Anda di halaman 1dari 32

(e-SH) 14 Oktober -- Roma 2:17-29 -

Kristen NATO
POSTED ON 22.10 // LEAVE A COMMENT

Tanggal: Jumat, 14 Oktober 2016


Ayat SH: Roma 2:17-29

Judul: Kristen NATO

Sorotan Paulus terhadap orang Yahudi menjadi lebih tajam,


sekalipun ia sendiri adalah orang Yahudi (lih. 2Kor. 11:22;
Fil. 3:5-6) dan berisiko untuk dinilai dengan hal-hal yang ia
soroti. Namun, Paulus tidak mundur. Ia tetap menyampaikan
kebenaran firman Allah kepada orang Yahudi. Terhadap
orang-orang sebangsanya, Paulus menegaskan bahwa hukum
Taurat dan sunat bukan jaminan keselamatan mereka. Bukan
tanpa alasan Paulus menegaskan hal ini.

Pertama-tama, Paulus memperlihatkan kepada orang Yahudi


mengenai apa yang mereka miliki, antara lain: mereka
memiliki panggilan dan hak sebagai orang Yahudi (17),
mereka punya hukum Taurat (17), mereka punya kebanggaan
agamawi (17), punya kepandaian dan pengetahuan agamawi
(18), punya keyakinan akan kebenaran (19-20), punya tanda
lahiriah sebagai orang Yahudi, yaitu sunat (25b). Secara
lahiriah, mereka sah sebagai orang Yahudi dan tak perlu
diragukan.

Akan tetapi dalam pandangan Paulus, semua itu sia-sia


belaka. Pada kenyataannya, hidup mereka sama sekali tidak
memiliki keteladanan sebagai orang Yahudi (21-25). Mereka
tahu banyak soal hukum dan aturan dari Allah, tetapi mereka
tidak melakukannya (21-25). Tidak heran jika Paulus
mengkontraskan sikap hidup mereka dengan orang non-
Yahudi yang tidak memiliki hukum Taurat dan tidak bersunat
(26-27). Bagi Paulus, mereka tidak memiliki tanda sunat
rohani (28-29). Itulah sebabnya, keyahudian lahiriah tidak ada
gunanya. Bahkan, Paulus menyebut sikap hidup orang Yahudi
seperti itu sebagai bentuk penghujatan terhadap nama Tuhan
(24). Yang terpenting adalah kesungguhan percaya dalam hati
dan diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari (29).

Biarlah hal ini menjadi peringatan keras bagi kita. Jangan


hidup keagamaan kita hanya sebatas KTP belaka di mana
iman percaya kita tidak terwujud dalam perbuatan sehari-hari.
Tuhan tidak menebus kita hanya untuk menjadi orang Kristen
NATO (No actions, talk only). [MFS]

Renungan / Khotbah Roma 2:17-29, Minggu 4 Januari


2015
Introitus :
Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang
tidak berdiri di Jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan
pencemoh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan
Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air,
yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya, apa
saja yang diperbuatnya berhasil. (Mazmur 1 : 1-3 )

Bacaan : Yesaya 63 : 7 – 9; Khotbah : Roma 2 : 17 – 29

Thema : Lakukanlah Taurat Tuhan (Ikutkenlah Undang-undang Tuhan).


Jemaat yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus
Waktu adalah bagian dari hidup manusia. Sebab dengan waktu, manusia dapat
mengukur hasil pekerjaannya. Dengan waktu kita mengatur perjalanan
pekerjaan dan hidup kita. Apa saja kegiatan kita, pasti berkenaan dengan waktu.
Seluruh perjalanan hidup kita, selalu dibagi atas tiga waktu : waktu lampau,
waktu kini dan waktu yang akan datang. Waktu lampau adalah pengalaman
yang dapat menjadi pelajaran untuk waktu kini dan waktu yang akan datang.
Waktu lampau berhubungan erat dengan waktu kini, dan waktu kini
berhubungan erat dengan waktu yang akan datang. Apa yang kita lakukan
sekarang ini sebenarnya sudah setengah dari apa yang kita lakukan di waktu
yang akan datang. Oleh sebab itu kecemasan waktu kini adalah kecemasan
waktu yang akan datang. Dari pengalaman hidup yang sudah kita lalui di tahun
yang lalu, tentu saja kita ingin mengubahnya dengan perjuangan dan harapan
agar di tahun yang baru ini akan lebih baik. Untuk mewujudnyatakan harapan
tersebut marilah kita kembali kepada firman Tuhan yang menjadi perenungan
kita di minggu pertama di tahun baru ini.

Thema untuk minggu ini mengingatkan kita untuk melakukan Taurat Tuhan.
Dalam Mazmur 1:1-3 ( introitus) ,19:8-9,119:1,memuji Hukum Taurat sebagai
jalan untuk tetap berada dalam perkenaan Allah dan menerima berkat Allah.
Kebahagiaan dan hidup yang sejati diperoleh dengan mendengar, menaati dan
melakukan Hukum Taurat. Kata Ibrani diterjemahkan dengan “Hukum”atau
“Taurat”adalah Torah yang berarti “pengajaran” atau “petunjuk”. Karena
petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada Musa di gunung
Sinai(Kel.20:1;Bil.10:10) begitu penting. Hukum Taurat tidak dimaksudkan
hanya sebagai seperangkat peraturan untuk di taati tapi juga bertujuan untuk
menolong umatNya tetap dalam perkenaan kepada Allah dan tetap merdeka.
Disamping apa yang sudah diberikan oleh Allah di gunung Sinai, ada juga
peraturan- peraturan lain yang ditemukan dalam kitab Ulangan, yang berisikan
“Hukum kedua”. Pemberian Hukum kedua oleh Allah menunjukkan bahwa
Hukum Taurat tidak ditetapkan sekali untuk selama-lamanya. Hukum itu
berkembang dan berubah. Sesudah pembuangan, para ahli Taurat dan Rabi
Yahudi bertanggung jawab untuk menafsirkannya, mengubah dan
mengembangkannya guna menghadapi situasi yang baru. Di zaman Yesus juga
melakukan hal yang sama(Mat.5:21-39). Yesus mengubah beberapa peraturan
Taurat tetapi bukan untuk meniadakan Hukum Taurat melainkan untuk
menggenapinya(Mat5:17). Yesus merangkum makna Hukum Taurat menjadi:
Kasih kepada Allah dan sesama manusia(Mat.22:37-40,Ul.6:4,Im.19:18). Rasul
Paulus juga terus menafsirkan ulang Hukum Taurat. Seperti Yesus, Rasul
Paulus juga menyimpulkan makna Hukum Taurat sebagai Kasih(Rom.13:9).

Dalam nats khotbah Roma 2 :17-29, Rasul Paulus menegaskan bahwa semua
orang disambut dalam kerajaan Allah, tanpa membedakan seseorang Yahudi
atau bukan Yahudi. Tanpa memperhatikan apa yang mereka makan, pada hari
apa mereka beribadah, atau apakah mereka di sunat atau tidak disunat. Paulus
mengatakan bahwa seseorang di selamatkan oleh kasih Allah yang dinyatakan
dalam Yesus Kristus, bukan karena mengikuti seperangkat peraturan
(Rom.10:4,Gal.5:1-6). Menurut Paulus Hukum Taurat bermanfaat sebab ia
menunjukkan dosa kita(Rom.3:20,Gal.3:19), dan memperlihatkan apa yang suci
dan yang baik (Rom.7:12,Rom.2:17-18). Kita sebagai anak-anak Tuhan yang
oleh karna kasih Allah yang telah dinyatakanNya sebagai umatNya yang tidak
akan berlaku curang(Bacaan Yes.63:7-9) semestinya menyukuri,menghargai
dan hidup untuk melakukan Taurat Tuhan.

Peraktik sunat menimbulkan perdebatan dikalangan jemaat kriten perdana.


Sejumlah orang Kristen Yahudi yang hidup menurut hukum taurat merasa
bahwa mereka dan setiap pengikut Kristus yang bukan orang yahudi harus
menaati semua Hukum taurat dan melakukan semua praktek ritualnya,termasuk
sunat(Kis11:1-2,22:17-24). Paulus tidak menerima akan hal ini. Menurut Paulus
sunat bermakna hanya jika dapat menaati seluruh hukum taurat. Sunat sejati
adalah sesuatu yang terjadi dalam hati bukan hanya secara lahiriah
saja(Rom.25-29). Bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya,tapi menjadi
ciptaan baru, itulah yang ada artinya (Gal.6:15).

Salah satu ujian bagi kita adalah ketika memasuki tahun baru ini. Kita tidak
akan pernah luput dari berbagai tantangan dan problema kehidupan. Kekuatan
kita hanyalah bersandar kepada kuasa dan kasih Allah dalam Tuhan kita Yesus
Kristus. Marilah kita persiapkan dirikita, keluarga kita, pekerjaan dan pelayanan
kita kepada ketaatan terhadap perintahNya, hidup untuk selalu rindu dengan
Taurat Tuhan. Hanya dengan bekerja, berdoa dan berharap kepada janji Tuhan
kita Yesus Kristus akan menjadikan segala sesuatu baru menjadi sempurna dan
abadi. Amin.

Rg.GBKP Cileungsi 
 Pdt. Terima Tarigan

Khotbah Roma 2:17-29 Thema: “Sunat di dalam


Hati secara Rohani”

“Sunat adalah sunat di dalam hati.” Kita diselamatkan ketika kita percaya di


dalam hati. Kita harus diselamatkan di dalam hati. Allah berkata, “sunat ialah
sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah; Maka pujian
baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah” (Roma 2:29). Kita
harus memiliki pengampunan dosa didalam hati kita. Kalau kita tidak
memiliki pengampunan dosa di dalam hati kita, maka hal itu tidak sah. Manusia
memiliki “bagian rohani dan bagian lahiriah,” dan setiap orang harus menerima
pengampunan dosa di dalam bagian rohaninya.
Dalam perikop ini, Paulus menafsirkan Hukum Taurat dan Sunat. Sebenarnya
Paulus menafsirkan kedua hal ini dari Perjanjian Lama yang membahas tentang
Hukum Taurat dan Sunat seperti Ul. 30:6; Yes. 52:5, dibandingkan denganYer.
7:4-15; Yer. 9:23-24.
Dalam hal ini, ada dua hal yang perlu disoroti dengan teliti yaitu Hukum
Taurat dan Sunat. Bagi orang Yahudi, Hukum Taurat sangat besar peranannya
dan inilah yang menjadi dasar pandangan orang Yahudi tentang dirinya sendiri
terhadap keselamatan yang akan diperoleh. Namun Paulus memberikan
paradigma baru tentang hal ini. Dalam perikop ini, Paulus menggunakan sastra
Yunani yang disebut diatribe (serangan yang penuh Ironi). Paulus menjelaskan
bahwa status istimewa sebagai Yahudi tidak menyebabkan Yahudi terlindung
dari hukuman terakhir.
Dari ayat 17-24, bahwa dengan Hukum Taurat bukan berarti terlindung dari
Hukum Tuhan. Buktinya, kehadiran Hukum Taurat tidak mencegah orang
Yahudi melakukan dosa seperti yang dianggap sebagai dosa kafir. Maka
dihadapan pengadilan Allah, orang Yahudi sama saja kedudukannya dengan
orang kafir.
Pandangan Paulus ini juga berlaku terhadap setiap insan manusia, termasuk
orang Yahudi karena ini juga yang dikatakan oleh Yesus dalam Mat. 5:21-48,
Paulus melancarkan kecaman kepada orang Yahudi dan orang kafir (1:18-22)
agar mencari keselamatan dalam Yesus Kristus.
Dalam ayat 25-29, Paulus berbicara tentang pandangan Yahudi yang
membedakan Yahudi dengan orang kafir yaitu sunat. Paradigma baru : Paulus
menegaskan bahwa sunat itu sendiri tidak menjadi sarana keselamatan, sebab
yang penting ialah berbuat baik (ayat 10). Paulus mengecam orang Yahudi
Kristen karena mereka menganggap dirinya aman dari hukuman Allah
berdasarkan status mereka selaku umat perjanjian. Dalam ayat 29a, Paulus
mengecam mereka karena memahami Hukum Taurat secara hukumiah, artinya :
seolah-olah manusia wajib memenuhi tuntutan hukum, sedangkan Tuhan wajib
memberi keselamatan sebagai upah upaya itu (timbal balik). Paham hukumiah
mengenai Hukum Taurat membuktikan penekanan status eksklusif selaku umat
Tuhan dan ini berdampak pada Hukum Taurat.
Dalam Hukum Taurat mereka memperoleh pengenalan Allah dan
kebenaran. Dengan demikian kelebihan orang Yahudi digambarkan terutama
dengan dua kata kerja yaitu kauxasthai dan katexoumenos yang berlokasi pada
Hukum Taurat.
Paulus menunjuk kepada kejujuran Allah yang menghukumi orang yang
bersalah sama dengan hukuman yang serupa. Orang Yahudi yang menghukumi
orang Kafir akan menghukumi dirinya sendiri karena mereka melakukan hal
serupa dengan orang kafir. Dari itu orang Yahudi dan Kafir berdiri di bawah
ukuran dan tuduhan dan dakwaan yang serupa. Allah tidak memandang bulu
(berdasarkan pasal 2;12-16). Kelebihan orang Yahudi yang didasarkan Hukum
Taurat yang tertulis, yakni sebagai penyataan yang mengikat dari kemauan
Allah (pasl 2;17-24) dan atas sunat sebagai pertanda kesetiaan persekutuan
Allah (pasal 2:25-29) adalah tanda kekuatan di hadapan penghakiman Allah,
tanpa pemenuhannya yang sempurna.
Mempunyai Hukum Taurat bukanlah ukuran kelebihan mereka, karena
orang kafir pun mengenal Hukum Taurat (pasal 2:14-15). Kepada orang Yahudi
dan kepada orang Kafir yang mereka hukumi berlaku ukuran yang sama. Bisa
juga dikatakan orang yang mengerjakan Hukum Taurat itulah yang akan
dibenarkan oleh Allah (2:13).
Diperhadapkan dengan keselamatan yang telah mulai Nampak sejak
perbuatan pertolongan Allah dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus,
kelebihan orang Yahudi terhadap orang Kafir telah menjadi sia-sia. Baik orang
Yahudi, baik orang Yunani adalah jatuh ke dalam dosa (3:9-20). Pengadilan
Allah adalah didasarkan atas kebenaran (ayat 11) yang menjadi ukuran bukan
karena atas nama hak (Privilegien).
Paulus juga memberikan pertanyaan-pertanyaan retorik untuk menyindir orang
Yahudi secara keras. Oleh karena itulah orang Yahudi tidak menyenangi Paulus.
Setelah Paulus menunjukkan bahwa baik orang Kafir dan orang Yahudi harus
dihukumi menurut Hukum Taurat, sekarang Paulus mengatakan pelanggaran
Hukum Taurat orang Yahudi 92;17-24) yang sesuai dengan tuduhan orang Kafir
itu (1:18-32).
Paulus memperdebatkan soal kepercayaan oran Yahudi atas kepemilikan
Hukum Taurat untuk jaminan atas keselamatan mereka. Dengan sangat jelas
dikatakan bahwa ukuran dari pengadilan Allah tersebut bahwa Hukum Taurat
dapat berfaedah jika dapat dilakukan secara sempurna. Tetapi dalam
kenyataannya justru yang sebaliknya terjadi yaitu betapa dalamnya jurang
pemisah antara kelebihan-kelebihan dan tuntutan orang Yahudi dengan cara
hidup mereka. Kelebihan yang banyak ini dikatakan Paulusa dalam kalimat-
kalimat pertanyaan ironisnya ataupun retorik. Demikian lah Hukum Taurat itu
menjadi hal yang menentukan kepada mana orang Yahudi bersandar sebagai
jaminan keselamatan .
Atas dasar kepemilikan pengetahuan akan kehendak Allah melalui Hukum
Taurat sehingga mereka yakin menjadi penuntun orang buta, menjadi terang
bagi orang yang berada dalam kegelapan, pendidik orang
bodoh dan pengajar orang yang belum dewasa (ay.19-20). Mungkin saja ini
berasal dari bahasa mission dari suatu kelompok Yahudi Hellenis tertentu.
Mereka merasa dirinya lebih tinggi sebagai “pemilik dan jurubicara rahasia-
rahasia Allah”. Dakwaan Paulus sangat hebat dalam hal sunat (2:25-29). Hukum
Taurat dan sunat adalah tonggak-tonggak utama dari perasaan terpilih orang
Yahudi yang tak boleh diganggu gugat. Sebenarnya sunat itu adalah bagian
daripada Hukum Taurat dan berakar padanya. Bagi orang Yahudi, itu adalah
tanda keikutsertaan Israel dalam perjanjian persekutuan dengan Allah, sebagai
suatu materai yang paling pasti dari pemilihan Allah dan sebagai tanda pengenal
absolute dari kelebihan agama mereka terhadap bangsa-bangsa lain. Walaupun
sebenarnya bukan hanya orang Yahudi yang melakukan sunat, namun mereka
melihat sunat yang tertera dalam Hukum Taurat itu sebagai sesuatu yang sama
sekali lain dan tersendiri. Dalam hal tertentu, sunat itu mempunyai
kesamaan bagi mereka dengan sakramen yang memberikan suatu karakter
indelibilis, jadi suatu jaminan keselamatan yang nampak.
Penyanjungan hebat atas sunat ini ditolak oleh Paulus. Dalam 2: 25 Paulus tidak
melawani kenyataan sunat sebagai materai perjanjian persekutuan yang
diberikan Allah kepada Israel. Tetapi dengan 25, Paulus sangat cepat
menyerang bahwa sunat itu sendiri hamper sama otomatis mempunyai kekuatan
menyelamatkan. Faedah dari sunat itu bergantung hanya dari perbuatan Hukum
Taurat. Hukum Taurat dan sunat tidaklah dapat dipisahkan. Pemenuhan Hukum
Tauratlah yang membuat pelaksanaan penyunatan berguna untuk keselamatan
(ay. 25a), berarti disini perbuatan yang mempunyai suatu pengenaan langsung
dengan pengadilan penghukuman, dengan mana orang dihakimi.
Dengan sangat agresif Paulus mengkonfrontir tuntutan-tuntutan orang
Yahudi dengan kenyataan prilaku mereka 2:21-24; 2;25). Perbuatan
mereka berdiri bertolak belakang dengan tuntutan-tuntutannya. Mereka
mengajar orang lain, bukan dirinya sendiri. Paulus mengutarakan sebagian
Hukum Taurat yang sepuluh itu tanpa urutannya yaitu pencurian (21), zinah
(22), dan gambar berhala (23). Mereka jijik akan gambar berhala, namun
mereka sendiri merampok rumah berhala. Perampokan yang dimaksud di sini
bukan terjadi di dalam Bait orang Yahudi tetapi di rumah berhala orang kafir.
Orang Yahudi sejati itu tidak nampak kejahudiannya, artinya bukan hanya hal
batin yang tidak nampak, tetapi seluruh eksistensinya berada dalam rahasia
kepribadian, yang baru akan dinyatakan pada eskaton, tetapi sebaliknya juga
bahwa kesalehan adalah termasuk hal yang nampak. Paulus mematahkan hak-
hak keselamatan orang Yahudi untuk menujukkan bahwa semua manusia sama
di hadapan Allah.
Paulus tidak berbicara mengenai sunat lahiriah, tetapi sunat di dalam hati
secara rohani, pengampunan dosa adalah di dalam hati. Kalau ada orang-orang
yang tidak mau berbicara mengenai percaya secara lahiriah, tetapi yang
dikatakan adalah percaya dalam hati. Allah berkata di dalam hati kita ketika kita
menjadi anak-anakNya. Rasul Paulus tidak menempatkan pengharapannya
kepada hal-hal yang lahiriah. Mereka yang dosa-dosanya sudah dihapuskan juga
memiliki manusia lahiriah dan rohani. Manusia lahiriah sudah disalibkan
ketika Yesus Kristus disalibkan. Kita menjadi kudus dan benar dengan percaya
di dalam hati, bukan menurut perbuatan manusia lahiriah kita. Oleh karena
itulah hati menjadi hal yang sangat penting di hadapan Allah.
Sebenarnya bangsa Yahudi menurut Paulus sudah menjadi batu sandungan bagi
bangsa-bangsa lain. Hal ini dikarenakan bangsa Yahudi yang seharusnya benar-
benar melakukan Hukum Taurat dengan sungguh-sungguh tetapi justru Yahudi
sendiri yang melakukan kesalahan terhadap Hukum Taurat bahkan
memegahkan diri atas Hukum Taurat dan Sunat yang mereka miliki. Bangsa
Yahudi berani mengatakan bangsa-bangsa lain berada dalam kegelapan bahkan
dikatakan buta. Disinilah Paulus memberikan tekanan terhadap Yahudi dengan
diatribe itu. Oleh karena itu mungkin saja pada masa itu jugalah ada pandangan
dari bangsa-bangsa lain yaitu Allah orang Yahudi adalah Allah yang
menyatakan Hukum Taurat dan Allah juga memberikan batu sandungan.
Sebenarnya Paulus juga sangat menghargai Hukum Taurat dan Sunat (Roma 7)
tetapi Paulus melihat ada paradigma yang salah dari bangsa Yahudi dalam
memahami Hukum Taurat termasuk keselamatan yang dianggap datang dari
Hukum Taurat. Amen RHL.

Roma 2:17-29 🙏Kesaksian luar-dalam


 14/04/2021  admin
🗓 14 April 2021
📖 Roma 2:17-29
🙏Kesaksian luar-dalam
Renungan
Kita bukan orang Yahudi yang mengikuti hukum Yahudi. Namun jika kita
sudah lama (apalagi turun-temurun) menjadi Kristen dan menjadi bagian dari
gereja, mungkin teguran Paulus kepada orang Yahudi ini sama absahnya dan
relevannya bagi kita.
Ay. 17-21 berisi seruntutan pertanyaan: jika kita merasa tahu Alkitab, bisa
mengenali mana kehendak Allah, percaya diri bahwa kita bisa memberikan
terang kepada mereka yang ada dalam gelap dan mengajar orang untuk
bertumbuh dalam iman, _sudahkah kita sendiri menjalani apa yang kita ajarkan
itu?_
Sejak kecil kita diajar berbagai kebenaran firman Tuhan. Di kelas katekisasi,
dalam kelas pembinaan dan kelompok tumbuh bersama kita diajarkan berbagai
doktrin dan pengetahuan Alkitab yang mungkin pada awalnya entah memukau
atau menakutkan, tetapi setelah menahun dalam kehidupan beriman, ada
ancaman yang nyata bahwa semua pengetahuan itu sudah menjadi hal yang
biasa bagi kita. Ketika ada orang bertanya tentang iman Kristen mungkin bisa
kita jelaskan dengan gamblang, sementara bagi hidup kita sendiri semua
kebenaran itu sudah tawar. Inilah yang diingatkan Paulus, jangan sampai karena
kita “nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain” (24).
Bagi orang Kristen memang tidak ada kewajiban sunat, tetapi ada berbagai
tanda lahiriah yang biasa digunakan, misalnya kalung salib atau tato dengan
kata-kata tertentu. Berpakaian rapi setiap hari Minggu pun bisa menjadi
penanda bagi sekitar kita bahwa kita adalah Kristen. *Adakah tanda-tanda itu
berkorelasi positif dengan sikap kita?* Adakah mereka melihat bahwa orang-
orang yang berpakaian rapi di setiap hari Minggu ini adalah orang-orang yang
sehari-harinya bersikap baik dan ramah, berbeda dari orang-orang lainnya.
Adakah mereka melihat bahwa orang yang memakai kalung salib ini
memancarkan karakter yang menyenangkan, berbeda dari orang-orang lainnya?
_*Kesejatian iman kita diukur bukan dari simbol dan penampilan fisik, tetapi
dari pujian yang datang kepada Allah waktu orang berinteraksi dengan kita
dalam hidup sehari-hari*_.

Roma 2:17-29: Hukum Taurat dan


Sunat Tidak Menyelamatkan Orang
Yahudi
Senin, Agustus 10, 2020 

Klik:
 Ayat Alkitab
 Tafsiran

Romans / Roma 2:17-29

Rom 2:17 Tetapi, jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi dan
bersandar kepada hukum Taurat, bermegah dalam Allah,

Rom 2:18 dan tahu akan kehendak-Nya, dan oleh karena diajar dalam
hukum Taurat, dapat tahu mana yang baik dan mana yang tidak,

Rom 2:19 dan yakin, bahwa engkau adalah penuntun orang buta dan
terang bagi mereka yang di dalam kegelapan,

Rom 2:20 pendidik orang bodoh, dan pengajar orang yang belum
dewasa, karena dalam hukum Taurat engkau memiliki kegenapan
segala kepandaian dan kebenaran.

Rom 2:21 Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain,


tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar:
"Jangan mencuri," mengapa engkau sendiri mencuri?

Rom 2:22 Engkau yang berkata: "Jangan berzinah," mengapa engkau


sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa
engkau sendiri merampok rumah berhala?

Rom 2:23 Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau


sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu?

Rom 2:24 Seperti ada tertulis: "Sebab oleh karena kamulah nama Allah
dihujat di antara bangsa-bangsa lain."

Rom 2:25 Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum
Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak
ada lagi gunanya.

Rom 2:26 Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-
tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang
telah disunat?

Rom 2:27 Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang
melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai
hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat.

Rom 2:28 Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah
Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan
secara lahiriah.

Rom 2:29 Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak
keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani,
bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia,
melainkan dari Allah.

Tafsiran Wycliffe

Kebenaran - Kunci Hubungan Manusia dengan Allah (1:18-


8:39).

Di dalam bagian ini, Paulus membahas masalah-masalah


besar tentang kehidupan.

Bagaimana seorang dapat benar di mata Allah?

Bagaimana manusia terpengaruh oleh tindakan Adam dan


Kristus?

Bagaimanakah seharusnya orang benar hidup?

Bagaimana dia dapat hidup demikian?

Kegagalan Manusia Untuk Memperoleh Kebenaran (1:18-


3:20).

Alasan mengapa kebenaran demikian penting ialah karena


manusia tidak memilikinya.

Pertama, manusia harus disadarkan, bahwa dia tidak memiliki


kebenaran.

Sepanjang sejarah, terdapat orang-orang yang merasa, bahwa


Allah seharusnya sudah puas dengan sifat mereka.

Di dalam pasal-pasal ini, Paulus berusaha untuk menunjukkan


betapa dangkalnya pemahaman semacam itu.

Kebenaran Sebagai Status yang Diperlukan Manusia di


Hadapan Allah (1:18-5:21).

Kebenaran sangat diperlukan oleh manusia.

Kebutuhan ini berhubungan dengan sifat dasar dan


keberadaan Allah.

Kegagalan Orang Yahudi (2:17-29).

Di dalam bagian ini, Paulus dengan jelas melukiskan kesempatan-


kesempatan yang dimiliki oleh orang Yahudi, dan menunjukkan bahwa
kesempatan-kesempatan itu pun tidak membawa orang Yahudi kepada
kehidupan yang taat dan bersekutu dengan Allah.

17-20. Kegagalan orang Yahudi lebih mengejutkan lagi mengingat


berbagai hak istimewa, serta keyakinan yang mereka miliki.

Dia bersandar kepada Hukum Taurat. Dia bermegah (memuliakan,


menyombongkan diri) di dalam Allah.

Dia mengenal kehendak Allah. Dia dapat tahu mana yang baik dan
mana yang tidak (atau mana yang berguna dan tidak).

Hal ini dapat dilakukannya karena telah dididik secara lisan di dalam
Hukum Taurat.

Dia sudah mendengarkan para rabi mendiskusikan pokok-pokok


penting.

Karena memiliki latar belakang semacam itulah, maka orang Yahudi


memiliki keyakinan.

Dia dapat memberikan bantuan dan petunjuk kepada orang lain karena
dia yakin, bahwa dia memiliki kegenapan segala kepandaian dan
kebenaran..

21-24. Paulus menekankan kepada orang Yahudi kegagalan mereka


dengan bertanya, apakah perilaku mereka sesuai dengan ajaran yang
mereka berikan (2:21-22).

Bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau


mengajar dirimu sendiri? (ay. 21).

Tentu saja demikian.

Melalui tiga pertanyaan yang lain, mengapa engkau sendiri mencuri?

Mengapa engkau sendiri berzinah?

Mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala?

Paulus tidak menyebutkan jawaban yang ia harapkan.

Tetapi, dia menunjukkan, bahwa orang Yahudi, dengan melanggar


Hukum Taurat yang demikian mereka banggakan itu, tidak menghormati
Allah yang memberikan Hukum Taurat tersebut.

Nama Allah dihujat di kalangan orang bukan Yahudi, justru karena


perilaku orang Yahudi sendiri.

Frasa terakhir, seperti ada tertulis - tidak mengacu kepada nas tertentu


dalam Perjanjian Lama, yang membahas dosa-dosa orang Yahudi yang
menyebabkan Nama Allah dihujat.

Tampaknya Paulus telah menggabungkan Yesaya 52:5 dan Yehezkiel


36:21-23.

25-29. Di sini, sang rasul menunjukkan bagaimana orang Yahudi sejati


itu sebenarnya.

Dia menunjukkan, bahwa orang bukan Yahudi yang menaati


(kata phylasso juga dapat diterjemahkan
sebagai mengakui atau mengikuti) tuntutan-tuntutan Hukum Taurat
(ay. 26) adalah orang Yahudi sejati.

Upacara penyunatan hanya menyatakan, bahwa seseorang itu Yahudi


sejauh dia menaati apa yang dituntut oleh Hukum Taurat.

Bagi seorang Yahudi, melanggar Hukum Taurat benar-benar di mata


Allah sama dengan tidak bersunat.

Orang bukan Yahudi tidak hanya dianggap Yahudi sejati apabila


menaati Hukum Taurat, tetapi dia yang tidak disunat secara fisik itu juga
akan ikut menghakimi orang Yahudi yang memenuhi syarat secara fisik,
tetapi tidak menaati Hukum Taurat itu (ay. 27).

Kalimat ini merupakan penegasan dari Paulus, bukan pertanyaan.

Di dalam ayat 27, Paulus menekankan, bahwa orang Yahudi yang akan
dihakimi oleh orang bukan Yahudi adalah seorang yang melanggar
Hukum Taurat, meskipun mempunyai hukum tertulis dan sunat.

Inilah tragedi dari seseorang yang memiliki Hukum Allah yang tertulis
dan tanda lahiriah Perjanjian Allah dengan umat-Nya, tetapi yang tidak
pernah mengalami realitasnya.
Di dalam ucapan perpisahan terakhir dengan orang Yahudi, Paulus
menekankan, bahwa bukan hal-hal lahiriah, tetapi keadaan batinlah
yang menjadikan seseorang itu Yahudi sejati, yaitu sebagai anak Allah
(ay. 29).

Sunat yang sejati adalah sunat hati (bdg. Im. 26:41; Ul. 10:16; 30:6; Yer.
4:4; 9:26; Kis. 7:51).

Sunat sejati tidak berkaitan dengan hukum lahiriah - hukum yang tertulis
- tetapi lebih berkaitan dengan rohani, yaitu menyangkut kehendak
Allah.

Roma 2:17-29 (Minggu, 4 Januari


2015)

                SUNAT DI DALAM HATI SECARA ROHANI

Bangsa Yahudi adalah orang-orang yang bangga dengan identitas


mereka sebagai bangsa pilihan. Mereka dipilih Tuhan untuk
menerima berkat dan menjadi orang-orang yang memberkati. Sebagai
bangsa pilihan maka perbuatan mereka harus mencerminkan kasih
Tuhan, sehingga bangsa lain menjadi turut percaya kepada Tuhan.
Tuhan menghadirkan mereka di tengah dunia untuk menjadi berkat.
(ay. 19-20) : penuntun orang buta, terang bagi mereka yang di dalam
kegelapan, pendidik orang bodoh, pengajar orang yang belum dewasa.

Sebagai bangsa pilihan untuk melakukan kehendak Allah, maka


mereka perlu memiliki tanda. Di dalam kehidupan persekutuan orang
Yahudi, sunat adalah sebuah tanda. Sunat menjadi tanda sebagai satu
bangsa dan satu keyakinan kepada Tuhan. Yang tidak disunat bukan
anggota persekutuan, bukan bagian dari bangsa yang dipilih Tuhan.
Dengan tanda itu, maka mereka makin dikenal sebagai bangsa pilihan.
Sunat itu dimaksudkan sebagai meterai jang mensahkan ‘perjanjian’
Allah dengan kaum Israel. Tanda itu sebagai bukti bahwa mereka
adalah kaum terpilih di antara bangsa-bangsa. Tanda itu pula menjadi
peringatan bagi mereka agar mereka tetap melakukan kehendak Allah.
Tetapi kalau mereka sudah tidak setia lagi, maka tanda sunat tak ada
gunanya, malahan menjadi batu sandungan.
Dalam perjalanan waktu, gaya hidup umat Tuhan memang tidak lagi
menunjukkan mereka sebagai bangsa pilihan. Mereka tegar tengkuk,
mereka tidak melakukan perintah Tuhan, mereka tidak menjadi berkat
bagi bangsa lain. Tanda-tanda yang mereka miliki tidak lagi sesuai
dengan perbuatan mereka.
Di kota Roma, orang-orang Yahudi tampil sebagai salah satu bangsa
dengan identitasnya sebagai bangsa pilihan, yang ditandai dengan
sunat. Mereka tak ada rasa malu, bahkan dengan bangga mengatakan
‘anuku sudah dipotong lho…’. Orang-orang Yahudi memposisikan
dirinya sebagai pewaris kerajaan Allah. Mereka bukanlah orang
berdosa, dan dosa tak dapat membatalkan mereka beroleh kerajaan
sorga.
Ketika orang-orang Yahudi yang berada di Roma menjadi pengikut
Kristus, tradisi sunat itu tetap dipegang teguh, bahkan orang-orang
Kristen Non-Yahudi pun dituntut harus melaksanakan sunat. Hal ini
menjadi kunci pertikaian antara Yahudi dan Non Yahudi, Paulus dan
kaum pengikut Kristus Yahudi.
Sebenarnya Paulus tidak begitu menentang tradisi Yahudi itu, asalkan
simbol yang mereka tampilkan itu sesuai dengan muatan tanda itu.
Artinya, orang yang bersunat dapat menjadi teladan bagi orang lain.
Sebagai umat pilihan maka simbol yang mereka kenakan mestinya
membuat orang lain turut menjadi orang baik. Tapi faktanya mereka
telah menjadi sandungan, sikap mereka tidak menunjukkan bahwa
mereka adalah umat pilihan.
Simbol yang mereka kenakan mestinya cukup mengajar orang lain
untuk tidak mencuri, tapi faktanya mereka sendiri adalah maling dan
koruptor. Simbol yang mereka miliki mestinya mengajar orang lain
tidak berzinah tetapi mereka sendiri berselingkuh. Simbol yang
mereka kenakan mestinya membuat orang lain tidak menyembah
berhala, tapi faktanya mereka sendiri rakus pada makanan berhala.
Taurat sebagai buku kudus mereka mengajarkan supaya menyembah
Allah, tapi gerik-gerik hidup mereka menunjukkan sikap menghina
Allah. Mereka bukannya membuat orang lain menjadi percaya kepada
Tuhan, malahan menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk
menyembah Allah. Dosa orang Yahudi menyebabkan orang bukan
Yahudi menghujat nama Allah.
Itu sebabnya, Paulus kemudian memperingatkan orang Yahudi untuk
lebih menekankan sunat secara rohani. Sunat dalam hati, bukanlah
konsep baru oleh Paulus. Perjanjian Lama berkali-kali menekankan
perlunya sunat secara rohani (Ulangan 10:16) Sebab itu sunatlah
hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk’. Karena perbuatan
mereka tidak lagi sesuai dengan tanda yang dimiliki, maka sunat
lahiriah itu sudah dipandang tidak perlu, malahan Tuhan menghukum
orang-orang yang bersunat lahiriah. "Lihat, waktunya akan datang,
demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku menghukum orang-orang
yang telah bersunat kulit khatannya’ (Yeremia  9:25).
Umat Tuhan mestinya menjadi berkat bagi orang lain, sehingga
banyak orang menjadi percaya pada Tuhan.

Rasul Paulus mengkritik dengan keras kaum Yahudi, dan kritikan


tersebut masih tetap relevan bagi kita sebagai pengikut Kristus yang
dalam perkembangan dan praktek keagamaannya dari hari ke hari,
semakin mendekati sikap kaum Yahudi, yang hanya mementingkan
lahiriah daripada batiniah! Tidak ada masalahnya orang disunat,
bahkan hal itu dianjurkan dari sudut kesehatan. Namun, yang utama
bukan membuka ‘anu’ itu, melainkan hati  yang terbuka untuk
memberkati orang. 
Kita adalah orang-orang yang telah menerima Terang Kristus. Terang
Kristus itu mestinya membuka hati kita untuk melakukan firman
Tuhan, menggerakkan hati mengasihi orang-orang yang berada di
dalam kebutaan, kegelapan, kebodohan, agar menjadi dewasa.
Tanda-tanda sebagai orang Kristen boleh kita tampilkan, dan
tampaknya menjadi perlu. Persoalannya, apakah tanda-tanda yang kita
miliki itu sesuai dengan perbuatan kita ? Betapa baiknya kita berdoa
ketika makan di warung/restoran sebagai tanda orang Kristen, tapi
jangan biarkan pengemis pulang tanpa engkau berkati. Kenakan saja
kalung salib ke mall tapi jangan bertingkah aneh-aneh. Datanglah ke
gereja dengan pakaian baru dan bersih tapi jangan menyimpan
kebencian terhadap siapapun.
Orang Kristen sejati ialah orang yang tidak mementingkan asesoris
kekristenannya tetapi nyata dalam perilakunya. Demikianlah ia
beroleh pujian dari Allah. AMIN

BATINIAH 
Baru Wed, 15 Jun 2016   
oleh: Pdt. Bonnie Andreas (GKI Ciledug Raya)
 Roma 2:17-29; AYAT NAS : Tetapi orang Yahudi sejati ialah
dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat
di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka
pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari
Allah (Roma 2:29)
Dari waktu ke waktu dan dari jaman ke jaman, manusia
beragama selalu diperhadapkan pada tantangan menjalankan
keagamaannya secara lahiriah atau batiniah. Seperti halnya
puasa, banyak orang berpuasa hanya sekedar tidak makan dan
tidak minum. Ada pula orang yang berpuasa karena ingin
pujian kesalehan dari orang lain. Yesaya 58:6-7 menyebutkan
puasa sesungguhnya bukanlah hal yang lahiriah, melainkan
sebagai alat untuk membebaskan diri dan orang lain dari
kelaliman dan menyatakan kasih pada mereka yang
memerlukan. Dengan kata lain, puasa lekat dengan pertobatan
yang mengarah pada pembaruan kehidupan yang lebih
berkenan di hadapan Allah.
Lagi, Paulus mengundang pembaca untuk tidak terjebak
dalam ritus-ritus lahiriah saja. Ritus keagamaan yang lahiriah
harus diarahkan pada perubahan kehidupan yang lebih baik. Ia
menyebut soal sunat. Percuma seorang bersunat lahiriah
namun batil batinnya. Sunat yang dikehendaki Allah adalah
sunat dalam hati. Seseorang diharapkan menyunat perbuatan
jahat dan membuang ketidakbenaran.
Sahabatku, beragam ritus keagamaan pasti telah kita kenal,
bahkan kita lakukan. Peribadahan, doa, puasa, dan lain
sebagainya tentu akrab di kehidupan kita. Namun hari ini,
kembali ditanyakan pada kita, “Sudahkah ritus-ritus
keagamaan itu mengubah batin kita yang akan membuahkan
pembaruan budi dan hidup?” Jawaban atas pertanyaan ini
tentu berpulang pada diri kita masing-masing. Bila kita
memilih untuk mendapatkan pujian dari Allah, maka kita akan
mengupayakan mengerjakan ritus-ritus keagamaan sebagai
sarana sunat batin, bukan lahiriah. Selamat bersunat batin dan
membuahkan kasih dalam kehidupan.

KESEJATIAN IMAN
PENGIKUT KRISTUS
 ( Roma 2:17-29 )

Jemaat Roma waktu itu sebagian berasal dari orang Yahudi


perantauan. Sebelum menjadi Kristen, mereka pemeluk agama
Yahudi yang sangat taat menjalankan hukum Taurat, antara lain
dengan melaksanakan sunat, berpantang makanan tertentu, dan
memelihara hari sabat. Persoalannya adalah meskipun telah beralih
menjadi pengikut Kristus, tetapi kebiasaan dalam keyakinan lama,
masih melekat dalam hidup mereka. Orang Yahudi, menjalankan
sariat Hukum Taurat tentang Sunat, yakni sebagai tanda bahwa
mereka sudah terhisab dalam perjanjian dengan Allah (Kej.17:9-14).
Tetapi sayangnya tanda itu, hanya lebih bersifat lahiriah saja.
Sedangkan secara batiniah mereka tidak ada bedanya dengan orang
yang bukan Yahudi. Bagi kita sebagai orang Kristen masa kini,
memang tidak ada kewajiban sunat, tetapi bisa jadi, kita tidak
menyadari telah membuat ”tanda” semacam ”sunat” yang biasa dilihat
orang bahwa kita sebagai orang Kristen.  Contoh misalnya kalung
salib atau berpakaian rapi setiap hari Minggu. Tetapi adakah tanda-
tanda itu berkorelasi positif dengan sikap kita? Apakah masyarakat
melihat bahwa mereka yang berpakaian rapi di setiap hari Minggu
dan memakai kalung salib, memancarkan karakter yang
menyenangkan, dan berbeda dari mereka yang bukan pengikut
Kristus?

Sdr..melalui nas ini rasul Paulus mengingatkan sebagai umat Kristen


masa kini, bahwa :

1. Kesejatian iman kita bukan diukur dari simbol atau penampilan


fisik, tetapi dari pujian yang datang kepada Allah saat orang
berinteraksi dengan kita. Karena itu setiap hal atau benda yang
menyimbolkan kita sebagai orang Kristen, hendaknya berkorelasi atau
sesuai dengan sikap hati yang benar-benar telah dibaharui dan bersih
oleh roh Kudus. Sehingga dengan semua itu, nama Tuhan bukan
dihujat oleh banyak orang, melainkan dipuji, dimulaikan serta
diagungkan melalui kehidupan kita.
2. Setiap orang yang telah memilih Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya, maka tuntutan keyakinan kita yang lama tidak
berlaku lagi baginya. Tuntutan keyakinan kita yang lama dengan
segala larangannya adalah ibarat hukum Taurat bagi kita. Semakin
banyak larangannya yang kita terapkan, maka justeru semakin banyak
peluang bagi dosa masuk dalam hidup kita. Karena semakin banyak
larangannya dari keyakinan lama kita, maka semakin kita tidak
mampu  untuk melaksanakannya. Hal ini sama halnya dengan
larangan tentang pohon pengetahuan yang baik dan jahat bagi
manusia pertama (Kej. 3:3). Sebelum pohon itu diperkenalkan kepada
Adam ia tidak tahu apa yang menjadi keinginannya. Tetapi setelah
larangan dari Tuhan untuk memetik buah pohon itu, maka manusia
pertama itu malah semakin ingin untuk memetiknya.
 ( Pdt. Dermawisata  J. Baen, M.Th )

 The Gospel Week 5 " The Danger Of


Hypocrisy " 
Rev. Michael Chrisdion, MBA
 
Pembacaan : Roma 2: 17 – 29
           1. KEMUNAFIKAN AGAMAWI ADALAH
PENYEMBAHAN BERHALA 
Roma 2:17
17Tetapi, jika kamu menyebut dirimu ORANG YAHUDI dan
bersandar kepada hukum Taurat, bermegah dalam Allah, 
Paulus bicara mengenai siapa orang Yahudi ini yaitu mengenai
mereka yang bangga dan sombong dengan keagamaan dan keturunan
mereka. Pada waktu kita membaca bagian ini maka kita mungkin
mudah sekali menganggap bagian ini tidak relevan dengan kita karena
ini tidak berbicara mengenai kita sebagai orang Kristen tetapi
mengenai orang Yahudi. Namun dalam suratnya di Roma ini maka
Paulus sering membandingkan antara orang Yunani dengan orang
Yahudi. Orang Yunani menggambarkan golongan orang yang tidak
memiliki hukum Taurat dimana maksudnya adalah tidak beragama.
Sedangkan orang Yahudi adalah gambaran orang yang beragama dan
taat beribadah.

 Bersandar Kepada Hukum Taurat.


Roma 2:17
17Tetapi, jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi 
dan BERSANDAR KEPADA HUKUM TAURAT, bermegah dalam
Allah, 

Agama itu prinsipnya hampir mirip dengan dunia sehingga banyak


dari kita mudah tercemari dengan sistim dunia. Sebagai contoh kalau
kalau seorang pegawai maka harus kerja dahulu baru dapat upahnya
atau sekolah dahulu baru dapat ijazah. Jadi ada sistim upah sehingga
kalau kita melakukan kegiatan selalu berpikir apa keuntungannya bagi
kita. Demikian juga sekalipun kita sudah Kristen yang sekalipun
sudah sadar bahwa kita ini diselamatkan karena kasih karunia oleh
iman. Tetapi seringkali lupa bahwa semua yang kita lakukan yaitu
ketika kita melakukan kegiatan agama maka kita bukan kembali pada
Injil tetapi pada sistim dunia. Setiap kali kita melakukan kegiatan
agama yang bertujuan untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan atau
supaya Tuhan melakukan sesuatu bagi kita maka itu artinya kita
sudah bersandar pada Hukum Taurat. Tidak ada yang salah dengan
Hukum Taurat tetapi ketika kita bersandar menggunakan Hukum
Taurat sebagai jalan keselamatan maka itu akan membawa kita
kepada kebinasaan. 

 Bermegah

Roma 2:17
17Tetapi, jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi  dan bersandar
kepada Hukum Taurat,BERMEGAH dalam Allah, 
Orang Yahudi bukan saja bersandar pada Hukum Taurat tetapi juga
bermegah yaitu merasa lebih tinggi atau lebih hebat dari yang lain.
Mungkin kita berpikir bahwa itu adalah untuk orang Yahudi namun
sebenarnya peringatan itu juga ditujukan untuk kita orang Kristen.
Bagi kita orang Kristen yang mungkin rajin ke gereja, bahkan ada dari
kita yang sejak lahir sudah menjadi orang Kristen mulai dari nenek
moyang  dan dibesarkan dengan tradisi Kristen serta hampir dari
anggota keluarga kita  aktif melayani dan menjadi hamba Tuhan.
Namun ketika kita bangga dan bermegah dengan semua itu maka itu
sama juga dengan penyembahan berhala.
Berikut adalah Roma 2: 17 – 20 versi modern dimana kata-kata
“orang Yahudi “ diganti dengan “orang Kristen”, kata-kata “kamu “
diganti dengan “kita “ dan kata-kata “hukum Taurat “ diganti dengan
“ Firman Tuhan dan doktrin dan apologetika “
Roma 2:17-20
KITA menyebut diri KITA ORANG KRISTEN yang telah dilahirkan
kembali karena KITA yakin KITA benar di hadapan Tuhan karena
KITA menandatangani kartu komitmen, atau maju altar call, angkat
tangan atau menirukan doa pendeta, dan KITA menangis hari itu.
KITA dijamah Tuhan karena merasakan Tuhan, jadi KITA pasti telah
bertobat malam itu. Dan, sejak itu KITA sudah menghafal lusinan
ayat FIRMAN TUHAN, dan KITA tahu jawaban yang benar untuk
banyak pertanyaan DOKTRIN & APOLOGETIKA. Dan KITA
memimpin orang lain untuk membuat komitmen kepada Kristus
dalam Kelompok kecil yang KITA pimpin. Dan KITA punya
keiniginan untuk mendalami Alkitab — itulah sebabnya KITA
membaca Roma Saat ini!
Tim Keller berkata 
“ penyembahan berhala adalah mengubah sesuatu yang baik menjadi
hal yang terutama yang kita sandarkan kepercayaan kita dan kita
bermegah atasnya untuk mendapatkan harga diri, penerimaan,
kenyamanan dan kontrol dalam hidup kita. 
Kalau kita menaruh kepercayaan kita dan berpijak, bersandar serta
bermegah atas aktifitas rohani kita maka kita sudah menyembah
berhala. Tidak ada yang salah dengan bermegah atas karya Kristus
tetapi bermegah atas apa yang kita lakukan kepada Tuhan sebagai
cara untuk mendapatlan perkenanan Tuhan akan membawa kita
kepada kesombongan.
Tidak ada yang salah dengan hafal ayat Firman Tuhan, bejalar doktrin
dan apologetika namun saat kita bermegah akan pengetahuan kita dan
menganggap kita mendapatkan perkenanan Tuhan lebih daripada
saudara-saudara kita yang lainnya maka kita sudah masuk dalam
penyembahan berhala yaitu menyembah pengetahuan kita. 
Waktu kita memuridkan maka apa motivasi kita memuridkan?
Apakah ketika kita melihat orang yang kita muridkan sekarang
menjadi hebat dan kita merasa berjasa, siapa yang dimuliakan? Waktu
kita pelayanan maka apa motivasi pelayanan kita ?  Kita mungkin
menjadi menjadi koordinator ibadah dan merasa kalau tidak ada kita
maka ibadah menjadi kacau,  siapa yang berjasa dan siapa  yang
dimuliakan? Waktu kita bemegah atas hal-hal tersebut maka
sebenarnya kita sudah jatuh dalam penyembahan berhala. 
Roma 2:21-22
21Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah
engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar: ”Jangan
mencuri,” mengapa engkau sendiri mencuri? 22Engkau yang berkata:
”Jangan berzinah,” mengapa engkau sendiri berzinah?

Waktu kita mendengarkan kotbah maka yang kita pikirkan bahwa


kotbah itu perlu untuk diri kita sendiri lebih dahulu atau berpikir
bahwa kotbah itu seharusnya ditujukan untuk orang lain. 
Seorang teolog reformed bernama Martyn Lyod Jones berkata “
“Saat Anda membaca Alkitab setiap hari, apakah Anda menerapkan
kebenaran pada diri Anda sendiri? Apa motif Anda saat membaca
Alkitab? Apakah hanya untuk mengetahuinya sehingga Anda dapat
menunjukkan kepada orang lain seberapa banyak Anda tahu, dan
berdebat dengan mereka, atau apakah Anda menerapkan kebenaran
itu pada diri Anda sendiri? ... Saat Anda membaca ... apakah anda
katakan pada diri Anda sendiri, ‘Ini saya! Apa yang dikatakannya
tentang saya? ’Biarkan Kitab Suci menyelidiki Anda, jika tidak maka
itu bisa sangat berbahaya. Ada perasaan di mana semakin banyak
Anda mengetahui [Alkitab], semakin berbahaya bagi Anda, jika Anda
tidak menerapkannya pada diri Anda sendiri. ”
Matius 23:3b-5a
mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 4Mereka
mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang,
tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 5 Semua pekerjaan
yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dikenal akan
kemunafikannya. mereka memiliki banyak pengetahuan
mengenai hukum Taurat, namun mereka tidak mengaplikasikannya
dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka egois, gila hormat,
menginginkan kedudukan yang tinggi, suka dipuji orang lain, dan
sifat-sifat munafik lainnya. Dan Yesus mengatakan, bahwa siapa yang
meninggikan dirinya maka ia akan direndahkan dan siapa yang
merendahkan diri akan ditinggikan.
          2. KEMUNAFIKAN AGAMAWI ADALAH MENGHUJAT
TUHAN. 

 Kemunafikan Agamawi Membuat Nama Tuhan Di Hujat


Karena Hidup Kita Menjadi Batu Sandungan.

Roma 2:23-24
23Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri
menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu? 24 Seperti ada
tertulis: ”Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara
bangsa-bangsa lain.”
Banyak orang yang kecewa dengan kekristenan karena melihat
perbuatan-perbuatan orang Kristen bahkan para hamba Tuhan yang
menjadi batu sandungan. Memang tidak semua seperti itu namun
kemunafikan agamawi dapat membuat orang menghujat Tuhan.
Orang yang seharusnya membutuhkan Tuhan menjadi menolak Tuhan
disebabkan oleh kelakuan kita yang seringkali merendahkan,
menghakimi dan merasa lebih tinggi dari yang lain. Berapa banyak
orang yang sudah tidak mau lagi datang ke gereja untuk mendengar
Injil karena kelakuan orang-orang Injili. 
Yesus berkata :
Matius 7:3-5
3Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu,
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau
ketahui?  4Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu:
Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada
balok di dalam matamu. 5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu
balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk
mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

 Kemunafikan Agamawi Justru Membuktikan Tuhan Dan


Kuasanya Tidak Ada Di Dalam Keagamawian Kita. 
Roma 2:25-27
25Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat;
tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada
lagi gunanya. 26Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan
tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan
orang yang telah disunat? 27Jika demikian, maka orang yang tak
bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi
kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang
melanggar hukum Taurat.
Tidak ada gunanya alkitab di samping tempat tidur kita kalau isinya
tidak ada di dalam hati kita. Tidak ada gunanya memakai kalung salib
yang besar di leher kita  kalau karya salib Kristus tidak merubah hati
kita dan Yesus tidak ada di dalam hati kita. Bagaimana solusinya ?
          3. JAWABAN INJIL DALAM SUNAT ROHANI. 
Roma 2:28-29
28Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi,
dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara
lahiriah. 29 Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak
keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani,
bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari
manusia, melainkan dari Allah.
Mengapa Rasul Paulus membahas konsep sunat dan dijadikan solusi
bagi bahaya akan kemunafikan dan apa makna sunat itu?
Makna Sunat Di Perjanjian Lama.
Kejadian 17:10-11
10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara
Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara
kamu harus disunat; 11 haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah
akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu

Lambang perjanjian antara Allah dengan Abraham.


Sunat merupakan tanda kepunyaan Tuhan secara fisikal yang telah
dimeteraikan Allah dengan memotong sesuatu yang sangat privat
yaitu sesuatu yang sangat menyakitkan dan juga terjadi penumpahan
darah. Jadi makna sunat di Perjanjian Lama yaitu sebagai tanda
visual secara fisik sebagai tanda kalau sampai ikatan perjanjian
(covenant) dilanggar akan terputus dari perjanjian itu. 
Sebab itu  apa yang Tuhan katakan kepada Abraham adalah “ sebagai
tanda bahwa kamu adalah umatku, Abraham kamu perlu disunat
sebagai tanda bagimu dan semua orang yang mengenalmu, jika kamu
melanggar perjanjian maka kamu akan dipotong,  putus hubungan,
terpotong dari kekekalan, terpotong dari berkat, terpotong dari
kehidupan dan  terpisah dari Tuhan.  Itulah simbol sunat yang
sesungguhnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah keturunan Abraham dan
keturunannya yang disunat itu terus setia? Mereka melanggar berkali-
kali dan tidak ada yang bisa sempurna menaati ikatan perjanjian itu.
Oleh sebab itulah Rasul Paulus telah mendedikasikan Roma 2 untuk
menjelaskan hal ini yaitu  bagaimana Tuhan bisa memiliki umat yang
setia? Bagaimana mungkin ada orang yang bisa benar-benar  taat dan
tidak melanggar perjanjianNya?
Di sinilah perjanjian lama adalah bayangan dari apa yang akan
digenapi di Perjanjian Baru dimana “pemotongan” yang merupakan
tanda sunat yang akan terjadi melalui karya Kristus.
Kolose 2:11
Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan
oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari
penanggalan akan tubuh yang berdosa,
Sunat Kristus adalah sunat yang tidak dilakukan oleh manusia tetapi
penanggalan akan tubuh yang berdosa. 
Kolose 2:13-14
Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu  dan oleh
karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-
sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita,
dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan
hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya
dengan memakukannya pada kayu salib
Di atas salib maka Yesus Kristus yang tanpa dosa dan yang
semestinya tidak harus dipotong dari hubunganNya dengan Allah
Tritunggal dimana Dia adalah pribadi kedua dari Allah Tritunggal.
Namun di atas salib maka Dia berkata “…Eloi-Eloi….Lama
Sabakhtani (Markus 15:34) dimana Dia terpotong hubungannya
dengan Allah yang sebelumnya tidak pernah terpotong sama sekali.
Ada darah tercurah dimana ada sesuatu yang privat bagi Allah
Tritunggal dimana Dia dipisahkan karena harus menanggung apa
yang seharusnya kita tanggung. Kita semua sebenarnya adalah
pelanggar-pelanggar perjanjian dan kitalah yang seharusnya dipotong
namun Yesus yang menanggungnya supaya itu tidak ditimpakan
kepada kita.
Yesaya 53:8 – 
Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena
pemberontakan umat-Ku ia kena tulah.
Sebab itu waktu kita melakukan kegiatan agama maka janganlah
bermegah atas keagamaan kita tetapi bermegahlah atas salib Kristus,
sebab semestinya kita yang ada di sana tetapi Tuhan yang
menggantikan kita. Dan kalau kita bisa beribadah, melayani dan
memberi maka motivasinya bukan supaya mendapatkan tetapi karena
sudah menerima dari Tuhan. Kita melakukan semua yang terbaik
sebab Allah telah melakukan yang terbaik bagi kita. 
Yesus disunat (terpotong) dari BapaNya di surga untuk
menanggung kutukan para pelanggar ikatan perjanjian. Dia
menderita hukuman yang seharusnya kita terima sebagai
pelanggar hukum baik kita yang beragama maupun yang tidak
beragama.

APLIKASI
Ketika Roh Kudus bekerja dalam diri kita, Roh Kudus
mengaplikasikan sunat Kristus yaitu karya salib Kristus).  Kita
menerima perkenanan Allah bukan karena doa, puasa, persembahan,
atau pelayanan kita malah kalau kita  bermegah karena itu maka kita
sebenarnya layak mendapatkan hukuman, tetapi karena karya Kristus
maka kita diselamatkan. Sehingga waktu kita melayani Tuhan bukan
untuk supaya menerima apapun dari Tuhan sebab kita sudah
menerima karya terbesar dalam hidup kita. Kalau kita melakukan
segala sesuatu dengan yang terbaik bukan untuk bermegah namun
karena Tuhan sudah memberikan yang terbaik bagi kita. Kalau Tuhan
sudah memberikan keselamatan bagi kita maka semestinya kita
memiliki rasa hormat atas hidup kita, atas kesempatan dan atas semua
yang dititipkan Tuhan dalam hidup kita. Hidup kita bukan kita lagi
tetapi Kristus yang tinggal dalam kita. 

TELADAN YANG MEMULIAKAN


ALLAH
Bacaan hari ini: Roma 2:17-29 | Bacaan setahun: Mazmur 13-
15, Yakobus 1

“Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak


keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara
rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang
bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” (Roma 2:29)
 Roma 2:17-29
 Mazmur 13
 Mazmur 14
 Mazmur 15
 Yakobus 1

R asul Paulus mengingatkan dengan tegas kepada

orang Yahudi bahwa apabila mereka “menyebut diri sebagai


orang Yahudi dan bersandar kepada hukum,” maka mereka
juga harus menunjukkan teladan kehidupan yang baik dan
benar sesuai dengan apa yang diajarkan. Rasul Paulus
mengingatkan bahwa mengajarkan kepada diri sendiri lebih
dahulu untuk melakukan kebenaran, sangat penting. Jangan
sampai ketika mereka mengajar agar “jangan mencuri, tetapi
mereka sendiri mencuri.” Ketiadaan teladan, menghasilkan
dampak yang sangat besar yaitu mereka menghujat nama
Allah di antara bangsa-bangsa yang lain. Rasul Paulus
mengingatkan supaya para orang Yahudi selalu mengajar,
menaati, dan menghidupi kebenaran Firman Tuhan di dalam
kehidupannya.

Bagi rasul Paulus, “yang disebut Yahudi bukanlah orang


yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat
yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi
sejati adalah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan
sunat adalah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan
secara hurufiah.” Ini menunjukkan bahwa Allah menyatakan
kasih karunia-Nya dalam hati orang percaya, serta
melaluinya mereka juga berpartisipasi dalam menyatakan
keberadaan Allah kepada banyak orang. Sehingga bagi rasul
Paulus,”Apa yang ada di dalam hati seseorang, jauh lebih
penting dari pada status kehidupan yang hanya bersifat
lahiriah tetapi tidak melakukan kehendak Allah dengan baik
dan benar sesuai kehendak-Nya.”

Dengan kesadaran yang penuh, marilah kita selalu


mengingat akan nasihat Firman Tuhan hari ini, yaitu untuk
menjadi seorang yang percaya kepada Kristus sehingga
memiliki kehidupan yang penuh ke-teladan-an, yang sesuai
dengan hidup Kristus dan kebenaran Firman Tuhan, karena
itulah yang akan membawa dampak yang baik, Allah akan
ditinggikan dan Allah memuji keberadaannya sebagai murid-
Nya. Jadikan kehidupan kita selalu fokus melakukan hal-hal
yang bersifat kekal, bukan yang bersifat lahiriah (fana).

STUDI PRIBADI :
(1) Apakah yang Paulus harapkan dari kehidupan orang
Yahudi di dalam melaksanakan hukum Taurat? Mengapa
Paulus menuntut hal yang demikian?
(2) Makna rohani apa yang dapat kita ambil dari pengajaran
Paulus ini?

Pokok Doa : Biarlah iman dan keyakinan setiap kita akan


Kristus boleh nyata melalui segala perbuatan yang kita
lakukan. Tuhan yang menolong dan juga memimpin setiap
langkah kita.  

Anda mungkin juga menyukai