Anda di halaman 1dari 23
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2018 ‘TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH AGAMA KATOLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan akses, mutu, dan daya saing, serta relevansi pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) perlu mengatur Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik; b, bahwa berdasarkan pertimbangan _sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik; Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413); Menetapkan KESATU KEDUA 7. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1495); 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; 9. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sekolah Menengah Agama Katolik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 177} sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 54 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sekolah Menengah Agama Katolik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1891). MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT — KATOLIK =TENTANG = PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH AGAMA KATOLIK. :Menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik sebagaimana tersebut dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2018 DIREKTUR JENDERAL LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2018 ‘TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH AGAMA KATOLIK BAB | KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: (1) Sekolah Menengah Agama Katolik yang selanjutnya disingkat SMAK, adalah satuan pendidikan formal berciri khas Katolik setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengintegrasikan mata pelajaran Pendidikan Keagamaan Katolik dan Mata Pelajaran Umum. (2) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (3) Penyelenggaraan pendidikan menengah agama Katolik adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan dan penguasaan pengetahuan, pendalaman iman, dan peningkatan keterampilan siswa tentang ajaran agama. (4) Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. (5) Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. (6) Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. (7) Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disingkat BSNP adalah badan mandiri dan independen yang __ bertugas mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional pendidikan, (8) Pendidik adalah tenaga yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, (9) Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. (10) Peminatan adalah suatu keputusan yang dilakukan peserta didik untuk memilih kelompok mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan kemampuan selama mengikuti pembelajaran di SMAK. (11) Kementerian adalah Kementerian Agama. (12) Menteri adalah Menteri Agama. (13) Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik. (14) Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi. (1) Kantor Kementerian Agama adalah Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. {16) Gereja adalah Gereja Katolik (17) Seminari adalah lembaga pendidikan dan pembinaan calon imam. (18) Kelas persiapan adalah tahapan atau jenjang pendidikan selama 1 (tahun) sebelum kelas X atau sesudah kelas XII untuk mempersiapkan pendidikan calon imam. (19) Asrama adalah wadah pembentukan karakter peserta didik. (20) Pembina asrama adalah petugas yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk mengelola asrama. Pasal 2 ‘Tujuan Pedoman Penyelenggaraan Sekolah Menengah Agama Katolik adalah: (1) memberikan informasi yang jelas dan benar kepada masyarakat Katolik tentang mekanisme, persyaratan, dan pembinaan Sekolah Menengah Agama Katolik. (2) memberikan kesempatan kepada masyarakat dan Gereja untuk memahami berbagai hal berkaitan dengan pendirian dan pembinaan Sekolah Menengah Agama Katolik. (3) memberi kesempatan seluas-luasnya kepada warga Gereja untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan penyelenggaraan pendidikan keagamaan Katolik dalam memahami nilai-nilai ajaran/teologi Katolik. Pasal 3 (1) Penyelenggaraan SMAK bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Katolik, dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dinamis, dan bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. (2) Penyelenggaraan SMAK berfungsi sebagai lembaga yang mempersiapkan peserta didik menjadi tenaga pastoral yang handal dan terampil serta menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai- nilai ajaran Agama Katolik serta penguasaan mata pelajaran/ilmu-ilmu umum pada Sekolah Menengah Atas. BAB II JENJANG DAN BENTUK Pasal 4 (1) SMAK berjenjang pendidikan menengah. (2) Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk SMAK umum dan SMAK Seminari. Pasal 5 (1) SMAK umum terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas yaitu kelas X (sepuluh), kelas XI (sebelas), dan kelas XII (dua belas). (2)SMAK Seminari terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas persiapan (KP), kelas X (sepuluh), kelas XI (sebelas), dan kelas XII (dua belas) BAB II PENDIRIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Pendirian SMAK dapat dilakukan baik oleh Pemerintah maupun oleh Masyarakat. Pasal 7 (1) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan oleh Menteri. (2) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh Masyarakat mendapat izin operasional dari DIRJEN BIMAS Katolik atas nama Menteri. (3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan berdasarkan kelayakan pendirian yang meliputi aspek kebutuhan masyarakat. Bagian Kedua Persyaratan Pasal 8 (1) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib memenuhi Standar Nasional Pendidikan. (2) Pendirian SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2), harus memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan kelayakan pendirian. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit meliputi: a. penyelenggara merupakan lembaga berbadan hukum; b. memiliki struktur organisasi, memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), dan pengurus; c. surat permohonan izin operasional kepada DIRJEN BIMAS Katolik; d. mendapat rekomendasi dari pimpinan Gereja lokal (Uskup); e, mendapat rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi setempat; f, mendapat rekomendasi dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota setempat; g. sertifikat tanah; h. memiliki kesanggupan untuk membiayai _penyclenggaraan pendidikan untuk jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) tahun. (4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi kesiapan pelaksanaan kurikulum, jumlah peserta didik, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, rencana pembiayaan pendidikan, proses pembelajaran, sistem evaluasi pembelajaran dan program pendidikan, serta organisasi dan manajemen SMAK. (5) Persyaratan kelayakan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi aspek: tata ruang, geografis, dan ekologis; prospek pendaftaran; sosial dan budaya; demografi anak usia sekolah dengan ketersediaan lembaga pendidikan formal. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan kelayakan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), ditetapkan oleh Direktur Jenderal, dalam bentuk petunjuk teknis. Re op Bagian Ketiga Penamaan SMAK Pasal 9 (1) Nama SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditulis nama satuan pendidikan diikuti dengan nama Kabupaten/Kota/Provinsi. Contoh: Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAKat) Negeri Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. (2) Dalam hal jumlah SMAK yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk setiap satuan pendidikan lebih dari satu SMAK, nama SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis dengan menambahkan nomor urut pendirian diikuti dengan nama Kabupaten /Kota/Provinsi. Pasal 10 (1) Nama SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat ditulis nama satuan pendidikan diikuti dengan nama (Santo/Santa Pelindung) yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan. (2) Di belakang nama yang ditetapkan olch penyclenggara_pendidikan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti nama Desa/Kelurahan, nama Kecamatan, dan nama Kabupaten/Kota/Provinsi. Contoh: SMAK St. Thomas Aquinas Bengkayang. (3) Penggunaan nama Santo/Santa Pelindung SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh sama dalam satu wilayah Kabupaten/Kota. BAB IV PESERTA DIDIK Pasal 11 (1) Peserta didik SMAK kelas X (sepuluh) wajib: a. lulus dan memiliki ijazah SMP, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), atau Program Paket B; b. memiliki Sertifikat Hasil Ujian Nasional (SHUN) SMP/SMPLB/Program paket B; dan c. berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu tahun) pada awal tahun pelajaran baru. (2) SMAK yang menerima siswa berkebutuhan khusus wajib menyediakan akses bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus. (3) Peserta didik SMAK adalah yang beragama Katolik. Pasal 12 (1) Penerimaan peserta didik pada SMAK dilakukan secara adil, objektif, transparan, dan akuntabel. (2) SMAK dapat menerima peserta didik pindahan dari SMAK lain, dan/atau dari Seminari. BABV KURIKULUM Pasal 13 (1) Setiap SMAK wajib melaksanakan kurikulum yang ditetapken oleh Pemerintah. (2) Kurikulum SMAK terdiri dari: a. muatan umum; b. muatan peminatan akademik. (3) Kurikulum muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari: Pendidikan Agama dan Budi Pekerti; Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; Bahasa Indones Bahasa Inggris; Matematika; Sejarah Indonesia Seni Budaya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Keschatan; Prakarya dan Kewirausahaan rpm me ao gp (4) Kurikulum muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat diorganisasikan dalam 1 (satu) atau lebih mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan program pendidikan. (5) Pendidikan Keagamaan Katolik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikembangkan menjadi 5 (lima) mata pelajaran, yaitu: Kitab Suci; Liturgi; Doktrin Gereja Katolik dan Moral Kristiani; Sejarah Gereja; e. Pastoral dan Katekese. (6) Kurikulum muatan peminatan akademik pada SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri dari: a. Keagamaan; b. Matematika dan ilmu alam; c. ilmu-ilmu sosial; d. ilmu bahasa dan budaya. (7) Muatan peminatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu Kitab Suci, Liturgi, Doktrin Gereja Katolik dan Moral Kristiani, dan Sejarah Gereja. (8) Muatan peminatan matematika dan ilmu alam sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu Matematika, Kimia, Fisika, dan Biologi. (9) Muatan peminatan ilmu-ilmu sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah. (10) Muatan peminatan ilmu bahasa dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d terdiri dari 4 (empat) mata pelajaran, yaitu Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Asing lainnya, dan Antropologi. (11) Muatan kurikulum SMAK Seminari kelas persiapan (KP) ditentukan oleh satuan pendidikan Seminari. (12) Mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (11), juga termasuk mata pelajaran vokasional/ketrampilan ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan persetujuan Gereja Katolik dan/atau Uskup. (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan muatan kurikulum SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bo oP BAB VI PEMBELAJARAN Pasal 14 (1) Masa pendidikan di SMAK adalah 3 Tahun, terdiri dari 3 (tiga) jenjang: Kelas X (sepuluh), Kelas XI (sebelas), dan Kelas Xi (dua belas). (2) Masa pendidikan di SMAK Seminari (Calon Imam) adalah 4 Tahun yang terdiri dari 4 (empat) jenjang: Kelas Persiapan, Kelas X (sepuluh), Kelas XI (sebelas), Kelas XII (duabelas). (3) Waktu belajar 1 (satu) tahun berlangsung antara 34 - 40 minggu yang dibagi dalam 2 (dua) semester. (4) Tahun pelajaran dimulai bulan Juli sampai bulan Juni. Semester pertama dihitung bulan Juli sampai dengan bulan Desember dan Semester kedua dimulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni. (5) Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan dalam satu jam pelajaran selama 45 menit. (6) Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, partisipatif, serta memberikan ruang yang cukup bagi arsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. (7) Rencana pembelajaran memuat perangkat pembelajaran yang meliputi Jadwal Pembelajaran (jadwal, agenda, dan jurnal pembelajaran), Kalender Pendidikan, Program Tahunan (Prota), Progam Semester (Promes), Pemetaan SK/KD, Penetapan KKM, Silabus, RPP, analisis hasil evaluasi, program remedial, program pengayaan, daftar hadir siswa dan daftar nilai siswa. BAB VIL TENAGA PENDIDIK Pasal 15 (1) Tenaga Pendidik SMAK harus memiliki kualifikasi umum, kualifikasi akademik, dan kompetensi sesuai dengan ketentuan’ peraturan perundang-undangan dan Ajaran Gereja Katolik; (2) Kualifikasi umum menurut Ajaran Gereja Katolik antara lain mampu mengorganisasi, sebagai pendidik karakter; (3) Untuk memenuhi kualifikasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga pendidik SMAK harus: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. beragama Katolik; c. berahklak mulia; dan d._ schat jasmani dan rohani. (4) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jenjang pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Kompetensi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), merupakan kompetensi tenaga pendidik yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, sosial, dan kepemimpinan. Pasal 16 (1) Tenaga Pendidik SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat oleh Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tenaga Pendidik SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat oleh penyelenggara/yayasan, (3) SMAK harus memiliki sekurang-kurangnya 6 (enam) orang guru tetap dengan latar belakang pendidikan sesuai mata pelajaran yang diberikan dengan kualifikasi persyaratan minimal sebagaimana aturan yang berlaku. (4) Rasio Tenaga Pendidik dibanding dengan siswa adalah 1:20. Pasal 17 (1) Tenaga Pendidik SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah sebagaimana dalam pasal 13 ayat (1) dapat diangkat sebagai Kepala SMAK dan tidak merangkap sebagai Pengawas SMAK. (2)Tenaga Pendidik SMAK yang diangkat sebagai Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi: memiliki kualifikasi akademik minimal S-1. usia setinggi-tingginya pada waktu pengangkatan adalah 56 tahun. memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun pada jenjang yang sama. 4. memiliki pangkat serendah-rendahnya IIl/c. (3) Tenaga Pendidik SMAK yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dapat diangkat menjadi Pengawas SMAK. (4) Ketentuan mengenai penugasan Tenaga Pendidik sebagai Kepala SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pengawas SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atas usulan dari Kepala Sekolah setelah dikoordinasikan dengan otoritas Gereja dan ditetapkan oleh Menteri. oP ° Pasal 18 Penyclenggara SMAK wajib menyediakan 1 (satu) orang Tenaga Pendidik untuk setiap mata pelajaran. Pasal 19 Tenaga Pendidik yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dapat ditugaskan pada SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat. BAB VIII TENAGA KEPENDIDIKAN Pasal 20 (1) Tenaga kependidikan pada SMAK terdiri atas: pimpinan SMAK; tenaga perpustakaan; tenaga laboratorium; tenaga administrasi; tenaga bimbingan dan konseling; dan eaoge f, tenaga layanan khusus (kebersihan, tukang kebun, pengemudi, pramubakti, penjaga sekolah). (2) Pimpinan SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas; a, Kepala SMAK; dan b, Wakil Kepala SMAK. (3) Tenaga Kependidikan layanan khusus pada SMAK berpendidikan minimal SMP dan beragama Katolik. (4) Selain tenaga kependidikan layanan khusus pada SMAK berpendidikan minimal S-1 dan beragama Katolik, (5) Selain tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SMAK yang memiliki asrama siswa dapat mengangkat tenaga pengelola asrama. (6) Khusus SMAK Seminari tenaga pengelola asrama diangkat oleh Otoritas Gereja setempat. (7) Wakil kepala SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 4 (empat) orang. (Bidang Kurikulum, Bidang Kesiswaan, Bidang Humas, dan Bidang Sarana Prasarana). (8) Dalam hal SMAK tidak memiliki tenaga bimbingan dan konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Kepala SMAK dapat menugaskan guru yang dianggap mampu dalam bidang bimbingan dan konseling. Pasal 21 (1) Tenaga Kependidikan kecuali Wakil Kepala Sekolah pada SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat oleh Menteri. (2)Dalam hal tidak tersedia tenaga kependidikan yang diangkat oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1}, kepala SMAK dapat mendayagunakan tenaga kependidikan tidak tetap. (3) Tenaga Kependidikan kecuali Wakil Kepala Sekolah pada SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat oleh penyelenggara SMAK. BAB IX SARANA DAN PRASARANA Pasal 22 (1) Setiap SMAK wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (2) Setiap SMAK wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang pimpinan, ruang belajar atau kelas, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (3) Setiap SMAK wajib memiliki asrama dengan kelengkapan antara lain ruang tidur, ruang makan, kamar mandi, jamban, ruang UKS, ruang Pembina, dapur, dan perabotnya. (4) Aturan yang lebih rinci mengenai standar sarana dan prasarana SMAK berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam lampiran sarana dan prasarana. BABX PENGELOLAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 23 (1) Pengelolaan pendidikan SMAK menerapkan manajemen_ berbasis sekolah yang dilaksanakan dengan prinsip keadilan, kemandirian, kemitraan, partisipasi, nirlaba, efisiensi, efektifitas, keterbukaan, dan akuntabilitas. (2) Pengelolaan SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Pemerintah. (3) Pengelolaan SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Yayasan/Badan Penyelenggara Berbadan Hukum. Pasal 24 Pembinaan pengelolaan SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan yang disclenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Menteri. Pasal 25 (1) Kepala SMAK adalah penanggungjawab pengelolaan pendidikan di SMAK. (2)Hal-hal yang khusus dalam pengelolaan SMAK Seminari diatur oleh Uskup setempat. Pasal 26 (1) Setiap SMAK dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran lebih rinci dari rencana kerja jangka menengah 4 (empat) tahun dan jangka panjang 8 (delapan) tahun. ‘ (2) Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangen, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur; b, Jadwal pelajaran per semester; Penugasan pendidik pada mata pelajaran dan kegiatan lainnya; . Rencana penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan; e. Pemilihan dan penetapan buku teks pelajaran yang digunakan untuk setiap mata pelajaran; f. Rencana penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran; g. Rencana pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal barang habis pakai; h, Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi paling sedikit jenis, durasi waktu, peserta, dan penyelenggara program; i Jadwal rapat dewan ‘Tenaga Pendidik, rapat konsultasi dengan orangtua/wali peserta didik, dan rapat dengan Komite SMAK, dan rapat-rapat lainnya; j. Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk masa kerja 1 (satu) tahun; dan k. Jadwal penyusunan laporan akuntabilitas keuangan dan laporan kinerja SMAK untuk satu tahun terakhir. (3) Rencana kerja SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui oleh rapat dewan Pendidik. (4) Komite SMAK dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan rencana kerja SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). ao Pasal 27 (1) Setiap SMAK wajib memiliki pedoman yang berisi tentang: a. visi, misi dan tujuan SMAK; b. struktur organisasi; c, data personil pendidik dan tenaga kependidikan; d. pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan; , struktur kurikulum; f, kalender pendidikan yang berisi seluruh program dan kegiatan SMAK selama 1 (satu) tahun pelajaran yang dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan; g. peraturan akademik; h. pedoman penilaian; i. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik; j. peraturan penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; kk. kode etik pendidik dan tenaga kependidikan serta kode etile peserta didik; 1. peraturan penggunaan biaya operasional; m. program pembinaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta peserta didik. (2} Administrasi SMAK mencakup: a. dokumen perencanaan jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4 tahun), dan jangka panjang (8 tahun); buku administrasi keuangan; buku administrasi ketenagaan; dokumen ketenagaan; noo dokumen peserta didik; administrasi peserta didil laporan bulanan sekolah; daftar inventaris sarana dan prasarana; laporan pertanggungjawaban keuangan setiap bulan; dokumen pembelajaran dan kurikulum. ro mo Bagian Kedua Komite SMAK Pasal 28 (1) Komite SMAK terdiri dari wakil orangtua peserta didik, tokoh agama/masyarakat, dan tokoh pendidikan. (2)Komite SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberikan pertimbangan dan masukan kepada pimpinan SMAK untuk meningkatkan mutu SMAK. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bagian Ketiga Musyawarah Kerja Kepala SMAK Pasal 29 (1) Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) merupakan forum Para Kepala SMAK yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik, yang bertujuan untuk mengembangkan mutu SMAK. (2) Apabila diperlukan, Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) dapat dibentuk pada tingkat Provinsi oleh Kepala Kantor Wilayah. (3) Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) mempunyai peran a. meningkatkan profesionalitas Kepala SMAK; b. mengkoordinasikan dan membangun kerja sama dalam rangka meningkatkan mutu SMAK. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Kerja Kepala SMAK (MKKS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bagian Keempat Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pasal 30 (1) Tenaga Pendidik SMAK dapat membentuk forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang bertujuan meningkatan profesionalitas tenaga pendidik; (2)MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk pada tingkat satuan pendidikan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan/atau Regio; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bagian Kelima Identitas SMAK Pasal 31 (i)Setiap SMAK yang diselenggarakan oleh Pemerintah _wajib mencantumkan logo sekolah dan logo Kementerian Agama pada papan nama sekolah. (2)Setiap SMAK yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib mencantumkan logo Badan Penyelenggara dan logo Kementerian Agama. (3) Logo Kementerian Agama wajib dicantumkan pada baju dan topi seragam peserta didik. Pasal 32 Setiap siswa SMAK wajib menggunakan seragam nasional, seragam Pramuka, seragam sekolah dan pakaian olah raga disesuaikan dengan kondisi setempat. BAB XI ASRAMA Pasal 33 Hakekat Asrama (1) Asrama_ merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari sekolah karena merupakan basis pengembangan pendidikan karakter. (2) DITJENBIMAS —Katolik — mewajibkan —penyelenggara += SMAK menyelenggarakan pendidikan berpola asrama. Pasal 34 Fungsi dan Tujuan (1) Asrama berfungsi sebagai wadah pembinaan karakter peserta didik. (2) Asrama bertujuan untuk: a. meningkatkan iman dan takwa peserta didik melalui berbagai kegiatan kerohanian. b. mengembangkan potensi, minat dan bakat peserta didik. : c. membantu peserta didik untuk menjadi pribadi yang mandiri, bertanggungjawab, disiplin, sosial, sederhana, peka, kreatif, kritis, jujur. d. menciptakan suasana kekelyargaan, keakraban dan kesederhanaan dan tata hidup yang teratur, serta suasana yang tenang untuk belajar, e, menunjang dan meningkatkan keberhasilan belajar. Pasal 35 Kurikulum Penyelenggara, pihak sekolah, dan pembina menyusun dan menetapkan kurikulum pembinaan peserta didik untuk jangka waktu 3 tahun. Pasal 36 Peraturan dan Tata Tertib Peraturan dan tata tertib asrama diatur oleh pihak sekolah dan pembina asrama dengan memperhatikan visi-misi sekolah. Pasal 37 Biaya (1) Seluruh pembiayaan asrama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh pembiayaan SMAK. (2)Pembiayaan asrama bersumber dari: penyelenggara, orang tua, pemerintah, dan sumber lain yang sah. Pasal 38 Pembina Asrama (1) Kualifikasi Pembina asrama antara lain: a. beragama Katolik; b. berakhlak mulia; c. sehat jasmani dan Rohani; d. berpendidikan minimal S-1 Pendidikan/Keagamaan. (2) Para pembina dan pengelola asrama diangkat oleh penyelenggara. (3) Khusus untuk asrama seminari diatur oleh Uskup setempat. (4) Rasio maksimal pembina asrama dengan peserta didik adalah 1:50. Pasal 39 Sarana dan Prasarana Asrama Asrama memiliki kelengkapan antara lain ruang tidur, ruang makan, kamar mandi, jamban, ruang UKS, ruang Pembina, dapur, perabotnya, serta perlengkapan lain yang menunjang. BAB XII AKREDITASI SMAK Pasal 40 (1) Akreditasi. SMAK dilakukan oleh Badan Akreditasi_ Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). (2) Akreditasi SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap setiap satuan pendidikan yang telah meluluskan peserta didik. (3) Pemerintah dan Penyelenggara Pendidikan SMAK melakukan persiapan akreditasi dan menindaklanjuti hasil akreditasi untuk meningkatkan mutu SMAK secara berkelanjutan. (4)Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi SMAK, ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB XIII PENILAIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 41 Penilaian pendidikan SMAK terdiri atas: a. penilaian hasil belajar oleh pendidik; b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Bagiari Kedua Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik Pasal 42 (1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester (PAS), dan ulangan kenaikan kelas. (2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk: a, menilai pencapaian kompetensi peserta didik; b. bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan c. memperbaiki proses pembelajaran. (3) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran Pendidikan Keagamaan Katolik dan pelajaran kewarganegaraan, dilakukan melalui: a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta D. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. (4) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan atau bentuk Jain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai untuk menilai perkembangan kognitif dan psikomotorik peserta didi. (6) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai untuk menilai perkembangan ekspresi, kreasi, apresiasi, dan/atau afeksi peserta didik. (6) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan b.Ulangan dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Bagian Ketiga Penilaian Hasil Belajar Oleh SMAK Pasal 43 (1) Penilaian hasil belajar oleh’ SMAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran pada tengah semester, akhir semester, dan akhir satuan pendidikan. (2) Penilaian hasil belajar oleh SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran pendidikan keagamaan Katolik, kelompok mata _ pelajaran kewarganegaraan dan pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan berfungsi untuk: a.laporan kemajuan dan hasil belajar peserta didik per semester kepada orangtua peserta didik. b. pertimbangan kenaikan kelas peserta didik; dan/atau c. penilaian akhir untuk penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. (3) Penilaian akhir scbagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. (4) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui utangan tengah/akhir semester dan ujian SMAK. (5) Untuk dapat mengikuti ujian SMAK, peserta didik harus tuntas dalam semua mata pelajaran. (6) Ketentuan mengenai penilaian tengah/akhir semester, penilaian akhir, dan ujian SMAK ditetapkan oleh satuan pendidikan Bagian Keempat Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah Pasal 44 (1) Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan peserta didik secara nasional pada mata pelajaran tertentu dan dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN dan USBN). (2) Ujian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. (3) Ujian Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 45 (1) Kementerian Agama c.q. Direktorat Jenderal Bimas Katolik melakukan penilaian hasil belajar secara nasional untuk mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran Pendidikan Keagamaan Katolik. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar secara nasional untuk mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran Pendidikan Keagamaan Katolik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bagian Kelima Ijazah dan SHUN Pasal 46 Peserta didik SMAK yang telah menyelesaikan proses pendidikan di SMAK dan telah dinyatakan lulus ujian diberikan ijazah dan SHUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 47 (1) Blanko ijazah SMAK disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bimas Katolik. (2) Sertifikat Hasil Ujian SMAK Berstandar Nasional disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bimas Katolik. (3) Pengisian ijazah SMAK dilakukan oleh satuan pendidikan. (4) jazah dan SHUN yang telah diisi dan ditandatangani oleh Kepala SMAK, selanjutnya ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik dan dilegalisir oleh kepala SMAK. (5) Apabila Ijazah dan SHUN yang asli hilang atau musnah, penerbitan surat keterangan pengganti yang setara dengan ijazah SMAK dilakukan oleh Kepala SMAK yang bersangkutan dan disahkan oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik. (6) Apabila SMAK yang tidak beroperasi atau ditutup, penerbitan surat keterangan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian SMAK Berstandar Nasional ditetapkan dalam petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB XIV PEMBIAYAAN Pasal 48 (1) Pembiayaan SMAK bersumber dari: a. pemerintah; b. pemerintah daerah; c. penyelenggara SMAK; d. masyarakat; atau . sumber lain yang sah. (2) Pembiayaan SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. biaya investasi; b. biaya operasional; dan c. biaya personal. (3) Biaya investasi SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan modal kerja tetap. (4) Biaya operasional SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meiiputi a.biaya operasional langsung yaitu gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; b. bahan dan/atau peralatan pendidikan habis pakai; c. biaya operasional tidak langsung berupa daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, transportasi, lembur, konsumsi, pajak, asuransi, dan biaya operasional pendidikan tak langsung lainnya. (5) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. (6)Setiap SMAK berhak menerima bantuan biaya operasional dari Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bantuan biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB XV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 49 (1) SMAK wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) Untuk menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dan mutu SMAK, Dircktorat Jenderal Bimas Katolik, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kepala Bidang Pendidikan Katolik/Kepala Bidang Bimas Katolik/Pembimas Katolik pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota ¢.q Kepala Seksi Bimas/Kepala Seksi Pendidikan/ Penyelenggara Pendidikan Katolik berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap SMAK. (3) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ditjen Bimas Katolik mengangkat pengawas SMAK. Apabila pengawas SMAK belum terpenuhi, maka Pengawas Pendidikan Agama Katolik (PAK) dan pengawas mata pelajaran SMA pada Dinas Pendidikan dapat dikoordinasikan sebagai Pengawas SMAK. (4) Supervisi SMAK dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dilakukan oleh DITJENBIMAS Katolik yang meliputi: pembelajaran dan kurikulum; administrasi dan manajemen sekolah; sarana dan prasarana; ketenagaan; pembiayaan; peserta didik; . peran serta masyarakat; (5) DITJENBIMAS Katolik dan pihak-pihak yang disebut pada ayat (2), melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan SMAK dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. (6) Evaluasi kinerja lembaga SMAK dilakukan oleh DITJENBIMAS dan Badan Penyelenggara SMAK sebagai bentuk akuntabilitas pembinaan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (7)Pembinaan dalam rangka persiapan akreditasi dilakukan dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Badan Akreditasi Nasional. Reo pogeE BAB XVI PENGEMBANGAN Pasal 50 (1) DITJENBIMAS Katolil menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMAK unggulan di setiap provinsi. (2) DITJENBIMAS Katolik menyusun peta pengembangan muta SMAK secara terencana, berjenjang, bertahap, dan berkelanjutan berdasarkan hasil akreditasi SMAK dan ujian nasional, serta kriteria lainnya. (3) Peta pengembangan mutu SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan untuk menyusun rencana strategis dan rencana tahunan pengembangan mutu SMAK secara nasional. : (4) DITJENBIMAS Katolik bekerjasama dengan Kemendikbud dan instansi lainnya, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dalam pengembangan mutu SMAK. ; (5) Pengembangan SMAK merujuk kepada 8 (delapan) standar nasional (6) Ketentuan lebih lanjut tentang’ pengembangan SMAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB XVI PELAPORAN Pasal 51 (1) SMAK wajib menyampaikan laporan secara berkala (awal tahun pelajaran, bulanan, triwulan, semesteran, dan akhir tahun pelajaran) tentang manajemen sekolah dan pengelolaan anggaran kepada Yayasan/Penyelenggara dan tembusannya disampaikan kepada Uskup, Dirjen Bimas Katolik, Kepala Bidang/Pembimas Katolik dan Kepala Dinas Pendidikan setempat. (2) Materi laporan meliputi: pembelajaran dan kurikulum; administrasi dan manajemen sekolah; sarana dan prasarana; admisi dan redmisi peserta didik; rekrutmen peserta di ketenagaan; keuangan; dan . masalah yang dihadapi, solusi dan saran. (2) Format/instrumen laporan ditetapkan Direktur Jenderal Bimas Katolik. PRO ROSE BAB XVIII SANKSI Pasal 52 (1) DITJENBIMAS Katolik _ sesuai_ dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi administrasi berupa: a. peringatan; b. pembatalan pemberian bantuan pendidikan; c, pembekuan SMAK; d. penutupan SMAK. (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 53 Pada saat Keputusan Dirjen ini mulai berlaku, maka Keputusan Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama RI Nomor: DJ.IV/Hk.00.5/29 A/2013, tanggal 31 Januari 2013, tentang Pedoman Pendirian dan Pembinaan Sekolah Menengah Agama Katolik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Keputusan Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DIREKTUR JENDERAL BINSASI

Anda mungkin juga menyukai