KOMKAT KAM
Catholic Certer
MEDAN
1
DIKLAT
KATEKESE
2
KATEKESE
Doktriner dan Kebermaknaan
Pengantar
Katekese menghantar umat kepada iman yang dewasa.
Penyelenggaraan katekese merupakan tugas Gereja yang dimanatkan
oleh Yesus Kristus kepada para murid-Nya yakni menjadikan semua
bangsa jadi murid-Nya dan mengajar mereka untuk mematuhi segala
yang dipetintahkan-Nya (bdk Mt 28:19-20). Melalui ketekese yang benar
dan berkelanjutan, umat beriman akan mendapat pemahaman ajaran dan
penghayatan iman yang lebih hidup dan mendalam. Catechese Tradende
(Berkatekese) mengartikan “katekese” adalah pendidikan anak-anak,
orang muda dan orang dewasa dalam iman. Dengan ini katekese
mancakup pengajaran iman gerejani pada umumnya yang diberikan
secara sistematik, dengan tujuan untuk mengantar para pendengar masuk
ke dalam kepenuhan hidup kristen. Katekese juga menghantar umat pada
penghayatan iman sehingga iman itu sungguh memberi arti dalam
kehidupan. Maka dalam berkatekese itu ada unsur doktriner tetapi juga
pemaknaan.
KATEKESE DOKTRINER
Katekese dipahami untuk menyampaikan ajaran iman agar
dipahami dan dihayati. Dalam sejarah pernah dikenal dengan
Katekese doktriner yang menekankan penerusan isi ajaran iman.
Paham ini muncul sangat kuat setelah Konsili Trente. Corak
doktriner katekese ditekankan sebagai reaksi atas protestanstisme
dan berkembangnya paham relativisme di zaman modern. Pada
tahun 1566 terbit Katekismus Roma yang merupakan buku
pegangan dalam kegiatan katekese. Pola katekismus menekankan
perhatian terhadap penerusan ajaran yang diterima Gereja dari para
Rasul.
KATEKESE “KEBERMAKNAAN”
Dalam perjalanan waktu dan sebagai tanggapan terhadap
pola doktriner dalam katekese, muncul katekese “kebermaknaan”
atau katekese antropologis pasca Konsili Vatikan II. Katekese
antropologis memberi penekanan pada aspek fides qua iman, yakni
sikap penyerahan diri manusia kepada apa yang diimaninya. Fides
qua mengacu pada dimensi subjektif iman. Dalam dimensi
subjektif-personal, iman adalah tindakan manusiawi dan ilahi
sekaligus. Manusialah yang beriman. Manusia dengan seluruh
konteks yang mengitarinya, dialah yang menerima Sabda yang
diwahyukan Allah. Dialah yang menjawab dengan pernyataan “ya”
terhadap Allah yang mewahyukan diri-Nya. Sebelum menjawab,
dia mendengar Sabda. Tindakan mendengar adalah tindakan
personal (LG 29). Dia mendengar dalam situasi tertentu dan
mendengar dengan bebas tanpa paksaan dari pihak manapun.
Tindakan mendengar itu menjadi pintu masuk bagi ketaatan iman
(Kis 13, 12; 15, 7-9). Sikap mendengar menciptakan relasi
dialogis, relasi cinta yang melibatkan seluruh aspek kepribadian
manusia: kognitif, afektif, dan operatif.
Dalam perspektif teologi, jawaban manusia terhadap sapaan
dan panggilan Allah tentu tidak pernah merupakan hasil dari
kemampuan manusiawi semata. Jawaban iman selalu merupakan
hadiah dari Allah (KGK 55). Allah selalu berinisiatif untuk datang
menjumpai manusia dan “membuka pikirannya untuk menyetujui
kebenaran Sabda Allah” (DV 5). Dapat dikatakan bahwa sikap
beriman tidak akan mungkin terjadi jika pada saat yang sama Allah
sendiri tidak hadir dalam hati manusia dan mentransformasinya
sedemikian sehingga bersedia menjawab panggilan-Nya.
8
Katekese “kebermaknaan” atau katekese antropologis
menekankan gerak personal-manusiawi iman. Dalam katekese
antropologis, pengalaman manusiawi dipandang sebagai ladang
yang harus diolah. Kebenaran Injil akan bermakna bila dia
menanggapi pengalaman personal, sosial, dan kultural penerima.
Tugas katekese dalam hal ini adalah menunjukkan bahwa Kristus
adalah tokoh model yang menjadi pola hidup kristiani. Dia adalah
pribadi yang menerangi kehidupan sampai ke dasar-dasarnya,
pribadi yang memberi makna pada kehidupan. Dalam pergumulan
keseharian untuk mencari makna hidup Yesus diyakini sebagai
penafsir rahasia, kebutuhan, dan aspirasi manusia yang paling
dalam. Bersama Kristus, hidup ini memiliki arti dan makna baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Proses katekese di sini,
mulai dari situasi manusia. Kondisi manusia ditafsir, dicari akar
persoalnya dan dicari jawabanya dalam terang ajaran kristiani yang
tersimpan dalam Kitab Suci dan tradisi.
13
Katekese yang lebih dipahami pada jaman ini adalah Sabda
Allah yakni Kitab Suci yang memuat berita penciptaan dan
penyelamatan manusia dari pihak Allah. Katekese menjadi upaya
untuk mengenal Allah dan memahami kehendak Allah agar
menaati dan setia melaksanakan perintah Tuhan.
15
Konsili Trente – Katekismus Gereja Katolik Paska Konsili
Vatikan II
Perkembangan katekese sangat dirasakan setelah reformasi.
Martin Luther membawa suatu refleksi serius dan disikapi Gereja
Katolik dengan sungguh-sungguh. Gereja menyadari perlu adanya
penegasan dan kejelasan ajaran. Gereja Katolik pun mengeluarkan
katekismus yang bersifat universal yaitu Katekismus Romawi dan
Katekismus Tridentina. Martin Luther pun membuat katekismus
kecil dan besar untuk pokok-pokok ajaran gerejanya. Katekismus
Tridentina merupakan model katekismus pada masa itu dan
seterusnya dengan isi ajarannya yang makin sistimatis dan
uraiannya seperti ajaran iman: sakramen, hidup moral dan doa.
Sejak reformasi rumusan ajaran makin terang, jelas dan
sistimatis. Para misionaris membuat bahan pengajaran yang
menjadi buku pegangan. Jauh sebelum keluar Katekismus Gereja
Katolik (1992) telah ada katekismus-katekismus kecil yang
memuat rumusan iman yang menjadi bahan pokok pengajaran
kepada umat.
Tahun 1992 setelah Konsili Vatikan II, keluarlah buku
Katekismus Gereja Katolik yang memuat secara lengkap ajaran
iman, dan buku ini sangat tebal. Buku ini menjadi buku acuan dan
pegangan untuk pengajaran iman Gereja Katolik.
Sehubungan dengan pengajaran iman kepada umat, di
Keuskupan Agung Medan (KAM) ini telah disusun dan dikenal
katekismus kecil dengan nama “Katekismus 100 Sungkun-
Sungkun”. Para misionaris membuat buku kecil ini sebagai bahan
dan buku pegangan katekese bagi umat terutama bagi petugas
pastoral.
“Katekismus 100 Sungkun-sungkun” dapat disebut katekismus
lokal karena disusun untuk menjawab kebutuhan umat di wilayah
ini. Katekismus ini ringkas dan rumusan-rumusan pendek tetapi
padat isinya. Penyajiannya dibuat gaya pertanyaan dan langsung
16
diikuti dengan jawaban yang tepat dan pendek. Dengan ini tentu
umat mendapat pemahaman atau pengetahuan.
“Katekismus 100 Sungkun-Sungkun” ditulis dalam bahasa
Daerah Toba. Tetapi pada tahun 2014 dalam rangka menyikapi
Ensklik Paus Benediktus IV yaitu ‘Porta Fidei’, “Katekismus 100
Sungkun-Sungkun” diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
dengan judul “Katekismus 100 Pertanyaan”. Katekismus ini
sungguh memberi pengetahuan iman ajaran Gereja Katolik. Buku
kecil ini telah berjasa membangun Gereja Katolik di wilayah ini.
Gerakan katekese yang sudah berhasil dan berjalan di zaman dulu,
kiranya menjadi gerakan bersama seluruh umat, agar Gereja
Katolik semakin Katolik dan umat semakin dapat menghayati iman
kekatolikannya.
Proses Katekese:
Buku ini menggunakan metode katekese umat secara
sederhana. Buku dirancang untuk dikatekesekan oleh pengurus
Gereja yang diakui punya dedikasi tinggi untuk mengajar umat
kendati mereka tidak mengalami dan memiliki pengetahuan yang
cukup tentang pedagogi katekese seperti para frater dan alumni
Sekolah Tinggi Pastoral (STP). Walau tidak punya cukup
17
latarbelakang akademik secara formal tetapi memiliki pengalaman
dan kemauan yang kuat atas pengalaman mengikuti kursus-kursus
dan sermon-sermon yang diselenggarakan komisi dan paroki.
Struktur Pengajaran:
Judul
- tujuan
- sarana
- waktu
- metode
- catatan bagi pembimbing
- jalannya kegiatan
Pengantar
Pertanyaan pembuka atau brainstorming atau sejenis curah
gagasan
Pembahasan topik: topik diuraikan selengkap mungkin dengan
pengandaikan bahwa para pengurus Gereja stasi tidak
memiliki cukup referensi. Karena itu dibuat sistimatis dan
lengkap uraiannya. Tetapi sangat baik bila didukung lagi
dengan referensi atau buku pendukung lain sehingga makin
kaya penguraian maupun ungkapan yang semakin menolong
pendengar.
Penyimpulan
Penutup: Doa dan lagu
Penutup
Katekese menghantar umat memahami ajaran imannya
sekaligus menghayati ajaran itu dalam praksis hidup. Katekese
dikatakan berhasil baik dalam tugasnya ketika umat memiliki
pengetahuan iman yang memadai dan juga menghayati
pengetahuan imannya. Dengan demikian katekese itu menghantar
18
umat pada kedewasaan iman. Selain itu ada hal yang harus disikapi
yaitu pelaku katekese itu. Keberhasilan katekese sangat bergantung
pada para pewarta atau fasilitator. Ke masa depan perlu dipikirkan
formasi yang baik dan terus-menerus dari para katekis, baik katekis
tertabis maupun katekis terbaptis, yang berijazah maupun yang
relawan.
Katekese umat perlu diselenggarakan dengan baik agar
umat semakin dapat berbagi pemahaman dan meneguhkan satu
sama lain. Katekese umat tetap interaktif, tidak hanya meneruskan
pesan tetapi juga menerima kekayaan rahmat dari orang lain apa
pun latar belakangnya. Gereja harus selalu mau dievangelisasi dan
akhirnya mengevangelisasi.
Selain itu katekese juga mengandaikan kerja sama dengan
bidang-bidang pastoral yang lain. Kekuatan katekese umat sering
kali datang dari aneka bidang pastoral yang lain seperti pastoral
keluarga, pastoral 19ka na ekonomi, kerawam dan politik, jpic,
19ka nada19n, dll. Katekese umat tidak bisa mengambil alih semua
peran pastoral yang lain. Katekese merupakan dimensi sabda dari
seluruh karya pastoral Gereja. Bila pastoral lain berkembang maka
katekese akan turut berkembang. Tentu 19ka nada pengaruh timbal
balik. Katekese yang berkembang memengaruhi perkembangan
karya pastoral yang lain.
19
Komkat KAM
Catholic Center, MEDAN
20