Anda di halaman 1dari 4

Keempat dogma Gereja Katolik tentang Bunda Maria adalah:

Maria Bunda Allah.

Karena Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Bunda Maria adalah Allah, maka Maria
disebut Bunda Allah (lih. Luk 1:43).
Dasarnya adalah karena Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Bunda Maria adalah
Allah, maka Maria disebut Bunda Allah (lih. Luk 1:43). Dogma Maria Bunda Allah
dirumuskan dalam Konsili Efesus (431), dan di Konsili Kalsedon (451):

“…Perawan suci [Maria] ialah Bunda Allah…”[1]

“[Yesus]… lahir dari Bapa sebelum segala abad menurut kodrat ke-Allahan-Nya, dan
di masa akhir, karena kita dan demi keselamatan kita, lahir dari Perawan Maria,
menurut kodrat kemanusiaan-Nya; Kristus yang satu dan sama, Putera Allah….” [2]

Bunda Maria Tetap Perawan.


Karena Kristus adalah Allah, maka proses pembentukan-Nya sebagai janin tidak
memerlukan campur tangan benih laki-laki, namun oleh kuasa Roh Kudus
Dasar dogma ini adalah karena Kristus adalah Allah, maka proses pembentukan-
Nya sebagai janin tidak memerlukan campur tangan benih laki-laki, namun oleh
kuasa Roh Kudus (Luk 1:35). Keperawanan Maria tetap tidak terganggu,
sebagaimana nyata dalam rumusan Baptisan sejak abad ke-3. Kristus yang datang ke
dunia untuk menebus dosa dan memulihkan kerusakan akibat dosa, tidak mungkin
pada saat kedatangan-Nya malah merusak keutuhan ibu-Nya sendiri, dan
menyebabkan sakit melahirkan seperti yang dialami oleh semua perempuan lain,
sebagai akibat dosa asal (lih. Kej 3:16). Sebab walaupun Kristus mengalami segala
hal yang dialami oleh manusia, namun Ia tidak berdosa (lih. Ibr 4:15).

Karena tidak berdosa, Yesus mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan


semua manusia lainnya. Ini nampak sejak saat Ia mengambil rupa manusia dalam
rahim Bunda Maria, saat kelahiran-Nya dan setelah kelahiran-Nya. Yesus menjadi
manusia tanpa benih laki-laki, dan kelahiran-Nya ke dunia tidak merusak
keperawanan ibu-Nya. Dogma ‘Bunda Maria Tetap Perawan’ dirumuskan dalam
Konsili Konstantinopel II (553) dan Sinoda Lateran (649), yaitu bahwa Bunda Maria
adalah Perawan, sebelum, pada saat, dan setelah kelahiran Kristus:

“… Sang Sabda Allah yang berinkarnasi dari Maria Bunda Allah yang kudus dan
mulia dan tetap perawan…”[3]

“Maria, yang tetap Perawan terberkati dan tiada bernoda… mengandung tanpa
benih, dari Roh Kudus, dan melahirkan tanpa melukai (keperawanannya) dan
keperawanannya tidak terganggu setelah melahirkan.”[4]

Bunda Maria Dikandung Tidak Bernoda.

Ia adalah Yang Saleh, tanpa salah, tanpa noda, “yang terpisah dari orang-orang
berdosa” (Ibr 7:26). Keterpisahan Kristus secara total dengan dosa, mensyaratkan
kekudusan ibu-Nya juga, sebab penjelmaan-Nya sebagai manusia mengambil tempat
di tubuh ibu-Nya
Dasar dogma ini adalah karena Kristus adalah Mesias, Imam Besar Pengantara satu-
satunya kepada Allah Bapa, maka Ia adalah Yang Saleh, tanpa salah, tanpa noda,
“yang terpisah dari orang-orang berdosa” (Ibr 7:26). Keterpisahan Kristus secara
total dengan dosa, mensyaratkan kekudusan ibu-Nya juga, sebab penjelmaan-Nya
sebagai manusia mengambil tempat di tubuh ibu-Nya, dan karena itu, melibatkan
tubuh ibu-Nya. Dengan demikian, ibu yang mengandung Kristus pun harus terpisah
sama sekali dengan dosa—tanpa noda dosa—sebab Kristus yang dikandungnya adalah
Allah yang tidak berdosa.

“Sejak kapan Maria dijadikan Allah tanpa dosa?” Karena kehidupan manusia
dimulai sejak terbentuk dalam rahim ibu (lih. Ayb 31:15, Mzm 139:13), maka
Bunda Maria dikuduskan Allah, sejak ia terbentuk di dalam kandungan ibunya.
Bunda Maria dikuduskan— yaitu dibebaskan dari noda dosa—sebab ia dipersiapkan
Allah untuk mengandung dan melahirkan Putera-Nya yang kudus dan tak berdosa.
Jadi kekudusan Bunda Maria sesungguhnya merupakan karunia Allah yang
diberikan kepadanya demi tugas istimewanya sebagai Bunda bagi Sang Putera Allah.

Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa, yang dikeluarkan oleh Paus Pius IX
dalam Konstitusi Apostolik Ineffabilis Deus (8 Desember 1854), menyatakan:

“… bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk
sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh
Tuhan yang Mahakuasa, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat
manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal.”[5]

Bunda Maria Diangkat ke Surga.


Karena Bunda Maria tidak terkena noda dosa asal, dan karenanya juga tidak
berdosa sepanjang hidupnya, maka ia menjadi yang pertama dari seluruh orang
beriman yang menerima penggenapan janji Kristus akan mahkota kehidupan abadi
(lih. Yak 1:12; 1Kor 9:25; Why 2:10).
Dasar dogma ini adalah karena Bunda Maria tidak terkena noda dosa asal, dan
karenanya juga tidak berdosa sepanjang hidupnya, maka ia menjadi yang pertama
dari seluruh orang beriman yang menerima penggenapan janji Kristus akan mahkota
kehidupan abadi (lih. Yak 1:12; 1Kor 9:25; Why 2:10). Bunda Maria telah
membuktikan iman dan kesetiaannya sampai akhir hidupnya, maka ia beroleh
penggenapan janji Tuhan itu. Dogma Maria Diangkat ke Surga ini dinyatakan oleh
Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950, dalam surat
ensikliknya, Munificentissimus Deus:

“Maria, Bunda Allah yang tak bernoda dan Bunda Allah yang tetap Perawan, setelah
selesai hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan
surgawi.”[6]

Paus juga menyatakan, bahwa ajaran tentang Bunda Maria diangkat ke Surga akan
mendorong kita untuk mencontoh teladan iman Maria, dan mengarahkan hati
kepada pengharapan iman kita akan kebangkitan:

“…. Kita dapat berharap bahwa mereka yang merenungkan teladan mulia yang
ditunjukkan oleh Maria akan menjadi semakin yakin tentang nilai sebuah kehidupan
manusia yang dipersembahkan dengan cinta untuk melaksanakan kehendak Bapa
dan untuk membawa kebaikan kepada sesama. Maka …. dengan cara yang agung ini,
semoga semua orang dapat dengan jelas melihat kepada tujuan akhir yang mulia dari
tubuh dan jiwa kita. Akhirnya, adalah harapan kami bahwa kepercayaan akan
pengangkatan tubuh Maria ke Surga akan membuat iman kita akan kebangkitan kita
sendiri menjadi semakin kuat dan menjadi lebih berdaya guna ….” [7]

Jadi sesungguhnya dogma tentang ‘Bunda Maria Diangkat ke Surga’, bukan semata-
mata hanya untuk menghormati Bunda Maria, tetapi juga untuk mengingatkan akan
pengharapan kita sebagai umat beriman, yaitu bahwa jika kita setia beriman sampai
akhir seperti Bunda Maria, kita pun akan diangkat ke Surga, tubuh dan jiwa, dan
memeroleh mahkota kehidupan.

Kaitan ke-empat dogma tentang Bunda Maria dapat diringkas sebagai berikut:
Sebagai Bunda Putra Allah, Maria dikuduskan Allah untuk mengambil peran
istimewa dalam keseluruhan rencana keselamatan-Nya. Pengudusan Maria oleh
Allah inilah yang membuatnya tidak bernoda, tetap perawan selamanya, sehingga
oleh rahmat Allah pula, Bunda Maria menjadi yang pertama dari seluruh anggota
Gereja untuk memeroleh penggenapan janji keselamatan yang sempurna di Surga,
yaitu kemuliaan di dalam Tuhan, dan persatuan denganNya, yang dialami oleh jiwa
dan tubuh.

[1]
D 113.
[2]
Pernyataan definisi ajaran iman dalam Konsili Kalsedon (451), yang selengkapnya dapat dibaca
secara online di situs: http://www.papalencyclicals.net/Councils/ecum04.htm#Definition of the faith.
[3]
DS 422, Konsili Konstantinopel II,
ref: http://www.papalencyclicals.net/Councils/ecum05.htm#Anathemas%20against%20the%20Three%2
0Chapters, point. 14, lihat juga point 2 dan 6.
[4]
D 256; Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, (Rockford, Illinois: TAN Books and Publishers,
1974), p.203-207.
[5]
Paus Pius IX, Ineffabilis Deus, DS 2803; http://www.papalencyclicals.net/Pius09/p9ineff.htm.
[6]
Paus Pius XII, Munificentissimus Deus, 44;
http://w2.vatican.va/content/pius-xii/en/apost_constitutions/documents/hf_p-
xii_apc_19501101_munificentissimus-deus.html.
[7]
Paus Pius XII, Ibid., 42.

Anda mungkin juga menyukai