KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 97 TAHUN 2018
‘TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH AGAMA KATOLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK,
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan akses, mutu, dan
daya saing, serta relevansi pendidikan Sekolah
Menengah Agama Katolik (SMAK) perlu mengatur
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah
Menengah Agama Katolik;
b, bahwa berdasarkan pertimbangan _sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Sekolah Menengah Agama Katolik;
Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4586);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4769);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3413);Menetapkan
KESATU
KEDUA
7. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1495);
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2013
tentang Sekolah Menengah Agama Katolik (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 177}
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Agama Nomor 54 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2013
tentang Sekolah Menengah Agama Katolik (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1891).
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN
MASYARAKAT — KATOLIK =TENTANG = PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH
MENENGAH AGAMA KATOLIK.
:Menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Sekolah Menengah Agama Katolik sebagaimana tersebut
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2018
DIREKTUR JENDERALLAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 97 TAHUN 2018
‘TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH AGAMA KATOLIK
BAB |
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
(1) Sekolah Menengah Agama Katolik yang selanjutnya disingkat SMAK,
adalah satuan pendidikan formal berciri khas Katolik setara dengan
Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengintegrasikan mata pelajaran
Pendidikan Keagamaan Katolik dan Mata Pelajaran Umum.
(2) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
(3) Penyelenggaraan pendidikan menengah agama Katolik adalah
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
perluasan dan penguasaan pengetahuan, pendalaman iman, dan
peningkatan keterampilan siswa tentang ajaran agama.
(4) Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
(5) Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
(6) Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(7) Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disingkat BSNP
adalah badan mandiri dan independen yang __ bertugas
mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional
pendidikan,
(8) Pendidik adalah tenaga yang berkualifikasi sebagai guru, konselor,
pamong belajar, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,
(9) Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
(10) Peminatan adalah suatu keputusan yang dilakukan peserta didik
untuk memilih kelompok mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan
kemampuan selama mengikuti pembelajaran di SMAK.
(11) Kementerian adalah Kementerian Agama.
(12) Menteri adalah Menteri Agama.
(13) Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik.
(14) Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.(1) Kantor Kementerian Agama adalah Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota.
{16) Gereja adalah Gereja Katolik
(17) Seminari adalah lembaga pendidikan dan pembinaan calon imam.
(18) Kelas persiapan adalah tahapan atau jenjang pendidikan selama 1
(tahun) sebelum kelas X atau sesudah kelas XII untuk mempersiapkan
pendidikan calon imam.
(19) Asrama adalah wadah pembentukan karakter peserta didik.
(20) Pembina asrama adalah petugas yang ditetapkan oleh Penyelenggara
untuk mengelola asrama.
Pasal 2
‘Tujuan Pedoman Penyelenggaraan Sekolah Menengah Agama Katolik
adalah:
(1) memberikan informasi yang jelas dan benar kepada masyarakat
Katolik tentang mekanisme, persyaratan, dan pembinaan Sekolah
Menengah Agama Katolik.
(2) memberikan kesempatan kepada masyarakat dan Gereja untuk
memahami berbagai hal berkaitan dengan pendirian dan pembinaan
Sekolah Menengah Agama Katolik.
(3) memberi kesempatan seluas-luasnya kepada warga Gereja untuk
terlibat secara aktif dalam kegiatan penyelenggaraan pendidikan
keagamaan Katolik dalam memahami nilai-nilai ajaran/teologi Katolik.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan SMAK bertujuan untuk membentuk peserta didik yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Katolik,
dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif,
inovatif, dinamis, dan bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
(2) Penyelenggaraan SMAK berfungsi sebagai lembaga yang mempersiapkan
peserta didik menjadi tenaga pastoral yang handal dan terampil serta
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-
nilai ajaran Agama Katolik serta penguasaan mata pelajaran/ilmu-ilmu
umum pada Sekolah Menengah Atas.
BAB II
JENJANG DAN BENTUK
Pasal 4
(1) SMAK berjenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
SMAK umum dan SMAK Seminari.Pasal 5
(1) SMAK umum terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas yaitu kelas X (sepuluh),
kelas XI (sebelas), dan kelas XII (dua belas).
(2)SMAK Seminari terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas
persiapan (KP), kelas X (sepuluh), kelas XI (sebelas), dan kelas XII (dua
belas)
BAB II
PENDIRIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Pendirian SMAK dapat dilakukan baik oleh Pemerintah maupun oleh
Masyarakat.
Pasal 7
(1) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan oleh
Menteri.
(2) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh Masyarakat mendapat izin
operasional dari DIRJEN BIMAS Katolik atas nama Menteri.
(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan
berdasarkan kelayakan pendirian yang meliputi aspek kebutuhan
masyarakat.
Bagian Kedua
Persyaratan
Pasal 8
(1) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib
memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(2) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 ayat (2), harus memenuhi persyaratan
administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan kelayakan pendirian.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling
sedikit meliputi:
a. penyelenggara merupakan lembaga berbadan hukum;
b. memiliki struktur organisasi, memiliki Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga (AD/ART), dan pengurus;
c. surat permohonan izin operasional kepada DIRJEN BIMAS Katolik;
d. mendapat rekomendasi dari pimpinan Gereja lokal (Uskup);e, mendapat rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi setempat;
f, mendapat rekomendasi dari Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota setempat;
g. sertifikat tanah;
h. memiliki kesanggupan untuk membiayai _penyclenggaraan
pendidikan untuk jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) tahun.
(4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
kesiapan pelaksanaan kurikulum, jumlah peserta didik, jumlah dan
kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana
pendidikan, rencana pembiayaan pendidikan, proses pembelajaran,
sistem evaluasi pembelajaran dan program pendidikan, serta organisasi
dan manajemen SMAK.
(5) Persyaratan kelayakan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi aspek:
tata ruang, geografis, dan ekologis;
prospek pendaftaran;
sosial dan budaya;
demografi anak usia sekolah dengan ketersediaan lembaga
pendidikan formal.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan
teknis, dan persyaratan kelayakan pendirian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), ditetapkan oleh Direktur
Jenderal, dalam bentuk petunjuk teknis.
Re op
Bagian Ketiga
Penamaan SMAK
Pasal 9
(1) Nama SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditulis nama satuan
pendidikan diikuti dengan nama Kabupaten/Kota/Provinsi. Contoh:
Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAKat) Negeri Kabupaten Ende,
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
(2) Dalam hal jumlah SMAK yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk
setiap satuan pendidikan lebih dari satu SMAK, nama SMAK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis dengan menambahkan
nomor urut pendirian diikuti dengan nama Kabupaten /Kota/Provinsi.
Pasal 10
(1) Nama SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat ditulis nama
satuan pendidikan diikuti dengan nama (Santo/Santa Pelindung) yang
ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan.
(2) Di belakang nama yang ditetapkan olch penyclenggara_pendidikan
yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti nama
Desa/Kelurahan, nama Kecamatan, dan nama
Kabupaten/Kota/Provinsi. Contoh: SMAK St. Thomas Aquinas
Bengkayang.(3) Penggunaan nama Santo/Santa Pelindung SMAK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh sama dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota.
BAB IV
PESERTA DIDIK
Pasal 11
(1) Peserta didik SMAK kelas X (sepuluh) wajib:
a. lulus dan memiliki ijazah SMP, Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB), atau Program Paket B;
b. memiliki Sertifikat Hasil Ujian Nasional (SHUN)
SMP/SMPLB/Program paket B; dan
c. berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu tahun) pada awal tahun
pelajaran baru.
(2) SMAK yang menerima siswa berkebutuhan khusus wajib menyediakan
akses bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
(3) Peserta didik SMAK adalah yang beragama Katolik.
Pasal 12
(1) Penerimaan peserta didik pada SMAK dilakukan secara adil, objektif,
transparan, dan akuntabel.
(2) SMAK dapat menerima peserta didik pindahan dari SMAK lain,
dan/atau dari Seminari.
BABV
KURIKULUM
Pasal 13
(1) Setiap SMAK wajib melaksanakan kurikulum yang ditetapken oleh
Pemerintah.
(2) Kurikulum SMAK terdiri dari:
a. muatan umum;
b. muatan peminatan akademik.
(3) Kurikulum muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a terdiri dari:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti;
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan;
Bahasa Indones
Bahasa Inggris;
Matematika;
Sejarah Indonesia
Seni Budaya;
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Keschatan;
Prakarya dan Kewirausahaan
rpm me ao gp(4) Kurikulum muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dapat diorganisasikan dalam 1 (satu) atau lebih mata pelajaran sesuai
dengan kebutuhan satuan pendidikan dan program pendidikan.
(5) Pendidikan Keagamaan Katolik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dikembangkan menjadi 5 (lima) mata pelajaran, yaitu:
Kitab Suci;
Liturgi;
Doktrin Gereja Katolik dan Moral Kristiani;
Sejarah Gereja;
e. Pastoral dan Katekese.
(6) Kurikulum muatan peminatan akademik pada SMAK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri dari:
a. Keagamaan;
b. Matematika dan ilmu alam;
c. ilmu-ilmu sosial;
d. ilmu bahasa dan budaya.
(7) Muatan peminatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf a terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu Kitab Suci, Liturgi,
Doktrin Gereja Katolik dan Moral Kristiani, dan Sejarah Gereja.
(8) Muatan peminatan matematika dan ilmu alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf b terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu
Matematika, Kimia, Fisika, dan Biologi.
(9) Muatan peminatan ilmu-ilmu sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf c terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu Geografi,
Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah.
(10) Muatan peminatan ilmu bahasa dan budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf d terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu
Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris, Bahasa dan
Sastra Asing lainnya, dan Antropologi.
(11) Muatan kurikulum SMAK Seminari kelas persiapan (KP) ditentukan
oleh satuan pendidikan Seminari.
(12) Mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (11),
juga termasuk mata pelajaran vokasional/ketrampilan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal berdasarkan persetujuan Gereja Katolik dan/atau
Uskup.
(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan muatan kurikulum
SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Bo oP
BAB VI
PEMBELAJARAN
Pasal 14
(1) Masa pendidikan di SMAK adalah 3 Tahun, terdiri dari 3 (tiga) jenjang:
Kelas X (sepuluh), Kelas XI (sebelas), dan Kelas Xi (dua belas).
(2) Masa pendidikan di SMAK Seminari (Calon Imam) adalah 4 Tahun yang
terdiri dari 4 (empat) jenjang: Kelas Persiapan, Kelas X (sepuluh), Kelas
XI (sebelas), Kelas XII (duabelas).
(3) Waktu belajar 1 (satu) tahun berlangsung antara 34 - 40 minggu yang
dibagi dalam 2 (dua) semester.(4) Tahun pelajaran dimulai bulan Juli sampai bulan Juni. Semester
pertama dihitung bulan Juli sampai dengan bulan Desember dan
Semester kedua dimulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni.
(5) Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan dalam satu jam pelajaran
selama 45 menit.
(6) Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
partisipatif, serta memberikan ruang yang cukup bagi arsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik,
serta psikologis peserta didik.
(7) Rencana pembelajaran memuat perangkat pembelajaran yang meliputi
Jadwal Pembelajaran (jadwal, agenda, dan jurnal pembelajaran),
Kalender Pendidikan, Program Tahunan (Prota), Progam Semester
(Promes), Pemetaan SK/KD, Penetapan KKM, Silabus, RPP, analisis
hasil evaluasi, program remedial, program pengayaan, daftar hadir
siswa dan daftar nilai siswa.
BAB VIL
TENAGA PENDIDIK
Pasal 15
(1) Tenaga Pendidik SMAK harus memiliki kualifikasi umum, kualifikasi
akademik, dan kompetensi sesuai dengan ketentuan’ peraturan
perundang-undangan dan Ajaran Gereja Katolik;
(2) Kualifikasi umum menurut Ajaran Gereja Katolik antara lain mampu
mengorganisasi, sebagai pendidik karakter;
(3) Untuk memenuhi kualifikasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tenaga pendidik SMAK harus:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. beragama Katolik;
c. berahklak mulia; dan
d._ schat jasmani dan rohani.
(4) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
jenjang pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Kompetensi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), merupakan
kompetensi tenaga pendidik yang meliputi kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, sosial, dan kepemimpinan.
Pasal 16
(1) Tenaga Pendidik SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat
oleh Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga Pendidik SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat
oleh penyelenggara/yayasan,(3) SMAK harus memiliki sekurang-kurangnya 6 (enam) orang guru tetap
dengan latar belakang pendidikan sesuai mata pelajaran yang diberikan
dengan kualifikasi persyaratan minimal sebagaimana aturan yang
berlaku.
(4) Rasio Tenaga Pendidik dibanding dengan siswa adalah 1:20.
Pasal 17
(1) Tenaga Pendidik SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah
sebagaimana dalam pasal 13 ayat (1) dapat diangkat sebagai Kepala
SMAK dan tidak merangkap sebagai Pengawas SMAK.
(2)Tenaga Pendidik SMAK yang diangkat sebagai Kepala Sekolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi:
memiliki kualifikasi akademik minimal S-1.
usia setinggi-tingginya pada waktu pengangkatan adalah 56 tahun.
memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun pada jenjang yang
sama.
4. memiliki pangkat serendah-rendahnya IIl/c.
(3) Tenaga Pendidik SMAK yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dapat
diangkat menjadi Pengawas SMAK.
(4) Ketentuan mengenai penugasan Tenaga Pendidik sebagai Kepala SMAK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pengawas SMAK sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), atas usulan dari Kepala Sekolah setelah
dikoordinasikan dengan otoritas Gereja dan ditetapkan oleh Menteri.
oP
°
Pasal 18
Penyclenggara SMAK wajib menyediakan 1 (satu) orang Tenaga Pendidik
untuk setiap mata pelajaran.
Pasal 19
Tenaga Pendidik yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dapat
ditugaskan pada SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB VIII
TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 20
(1) Tenaga kependidikan pada SMAK terdiri atas:
pimpinan SMAK;
tenaga perpustakaan;
tenaga laboratorium;
tenaga administrasi;
tenaga bimbingan dan konseling; dan
eaogef, tenaga layanan khusus (kebersihan, tukang kebun, pengemudi,
pramubakti, penjaga sekolah).
(2) Pimpinan SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas;
a, Kepala SMAK; dan
b, Wakil Kepala SMAK.
(3) Tenaga Kependidikan layanan khusus pada SMAK berpendidikan
minimal SMP dan beragama Katolik.
(4) Selain tenaga kependidikan layanan khusus pada SMAK berpendidikan
minimal S-1 dan beragama Katolik,
(5) Selain tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SMAK
yang memiliki asrama siswa dapat mengangkat tenaga pengelola
asrama.
(6) Khusus SMAK Seminari tenaga pengelola asrama diangkat oleh Otoritas
Gereja setempat.
(7) Wakil kepala SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling
sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 4 (empat) orang.
(Bidang Kurikulum, Bidang Kesiswaan, Bidang Humas, dan Bidang
Sarana Prasarana).
(8) Dalam hal SMAK tidak memiliki tenaga bimbingan dan konseling
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Kepala SMAK dapat
menugaskan guru yang dianggap mampu dalam bidang bimbingan dan
konseling.
Pasal 21
(1) Tenaga Kependidikan kecuali Wakil Kepala Sekolah pada SMAK yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat oleh Menteri.
(2)Dalam hal tidak tersedia tenaga kependidikan yang diangkat oleh
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1}, kepala SMAK dapat
mendayagunakan tenaga kependidikan tidak tetap.
(3) Tenaga Kependidikan kecuali Wakil Kepala Sekolah pada SMAK yang
diselenggarakan oleh masyarakat diangkat oleh penyelenggara SMAK.
BAB IX
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 22
(1) Setiap SMAK wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap SMAK wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
pimpinan, ruang belajar atau kelas, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kantin, instalasi daya
dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.(3) Setiap SMAK wajib memiliki asrama dengan kelengkapan antara lain
ruang tidur, ruang makan, kamar mandi, jamban, ruang UKS, ruang
Pembina, dapur, dan perabotnya.
(4) Aturan yang lebih rinci mengenai standar sarana dan prasarana SMAK
berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam lampiran sarana dan prasarana.
BABX
PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Pengelolaan pendidikan SMAK menerapkan manajemen_ berbasis
sekolah yang dilaksanakan dengan prinsip keadilan, kemandirian,
kemitraan, partisipasi, nirlaba, efisiensi, efektifitas, keterbukaan, dan
akuntabilitas.
(2) Pengelolaan SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan
oleh Pemerintah.
(3) Pengelolaan SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan
oleh Yayasan/Badan Penyelenggara Berbadan Hukum.
Pasal 24
Pembinaan pengelolaan SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
yang disclenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Menteri.
Pasal 25
(1) Kepala SMAK adalah penanggungjawab pengelolaan pendidikan di
SMAK.
(2)Hal-hal yang khusus dalam pengelolaan SMAK Seminari diatur oleh
Uskup setempat.
Pasal 26
(1) Setiap SMAK dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang
merupakan penjabaran lebih rinci dari rencana kerja jangka menengah
4 (empat) tahun dan jangka panjang 8 (delapan) tahun. ‘
(2) Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran,
ulangen, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur;
b, Jadwal pelajaran per semester;Penugasan pendidik pada mata pelajaran dan kegiatan lainnya;
. Rencana penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan;
e. Pemilihan dan penetapan buku teks pelajaran yang digunakan untuk
setiap mata pelajaran;
f. Rencana penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pembelajaran;
g. Rencana pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal barang
habis pakai;
h, Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang
meliputi paling sedikit jenis, durasi waktu, peserta, dan
penyelenggara program;
i Jadwal rapat dewan ‘Tenaga Pendidik, rapat konsultasi dengan
orangtua/wali peserta didik, dan rapat dengan Komite SMAK, dan
rapat-rapat lainnya;
j. Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk
masa kerja 1 (satu) tahun; dan
k. Jadwal penyusunan laporan akuntabilitas keuangan dan laporan
kinerja SMAK untuk satu tahun terakhir.
(3) Rencana kerja SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus
disetujui oleh rapat dewan Pendidik.
(4) Komite SMAK dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam
penyusunan rencana kerja SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
ao
Pasal 27
(1) Setiap SMAK wajib memiliki pedoman yang berisi tentang:
a. visi, misi dan tujuan SMAK;
b. struktur organisasi;
c, data personil pendidik dan tenaga kependidikan;
d. pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan;
, struktur kurikulum;
f, kalender pendidikan yang berisi seluruh program dan kegiatan
SMAK selama 1 (satu) tahun pelajaran yang dirinci secara
semesteran, bulanan, dan mingguan;
g. peraturan akademik;
h. pedoman penilaian;
i. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik;
j. peraturan penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
kk. kode etik pendidik dan tenaga kependidikan serta kode etile
peserta didik;
1. peraturan penggunaan biaya operasional;
m. program pembinaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
serta peserta didik.
(2} Administrasi SMAK mencakup:
a. dokumen perencanaan jangka pendek (1 tahun), jangka menengah
(4 tahun), dan jangka panjang (8 tahun);
buku administrasi keuangan;
buku administrasi ketenagaan;
dokumen ketenagaan;
noodokumen peserta didik;
administrasi peserta didil
laporan bulanan sekolah;
daftar inventaris sarana dan prasarana;
laporan pertanggungjawaban keuangan setiap bulan;
dokumen pembelajaran dan kurikulum.
ro mo
Bagian Kedua
Komite SMAK
Pasal 28
(1) Komite SMAK terdiri dari wakil orangtua peserta didik, tokoh
agama/masyarakat, dan tokoh pendidikan.
(2)Komite SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberikan
pertimbangan dan masukan kepada pimpinan SMAK untuk
meningkatkan mutu SMAK.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite SMAK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga
Musyawarah Kerja Kepala SMAK
Pasal 29
(1) Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) merupakan forum Para Kepala
SMAK yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik, yang
bertujuan untuk mengembangkan mutu SMAK.
(2) Apabila diperlukan, Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) dapat
dibentuk pada tingkat Provinsi oleh Kepala Kantor Wilayah.
(3) Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) mempunyai peran
a. meningkatkan profesionalitas Kepala SMAK;
b. mengkoordinasikan dan membangun kerja sama dalam rangka
meningkatkan mutu SMAK.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Kerja Kepala SMAK
(MKKS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Bagian Keempat
Musyawarah Guru Mata Pelajaran
Pasal 30
(1) Tenaga Pendidik SMAK dapat membentuk forum Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) yang bertujuan meningkatan profesionalitas
tenaga pendidik;(2)MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk pada
tingkat satuan pendidikan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan/atau Regio;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai MGMP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kelima
Identitas SMAK
Pasal 31
(i)Setiap SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah _wajib
mencantumkan logo sekolah dan logo Kementerian Agama pada papan
nama sekolah.
(2)Setiap SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
mencantumkan logo Badan Penyelenggara dan logo Kementerian Agama.
(3) Logo Kementerian Agama wajib dicantumkan pada baju dan topi
seragam peserta didik.
Pasal 32
Setiap siswa SMAK wajib menggunakan seragam nasional, seragam
Pramuka, seragam sekolah dan pakaian olah raga disesuaikan dengan
kondisi setempat.
BAB XI
ASRAMA
Pasal 33
Hakekat Asrama
(1) Asrama_ merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari sekolah
karena merupakan basis pengembangan pendidikan karakter.
(2) DITJENBIMAS —Katolik — mewajibkan —penyelenggara += SMAK
menyelenggarakan pendidikan berpola asrama.
Pasal 34
Fungsi dan Tujuan
(1) Asrama berfungsi sebagai wadah pembinaan karakter peserta didik.
(2) Asrama bertujuan untuk:
a. meningkatkan iman dan takwa peserta didik melalui berbagai
kegiatan kerohanian.
b. mengembangkan potensi, minat dan bakat peserta didik. :
c. membantu peserta didik untuk menjadi pribadi yang mandiri,
bertanggungjawab, disiplin, sosial, sederhana, peka, kreatif, kritis,
jujur.d. menciptakan suasana kekelyargaan, keakraban dan kesederhanaan
dan tata hidup yang teratur, serta suasana yang tenang untuk
belajar,
e, menunjang dan meningkatkan keberhasilan belajar.
Pasal 35
Kurikulum
Penyelenggara, pihak sekolah, dan pembina menyusun dan menetapkan
kurikulum pembinaan peserta didik untuk jangka waktu 3 tahun.
Pasal 36
Peraturan dan Tata Tertib
Peraturan dan tata tertib asrama diatur oleh pihak sekolah dan pembina
asrama dengan memperhatikan visi-misi sekolah.
Pasal 37
Biaya
(1) Seluruh pembiayaan asrama merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari seluruh pembiayaan SMAK.
(2)Pembiayaan asrama bersumber dari: penyelenggara, orang tua,
pemerintah, dan sumber lain yang sah.
Pasal 38
Pembina Asrama
(1) Kualifikasi Pembina asrama antara lain:
a. beragama Katolik;
b. berakhlak mulia;
c. sehat jasmani dan Rohani;
d. berpendidikan minimal S-1 Pendidikan/Keagamaan.
(2) Para pembina dan pengelola asrama diangkat oleh penyelenggara.
(3) Khusus untuk asrama seminari diatur oleh Uskup setempat.
(4) Rasio maksimal pembina asrama dengan peserta didik adalah 1:50.
Pasal 39
Sarana dan Prasarana Asrama
Asrama memiliki kelengkapan antara lain ruang tidur, ruang makan,
kamar mandi, jamban, ruang UKS, ruang Pembina, dapur, perabotnya,
serta perlengkapan lain yang menunjang.BAB XII
AKREDITASI SMAK
Pasal 40
(1) Akreditasi. SMAK dilakukan oleh Badan Akreditasi_ Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN S/M).
(2) Akreditasi SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
terhadap setiap satuan pendidikan yang telah meluluskan peserta didik.
(3) Pemerintah dan Penyelenggara Pendidikan SMAK melakukan persiapan
akreditasi dan menindaklanjuti hasil akreditasi untuk meningkatkan
mutu SMAK secara berkelanjutan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi SMAK, ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
BAB XIII
PENILAIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
Penilaian pendidikan SMAK terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c. penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Bagiari Kedua
Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik
Pasal 42
(1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian,
penilaian tengah semester, penilaian akhir semester (PAS), dan ulangan
kenaikan kelas.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk:
a, menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
b. bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan
c. memperbaiki proses pembelajaran.
(3) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran Pendidikan
Keagamaan Katolik dan pelajaran kewarganegaraan, dilakukan melalui:
a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; sertaD. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif
peserta didik.
(4) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan atau bentuk
Jain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai untuk menilai
perkembangan kognitif dan psikomotorik peserta didi.
(6) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran estetika dilakukan
melalui ulangan, penugasan, dan atau bentuk lain yang sesuai dengan
karakteristik materi yang dinilai untuk menilai perkembangan ekspresi,
kreasi, apresiasi, dan/atau afeksi peserta didik.
(6) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga,
dan kesehatan dilakukan melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
b.Ulangan dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif
peserta didik.
Bagian Ketiga
Penilaian Hasil Belajar Oleh SMAK
Pasal 43
(1) Penilaian hasil belajar oleh’ SMAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 huruf b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan
untuk semua mata pelajaran pada tengah semester, akhir semester, dan
akhir satuan pendidikan.
(2) Penilaian hasil belajar oleh SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran
pendidikan keagamaan Katolik, kelompok mata _ pelajaran
kewarganegaraan dan pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan
berfungsi untuk:
a.laporan kemajuan dan hasil belajar peserta didik per semester
kepada orangtua peserta didik.
b. pertimbangan kenaikan kelas peserta didik; dan/atau
c. penilaian akhir untuk penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
(3) Penilaian akhir scbagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.
(4) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk
semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi
dilakukan melalui utangan tengah/akhir semester dan ujian SMAK.
(5) Untuk dapat mengikuti ujian SMAK, peserta didik harus tuntas dalam
semua mata pelajaran.
(6) Ketentuan mengenai penilaian tengah/akhir semester, penilaian akhir,
dan ujian SMAK ditetapkan oleh satuan pendidikanBagian Keempat
Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah
Pasal 44
(1) Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf c, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan peserta didik secara nasional pada mata pelajaran tertentu dan
dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN dan USBN).
(2) Ujian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara
obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
(3) Ujian Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 45
(1) Kementerian Agama c.q. Direktorat Jenderal Bimas Katolik melakukan
penilaian hasil belajar secara nasional untuk mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran Pendidikan Keagamaan Katolik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar secara nasional
untuk mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran
Pendidikan Keagamaan Katolik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kelima
Ijazah dan SHUN
Pasal 46
Peserta didik SMAK yang telah menyelesaikan proses pendidikan di SMAK
dan telah dinyatakan lulus ujian diberikan ijazah dan SHUN sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
(1) Blanko ijazah SMAK disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bimas Katolik.
(2) Sertifikat Hasil Ujian SMAK Berstandar Nasional disiapkan oleh
Direktorat Jenderal Bimas Katolik.
(3) Pengisian ijazah SMAK dilakukan oleh satuan pendidikan.
(4) jazah dan SHUN yang telah diisi dan ditandatangani oleh Kepala SMAK,
selanjutnya ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik dan
dilegalisir oleh kepala SMAK.
(5) Apabila Ijazah dan SHUN yang asli hilang atau musnah, penerbitan
surat keterangan pengganti yang setara dengan ijazah SMAK dilakukan
oleh Kepala SMAK yang bersangkutan dan disahkan oleh Direktur
Jenderal Bimas Katolik.(6) Apabila SMAK yang tidak beroperasi atau ditutup, penerbitan surat
keterangan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan
oleh Kepala Kantor Kementerian Agama.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian SMAK
Berstandar Nasional ditetapkan dalam petunjuk teknis yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal.
BAB XIV
PEMBIAYAAN
Pasal 48
(1) Pembiayaan SMAK bersumber dari:
a. pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. penyelenggara SMAK;
d. masyarakat; atau
. sumber lain yang sah.
(2) Pembiayaan SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. biaya investasi;
b. biaya operasional; dan
c. biaya personal.
(3) Biaya investasi SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumber daya manusia dan modal kerja tetap.
(4) Biaya operasional SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
meiiputi
a.biaya operasional langsung yaitu gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji;
b. bahan dan/atau peralatan pendidikan habis pakai;
c. biaya operasional tidak langsung berupa daya dan jasa,
pemeliharaan sarana dan prasarana, transportasi, lembur, konsumsi,
pajak, asuransi, dan biaya operasional pendidikan tak langsung
lainnya.
(5) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
(6)Setiap SMAK berhak menerima bantuan biaya operasional dari
Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bantuan biaya operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
BAB XV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 49
(1) SMAK wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.(2) Untuk menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dan mutu
SMAK, Dircktorat Jenderal Bimas Katolik, Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi, Kepala Bidang Pendidikan Katolik/Kepala
Bidang Bimas Katolik/Pembimas Katolik pada Kanwil Kementerian
Agama Provinsi, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/
Kota ¢.q Kepala Seksi Bimas/Kepala Seksi Pendidikan/ Penyelenggara
Pendidikan Katolik berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap SMAK.
(3) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Ditjen Bimas Katolik mengangkat pengawas SMAK.
Apabila pengawas SMAK belum terpenuhi, maka Pengawas Pendidikan
Agama Katolik (PAK) dan pengawas mata pelajaran SMA pada Dinas
Pendidikan dapat dikoordinasikan sebagai Pengawas SMAK.
(4) Supervisi SMAK dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dilakukan
oleh DITJENBIMAS Katolik yang meliputi:
pembelajaran dan kurikulum;
administrasi dan manajemen sekolah;
sarana dan prasarana;
ketenagaan;
pembiayaan;
peserta didik;
. peran serta masyarakat;
(5) DITJENBIMAS Katolik dan pihak-pihak yang disebut pada ayat (2),
melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan SMAK dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(6) Evaluasi kinerja lembaga SMAK dilakukan oleh DITJENBIMAS dan
Badan Penyelenggara SMAK sebagai bentuk akuntabilitas pembinaan
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(7)Pembinaan dalam rangka persiapan akreditasi dilakukan dengan
menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Badan
Akreditasi Nasional.
Reo pogeE
BAB XVI
PENGEMBANGAN
Pasal 50
(1) DITJENBIMAS Katolil menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMAK
unggulan di setiap provinsi.
(2) DITJENBIMAS Katolik menyusun peta pengembangan muta SMAK
secara terencana, berjenjang, bertahap, dan berkelanjutan berdasarkan
hasil akreditasi SMAK dan ujian nasional, serta kriteria lainnya.
(3) Peta pengembangan mutu SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
digunakan untuk menyusun rencana strategis dan rencana tahunan
pengembangan mutu SMAK secara nasional. :
(4) DITJENBIMAS Katolik bekerjasama dengan Kemendikbud dan instansi
lainnya, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dalam
pengembangan mutu SMAK. ;
(5) Pengembangan SMAK merujuk kepada 8 (delapan) standar nasional(6) Ketentuan lebih lanjut tentang’ pengembangan SMAK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
BAB XVI
PELAPORAN
Pasal 51
(1) SMAK wajib menyampaikan laporan secara berkala (awal tahun
pelajaran, bulanan, triwulan, semesteran, dan akhir tahun pelajaran)
tentang manajemen sekolah dan pengelolaan anggaran kepada
Yayasan/Penyelenggara dan tembusannya disampaikan kepada Uskup,
Dirjen Bimas Katolik, Kepala Bidang/Pembimas Katolik dan Kepala
Dinas Pendidikan setempat.
(2) Materi laporan meliputi:
pembelajaran dan kurikulum;
administrasi dan manajemen sekolah;
sarana dan prasarana;
admisi dan redmisi peserta didik;
rekrutmen peserta di
ketenagaan;
keuangan; dan
. masalah yang dihadapi, solusi dan saran.
(2) Format/instrumen laporan ditetapkan Direktur Jenderal Bimas Katolik.
PRO ROSE
BAB XVIII
SANKSI
Pasal 52
(1) DITJENBIMAS Katolik _ sesuai_ dengan kewenangannya dapat
memberikan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan;
b. pembatalan pemberian bantuan pendidikan;
c, pembekuan SMAK;
d. penutupan SMAK.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat Keputusan Dirjen ini mulai berlaku, maka Keputusan Direktur
Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama RI Nomor: DJ.IV/Hk.00.5/29A/2013, tanggal 31 Januari 2013, tentang Pedoman Pendirian dan
Pembinaan Sekolah Menengah Agama Katolik dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Keputusan Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
DIREKTUR JENDERAL
BINSASI