristus begitu ditekankan sehingga unsur insani condong
diabaikan. Allah yang dengan hakikat-Nya tidak dapat berubah sehingga penjelmaaan
berlangsung dengan kodrat insani diubah menjadi kodrat ilahi. Bahaya di sini ialah ciri khas
kodrat manusiawi kurang diperhatikan.

MAZHAB ANTHIOKHIA
Mazhab ini berusaha untuk mempertahankan kemanusiaan Yesus yang penuh dan
nyata, tanpa mencampurkannya dengan keilahian-Nya, dan di lain pihak berhasil menjelaskan
hubuungan antara yang ilahi dan yang insani di dalam Yesus.

(1) Diodorus dari Tarsus (394) menaruh tekanan pada kodrat manusiawi Yesus,
mempertahankan keutuhan manusia Yesus. Yesus itu manusia, mempunyai jiwa dan pikiran
insani. Logos boleh dikatakan berdiam di dalam daging bagaikan di dalam kenisah. “Kita
menghormati kenisah demi Dia yang berdiam di dalamnya.”

(2) Theodorus dari Mopsuestia (428) . Ia mengecam konsep bahwa Logoslah


prinsip dominan dalam Yesus, padahal kemanusiaan Yesus memiliki kerapuhan, penderitaan
dan kecemasan. Baginya, Logos tidak hanya menerima suatu tubuh, tetapi menerima seorang
manusia seutuhnya. Konsep ini tidak menjelaskan bagaimana Sang Sabda menjelma menjadi
manusia.

(3) Nestorius (381) memicu reaksi terhadap Kristologi Antiokhia (381). Apakah
Bunda Maria dapat dikatakan “Bunda Allah” (Theotokos) atau tidak. Menerima berarti
kesatuan dari keilahian dan keinsanian Yesus ditetapkan. Menolak: memunculkan pertanyaan
(1) kalau bukan sejak kelahiran Yesus di bumi Ketuhanan dan Keilahian itu menyatu, berarti
sejak manakah Yesus dapat ditunjukkan sebagai Tuhan? Dan (2) dengan cara manakah
Ketuhanan dan Kemanusiaan bersatu di dalam Yesus?

2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Kecemasan Nestorius: (1) khawatir bahwa penerimaan sebutan ini mengakibatkan


pencampuran kodrat ilahi dan insani sehingga jatuh pada Apollinarisme. (2) Menjadi olokan
orang kafir jika ditempatkan pada Maria. (3) Tidak terdapat dalam Kitab Suci dan dalam
Syahadat Nikaia. Bagi Nestorius, Maria tidak melahirkan logos ilahi, tetapi manusia Yesus
yang bersatu dengan Ketuhanan. Nestorus menghindari Arianisme, jerat Apollinarisme
(bidaah monofisitisme), mengakui kesatuan keilahian dan keinsanian dalam Yesus, dan
bahwa tidak ada dua Kristus. Adapun bagi Nestorius, kesatuan kodrat ilahi dan manusiawi itu
hanyalah kesatuan moral antara dua entitas dan tidak atau kurang mengerti primat ontologis
dari Pribadi-Logos dalam Kristus. Kesatuan itu hanya secara etis dan bukan secara
substansial atau personal.

Konsili Efesus menolak ajaran bahwa pada Yesus Kristus ada dua “tokoh”, dua
pribadi atau subjek, yakni seorang tokoh manuisa di satu pihak dan Firman/Anak Allah di
lain pihak. Kedua “pribadi” itu hanya secara lahiriah bergabung. Maka, ada dua “Anak”,
Anak Allah dan anak manusia. Yesus Kristus dibagi menjadi dua. Inilah ajaran
Nestorianisme.

MAZHAB ALEKSANDRIA
Cyrillus dari Aleksandria (444)

Bagi Cyrillus iman akan inkarnasi itu hanya terjamin kalau communication
idiomatum diterima tanpa syarat dan gelar theotokos diterapkan kepada Bunda Maria. Bagi
Cyrillus, Logos ilahi sendirilah yang menjelma menjadi manusia dalam Yesus Kristus.
Tertuju pada dua acara berada Sang Logos; mula-mula pra-ada-Nya dan kemudian inkarnasi-
Nya. Cyrillus memakai istilah “satu kodrat Logos ilahi” padahal itu adalah istilah dari
Apollinaris. Kesatuan antara Ketuhanan dan Kemanusiaan Kristus itu bukan moral melainkan
substansial. Kodrat manusiawi Yesus Kristus itu tidak lain daripada kodrat manusiawi Sang
Logos. Tubuh Yesus adalah tubuh Logos, bukan cuma sekedar tubuh seorang makhluk insani.

Bagi Cyrillus, Yesus Kristus hanya satu. Cyrillus terus mengatakan bahwa Firman
Allah dipersatukan (mempersatukan diri) dengan “badan/daging” yang menjadi milik
“kodrat” (Firman) itu. Demikian, “badan” dipersatukan dalam satu subjek, yakni Firman
Allah. Cyrillus begitu menekankan keilahian Firman yang menjadi subjek dan meresapi
kemanusiaan, sehingga kemanusiaan real dan historis praktik hilang, kalaupun secara formal
dipertahankan.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Perbedaan pemahaman kodrat menurut Cyrilus dan Nestorius. Nestorius, kodrat


(physis) sebagai suatu proposon (rupa), maka demi realitas keilahian dan kemanusiaan-Nya,
pada Kristus ada dua kodrat semacam itu. sementara Cyrillus kodrat (physis) adalah ousia
atau hypostasis, satu individu konkret yang ada, maka pada Yesus hanya ada satu kodrat
karean Ia memang hanya satu individu konkret. Kelemahan Cyrillus adalah kecenderungan
Apollinasime: kemanusiaan Yesus melebur ke dalam Ketuhanan-Nya. Jika Nestorius bertitik
tolak Kristus yang tampil dalam Kitab Suci, maka Cyrillus bertitik tolak pada Firman Allah
pra-eksisten.

KONSILI EFESUS (431)


Terjadi percekcokan ketika Konsili Efesus ini dimulai, karena Cyrillus membukan
konsili terlebih dahulu. Konsili ini memenangkan Cyrilus melawan Nestorianisme. Sinode di
Roma tahun 430 menyatakan Nestorius tersesat dan membenarkan teologi Cyrillus. Sri Paus
menugaskan Cyrillus menyampaikan keputusan ini kepada Nestorius, Cyrilus menyusun 12
anatema terhadap bidaah baru ini dan mengancam Nestorius dengan pemberhentian.
Syahadat ini berbau mazhab Antiokhia dan memakai peristilahan mereka, apa yang
diperjuangkan oleh Cyrillus tercantum di dalamnya: kesatuan subjek pada Yesus Kristus, dan
gelar “Bunda Allah” bagi Santa Perawan Maria.

Bagian inti dari surat Cyrillus yang oleh Konsili Efesus diterima sebagai ajaran
tepat berbunyi: “Sebab kami tidak berkata bahwa kodrat (physis) Firman dibuat menjadi
daging dan juga kami tidak berkata bahwa Ia diubah menjadi manusia utuh, yang terdiri atas
jiwa dan badan. Sebaliknya (kami mengatakan) yang berikut ini. Setelah Firman
mempersatukan dengan diri-Nya daging yang dijiwai jiwa berakal (logike) menurut
kemandirian (hypostasis), maka dengan cara yang tak terperikan dan tak terpahami Ia
menjadi manusia dan tampil juga (sebagai) anak manusia, tidak hanya menurut kemauan atau
pun menurut perkenanan dan juga tidak seolah-olah mengambil rupa (proposon) saja. Dan
(kami katakan) juga bahwa, meskipun berbeda, (kedua) kodrat itu bergabung menjadi benar-
benar bersatu. Maka dari kedua (kodrat) itu (terjadi) hanya satu Kristus dan (satu) Anak.”11

Berdasarkan ungkapan “pemersatuan kodrati” dari Cyrillus, orang berkesan bahwa


pada Yesus Kristus hanya ada satu “kodrat” mandiri, satu realitas, ialah Firman Allah, yang
menyerap “daging” (kemanusiaan).

11
DH 250. Bdk. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 156.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Pernyataan Konsili Efesus ialah ajaran Cyrillus dan hal ini tidak serta merta umum
diterima. Apa yang diafirmasikan oleh konsili (Yesus Kristus adalah satu subjek, Allah dan
manusia serentak), tidak diragukan. Isi syahadat Cyrillus adalah sebagai berikut:

“Kami mengakui: Tuhan kita, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah, sepenhnya Allah
dan sepenuhnya manusia, dengan jiwa yang berakal dan badan, menurut keilahian dilahirkan
dari Bapa sebelum waktu (ada), dan menurut kemanusiaan-Nya (dilahirkan) dari perawan
Maria; yang satu dan sama itu sehakikat (homoousios) dengan bapa menurut keilahian, dan
sehakikat (homoousios) dengan kita menurut kemanusiaan. Sebab telah terjadilah persatuan
dua kodrat (physes) dan oleh karena itu kami mengakui hanya satu Kristus, satu Anak, satu
Tuhan. Mengenai persatuan tanpa pencampuran itu kami mengakui perawan suci sebagai
Bunda Allah, oleh karena Allah-Firman menjadi daging dan menjadi manusia dan sejak
diperkandung Ia mempersatukan dengan diri-Nya baitullah yang diambilnya dari dia (Maria).
Adapun mengenai apa yang dikatakan injil-injil dan karangan-karangan rasuli mengenai
Tuhan, kami tahu bahwa para teolog kadang-kadang tanpa membeda-bedakan menanggapnya
dikatakan mengenai satu diri (henon prosopon), tetapi kadang-kadang mereka membeda-
bedakannya berhubung dengan dua kodrat (physeis), sehingga yang sesuai dengan Allah
diterapkan pada keilahian Kristus dan yang rendahan diterapkan pada kemanusiaan-Nya.”12

Monofisitisme Pra-Khalkeson dan “Risalah Paus Leo”


Dogma Kristologis Konsili Efesus adalah Yesus Kristus, Firman dan Anak Allah
yang serentak Allah dan manusia, memang hanya satu subjek, satu “tokoh”. Tetapi penegasan
ini ditolak oleh Mazhab Anthiokia yang berkesan bahwa Cyllirus meleburkan kedua kodrat
demi kesatuan subjek. Mereka berkesan bahwa menurut ajaran Cyrillus itu pada Yesus
Kristus hanya ada satu kodrat, yaitu Firman Allah, yang menyerap “daging” (kemanusiaan).
Demikian, Kristus bukan sungguh-sungguh manusia lagi.

Diokoros (454): Pengganti Cyrillus (mendekati Apollinaris), condong memandang


kesatuan antara Ketuhanan dan Kemanusiaan dalam Kristus itu terlaksana bukan dalam “diri”
atau “pribadi” Yesus, melainkan pada taraf kodrat-Nya. Sesudah inkarnasi, kedua kodrat itu
melebur menjadi satu kodrat yang teandris. Ia membela pandangan bahwa Yesus Kristus
hanyad ada satu kodrat.

Rahib Eutykhes (450): mengajarkan bahwa kodrat insani Kristus, karena


kesatuannya dengan kodrat ilahi-Nya, diresapkan ke dalam kodrat ilahi itu. Maka, yang
tinggal ialah hanya satu (monos) kodrat (physis) saja. Ia mengajarkan bahwa Yesus itu hanya
sehakikat dengan Allah saja dan tidak dengan manusia. Pada Yesus Kristus hanya ada satu
kodrat (physis, ousia, hypostasis). Menurutnya, orang sebaik-bainya tidak berkata bahwa

12
DH 271-273. Bdk. Ibid., hlm. 159.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Yesus Kristus “sehakikat dengan kita” oleh karena Yesus Kristus adalah Allah, meskipun
menjadi daging. Menyebut Yesus sehakikat dengan manusia berarti mengatakan bahwa pada
yesus Kristus ada seorang manusia di samping Firman Allah.

Sinode oleh Batrik Konstantinopel, Flavianus, tahun 448 menyelidiki pikiran


Eutytkes. Flavianus mengemukakan ajaran ortodoks: “Kami mengakui bahwa Yesus sesudah
inkarnasi (terdiri) dari dua kodrat (ek dua physeis), sambil menerima satu Kristus, satu Anak,
dan satu Tuhan dalam satu diri (hypostasis) dan satu pribadi (proposon).” Flavianus melawan
pendekatan mazhab Aleksandria (satu kodrat) membedakan antara istilah physis dengan
hypostasis yang searti dengan proposon.13 Paus Leo menentang ajaran Eutykhes, yakni
monofisitisme, sebagai bidaah baru. Surat Paus Leo yang tertanggal 13 Juni 449 dan terkenal
dengan nama Tomus Leonis (Risalah Paus Leo) ataupun Tomus ad Flavianum.

Hal-hal yang ditekankan Leo Agung dalam risalahnya, yaitu:

1. Pribadi Sang Allah-manusia, pribadi Dia yang menjadi daging, adalah identik dengan
pribadi Logos ilahi.
2. Di dalam satu pribadi yang dimiliki oleh Logos yang telah menjelma itu terdapat dua
kodrat, ilahi dan insani, secara selaras tetapi tidak tercampur. “Sifat dan ciri masing-
masing kodrat yang terpadu dalam satu pribadi itu tinggal utuh, seraya keluhuran
menerima kerendahan, kekuatan kelemahan, kefanaan.”14
3. Kesatuan antara kedua kodrat itu bersifat hakiki, karena pentingnya kesatuan itu bagi
penebusan. Pengantara satu-satunya antara Allah dan manusia itu dalam arti tertentu
harus dapat mati, tetapi dalam arti tertentu pula harus tidak dapat mati. Memang
mungkinlah mengatakan bahwa Logos mati, artinya Ia mati menurut kodrat-Nya yang
insani, tetapi bukan menurut kodrat-Nya yang ilahi.
4. Kedua kodrat Kristus mempunyai cara kerja tersendiri, walaupun yang satu selalu
bertindak dalam keselarasan dengan yang lain.
5. Ajaran tentang communication idiomatum harus dipertahankan. Ajaran ini berarti
bahwa karena kesatuan kepribadian, maka sifat-sifat atau atribut (idioma) yang
dimiliki masing-masing kodrat itu dapat ditukar. Maka, tepatlah istilah Anak Allah
disalibkan dan dimakamkan, atau bahwa Anak Manusia turun dari surga.15

13
Bdk. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 162.
14
DH 293.
15
DH. 290-295.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Sinode “Penyamun” Efesus (449): Eutykes yang dikutuk dan diberhentikan


bersama Batrik Dioskoros mengadakan suatu konsili di Efesus. Konsili ini menyatakan
bidaah ajaran bahwa Yesus Kristus sesudah inkarnasi terdapat dua kodrat.

Paus Leo Agung mengadakan sinode di Roma pada bulan September tahun 449
menyatakan bahwa akta Sinode “Penyamun” itu secara resmi ditolak. Sri Paus meminta
Kaisar Theodosius II untuk mengadakan konsili ekumenis tapi dia tidak mau.

Setelah meninggalnya Kaisar Theodosius II dan diganti oleh Marcianus, mereka


mengadakan Konsilii pada tahun 451 di kota Khalkedon - Konsili Ekumenis IV. Semua
keputusan dan tindakan Sinode “Penyamun” dicabut. Konsili ini membantah bidaah
Nestorius di satu pihak dan bidaah Eutykes di lain pihak. Ini menjadi sintesis dari mazhab
Anthiokhia dan mazhab Aleksandira. Bagian pertama, tentang kesatuan pribadi, bagian kedua
mengenai dua kodrat dalam Yesus Sang Kristus.

KETETAPAN DOGMATIS KONSILI KALSEDON (451)


Bagian pertama dari Kredo Khalkedon menyangkut kesatuan pribadi. Ketetapan
dogmati itu berbunyi sebagai berikut:

“Melanjutkan para Bapa Gereja, kami dengan bulat hati mengajarkan dan percaya
kepada satu-satunya Putera, Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai satu dan sama:
 yang sama sempurna dalam keilahian dan yang sama sempurna dalam kemanusiaan.
 yang sungguh Allah dan sungguh manusia (jiwa berakal dan tubuh)
 yang menurut keilahian sehakekat dengan Bapa dan yang menurut kemanusiaan
sehakekat dengan kita.
 yang dalam segala hal sama dengan kita, kecuali dalam hal dosa (Ibr 4:15).
 yang menurut keilahian dilahirkan dari Bapa sebelum segala abad, tetapi yang
menurut kemanusiaan pada hari-hari akhir dilahirkan dari Perawan Maria, Bunda
Allah, demi untuk kita dan demi untuk keselamatan kita.16
Bagian kedua menjelaskan tentang dua kodrat dalam Yesus Kristus. Ajaran
Konsili Kalsedon menambahkan berikut ini:

“Kami mengajar bahwa Tuhan Yesus Kristus yang satu dan sama, Putera yang tunggal itu,
harus diakui:17
16
DH 301. Albertus Sujoko, Credo Ut Intelligam. Saya Percaya supaya Mengerti
(Pineleng: Percikan Hati, 2015), hlm. 149. Dikutip dari Nico Syukur Dister, Teologi
Sistematika, hlm. 226.
17
DH 302.
2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

 dalam dua kodrat (en duo physein), tak tercampur (asygkhytos), tak berubah
(atreptos), tak terbagi (adiairetos), tak terpisah (akhoristos).
 dengan sama sekali tidak dihilangkan perbedaan kodrat-kodrat karena persatuan.
 tetapi sebaliknya ciri-corak khas masing-masing kodrat tetap aman, dan (kedua kodrat
itu) bergabung dalam satu pribadi (prosopon) dan satu diri (hypostasis).18
 tidak terbagi ataupun terpisah menjadi dua pribadi (prosopa).
 Melainkan yang satu dan sama Anak Tunggal, Allah-Logos, Tuhan Yesus Kristus,
sebagaimana para nabi dahulu dan Yesus Kristus sendiri mengajar kita tentang itu dan
syahadat para moyang menyampaikannya kepada kita.”
Syahadat Kalsedon memberi kesaksian tentang iman Kristiani: Yesus hanya satu
pribadi, satu subjek atau tokoh saja, dan Ia pun sekaligus Allah dan manusia.

Kontroversi tetap berlanjut. Keraguan tetap muncul. Ada yang melihat bahwa
Konsili Kalsedon ini merupakan pengkhianatan pada apa yang diperjuangkan oleh Atanasius,
Cyrillus serta Konsili Efesus. Jangan-jangan dengan mengakui adanya dua kodrat, maka akan
jatuh pada Nestorianisme. Maka kembalilah mereka kepada rumus “satu kodrat” dan
menganut monofisitisme. Inilah asal usul Gereja monofisit seperti juga Gereja Nestorian
bertahan sampai hari ini.

Diadakan Konsili Ekumenis kelima yakni Konsili Konstantinopel II tahun 553.


Mengartikan kembali kredo Khalkedon lebih ke arah kesatuan kodrat ilahi dan insani Yesus
dan menetapkan bahwa istilah “kesatuan hypostasis” yang ditempat oleh Cyrilus itu
mengungkapkan arti yang tepat dari ajaran Khalkedon. Konsili ini dipandang lebih mengarah
pada mazhab Aleksandria. Konsili Konstantinope ini tidak menghasilkan apa-apa. Konsili ini
hanya menegaskan apa yang sudah dikatakan sebelumnya dalam semua konsili sebelumnya.

Pokok diskusi abad VII ialah adanya satu atau dua kehendak dalam Yesus Krisus,
masing-masing diperjuangkan oleh mazhab Aleksandira dan Anthiokhia. Diadakan Konsili
Ekumenis yang Keenam: Konsili Konstantinopel III pada tahun 680-681 menyatakan
bahwa monoteletisme (mengajarkan bahwa hanya ada satu kehendak) adalah ajaran sesat dan
memutuskan bahwa sesuai dengan kedua kodrat bahwa ada juga dua kehendak pada Yesus
Kristus, tetapi menambahkan bahwa keduanya itu “tak tercampur, tak berubah, tak terbagi,
tak terpisah., menurut semangat Khalkedon, sambil bermaksud merumuskan lagi sintesis
antara kedua perguruan tersebut.

Bagian rangkuman Konsili Konstantinopel III berbunyi:

Sujoko, Credo Ut Intelligam, hlm. 149. Dikutip dari Nico Syukur Dister, Teologi
18

Sistematika, hlm. 226.


2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

“Kami mewartakan bahwa pada-Nya (ialah Anak Tunggal, Allah-Firman,


Tuhan kita Yesus Kristus) ada dua kehendak kodrati (duo physikai theleseis)
dan dua (daya) kerja kodrati (duo physikai energeiai), tak terbagi, tak
berubah, tak terpisah, tak tercampur, menurut ajaran para moyang. Dan dua
kehendak kodrati itu memang tidak berlawanan satu sama lain -jangan-
jangan demikian- seperti telah dikatakan sementara bidaah fasik, tetapi
kehendak manusiawi-Nya menurut, tidak melawan dan tidak menentang,
tetapi Sebaliknya menaklukkan diri kepada kehendak ilahi-Nya yang
mahakuat. Sebab sepatutnyalah kehendak daging digerakkan, tetapi
menaklukkan diri kepada kehendak ilahi.” (DH 556; bdk. 557-558).

Penutup
Pembicaraan tentang Yesus Kristus: satu pribadi dalam dua kodrat mendapat
puncaknya pada Konsili Khalsedon dan berlanjut pada Konsili Konstantinopel III. Setelah
itu, pembicaraan tentang dua kodrat tidak lagi hangat dibicarakan karena pada saat itu muncul
permasalahan baru tentang invasi dari Islam. Demikian, pembicaraan teologis tentang
kristologis tidak lagi hangat dibicarakan. Penegasan dari Konsili Khalsedon sampai pada
Konsili Konstantinopel III memberikan kepada Gereja pengajaran Magisterium Gereja
tentang permasalahan mendasar kristologis ini.

2
YESUS KRISTUS: Satu Pribadi dalam Dua Kodrat

Daftar Pustaka
Denzinger, Heinrich. Enchiridion Symbolorum: A Compendium of Creeds, Definitions, and
Declarations of the Catholic Church. Edited by Peter Hunermann. Ignatius
Press: 2012.

Dister, Nico Syukur. Teologi Sistematika I: Allah Penyelamat.


Groenen, C. Sejarah Dogma Kristologi. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Sujoko, Albertus. Credo Ut Intelligam. Saya Percaya supaya Mengerti. Pineleng: Percikan
Hati, 2015.

Anda mungkin juga menyukai