Anda di halaman 1dari 16

Kongregasi untuk Doktrin Iman (CDF)

Deklarasi

DOMINUS IESUS
tentang Keunikan dan Keselamatan bagi semua umat
manusia dalam Yesus Kristus dan Gereja Katolik
Pendahuluan
1. Tuhan Yesus sebelum kenaikan-Nya ke surga memerintahkan para murid-Nya untuk
mewartakan Injil ke seluruh dunia dan untuk membaptis semua bangsa: Pergilah ke seluruh
dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan
diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum; (Mk 16:15-16); Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada
akhir zaman. (lih. Mk 16:15-16, Mat 28:18-20,Lk 24:46-48; Yoh 17:18,20,21; Kis 1:18).
Maka misi Gereja ke semua bangsa lahir dari perintah Yesus Kristus dan digenapi di
sepanjang abad dalam pewartaan misteri Allah: Bapa, Putera dan Roh Kudus dan misteri
Inkarnasi (penjelmaan) Allah Putera menjadi manusia sebagai kejadian yang menyelamatkan
bagi semua umat manusia. Maka pernyataan iman Kristiani secara mendasar diekspresikan
seperti dalam Credo Aku percaya: Aku percaya akan Allah, Bapa yang Maha kuasa,
Pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan. Aku percaya
akan satu Tuhan, Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala
abad. Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan bukan
dijadikan, sehakekat dengan Bapa, segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari sorga
untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita. Dan Ia menjadi daging oleh kuasa Roh
Kudus dari Perawan Maria dan menjadi manusia. Iapun disalibkan untuk kita waktu Pontius
Pilatus. Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab
Suci. Ia naik ke sorga, duduk di sisi kanan Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili
orang yang hidup dan yang mati; Kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh
Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa. Yang serta Bapa dan Putera,
disembah dan dimuliakan Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan
Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan akan
penghapusan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati, dan hidup di akhirat. Amin.[1]
2. Di sepanjang abad, Gereja telah mewartakan dan memberi kesaksian tentang Injil Kristus
dengan setia. Namun demikian, menjelang penutupan milineum kedua, misi ini masih jauh
dari selesai.[2] Maka ajaran Rasul Paulus menjadi makin relevan, Karena jika aku
memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah
keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. (1 Kor 9:16). Ini
menjelaskan perhatian khusus Magisterium untuk memberikan alasan-alasan dan dukungan
kepada misi evangelisasi Gereja, terutama dalam kaitannya dengan berbagai tradisi religius di
dunia.[3]
Dalam mempertimbangkan nilai-nilai dari berbagai agama ini, maka Konsili Vatikan II
mengajarkan: Gereja Katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba
benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan
hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa

yang diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran,
yang menerangi semua orang.[4]. Melanjutkan pemikiran ini, pewartaan Gereja tentang
Kristus sebagai jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6) dewasa ini juga menggunakan
dialog antar agama. Dialog ini tidak menggantikan tetapi menyertai misi kepada seluruh
bangsa (misio ad gentes), yang terarah kepada misteri kesatuan, di mana semua orang yang
diselamatkan sesungguhnya mengambil bagian di dalam misteri yang sama, yaitu misteri
keselamatan di dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus.[5] Dialog antar agama, yang
merupakan bagian dari misi evangelisasi Gereja[6], mensyaratkan sikap pemahaman dan
hubungan pengetahuan timbal balik dan saling memperkaya, di dalam ketaatan terhadap
kebenaran dan dengan penghormatan akan kehendak bebas.[7]
3. Dalam praktek dialog antara iman Kristiani dan tradisi-tradisi religius lainnya, bersamaan
dengan pencarian akan pemahaman dasar teoretis dengan lebih mendalam, pertanyaanpertanyaan baru muncul, yang perlu dibahas melalui mengikuti jalur-jalur penyelidikan,
pengajuan usulan/proposal dan penawaran cara-cara bertindak yang membutuhkan
pertimbangan/ discerment yang penuh perhatian. Karena itu, Deklarasi ini mengingatkan
kepada para Uskup, teolog dan semua umat beriman untuk mengingat hal-hal yang penting
dalam doktrin Kristiani, yang dapat membantu permenungan demi tercapainya solusi yang
konsisten dengan makna iman dan responsif terhadap kebutuhan masa kini.
Bahasa penerangan dari deklarasi ini sesuai dengan maksudnya, yang tidak menjabarkan
secara sistematik masalah keunikan dan keselamatan bagi semua manusia dari misteri Yesus
Kristus dan Gereja, ataupun mengusulkan solusi- solusi yang dapat diperdebatkan dengan
bebas, melainkan sekali lagi menjabarkan ajaran Gereja Katolik tentang hal ini, sambil
menunjukkan masalah mendasar yang tetap terbuka terhadap pengembangan lebih lanjut dan
menolak pendapat-pendapat yang salah dan kabur/ ambigu. Untuk alasan ini, Deklarasi
mengambil sumber dari apa yang sudah diajarkan di dalam dokumen-dokumen Magisterium
sebelumnya, dalam rangka mengulangi kebenaran-kebenaran tertentu yang merupakan bagian
dari iman Gereja.
4. Dewasa ini, pewartaan misionaris Gereja yang tetap berlangsung diancam oleh teori-teori
yang mencari pembenaran terhadap pluralisme agama, tidak hanya secara de facto, tetapi de
iure (secara prinsip). Akibatnya, terdapat kebenaran- kebenaran tertentu yang dianggap kuno,
contohnya: kepenuhan dan kelengkapan wahyu Yesus Kristus, kodrat/ ciri iman Kristiani
dibandingkan dengan agama lain; ciri ilahi kitab-kitab dalam Alkitab; kemanunggalan Pribadi
antara Sabda Ilahi dan Yesus dari Nazareth, keunikan dan keselamatan bagi semua umat
manusia dalam Yesus Kristus, perantaraan Gereja yang universal dalam keselamatan,
kesatuan yang tak terpisahkan namun juga menyadari perbedaannya- antara Kerajaan Allah,
Kerajaan Kristus dan Gereja, keberadaan dari satu Gereja Kristus dalam Gereja Katolik.
Akar- akar dari permasalahan ini adalah anggapan- anggapan baik dari segi filosofi maupun
teologi yang menghalangi pemahaman dan penerimaan akan kebenaran yang diwahyukan.
Beberapa anggapan ini dapat disebutkan sebagai berikut: keyakinan bahwa kebenaran ilahi
tidak dapat ditangkap dan diekspresikan, bahkan oleh wahyu Kristiani; sikap- sikap
relativisme terhadap kebenaran itu sendiri (kebenaran dipandang sebagai hal yang relatif):
yang benar bagi saya belum tentu benar bagi orang lain; pertentangan radikal yang
ditempatkan antara mentalitas logika dari dunia Barat dengan mentalitas simbolik dari dunia
Timur; subyektivisme yang, dengan menempatkan akal sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan, menjadi tidak mampu untuk menaikkan pandangan ke arah ketinggian, tak
berani untuk bangkit menuju kebenaran tentang hakekat sesuatu;[8] kesulitan memahami
dan menerima kehadiran kejadian-kejadian definitif yang bernilai eskatologi [berhubungan
dengan akhir jaman] di dalam sejarah, pengosongan Inkarnasi Sabda Ilahi di dalam sejarah
dikurangi menjadi hanya penampakan Tuhan di dalam sejarah manusia; eklektisme dari

mereka yang di dalam penyelidikan teologis, menyerap ide-ide secara tidak kritis, dari
berbagai konteks filosofi dan teologi tanpa memperhitungkan konsistensi, hubungan
sistematis atau kesesuaian dengan kebenaran Kristiani; dan akhirnya, kecenderungan untuk
membaca dan meng-interpretasikan Kitab Suci di luar Tradisi dan Magisterium Gereja.
Dengan dasar anggapan-anggapan di atas, yang dapat menunjukkan nuansa-nuansa yang
berbeda, usulan-usulan teologis tertentu dikembangkan- di banyak kesempatan dihadirkan
sebagai pernyataan, dan di kesempatan yang lain sebagai hipotesa- di mana wahyu Kristiani
dan misteri Yesus Kristus dan Gereja kehilangan karakter dalam hal kebenaran absolut dan
hal keselamatan yang bersifat universal (bagi semua orang), atau sedikitnya bayanganbayangan keraguan dan ketidakpastian ditujukan pada mereka.

I. Kepenuhan dan kelengkapan wahyu Yesus Kristus


5. Sebagai obat dari sikap relativisme ini, yang sekarang menjadi lebih umum, adalah penting
di atas segalanya untuk menyatakan kembali karakter definitif dan lengkap dari wahyu Yesus
Kristus. Sesungguhnya, harus diimani dengan teguh bahwa di dalam misteri Yesus Kristus,
yang adalah jalan kebenaran dan hidup (Yoh 14:6), kepenuhan wahyu kebenaran ilahi
diberikan: tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal
Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya. (Mat
11:27), Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada
di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya. (Yoh 1:18), Sebab dalam Dialah berdiam
secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan. Dialah kepala semua pemerintah dan
penguasa. (Kol 2:9-10)
Setia dengan sabda Tuhan ini, Konsili Vatikan II mengajarkan: Tetapi melalui wahyu itu
kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang Allah dan keselamatan manusia nampak bagi kita
dalam Kristus, yang sekaligus menandai pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu.[9] Lebih
lanjut, Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai manusia kepada
manusia, menyampaikan sabda Allah (Yoh 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan,
yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5:36 ; Yoh 17:4). Barang siapa melihat Dia,
melihat Bapa juga (lih. Yoh 14:9). Karena alasan ini, Yesus menyempurnakan wahyu dengan
menggenapinya melalui seluruh pekerjaan-Nya untuk membuat Diri-Nya hadir dan nyata:
melalui sabda-Nya maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat-Nya,
namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, dan
akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, Ia memenuhi dan menyempurnakan wahyu dan
meneguhkannya dengan kesaksian ilahi, .. Adapun tata keselamatan Kristiani, sebagai
perjanjian baru dan definitif, tidak pernah akan lampau; dan sama sekali tidak boleh
dinantikan lagi wahyu umum yang baru, sebelum Tuhan kita Yesus Kristus menampakkan
Diri dalam kemuliaan-Nya (lih. 1Tim 6:14 dan Tit 2:13).[10]
Karena itu, ensiklik Redemptoris missio juga memanggil Gereja sekali lagi untuk tugas
menyatakan Injil sebagai kepenuhan kebenaran. Di dalam penjelmaannya, Sang Sabda telah
menyatakan Diri-Nya dengan cara yang paling penuh. Ia telah menyatakan kepada manusia
siapa Diri-Nya. Pewahyuan Diri Allah secara definitif ini adalah alasan dasar mengapa Gereja
bersifat misionaris. Ia tidak dapat melakukan yang lain daripada mewartakan Injil, yaitu
kepenuhan kebenaran, di mana Tuhan memampukan kita untuk mengenal Diri-Nya
sendiri.[11] Oleh karena itu, hanya wahyu Yesus Kristus inilah yang memperkenalkan
sebuah kebenaran universal (yang berlaku untuk semua orang) dan kebenaran tertinggi yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan pemikiran manusia yang tiada henti.[12]
6. Maka teori yang mengatakan bahwa karakter wahyu Yesus Kristus itu terbatas, tidak
lengkap atau tidak sempurna, yang akan dilengkapi oleh agama lain, adalah bertentangan
dengan iman Gereja. Pandangan semacam ini berdasarkan atas pendapat bahwa kebenaran

Tuhan tidak dapat ditangkap dan diwujudkan secara menyeluruh dan lengkap oleh agama
manapun, tidak juga oleh agama Kristiani ataupun oleh Yesus Kristus.
Pandangan ini sangat bertentangan dengan pernyataan-pernyataan iman Katolik yang sesuai
dengannya wahyu yang menyeluruh dan lengkap tentang misteri keselamatan Tuhan
diberikan di dalam nama Yesus Kristus. Oleh karena itu, perkataan-perkataan, perbuatanperbuatan dan seluruh kehidupan Yesus, walaupun terbatas dalam realitas manusia, namun
mempunyai pribadi Ilahi (Sabda yang menjelma), sungguh Allah dan sungguh manusia[13]
sebagai pelakunya. Untuk alasan ini, semua hal tersebut merupakan pernyataan definitif dan
kelengkapan wahyu keselamatan Tuhan, meskipun kedalaman misterinya tetaplah merupakan
sesuatu yang melampaui segala akal dan tak terselami. Kebenaran tentang Tuhan tidak
dihapuskan atau dikurangi karena hal itu diucapkan di dalam bahasa manusia; melainkan, hal
itu adalah unik, penuh dan lengkap, sebab Ia yang mengatakannya dan melakukannya adalah
Allah Putera yang menjelma. Oleh karena itu, iman mensyaratkan kita untuk menyatakan
bahwa Sabda yang menjelma menjadi manusia, di dalam keseluruhan misteri-Nya, dari
penjelmaanNya sampai kemuliaan-Nya, adalah sumber dan juga penggenapan setiap
wahyu keselamatan Tuhan bagi manusia,[14] dan Roh Kudus, yang adalah Roh Kristus akan
mengajarkan kepenuhan kebenaran (Yoh 16:13) kepada para Rasul dan melalui mereka
kepada seluruh Gereja.
7. Maka tanggapan yang layak terhadap wahyu Tuhan adalah ketaatan iman (Rom 16:26;
lih. Rom 1:5: Kor 2 10: 5-6), di mana manusia menyerahkan keseluruhan dirinya kepada
Tuhan, mempersembahkan kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada
Allah yang mewahyukan.[15] Iman adalah karunia rahmat: untuk beriman, rahmat Tuhan
harus ada terlebih dahulu dan memberikan bantuan; juga harus ada bantuan rohani dari Roh
Kudus yang mendorong hati dan membalikkannya kepada Tuhan, yang membuka mata
pikiran dan memberikan kepada setiap orang suka cita dan kemudahan untuk percaya kepada
kebenaran .[16]
Ketaatan iman maksudnya adalah penerimaan kebenaran tentang wahyu Kristus, yang
dijamin oleh Tuhan yang adalah Kebenaran itu sendiri:[17] Iman adalah pertama-tama,
melekatnya seseorang kepada Tuhan.[18] Pada saat yang sama dan tak terpisahkan, iman
adalah dengan kehendak bebas tunduk pada seluruh kebenaran yang diwahyukan kepada
Tuhan.[19] Oleh karena itu, iman sebagai sebuah karunia Tuhan dan sebuah kebajikan
ilahi yang diberikan oleh Tuhan,[20] melibatkan perlekatan terhadap kedua hal: kepada
Tuhan yang mewahyukan dan kepada kebenaran yang diwahyukan oleh-Nya, karena percaya
kepada Ia yang menyatakannya. Maka, kita harus percaya kepada hanya satu Tuhan: Bapa,
Putera dan Roh Kudus.[21]
Karena alasan ini, perbedaan antara iman teologis dan kepercayaan dari agama-agama lain
harus dipegang dengan teguh. Kalau iman adalah penerimaan kebenaran yang diwahyukan
oleh kasih karunia, yang memungkinkan kita untuk meresapkan misteri tersebut dengan cara
yang membuat kita dapat memahaminya secara koheren[22], dengan kepercayaan pada
agama- agama lain, yang merupakan perbendaharaan manusia tentang kebijaksanaan dan
cita-cita religius, yang dipikirkan oleh manusia dalam pencariannya akan kebenaran dan yang
dilakukan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, Sang Absolut.[23]
Perbedaan ini [antara iman teologis dan kepercayaan agama- agama lain] tidak selalu ada di
dalam permenungan teologis dewasa ini. Karena itu, iman teologis (penerimaan kebenaran
yang diwahyukan oleh Allah yang Satu dan Tritunggal) seringkali diartikan sama dengan
kepercayaan di dalam agama-agama lain, di mana pengalaman religius masih di dalam tahap
pencarian terhadap kebenaran absolut dan masih kurang dalam kepatuhan terhadap Tuhan

yang mewahyukan Diri-Nya. Ini adalah salah satu alasan mengapa perbedaan antara
Kristianitas dan agama- agama lain kerap kali cenderung untuk ditiadakan.
8. Hipotesa tentang nilai ilahi dari tulisan-tulisan suci di agama- agama lain juga
dikemukakan. Tentunya, harus diakui bahwa terdapat elemen-elemen di dalam tulisan-tulisan
ini yang merupakan alat-alat nyata/ de facto yang oleh mereka [tulisan-tulisan itu] orangorang sepanjang abad telah dan sampai sekarang masih dapat memelihara dan menjaga
hubungan yang hidup dengan Tuhan. Maka, seperti diketahui di atas, Konsili Vatikan II,
mengajarkan bahwa meskipun berbeda dengan ajaran Gereja, tulisan-tulisan ini
memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang.[24]
Namun demikian, tradisi Gereja mempertahankan penetapan teks- teks yang diinspirasikan
kepada kitab-kitab kanonik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sebab keduanya ini
diinspirasikan oleh Roh Kudus.[25] Konsili Vatikan II menyatakan, Bunda Gereja yang
kudus, berdasarkan iman para Rasul, memandang Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru
secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan
kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh Kudus (lih. Yoh 20:31 ; 2Tim 3:16 ; 2Ptr 1:19-21 ;
2Ptr 3:15-16), dan mempunyai Allah sebagai pengarangnya, serta dalam keadaannya
demikian itu diserahkan kepada Gereja.[26]. Kitab-kitab ini degan jelas dan setia, tanpa
kesalahan, mengajarkan kebenaran yang ingin disampaikan oleh Tuhan demi keselamatan
kita melalui Kitab Suci.[27]
Namun demikian, Tuhan yang ingin memanggil semua bangsa kepada-Nya di dalam Kristus
dan untuk menyampaikan kepada mereka kepenuhan wahyu dan kasih-Nya, tidak gagal
dalam membuat Diri-Nya hadir di dalam banyak cara, tidak hanya pada orang-per orang,
tetapi pada keseluruhan bangsa melalui kekayaan spiritual mereka, yang menjadi agamaagama mereka, meskipun ketika di dalamnya terkandung hal-hal yang tak menyambung
(gaps), kurang lengkap dan keliru.[28] Oleh karena itu, kitab-kitab suci agama-agama lain
yang secara nyata membimbing dan memelihara keberadaan para pengikutnya, menerima
elemen-elemen kebaikan dan rahmat, dari misteri Kristus.

II. Sang Sabda yang menjelma dan Roh Kudus di dalam karya Keselamatan
9. Di dalam permenungan teologis kontemporer kadang timbul sebuah pendekatan tentang
Yesus dari Nazareth yang menganggap-Nya hanyalah seseorang figur yang khusus, terbatas,
tokoh historis yang menyatakan keilahian, namun tidak dengan cara yang eksklusif, tetapi
dengan cara yang saling melengkapi dengan tokoh-tokoh penyelamat yang lain. [Pendapat ini
mengatakan bahwa] Tuhan yang Tidak terbatas dan Absolut menyatakan diri-Nya kepada
manusia dalam banyak cara dan di dalam banyak tokoh historis: Yesus dari Nazareth hanya
salah satu dari tokoh-tokoh ini. Lebih konkretnya, bagi beberapa orang, Yesus hanyalah salah
satu dari banyak wajah yang diambil oleh Sang Sabda di sepanjang waktu untuk
menyampaikan kepada manusia jalan keselamatan.
Selanjutnya, untuk membenarkan ke-universal-an keselamatan Kristiani [keselamatan bagi
semua orang] dan pluralisme religius, diusulkan bahwa terdapat pembagian Sabda ilahi yang
sah, juga di luar Gereja dan tidak berhubungan dengannya, sebagai tambahan dari pengaturan
tentang Inkarnasi Sang Sabda. Hal yang pertama sifatnya lebih universal daripada yang
kedua, yang terbatas hanya pada umat Kristen, walaupun kehadiran Tuhan lebih penuh di
dalam hal yang kedua.
10. Pandangan- pandangan ini sangat bertentangan dengan iman Kristiani. Ajaran iman harus
diimani dengan teguh yang mewartakan bahwa Yesus dari Nazareth, Putera Maria, dan Ia
sendirianlah yang adalah Putera Allah. Sang Sabda, yang pada mulanya bersama-sama
dengan Allah (Yoh 1:2) adalah Ia yang menjelma menjadi daging (Yoh 1:14). Di dalam

Yesus, Kristus, Putera Allah yang hidup (Mat 16:16), dalam Dialah berdiam secara
jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan (Kol 2:9). Ia adalah Anak Tunggal Allah, yang
ada di pangkuan Bapa (Yoh 1:18). Ia adalah Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita
memiliki penebusan kita Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,
dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi,
maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. (Kol
1:13-14; 19-20)
Setia dengan Kitab Suci dan menolak ajaran yang salah, dan interpretasi-interpretasi yang
dikurangi, maka Konsili pertama di Nicea mendefinisikan iman ini di dalam: Tuhan Yesus
Kristus, Putera Allah yang Tunggal. Ia lahir dari Bapa yaitu, dari hakekat Allah Bapa, Allah
dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan, bukan dijadikan,
sehakekat dengan Bapa, segala sesuatu dijadikan oleh-Nya, yang di surga dan di bumi. Untuk
kita manusia dan untuk keselamatan kita, Ia turun dan menjelma menjadi manusia, sengsara,
dan bangkit lagi pada hari ketiga. Ia naik ke surga dan akan kembali mengadili yang hidup
dan yang mati.[29]. Mengikuti ajaran para Bapa Gereja, Konsili Chalcedon mengajarkan,
Putera yang satu dan sama, Tuhan kita Yesus Kristus, yang sama sempurna di dalam
keilahian dan sempurna di dalam kemanusiaan, yang sama, sungguh-sungguh Tuhan dan
sungguh manusia .., satu sehakekat dengan Bapa menurut keilahian-Nya dan satu
sehakekat dengan kita menurut kemanusiaan-Nya, berasal dari Bapa sebelum segala abad
menurut keilahian-Nya, dan di hari-hari akhir ini, demi kita dan keselamatan kita, Putera dari
Maria, Perawan Bunda Allah, menurut kemanusiaan-Nya.[30]
Untuk alasan ini, Konsili Vatikan II menyatakan bahwa Kristus, Adam yang baru
gambaran dari Allah yang tidak kelihatan (Kol 1:15) adalah seorang manusia yang
sempurna yang menampakkan keserupaan dengan Tuhan di dalam keturunan Adam yang
telah cacat/ disfigured sejak adanya dosa yang pertama Seperti seekor domba yang tak
bersalah Ia memperoleh bagi kita kehidupan dengan darah-Nya yang dicurahkannya dengan
rela. Di dalam Dia, Tuhan mendamaikan kita dengan Diri-Nya dan antara kita satu sama lain,
membebaskan kita dari belenggu Iblis dan dosa, sehingga setiap kita dapat berkata dengan
Rasul Paulus: Putera Allah mengasihi aku dan menyerahkan Diri-Nya untuk aku (Gal
2:20).[31]
Tentang ini Yohanes Paulus II telah secara eksplisit menyatakan, Untuk memperkenalkan
suatu bentuk pemisahan antara Sang Sabda dan Yesus Kristus adalah bertentangan dengan
iman Kristiani . Yesus adalah Sabda yang menjelma- Seorang yang sama dan tak dapat
dibagi. Kristus tidak lain adalah Yesus dari Nazareth; Ia adalah Sabda Allah yang menjadi
manusia demi keselamatan semua orang Di dalam proses penemuan dan penghargaan
karunia-karunia yang berlimpah -terutama harta kekayaan rohani- yang dicurahkan oleh
Tuhan kepada setiap bangsa, kita tidak dapat memisahkan karunia-karunia itu dari Yesus
Kristus, yang ada di pusat rencana keselamatan Tuhan.[32]
Juga bertolakbelakang dengan iman Katolik, pemisahan antara tindakan penyelamatan dari
Sang Sabda tersebut dan tindakan Sang Sabda yang menjadi manusia. Dengan inkarnasi,
semua tindakan penyelamatan dari Sabda Allah selalu dilakukan di dalam kesatuan dengan
kodrat manusia yang dikenakan-Nya demi keselamatan semua orang. Satu Subyek pelaku
yang bekerja dalam dua kodrat, manusia dan ilahi, adalah seorang Pribadi dari Sang Sabda.
[33]
Oleh karena itu, teori yang menganggap, setelah Inkarnasi, sebuah tindakan penyelamatan
dari Sang Sabda sedemikian seperti di dalam keilahian-Nya, dilakukan sebagai tambahan
atau melampaui kemanusiaan Kristus, adalah tidak sejalan dengan iman Katolik.[34]

11. Serupa dengan itu, ajaran iman tentang keunikan pengaturan rahmat keselamatan yang
diinginkan oleh Allah Trinitas harus diimani dengan teguh, di mana sumber dan pusatnya
adalah misteri dan Inkarnasi Sang Sabda, Pengantara rahmat ilahi pada saat Penciptaan dan
Penyelamatan (lih. Kol 1:15-20), Ia yang merangkum semua (lih. Ef 1:10), Ia yang oleh
Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita
(1 Kor 1:30). Kenyataannya, misteri Kristus mempunyai kesatuan yang hakiki, yang
membentang dari pilihan Tuhan yang ilahi sampai paraousia [kedatangan Kristus yang
kedua]: Sebab di dalam Dia [Kristus] Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan,
supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya (Ef 1:4); Di dalam Kristus, kami
mendapat bagian yang dijanjikankami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian
itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan
kehendak-Nya (Ef 1:11); Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga
ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia,
Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka
itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakanNya. (Rom 8:29-30)
Magisterium Gereja, setia dengan wahyu ilahi, menyatakan kembali bahwa Yesus Kristus
adalah Sang Pengantara dan Penebus umat manusia: Sebab Sabda Allah sendiri karenaNya segala sesuatu dijadikan telah menjadi daging, supaya Ia sebagai manusia yang
sempurna menyelamatkan semua orang dan merangkum segalanya dalam Dirinya. Tuhanlah
yang ditetapkan Bapa menjadi hakim bagi mereka yang hidup maupun yang mati.[35]
Pengantaraan keselamatan ini termasuk juga keunikan dari korban Kristus yang
menyelamatkan, Sang Imam Agung yang abadi (lih. Ibr 6:20; 9: 11; 10:12-14).
12. Ada juga orang-orang yang mengusulkan hipotesa tentang pengaturan rahmat Roh Kudus
dengan sebuah aliran yang lebih universal daripada Sabda yang menjelma menjadi manusia,
disalibkan dan bangkit. Pandangan ini juga bertentangan dengan iman Katolik, yang
sebaliknya, menganggap Inkarnasi Sang Sabda yang menyelamatkan sebagai kesatuan
tindakan/ kejadian Allah Trinitas. Di dalam Perjanjian Baru, misteri Yesus dan Sang Sabda
yang menjelma, merupakan wadah kehadiran Roh Kudus dan juga sebagai prinsip
penyebaran Roh Kudus kepada umat manusia, tidak hanya pada jaman mesianis (lih. Kis
2:32-36; Yoh 7:39, 20:22; 1 Kor 15:45), tetapi juga sebelum kedatangan-Nya di dalam sejarah
(lih. 1 Kor 10:4; 1 Pet 1:10:12).
Konsili Vatikan II telah mengingat kembali dengan kesadaran tentang iman Gereja tentang
kebenaran yang mendasar ini. Dengan menghadirkan rencana keselamatan Bapa bagi semua
umat manusia, Konsili menghubungkan eratnya misteri Kristus dengan awal permulaan
misteri Roh Kudus.[36] Keseluruhan karya membangun Gereja oleh Yesus Kristus Sang
Kepala, di sepanjang segala abad, dilihat sebagai sebuah tindakan yang dilakukan-Nya di
dalam persekutuan dengan Roh-Nya.[37]
Selanjutnya, tindakan penyelamatan oleh Yesus Kristus, dengan dan melalui Roh-Nya,
melampaui batas-batas yang kelihatan dari Gereja kepada semua umat manusia. Berbicara
tentang misteri Paska, di mana Kristus bahkan sekarang menghubungkan umat beriman
dengan Diri-Nya sendiri dengan cara yang hidup di dalam Roh Kudus dan memberikan
kepada umat pengharapan akan kebangkitan, Konsili menyatakan: Semua ini bukan hanya
berlaku bagi kaum beriman Kristiani, melainkan bagi semua orang yang berkehendak baik,
yang di hatinya rahmat yang tidak kelihatan aktif berperan. Sebab karena Kristus telah wafat
bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat
ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua

orang, untuk dengan cara yang diketahui oleh Allah digabungkan dengan misteri Paska itu.
[38]
Oleh karena itu, hubungannya jelas antara misteri keselamatan Sabda yang menjelma dan
misteri Roh Kudus, yang merealisasikan kemanjuran penyelamatan dari Sang Putera yang
menjelma menjadi manusia di dalam kehidupan semua orang, yang dipanggil oleh Tuhan
kepada tujuan yang satu, baik mereka yang secara historis hidup sebelum penjelmaan Sang
Sabda, dan mereka yang hidup setelah kedatangan-Nya di dalam sejarah: Roh dari Allah
Bapa, yang dicurahkan secara melimpah oleh Sang Putera Allah, adalah yang menghidupkan
segalanya (lih. Yoh 3: 34).
Dengan demikian, Magisterium Gereja belakangan ini mengingatkan kembali dengan teguh
dan jelas kebenaran akan sebuah/ satu pengaturan ilahi: Kehadiran Roh Kudus dan tindakanNya tidak hanya mempengaruhi pribadi-pribadi tetapi masyarakat dan sejarah, bangsabangsa, budaya dan agama-agama Kristus yang bangkit sekarang ini sedang bekerja di
dalam hati manusia melalui kekuatan Roh Kudus-Nya. Lagi, adalah Roh Kudus yang
menaburkan benih dari Sang Sabda yang hadir di dalam berbagai cara hidup dan budaya,
mempersiapkan mereka bagi kedewasaan di dalam Kristus.[39] Sementara mengenali fungsi
Roh Kudus yang menyelamatkan secara historis di seluruh alam semesta dan di dalam
seluruh sejarah manusia,[40] Magisterium menyatakan: Ini adalah Roh Kudus yang sama,
yang bekerja pada saat Inkarnasi dan di dalam hidup, kematian dan kebangkitan Yesus, dan
yang kini bekerja di dalam Gereja. Karena itu, Ia bukanlah merupakan alternatif di samping
Kristus ataupun seperti yang kadang diduga, Ia mengisi kekosongan yang ada antara Kristus
dan Sang Sabda. Apapun yang dihasilkan oleh Roh Kudus di dalam hati manusia dan di
dalam sejarah bangsa-bangsa, di dalam budaya-budaya dan agama-agama, menjadi sebuah
persiapan bagi Injil dan hanya dapat dimengerti dengan mengacu kepada Kristus, Sang Sabda
yang menjelma menjadi manusia oleh kuasa Roh Kudus sehingga karena Ia adalah sungguhsungguh manusia, maka Ia dapat menyelamatkan semua manusia dan merangkum segala
sesuatu.[41]
Kesimpulannya, pekerjaan Roh Kudus tidaklah berada di luar ataupun sejajar dengan
pekerjaan Kristus. Hanya ada satu pengaturan keselamatan dari Allah yang satu dan
Tritunggal, yang dinyatakan di dalam misteri Inkarnasi, kematian dan kebangkitan Putera
Allah, yang dilakukan dengan kerjasama Roh Kudus dan diteruskan di dalam nilai yang
menyelamatkan kepada semua umat manusia dan kepada segenap alam semesta. Oleh
karena itu, tak seorangpun, yang dapat masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan kecuali
melalui Kristus, dengan kuasa perbuatan Roh Kudus.[42]

III. Keunikan dan keuniversalan Misteri Keselamatan oleh Yesus Kristus


13. Tesis yang menolak keunikan dan keselamatan bagi semua orang dari misteri Yesus
Kristus juga diketengahkan di sini. Pandangan semacam ini tidak mempunyai dasar
Alkitabiah. Kenyataannya, kebenaran tentang Yesus Kristus, Putera Allah, Tuhan dan satusatunya Penyelamat, yang melalui kejadian Inkarnasi-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya
telah membawa sejarah keselamatan kepada penggenapannya, dan yang mempunyai
kepenuhan dan pusat di dalam diri-Nya, harus diimani dengan teguh sebagai sebuah elemen
iman Gereja yang tetap.
Perjanjian Baru menegaskan hal ini dengan jelas: Dan kami telah melihat dan bersaksi,
bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. (1 Yoh 4:14) Pada
keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: Lihatlah Anak
domba Allah, yang menghapus dosa dunia. (Yoh 1:29). Di dalam pernyataannya di hadapan
Sanhedrin, Petrus, untuk membenarkan penyembuhan seorang laki-laki yang cacat dari lahir,
yang dilakukan di dalam nama Yesus (lih. Kis 3:1-8), menyerukan: Dan keselamatan tidak

ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. (Kis 4:12).
Rasul Paulus menambahkan, selanjutnya, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan di atas
segalanya, hakim dari yang hidup dan mati, dan karenanya, barang siapa yang percaya
kepada-Nya menerima pengampunan dosa melalui nama-Nya. (lih. Kis 10:36, 42, 43)
Paulus, kepada jemaat di Korintus, menuliskan: Sebab sungguhpun ada apa yang disebut
allah, baik di sorga, maupun di bumidan memang benar ada banyak allah dan banyak
tuhan yang demikian namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari
pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu
Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.
(1 Kor 8:5-6) Selanjutnya Rasul Yohanes mengatakan, Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan dapat beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah
mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya oleh Dia. (Yoh 3:16-17) Di dalam Perjanjian Baru, kehendak Allah yang
untuk menyelamatkan semua orang adalah sangat erat berhubungan dengan Pengantaraan
Kristus yang satu-satunya: [Tuhan] menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan
memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang
menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah
menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang
ditentukan. (1 Tim 2:4-6)
Adalah suatu kesadaran tentang satu karunia keselamatan yang universal yang ditawarkan
oleh Allah Bapa melalui Yesus Kristus di dalam Roh Kudus (lih. Ef 1:2-14), bahwa jemaat
Kristen yang pertama bertemu dengan bangsa Yahudi, menunjukkan kepada mereka
pemenuhan keselamatan yang terjadi melampaui Hukum Taurat dan, pada saat yang sama,
kesadaran, yang dinyatakan oleh mereka untuk menentang dunia pagan pada jaman mereka,
yang menginginkan keselamatan melalui banyak juru selamat. Warisan iman ini telah
diingatkan kembali oleh Magisterium: Adapun Gereja mengimani, bahwa Kristus telah
wafat dan bangkit bagi semua orang (lih. 2 Kor 5:15). Ia mengaruniakan kepada manusia
terang dan kekuatan melalui Roh-Nya, supaya manusia mampu menanggapi panggilannya
yang amat luhur. Dan dibawah langit tidak diberikan kepada manusia nama lain, yang bagi
mereka harus menjadi pokok keselamatan (lih. Kis 4:12). Begitu pula Gereja percaya, bahwa
kunci, pusat dan tujuan seluruh sejarah manusia terdapat pada Tuhan dan Gurunya.[43]
14. Karena itu, juga harus diimani dengan teguh sebagai sebuah kebenaran iman Katolik
bahwa kehendak Allah yang Satu dan Trinitas akan keselamatan [umat manusia] secara
universal ditawarkan dan digenapi satu kali dan selama-lamanya di dalam misteri Inkarnasi,
kematian dan kebangkitan Putera Allah.
Dengan memegang artikel iman ini, dewasa ini teologi, di dalam permenungannya atas
keberadaan pengalaman-pengalaman religius yang lain dan atas makna semua itu di dalam
rencana keselamatan Tuhan, diundang untuk meneliti apabila dan di dalam hal apa tokohtokoh sejarah dan elemen-elemen positif dari agama-agama ini dapat masuk di dalam rencana
ilahi tentang keselamatan. Konsili Vatikan II, telah menyatakan bahwa: begitu pula satusatunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada makhlukmakhluk aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.[44] Isi dari
partisipasi pengantaraan ini harus diteliti dengan lebih mendalam, tetapi harus tetap konsisten
dengan prinsip pengantaraan Kristus yang unik: meskipun bentuk- bentuk partisipasi dalam
pengantaraan di berbagai cara dan derajatnya tidak diabaikan, mereka memperoleh maknanya
dan nilainya hanya dari Pengantaraan Kristus sendiri, dan mereka tidak dapat dipahami
sebagai sesuatu yang sejajar ataupun melengkapi terhadap Pengantaraan Kristus.[45] Oleh

karena itu, solusi-solusi tersebut yang mengusulkan sebuah tindakan penyelamatan Allah
yang melampaui Pengantaraan Kristus yang satu- satunya, bertentangan dengan iman
Kristiani dan iman Katolik.
15. Tidak jarang, dikatakan bahwa teologi harus menghindari penggunaan istilah- istilah
seperti keunikan, keuniversalan dan keabsolutan, yang memberi kesan penekanan yang
berlebihan pada keutamaan dan nilai penyelamatan Yesus Kristus dalam hubungannya
dengan agama-agama lain. Namun pada kenyataannya, istilah itu hanyalah karena kesetiaan
kepada wahyu, karena hal itu menyampaikan perkembangan sumber- sumber iman itu
sendiri. Sejak awal mula, para umat beriman telah mengenali sebuah nilai keselamatan di
dalam Yesus, bahwa Ia sendiri, sebagai Putera Allah yang menjelma menjadi manusia,
disalibkan dan bangkit, dengan misi yang diterima dari Allah Bapa dan dengan kuasa Roh
Kudus, mencurahkan wahyu (lih. Mat 11:27) dan kehidupan ilahi (lih. Yoh 1:12; 5:25-26;
17:2) kepada semua umat manusia dan kepada setiap orang.
Dalam hal ini, seseorang dapat dan harus mengatakan bahwa Yesus Kristus mempunyai
sebuah keutamaan dan sebuah nilai bagi umat manusia dan sejarahnya, yang unik dan satusatunya, eksklusif, universal dan absolut. Yesus adalah, Sabda Allah yang menjelma
menjadi manusia untuk keselamatan semua orang. Di dalam mengekspresikan kesadaran
iman ini, Konsili Vatikan II mengajarkan: Sebab Sabda Allah sendiri karena-Nya segala
sesuatu dijadikan telah menjadi daging, supaya Ia sebagai manusia yang sempurna
menyelamatkan semua orang dan merangkum segalanya dalam Dirinya. Tuhanlah tujuan
sejarah manusia, titik-sasaran dambaan-dambaan sejarah maupun peradaban, pusat umat
manusia, kegembiraan hati semua orang dan pemenuhan aspirasi-aspirasi mereka. Dialah
yang oleh Bapa dibangkitkan dari kematian, ditinggikan dan ditempatkan disisi kanan-Nya;
Dialah yang ditetapkan-Nya menjadi hakim bagi mereka yang hidup maupun yang mati.
[46]. Justru keunikan Kristus inilah yang memberikanNya sebuah keutamaan yang absolut
dan universal, yang walaupun menjadi bagian dari sejarah, Ia tetap menjadi pusat dan tujuan:
Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang
Akhir .[47]

IV. Keunikan dan kesatuan Gereja Katolik


16. Tuhan Yesus Kristus, dan satu-satunya Penyelamat, tidak hanya mendirikan sebuah
komunitas sederhana yang terdiri dari murid-murid-Nya, tetapi mendirikan Gereja sebagai
sebuah misteri yang menyelamatkan: Ia sendiri adalah Gereja dan Gereja adalah di dalam Dia
(lih. Yoh 15:1ff.; Gal 3:28; Ef 4:15-16; Kis 9:5). Oleh karena itu, kepenuhan misteri Kristus
yang menyelamatkan menjadi milik Gereja dan tidak dapat dipisahkan dengan Tuhannya.
Sungguh, Yesus Kristus melanjutkan kehadiran-Nya dan pekerjaan keselamatan di dalam
Gereja dan melalui Gereja (lih. Kol 1:24-27)[48], yang adalah Tubuh-Nya (cf. 1 Kor 12:1213, 27; Kol 1:18).[49] Dan oleh karenanya, seperti kepala dan anggota-anggota tubuh dalam
sebuah tubuh yang hidup, meskipun tidak sama, tapi tidak dapat dipisahkan, maka demikian
juga Kristus dengan Gereja juga tidak dapat dicampur-baurkan atau dipisahkan, dan
merupakan sebuah keseluruhan Kristus[50]. Ketidakterpisahan ini juga dinyatakan di
dalam Perjanjian Baru dengan analogi Gereja sebagai Mempelai Kristus (lih. 2 Cor 11:2; Eph
5:25-29; Rev 21:2,9).[51]
Oleh karena itu, di dalam hubungan dengan keunikan dan Pengantaraan Yesus Kristus yang
menyelamatkan semua umat manusia, keunikan Gereja yang didirikan oleh-Nya harus
diimani dengan teguh sebagai sebuah kebenaran iman Katolik. Seperti bahwa hanya terdapat
satu Kristus, maka hanya terdapat satu Tubuh Kristus, satu Mempelai Kristus: sebuah Gereja
yang satu dan apostolik.[52] Selanjutnya, janji-janji Tuhan bahwa Ia tidak akan
meninggalkan Gereja-Nya (lih. Mat 16:18; 28:20) dan bahwa Ia akan membimbingnya

dengan Roh Kudus-Nya (lih. Yoh 16:13) berarti, menurut iman Katolik, bahwa keunikan dan
kesatuan Gereja seperti segala sesuatu yang menjadi milik keutuhan Gereja- tidak akan
pernah kurang.[53]
Umat Katolik disyaratkan untuk mengakui bahwa terdapat kesinambungan historis- yang
berakar dari rantai apostolik[54] antara Gereja yang didirikan Kristus dengan Gereja
Katolik: Itulah satu-satunya Gereja Kristus Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita
menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lih. Yoh 21:17). Ia
mempercayakannya kepada Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing
(lih. Mat 28:18 dsl), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai tiang penopang dan
dasar kebenaran (lih. 1Tim 3:15). Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai
serikat, berada [subsistit in] dalam Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan
para Uskup dalam persekutuan dengannya.[55] Dengan istilah subsistit ini, Konsili Vatikan
II menyelaraskan dua pernyataan doktrin: di satu sisi, bahwa Gereja Kristus, meskipun
terbagi-bagi di antara umat Kristen, tetaplah terus berada dalam kepenuhannya hanya di
dalam Gereja Katolik dan di sisi lain, bahwa di luar strukturnya, dapat ditemukan banyak
elemen pengudusan dan kebenaran, [56], yaitu di dalam Gereja- gereja dan komunitas
eklesial yang belum bersatu dengan penuh dengan Gereja Katolik.[57] Tetapi berkenaan
dengan hal ini, perlu dikatakan bahwa, hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah,
yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya
penyelamatan.[58]
17. Dengan demikian, terdapat sebuah Gereja Kristus, yang berada di dalam Gereja Katolik,
dipimpin oleh Penerus Rasul Petrus dan dengan para Uskup dengan persekutuan dengannya.
[59] Gereja -gereja yang, sementara ini tidak dalam persekutuan yang sempurna dengan
Gereja Katolik, tetap bersatu dengannya melalui ikatan yang terdekat, yaitu dengan rantai
apostolik dan Ekaristi yang sah, adalah Gereja-gereja partikular yang sejati.[60]. Karena itu,
Gereja Kristus hadir dan bekerja juga di dalam Gereja- gereja ini, meskipun mereka kurang
dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, karena mereka tidak menerima ajaran
Katolik tentang Keutamaan Paus, yang menurut kehendak Tuhan, telah secara obyektif
dimiliki dan dilaksanakanoleh Uskup Roma terhadap seluruh Gereja.[61]
Di lain pihak, komunitas-komunitas eklesial yang tidak mempertahankan Episkopat yang sah
dan hakekat misteri Ekaristi yang asli dan menyeluruh,[62] tidak dapat disebut sebagai
Gereja dalam arti yang sebenarnya; namun demikian mereka yang dibaptis di dalam
komunitas ini adalah, dengan Pembaptisan, tergabung di dalam Kristus dan karenanya di
dalam persekutuan tertentu, walaupun tidak sempurna, dengan Gereja.[63] Pembaptisan,
sesungguhnya cenderung mengarah kepada perkembangan hidup yang penuh di dalam
Kristus, melalui pengakuan iman yang menyeluruh, Ekaristi, dan persekutuan yang sempurna
di dalam Gereja[64].
Karena itu, umat Kristiani tidak diijinkan untuk membayangkan bahwa Gereja Kristus
adalah tidak lebih dari sekedar sebuah kumpulan terbagi-bagi, tetapi dikatakan satu- dari
Gereja-gereja dan komunitas eklesial; ataupun mereka tidak boleh menganggap bahwa
sekarang ini Gereja Kristus tidak benar- benar ada, dan menganggap sebagai hanya sebuah
tujuan yang harus dicapai dengan kerja keras oleh semua Gereja-gereja dan komunitaskomunitas eklesial.[65] Sebenarnya, elemen-elemen yang telah diberikan kepada Gereja,
ada dan tergabung bersama di dalam kepenuhannya di dalam Gereja Katolik dan, tanpa
kepenuhannya, di dalam komunitas-komunitas yang lain.[66] Oleh karena itu GerejaGereja dan Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh
kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri
keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-

upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran
sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.[67]
Kekurangan kesatuan di antara umat Kristiani tentu adalah sebuah luka bagi Gereja; tidak
dalam arti bahwa ia kehilangan kesatuannya, tetapi bahwa hal itu menghambat pemenuhan
yang lengkap dari ke-universalannya di dalam sejarah.[68]

V. Gereja Katolik: Kerajaan Tuhan dan Kerajaan Kristus


18. Misi Gereja adalah untuk mewartakan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah, dan
mendirikannya ditengah semua bangsa. Gereja merupakan benih dan awal mula Kerajaan itu
di dunia[69]. Di satu sisi, Gereja adalah sebuah sakramen yakni tanda dan sarana
persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.[70] Karena itu, ia adalah
tanda dan alat kerajaan; ia dipanggil untuk mempermaklumkan dan mendirikan kerajaan. Di
sisi lainnya, Gereja adalah umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan
Roh Kudus.[71]; dengan demikian, ia adalah kerajaan Kristus yang sudah hadir dalam
misteri[72] dan merupakan benihnya dan permulaannya. Kerajaan Allah, sesungguhnya,
mempunyai segi eskatoligis: hal itu adalah realitas di saat ini, tetapi realisasi sepenuhnya
hanya akan dicapai dengan penggenapan atau pemenuhan sejarah.[73]
Arti istilah-istilah kerajaan surga, kerajaan Allah dan kerajaan Kristus di dalam Kitab Suci
dan tulisan para Bapa Gereja, juga di dalam dokumen-dokumen Magisterium, tidak selalu
sama persis, demikian juga hubungan-hubungan mereka dengan Gereja, yang adalah sebuah
misteri yang tidak dapat dipahami secara total oleh pemikiran manusia. Oleh karena itu,
terdapat berbagai penjelasan teologis dari istilah-istilah ini. Namun demikian, tidak satupun
dari penjelasan- penjelasan yang mungkin ini sama sekali dapat menolak atau meniadakan
hubungan yang akrab antara Kristus, kerajaan dan Gereja. Nyatanya, kerajaan Allah yang kita
ketahui dari wahyu, tidak dapat dipisahkan baik dari Kristus atau dari Gereja Jika
kerajaan dipisahkan dari Kristus, itu bukan lagi kerajaan Allah yang diwahyukan-Nya.
Hasilnya adalah sebuah distorsi tentang makna kerajaan, yang beresiko diubah menjadi
sebuah tujuan yang murni dari manusia atau ideologis dan sebuah distorsi tentang identitas
Kristus, yang tidak lagi tampil sebagai Tuhan, yang kepada-Nya setiap ciptaan suatu hari
nanti akan tunduk (lih. 1 Kor 15:27). Karena itu, seseorang tidak boleh memisahkan kerajaan
dengan Gereja. Adalah benar bahwa Gereja bukan sebuah akhir dari dirinya sendiri, sebab ia
diarahkan menuju kerajaan Allah, yang mana ia adalah benihnya, tanda dan alat. Tetapi,
sementara tetap berbeda dari Kristus dan kerajaan, Gereja disatukan secara tak terceraikan
dengan keduanya.[74]
19. Untuk menyatakan hubungan yang tak terceraikan antara Kristus dan kerajaan adalah
tidak untuk mengabaikan kenyataan bahwa kerajaan Allah meskipun jika dianggap di dalam
tahap historis- tidak diidentifikasikan dengan Gereja di dalam realitasnya yang kelihatan dan
bersifat sosial. Kenyataannya, tindakan Kristus dan Roh Kudus di luar batas- batas Gereja
yang kelihatan tidak boleh diabaikan.[75] Sehingga, seseorang harus juga mengingat bahwa,
kerajaan menyangkut semua orang: pribadi-pribadi, masyarakat dan dunia. Bekerja untuk
kerajaan berarti mengakui dan memajukan pekerjaan Allah, yang hadir di sejarah manusia
dan mengubahnya. Membangun kerajaan berarti bekerja bagi pembebasan dari kejahatan di
dalam segala bentuknya. Singkatnya, kerajaan Allah adalah perwujudan dan realisasi rencana
keselamatan Allah di dalam segala kepenuhannya.[76]
Dalam mempertimbangkan hubungan antara kerajaan Allah, kerajaan Kristus dan Gereja,
adalah penting untuk menghindari penekanan yang tak berimbang, seperti dalam kasus
dengan pengertian-pengertian itu yang secara sengaja menekankan kerajaan dan yang
menjabarkan mereka sendiri sebagai kerajaan terpusat. Mereka menekankan gambaran
sebuah Gereja yang tidak peduli terhadap dirinya sendiri, tetapi yang sepenuhnya peduli

untuk menjadi saksi dan melayani kerajaan. Ia adalah sebuah Gereja bagi sesama, seperti
Kristus adalah manusia bagi sesama. Bersamaan dengan hal- hal positif, konsep-konsep
ini sering menyatakan hal-hal negatif juga. Pertama, mereka bungkam tentang Kristus:
kerajaan yang mereka bicarakan adalah berdasarkan teosentris, karena menurut mereka,
Kristus tidak dapat dimengerti oleh mereka yang kurang beriman Kristiani, sedangkan
bangsa-bangsa yang berbeda, budaya-budaya, dan agama-agama dapat menemukan dasar
bersama di dalam sebuah realitas ilahi, dengan nama apapun juga. Dengan alasan yang sama,
mereka menempatkan penekanan besar pada misteri penciptaan, yang dicerminkan di
dalamnya keanekaragaman budaya dan kepercayaan, tetapi mereka bungkam tentang misteri
penebusan dosa. Selanjutnya, kerajaan, seperti yang dimengerti oleh mereka, berakhir dengan
entah meninggalkan sangat sedikit ruang bagi Gereja atau merendahkan nilai Gereja sebagai
reaksi terhadap sebuah anggapan eklesiosentrism di masa lalu dan karena mereka
menanggap Gereja sendiri hanya sebagai sebuah tanda, untuk hal itu, tanda yang tidak tanpa
banyak arti/ ambigu.[77]. Thesis- thesis ini bertentangan dengan iman Katolik sebab mereka
menolak keunikan hubungan yang dimiliki oleh Kristus dan Gereja dengan kerajaan Allah.

VI. Gereja Katolik dan agama-agama lain di dalam hubungannya dengan


keselamatan
20. Dari apa yang telah dinyatakan di atas, timbul beberapa butir yang penting untuk
permenungan teologis sebab hal itu menjelaskan hubungan Gereja dan agama-agama lain
dalam hal keselamatan.
Di atas segalanya, haruslah diimani dengan teguh bahwa Gereja yang sedang mengembara
ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni
Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan
perlunya iman dan baptis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5). Kristus sekaligus menegaskan perlunya
Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui baptis bagaikan pintunya.[78] Ajaran ini harus
tidak ditempatkan berlawanan dengan kehendak keselamatan Tuhan yang bersifat universal:
Gereja yang satu adalah pengantara dan jalan keselamatan (cf. 1 Tim 2:4); Adalah penting
untuk menjaga dua kebenaran ini bersama-sama, yaitu, kemungkinan yang nyata akan
keselamatan di dalam Kristus untuk semua umat manusia dan pentingnya Gereja untuk
keselamatan ini.[79]
Gereja adalah sakramen keselamatan bagi semua orang[80], karena, selalu bersatu secara
misterius dengan Sang Juru Selamat Yesus Kristus, Kepalanya, dan tunduk kepada-Nya, ia
mempunyai, di dalam rencana Tuhan, sebuah hubungan yang sangat diperlukan dengan
keselamatan setiap manusia.[81] Bagi mereka yang bukan merupakan anggota resmi dan
yang kelihatan (visible) dari Gereja, keselamatan di dalam Kristus dicapai dengan kebajikan
rahmat, yang ketika mempunyai hubungan yang misterius dengan Gereja, tidak membuat
mereka secara resmi bagian dari Gereja, tetapi [rahmat ini] menerangi mereka di dalam cara
yang diakomodasikan dengan situasi rohani dan jasmani mereka. Rahmat ini datang dari
Kristus; rahmat ini adalah hasil dari kurban-Nya dan disampaikan oleh Roh Kudus;[82]; ia
[rahmat ini] mempunyai sebuah hubungan dengan Gereja, yang berasal dari perutusan
Putera dan perutusan Roh Kudus menurut rencana Allah Bapa.[83]
21. Dengan memperhatikan cara yang di dalamnya rahmat Allah yang menyelamatkan
yang diberikan selalu melalui Kristus di dalam Roh Kudus dan mempunyai sebuah hubungan
yang misterius dengan Gereja- datang kepada pribadi yang non- Kristiani, Konsili Vatikan II
membatasi dirinya kepada pernyataan bahwa Tuhan memberikan hal itu dengan cara yang
diketahui oleh Diri-Nya sendiri.[84] Para teolog sedang mencari untuk memahami masalah
ini dengan lebih penuh. Pekerjaan mereka harus didukung, sebab itu tentunya sangat berguna
bagi pemahaman yang lebih baik tentang rencana keselamatan dan cara- cara yang

melaluinya hal itu diwujudkan. Namun demikian, dari apa yang telah disebutkan di atas
tentang Pengantaraan Yesus Kristus dan keunikan dan hubungan yang khusus[85] yang
dimiliki oleh Gereja dengan kerajaan Allah di antara manusia- yang pada hakekatnya adalah
kerajaan universal Kristus Sang Penyelamat- adalah jelas bahwa menjadi bertentangan
dengan iman, untuk menganggap Gereja sebagai satu jalan keselamatan yang ada
berdampingan dengan jalan-jalan agama- agama lain, yang dilihat sebagai yang melengkapi
Gereja atau yang secara hakiki sama dengannya, meskipun jika ini dikatakan sebagai
pertemuan dengan Gereja menuju kerajaan Tuhan di akhir jaman.
Jelaslah, berbagai tradisi religius mencakup dan menawarkan elemen-elemen religius yang
datang dari Tuhan,[86] dan yang mana bagian dari apa yang dihasilkan oleh Roh Kudus di
dalam hati umat manusia dan di dalam sejarah bangsa-bangsa, di dalam budaya-budaya dan
agama-agama.[87] Sungguh, beberapa doa dan ritual dari beberapa agama dapat mengambil
sebuah peran persiapan bagi Injil, dalam hal bahwa mereka adalah kesempatan-kesempatan
dan bantuan-bantuan yang mendidik di mana hati manusia didorong untuk menjadi terbuka
terhadap pekerjaan Allah.[88] Namun demikian, seseorang tidak dapat menganggap hal-hal
ini, [sebagai] sebuah sumber ilahi atau sebuah ex opere operato kemanjuran keselamatan,
yang layaknya pada sakramen-sakramen Kristiani.[89] Selanjutnya, tidak dapat diabaikan
bahwa ritual-ritual yang lain jika mereka tergantung pada tahyul dan kesalahan- kesalahan
yang lain (cf. 1 Kor 10:20-21), merupakan sebuah penghalang keselamatan.[90]
22. Dengan kedatangan Sang Juru Selamat Yesus Kristus, Tuhan telah meginginkan bahwa
Gereja yang didirikan-Nya menjadi alat bagi keselamatan semua manusia (lih. Kis 17:30-31).
[91] Kebenaran iman ini tidak mengurangi penghormatan yang tulus yang dimiliki oleh
Gereja terhadap agama-agama di dunia, tetapi pada saat yang sama, Gereja mengatasi,
dengan cara yang radikal, mentalitas acuh tak acuh, yang ditandai dengan sebuah relativisme
religius yang mengarah kepada kepercayaan bahwa suatu agama adalah sama bagusnya
dengan agama yang lainnya .[92] Jika itu benar bahwa para pengikut agama-agama lain
dapat menerima rahmat ilahi, maka pastilah, secara obyektif, mereka berada dalam keadaan
yang sungguh kurang jika dibandingkan dengan dengan mereka yang berada di dalam Gereja,
yang mempunyai kepenuhan sarana keselamatan.[93] Namun demikian, Pun hendaklah
semua Putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan
karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa pula. Dan
bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka
bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras.[94] Karena itu, seseorang
memahami bahwa mengikuti perintah Tuhan (lih. Mat 28:19-20) dan sebagai sebuah
persyaratan dari kasihnya kepada semua orang, Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib
mewartakan Kristus, yakni jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6); dalam Dia manusia
menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu
dengan diri-Nya.[95]
Di dalam dialog antar agama, kegiatan misi ad gentes sekarang ini seperti selalu tetap
sepenuhnya mempunyai daya-kekuatan dan sifat keharusannya.[96]. Sungguh, Tuhan
menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan
kebenaran (1 Tim 2:4); yaitu Allah menghendaki supaya semua orang sampai kepada
keselamatan melalui pengetahuan akan kebenaran. Keselamatan terdapat dalam kebenaran.
Barang siapa taat kepada dorongan Roh Kebenaran, ia sudah berada di jalan menuju
keselamatan: tetapi Gereja, kepada siapa dipercayakan kebenaran ini, harus memperhatikan
kerinduan manusia dan membawakan kebenaran itu kepadanya. Oleh karena Gereja percaya
kepada keputusan keselamatan yang mencakup semua manusia, maka ia harus bersifat
misioner.[97]. Oleh karena itu, dialog antar agama, sebagai bagian dari misi evangelisasi,
adalah hanya salah satu tindakan-tindakan Gereja di dalam misinya di seluruh bangsa/ad

gentes.[98] Kesetaraan, yang merupakan sebuah persyaratan kondisi awal dari dialog antar
agama, mengacu kepada persamaan martabat pribadi dari pihak-pihak di dalam dialog, tidak
dari isi pengajarannya, atau bahkan kurangnya posisi Yesus Kristus- yang adalah Tuhan
sendiri yang menjadi manusia- dalam hubungannya dengan agama-agama lain. Sungguh,
Gereja, yang dibimbing oleh kasih dan hormat bagi kemerdekaan,[99] harus pada dasarnya
berkomitmen untuk mewartakan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan kepada segala
bangsa, dan untuk mengumumkan pentingnya pertobatan kepada Yesus Kristus dan
perlekatan kepada Gereja melalui Baptisan dan sakramen-sakramen yang lain, agar dapat
mengambil bagian secara penuh di dalam persekutuan dengan Tuhan, Allah Bapa, Putera dan
Roh Kudus. Jadi, kepastian tentang kehendak Allah untuk menyelamatkan semua orang tidak
mengurangi, tetapi sebaliknya meningkatkan tugas dan keadaan mendesak tentang pewartaan
keselamatan dan pertobatan kepada Tuhan Yesus Kristus.

Kesimpulan
23. Maksud Deklarasi ini, dalam hal mengulangi dan menegaskan kembali kebenarankebenaran tertentu dari iman, telah mengikuti teladan dari Rasul Paulus, yang menulis kepada
umat di Korintus: Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang
telah kuterima sendiri. (1 Kor 15:3). Berhadapan dengan anggapan- anggapan tertentu yang
problematik dan salah, permenungan teologis dipanggil untuk menguatkan kembali iman
Gereja, dan untuk memberikan alasan- alasan bagi pengharapannya dengan cara yang
meyakinkan dan efektif.
Untuk menanggapi pertanyaan tentang agama yang sejati, para Bapa Konsili Vatikan II
mengajarkan: Kita percaya, bahwa satu-satunya Agama yang benar itu berada dalam Gereja
katolik dan apostolik, yang oleh Tuhan Yesus diserahi tugas untuk menyebarluaskannya
kepada semua orang, ketika bersabda kepada para Rasul: Pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu (Mat 28:19-20).
Adapun semua orang wajib mencari kebenaran, terutama dalam apa yang menyangkut Allah
dan Gereja-Nya. Sesudah mereka mengenal kebenaran itu, mereka wajib memeluk dan
mengamalkannya.[100]
Wahyu Kristus akan terus menjadi bintang pedoman sejati[101] dalam sejarah umat
manusia: Kebenaran, yang adalah Kristus, menekankan sendiri sebagai sebuah otoritas yang
menjangkau semua.[102] Misteri Kristiani, pada kenyataannya, mengatasi semua
penghalang waktu dan ruang, dan mencapai kesatuan keluarga besar umat manusia: Dari
tempat-tempat dan tradisi- tradisi mereka yang berbeda, semua [manusia] dipanggil di dalam
Kristus untuk mengambil bagian di dalam kesatuan keluarga anak-anak Allah. Yesus
menghancurkan tembok-tembok pemisah dan menciptakan kesatuan di dalam sebuah cara
yang baru dan tak terlampaui melalui keterlibatan kita di dalam misteri-Nya. Kesatuan ini
adalah sangat dalam sehingga Gereja dapat berkata dengan Rasul Paulus: Demikianlah
kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang
kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Ef 2:19).[103]
Imam Agung Yohanes Paulus II, pada saat Audiensi 16 Juni 2000, memberikan jaminan
kepada Kardinal Prefek dari Kongregasi untuk Doktrin Iman (CDF) yang menandatangani
di bawah ini, dengan pengetahuan yang pasti dan dengan otoritas apostolik, meratifikasi dan
menyetujui Deklarasi ini, mengambilnya di dalam Sesi Plenary (keseluruhan) dan
memerintahkan publikasinya.
Roma, dari Kantor Kongregasi untuk Doktrin Iman (CDF), 6 Agustus 2000, pada Pesta
Transfigurasi, Yesus dimuliakan di atas gunung Tabor.

Kardinal Yosef Ratzinger


Prefek
Tarcisio Bertone, S.D.B
Uskup Agung Emeritus Vercelli
Sekretaris

Anda mungkin juga menyukai