Anda di halaman 1dari 6

Thema : Masa Depan yang Penuh Harapan

Nas      : Yeremia 29:11, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan


apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN,
yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

PENDAHULUAN.

          Sebagai manusia, kita dilahirkan dengan berbagai macam harapan. Itu


sebabnya, ketika kita lahir, orang tua kita memberikan suatu nama sesuai
dengan harapan-harapan mereka. Suatu  harapan yang terbaik untuk kita di
masa depan. Beberapa bulan lalu, sempat ramai di media diberitakan  tentang
nama-nama beberapa orang yang lucu dan unik. Mulai dari “Dontworry”,
“Selamet Dunia Akhirat”, hingga “ Andy Go To School”. Meskipun lucu, namun
nama-nama mereka sesunggguhnya menggambarkan harapan dari orang tua
dan keluarganya. Hal ini mengkonfirmasikan kepada kita bahwa “harapan”
sama tuanya dengan usia manusia. Semenjak manusia hadir di dunia ini
mereka memiliki beragam harapan dalam hidupnya, bahkan orang yang ingin
mengakhiri hidupnya karena tidak ada harapan pun, sesungguhnya juga
memiliki harapan. Apakah harapannya? Harapannya agar ia cepat-cepat
meninggalkan dunia ini. 

          Demikian halnya dengan iman. Semua umat manusia, baik yang


beragama maupun yang tidak beragama, sesungguhnya hidup berdasarkan
iman.  Contoh sederhananya adalah ketika Saudara duduk di bangku gereja
ini, Saudara tentu percaya bahwa bangku tersebut dapat menopang Saudara
bukan? Sadar atau pun tidak, hal tersebut merupakan suatu tindakan iman,
karena “Iman” adalah tindakan percaya dan mempercayakan diri kita kepada
suatu objek. Kita percaya bahwa kursi/bangku itu mampu menopang kita
ketika kita duduk, maka kita “mempercayakan diri” kita untuk duduk di
atasnya. Juga ketika menumpang dalam suatu kendaraan—pesawat terbang
misalnya. Semua yang menumpang di dalamnya, baik orang beragama
maupun ateis sekalipun, pada akhirnya harus percaya dan mempercayakan
dirinya pada pesawat dan crewnya. Demikian juga ketika kita minum atau
makan, kita percaya (atau kita beriman) bahwa makanan/minuman ini baik
dan akan menjadi berkat bagi kita, maka kita memakannya tanpa keraguan.
Setiap hari kehidupan kita berkutat dengan persoalan iman. Itulah iman
dalam pengertian sederhana. Kehidupan kita (dan umat manusia pada
umumnya) ternyata tidak terlepas dari beragam tindakan iman dan
pengharapan. Terpelepas dari benar tidaknya iman dan pengharapan itu.

          Dari dua hal ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa semua manusia
yang hidup selalu bertindak dengan iman menuju pengharapan-
pengharapannya. Atau jika disandingkan dengan tema di atas maka dengan
kata lain, “Iman adalah kendaraan yang setiap manusia kita gunakan,
sementara Pengharapan adalah tujuan yang akan mereka capai di masa
depan”. Akan tetapi Iman dan Pengharapan seperti apakah yang menjadi
pedoman kita dalam menyongsong masa depan?

Yeremia 29:11, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa


yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu
rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk
memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

          Konteks pada ayat ini berbicara mengenai surat nabi Yeremia kepada
umat Israel (Kerajaan Yehuda—Selatan) di pembuangan Babel. Suatu janji
yang Tuhan nyatakan melaluinya bahwa masa depan umat Israel akan
dipulihkan sesuai dengan rancangan Tuhan, namun  mereka harus menunggu
selama tujuh puluh tahun (Yer. 29:10) akibat pelanggaran mereka. Suatu
bentuk anugerah yang disampaikan mendahului masa penghukuma Tuhan
terhadap ketidak-setiaan Israel. Tuhan menghukum dosa dan pelanggaran
mereka, namun Ia tetap mengasihi mereka. Dari pengalaman iman umat Israel
(Kerajaan Selatan) ini, kita memperoleh dua hal penting mengenai janji Tuhan
tentang iman dan pengharapan masa depan kita.

1. Iman dan Pengharapan yang disandarkan pada Tuhan. 

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku


mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN”.

          Ayat ini berbicara dengan sangat jelas bahwa Tuhan memiliki


rancangan-rancangan mengenai kita, rancangan mengenai Saudara dan saya.
Ada perbendaan yang mencolok antara “Rencana” dan “Rancangan”. Rencana
dapat berubah, karena bersifat situasional—tergantung kondisi! Tetapi
Rancangan, Tidak! Rancangan bersifat final, selesai. Rancangan suatu
bangunan yang telah dibangun tidak dapat diubah, jika dirubah maka harus
mengubah secara keseluruhan bagunan tersebut mulai dari pondasi hingga
bangunannya. Sementara “Rencana” dapat berubah. Kita mungkin dapat
merencanakan untuk berlibur ke Bali, namun karena libur yang diajukan
tidak kunjung di acc oleh atasan, maka rencan teresebut pun tertunda atau
mungkin juga batal. Inilah perbedaan mendasar dari kedua kata tersebut, dan
secara mengagumkan ayat ini (dan sebagian besar ayat-ayat Alkitab)
menggunakan kata “Rancangan” dan bukan “Rencana” untuk menegaskan
bahwa “Ketika Tuhan merancang sesuatu tentang hidupmu, rancangan itu
tidak akan pernah gagal, meskipun kita sering gagal!” Hal ini menggambarkan
providensi Allah yang absolut dalam hidup kita. Karena rancangan-Nya itu
bergantung semata-mata pada sifat Allah yang maha kuasa dan bukan pada
kemampuan kita (tentu saja kita sering gagal dengan rancangan “butut” kita),
maka kalimat “Rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku” dalam ayat ini
menggambarkan dengan sangat kuat bahwa Allah memiliki rancangan yang
jauh lebih baik, lebih indah, dan lebih sempurna dari apa yang kita
rancangkan bagi masa depan kita.

          Sayangnya, kita terlalu sibuk membuang waktu, tenaga, usaha, dan


bahkan terkadang memaksa Tuhan dengan doa-doa kita untuk ikut pusing
dengan segala macam rancangan kita yang “butut” itu.  Saya dahulu
demikian, begitu bangga dengan “gaya hidup yang rock n’ roll”, bangga dengan
rancangan-rancangan yang saya buat untuk masa depan saya sendiri. Namun
karena hal tersebut tidak sesuai dengan rancangan Tuhan, maka di kemudian
hari saya pun menyadari betapa banyaknya waktu, uang, tenaga yang sudah
dihamburkan untuk rancangan saya yang “ecek-ecek” itu. Itulah kita… setelah
menyadari bahwa “rancangan yang kita buat itu salah” maka mau tidak mau,
kita harus membayar mahal dengan “membongkar” ulang  rancangan
kehidupan kita dan memulai lagi dari nol! Maka perhatikan dengan baik,
bertanyalah kepada Tuhan selalu, mintalah tuntunan-Nya, agar kita dapat
menangkap maksud dan rancangan Tuhan dalam hidup kita, serta hidup di
dalamnya.

          Ayat di atas memulai dengan pernyataan yang tegas bahwa “Tuhan


memiliki rancangan-rancangan bagi kita”, maka jangan ngogot dengan
rancangan Saudara, itu semua sia-sia! Jangan mengejar sesuatu yang hanya
menghabiskan energi. Karena Tuhan maha tahu, maka rancangan-Nya pasti
“Ya” dan “Amin”. Rancangan-Nya bersifat eskatologis—menjangkau hingga
masa depan yang tak terlihat mata kita, tak terjangkau oleh pikiran kita, dan
bahkan hingga kehidupan kekal. Sementara kita?, kita terbatas dalam segala
hal, rancangan kita dibatasi oleh mata dan pikiran kita yang terbatas, itu
sebabnya biarkanlah Tuhan menggenapi Rancangan-Nya dalam hidup kita. 
          Lantas apa yang harus kita lakukan? Ini yang perlu kita lakukan,
percayakanlah iman dan pengharapan kita kepada Tuhan, sebagaimana kita
yakin ketika duduk di atas kursi/bangku gereja ini! Saudara percaya bahwa
kursi/bangku yang saudara duduk itu mampu menopang Saudara? Jika kursi
itu saja saudara percaya, lantas mengapa terkadang kita malah meragukan
iman kepercayaan kita kepada Allah? Bukankah itu sangat memalukan? Kursi
itu memberikan jawaban yang paling konkret mengenai bagaimana
seharusnya kita beriman dan berpengharapan. Bagaimana seharusnya kita
percaya dan mempercayakan masa depan kita kepada Tuhan!  

2. Tujuan akhir masa depan kita.

“Rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk


memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

          Di atas saya telah sampaikan bahwa “Iman” adalah kendaraan yang
kita gunakan untuk mencapai “Pengharapan” sebagai tujuan akhirnya. Ayat
ini memberikan tujuan akhir mengenai pengharapan di dalam rancangan
Tuhan.

“…damai sejahtera dan bukan…kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari


depan yang penuh harapan.” (TB).

“Aku mempunyai rencana yang baik bagimu. Aku tidak merencanakan melukai
kamu. Rencana-Ku ialah memberikan pengharapan dan masa depan yang baik
bagimu.” (Terjemahan Mudah Dibaca).
         
          Tujuan akhir yang Tuhan rancangkan bagi umat-Nya adalah untuk
suatu masa depan yang baik. Masa depan yang penuh damai sejahtera dan
pengharapan. Kata “damai sejahtera” dalam ayat ini menggunakan kata
“Shalom” yang berarti “sehat, utuh, dan dalam keadaan baik”. Suatu keadaan
ideal yang diidamkan oleh manusia karena baik secara jasmani, rohani,
maupun sosial ekonomi, semuanya baik. Inilah janji Tuhan. Tuhan
menghendaki agar Saudara dan saya memperoleh janji berkat ini.

          Meskipun demkian, pada kenyataannya sebagian besar dari umat


Tuhan justru terlalu asik dengan tujuan-tujuan duniawinya yang membuang-
buang waktu. Kebenaran ini seharusnya mendorong kita untuk mengalihkan
fokus hidup kita pada rancangan-rancangan Tuhan, serta tujuan akhir yang
telah Ia tetapkan bagi umat-Nya dimana “syalom” merupakan buahnya. Tidak
lagi sibuk dengan rencana-renaca yang tidak berfaedah.

3. Iman dan pengharapan kristiani harus ekspresif!


          Seorang hamba Tuhan mengungkapkan suatu kalimat yang cukup baik
berkaitan dengan beriman dan masa depan, “Hidup bagaikan roda yang
berputar, kadang di atas–kadang dibawah, namun roda itu tidak akan pernah
ke atas jika Saudara tidak berjuang untuk memutarnya.” Tepat sekali. Iman
dan pengharapan kristiani tidak menjadikan kita sebagai seorang yang
pemalas. (Amsal 10:4; 12:24; 22:29). Itu sebabnya kita mengenal suatu istilah
“Ora et Labora”—Berdoa dan bekerja. Alm. Gembala kita, Pdt. Hengky
Setiawan adalah salah satu contoh yang paling jelas tentang bagaimana
menjadi seorang yang “Beriman dan Bekerja”. Ia menunjukan kepada kita
suatu teladan sebagai seorang anak Tuhan yang hidup oleh Iman namun juga
berjuang menghidupi iman itu dalam tindakan praktis setiap hari. Iman yang
benar seharusnya teraplikasikan dalam tindakan yang benar pula. Ini
merupakan prinsip dasar kekristenan. Prinsip dasar ini dinyatakan dalam ayat
berikut,

Mat. 7:7, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;


carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”

Ayat ini merupakan prinsip dasar kita menghadapi masa depan dengan iman
dan pengharapan.

         “Minta” berbicara mengenai Iman yang dinyatakan dalam permohonan doa


kepada Tuhan. Suatu bentuk ekspresi iman dan kebergantungan kita kepada
Tuhan.

         “Cari” berbicara mengenai tindakan iman yang dipraktekkan melalui usaha


dan kerja keras.

         “Ketok” merupakan pengharapan iman dimana penggenapan waktu Tuhan


untuk “membuka pintu jawaban doa” bukan bergantung pada kita akan tetapi
pada pengharapan iman di dalam kedaulatan kuasa dan waktu Tuhan.

          Tuhan tidak pernah menekankan pada salah satu hal saja dari ketika
unsur di atas. Ia tidak pernah menyarankan agar kita hanya “meminta” tanpa
“mencari”. Kalau hanya “meminta”, kita akan menjadi orang Kristen yang
peminta-minta, orang-orang yang bermental pengemis. Kalau hanya “mencari”,
kita akan menjadi anak Tuhan yang tidak tahu bersyukur atas berkat Tuhan,
mengandalkan kekuatan sendiri, dan memberhalakan pekerjaan serta materi.
Tuhan mengajarkan secara seimbang untuk “Meminta” dan pergi “Mencari”.
Berdoa dan berjuang! Itu bahagian kita, suatu panggilan iman kristiani yang
diaplikasikan dalam dunia kerja untuk mencapai masa depan. Sedangkan
perihal “Ketok” dan pintu dibukakan adalah bagian Tuhan. iman dan
pengharapan yang diekspresikan dalam tindakan praktis adalah bukti dari
orang-orang yang takut akan Tuhan. dan bagi orang-orang yang takut akan
Tuhan, Amsal mengatakan demikian, “… takutlah akan TUHAN senantiasa!
Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” (Ams.
23:17-18).

PENUTUP.
          Iman adalah kendaraan yang kita tempu untuk sampai kepada
pengharapan, yaitu tujuan akhir kita. Namun iman dan pengharapan kristiani
tidak meniadakan tindakan iman. Dengan kata lain, beriman dan
berpengharapan di dalam Kristus tidaklah menjadikan kita menjadi seorang
pemalas. Berdoa dan berpengharapan saja tidak cukup untuk menjadikan
Saudara seorang menejer perusahaan yang berhasil, maka perlu tindakan dan
langkah-langkah iman yaitu melakukan apa yang menjadi bagian kita—
sekolah dengan baik, belajar dengan giat, dan gapai masa depan yang cerah
bersama dengan Tuhan.  Hanya dengan tindakan iman demkianlah kita akan
siap menghadapi dan menyongsong masa depan yang penuh damai sejahtera
dan pengharapan. Amin, Tuhan Yesus memberkati Saudara/i.

Anda mungkin juga menyukai