Anda di halaman 1dari 30

PERANAN KATEKESE DALAM

KARYA PASTORAL GEREJA
27 September 2009
https://agamakatolik.wordpress.com/2009/09/27/peranan-katekese-dalam-karya-pastoral-gereja/

PENGANTAR
Tugas perutusan dasar Gereja adalah menjadi pelayan Sabda, yakni mewar-takan
dan mewujudkan Injil di tengah-tengah masyarakat dalam situasi konkretnya.
Tugas pelayanan Sabda itu sendiri selalu hidup dan tinggal dalam dunia dengan se-
gala situasinya. Hal demikian berarti bahwa Gereja ikut ambil bagian untuk mena-
ngani masalah-masalah kehidupan manusia yang merupakan wujud dan bukti
pang-gilan sucinya.
Dewasa ini keterlibatan umat dalam melaksanakan pelayanan Sabda Gereja
khususnya melalui karya katekese cukup menggembirakan. Agar pelayanan
mereka dapat lebih berdaya guna bagi pengembangan iman umat, maka upaya dari
para pelayan Sabda untuk memahami hakekat dan peranan katekese dalam
keseluruhan tugas Pastoral Gereja kiranya akan mempunyai arti penting dan nilai
tersendiri dalam upaya itu. Dengan demikian pelaksanaan pelayanan Sabda yang
dikembangkan akan terlaksana secara benar, dan mendapat penanganan lebih
lanjut secara memadai. Untuk membantu usaha itu, maka dalam naskah ini
pertama-tama akan dikemuka-kan tentang pengertian katekese dan beberapa
peristilahan. Kemudian berikutnya akan kita kaji bersama tentang katekese dalam
tugas pastoral Gereja. Selanjutnya bagian akhir dari naskah ini dikemukanan
tentang dasar dan isi katekese serta tang-gungjawab dan organisasi karya katekese.
Dari kesemuanya itu diharapkan akan dapat menolong pemahaman dan usaha kita
dalam melaksanakan pelayanan Sabda Gereja secara tepat dijaman modern ini.
I. PENGERTIAN KATEKESE DAN BEBERAPA PERISTILAHAN
A. Pengertian katekese
Menjadi Kristiani (= Katolik) berarti mengimani pribadi Yesus Kristus sebagai
Juru Selamatnya, yang dihayatinya sebagai panggilan dan perutusan dari Kristus
sendiri. Panggilan dan perutusan Kristus itu, dasarnya dapat kita temukan dalam
Kitab Suci khususnya dalam Perjanjian Baru yang merupakan ungkapan
pengalaman iman Ge-reja perdana. Sejak semula Tuhan Yesus “memanggil
mereka yang dikehendaki-Nya sendiri, dan menetapkan dua belas orang untuk
mengikuti-Nya serta diutus-Nya un-tuk mewartakan Injil” (Mrk 3:13-19, lih. Mat
10:1-42). Sebelum Yesus naik ke Surga, Ia mengutus para Rasul ke seluruh dunia,
seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Perintah Kristus kepada
para Rasul, diantaranya: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat
28:19-20). “Pergilah keseluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”
(Mrk 16:15). Dari sebab itu, maka “paguyuban/himpunan orang-orang yang
mengimani pribadi Yesus Kristus” (= Gereja) pada dasarnya mengemban tugas
untuk mewartakan iman dan keselamatan yang telah diterimanya. Dengan kata
lain, tugas perutusan dasar Gereja adalah menjadi pelayan Sabda, yak-ni
mewartakan dan mewujudkan Injil di tengah-tengah masyarakat dalam situasi
konkretnya, sesuai tugas dan panggilan mereka masing-masing.
Dalam melaksanakan tugas perutusan Gereja khususnya melalui bidang pewar-
taan, kita sering menemukan istilah, diantaranya “kateketik.” Dalam rangka mema-
hami pengertian dasar dari salah satu segi pewartaan Gereja, istilah itu perlu kita
kaji terlebih dahulu. Kateketik berasal dari kata Yunani katechein, bentukan dari
kata kat dan echo. Kat berarti pergi atau meluas, sedangkan echo berarti
menggemakan atau menyuarakan keluar. Jadi katechein berarti tindakan atau
kegiatan menggemakan atau menyuarakan keluar.
Istilah katechein semula digunakan oleh umum, namun lama-kelamaan diambil
alih oleh umat kristen menjadi istilah khusus dalam bidang pewartaan Gereja. Kata
katechein sendiri mengandung dua pengertian. Pertama, katechein berarti
pewartaan yang sedang disampaikan atau diwartakan. Kedua, katechein berarti
ajaran dari para pemimpin. Mengacu pada dua pengertian itu, dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru dapat kita temukan kata “pengajaran”, misalnya: “Mereka
bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka ……
(Kis 2:42). Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi
segala sesuatu yang ada pada-nya dengan orang yang memberikan pengajaran itu”
(Gal 6:6). “Dan setiap hari me-reka (Rasul-rasul) melanjutkan pengajaran mereka
di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus
yang adalah Mesias” (Kis 5:42).
Kata katechein selanjutnya menjadi istilah teknis untuk pelbagai aspek ajaran
Gereja. Perkembangan selanjutnya, dalam upaya pewartaan Kabar Gembira dan
pe-nyampaian ajaran Gereja agar dapat terlaksana secara benar dan efektif, dikem-
bangkanlah pemikiran secara sistematis dan paedagogis (= ilmiah). Pengembangan
pemikiran secara ilmiah tentang upaya pewartaan Gereja itu, kemudian disebut
“ka-teketik” sebagai disiplin ilmu. Sedangkan kegiatan dan prosesnya dalam
menyam-paikan ajaran Gereja ataupun dalam rangka pendidikan iman umat
disebut “kate-kese.” Oleh karena itu maka “katekese dimengerti sebagai
pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang Kristen semakin
dewasa dalam iman.”
Dalam anjuran apostolik Catechesi Tradendae, Sri Paus Yohanes Paulus II me-
negaskan:
“Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam
iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada
umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para
pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.”
Katekese kenyataannya mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Pada
zaman dan tempat tertentu, katekese memiliki kekhususan serta tekanan tertentu
pula. Walaupun demikian, sejak Gereja perdana hingga sekarang, lingkup pokok
kar-ya katekese adalah tetap yakni dalam pelayanan Sabda Gereja (Pewartaan =
Ke-rygma). Pokok pewartaannya juga tetap yaitu karya keselamatan Allah yang
ter-laksana dalam diri Yesus Kkristus, yang puncaknya terlaksana dalam wafat dan
Ke-bangkitan Kristus pula. Dalam karya pewartaan yang dilaksanakan oleh Gereja
itu, sekaligus terkandung panggilan luhur bagi para pendengarnya untuk bertobat
dan percaya serta menyerahkan diri kepada Allah yang mengerjakan keselamatan
itu.
B. Beberapa peristilahan
Ada pelbagai macam istilah yang berhubungan dengan katekese. Oleh karena itu
beberapa istilah yang sering kita jumpai berikut ini perlu diketahui agar karya ka-
tekese lebih dipahami arti dan maknanya secara benar.
Katekese : Proses kegiatan pengajaran/pendidikan iman Katolik bagi calon
permandian atau bagi umat.
Kateketik : Pemikiran sistematis dan paedagogis tentang pengajaran dan pen-
didikan iman Gereja Katolik bagi umat manusia dalam situasi kon-kretnya.
Katekumenat : Masa persiapan atau masa pendidikan bagi para calon baptis/per-
mandian.
Katekumen : Orang yang sedang mempersiapkan melalui pelajaran agama Ka-tolik
untuk menerima Sakramen Baptis/Permandian (calon baptis).
Katekismus : Buku pelajaran iman yang dikeluarkan secara resmi oleh pimpinan
Gereja. Ada yang bersifat universal, ada juga yang nasional bah-kan lokal. Isinya
lebih menanamkan paham/pengertian dan kerap diurutkan dalam bantuk tanya
jawab.
Katekis : Guru Agama/Pembina iman Katolik atau orang yang atas nama Gereja
melaksanakan pelayanan Sabda Gereja atau mewartakan Sabda Tuhan.
Kateket : Sebutan untuk para pakar (orang yang ahli) di bidang kateketik.
Rangkuman
Seperti para murid Yesus yang dipanggil, dihimpun dalam kesatuan dengan-Nya
dan diutus untuk mewartakan Injil, demikian halnya orang-orang yang mengimani
pribadi Yesus Kristus (= Gereja) juga mendapat panggilan dan perutusan dari-Nya.
Mereka mengemban tugas mewartakan iman dan keselamatan yang diterimanya.
Dengan demikian tugas perutusan dasar Gereja adalah sebagai pelayan Sabda,
yakni mewartakan dan mewujudkan Injil di tengah-tengah masyarakat dalam
situasi kon-kretnya, melalui tugas dan panggilan mereka masing-masing.
Dalam pelaksanaan bidang pewartaan Gereja, istilah “kateketik” sering kita temui.
Kateketik dari kata Yunani katechein yang berarti menggemakan atau me-
nyuarakan keluar. Kata katechein sendiri mengandung dua pengertian: pewartaan
yang sedang disampaikan atau diwartakan, dan ajaran dari para pemimpin. Dalam
rangka upaya pewartaan Kabar Gembira yang lebih berdaya guna, maka
dikembang-kanlah pemikiran secara sistimatis dan paedagogis (= ilmiah) tentang
pengajaran dan pendidikan iman Gereja Katolik, yang kemudian disebut
“kateketik” sebagai disiplin ilmu. Sedangkan kegiatan dan prosesnya dalam
menyampaikan ajaran Gereja ataupun dalam rangka pendidikan iman umat disebut
“katekese.” Lingkup pokok kar-ya katekese adalah pelayanan Sabda Gereja
(Pewartaan = Kerygma). Sedangkan isi pokok pewartaannya adalah karya
keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus, yang puncaknya
terlaksana dalam wafat dan kebangkitan Kristus pula. Agar pelaksanaan karya
katekese lebih difahami arti dan maknanya secara benar, maka istilah-istilah yang
berhubungan dengan katekese perlu dipahami dan diterap-kannya secara tepat.
II. K A T E K E S E
DALAM TUGAS PASTORAL GEREJA
A. Karya Pastoral Gereja
Gereja adalah paguyuban atau himpunan Umat Allah yang mengimani pribadi
Yesus Kristus, dalam melanjutkan dan mewujudnyatakan keselamatan Allah di
dunia ini. Dalam mengarungi peziarahan hidupnya, Gereja mengemban kewajiban
untuk mengembangkan kehidupan beriman dan mengembangkan dunia terus-
menerus agar menjadi lingkungan hidup yang layak serta selaras dengan kehendak
Allah. Kedua kewajiban itu nerupakan tugas pastoral Gereja, yakni dalam usaha
mem-bimbing dan mengembangkan iman umat serta pelayanan atas dunia,
bertolak dari situasi konkret umat dan dunia.
Gereja dalam mewujudkan tugas perutusannya melalui empat “bidang dasar kar-ya
pastoral” (= fungsi dasar Gereja). Keempat bidang pastoral itu tidak terlepas antara
yang satu dengan yang lain. Namun demikian empat bidang itupun tidak bisa
disamakan begitu saja, mengingat masing-masing mempunyai ruang lingkup serta
kekhasan tersendiri. Keempat bidang karya pastoral Gereja itu adalah; Koinonia
(Per-sekutuan dan persaudaraan hidup dalam Tuhan), Diakonia (Pelayanan kepada
sesa-ma dan solidaritas sosial), Leitourgia (Perayaan iman dalam ibadat dan doa),
dan Ke-rygma (Pewartaan atau pengajaran dan pendidikan iman).
1. Koinonia
Koinonia adalah usaha pelayanan Gereja untuk membentuk dan membangun
komunitas orang beriman secara menyeluruh. Pelayanan ini terwujud dalam
kegiatan menghimpun dan mempersatukan umat kristiani agar hidup dalam
persekutuan dan persaudaraan dalam iman akan Yesus Kristus. Didalam komunitas
kristiani itu, dicip-takan dan dibangun kerjasama yang baik untuk saling melayani.
Dalam kebersamaan juga mengusahakan perdamaian dan kerukunan baik di dalam
komunitas itu sendiri maupun dengan komunitas lain (kelompok beriman lain).
Kekhasan koinonia Gereja adalah dalam usahanya untuk membangun dan
membentuk komunitas orang ber-iman agar menjadi lebih baik dan mendalam
dalam menghayati hidup berimannya.
Gereja dalam menghayati dan mewujudkan koinonia di tengah masyarakat, pada
dasarnya merupakan jawaban kerinduan manusia akan persaudaraan, perdamaian,
persatuan dan komunikasi di antara umat manusia secara sehat dan mendalam.
Oleh sebab itu Gereja tak henti-hentinya berusaha untuk memberikan kesaksian
akan adanya suatu kemungkinan kehidupan yang disadari persaudaraan dan
persatuan dalam persekutuan dengan Allah.
2. Diakonia
Iman yang dimiliki jemaat akan menjadi iman yang mati apabila tanpa perwu-
judan (perbuatan) konkret dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Dia-
konia adalah merupakan suatu bentuk pelayanan Gereja untuk mewujudkan iman
dalam masyarakat. Melalui pelayanan ini, Gereja berusaha menemukan nilai iman
yang bentuknya sangat manusiawi, malahan bersifat profan sehingga dapat
langsung berfungsi dan berhasil bagi perkembangan masyarakat. Dengan diakonia,
Gereja berusaha agar melalui dan dalam segi-segi kehidupan masyarakat seperti;
pendi-dikan, sosial, ekonomi, kesehatan, kebudayaan dsb. Iman menjadi nyata dan
ber-kembang sesuai yang dicita-citakan. Dengan demikian Gereja melalui fungsi
diakonia mewujudkan tugasnya untuk membangun dan mengembangkan dunia.
Tugas ini berasal dari hakekat Gereja sendiri, karena Gereja harus menjadi
“garam” dan “te-rang” dunia.
3. Leitourgia (liturgia)
Liturgi Gereja adalah sebagai puncak perayaan iman umat, dan merupakan tem-pat
dimana umat beriman dapat mengungkapkan hubungan pribadinya dengan Al-lah.
Dalam liturgi dan perayaan sakramen-sakramen, jemaat mengungkapkan iman-nya
serta menanggapi karya keselamatan Allah dengan bersyukur, pujian dan doa.
Perayaan iman umat ini terlaksana dalam ibadat dan perayaan-perayaan, doa
pribadi dan doa bersama. Mengingat akan kekhususan akan perayaan iman umat
ini, maka segala bentuk dan simbol-simbol dalam liturgi baru betul-betul
merupakan liturgi se-jauh dapat menolong atau mengantar umat pada hubungannya
dengan Tuhan. Dan dalam perayaan itu jemaat sungguh-sungguh merasakan
kehadiran dan bimbingan Tuhan dalam hidupnya. Dengan demikian liturgi Gereja
sebenarnya menjawab kebu-tuhan manusia untuk secara khusus merayakan
kehidupan berimannya. Dalam liturgi umat mengakui dan mengungkapkan dalam
simbol-simbol anugerah keselamatan serta keberadaan mereka yang telah ditebus
dan diselamatkan.
4. Kerygma (pewartaan)
Kerygma adalah pelayanan Gereja dalam mewartakan Injil (Kabar Gembira)
keselamatan bagi umat manusia. Dalam mewujudkan pelayanannya melalui fungsi
kerygma ini, pada dasarnya Gereja melaksanakan pewartaan (pelayanan Sabda)
yang membebaskan, menerangi, dan menafsirkan hidup manusia sehingga
bermakna dihadapan Allah. Melalui fungsi kerygma, Gereja dipanggil untuk
menjadi saksi dan pembawa harapan dengan mewartakan Yesus Kristus yang
memulai serta menjamin terwujudnya karya keselamatan Allah di dunia ini. Karya
pewartaan Injil yang meru-pakan tugas perutusan dasar Gereja ini, terus
berlangsung tak henti-hentinya sejak Gereja perdana hingga akhir jaman nanti.
Pelaksanaan pewartaan Gereja terlaksana dalam bentuk pengajaran dan pendidikan
iman bagi manusia dalam situasi kon-kretnya.
Perhatian pokok dalam pewartaan Gereja adalah kesaksian iman dan karya kese-
lamatan Allah, yang puncaknya terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Di dalam
komu-nitas umat beriman sendiri selalu diusahakan terjadinya komunikasi iman,
sehingga melalui komunikasi iman itu dicapai pengertian dan penghayatan iman
yang lebih mendalam. Komunikasi iman yang terjadi selalu dalam keterarahan
pada pertobatan (metanoia) secara terus-menerus, sehingga diharapkan umat
mencapai kehidupan kristiani yang penuh.
B. Tempat dan peranan katekese dalam karya Pastoral Gereja
Untuk mengetahui tempat dan peranan katekese dalam keseluruhan karya pas-toral
Gereja, kita mesti melihat kembali keempat fungsi dasar Gereja dalam mewu-
judkan tugas perutusannya. Keempat fungsi dasar (bidang dasar karya pastoral) itu
adalah; koinonia, diakonia, leitourgia, dan kerygma. Keempat bidang itu masih
ber-sifat umum dan luas, maka masing-masing bidang mewujudkannya dalam
kegiatan pelayanan secara konkret.
1. Tempat katekese dalam karya pastoral Gereja
Dari keempat bidang dasar karya pastoral Gereja yang bersifat umum dan luas
tersebut di atas, kerygma merupakan salah satu diantaranya, dan mengemban
fungsi untuk mewartakan Injil (Kabar Gembira) keselamatan bagi umat manusia.
Dalam mengemban fungsinya untuk mewartakan Injil, bidang kerygma
mewujudkan pelayanan diantaranya melalui Evangelisasi, Teologi, Khotbah dan
Katekese. Melihat bidang ini nampak bahwa katekese merupakan bagian dari
fungsi kerygma Gereja. Oleh karena itu maka dalam konteks keseluruhan tugas
pastoral Gereja, katekese merupakan bagian integral fungsi kerygma. Dengan
demikian pada hakekatnya kate-kese adalah bagian integral fungsi kerygma
Gereja, yakni pelayanan Sabda atau kar-ya kenabian, bersama dengan yang lain
seperti evangelisasi, teologi, khotbah dsb.
2. Pengertian dan peranan katekese dalam karya pastoral Gereja
Sering terasa tidak mudah memahami pengertian dan peranan katekese dalam
keseluruhan karya pastoral Gereja. Hal itu mengingat seluruh tindakan pelayanan
Gereja selalu memiliki nilai “kateketis” (= usaha untuk memperdalam dan
mengem-bangkan iman) bagi manusia. Untuk memahami pengertian dan peranan
katekese dalam karya pastoral Gereja, pada dasarnya tidak dapat dilepaskan
dengan evange-lisasi (penginjilan) yang dewasa ini menduduki tempat utama
dalam misi Gereja.
Sehubungan dengan evangelisasi, Bapa Suci Paus Paulus VI menjelaskan pengin-
jilan sebagai berikut:
“Bagi Gereja, penginjilan (evangelisasi) berarti membawa Kabar Gembira kepada
segala tingkat kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia
dari dalam dan membuatnya menjadi baru”
Dari penjelasan itu nampak bahwa evangelisasi meliputi seluruh tindakan Gereja
sejauh merupakan pewartaan dan kesaksian efektif atas Kabar Gembira Kerajaan
Allah. Dalam konteks faham evangelisasi yang luas dan dinamis semacam itu,
kate-kese merupakan salah satu momen (saat) evangelisasi. Katekese dapat
dimengerti sebagai setiap bentuk pelayanan Sabda yang dimaksudkan untuk
memperdalam dan mematangkan iman umat beriman, baik sebagai perorangan
maupun sebagai kelom-pok. Di sisi lain perlu mendapat perhatian, kenyataan
bahwa tindakan pastoral lain seperti; liturgi, karya sosial, karya pendidikan dsb.
juga diarahkan kepada pema-tangan iman umat. Namun demikian hal itu tidak
berarti bahwa semua tindakan pas-toral Gereja adalah katekese.
Dalam arti sesungguhnya (yang sekaligus mencakup peranannya), katekese ada-lah
pelayanan Sabda yang dilaksanakan oleh Gereja untuk mengeksplisitkan (mem-
perjelas) dan memperdalam iman akan Yesus Kristus, serta menginisiasikan atau
mengintrodusir (mengantar) jemaat dalam kehidupan Gereja. Tindakan-tindakan
pastoral lainnya, meski tidak disebut katekese dalam arti sesungguhnya, dapat
dika-takan memiliki dimensi atau nilai kateketis.
Rangkuman
Gereja mewujudkan tugas perutusannya melalui empat bidang dasar karya
pastoral, yaitu; koinonia, diakonia, leitourgia (liturgi), dan kerygma. Dari keempat
bidang karya pastoral itu, pada hakekatnya katekese adalah bagian integral fungsi
kerygma Gereja, yakni pelayanan Sabda atau karya kenabian, bersama dengan
yang lain seperti evangelisasi, teologi, khotbah dsb.
Untuk memahami peranan katekese dalam keseluruhan tugas pastoral Gereja, pada
dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan paham evangelisasi. Evangelisasi sen-diri
merupakan kegiatan yang meliputi seluruh tindakan Gereja sejauh merupakan
pewartaan dan kesaksian efektif atas Kabar Gembira Kerajaan Allah. Dalam
konteks paham evangelisasi yang luas dan dinamis itu, maka arti dan peranan
katekese se-sungguhnya adalah “pelayanan Sabda yang dilaksanakan oleh Gereja
untuk meng-eksplisitkan (memperjelas) dan memperdalam iman akan Yesus
Kristus, serta meng-inisiasikan atau mengintrodusir (mengantar) jemaat dalam
kehidupan Gereja.”
III. DASAR, ISI DAN KRITERIA KATEKESE
A. Dasar katekese
Katekese pada satu pihak berdasarkan Teologi dengan segala sumbernya, yaitu;
Alkitab, Liturgi, Tradisi, dan kesaksian iman orang-orang kristiani. Dilain pihak
kate-kese berdasarkan pada Antropologi (pengalaman manusia seutuhnya dan
kebuda-yaan). Oleh sebab itu maka katekese sebagai proses pendidikan iman, di
satu pihak harus mengikuti proses wahyu dan iman, dan di lain pihak harus betolak
(masuk, memperhatikan) pengalaman dan perkembangan manusia seutuhnya.
Katekese pada dasarnya mengusahakan agar setiap orang menghayati imannya
secara mendalam dalam situasi konkret hidupnya. Untuk itu maka katekese harus
dibangun (dikembangkan) atas dasar wahyu dan iman. “Wahyu adalah pelaksanaan
rencana cinta kasih Allah kepada manusia agar manusia mendapatkan keselamatan.
Wahyu Allah itu dinyatakan dalam Sabda, karya dan tanda-tanda”
Wahyu Allah ditawarkan kepada manusia, dan manusia menjawabnya
dengan penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Jawaban manusia atas
wahyu (tawaran ke-selamatan Allah) itu disebut iman. Agar wahyu dan iman
mendatangkan keselamatan bagi manusia, maka prosesnya sedemikian menyentuh
dan mengena pada penga-laman manusia seutuhnya. Hal itu berarti menyentuh
perkembangan pribadi manusia dan menyangkut segala usaha manusia dalam
sejarah. Dengan kata lain katekese merupakan pelayanan Sabda yang hidup
serentak setia kepada Allah dan setia ke-pada manusia.
Gereja berusaha mewujudkan kesetiaannya kepada Allah dan kepada manusia,
terutama dilaksanakan melalui katekese (bdk. DV art. 24). Dengan cara menimba
ke-benaran dari Allah dan dengan patuh berpedoman pada makna asli dari Sabda
itu, katekese berusaha menyampaikan Sabda Allah dengan setia. Walaupun
demikian dalam katekese tidak dibenarkan bila hanya terbatas kepada pengulangan
rumusan-rumusan secara tradisional. Dalam pelaksanaan katekese, rumusan-
rumusan itu mesti dimengerti benar-benar, dan dengan setia disampaikan
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh para pendengarnya (peserta katekese).
Bahasa yang diguna-kan dalam katekese, semestinya mengikuti perkembangan
usia, latar belakang sosial dan kebudayaan yang dihayati peserta katekese (bdk.
DV art.8; CD art.14). Dengan kata lain katekese harus bertolak dari situasi konkret
peserta (umat).
B. Bahan dan isi katekese
Katekese sebagai kegiatan pewartaan Kabar Gembira keselamatan Allah dalam
Yesus Kristus, bertujuan untuk memperdalam dan mengembangkan iman umat.
Un-tuk itu katekese membutuhkan isi yang memadai. Dalam menyampaikan isi
kate-kese, pewarta Sabda harus setia kepada bimbingan “Magisterium Gereja” (=
wenang mengajar iman dan susila) yaitu hirarki Gereja. Secara garis besar bahan
dan isi ka-tekese meliputi; Sejarah Keselamatan dalam Perjanjian Lama, Sejarah
Keselamatan dalam Perjanjian Baru, Ajaran pokok pewartaan kristen, Sakramen-
sakramen dan Pengalaman manusia yang dihayati sebagai karya penyelamatan
Allah.
1. Sejarah Keselamatan Perjanjian Lama
Seluruh sejarah manusia dalam Perjanjian Lama menjadi sejarah Keselamatan,
sebab pengalaman hidup manusia yang dialaminya diyakini bahwa Tuhan ikut ber-
peran (ikut campur tangan) dalam mengatur perjalanan sejarah manusia. Dari
sebab itu seluruh perencanaan maupun pelaksanaan sejarah Keselamatan dalam
Perjanjian Lama merupakan bahan dan isi katekese. Secara garis besar bahan dan
isinya meli-puti; Penciptaan, Dosa, Panggilan Abrahan, Panggilan Musa,
Panggilan Israel dsb.
2. Sejarah Keselamatan Perjanjian Baru
Sejaran keselamatan yang telah berlangsung dalam Perjanjian Lama, berlang-sung
terus dalam Perjanjian Baru dengan Kristus sebagai poros, kunci, dan sekaligus
menjadi tonggak batasnya. Atas iman akan pribadi Yesus Kristus, umat purba me-
nata serta mengembangkan hidupnya dan selanjutnya diteruskan oleh Gereja
hingga akhir jaman nanti. Gereja tak henti-hentinya mewartakan iman dan karya
Kesela-matan Allah dalam Yesus Kristus. Sebagai bahan dan isi katekese dalam
sejarah Ke-selamatan Perjanjian Baru secara garis besar meliputi; Yesus Kristus,
Gereja (umat) perdana, Gereja Kristus, dsb.
3. Ajaran pokok pewartaan Kristen
Ajaran pokok pewartaan kristen juga merupakan bahan dan isi katekese. Ada ba-
nyak ajaran pokok pewartaan kristen, diantaranya adalah; Allah Tritunggal Maha
Kudus, Penghormatan kepada Allah yang sesungguhnya, Pengetahuan tentang
Allah dan cinta kasih-Nya, Yesus Kristus Juru Selamat, Manusia Baru, Gereja,
Moral Kris-tiani, Maria, Akhirat dsb.
4. Sakramen-sakramen
Sakramen adalah tanda dan sarana keselamatan dari Allah bagi manusia melalui
Gereja. Sakramen menjadi tanda dan sarana dimana manusia berada dalam
hubung-an secara khusus dengan Allah. Dengan menerima Sakramen, manusia
memperoleh kebahagiaan dan dapat bersatu dengan Allah. Sakramen-sakramen
Gereja yang menjadi bahan dan isi katekese ialah ketujuh Sakramen, yaitu;
Sakramen Perman-dian (Baptis), Sakramen Krisma (Penguatan), Sakramen
Ekaristi, Sakramen Pengam-punan Dosa, Sakramen Pengurapan Orang sakit,
Sakramen Imamat, dan Sakramen Perkawinan.
5. Pengalaman manusia sebagai karya keselamatan Allah
Roh dan cinta kasih Allah selalu berkarya dalam semua ciptaan, dan mengun-dang
manusia pada setiap saat dan setiap tempat untuk diselamatkan. Setiap orang
sebenarnya selalu disentuh Allah dan dipanggil untuk menjawab cinta kasih Allah
dan Kerajaan-Nya dalam hidup nyata sehari-hari.
Allah selalu hadir dan membimbing manusia dalam kehidupan konkret sehari-hari.
Atas dasar itu semua, pengalaman manusia seutuhnya atau seluruh kenyataan
hidupnya secara konkret merupakan bahan dan isi katekese. Hal demikian
mengingat Allah sendiri mewahyukan diri-Nya kepada manusia melalui
pengalaman-pengalaman hidup, melalui kejadian-kejadian sejarah, dan seluruh
kenyataan duniawi. Hidup dan keberadaan manusia adalah tanda tindakan
penyelamatan Allah sendiri.
Pengalaman hidup nyata manusia sebagai bahan dan isi katekese dimengerti secara
luas, yakni keseluruhan hidup manusia yang senantiasa terlibat dalam hu-bungan
dengan diri sendiri, dengan lingkungan alam sekitar, dengan masyarakat, dengan
peristiwa peristiwa sejarah, dan pengalaman religius. Kesemuanya merupa-kan
bahan dan isi katekese khususnya dalam keterarahan manusia kepada Allah se-
mesta alam.
C. Keutuhan isi katekese
Isi warta Ilahi terdiri dari bagian-bagian yang satu dengan yang lain saling ber-
kaitan. Semua itu telah diwahyukan Allah sendiri secara bertahap mulai waktu
lam-pau melalui para Nabi dan terakhir puncaknya di dalam diri Putera-Nya (bdk.
Ibr 1:1). Dalam karya katekese, hal itu akan selalu mendapat perhatian khusus agar
isi warta sungguh-sungguh berdaya guna bagi umat. Oleh karena tujuan katekese
ada-lah untuk menolong umat baik secara individu maupun secara kelompok
menuju iman yang dewasa, maka katekese harus tetap setia menyajikan seluruh isi
warisan kristen. Untuk melaksanakan hal itu, tugas katekese bukan merupakan hal
yang mu-dah. Maka dalam pelaksanaan katekese selalu di bawah bimbingan
wenang menga-jar iman dan susila Gereja (hirarki). Dari merekalah Gereja
memelihara seluruh kebe-naran dari warta Ilahi. Gereja bertugas mengawasi agar
pelayanan Sabda menggu-nakan bentuk yang tepat dalam pewartaan, dan juga
secara bijaksana mempertim-bangkan bantuan yang diberikan oleh hasil penelitian
ilmu teologi dan ilmu pengeta-huan manusia.
Bagi para pelayan Sabda Gereja, dalam menerangkan isi pewartaan harus bersi-kap
arif dan hati-hati agar tidak jatuh dan cenderung mewartakan dirinya sendiri (ke-
mampuan pribadi pewarta) yang bisa meleset jauh dari pokok dan inti iman
kristiani. Pelayanan Sabda mesti setia dengan penafsiran Gereja akan misteri
Kristus sebagai pusat dan inti pewartaannya. Begitu pula bagaimana Gereja mesti
merayakan dan mewujudkan dalam praktek hidup sehari-hari sebagai orang
kristen. Akhirnya para pelayan Sabda Gereja harus mempertimbangkan dengan
bimbingan Roh Kudus, ba-gaimana rencana Allah dapat dilaksanakan pada masa
kini dan saat ini kepada ma-nusia.
D. Kriteria katekese
1. Kriteria untuk penyajian pesan
Sehubungan dengan kriteria penyajian pesan, Petunjuk Umum Katekese meng-
gambarkan sbb.: “Kriteria untuk penyajian pesan Injil dalam katekese berkaitan
erat satu dengan yang lain, karena mereka muncul dari sumber yang sama.
 Pesan yang berpusat pada pribadi Yesus Kristus (kristosentris) dengan dinamika
batinnya memperkenalkan dimensi tritunggal dari pesan yang sama itu.
 Pemakluman Berita Gembira tentang Kerajaan Allah, berusat pada anugerah Ke-
selamatan, yang berisikan sebuah pesan tentang pembebasan.
 Ciri gerejani (ekklesial) dari pesan Injil mencerminkan sifat historisnya karena
katekese sebagaimana dengan semua evangelisasi diwujudkan dalam “kehidupan
Gereja.”
 Pesan Injil mencari inkulturasi, karena Berita Gembira ditujukan kepada segala
bangsa, yang hanya bisa dicapai bila pesan Injil disajikan dalam keutuhan dan
kemurniannya.
 Pesan Injil merupakan suatu pesan menyeluruh (komprehensif), dengan hirarki
kebenarannya sendiri. Justru visi harmonis dari Injil inilah yang mengubahnya
menjadi suatu peristiwa yang berarti bagi pribadi manusia.
Walaupun kriteria-kriteria ini sah bagi seluruh pelayanan sabda, di sini kriteria-
kriteria itu dikembangkan dalam hubungannya dengan katekese.”
2. Pesan Injil yang berpusat pada Kristus (kristosentris)
Berkaitan dengan Pesan Injil, Petunjuk Umum Katekese 1997 art. 98 seperti beri-
kut ini. Yesus Kristus tidak hanya meneruskan sabda Allah: Dia adalah Sabda
Allah. Oleh karena itu, katekese harus sama sekali terikat pada-Nya. Maka ciri
khas pesan yang diteruskan oleh katekese, terutama adalah “keberpusatan pada
pribadi Yesus Kristus”. Ini dapat dimengerti dalam pelbagai arti.
 Pertama-tama kristosentris berarti bahwa “pada inti katekese, kita menemukan,
dalam esensinya seorang pribadi, pribadi Yesus dari Nazaret, Putra tunggal Allah,
penuh kasih karunia dan kebenaran” (CT art. 5). Dalam kenyataan tugas dasar
katekese menghadirkan Kristus dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Dia.
Secara nyata katekese memajukan tindakan mengikuti Yesus dan persatuan dengan
Dia; segala elemen dari pesan Injil mengarah ke sini.
 Kedua, kristosentris berarti Kristus adalah “pusat sejarah keselamatan”, yang di-
hadirkan oleh katekese. Kristus sungguh-sungguh peristiwa final, titik temu se-gala
sejarah keselamatan. Dia, yang datang ”pada kepenuhan waktu adalah kun-ci,
pusat, dan akhir dari semua sejarah manusia” (GS art. 10). Pesan kateketis
menolong orang-orang kristen untuk menempatkan dirinya dalam sejarah dan
memasukkan diri ke dalam sejarah, dengan menunjukkan bahwa Kristus adalah
tujuan tertinggi dari sejarah ini.
 Lebih dari itu, kristosentris berarti bahwa pesan Injil tidak berasal dari manusia,
melainkan adalah Sabda Allah. Gereja dan atas nama Gereja, setiap katekis dalam
kebenaran dapat berkata: “ajaran saya bukan berasal dari saya sendiri, ajaran saya
berasal dari seorang yang mengutus saya” (Yoh 7:6). Jadi segala sesuatu yang
diteruskan oleh katekis adalah “ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang
disampaikan-Nya, atau lebih tepat lagi, Kebenaran yang adalah Dia sendiri” (CT
art. 6). Keberpusatan pada Kristus, mewajibkan katekis untuk meneruskan apa
yang diajarkan Yesus tentang Allah, manusia, kebahagiaan, kehidupan mo-ral,
kematian, dll., tanpa mengubah pemikiran-Nya dengan cara apapun.
Injil yang menceritakan kehidupan Yesus, adalah inti pesan kateketik. Mereka
sendiri diberkahi dengan “struktur kateketik” (CT art. 11b). Mereka menjelaskan
ajar-an yang diberikan kepada jemaat-jemaat Kristen perdana, dan yang juga
menerus-kan kehidupan Yesus, pesan-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang
menyelamat-kan. Dalam katekese, keempat injil menduduki tempat sentral karena
Yesus Kristus adalah pusat mereka.
Rangkuman
Katekese disatu pihak berdasarkan teologi dan dilain pihak berdasarkan antro-
pologi (pengalaman manusia seutuhnya dan kebudayaan). Oleh sebab itu maka
katekese sebagai proses pendidikan iman, disatu pihak harus mengikuti proses
wahyu dan iman, dan dilain pihak harus bertolak dari pengalaman dan
perkembang-an manusia seutuhnya. Dengan kata lain katekese merupakan
pelayanan Sabda yang hidup serentak setia kepada Allah dan setia kepada manusia.
Dalam pelaksanaannya, katekese sebagai pewartaan Kabar Gembira keselamat-an
Allah dalam Yesus Kristus untuk memperdalam dan mengembangkan iman umat,
memerlukan bahan dan isi yang memadai. Agar kebenaran isi pewartaan disam-
paikan dengan tetap memperhatikan keutuhan isinya, maka pelaksanaan katekese
selalu di bawah bimbingan “Magisterium Gereja.” Garis besar bahan dan isi
katekese meliputi; Sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama, Sejarah
Keselamatan dalam Perjanjian Baru, Ajaran pokok pewartaan kristen, Sakramen-
sakramen dan Penga-laman manusia yang dihayati sebagai karya penyelamatan
Allah. Di samping itu kriteria untuk penyampaian pesan dalam katekese perlu
diindahkan. Penyampaian pesan Injil dalam katekese mesti berpusat pada Yesus
Kristus (kristosentris).
IV. TANGGUNGJAWAB DAN ORGANISASI
KARYA KATEKESE
A. Tanggungjawab karya katekese
Gereja menjadi tanda dan sarana kehadiran Yesus yang menyelamatkan. Dengan
demikian, Gereja dapat disebut Sakramen Yesus Kristus atau Sakramen Dasar, ka-
rena di dalam Gereja, Yesus Kristus meletakkan dasar penyelamatan umat
manusia, yakni persatuan manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat
manusia (bdk. LG art. 1). Gereja berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan hakiki sifat
katoliknya, me-naati perintah pendiri-Nya yaitu Yesus Kristus (lih. Mrk 16:16).
Dengan demikian Ge-reja sungguh-sungguh berusaha mewartakan Injil kepada
semua orang. Sebab para Rasul sendiri yang menjadi dasar bagi Gereja, mengikuti
jejak Kristus untuk mewar-takan Sabda kebenaran. Gereja meneruskan dan
melestarikan karya itu, agar Sabda Allah terus maju dan dimuliakan (2Tes 3:1) dan
karya Allah diwartakan serta diba-ngun dimana-mana. Dari hal itu nampak bahwa
Gereja senantiasa berjuang dan ber-usaha melaksanakan amanat agung Yesus
Kristus, untuk pergi ke seluruh dunia me-wartakan Injil kepada semua makhluk
(Mrk 16:15).
“Sebagai anggota Kristus yang hidup, semua orang beriman, berkat baptis –
penguatan – dan ekaristi disatu-ragakan dan diserupakan dengan Dia, terikat kewa-
jiban untuk mengembangkan tenaga demi perluasan dan pengembangan tubuh-
Nya, untuk mengantar selekas mungkin kepada kepenuhan-Nya (Ef 4:13). Maka
hendak-nya semua putera Gereja mempunyai kesadaran yang hidup akan
tanggungjawab mereka terhadap dunia, memupuk semangat Katolik sejati dalam
diri mereka, dan mencurahkan tenaga mereka demi karya mewartakan Injil,
sehingga menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-14)” [AG art. 36]. Dari hal
demikian kiranya menjadi jelas, bahwa pada dasarnya semua warga Gereja, berkat
permandiannya mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mewartakan Injil,
kabar Gembira keselamatan Allah kepada semua orang. Demikian halnya katekese,
sebagai kegiatan pelayanan Sabda Gereja untuk mewartakan Injil, juga merupakan
tugas dan tanggungjawab seluruh warga Gereja. Oleh karena itu sebenarnya karya
katekese bukan semata-mata melu-lu tugas dan tanggungjawab bagi para Katekis,
Suster, Bruder, dan para Imam saja. Tugas dan tanggungjawab seluruh warga
Gereja dalam karya katekese itu, diwujud-kan sesuai panggilan, peranan dan fungsi
masing-masing, mulai umat awam sampai dengan Sri Paus.
1. Jemaat (Komunitas Kristiani)
Atas dasar Sakramen Inisiasi yang diterimanya, umat dituntut untuk saling mem-
berikan kesaksian iman baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok,
sehing-ga menjadi tanda kehadiran karya keselamatan Allah bagi lingkungannya
(masya-rakat konkret). Sehubungan tanggung jawab jemaat kristiani terhadap
katekese, Petunjuk Umum Katekese 1997 art. 220-221 menggariskan berikut ini.
Katekese adalah tanggungjawab seluruh komunitas Kristiani. Sesungguhnya, ini-
siasi Kristen, “hendaknya tidak menjadi karya para katekis dan imam semata,
melain-kan karya seluruh komunitas beriman” (AG art. 14). Penerusan pendidikan
iman merupakan persoalan yang menyentuh seluruh komunitas; oleh karena itu,
katekese merupakan suatu kegiatan mendidik yang timbul dari tanggungjawab
khusus dari se-tiap anggota komunitas, dalam sebuah konteks hubungan yang
kaya, sehingga para katekumen dan mereka yang menerima katekese dimasukkan
secara aktif dalam kehidupan komunitas. Komunitas Kristiani mengikuti proses
perkembangan kateketis, bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa, sebagai
suatu tugas yang secara langsung yang melibatkan dan mengikat mereka. Lagi,
pada akhir proses kateketis, adalah tanggungjawab komunitas Kristiani untuk
menyambut mereka yang meneri-ma katekese dalam suatu lingkungan
persaudaraan, ”di dalam lingkungan ini, mere-ka akan sanggup menghayati secara
lengkap apa yang telah mereka pelajari” (CT art. 24).
Komunitas Kristiani tidak hanya memberi banyak hal kepada mereka yang men-
dapat katekese, melainkan juga menerima banyak hal dari mereka. Orang-orang
yang baru bertobat, khususnya kaum remaja dan orang dewasa, dalam kesetiaan
ke-pada Yesus Kristus, membawa pada komunitas yang menerima mereka,
kekayaan manusiawi dan religius yang baru. Maka komunitas ini bertumbuh dan
berkembang. Katekese tidak hanya mematangkan iman mereka yang menerima
katekese, melain-kan juga membawa kematangan komunitas itu sendiri.
Namun sementara seluruh komunitas Kristiani bertanggungjawab akan katekese
Kristiani dan semua anggotanya memberikan kesaksian tentang iman, hanya
bebera-pa anggota menerima mandat eklesial untuk menjadi katekis. Bersama
dengan peru-tusan perdana yang dimiliki para orang tua dalam hubungan dengan
anak-anak me-reka, Gereja memberikan tugas berat untuk secara utuh dan khusus
meneruskan iman di dalam komunitas, yang secara khusus disebut para anggota
umat Allah.
2. Para Katekis Awam
Petunjuk umum katekese 1997 art. 230-231 menggariskan berikut ini. Kagiatan
kateketis kaum awam juga mempunyai sifat sendiri yang sesuai dengan kedudukan
mereka di dalam Gereja; “karakter sekular mereka yang sesuai dan khas bagi
awam” (LG art. 31). “Kaum awam giat dalam katekese berdasarkan keberadaan
mereka dalam dunia, dengan mengambil bagian pada segala tuntutan umat manusia
dan membawa nuansa dan kepekaan khusus pada penerusan Injil, yakni
pemakluman Injil oleh dunia dan kesaksian hidup, memperoleh sifat khusus dan
keberhasilan yang khas karena dilaksanakan dalam lingkungan dunia yang biasa”
(LG art. 35). Sesung-guhnya, dengan berbagai bentuk kehidupan yang sama seperti
hidup mereka yang mendapat katekese, katekis awam memiliki kepekaan khusus
untuk mengejawantah-kan Injil dalam kehidupan konkret pria dan wanita.
Katekumen dan mereka yang menerima katekese dapat menemukan suatu pola
Kristiani bagi masa depan mereka sebagai umat beriman.
Panggilan kaum awam pada katekese muncul dari Sakramen Permandian, dan
dikuatkan oleh Sakramen Krisma. Melalui Sakramen Permandian dan Krisma,
mereka mengambil bagian dalam “pelayanan Kristus sebagai imam, nabi, dan raja”
(AA art. 2b). Lagi pula panggilan kerasulan umum, beberapa kaum awam merasa
terpanggil oleh Allah untuk menerima tugas pelayanan sebagai katekis. Gereja
membangunkan dan membedakan panggilan ilahi ini dan memberikan tugas
perutusan untuk berka-tekese. Tuhan Yesus mengundang pria dan wanita, dengan
cara khusus, untuk mengikuti Dia, guru dan pembina para murid. Panggilan pribadi
Yesus Kristus dan hubungan dengan Dia merupakan daya gerak sejati kegiatan
kateketik. Dari penge-nalan penuh kasih akan Kristus, muncullah kerinduan untuk
memaklumkan Dia, “mengevangelisasi”, dan menuntun orang lain untuk
menjawab “ya” akan iman dalam Yesus Kristus. Merasa dipanggil sebagai katekis
dan menerima tugas dari Gereja memperoleh tingkat-tingkat pengabdian yang
berbeda-beda selaras dengan sifat-sifat khas setiap individu. Kadang-kadang
katekis bisa bekerja sama dalam pelayanan katekese dalam suatu periode yang
terbatas atau semata hanya kadang-kadang, namun itu selalu merupakan pelayanan
yang berharga dan kerja sama yang baik. Bagaimanapun pentingnya pelayanan
katekese akan menganjurkan bahwa dalam satu Keuskupan harus ada sejumlah
biarawan-biarawati dan kaum awam yang diakui secara publik dan dengan para
imam dan uskup, memberikan bentuk eklesial yang sepadan bagi pelayanan
Keuskupan.
3. Para Biarawan-Biarawati
Tanggungjawab katekese bagi para Biarawan dan Biarawati, dalam petunjuk
umum katekese 1997 tertuang dalam art. 228-229. Gereja secara khusus
memanggil mereka dalam hidup bakti kepada kegiatan kateketis dan ingin agar
“komunitas-komunitas religius sedapat mungkin mengabdikan kemampuan dan
sarana yang ada pada mereka bagi karya khusus katekese” (CT art. 65).
Sumbangan khusus bagi katekese dari biarawan-biarawati dan anggota serikat-
serikat hidup apostolik muncul dari keadaan mereka yang khusus. Kaul menurut
nasehat Injil, yang menandai hidup religius, merupakan suatu hadiah bagi segenap
komunitas kristiani. Dalam kegiatan kateketik Keuskupan, sumbangan mereka
yang asli dan khusus tidak pernah bisa diganti oleh para imam atau kaum awam.
Sumbangan orisinal lahir dari kesaksian publik akan persembahan mereka yang
membuat mereka menjadi suatu tanda yang hidup realitas Kerajaan: “justru kaul
nasehat-nasehat ini, dalam satu gaya hidup yang permanen yang diakui Gerejalah,
yang menandai hidup yang dibaktikan kepada Allah” (bdk. LG art. 44). Walaupun
nasehat-nasehat Injil harus dihayati oleh setiap orang Kristiani, mereka dalam
hidup bakti “mewujudkan Gereja dalam keinginan mereka untuk menyerahkan diri
kepada radikalisme Sabda Bahagia” (EN art. 69). Kesaksian kaum religius yang
disatukan dengan kaum awam memperlihatkan satu wajah Gereja yang adalah
suatu tanda Kerajaan Allah.
“Banyak terekat religius pria dan wanita didirikan untuk menyelenggarakan pen-
didikan Kristiani kepada anak-anak dan kaum muda, khususnya mereka yang
paling terlantar” (CT art. 65). Karisma yang sama para pendiri begitu rupa
sehingga ba-nyak kaum religius dewasa ini bekerja sama dalam katekese
Keuskupan bagi orang dewasa. Sepanjang sejarah banyak biarawan dan biarawati
telah membaktikan diri bagi karya kateketik. Karisma-karisma awal bukanlah
suatu pertimbangan marginal bila kaum religius menerima tugas-tugas kateketik.
Sambil tetap mempertahankan keutuhan sifat katekese itu sendiri, karisma sebagai
komunitas religius mengungkap-kan tugas bersama ini namun dengan
penekanannya sendiri, sering mendalam se-cara religius, sosial, dan pedagogis.
Sejarah katekese menunjukkan daya hidup yang telah dihasilkan oleh karisma-
karisma bagi kegiatan pendidikan Gereja.
4. Para Imam
Tanggungjawab katekese bagi para Imam, dalam petunjuk umum katekese 1997
tertuang dalam artikel 224-225. Fungsi yang sesuai dengan imamat dalam tugas
kateketik muncul dari Sakramen Imamat yang telah mereka terima. “Melalui sacra-
men itu, para imam karena pengurapan Roh Kudus, ditandai dengan suatu karakter
khusus, dan dengan demikian diserupakan dengan Kristus Imam, sehingga mereka
sanggup bertindak dalam pribadi Kristus Kepala” (bdk. PO art.8;6;12a). Karena
dise-rupakan dengan Kristus, pelayanan para imam adalah suatu pelayanan yang
mem-bentuk komunitas Kristiani, mengatur, dan meneguhkan kharisma-kharisma
serta pelayanan yang lain. Dalam katekese, Sakramen Imamat membentuk para
Pastor (imam) menjadi “pendidik iman” (PO art.6b). Oleh karena itu, mereka
berkarya agar melihat bahwa umat beriman dibentuk dengan tepat, dan mencapai
kedewasaan Kristiani yang sejati. Di lain pihak, sadar bahwa “imamat pelayanan”
(LG art.10) me-reka ada pada pelayanan “imamat umum umat beriman,” (LG
art.10) para imam memajukan panggilan dan karya para katekis dan membantu
mereka melaksanakan tugas yang muncul dari Sakramen Permandian dan
diwujudkan karena perutusan yang dipercayakan kepada mereka oleh Gereja.
Maka para imam mewujudkan per-mohonan yang dibuat oleh Konsili Vatikan II
bagi mereka: “mengakui dan mema-jukan martabat kaum awam dan peranan
mereka yang khusus dalam perutusan Gereja” (PO art. 9b). Tugas-tugas kateketik
yang sesuai dengan imamat khususnya dengan pastor paroki adalah:
 Membina rasa tanggungjawab bersama bagi katekese dalam komunitas Kristiani,
sebuah tugas yang melibatkan semua orang, pengakuan dan penghargaan bagi para
katekis dan perutusan mereka.
 Memperhatikan orientasi dasar katekese dan perencanaannya dengan membe-
rikan penekanan pada partisipasi aktif para katekis dan menegaskan agar “ka-
tekese ditata dan dia-rahkan dengan baik.”
 Memajukan dan membedakan panggilan-panggilan bagi pelayanan katekese, dan
sebagai katekis dari para katekis, memperhatikan pembinaannya dengan mem-
berikan perhatian pa-ling besar pada tugas ini.
 Mengintegrasi kegiatan kateketik dalam program “evangelisasi komunitas” dan
memelihara hubungan antara katekese, sakramen, dan liturgi.
 Menjamin ikatan antara katekese komunitasnya dengan program pastoral keus-
kupan dengan menolong para katekis menjadi mitra kerja yang aktif dalam
program keuskupan yang sama.
Pengalaman menunjukkan bahwa mutu katekese dalam sebuah komunitas sangat
bergantung pada kehadiran dan kegiatan imam.
5. Para Uskup
Tanggungjawab katekese bagi para Uskup, dalam petunjuk umum katekese 1997
tertuang dalam art. 222-223. Konsili Vatikan II menekankan pentingnya pewartaan
dan penerusan Injil dalam pelayanan keuskupan. “Di antara tugas-tugas mendasar
para Uskup, pewartaan Injil menduduki tempat utama” (LG art. 25). Dalam
memikul tugas ini, di atas segalanya, para Uskup adalah ”bentara iman” (LG art.
25), yang mencari murid-murid baru bagi Yesus Kristus, dan “guru-guru autentik”
(LG art. 25), yang meneruskan iman kepada mereka yang dipercayakan dalam
pemeliharaan mereka agar dirangkul dan dihayati. Pemakluman misioner dan
katekese merupakan dua aspek dalam kesatuan yang erat dari pelayanan kenabian
para Uskup. Untuk melaksanakan tugas ini, para Uskup menerima “kharisma
kebenaran” (DV art. 8). “Melebihi yang lainnya, para Uskup adalah yang pertama-
tama bertanggung jawab bagi katekese dan para katekis” (CT art. 63b). Dalam
sejarah Gereja, pengaruh besar para Uskup yang agung dan kudus jelas nyata.
Tulisan-tulisan dan prakarsa mereka menandai periode katekumenat yang paling
kaya. Mereka melihat katekese sebagai tugas pelayanan mereka yang paling
mendasar (bdk. CT art. 12a). Perhatian pada kegiatan kateketik ini akan membawa
Uskup untuk memberikan “pengarahan kate-kese menyeluruh” (CT art. 63c) dalam
Gereja Keuskupan, yang antara lain menca-kup:
 Ia menjamin prioritas efektif bagi katekese yang aktif dan menghasilkan buah
bagi Gerejanya “dengan mengerahkan orang-orang penting untuk pelaksanaan,
sarana dan alat-alat, serta sumber keuangannya” (CT art.63c).
 Ia memiliki perhatian pada katekese dengan campur tangan langsung dalam
penerusan Injil kepada kaum beriman, dan bahwa dia hendaknya waspada, se-
hubungan dengan keaslian iman serta mutu teks-teks yang digunakan dalam ka-
tekese (bdk. CT art. 63c);
 “Ia menghasilkan dan mempertahankan suatu semangat yang sejati bagi kateke-
se, semangat yang dimaksudkan ke dalam suatu organisasi yang efektif dan yang
berkaitan dengan itu” (CT art. 63c), keluar dari jati diri yang mendalam akan
pentingnya katekese bagi kehidupan Kristiani keuskupan;
 Ia menjamin “agar para katekis dipersiapkan secara memadai untuk tugas mere-
ka, karena telah dengan baik menerima pengetahuan teoritis maupun praktis
tentang hukum psikologi dan metode pendidikan” (CD art. 14b);
 Ia membuat “program yang jelas dan menyeluruh” dalam Keuskupan untuk men-
jawab kebutuhan nyata jemaat (umat) beriman: yang harus dimasukkan dalam
rencana pastoral Keuskupan dan diatur bersama dengan program-program Kon-
perensi Wali Gereja.
B. Tata kerja (pengorganisasian) karya katekese
Dalam rangka usaha memahami tata kerja (pengorganisasian) karya katekese,
berikut digunakan Petunjuk Umum Katekese 1997 khususnya artikel 265-271.
1. Pelayanan kateketik Keuskupan
Organisasi pembinaan pastoral kateketik bertitik acuan pada Uskup dan Keus-
kupan. Komisi Kateketik Keuskupan adalah “sarana yang digunakan oleh Uskup
seba-gai kepala komunitas dan guru doktrin untuk mengarahkan dan mengatur
segala ke-giatan kateketik keuskupan” (PUK-1997 art. 126).
Kompetensi dasar Komisi Kateketik Keuskupan adalah seba-gai berikut:
a) Menganalisis keadaan keuskupan sehubungan dengan pendidikan iman: analisis
demikian harus menentukan, antara banyak hal lain, kebutuhan nyata keuskupan
sejauh berkenaan dengan praksis kateketik;
b) Mengembangkan suatu rencana kegiatan dengan menyusun tujuan-tujuan yang
jelas, mengusulkan saran-saran yang pasti dan memperlihatkan hasil-hasil yang
konkret;
c) Mengemban tugas pembinaan katekis; serta pusat-pusat yang sesuai haruslah
didirikan;
d) Mempersiapkan atau sekurang-kurangnya menunjukkan kepada paroki-paroki
dan katekis-katekis, sarana-sarana yang perlu bagi katekese: katekismus, buku-
buku petunjuk, program untuk usia-usia yang berbeda, tuntunan bagi katekis,
bahan-bahan untuk mereka yang menerima katekese, alat peraga audio-visual, dll.;
e) Membantu perkembangan institusi kateketik keuskupan yang khusus (kateku-
menat, katekese paroki, dan kelompok-kelompok yang bertanggung jawab bagi
katekese): ini semua merupakan “sel-sel basis” kegiatan-kegiatan kateketik;
f) Meningkatkan mutu personel dan sumber daya material pada tingkat keuskupan
dan pada tingkat paroki serta vikariat (bdk. CT art. 63);
g) Berkaitan dengan pentingnya liturgi bagi katekese, bekerja sama dengan Komisi
Liturgi; khususnya untuk katekese awal dan katekumenat.
Untuk mewujudkan tanggungjawab-tanggungjawab ini, hendaknya Komisi Kate-
ketik Keuskupan “mempunyai staf orang-orang yang kompeten. Keluasan dan ber-
bagai masalah yang harus ditangani meminta agar tanggungjawab dibagi antara
sejumlah orang yang sungguh ahli dan mampu.” Sisanya, pelayanan keuskupan ini
dilaksanakan oleh imam, rohaniwan-rohaniwati, dan kaum awam. Katekese
demikian mendasar bagi kehidupan setiap keuskupan, sehingga “tidak ada
keuskupan yang bisa ada tanpa Komisi Kateketiknya sendiri”.
2. Pelayanan kerja sama antar Keuskupan
Kerja sama ini sangat berhasil pada jaman ini. Upaya-upaya kateketik bersama
dianjurkan bukan hanya karena jarak geografis yang dekat, melainkan juga karena
kesamaan bentuk kebudayaan. “Adalah bermanfaat bagi sejumlah keuskupan untuk
menggabungkan karya-karya mereka agar pengalaman-pengalaman, usaha-usaha,
biro dan sarana-sarananya bermanfaat bagi semua orang; keuskupan-keuskupan
yang lebih sejahtera bisa menolong keuskupan yang lain, dan agar program
kegiatan bersama dipersiapkan bagi daerah sebagai suatu keseluruhan” (PUK-1997
art. 268).
3. Pelayanan Majelis para Uskup
Majelis para Uskup dapat mendirikan Komisi Kateketik, yang tujuan utamanya
ialah untuk menolong masing-masing Keuskupan dalam soal-soal kateketik.
Kemung-kinan ini, yang telah ditentukan oleh peraturan Kanon, adalah suatu
realita dalam banyak Majelis Para Uskup. Komisi Kateketik, atau Pusat Kateketik
Nasional dari Ma-jelis Para Uskup mempunyai fungsi ganda (PUK-1997 art. 269):
 Melayani kebutuhan kateketik semua keuskupan dalam teritorial tertentu; me-
mantau publikasi yang berelevansi nasional, konggres-konggres nasional, hu-
bungan-hubungan dengan media masa, dan secara umum tugas dan tanggung-
jawab yang melampaui sarana daerah dan keuskupan.
 Melayani keuskupan-keuskupan dan daerah-daerah dengan membagikan infor-
masi dan proyek-proyek kateketik, supaya mengatur kegiatan-kegiatan dan
memberikan bantuan kepada keuskupan-keuskupan yang kurang dilengkapi
dengan bahan-bahan kateketik.
Bila satu keuskupan menentukan demikian, adalah wewenang Komisi Kateketik
atau Pusat Kateketik Nasional untuk menyusun kegiatan-kegiatan bersama dengan
institusi-institusi kateketik lainnya, atau bekerja sama dengan kegiatan-kegiatan
kateketik pada taraf internasional. Semuanya ini dilaksanakan sebagai suatu sarana
membantu para Uskup.
4. Pelayanan Takhta Suci
Dalam Petunjuk Umum Katekese 1997 art. 270-271 digariskan bahwa “Perintah
Kristus untuk mewartakan Injil kepada semua makhluk langsung dan pertama-tama
berlaku bagi mereka (para Uskup) bersama Petrus, tunduk kepada Petrus” (AG art.
38a). Pelayanan pengganti Petrus dalam perintah kolegial Yesus yang berhubungan
dengan pewartaan dan penerusan Injil ini, mengandaikan tanggungjawab dasar. Pe-
layanan itu harus dipandang, bukan hanya sebagai pelayan global yang mencapai
semua Gereja dari luar, melainkan dari dalam sebagai suatu yang telah menjadi
sifat keberadaan setiap Gereja partikular. Pelayanan Petrus dalam katekese
dilaksanakan dengan cara yang istimewa melalui ajaran-ajarannya. Paus,
sehubungan dengan ka-tekese, bertindak secara langsung dan khusus, melalui
Konggregasi untuk Klerus, yang menolong Uskup Roma melaksanakan
penggembalaannya yang tertinggi. Maka Konggregasi untuk Klerus berfungsi:
 Memajukan pendidikan religius umat beriman dari setiap zaman, situasi, dan
kondisi.
 Mengeluarkan norma-norma tepat pada waktunya sehingga pelajaran-pelajaran
kateketik dapat dijelaskan sesuai dengan program yang tepat.
 Mempertahankan dengan saksama cara penyampaian instruksi kateketik yang
sesuai.
 Dengan persetujuan Konggregasi untuk Ajaran Iman, memberikan persetujuan
tertulis dari Takhta Suci untuk katekismus dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan
dengan instruksi kateketik.
 Terbuka bagi komisi-komisi kateketik dan prakarsa-prakarsa internasional me-
ngenai pendidikan religius, mengatur kegiatan mereka, dan bila perlu, membe-
rikan bantuan.
Rangkuman
Berkat sakramen inisiasi yang diterimanya, pada dasarnya seluruh warga Gereja
mengemban tugas dan tanggungjawab untuk mewartakan Injil, Kabar Gembira
kese-lamatan Allah kepada semua orang. Demikian halnya katekese, sebagai
kegiatan pelayanan Sabda Gereja untuk mengembangkan iman umat, juga
merupakan tugas dan tanggungjawab seluruh warga Gereja. Tugas dan
tanggungjawab itu, diwujud-kan sesuai panggilan, peran dan fungsi mereka
masing-masing dalam Gereja yakni; Jemaat (sebagai komunitas Kristiani), para
Katekis awam, para Biarawan-Biarawati, para Imam, dan para Uskup.
Dalam rangka upaya pelayanan dan pengembangan karya katekese agar dapat
menolong pengembangan dan pematangan iman umat, maka perlu tata kerja (pe-
ngorganisasian) katekese secara memadai. Pengorganisasian karya katekese itu
meliputi; Pelayanan dari Takhta Suci (internasional), Konperensi Para Uskup (na-
sional), Antar Keuskupan (regional), dan Keuskupan (lokal). Semuanya demi
terlak-sananya pelayanan Sabda Gereja guna mewujudkan tugas perutusan yang
diemban, yang berasal dari amanat agung Yesus Kristus sendiri.

Komisi Kateketik
Keuskupan Purwokerto
Y. Suroso

Terkait

Anda mungkin juga menyukai