Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

“Alkitab Sebagai Sumber Etika”

NAMA : Lisa Mulyani

NIM : 219411214

SEMESTER : II (dua)

KELAS : A

JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA
TAHUN AJARAN 2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa kita, memohon pertolongan dan
ampunan. Dengan rahmat dan pertolongan-Nya makalah yang berjudul “Alkitap Sebagai
Sumber Etika” ini dapat di selesaikan dengan baik. saya menyadari sepenuh hati bahwa
masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini.

Kami mengharapkan kritik dan saran para pembaca sebagai bahan evaluasi saya
dalam pembuatan makalah berikutnya. Mudah-mudahan itu semua menjadikan cambuk bagi
kami agar lebih meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang.

Palopo 8, Mei 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alkitab sebagai sumber bagi dasar dan prinsip hidup Kristiani menjelaskan bahwa di dalam
membimbing manusia untuk lebih mengenal Dia, Allah telah berperan sebagai pengajar. Sebagai
pengajar Ia aktif memberitahukan kebenaran. Kebenaran itu sendiri adalah pribadi-Nya, firman-Nya
bahkan perbuatan-Nya.
Umat Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga pada khususnya ditugaskan untuk menyampaikan
kekayaan iman bangsa pilihan Allah ini kepada generasi baru. Pusat pendidikan agama terletak pada
keluarga, terutama ayah yang bertanggung jawab dalam pendidikan agama pada keluarganya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Etika?
2. Apa saja Etika dalam Perjanjian Lama dan Pejanjian baru ?
3. Apa saja Prinsip-Prinsip Etika Kristen Sesuai Aturan Alkitab ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika

Kata 'etika' berasal dari kata Yunani ethos, 'susila'; istilah itu terdapat dalam 1 Kor 15:33,
diterjemahkan 'kebiasaan yg baik', tapi dalam PB kata yg lebih banyak dipakai untuk mengartikan
cara hidup ialah anastrofe dan kata kerja yg berpadanan (lih 2 Ptr 3:11). Etika atau susila alkitabiah
berbicara tentang cara hidup, yg diatur dan disetujui Alkitab. Menurut Alkitab, susila dalam arti
'kebiasaan yg baik' tidak dapat dilepaskan dari pembawaan batiniah (motif-motif) yg terungkap dalam
tingkah laku yg dapat diamati. Susila yg dituntut oleh Alkitab terkait dengan hati manusia, sebab 'dari
situlah terpancar kehidupan' dan 'Allah mengetahui hatimu' (bnd Ams 4:23; 23:7; Mrk 7:18-21; Luk
16:15; Ibr 4:12). Perintah-perintah Allah sering dalam rangka tuntutan akan tindakan nyata atau
terlarang, tapi janganlah menganggap bahwa perintah-perintah itu hanya memperhatikan tindakan
lahiriah saja (bnd Mat 5:28; Rm 13:9-10).
Mudah mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada kesatuan pada etika yg diaturkan Alkitab, yg
contoh-contohnya dalam berbagai kurun sejarah adalah tergambar di dalamnya. Menghadapi
pandangan ini harus dilakukan beberapa pengamatan dan pembedaan.

a. Kita harus mengingat kenyataan dan makna dari penyataan yg bertangga-tangga' (progresif).
Langkah demi langkah Allah menyatakan kehendak-Nya kepada umat manusia. Justru pada
masa-masa permulaan sejarah penyataan, penyataan aturan tentang tingkah laku manusia
tidaklah selengkap penyataan yg diberikan pada masa-masa kemudian. Penyataan, seperti yg
terpaut dengan sejarah dunia, mencapai puncaknya dalam PB, secara khusus berpusat pada
kedatangan dan pekerjaan Yesus Kristus. Pada kurun waktu yg terakhir ini diberikan
penyataan kehendak Allah selengkapnya mengenai etika, juga kepenuhan kasih karunia untuk
mewujudkan penyataan itu menghasilkan buah yg selebat-lebatnya. Kepada siapa banyak
diberi, dari dia dituntut banyak (Luk 12:48). Ini menerangkan, mengapa beberapa praktik
tertentu dari beberapa tokoh PL, yg jelas tidak taat asas dengan etika PB, dibiarkan dan tidak
ditindak dengan hukum agama atau hukum sipil pada zaman PL.
b. Praktik nyata dari tokoh-tokoh Alkitab janganlah disamakan dengan etika alkitabiah; yg
terakhir membicarakan apa yg dituntut Allah, bukan kekurangan-kekurangan atau hal-hal yg
dicapai manusia.
c. Kejatuhan manusia ke dalam dosa sangat mempengaruhi isi etika itu dalam mengarahkan
kelakuan manusia. Ketentuan-ketentuan baru harus ada untuk menghadapi keadaan baru yg
radikal diciptakan oleh dosa. Misalnya, karena dosa dan rasa malu akibat dosa, pakaian
menjadi suatu keharusan, yg tidak perlu ada dalam keadaan tanpa dosa (bnd Kej 2:25; 3:21).
Dan berbagai hukuman timbul karena dosa. Kesatuan etika alkitabiah memperhitungkan
segenap kebutuhan yg tercipta karena dosa dan kesalahan.
d. Kita harus membedakan antara dibiarkan dari disetujui, antara mentoleransi dari
mengizinkan, jika kita menghadapi praktik-praktik yg terdapat dalam PL. Tuhan Yesus
membicarakan pembedaan ini dengan gamblang sehubungan dengan perceraian yg dibiarkan
oleh Musa (Ul 24:1-4). Kata-Nya, Musa memperbolehkan perceraian, 'tetapi dari semula
tidaklah demikian' (Mat 19:8). Peraturan mula-mula dan asli dalam Kej 2:24, yg menjadi
acuan Yesus (Mat 19:5) tidak memberi peluang bagi perceraian, justru sekali-kali tidak boleh
menyimpulkan bahwa jiwa institusi dalam Kej 2:24 sudah dicabut atau dihapus. Bagian ini
terkait juga dengan masalah poligami dan pembedaan yg sama harus diterapkan.
e. Penebusan mempengaruhi sejarah umat manusia. Karena keadaan yg diciptakan oleh dosa
menuntut ketentuan-ketentuan baru yg bersifat mengatur, maka penebusan pun menciptakan
seperangkat institusi yg mendalam mempengaruhi kelakuan manusia, yg tidak relevan dalam
keadaan tanpa dosa

B. Etika dalam Perjanjian Lama dan Pejanjian baru

1. Etika Perjanjian Lama

Etika PL menekankan hukum-hukum yang absolut yang dikenal dalam sejarah dan wahyu.
Menurut Walter:
Pokok utama etika PL:
1. Karakter Allah: tema yang ditekankan “Akulah Tuhan” atau “kuduslah kamu seperti Aku adalah
Kudus” (im. 1:14; 19:2-4; 10-12)

2. Hukum Positif: Kehendak Allah dalam firman-Na, dan pekerjaan Allah melalui ciptaan-Nya. (Kej
2:17).

3. Hukum Penciptaan: Alah adalah pencipta segala sesuatu.


Menurut William Barlay:
Etika PL mempunyai kesesuaian dengan Allah. Sebab itu etika PL mempunyai karakteristik sebagai
brk:
- Bersia Kompreensif: Menyangkut semu orang dalam tindakan-Nya.
- Menghormati orang tua (kel 20:12)
- Hukum Yahudi, melindungi janda, yatim piatu dan orang miskin. (Ulangan 10:8; 11:7; Im 19:15).
Etika Dalam Torah/ Pentatuk
1. Kejadian: Menekankan kedudukan manusia di hadapan Allah sebagai makhluk mulia yang serupa
dengan Allah (ImagoDei)
2. Keluaran: Kitab janji (covenant) yaitu 10 hukum
3. Imamat: Kitab kekudusan – Moralitas
4. Bilangan: Menekankan kekudusan ibadah
5. Ulangan: Kitab hokum
2. Etika Perjanjian Baru

Berpusat pada “Yesus Kristus” (Kristonom) sebagai Tuhan dan Juruselamat.


Etika PB berkisar pada kerajaan Allah sebagai tema sentralnya dan bersifat spiritual yakni “kelahiran
kembali” Yoh 3:16, Iman Mark 8:3, Ketaatan Mat 7:17.

Etika Rasul Paulus


Etika yang dilakukan dalam setiap argumen teologisnya, Paulus selalu mengakhiri dengan etika yang
bersifat: IMPERATIF (perintah).
Ciri-cirinya:
- Menekankan Kasih, Pengampunan dan Melayani
- Bertanggung jawab
- Hidup dalam perdamaian dan kerendahan hati
- Sosial dan kepatuhan pada perintah (Rom 13)

Etika Rasul Yohnes


Yohanes dikenal sebagai Rasul Kasih (The Apostle of Love), karena menekankan kasih dalam
Injilnya dan surat kirimannya.

Etika Rasul Petrus


Etika yang diajarkannya menekankan pentingnya mengikuti teladan Tuhan Yesus (1Pet 2:21),
kekudusan hidup (1Pet4:7-11), keharmonisan suami –istri (1Pet3:1-7).

Etika Rasul Yakobus


Etika yang diajarnya menekankan hal-hal praktis dalam ajaran etikanya, sehingga ia dijuluki Rasul
Pragmatis. Trnsfomasi nilai-nilai ke dalam tindakan kongkrit sebagai pelaku Firman merupakan
bagian penting dari ajaran etikanya (Yak 2:19-27; 3:14-16). Ia menyoroti bahaya penyalahgunaan
lidah (3:1-10) dan siap yang salah dalam memandang kekayaan yang berakibat penindasan dan
pembunuhan (5:1-6).

C. 8 Prinsip-Prinsip Etika Kristen Sesuai Aturan Alkitab

Sebagai seorang umat Kristen penting kehadirannya untuk kita mempunyai dan terlibat kepada suatu
persekutuan sebagai kelompok dimana menjadi tempat bisa saling mengenal dan dapat saling
mendoakan dan memberi motivasi dan akan bersama-sama tumbuh dalam Yesus Kristus dan
mengenal prinsip gereja terhadap politik. Sehingga harus bagaimana orang-orang kristen harus
memiliki prinsip untuk menjalani hidup dan memang seharusnya ada di dalam sebuah persekutuan
sehingga dapat berjalan dengan baik
1. Bersifat terbuka (1 Yoh 1:7)
Allah memiliki sifat yang terang dan di dalam terang tersebut tidak ada yang disembunyikan. Hal itu
berlaku juga di dalam persekutuan, keterbukaan merupakan suatu hal yang harus diutamakan untuk
terjalin persekutan yang baik sesuai dengan sejarah agama kristen. Keterbukaan yang dilakukan di
dalam komunitas merupakan awal dari munculkan kejujuran dan juga tetap adanya kepercayaan yang
terjalin diantara anggota persekutuan dan menjadi tujuan hidup orang kristen. Dengan adanya
keterbukaan maka anggota akan saling mendukung satu sama lain dan akan munculnya keharmonisan.
2. Berani menegur (Ams 27:6)
Sahabat sejati seharusnya harus berani untuk saling menegur, bahkan harus berani untuk “memukul”
sahabatnya asalkan hal itu dimaksudkan untuk hal yang baik mengajarkan tentang manfaat berdoa
bagi orang kristen. Apabila memang teguran yang dilakukan bisa dengan memperhatian waktu dan
jarak yang tepat, maka tidak perlu takut dan mengkhawatirkan untuk teguran tersebut akan memicu
adanya jarak diantara kalian, dengan itu tidak perlu ada kekhawatiran kembali. Melakukan teguran
untuk teman harus menggunakan cara yang baik, lalu pastikan untuk menegur sikapnya bukan
pribadinya. Terguran itu juga ada tingkatannya, mulai dengan menegur untuk bertemu berdua
langsung, dengan membawa 1-2 saksi, dan apabila jika tidak membuahkan hasil maka tegurlah di
dalam forum perkumpulan (matiud 15:15-20)
3. Memiliki hati yang besar didalam setiap teguran (Ams :18)
Dapat berbesar hati untuk menerima teguran dari oranglain. Harus mengerti bahwa teguran yang
diberikan adalah suatu wujud tanda kasih. Saat kita di tegur berarti kita dikasihi karena kita
diinginkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan terhindari dari perilaku yang menyimpang
dan tidak sesuai dengan ajarannya, jangan berfikiran bahwa suatu teguran itu merupakan suatu hinaan
dan membuat anda sakit hati lalu membenci.
4. Mengampuni (Matius 18:21-35)
Disetiap persekutuan tidak jarang terjadi gesekan dan hendaknya dapat dijadikan gesekan tersebut
untuk menajamkan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Pengampunan dan kerendah hatian
adalah cara paling tepat untuk dapat menerima perbedaan dan merupakan syarat penting untuk kita
bisa bertumbuh.
5. Meminta maaf
Meminta maaf atas kesalahan kita bukanlah suatu kelemahan yang harus kita hindari, melainkan
meminta maaf merupakan cara untuk dapat memulihkan hubungan yang retak dan dapat membuat
rasa benci, amarah dan kepahitan menghilang dari diri kita dan dapat menjalin kembali hubungan
dengan baik.
6. Tidak menghakimi sendiri (mat 7:1; Gal 6:1-2)
7. Ramah dan penuh kasih (efensus 4:32)
8. Dapat membawa kedamaian (roma 14:19)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, sesuai dengan makalah “Alkitap Sebagai Sumber Etika”penulis
menyimpulkan Bahwa Alkitab sebagai sumber bagi dasar dan prinsip hidup umat Kristiani Alkitab
menjelaskan dan memberikan petunjuk sebagai standard bagi umat Kristen sebagai pola berfikir dan
perbuatan sebagai norma yang berlaku dalam kehidupan umat Kristen. Dalam penulisan makalah ini
penulis khusus membahas bagaimana memahami Etika yang meresponi Firman Tuhan dengan penuh
tanggung jawabsecaraPribadi.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan.

Anda mungkin juga menyukai