747-833)
A. Dasar-dasar teologis
1. Kewajiban dan hak Gereja terhadap kebenaran yang diwahyukan dan
diberikan oleh Kristus kepadanya.
Kan. 747 - § 1. Kepada Gereja dipercayakan oleh Kristus Tuhan khazanah iman
agar Gereja dengan bantuan Roh Kudus menjaga tanpa cela kebenaran yang
diwahyukan, menyelidikinya secara lebih mendalam, mewartakan dan
menjelaskannya dengan setia; Gereja mempunyai tugas dan hak asli untuk
mewartakan Injil kepada segala bangsa, juga dengan alat-alat komunikasi sosial
yang dimiliki Gereja sendiri, tanpa tergantung pada kekuasaan insani mana pun
juga.
Gereja harus menjaga khazanah iman dengan menjaga tanpa cela kebenaran
yang diwahyukan, menyelidikinya secara mendalam, yaitu mengupayakan
pendalaman-pendalaman baru dan penerapan-penerapan baru pada waktu dan
orang, mewartakan dan menjelaskannya dengan setia kepada semua bangsa.
Kuasa Gereja ini satu dan berasal dari misi Kristus; Kristus memerintah para
rasul untuk mewartakan Injil; para rasul digantikan oleh para uskup, yang
dibantu oleh para imam. Perintah Yesus kepada rasul berlaku juga bagi Gereja.
Gereja yang lahir dari pewartaan Kristus dan para rasul menjadi utusan Kristus
untuk mewartakan.
1
moral, juga yang menyangkut tata-kemasyarakatan, membawa suatu penilaian
atas segala hal ihwal insani, sejauh hak-hak asasi manusia atau keselamatan
jiwa-jiwa menuntutnya. Contoh: ensiklik-ensiklik Paus
Kan. 748 - § 1. Semua orang wajib mencari kebenaran dalam hal-hal yang
menyangkut Allah dan Gereja-Nya, dan berdasarkan hukum ilahi mereka wajib
dan berhak memeluk dan memelihara kebenaran yang mereka kenal.
§ 2. Tak seorang pun boleh memaksa orang untuk memeluk iman katolik
melawan hati nuraninya.
2
sesuatu dari iman atau dari moral dan mereka seia-sekata bahwa ajaran itu harus
diterima secara definitif.
Contohnya: dogma Maria dikandung tanpa noda dosa (1854) dan Diangkat ke
Surga (1950).
Kan. 750 - § 1. Dengan sikap iman ilahi dan katolik harus diimani semuanya
yang terkandung dalam sabda Allah, yang ditulis atau yang ditradisikan, yaitu
dalam khazanah iman yang satu yang dipercayakan kepada Gereja, dan
sekaligus sebagai yang diwahyukan Allah dikemukakan entah oleh Magisterium
Gereja secara meriah, entah oleh Magisterium Gereja secara biasa dan umum;
3
adapun khazanah iman itu menjadi nyata dari kesepakatan orang-orang beriman
kristiani di bawah bimbingan Magisterium yang suci; maka semua harus
menghindari ajaran apapun yang bertentangan dengan itu.
§ 2. Dengan teguh harus juga dipeluk dan dipertahankan semua dan setiap hal
yang menyangkut ajaran iman atau moral yang dikemukakan secara definitif
oleh Magisterium Gereja, yaitu hal-hal yang dituntut untuk menjaga tanpa cela
dan menerangkan dengan setia khazanah iman tersebut. Maka dari itu adalah
melawan ajaran Gereja katolik orang yang menolak proposisi yang harus
dipegang secara definitif tersebut.
Kanon ini menjelaskan obyek iman adalah kebenaran yang terkandung dalam
Sabda Allah tertulis (Kitab Suci) dan Tradisi, yang diberikan kepada Gereja
lewat:
a. Ajaran meriah melalui Paus ketika berbicara dari Takhta (ex cathedra)
(kan. 331), konsili ekumenis (kan. 337, § 1); tindakan para uskup yang tersebar
di seluruh dunia, namun secara kolegial (kan. 337, § 2);
b. Magisterium Gereja biasa dan universal
Kan. 751 - Yang disebut bidaah (heresis) ialah menyangkal atau meragukan
dengan membandel suatu kebenaran yang harus diimani dengan sikap iman ilahi
dan katolik sesudah penerimaan sakramen baptis; kemurtadan (apostasia) ialah
menyangkal iman kristiani secara menyeluruh; skisma (schisma) ialah menolak
ketaklukan kepada Paus atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang
takluk kepadanya.
4
Kemurtadan: menyangkal iman kristiani secara menyeluruh
6. Ketaatan religius intelektual dan kehendak dari pihak kaum beriman pada
pengajaran otoritas tertinggi: paus dan kolegium para uskup
Kan. 753 - Uskup-uskup yang berada dalam persekutuan dengan kepala dan
anggota-anggota Kolegium, entah sendiri-sendiri entah tergabung dalam
Konferensi para Uskup atau dalam konsili-konsili partikular, adalah guru dan
pengajar otentik dari iman kaum beriman yang dipercayakan kepada reksa
mereka, meskipun mereka tidak memiliki ketidak-dapat-sesatan dalam
mengajar; orang beriman kristiani wajib menganut Magisterium yang otentik
dari Uskup-uskup mereka dengan sikap ketaatan religius.
5
semua orang kristiani yang menurut kehendak Kristus harus diperjuangkan oleh
Gereja.
§ 2. Demikian pula para Uskup dan, menurut norma hukum, konferensi para
Uskup, wajib memperjuangkan kesatuan tersebut dan, sesuai dengan bermacam-
macam kebutuhan atau kesempatan, wajib memberikan norma-norma praktis
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas
tertinggi Gereja.
Kan. 757 - Tugas khas dari imam-imam yang adalah rekan kerja para Uskup
ialah memaklumkan Injil Allah; terutama para pastor paroki dan mereka yang
diserahi tugas reksa jiwa-jiwa, mempunyai kewajiban ini terhadap umat yang
dipercayakan kepada mereka; juga para diakon, dalam persatuan dengan Uskup
dan presbiteriumnya, harus mengabdi umat Allah dalam pelayanan sabda.
6
1.4 Para diakon
Kan. 757 - Tugas khas dari imam-imam yang adalah rekan kerja para Uskup
ialah memaklumkan Injil Allah; terutama para pastor paroki dan mereka yang
diserahi tugas reksa jiwa-jiwa, mempunyai kewajiban ini terhadap umat yang
dipercayakan kepada mereka; juga para diakon, dalam persatuan dengan Uskup
dan presbiteriumnya, harus mengabdi umat Allah dalam pelayanan sabda.
1.6 Awam
Kan. 759 - Kaum beriman kristiani awam, berkat sakramen baptis dan
penguatan, adalah saksi-saksi warta injili dengan perkataan dan teladan hidup
kristiani; mereka dapat dipanggil pula untuk bekerjasama dengan Uskup dan
para imam dalam melaksanakan pelayanan sabda.
Kan. 760 - Dalam pelayanan sabda yang harus berdasarkan pada Kitab Suci,
Tradisi, liturgi, Magisterium dan kehidupan Gereja, hendaknya misteri Kristus
diwartakan secara utuh dan setia.
7
3. Sarana-saran dalam pelayanan sabda
Kan. 761 - Hendaknya dipergunakan segala macam sarana yang tersedia untuk
mewartakan ajaran kristiani, terutama khotbah serta pengajaran kateketik yang
senantiasa menduduki tempat paling penting, tetapi juga penyampaian ajaran di
sekolah-sekolah, di akademi-akademi, konferensi-konferensi dan semua jenis
pertemuan; demikian pula penyebaran ajaran kristiani lewat pernyataan-
pernyataan publik yang dikeluarkan oleh otoritas yang legitim pada kesempatan
pelbagai peristiwa, lewat pers dan sarana-sarana komunikasi sosial lainnya.
Kan. 762 - Oleh karena umat Allah dihimpun pertama-tama oleh sabda Allah
yang hidup, yang sangat patut diperoleh dari mulut para imam, maka para
pelayan rohani hendaknya menjunjung tinggi tugas mereka berkhotbah; dan
memang di antara tugas-tugas mereka yang utama adalah mewartakan Injil
Allah kepada semua orang.
Kan. 763 - Para Uskup berhak untuk berkhotbah di mana-mana, tak terkecuali
di dalam gereja dan ruang doa dari tarekat-tarekat religius bertingkat kepausan,
kecuali Uskup setempat, dalam kasus-kasus khusus, melarangnya secara jelas.
Kan. 764 - Dengan tetap berlaku ketentuan kan.765, para imam dan diakon
mempunyai kewenangan untuk berkhotbah di mana-mana dengan persetujuan,
yang setidak-tidaknya diandaikan, dari rektor gereja, kecuali Ordinaris yang
berwenang membatasi kewenangan itu atau malah mencabutnya, atau juga jika
menurut undang-undang khusus diperlukan suatu izin yang jelas.
8
Kan. 765 - Untuk berkhotbah bagi religius di dalam gereja atau tempat doa
mereka, dibutuhkan izin dari Pemimpin yang berwenang, menurut norma
konstitusi.
Kan. 766 - Kaum awam dapat diperkenankan untuk berkhotbah di dalam gereja
atau ruang doa, jika dalam situasi tertentu kebutuhan menuntutnya atau dalam
kasus-kasus khusus manfaat menganjurkannya demikian, menurut ketentuan-
ketentuan Konferensi para Uskup dengan tetap mengindahkan kan. 767, § 1.
§ 2. Dalam semua Misa pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib yang
dirayakan oleh kumpulan umat, homili harus diadakan dan tak dapat ditiadakan,
kecuali ada alasan yang berat.
Kan. 769 - Hendaknya ajaran kristiani disajikan dengan cara yang cocok
dengan keadaan para pendengar dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
zaman.
Kan. 770 - Hendaknya para pastor paroki pada waktu-waktu tertentu, menurut
ketentuan-ketentuan Uskup diosesan, menyelenggarakan pewartaan yang
disebut latihan rohani dan retret umat (sacrae missiones), atau bentuk-bentuk
lain yang sesuai dengan kebutuhan.
Kan. 771 - § 1. Hendaknya para gembala jiwa, terutama para Uskup dan pastor
paroki, memperhatikan agar sabda Allah juga diwartakan kepada orang-orang
beriman yang oleh karena keadaan hidup mereka, tidak cukup menikmati
pelayanan pastoral umum dan biasa atau malahan sama sekali tidak
menikmatinya.
10
D. PENGAJARAN KATEKETIK
Kata katekese berasal dari bahasa latin catechesis, dari bahasa Yunani:
katēkhēsis, turunan dari katēkhéō, artinya: saya mengajar dengan suara.
Katekese adalah pengajaran iman kristiani.
Kan. 773 - Menjadi tugas khusus dan berat, terutama bagi para gembala jiwa-
jiwa, untuk mengusahakan katekese umat kristiani agar iman kaum beriman
melalui pengajaran agama dan melalui pengalaman kehidupan kristiani, menjadi
hidup, berkembang, serta penuh daya.
Katekese Paus setiap hari Rabu siang waktu Italia (17.00 atau 18.00 WIB).
11
2.2 Konferensi waligereja
12
Uskup diosesan, secara khusus hendaknya pastor paroki berusaha:
50 supaya iman kaum muda dan kaum dewasa diteguhkan, diterangi dan
diperkembangkan dengan bermacam-macam bentuk dan prakarsa.
Semua norma yang digariskan dalam kanon-kanon saat ini akan menjadi sia-sia
jikalau para katekis tidak dipersiapkan dengan baik. Kanon ini menekankan
betapa petingnya peran setiap ordinaris wilayah, sebagai pribadi yang
mempunyai tanggung jawab lebih besar perihal katekese di Gereja partikular.
Ada perbedaan arti “katekis” dalam kanon ini dengan arti katekis dalam kanon
785.
1. Kan. 780 tidak mempunyai kanon yang sejajar dengan KHK 17; sumber
dari kanon ini adalah dekret konsili vatikan Christus Dominus 14; yang
memantulkan gema Catechesi tradendae, 71; di sini referensi adalah hidup
biasa dalam Gereja yang telah terbentuk; dibicarakan di sini tentang katekis
dalam arti luas, bukan katekis yang bekerja penuh waktu
2. Kan. 785 mempunyai sumber langsung yang utama Ad Gentes 17;
dibicarakan di sini Gereja di daerah misi; ditegaskan di sini bahwa para katekis
seharusnya menerima suatu pengutusan kanonik dengan sebuah perayaan liturgi
publik; mereka haruslah bekerja penuh waktu dan mendapat upah
Kewajiban ordinaris wilayah juga sejalan dengan hak kaum awam untuk
memperoleh pengetahuan perlu akan doktrin kristiani yang harus mereka hidupi
14
dan wartakan, khususnya jika mereka dihunjuk secara permanen pada tugas
tertentu.
kan. 781 - Karena seluruh Gereja dari hakikatnya misioner dan karya
evangelisasi harus dipandang sebagai tugas pokok dari umat Allah, maka
hendaknya semua orang beriman kristiani, sadar akan tanggungjawabnya
sendiri, mengambil bagian dalam karya misioner itu.
Tugas misioner secara benar disebut oleh kanon ini sebagai kewajiban dasar
bagi seluruh kaum beriman dalam Gereja. Juga dalam kan. 211 disebut bahwa
merupakan salah satu hak dan kewajiban setiap orang beriman untuk
mengusahakan agar pewartaan ilahi tentang keselamatan kiranya disebarkan ke
seluruh umat manusia dalam setiap masa dan tempat.
Dalam kanon ini tugas ini diingatkan kembali untuk mengantar kanon-kanon
mengenai karya misioner dan meneguhkan kewajiban moral yang diemban oleh
semua kaum beriman sebagai pekerjaannya dan sadar akan tanggung jawab
tersebut. Yang dimaksud dengan kaum beriman adalah paus, para uskup,
masing-masing umat beriman, baik klerikus maupun awam. Bagi para gembala
tugas ini berasal dari tahbisan suci dan tugas eksplisit dari Kristus: “Pergilah...
wartdakanlah (Mat 28 19); bagi awam tugas ini berasal dari penerimaan
sakramen baptisan dan krisma. Masing-masing harus mewujudkan kewajiban
dasariah ini menrut perannya masing-masing.
15
2. Tanggung jawab khusus
2.1 Paus dan dewan para uskup
Pada tangan paus dan kolegium para uskup, sebagai penanggung jawab utama
dalam hidup Gereja dan evangelisasi dunia, terletak tanggung jawa terbesar
dalam kegiatan misioner, yakni sebagai “Kepemimpinan tertinggi dan
koordinasi dari prakarsa dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan karya
misi dan kerjasama misioner”. Apa alasannya? Paus adalah subyek utama dan
promotor pertama dari seluruh kegiatan pastoral yang menyangkut organisasi
dan perkembangan kerasulan dari negara-negara misi, dan kerjasama misioner
yang berlangsung di negara-negara kristiani.
Kolegium para uskup berperan khususnya dalam kasus luar biasa. Secara biasa,
semua hal ini berada dalam diri Paus. Baginya sembagai suatu sarana berperan
Kongregasi untuk Evangelisasi para bangsa, yang bertugas untuk memimpin
dan mengkoordinasi di seluruh dunia karya evangelisasi, kecuali di wilayah
yang di bawah wewenang kongregasi untuk Gereja Timur (bdk. Pastor Bonus
no. 85). Oleh karena itu kongregasi ini memajukan penelitian-penelitian
berkarakter teologis, spiritualitas, pastoral misioner dan menunjukkan garis-
garis tindakan. Kongregasi ini berusaha untuk meluaskan panggilan misioner
dalam umat Allah dan meningkatkan panggilan misioner, termasuk membentuk
klerus sekuler (keuskupan) dan katekis dalam wilayah kerja mereka.
Dasar dari tanggung jawab para uskup bagi karya misioner terletak pada prinsip
bahwa mereka adalah penjamin Gereja semesta dan masing-masing Gereja
partikular. Ketika berbicara tentang uskup sebagai kepala Gereja lokal, masing-
masing uskup tidak boleh dianggap sebagai penanggung jawwab dari suatu
bagian Gereja yang terpisah sama sekali (bdk. Ad gentes 38). Dengan menajdi
penanggung jawab dari suatu Gereja lokal, uskup memerintah Gereja itu
sebagai bagian dari Gereja universal dan dalam persekutuan dengan Gereja-
gereja partikular lainnya, termasuk yang masih dalam pembentukan (bdk. kan.
368). Persekutuan ini mencakup tawaran bantuan, sikap berbagi inisiatif dan
permasalahan di seluruh Gereja lokal.
Kan. 784 - Para misionaris, sebagai yang diutus oleh otoritas gerejawi yang
berwenang untuk melaksanakan karya misi, dapat dipilih baik putra daerah
maupun bukan, entah klerikus sekular, entah anggota tarekat hidup bakti atau
serikat hidup kerasulan, entah umat beriman kristiani awam lain.
Para misionaris, dalam arti sempit dan sebenarnya, adalah mereka yang diutus
17
oleh otoritas gerejawi yang berwenang untuk melaksanakan karya misi.
Sementara konsep tradisional tentang misionaris adalah imam dari negara
kristiani yang diutus ke negara lain di mana kekristenan belum tertanam atau
sedang berada dalam pembentukannya. Oleh karena itu dapatlah diutus
misionaris: penduduk asli sendiri; orang asing; klerikus sekular; anggota tarekat
hidup bakti dan serikat karya kerasulan (klerikus, awam, laki-laki, wanita);
kaum awam.
18
6. Metode misioner
6.1 Pertemuan pertama dengan orang yang tak beriman
6.2 Perjalanan katekumen
6.3 Pendampingan orang orang baru lahir
7. wewenang dalam daerah misi
Kan. 788 - § 1. Mereka yang telah menyatakan kemauan untuk memeluk iman
akan Kristus, setelah menyelesaikan masa prakatekumenat, diterima ke dalam
katekumenat dengan upacara liturgi; dan nama mereka hendaknya dicatat dalam
buku yang dimaksudkan untuk itu.
Kan. 789 - Hendaknya orang yang baru dibaptis dibina agar mereka melalui
suatu pengajaran yang tepat dapat semakin mengenali kebenaran injili dan
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diterima dalam baptis; hendaknya
mereka diresapi dengan cinta sejati terhadap Kristus dan Gereja-Nya.
19
dibutuhkan dan menyediakan semua kebutuhannya
- Takhta Suci umunya tidak mengirim tarekat klerikal lainnya ke daerah
itu. Tetapi dapat mengirim tenaga religius wanita, religius pria sebagai rekan
kerja
- Pemimpin gerejawi dipilih dari antara anggota tarekat
8.2 Sistem mandatum
Adalah sistem baru yang menggantikan sistem commissionis. Bentuk sistem ini
adalah kerja sama antara tarekat dan uskup daerah misi.
- Suatu tarekat religius dapat bekerja sama dengan uskup diosesan dari
daerah misi
- Mandat diawali dengan permintaan uskup misi
- Semua tarekat religius atau serikah hidup kerasulan dapat amenerima
mandat
- Tarekat ini dan Ordinaris misi membuat kesepakatan tertulis: karya,
jumlah tenaga, ekonomi.
9. Kerja sama misioner
9.1 Tingkat keuskupan
9.2 Tingkat konferensi waligereja
20
40 hendaknya setiap tahun bagi misi diberikan suatu sumbangan (stips) yang
layak yang harus dikirimkan kepada Takhta Suci.
Karya Misi Kepausan (The Pontifical Mission Works) atau juga disebut Serikat
Misi Kepausan (The Pontifical Mission Societies) atau lebih dikenal dengan
istilah yang lebih singkat Karya Kepausan adalah sebuah lembaga yang
membantu tugas Bapa Paus yang secara struktural berada di bawah Kongregasi
Suci untuk Penginjilan (Evangelisasi) Bangsa-bangsa (Sacred Congregation for
Evangelization of Peoples).
Prefek Kongregasi Suci untuk Penginjilan Bangsa-bangsa saat ini adalah His
Eminence Kardinal Fernando Filoni; sedangkan Presiden untuk Karya
Kepausan saat ini adalah His Excellency Mgr. Protase Rugambwa. Dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari, Presiden Karya Kepausan dibantu oleh empat (4)
Sekretaris Jenderal yang membawahi empat Serikat Kepausan yang ada di
bawah tanggungjawabnya masing-masing.
21
4. Serikat Kepausan Persekutuan Misioner untuk Imam, Religius dan Awam
(The Pontifical Missionary Union for Priest, Religious and Laity), didirikan
oleh: Beato Paolo Manna, PIME (1872-1952), pada tahun 1916. Sekretaris
Jenderal Serikat Kepausan Persekutuan Misioner untuk Imam, Religius dan
Awam saat ini adalah: Mgr. Vito del Prete, PIME.
Tiga serikat yang pertama yaitu Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman,
Serikat Kepausan St. Petrus Rasul untuk Pengembangan Panggilan dan Serikat
Kepausan Anak/Remaja Misioner mendapat status kepausan pada tanggal 3 Mei
1922, sementara Serikat Kepausan Persekutuan Misioner untuk
Imam/Religius/Awam baru mendapat status kepausan pada tanggal 28 Oktober
1956. Dengan penganugerahan status tingkat kepausan berarti telah mengangkat
status serikat-serikat itu dari serikat lokal menjadi serikat yang bersifat mondial
atau internasional langsung di bawah kewenangan (yurisdiksi) Bapa Paus.
Di setiap negara atau gabungan beberapa negara, terdapat Biro Nasional Karya
Kepausan yang menjalankan fungsinya untuk pengembangan karya-karya misi
Gereja universal di setiap negara atau gabungan beberapa negara tersebut. Dan
setiap Biro Nasional Karya Kepausan dipimpin oleh seorang Direktur Nasional
(Dirnas).
Khusus untuk negara Indonesia: Karya Kepausan di Indonesia baru mulai hadir
setelah Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919. Pada saat itu Indonesia masih
berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda (Nederlands Indie) sehingga
Karya Kepausan Indonesia (KKI) masih di bawah koordinasi Karya Kepausan
Negeri Belanda.
Selama kurang lebih lima dasawarsa, Karya Kepausan Indonesia (KKI) tidak
dapat berkembang dengan baik antara lain karena pada saat itu Indonesia masih
dalam masa penjajahan Belanda, yang kemudian dilanjutkan oleh penjajahan
Jepang. Dengan demikian perhatian Gereja (dan bangsa Indonesia) pada masa
itu lebih terfokus pada perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Bahkan
setelah kemerdekaan-pun, perhatian Gereja (dan bangsa Indonesia) masih
difokuskan pada usaha pemulihan dan pembenahan keadaan dalam negeri yang
serba memprihatinkan.
22
Baru pada tahun 1970-an, boleh dikatakan bahwa Karya Kepausan Indonesia
(KKI) mulai bangkit dan mendirikan kantor pusat di Jakarta dengan nama Biro
Nasional Karya Kepausan Indonesia. Dalam hubungan dengan dunia
Internasional, kantor pusat ini disebut The National Office of The Pontifical
Mission Societies of Indonesia.
23
24
d. PENDIDIKAN KATOLIK
1. Prinsip umum mengenai pendidikan
Pendidikan adalah salah satu tema yang sangat penting dalam masyarakat sipil
dan religius. Dari berbagai sudut, KHK menyoroti pendidikan, misalnya:
“Semua orang dari suku, kondisi atau usia manapun juga, berdasarkan martabat
mereka selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas
pendidikan, yang cocok dengan tujuan maupun sifat-perangai mereka,
mengindahkan perbedaan jenis, serasi dengan tradisitradisi kebudayaan serta
para leluhur, sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan
bangsa-bangsa lain, untuk menumbuhkan kesatuan dan damai yang sejati di
dunia”.
GE 3:
25
let_02021994_families.html
“Parents are the first and most important educators of their own children”
1) Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the
elementary and fundamental stages. Elementary education shall be compulsory.
Technical and professional education shall be made generally available and
higher education shall be equally accessible to all on the basis of merit.
(2) Education shall be directed to the full development of the human personality
and to the strengthening of respect for human rights and fundamental freedoms.
It shall promote understanding, tolerance and friendship among all nations,
racial or religious groups, and shall further the activities of the United Nations
for the maintenance of peace.
(3) Parents have a prior right to choose the kind of education that shall be given
to their children.
Article 5
Since they have conferred life on their children, parents have the original,
primary and inalienable right to educate them; hence they must be
acknowledged as the first and foremost educators of their children.
a) Parents have the right to educate their children in conformity with their moral
and religious convictions, taking into account the cultural traditions of the
family which favor the good and the dignity of the child; they should also
receive from society the necessary aid and assistance to perform their
educational role properly.
b) Parents have the right to freely choose schools or other means necessary to
educate their children in keeping with their convictions. Public authorities must
ensure that public subsidies are so allocated that parents are truly free to
exercise this right without incurring unjust burdens. Parents should not have to
26
sustain, directly or indirectly, extra charges which would deny or unjustly limit
the exercise of this freedom.
c) Parents have the right to ensure that their children are not compelled to attend
classes which are not in agreement with their own moral and religious
convictions. In particular, sex education is a basic right of the parents and must
always be carried out under their close supervision, whether at home or in
educational centers chosen and controlled by them.
e) The primary right of parents to educate their children must be upheld in all
forms of collaboration between parents, teachers and school authorities, and
particularly in forms of participation designed to give citizens a voice in the
functioning of schools and in the formulation and implementation of
educational policies.
f) The family has the right to expect that the means of social communication
will be positive instruments for the building up of society, and will reinforce the
fundamental values of the family. At the same time the family has the right to
be adequately protected, especially with regard to its youngest members, from
the negative effects and misuse of the mass media.
27
harmonis, “dengan menggunakan kemajuan ilmu psikologi, pedagogi dan
pengajaran” (GE 1)
- mereka memperoleh rasa tanggungjawab yang lebih sempurna dan dapat
menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk
berperan-serta secara aktif dalam kehidupan sosial.
Dewan Kepausan untuk keluarga, The Truth and Meaning of Human Sexuality,
Guidelines for Education within the Family,
http://www.vatican.va/roman_curia/pontifical_councils/family/documents/
rc_pc_family_doc_08121995_human-sexuality_en.html
Sekolah
1.1 Pentingnya Sekolah: kan. 796, § 1
GE 5
“Diantara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewa.
Sementara terusmenerus mengembangkan daya kemampuan akalbudi,
berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian
yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh
generasi-gerasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai,
menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memeupuk rukun
persahabatan antara para siswa yang beraneka watak-perangai maupun kondisi
hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami”.
1.2 Kerja Sama timbal balik antara orangtua dan guru: kan. 796, § 2
Sekolah tidak mengganikan keluarga. Fungsi sekolah bersifat sekunder,
menjadikan utuh, karena orangtua tidak mampu jika sendirian mendidik
anaknya. Perlu kerja sama timbal balik antara sekolah dan keluarga.
“The primary right of parents to educate their children must be upheld in all
forms of collaboration between parents, teachers and school authorities, and
particularly in forms of participation designed to give citizens a voice in the
functioning of schools and in the formulation and implementation of
educational policies (Charter of the Rights of the Family, art. 5, huruf e).
1.2.1 Pilihan atas sekolah: kan. 797
28
Hak bebas memilih sekolah dari pihak orangtua.
1.2.2 Perlunya pendidian katolik
Kan. 793 - § 1. Orangtua dan juga para pengganti mereka berkewajiban dan
berhak untuk mendidik anaknya; para orangtua katolik mempunyai tugas dan
juga hak untuk memilih sarana dan lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan katolik untuk anak-anak mereka dengan lebih baik, sesuai dengan
keadaan setempat.
§ 2. Para orangtua berhak pula untuk mendapat bantuan yang harus diberikan
oleh masyarakat sipil dan yang mereka butuhkan bagi pendidikan katolik anak-
anak mereka.
Kan. 794 - § 1. Secara khusus tugas dan hak mendidik itu mengena pada Gereja
yang diserahi perutusan ilahi untuk menolong orang-orang agar dapat mencapai
kepenuhan hidup kristiani.
Kan. 795 - Karena pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi
manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan
sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum
muda hendaknya dibina sedemikian sehingga dapat mengembangkan bakat-
bakat fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka
memperoleh rasa tanggungjawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan
29
kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan-serta secara
aktif dalam kehidupan sosial.
BAB I
SEKOLAH
30
dengan membantu sekuat tenaga dalam mendirikan dan menopang sekolah-
sekolah itu.
Kan. 802 - § 1. Kalau belum ada sekolah dimana diberikan pendidikan yang
diresapi semangat kristiani, Uskup diosesan bertugas mengusahakan agar
didirikan.
Kan. 803 - § 1. Sekolah katolik ialah suatu sekolah yang dipimpin oleh otoritas
gerejawi yang berwenang atau oleh badan hukum gerejawi publik atau yang
diakui demikian oleh otoritas gerejawi melalui dokumen tertulis.
31
pemberhentian mereka jika alasan keagamaan atau moral menuntutnya.
BAB II
Kan. 807 - Adalah hak Gereja untuk mendirikan dan memimpin universitas-
universitas, yang memang memajukan kebudayaan bangsa manusia ke taraf
lebih tinggi dan pribadi manusia ke taraf lebih penuh, dan juga untuk memenuhi
tugas Gereja mengajar.
Kan. 808 - Tiada satu universitas pun, kendati pada kenyataannya katolik, boleh
membawa sebutan atau nama universitas katolik, kecuali dengan persetujuan
otoritas gerejawi yang berwenang.
Kan. 809 - Hendaknya Konferensi para Uskup berusaha agar, jika mungkin dan
berguna, didirikan universitas-universitas atau sekurang-kurangnya fakultas-
fakultas yang tersebar secara baik di wilayah itu; adapun di universitas dan
fakultas itu, dengan tetap mengindahkan otonomi ilmiah, hendaknya diselidiki
dan diajarkan pelbagai matakuliah dengan cahaya ajaran katolik.
Kan. 810 - § 1. Adalah tugas otoritas yang berwenang menurut statuta, untuk
mengusahakan agar di universitas-universitas katolik diangkat dosen-dosen,
yang selain memiliki kecakapan ilmiah dan pedagogis, juga utuh ajarannya dan
tak tercela hidupnya; dan jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, adalah tugasnya
untuk memberhentikan mereka dari jabatan dengan menepati prosedur yang
32
ditentukan dalam statuta.
BAB III
UNIVERSITAS DAN FAKULTAS GEREJAWI
33
§ 2. Setiap universitas dan fakultas gerejawi harus mempunyai statuta dan
pedoman studi sendiri yang mendapat aprobasi dari Takhta Apostolik.
Kan. 817 - Gelar-gelar akademis yang mempunyai efek kanonik dalam Gereja,
hanya dapat diberikan oleh universitas atau fakultas yang didirikan oleh atau
mendapat aprobasi dari Takhta Apostolik.
Kan. 819 - Sejauh kepentingan keuskupan, atau tarekat religius atau bahkan
kepentingan seluruh Gereja sendiri menuntut, para Uskup diosesan atau
Pemimpin tarekat yang berwenang harus mengirim kaum muda baik klerikus
maupun anggota tarekat religiusnya, yang unggul dalam watak, keutamaan dan
bakat, ke universitas-universitas atau fakultas-fakultas gerejawi.
Kan. 820 - Hendaknya para Pemimpin dan guru besar dari universitas-
universitas dan fakultas-fakultas gerejawi berusaha agar pelbagai fakultas dari
satu universitas saling bekerjasama sejauh bahannya mengizinkannya, dan agar
antara universitas atau fakultas sendiri dengan universitas-universitas atau
fakultas-fakultas lain, juga yang bukan gerejawi, ada kerja sama timbal-balik;
tujuannya ialah agar universitas atau fakultas itu dengan karya terpadu,
pertemuan-pertemuan, penelitian-penelitian ilmiah yang terkoordinasi dan
sarana-sarana lainnya, dapat bersama-sama menyumbang bagi perkembangan
ilmu-ilmu.
JUDUL IV
§ 2. Hendaknya para gembala itu berusaha untuk mengajar umat beriman bahwa
34
mereka wajib bekerjasama agar penggunaan sarana-sarana komunikasi sosial
dijiwai oleh semangat manusiawi dan kristiani.
§ 3. Semua kaum beriman kristiani, terutama mereka yang dengan salah satu
cara mengambil bagian dalam pengaturan atau penggunaan sarana-sarana itu,
hendaknya sungguh-sungguh membantu kegiatan pastoral sedemikian sehingga
Gereja, juga dengan sarana-sarana itu, dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif.
Kan. 823 - § 1. Supaya keutuhan kebenaran iman dan moral terpelihara, para
gembala Gereja berkewajiban dan berhak untuk men-jaga agar iman dan moral
dari kaum beriman kristiani tidak dirugikan oleh tulisan-tulisan atau
penggunaan sarana-sarana komunikasi sosial; demikian juga untuk menuntut
agar tulisan-tulisan mengenai iman dan moral yang akan diterbitkan oleh orang-
orang beriman kristiani, diserahkan kepada penilaian mereka; dan juga untuk
menolak tulisan yang merugikan iman yang benar atau moral yang baik.
§ 2. Kewajiban dan hak yang disebut dalam § 1 dimiliki para Uskup, baik
sendiri maupun bila berkumpul dalam konsili-konsili partikular atau dalam
Konferensi para Uskup, sejauh menyangkut umat beriman kristiani yang
dipercayakan kepada reksa mereka; tetapi bila menyangkut seluruh umat Allah,
dimiliki otoritas tertinggi Gereja.
Kan. 824 - § 1. Kecuali ditentukan lain, Ordinaris wilayah yang izinnya atau
aprobasinya harus diminta untuk menerbitkan buku-buku sesuai dengan kanon-
kanon Judul ini, adalah Ordinaris wilayah dari pengarang sendiri atau Ordinaris
wilayah dimana buku itu akan diterbitkan.
Kan. 825 - § 1. Buku-buku Kitab Suci hanya boleh diterbitkan dengan aprobasi
Takhta Apostolik atau Konferensi para Uskup; demikian pula untuk dapat
diterbitkan terjemahan-terjemahannya dalam bahasa setempat dituntut agar
mendapat aprobasi dari otoritas yang sama dan sekaligus dilengkapi dengan
keterangan-keterangan yang perlu dan mencukupi.
§ 2. Umat beriman kristiani katolik, dengan izin Konferensi para Uskup, dapat
mempersiapkan dan menerbitkan terjemahan-terjemahan Kitab Suci yang
dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang cocok, juga dalam kerjasama
35
dengan saudara-saudara terpisah.
§ 3. Jangan diterbitkan buku-buku doa, entah dipakai oleh orang beriman secara
umum atau secara pribadi, tanpa izin Ordinaris wilayah.
Kan. 829 - Aprobasi atau izin bagi penerbitan salah satu karya berlaku bagi teks
36
yang asli, tetapi tidak berlaku bagi terbitan-terbitan ulang atau terjemahannya.
Kan. 830 - § 1. Dengan tetap utuh hak setiap Ordinaris wilayah untuk
menyerahkan penilaian buku-buku kepada orang-orang yang dipilihnya,
Konferensi para Uskup dapat membuat daftar pemeriksa buku yang unggul di
bidang ilmu, ajaran yang benar dan kearifan, yang membantu kuria-kuria
diosesan atau juga dapat membentuk suatu panitia pemeriksa buku yang bisa
diminta nasihatnya oleh para Ordinaris wilayah.
Kan. 831 - § 1. Kaum beriman kristiani jangan menulis sesuatu dalam harian-
harian, majalah-majalah dan terbitan-terbitan berkala yang biasa terang-
terangan menyerang agama katolik atau moral, kecuali ada suatu alasan yang
wajar dan masuk akal; sedangkan para klerikus dan anggota-anggota tarekat
religius hanya boleh menulis dengan izin Ordinaris wilayah.
Kan. 832 - Para anggota tarekat religius membutuhkan izin dari Pemimpin
tinggi mereka menurut norma konstitusi, bila mereka mau menerbitkan tulisan-
tulisan tentang soal-soal agama atau moral.
JUDUL V
PENGAKUAN IMAN
37
Kan. 833 - Mereka yang disebut di bawah ini wajib menyatakan pengakuan
iman secara pribadi menurut formula yang disahkan oleh Takhta Apostolik:
10 semua peserta konsili Ekumenis atau partikular, sinode para Uskup dan
sinode keuskupan, yang hadir dengan hak suara entah deliberatif entah
konsultatif, di hadapan ketua atau delegatusnya; sedangkan ketua di hadapan
Konsili atau sinode;
30 semua yang diangkat untuk jabatan Uskup, demikian pula yang disamakan
dengan Uskup diosesan, di hadapan utusan dari Takhta Apostolik;
60 semua pastor paroki, rektor, dosen teologi dan filsafat dalam seminari, di
hadapan Ordinaris wilayah atau delegatusnya, pada awal memangku jabatan;
juga mereka yang akan ditahbiskan menjadi diakon;
70 rektor dari Universitas gerejawi atau katolik di hadapan Kanselir Agung atau,
jika ia tidak hadir, di hadapan Ordinaris wilayah atau delegatus mereka pada
awal memangku jabatan; para dosen yang memberikan kuliah-kuliah
berhubungan dengan iman atau moral di Universitas mana pun, di hadapan
rektor jika ia seorang imam, atau di hadapan Ordinaris wilayah atau delegatus
mereka, pada awal memangku jabatan;
38
Sakramen Baptis (Kan 849 – 878)
Tujuan
b. Menguasai ritus, persiapan calon baptis, kriteria air, cara, nama baptis, waktu,
tempat
c.Menguasai pelayan biasa dan luar biasa, dalam kasus mendesak, ijin
membaptis
Rahmat
Unsur esensial
39
Baptisan dilayankan dengan sah hanya melalui bejana air baptis (materia
prossima) yang berisi air alami (materia remota) yang diikuti dengan forma,
yakni rumusan kata-kata trinitaris (bapa, Putera dan Roh Kudus)1
Dalam perayaan sakramen Babtis, ritus yang harus dipakai dan diikuti yaitu
ritus yang latin (romawi) yang telah direvisi. Kanon ini membedakan dua situasi
yakni dalam situasi normal dan mendesak. Dalam situasi normal, baptisan harus
diterimakan menurut ritus liturgi yang resmi. Dalam situsai darurat diterimakan
dengan cara menepati hal-hal yang dituntut demi sahnya baptisan tersebut.
Baptisan dengan kasus darurat seperti dalam keadaan bahaya maut, dalam masa
pengejaran dan pengeniayaan, ada ketidaksetujuan atau penolakan keras
terhadap keluarga.2
Persiapan untuk perayaan baptis adalah sesuai dengan ketentuan dari kanon 836
dan 834, yang menegaskan tentang perlunya suatu persiapan secukupnya bagi
perayaan baptis, untuk baptisan orang dewasa maupun bayi.
Periode yang sering disebut sebagai pra katekumenat adalah masa pencarian
bagi katekumen dan masa evengelisasi bagi Gereja. Masa ini berakhir dengan
upacara penerimaan menjadi katekumen. Dengan diterimanya calon baptis,
maka mereka akan mendapat nama baru, bukan lagi “pencari” tetapi katekumen.
1
Herman Yosef Ga I, Sakramen dan Sakramentali menurut Kitab Hukum Kanonik, Vol. 1, (Bogor:
Grafika Mardi Yuana, 2014), hlm. 60.
2
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 65.
40
b. Pembahasan tentang baptisan bayi, persiapannya melibatkan orang tua
dan wali baptis (bapa permandian), dengan mana mereka hendaknya
diberikan pengajaran yang cukp atas arti baptis dan kewajiban-
kewajiban yang berkaitan dengannya. Tanggung jawab untuk
mempersiapkannya itu ada pada pastor paroki, yang
menyelenggarakan secara pribadi atau melalui kerjasama dengan
orang lain.
Kanon ini menganjurkan diadakan suatu persiapan kateketik dan spiritual yakni
suatu kegiatan pengajaran yang memungkinkan serta disediakan waktu untuk
doa bersama, perkumpulan kelurga dan kunjungan-kunjungan keluarga.3
Materi untuk baptisan adalah air alami yang berasal sungai, danau, sumur, mata
air, air hujan. Air seperti itu harus diberkati terlebih dahulu menurut ketentuan
dalam buku liturgi. Pemberkatan air mempunyai tujuan untuk penghormatan
sebagai suatu sakramen dan juga mau menyatakan bahwa air dalam dirinya
sendiri tidak mempunyai daya penyucian tetapi daya itu diterima dari Allah.
3
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 68.
4
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 74.
41
a. Dengan penuangan air, menuangkan air keatas kepala atau dahi,
penuangan air diatas kepala atau dahi adalah suatu yang paling baik
dan penting dari tubuh manusia.
Kedua cara ini dipertimbangkan sebagai sah untuk pembaptisan. Kodeks 1983
mempertahankan 2 cara ini yang lebih tepat yang dipergunakan untuk
pembaptisan. Sebagaimana disetujui oleh konferensi para uskup, antara
penuangan atau harus sesuai dengan keadaan-situasi setempat, seperti
kebiasaan, budaya, dan tradisi dan pelayan babtis hendaknya memperhatikan
kebersihan air yang akan dipakai dalam babtisan tersebut.5
Disposisi kanon 761 KHK 1917 masih sangat kentara. Kanon ini menegaskan
bahwa pastor paroki hendaknya memberikan nama baptis kristiani, dan jika
tidak memungkinkan, maka ia harus menggabungkan dari inisiatifnya suatu
nama dari seorang santo, menerangkan dua nama dalam buku paroki.
Ketentuan dari kodeks 1983 menegaskan bahwa cukuplah kalau tidak
memberikan nama yang asing dari cita rasa kristiani.
Penerimaan sakramen Baptis dapat dilakukan pada hari apa saja. Hukum
kananok mengizinkan pembaptisan untuk dirakayakan pada apa saja. Ketentuan
ini bermakna bahwa calon baptis, bukan pada situasi darurat, pada masa
5
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 78-79.
6
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 80.
42
prapaskah kiranya tidak diadakan pembaptisan, karena mengingat kelahiran
baru, sangat tudak cocok dengan makna sengsara atau kematian.
Akan tetapi sangat dianjurkan bila dilaksanakan pada hari minggu dan jika
memungkinkan pada hari paskah sebagai suatu pengungkapan atas kemuliaan
dalam hubunganya dengan misteri Kristus. Malan paskah merupakan waktu
yang sangat tepat, maka dengan itu sangat dianjurkan untyk melaksankan
perayan baptis pada malam paskah untuk orang dewasa maupun untuk anak-
anak.7
Baptis adalah suatu sakramen, suatu ritus tentang rahmat. Tempat perayaannya
adalah gereja atau ruang doa, kecuali karena alasan mendesak dapat juga
dirayakan di tempat lain. Dengan baptis, seseorang diinkorporasikan pada
Gereja dan berkat hasil dari rahmat sacramental itu, baptis menuntut bahwa
inkorporasi itu dating melalui konunitas ekklesial yang konkrit (contoh: paroki
sebagai satu komunitas, menerima tanggung jawab dan kewajibab untuk
membantu pembaptisan baru dalam menumbuhkan dan mengembangkan iman
serta dalam mendewasakan hati nurani kristiani). Menurut aturan, bejanan
baptis haruslah ditempatkan di gereja paroki yang akan dipakai untuk
pembaptisan dewasa maupun pembaptisan bayi. Dalam pembabtisan dewasa
akan melibatkan peran orang yang dibaptis itu sendiri, sedangkan dalam baptis
bayi hendaknya melibatkan orang tua anak..
Atas aturan tentang tempat bejana baptis, mengajunrkan bahwa di setiap gereja
paroki hendaknya tersedia bejana baptis, yang menghadirkan suatu komunitas
parochial. Demi kemudahan dan juga karena alasan lain, setelah mendengarkan
pastor paroki ordianaris wilayah dapat mengijinkan untuk menempatkan bejana
baptis itu di gereja atau ruang doa lain di wilayah paroki tersebut.8
43
Dalam kasus darurat (bahaya mati, sakit, lanjut usia), untuk melaksanakan
pembaptisan di rumah pribadi atau dirumah sakit, tidak membutuhkan otoritas
ordinaris wilayah. Kanon yang sama mengijinkan , “hanya dalam keadaan
darurat”
Di sejumlah rumah sakit dan klinik bersalin, dari dirinya sendiri dapat
dilayankan sakramen baptis dalam keadaan darurat dan karena alasan pastoral
yang masuk akal, menurut norma yang ditetapkan oleh Uskup Diosesan.9
9
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 89-91.
10
Kata pelayan (minister) secara umum tidak hanya berlaku bagi mereka yang tertahbis, melainkan
juga kepada mereka yang tidak tertahbis seperti orang tua, katekis ibu dan bapa baptis yang disebut sebagai
pelayan luar biasa. Namun dalam kanon ini kata pelayan ditujukan kepada mereka yang tertahbis. [lihat
Herman Yosef Ga I, Sakramen dan Sakramentali menurut Kitab Hukum Kanonik, Vol. 1, (Bogor: Grafika Mardi
Yuana, 2014), hlm. 93.]
11
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary on the Code of Canon Law (New York:
Paulist Press, tanpa penerbit), hlm. 1049-1050.
12
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1049-1050.
44
Dalam keadaan darurat, dipertimbangkan dalam hubungannya dengan
keselamatan abadi, baptisan - in re vel saltem in voto ad salutem necessarius
(Kan. 849) – dapat dilayankan oleh siapa pun: seorang heretik, yang terkena
eskkomunikasi, orang tak dibaptis, orang murtad atau atheis, tetapi dilakukan
dengan maksud semestinya, yakni menurut suatu ungkapan dari Konsili Trente,
tetapi secara nyata mempunyai maksud seperti yang dilakukan oleh Gereja.13
Semua umat beriman awam, berdasar pada imamat umum, terutama para
orangtua dalam tugas-tugas mereka, para katekis, bidan dan pembantu rumah
tangga serta pekerja sosial, para perawat, tenaga medis dan ahli bedah, perlu
memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang cara yang lebih baik untuk
melayankan baptis dalam keadaan darurat. Para Pastor paroki, diakon, katekis
diberi tugas untuk mengajarkannya; para Uskup di dioses mereka hendaknya
menyediakan sarana-sarana untuk pengajaran itu.15
Di luar keadaan darurat, adalah tidak licit bagi seseorang untuk melayankan
baptis di wilayah teritorial lain, sekalipun untuk bawahannya sendiri bila tanpa
izin. Hal ini didasari pada pentingnya sakramen baptis sebagai pintu masuk ke
dalam komunitas atau kelompok umat beriman setempat. Dalam (kan 862),
secara jelas ditekankan bahwa izin dapat diberikan oleh ordinaris setempat.16
13
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1049.
14
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1050.
15
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1049.
16
Herman Yosef Ga I, Sakramen..., hlm. 97.
45
Penentu pelaksanaan tahbisan baik secara pribadi atau diserahkan kepada Pastor
paroki atau kepada imam lain atas namanya dengan delegasi khusus.17
Konsep tentang dewasa dalam kanon ini sesuai dengan Kan 852, §1, yang
membicarakan tentang orang dewasa yang sudah dapat menggunakan akal
budinya dengan baik. Dalam Kan 836, konsep orang dewasa (adulti) adalah
mereka yang minimal berusia 14 tahun atau bahkan lebih tua dari umur tersebut.
Sedangkan dalam Kan 817 kodeks 1980 dijelaskan bahwa pemberian baptisan
dewasa adalah mereka yang berusia enam belas tahun.19
Ada tiga syarat utama seorang dapat dibaptis: syrat pertama yang utama
ialah: semua manusia dan hanya manusia, belum dibaptis dan manusia yang
hidup. KHK kanon ini tidak sama sekali menyinggung pembabtisan dalam
kandungan ibunya yang menghadapi bahaya mati. Dalam Rituale Romawi 1962,
Paus Paulus VI menegaskan bahwa tidak boleh membabtis bayi dalam
kandungan kalau jelas bisa dilahirkan kecuali jelas ada bahaya mati mendesak,
jika bayi dapat dilahirkan hendaknya dibaptis ulang bersyarat(Lih. Kan 746)
kasus ini berpijak pada ketentuan Kan. 19-20 untuk belajar dari Jurisprudensi
dan pendapat ahli.20
17
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1051.
18
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1056.
19
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk., New Commentary..., hlm. 1051.
20
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 102.
46
Dalam baptisan orang dewasa persyaratan baptisan dibagi menjadi dua yaitu:
Ada empat syarat yang ditetapkan Kanon ini diluar kasus darurat, dan bahaya
maut. Dituntut kemampuan konstitutif seorang sebagai syarat untuk baptis.
Kehandak ini harus dimanifestasi secara lahiria, hal ini akan tampak pada
perbuatan positif bagi publik, kehendak Habitual berupa kerinduan yang amat
besar dan kehendak atau mksd hati implisit. Syarat ini diminta demi validitas
pembabtisan.
Hal ini sangat tergantung dari kemampuan pribadi, keadaan lingkungan dan
latar belakang hidup, serta umur calon baptis itu sendiri, sebab ketiadaan iman
menjadikan baptisan invalid.
d. Menyesali Dosa
2. Syarat baptis orang dewasa dalam bahaya maut (Kan. 865 §2)
Bahasa Kanon In Quovis Modo (dalam cara tertentu) bisa perkataan atau
perbuatan. Bila ia seorang katekumen, keanggotaanya merupakan manifestasi
kehendaknya untuk dibaptis. Bila ia bukan seorang katekumen harus ada
sesuatu yang mengindikasikan bahwa ia mau dibaptis.
21
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 105-106.
47
Tetap dituntut bahwa si calon mengakui kebenaran pokok pokok iman yang
perlu untuk keselamatan. Untuk kebaikan si calon maka jika ia bukan
ketekumen ada kemauan untuk mengikiti proses bila sembuh. Jika ia seorang
katekumen, hendaknya mengikuti kembali masa ketekumenat.
c. Berjanji
Sesuai dengan kodrat liturgi publik, maka janji harus diuangkapkan secara
lahiriah di depan publik pula.22
Dalam kanon ini ditegaskan bahwa penguatan dan komuni harus diterima oleh
baptisan baru (neophytus) segera setelah pembaptisan, yang diadakan dalam
satu upacara liturgis.
b. Ada harapan yang beralasan anak itu akan dididik dalam agama Katolik23
Baptisan bersyarat Kan. 869, lihat juga Kan, 845. Adapun alasan baptisan
bersyarat terjadi ketika dari gereja non katolik hendak masuk atau menjadi
katolik. Mengapa baptisan bersyarat perlu dilakukan:
b. Karena baptisan, pintu masuk dalam gereja dan semua sakramen lainnya.
22
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm. 106-108.
23
Herman Yosef Ga l, Sakramen dan Sakramentali ..., hlm.115.
48
b. Telah melakukan penyelidikan secara seksama
Adapun baptisan dibedakan menjadi dua bentuk, yakni baptis dewasa dan anak.
konsep tanggung jawab dari wali baptis untuk baptisan dewasa dan anak sama.
Secara umum baik dalam baptisan dewasa dan anak, wali baptis membantu
sekurang-kurangnya dalam persiapan akhir pembaptisan. Wali baptis juga
menyertai calon baptis dewasa dan anak dalam mengajukan pembaptisan
sebagai saksi iman, moral dan maksud baik dari calon baptis.
Prinsipnya, wali baptis ialah orang yang dipilih calon baptis dewasa atau anak
bila calon baptis ialah bayi maka dipilih oleh orangtua calon baptis, disesuaikan
dengan delegasi Gereja setempat dalam peresetujuan imam yang berwenang.
Wali baptis memiliki tanggung jawab mengajar dan membantu orangtua calon
baptis terkait dengan mempraktekan pesan Injil dalam hidup pribadi dan sosial.
Dalam tugas ini, wali baptis serentak menjadi pembawa atau pemberi kesaksian
Injil dan pelindung atas pertumbuhan dan perkembangan iman calon baptis
sebagai buah Sakramen Baptis.25
4.2. Jumlah dan Syarat menjadi Ibu/Bapa Baptis (Kan. 873 - 874)
49
a. Wali baptis adalah orang yang dipilih oleh calon baptis (untuk baptisan
dewasa) dan oleh orangtua (untuk baptisan bayi) atau oleh Pastor Paroki
yang dengan catatan ali baptis menerima pilihan Pastor Paroki.
50
5.2. Buku dan Pencatatan Baptis (Kan. 877 – 878)
Adalah tugas dan tanggungjawab pastor paroki untuk mencatat dengan tepat dan
teliti nama orang-orang yang sudah dibaptis dalam sebuah buku baptis di
wilayah parokinya. Sedangkan kanon 878 menegaskan bahwa pastor paroki
memiliki wewenang untuk mengetahui semua pembaptisan yang ada di wilayah
parokinya.28
Sebuah paroki harus memiliki buku baptis. Hal ini ditegaskan dalam
kanon 535, § 1 “Dalam setiap paroki hendaknya ada buku-buku paroki, yakni
buku baptis […].” Buku baptis adalah salah satu dari beberapa buku penting
yang wajib dimiliki dalah sebuah paroki. Seluruh baptisan yang sudah
dilaksanakan harus senantiasa dicatat dalam buku baptis.
Adapun hal-hal yang wajib dicatat dalam buku baptis menurut ketentuan kanon
877, § 1, adalah nomor urut, nama yang terbaptis, nama orangtua, nama pelayan
baptis, nama wali baptis, nama saksi-saksi (jika ada), tempat baptis, tanggal,
bulan dan tahun baptis, tempat kelahiran, tanggal,bulan dan tahun kelahiran.
Berdasarkan kanon 535, § 2, dijelaskan tentang hal-hal penting lainnya yang
juga harus dicantumkan dalam buku baptis ialah penerimaan penguatan,
pentahbisan, perkawinan, adopsi, profesi atau kaul kekal dan perpindahan ritus
Gereja.29
Penutup
Bibliografi
28
Herman Yosef Ga I, Sakramen dan …, hlm. 138.
29
Herman Yosef Ga I, Sakramen dan …, hlm. 135-136.
51
Jhon P Beal, James A Cordien. dkk. New Commentary on the Code of Canon
Law. New York: Paulist Press (tanpa tahun penerbit).
Angel Marzoa et al. Exgetical Commentary on the Codex of Canon Law vol.
III/I. Canada: MTF. 2004.
52
Anggota Kelompok
Ardiansyah Laia (150510014)
Agusman Zalukhu (150510005)
Indra Tamba (150510030)
Mario L. Barus (150510036)
Syukurniaman Halawa (150510055)
Tohapna Silaban (150510058)
Willy Vitalis (150510060)
53
EKARISTI MAHAKUDUS
I. Pengantar
Istilah Ekaristi berasal dari Bahasa Yunani eucharistia, yang berarti puji syukur. Istilah
tersebut diterjemahkan dari Bahasa Yahudi birkat. Birkat berarti doa puji syukur sekaligus
permohonan atas karya penyelamatan Allah yang kemudian ditekankan sebagai karya penyelamatan
Allah melalui Yesus Kristus.30 Pada malam Yesus diserahkan (1Kor 11: 23), Ia menetapkan Kurban
Ekaristi tubuh dan darahNya. Ekaristi menjadi penghadiran Sakramental Yesus Kristus yang kurban
salib-Nya diabadikan sepanjang masa.31 Dengan Ekaristi, hakikat misteri Gereja ditegaskan dalam
pengalaman iman sehari-hari. Gereja pun mengaturnya dalam aturan hukum Gereja, secara khusus
Kitab Hukum Kanonik (KHK). Karena itu, tulisan ini hendak mengulas aturan khusus yang terdapat
dalam KHK Buku IV.
30
E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 269.
31
Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Seri Dokumen Gerejawi No. 67, Ecclesia De Eucharistia (Jakarta:
KWI, 2004), hlm. 5.
32
Y.B. Prasetyantha (Ed), Ekaristi dalam Hidup kita (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm. 95.
33
Komisi Waligereja Indonesia, Kompendium Katekismus Gereja Katolik (Jakarta: KWI, 2009), hlm. 103.
54
Perayaan Ekaristi
Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri dalam Gereja. Ekaristi adalah sebuah
perayaan pertama-tama adalah perayaan seluruh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala dan
anggota-Nya (SC 7).34 Dengan kata lain, subjek Perayaan Ekaristi adalah Tuhan Yesus Kristus dan
Gereja-Nya. Ekaristi sebagai tindakan Kristus sudah sangat jelas karena Kristuslah Sang Imam
Agung Sejati, satu-satunya Imam Agung Perjanjian Baru. Kehadiran pribadi Kristus dan karya
penebusan-Nya dalam kurban salib itu mengalami penampakan objektif dalam kehadiran real
Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur. Dari tradisi ini kita mengenal istilah
transsubstantiatio (Kan. 899).35
Artikel I
Pelayan Ekaristi Mahakudus
Ekaristi adalah sakramen terluhur dan pusat hidup Kristiani. Maka perlu ada pelayan khusus
untuk memimpinnya. Pelayan Khusus ini dibuat supaya sakramen itu sungguh dilindungi dari
penyalahgunaan dan juga dari kehadiran para imam “palsu”. Pelayan Ekaristi adalah hanyalah
imam yang ditahbiskan secara sah (kan. 900). Merayakan ekaristi berarti imam itu yang dapat
memimpin perayaan ekaristi dan mengkonsekrasi roti dan anggur secara sah (valid) dan licit.
Pelayan Ekaristi bertindak sebagai in persona Christi atau sebagai pribadi Kristus. Merekalah yang
membawa dan memprsembahkan kurban Ekaristi kepada Allah atas nama seluruh umat beriman.
Para imam berhak mengaplikasikan Misa bagi siapa pun, baik yang masih hidup maupun
yang sudah meninggal (Kanon. 901). Dalam KHK 1983 dijelaskan bahwa misa dapat
dipersembahkan bagi siapa saja, baik mereka yang sudah dibaptis atau belum, baik mereka yang
percaya atau tidak percaya, baik mereka yang berdosa atau yang suci, baik mereka yang murtad
atau yang saleh, baik yang masih hidup atau sudah meninggal. Tetapi, untuk mencegah sandungan,
hendaknya intensi misa untuk orang-orang tertentu tidak diumumkan kepada publik tetapi cukup
secara diam36.
Dalam perayaan Misa ada juga yang disebut konselebrasi (kan. 902). Konselebrasi adalah
merayakan secara bersama-sama atau orang-orang yang merayakannya bersama-sama di altar.
Konselebrasi ini merujuk kepada perayaan Misa yang dipimpin oleh seorang imam dan didampingi
oleh bebebapa imam. Mereka bersama-sama mengucapkan kata-kata atau doa-doa dalam Ekaristi.
Tujuan konselebrasi adalah mewujudkan kesatuan kurban, imamat, menandai, memaknai, dan
memperkokoh ikatan persaudaraan antara para imam. Perayaan Misa itu harus unicita, yaitu yang
dikonsekrasikan hanya ada satu patena/hosti dan satu anggur untuk semua imam.
34
E. Martasudjita, Ekaristi, Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Patoral (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 106.
35
E. Martasudjita, Ekaristi, Tinjauan Teologis…, hlm. 356.
36
Herman Yosef, Sakramen dan Sakramentali Menurut Kitab Hukum Kanonik, (Jakarta: obor, 2014), hlm. 224.
55
Dalam KHK 1983 dijelaskan bahwa konselebrasi selalu diijinkan. Tetapi asalkan
konselebrasi itu tidak bertentangan dengan atau mengabaikan kebutuhan umat beriman. Artinya
disini adalah bahwa imam tidak diijinkan untuk mengikuti konselebrasi bila pada saat yang sama
umatnya memerlukannya untuk Misa yang lain dan tidak ada imam lain dapat menggantikannya.
Karena seorang imam bukanlah imam untuk dirinya sendiri tetapi adalah seorang pelayan umat37.
Para imam yang hendak memimpin Misa harus memiliki selebret (kan. 903). Selebret
adalah surat pernyataan dan rekomendasi dari ordinaris atau superior imam yang bersangkutan yang
memberikan kesaksian dan membenarkan validitas tahbisan serta kelayakan atau tidak ada halangan
apa pun pada diri imam tersebut untuk merayakan Misa atau mendengarkan pengakuan dosa.
Tujuan selebret adalah untuk melindungi umat dari imam palsu. Selebret ini hanya berlaku sah
untuk masa satu tahun sejak tanggal dikeluarkannya38.
Para imam dianjurkan dan bukan “diwajibkan” (kan. 904) untuk merayakan Ekaristi setiap
hari walaupun umat beriman tidak dapat hadir setiap hari. Para imam hanya boleh merayakan Misa
satu kali dalam sehari kecuali ada alasan khusus. Alasan bahwa imam hanya boleh merayakan Misa
satu kali dalam sehari adalah untuk mencegah penyalahgunaan banyaknya Misa untuk maksud dan
alasan tidak patut atau dari motif dan intensi yang keliru, seperti hanya untuk mendapatkan stips.
Stipendium (stips) adalah derma, sedekah, dan gaji 39. Stips adalah persembahan yang dihaturkan
agar misa diaplikasikan bagi sebuah intensi tertentu 40. Persembahan ini bertujuan untuk membantu
kesejahteraan Gereja dan mendukung kehidupan para imam (kan. 946). Selain itu, merayakan
ekaristi terlalu banyak setiap hari membuat imam pelayan berlaku seperti robot pembuat misa,
karena kelelahan41.
Kanon 906; Jika tiada alasan yang wajar dan masuk akal, imam jangan merayakan kurban
Ekaristi tanpa ikutsertanya paling tidak satu orang beriman42. Sejarah mencatat larangan bagi
imam untuk merayakan Misa seorang diri tanpa kehadiran satu orang beriman pun telah
berlangsung sejak Abad XII, pada zaman Paus Aleksander III. Sejak itu, setiap Misa dituntut
kehadiran sekurang-kurangnya satu orang umat beriman. Alasannya adalah karena makna teologis
Misa yang adalah perayaan komunitas serta tuntutan rubrik yang sepanjang Misa penuh dengan
dialog antar imam dan peserta Misa.
37
Herman Yosef, sakramen…, hlm. 227.
38
Herman Yosef, Sakramen…, hlm. 234.
39
Silvester Susianto Budi, Kamus Kitab Hukum Kanonik, (Yogyakarta: Kanisius, 2014), hlm. 224.
40
Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Bahasa Indonesia, Diterjemahkan oleh
Sekretariat KWI (Jakarta: KWI, 2016), Kan. 946. Penulisan Kitab Hukum Kanonik selanjutnya disingkat dengan Kan
dan diikuti oleh nomor.
41
Herman Yosef, Sakramen…, hlm. 238.
42
Kan. 906.
56
Dalam KHK 1983 dijelaskan bahwa kanon 906 ini mengubah peraturan lama dalam dua hal,
yaitu kehadiran seorang minister tidak lagi diwajibkan, cukup sebgai umat, cukup sebgai umat, dan
alasan untuk mengijinkan Misa pribadi, yaitu asalakan wajar dan masuk akal. Alasan wajar dan
masuk akal misalnya bila imam dalam perjalanan, sedang sakit, cacat dan lain-lain43.
Pelayan Ekaristi mempunyai doa khusus dalam perayaan Misa (Kan. 907). Hal ini sudah
ditentukan Gereja yang diatur secara hierarki. Dalam Misa ada doa-doa khusus untuk para imam
(doa presidensial). Doa ini khusus untuk orang yang memimpin perayaan Misa. Hanya ada satu
presiden dalam satu perayaan yaitu selebran utama44. Ada 4 doa presindensial di dalam ekaristi,
yaitu; doa pembuka, doa persembahan, doa syukur agung, dan doa sesudah komuni.
Pelayan ekaristi dilarang merayakan konselebrasi antar gereja (kan. 908) karena
konselebrasi macam ini hanya mengungkapkan bahwa tidak adanya kesatuan. Konselebrasi
sebenarnya mengungkapkan dan mewujudkan kesatuan Gereja serta kesatuan atau persaudaraan
antar imam. Dalam perayaan Misa, para imam mempunyai doa pribadi khususnya untuk
persiapan dan syukur setelah Misa (kan. 909). Misalnya: Doa sebelum mengenakan pakaian Misa,
saat mencuci tangan untuk meminta kemurnian, saat mengenakan amik sebagai tanda kekebalan
terhadap godaan dan lain-lain.
Pelayan Ekaristi dibagi menjadi dua yaitu pertama; pelayan biasa komuni suci yang terdiri
dari Uskup, imam dan diakon (Kan 910). Mereka ini adalah umat beriman yang sudah menerima
tahbisan. Kedua; Pelayan luar biasa komuni adalah akolit dan juga orang beriman lain yang
ditugaskan sesuai ketentuan (kan. 230 §-3). Pelayan luar biasa ialah mereka yang telah dilantik
dalam Gereja.
Dalam pelayanan Ekaristi ada juga disebut sebagai viaticum (kan. 911). Viaticum adalah
makanan untuk yang mengadakan perjalanan45. Viaticum adalah penerimaan komuni bagi mereka
yang sakit. Viaticum bagi orang sakit jangan terlalu tertunda-tunda (kan. 922). Pelayan Viaticum ini
adalah pastor paroki, vikaris paroki, kapelan, superior lembaga hidup bakti, rektor seminari
keuskupan (kan. 911). Tetapi, ada juga pelayan lain yang dapat melakukan pelayanan ini. Mereka
adalah diakon dan awam jika pelayan-pelayan semua yang di atas tidak tersedia46.
ARTIKEL II
Partisipasi Dalam Ekaristi Mahakudus
Seorang yang telah menerima baptisan di Gereja katolik dan oleh hukum yang berlaku, dapat
menerima komuni suci tanpa terkecuali. Dalam penerimaan komuni suci, hanya mereka yang bisa
sudah mampu memahami Ekaristi itu sendiri. Sesuai hukum yang berlaku, seorang anak yang
43
Herman Yosef, Sakramen…, hlm. 245.
44
Herman Yosef, Sakramen…, hlm. 249.
45
Silvester Susianto Budi, Kamus…hlm. 248.
46
Herman Yosef, Sakramen…, hlm. 267-269.
57
menerima Ekaristi harus mampu memahami ajaran, arti Ekaristi, dan sungguh percaya pada Kristus
dengan seksama. Dengan demikian, seorang anak tersebut bisa menerima Ekaristi dengan imannya
sendiri. Tetapi, seorang anak yang dalam keadaan maut, sesuai anjuran dapat diberi komuni suci
dengan alasan bahwa anak tersebut memiliki pengetahuan tentang komuni suci.
Tugas utama orangtua dan juga pastor paroki ialah mengajarkan anak-anak yang mampu
menggunakan akal budi penerimaan sakramen tobat. Sakramen tobat diajarkan agar anak tersebut
memiliki hati dan pikiran yang baik dan menerima komuni dengan baik. Dan anak yang kurang
mampu memahami tentang komuni dan belum bisa menyambut, pastor paroki atau pelayan lain
memberi petunjuk secara khusus tanpa diberi komuni suci.47 Dalam penerimaan komuni suci kepada
umat, terutama kepada mereka yang tidak memiliki hak menerima komuni tidak diperbolehkan.
Seperti terkena ekskomunikasi karena tidak menghormati Perayaan Ekaristi atau tidak percaya pada
ajaran Gereja. Juga kepada mereka yang memiliki dosa berat karena melakukan pembunuhan, atau
meragukan kebenaran. Jika mereka menerima komuni, mereka harus terlebih dahulu menjalankan
hukum yang diberi oleh otoritas setempat. Contoh menerima pengakuan dosa serta membuat tobat
sempurna.48
Umat yang telah menerima komuni suci pada perayaan Ekaristi, dan pada hari itu juga bisa
menyambut komuni lagi sesuai ketentuan yang berlaku dalam kan. 921§2- meskipun pada hari yang
sama telah menerima komuni suci, sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya maut
menerima komuni lagi. Tetapi ketentuan ini bisa tidak dilaksanakan sejauh yang bersangkutan tidak
menginginkan. Jika si sakit meminta, maka akan dengan mengindahkan liturgi. Sesuai dengan
hukum yang berlaku bahwa sebelum menyambut komuni, umat diwajibkan untuk puasa makan,
kecuali air minum, satu jam sebelum perayaan. Dengan tujuan ialah agar umat yang menyambut
komuni dapat disegarkan dan dikuatkan oleh tubuh Tuhan yang telah diberkati. Tetapi bagi mereka
yang sakit, ketentuan tersebut tidak berlaku. Sesuai perintah Gereja, umat beriman wajib
menyambut komuni sekali setahun pada masa paska. Sekali setahun ini berlaku bagi pelayanan
pastoral yang jarang dikunjungi pastor paroki atau rekan pastor paroki karena jauh.49
Viaticum dalam arti harafiah adalah makanan untuk yang mengadakan perjalanan. Viaticum
adalah penerimaan komuni bagi umat beriman kristiani yang berada dalam bahaya maut. 50 Bagi
pelayan pastoral kepada umat yang mengalami sakit dan tidak dapat datang ke perayaan Ekaristi,
harus secepat diberikan komuni kepada mereka. Dengan demikian, mereka dikuatkan oleh tubuh
47
Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Seri Dokumen Gerejawi, Ecclesia…, hlm. 42.
48
Y. B. Prasetyantha, Ekaristi Dalam Hidup Kita (Yogyakarta: Kanisius, 2008), Hlm. 92.
49
Y. B. Prasetyantha, Ekaristi Dalam…, hlm. 95.
50
Silvester Susianto Budi, Kamus Kitab …, hlm. 248.
58
Tuhan dalam kesadaran mereka. Dan umat beriman yang tidak sakit wajib menerima komuni dalam
perayaan yang telah ditentukan oleh Gereja. 51
Artikel 3
Ritus upacara perayaan Ekaristi (kan. 924 – 930)
Perlu diketahui bahwa kanon-kanon yang terdapat dalam KHK ini berkaitan dengan ajaran
resmi Gereja Katolik. Baik itu dari tinjauan dogma teologis maupun ketentuan liturgis Gereja
Katolik. Selain itu, kanon-kanon dalam KHK ini berlaku dalam Gereja Katolik Ritus Latin. 52 Jadi,
ketentuan dan ritus perayaan dalam Kan. 924-930 berasal dari pedoman umum Gereja Ritus Latin
atau PUMR.53
Kanon 924-930, berbicara tentang ritus dan upacara perayaan Ekaristi Suci. Dalam perayaan
Ekaristi terdapat hal yang paling esensial yang harus ada. Hal yang paling esensial itu terdiri dari
bahan material (anggur, roti, dan air)54 dan bahan forma (doa-doa yang dilakukan oleh seroang
imam ketika konsekrasi).
Penggunaan roti dan anggur bersumber dari pemakluman Yesus ketika perjamuan terakhir
(bdk. Luk 22:19-20), diteruskan oleh Para Rasul dan jemaat perdana (bdk. Kis 2:41). Gereja Katolik
sungguh berakar dari sejarah perkembangan iman umat Kristen awal. Demikianlah yang dituliskan
dalam bukunya yang terkenal itu, Essay on the Development of Christian Doctrine (1845), berikut
ini adalah kutipannya:
“Sejarah Kekristenan bukanlah Protestanisme. Jika ada yang namanya kebenaran yang
aman, inilah dia. Dan Protestanism juga merasakan hal ini… Ini terlihat dalam
keyakinan… untuk membuang semua sejarah kekristenan, dan membentuk Kekristenan
dari Alkitab saja: orang-orang tidak akan pernah membuang sesuatu kecuali jika mereka
sudah berputus asa tentang hal itu…. Untuk menjadi seseorang yang berakar pada
sejarah, maka ia berhenti menjadi seorang Protestan.”55
Jadi, tradisi penggunaan roti dan anggur dalam Gereja Katolik merupakan warisan dari
perkembangan iman Kristen awal. Untuk itu, bahan-bahan material (Hosti dan Anggur) harus
terjamin originalitasnya. Keoriginalitas ini dipelihara agar warisan iman itu dihayati dan diteruskan
kepada Gereja yang sedang berjiarah di dunia sampai sekarang dan untuk mencegah adanya bahan-
bahan anggur dan hosti yang palsu. Keaslian itu juga menggambarkan keyakinan iman akan segala
sesuatu yang dilakukan oleh Kristus. Umat Kristiani harus melakukan apa yang dikatakan oleh
51
Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Seri Dokumen Gerejawi, Ecclesia…, hlm. 27.
52
Kan. 1.
53
Komisi Liturgi KWI, Pedoman Umum Misale Romawi, Cetakan IV (Flores: Nusa Indah Ende, 2008), hlm.
124. No. 324. Penulisan Pedoman Umum Misale Romawi selanjutnya disingkat dengan PUMR dan diikuti oleh nomor.
54
Kan. 924-1§ -3.
55
John Henry Cardinal Newman, Essay on the Development of Christian Doctrine (Notre Dame, Indiana: Notre
Dame Press, 1989), hlm. 7-8.
59
Yesus. Tindakan itu mau menunjukkan keberadaan iman komunitas kristiani tidak hanya dalam
bentuk imitasi (meniru), tetapi squela (mengikuti Kristus).56
Selain alasan di atas, bahan roti yang digunakan dalam Ekaristi benar-benar murni dan tidak
basi. Penekanan bahwa roti harus murni, mengandaikan bahwa roti yang digunakan pada perayaan
misa sungguh-sungguh tidak tercampur bahan material lainnya. Pewaspadaan terhadap material lain
tidak boleh bercampur dengan roti Ekaristi bertujuan untuk menjaga keawetan hosti serta keaslian
roti itu sendiri. Sehingga roti benar-benar berasal dari bahan gandum yang murni.57
Begitu juga dengan anggur yang digunakan saat Ekaristi. Dalam PUMR, anggur untuk
perayaan Ekaristi harus berasal dari buah pohon anggur (bdk. Luk 22:18). Anggur itu benar-benar
murni dan asli, tanpa campuran bahan lain. Bahkan dalam pedoman umum misale romawi
menegaskan, seandainya terjadi kekeliruan saat konsekrasi, karena salah satu bahan material
Ekaristi tertukar atau kesalahan teknis lainnya, selekas itu juga seorang imam melakukan konsekrasi
terhadap bahan material Ekaristi yang sah.58
Komuni yang diterimakan kepada umat beriman hanya dalam bentuk roti saja. Pemberian
komuni dengan hanya roti dilatarbelakangi dengan dua nilai penting yaitu nilai teologis dan nilai
praktis. Pemberian hosti dalam bentuk roti tidak mengurangi keutuhan substansi Tubuh Kristus
sendiri. Bisa dikatakan dengan cara sederhana, bahwa di mana ada tubuh yang hidup, di sana juga
terdapat darah yang hidup.
Dalam Katekismus no. 1378, menyatakan kehadiran Yesus dalam Ekaristi seutuhnya.
Bahkan sampai pada partikel yang terkecil dan dalam setiap tetes anggur terdapat keutuhan Tubuh
Kristus. Dengan demikian tidak ada alasan bahwa harus dalam komuni dua rupa baru sempurna
kehadiran Kristus.59 Dalam perayaan Ekaristi tersebut perlu memperhatikan kaidah-kaidah yang
berlaku dalam norma-norma liturgi. Bila karena alasan tertentu, komuni bisa diterimakan dalam
bentuk anggur saja.60
Alasan kedua pemberian komuni dalam rupa roti dengan alasan nilai praktis. Alasan ini
dilakukan dengan beberapa pertimbangan sederhana. Dalam hal ini, pemberian komuni dalam rupa
roti tidak membuat permasalahan baru dalam perasaan umat. Ada indikasi bahwa bila hosti dan
anggur diberikan kepada umat saat pemberian komuni, maka umat yang terakhir merasa kecewa
karena tidak kebagian anggur. Untuk itulah pemberian komuni dalam rupa roti saja. Adapun alasan-
56
Dr. Manangar C. Marpaung, Spiritual Awam, Imam, Religius (Pematangsiantar: STFT St. Yohanes, 2018),
hlm. 18 [diktat].
57
PUMR, No. 320.
58
PUMR, No. 324.
59
Konferensi Waligerja Regio Nusa Tenggara, Katekismus Gereja Katolik, Edisi Resmi Bahasa Indonesia,
diterjemahkan berdasarkan edisi Jerman oleh P. Herman Emburub (Ende: Nusa Indah, 2014), hlm. 350. No. 1378.
60
Kan. 925.
60
alasan lain, mengapa hanya dalam rupa roti saja disebabkan alasan ekonomis dan keterbatasan
imam
Dalam ritus dan upacara perayaan Ekaristi ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan
tentang bahan hosti yang digunakan oleh imam. Roti yang digunakan dalam perayaan Ekaristi tidak
mengandung ragi. Ketentuan ini berlaku tanpa ada pengecualian. Dimana pun imam merayakan,
imam hanya menggunakan roti tak beragi. Penegasana kanon ini berkaitan dengan Ketentuan-
ketentuan yang dipertegas dalam “Pedoman Umum Misale Romawi” (No 320) dan yang paling
akhir dalam “Redemptionis Sacramentum” (“Bahan Ekaristi Mahakudus,” No 48). Dalam
“Redemptionis Sacramentum” menyatakan hal ini dengan jelas:
“Roti yang dipergunakan dalam perayaan Kurban Ekaristi Maha Kudus harus tak
beragi, semuanya dikerjakan dari tepung dan segar, sehingga menghindari bahaya dari
basi, Karena itu roti yang dibuat dari bahan lain, dari gandum atau yang dicampur
dengan suatu bahan yang bukan tepung demikian rupa sehingga orang tidak lagi
memandang itu sebagai roti, tidak merupakan bahan sah untuk dipergunakan pada
perayaan kurban dan sakramen Ekaristi, Adalah pelanggaran berat untuk memasukan
bahan lain ke dalam roti untuk Ekaristi itu, misalnya buah-buahan atau gula atau madu,
tentu saja hendaknya hosti-hosti dikerjakan oleh orang yang bukan hanya menyolok
Karena kesalehannya tetapi juga terampil dalam hal mengerjakan seraya diperlengkapi
dengan peralatan yang sesuai.”61
64
Kan. 928-930.
65
Komisi Liturgi KWI, Pedoman Umum Misale Romawi (Ende-Flores: Nusa Indah, 2018), No. 16. Selanjutnya,
Pedoman Umum Misale Romawi, disingkat dengan PUMR dan diikuti dengan Nomor.
66
Mengkonsakrir berasal dari kata konsekrasi atau consecrare dalam bahasa Latin yang berarti memberkati dan
menguduskan. Dengan konsekrasi orang atau barang dikuduskan dan disisihkan untuk memuliakan Allah. Istilah
konsekrasi hanya dipakai untuk roti dan anggur dalam Perayaan Ekaristi. Kaum beriman Kristiani percaya bahwa dalam
konsekrasi roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. [Lihat. Pusat Kateketik: Gereja dan…, hlm.16.
Bdk. Ernest Maryanto, Kamus Liturgi, (Yogyakarta Kanisius, 2004), hlm.91-92.
62
Ekaristi harus dilaksanakan di atas Altar atau meja yang layak untuk digunakan sebagai
Altar untuk mempersembahkan Misa. Altar harus ditutup sekurang-kurangnya dengan sehelai kain
puith Korporal, di dekatnya dipasang sekurang-kurang dua lilin bernyala dengan sebuah salib
dengan sosok Kristus Yang tersalib terpajang pada Altar di dekatnya. Buku injil (evagenliarum),
Buku bacaan misa (lectionarium) harus ada dan dipersiapkan. Kemudian Piala, korporale,
Purifikatorim, palla bila ada, sibori, hosti (imam dan umat), ampul (tempat air dan anggur, patena
untuk komuni umat dan perlengkapan untuk membasuh tangan imam, hendaknya dipersiapkan
dengan baik. Bisa diletakan di atas altar dan bias juga disiapkan disebuah meja kecil di sekita altar.
Untuk pakain imam yang memimpin perayaan Ekaristi tersebut hendaknya disediakan alba, stola
dan kasula. Bila dimulai denan peraraka hendakan dipersiapkan dengan baik sebagaimana yang
berlaku pada Misa umat pada umumnya.67. Sesuai dengan tradisi liturgi segala bentuk misa berlaku
penghormatan altar dan kitab suci, berlutut dan membungkuk pada momen-monen tertentu dan
pembersihan benjana-benjana suci.68
Misa untuk berbagai keperluan ini dapat dirayakan dapat dirayakan dalam atau pada saat-
saat tertentu di tempat-tempat yang dianggap layak dan cocok untuk menjawab kebutuhan
kelompok-kelompok, ssperti di sebuah ruang ibadat, Gereja, alam terbuka asalkan teratur dan sesuai
dengan keperluan khsusu kelompok, demi meningkatkan karya pastoral terhadap umat dan izin dari
ordinaris wilayah tertent.69 Selain meperhatikan ketentuan ini, misa-untuk kelompok-kelompok
khusus hendaknya disesuiakan dengan rumus-rumus Misa untuk berbagai keperluan yang
ditetapkan oleh Konferensi Uskup dalam kurun tahun liturgi untuk menghindarkan sandungan
dalam liturgi Gereja.70
Maka, perayaan misa dalam berbagai bentuk apapau tidak boleh disisip dalam suatu
perjamuan biasa yang sedang berlangsung. Tanpa alas an yang berat misa tidak boleh dirayakan
pada sebuah meja makan biasa, 71
atau dalam sebuah rumah makan diaman ada tersedia makanan
atau ditempat dimana para hadiri terpaksa harus duduk-duduk di atas meja. Jika karena alasan berat,
Misa dapat dirayakan di tempat dimana perjamuan biasa diadakan setelahnya maka janganlah
makanan di tempatkan dihadapan para peserta selama misa sedangfn berlangsung. 72 Tidak diizinkan
mengaitkan perayaan Misa dengan peristiwa-peristiwa profan datau duniawi yang tidak spenuhnya
berkitan dengan ajaran Gereja katolik supaya Ekaristi tidak kehilangan artinya yang otentik. 73
Bab II
67
PUMR, no. 117-119.
68
PUMR, no. 273-287.
69
PUMR, no.374
70
PUMR, no.373. bdk Kan. 932-933.
71
Kongregasi Suci untuk Ibadat Ilahi, Instruksi Liturgicae Instauraurationes, no. 95.
72
Komisi liturgi-KWI, Redemtionis Sacramentum (Sakramen Penebusan), (Jakarta: Obor, 2004), no. 77.
73
Komisi liturgi-KWI, Redemtionis Sacramentum…, no. 78.
63
Menyimpan dan Menghormati Ekaristi Kudus
Ekaristi Kudus tidak diperkenankan dibawa-bawa atau disimpan oleh seseorang secara
pribadi, kecuali karena alasan pastoral di mana imam harus tinggal berjauhan dari tempat
penyimpanan resmi Ekaristi Kudus. Mengenai hal tersebut, diatur oleh Uskup secara khusus (Kanon
935). Ekaristi Kudus harus disimpan. Jenis tempat yang memperoleh izin kanonis untuk menyimpan
Ekaristi Kudus ialah katedral, gereja paroki, rumah religius atau rumah apostolik. Di luar tempat-
tempat tersebut, seperti di kapel uskup, kapel dan tempat doa lainnya, diperlukan izin khusus
(Kanon 934 §1). 74
Tempat-tempat tersebut harus dijaga (walaupun tidak harus oleh seorang imam) dan
dirayakan misa, minimal dua kali dalam sebulan (Kanon 934 §2). Ekaristi Kudus dapat disimpan
untuk dibagikan kepada yang sakit apabila kedua persyaratan tersebut dipenuhi. Sehubungan
dengan rumah religius dan pendidikan, hanya diperkenankan ada satu tempat khusus untuk
penyimpanan Ekaristi Kudus, kecuali dalam lingkungan tersebut ada lebih dari dua komunitas,
maka diperlukan izin khusus (Kanon 936).75
Gereja sebagai tempat penyimpanan Ekaristi Kudus harus terus dibuka, kecuali karena alasan
khusus yang darurat, seperti adanya pencurian padahal tempat tersebut tidak selalu diawasi. Dalam
keadaan tersebut, tempat tersebut dapat dibuka setidaknya selama beberapa jam (Kanon 937). 76
Ekaristi Kudus hanya disimpan di satu tabernakel (Kanon 938 §1). Tabernakel sebaiknya diletakkan
di kapel yang terhubung dengan Gereja. Jika hal tersebut tidak bisa terpenuhi, tabernakel dapat
diletakkan di dekat altar. Bahan material untuk tabernakel harus keras dan padat (Kanon 938 §3).
Tabernakel harus dijaga (Kanon 938 §5).77 Di dekat Tabernakel, diletakkan lampu minyak atau lilin.
(Kanon 940).78
Kanon mengatur bahwa jumlah Hosti Kudus yang disimpan sebaiknya bergantung pada
kebutuhan dan ditaruh seminimal mungkin. Pembaruan Hosti Kudus bergantung pada iklim dan
kondisi lingkungan. Tempat Hosti Kudus dapat berupa Siborium atau benda lain yang berupa kayu.
Anggur Kudus sebaiknya tidak disimpan kecuali memang untuk orang sakit dan kalau disimpan
harus dijaga supaya tidak tumpah dari piala (Kanon 939).79
Selain tentang penyimpanan, bab II juga mengatur tentang penahtaan Ekaristi Kudus. Ada
beberapa prinsip berkaitan dengan hal ini, salah satunya menjaga kesatuan umat dalam Ekaristi.
74
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary on the Code of Canon Law (New York:
Paulist Press, 2000), hlm. 1123, klm. 2.
75
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1124, klm. 1 dan 2.
76
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1125, klm. 1.
77
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1125, klm. 2 dan hlm. 1126,
klm. 1.
78
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm.1126, klm. 2 dan hlm. 1127,
klm. 1.
79
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1126, klm. 1 dan 2.
64
Penahtaan tidak perlu dilakukan lebih dari satu hari. Penahtaan juga tidak perlu dilakukan lebih dari
dua kali dalam satu hari, bisa dilakukan hanya pagi dan sore saja. Dalam ritus singkat, harus
diadakan bacaan, mazmur, doa, dan waktu hening meditasi. (Kanon 941 dan 942). 80 Dalam
penghormatan terhadap Ekaristi Kudus, ada juga tradisi perarakan yang diatur oleh Uskup (Kanon
944).81 Pelayan dalam penahtaan dibagi dua. Pertama, pelayan biasa, yaitu imam dan diakon.
Kedua, pelayan luar biasa, yaitu akolit, pelayan komuni khusus, atau orang yang ditugaskan oleh
ordinaris wilayah. Para pelayan luar biasa dapat membuka tabernakel, memasukkan Ekaristi Kudus
ke Monstrans atau tempat penahtaan, dan mengganti Sakramen Kudus, tapi tidak boleh memberikan
berkat (Kanon 943).82
Bab III
Stips yang Dipersembahkan untuk Perayaan Misa
Bagian pertama mengatur persembahan dan intensi misa. Persembahan merupakan hak
seorang imam, namun imam tidak boleh mengabaikan orang miskin bahkan walau tidak
menyumbang (Kanon 945). Dalam Firma in Traditione, Paus Paulus VI menyatakan bahwa
pemberian stipendium merupakan tanda turut serta membangun Gereja di mana umat menyatukan
diri dengan pengurbanan Kristus di salib (Kanon 946). Stipendium harus dihindarkan dari praktek
komersialisasi yaitu sekedar mencari keuntungan (Kanon 947).83
Pada awalnya, imam hanya boleh menerima satu stips untuk satu misa. Pada tahun 1991,
Kongregasi Para Imam memperkenankan agar kumpulan intensi disatukan dalam satu misa dengan
syarat bahwa pemberi harus mengetahui bahwa intensinya akan digabung. Dan kepadanya
diberitahukan tempat Misa. Misa yang demikian tidak boleh dilakukan lebih dari sekali dalam dua
minggu. Biar bagaimanapun, kelebihan stips harus diberi kepada ordinaris wilayah (Kanon 948 dan
956).84 Apabila stips sudah diterima, imam bertanggung jawab merayakan Misa, bahkan walaupun
hilang. Ini berkaitan dengan kanon 1308-1309 (Kanon 949). Stipendium diberikan dalam jumlah
tertentu tanpa kejelasan berapa misa yang diadakan, sebaiknya digunakan aturan setempat di tempat
tinggal pemberi (Kanon 950).85 Imam boleh menerima persembahan dalam satu hari, tapi yang
menjadi haknya hanya satu dalam sehari. Bagi setiap misa yang persembahannya memang
80
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1127, klm. 1 dan 2.
81
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1128, klm. 2 dan hlm. 1129,
klm. 1.
82
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1128, klm. 1 dan 2.
83
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1131, klm. 2 dan hlm. 1132
klm. 1.
84
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1132, klm. 1.
85
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1132, klm. 2 dan hlm. 1133,
klm. 1.
65
ditujukan untuk paroki, stipendium wajib disetor kepada ordinaris wilayah. Imam tidak boleh
menerima stips untuk misa yang kedua walaupun dengan alasan untuk ordinaris (Kanon 951).86
Jumlah stipendium diatur secara khusus oleh Konferensi Para Uskup setempat untuk
menjamin kesamaan jumlah antar keuskupan yang berdekatan. Bila tidak ada, uskup setempat bisa
mengatur sendiri (Kanon 952). Kanon 953 mencegah imam menerima terlalu banyak dengan
kekhawatiran tidak sanggup. Pencegahan ini hanya berlaku bagi imam secara pribadi, bukan
mencegah imam tersebut untuk memberikannya pada yang lain.87
Apabila ada kelebihan intensi misa dalam satu gereja, intensi misa dapat dilaksanakan di
tempat yang lain dengan izin dari pemberi (Kanon 954). Dan, apabila intensi misa sudah cukup
untuk satu tahun, intensi dapat dialihkan kepada yang lain. Misa dengan intensi dapat dilakukan
selambatnya setahun dari masa persembahan kecuali diberitahukan waktu definitif (Kanon 955).
Pelaksanaan Misa dengan intensi wajib diawasi ordinaris wilayah (Kanon 957). Setiap pemberian
stipendium dan pelaksanaan Misa harus dibuat sebuah catatan khusus (Kanon 958).88
III. PENUTUP
Perayaan Ekaristi bukan lagi hal yang baru bagi kita sebagai umat beriman tetapi kepada kita
dituntut untuk semakin menghayati Ekaristi itu dalam menyambut tubuh Tuhan. Dalam perayaan
Ekaristi, setiap orang banyak cara yang dibuat demi kecintaannya terhadap perayaan. Bukan berarti
mengurangi nilai perayaan Ekaristi yang paling luhur. Dalam perayaan Ekaristi, umat
membutuhkan imam karena melalui tangan mereka sebagai tangan Tuhan, kita dapat menerima
komuni suci. Bahwa misteri ini harus dialami dan dihayati dalam kebenaran, baik dalam perayaan
maupun dalam kemesraan dialog dengan Yesus, yang terjadi sesudah komuni. KHK menjadi aturan
yang mengakomodir umat beriman untuk semakin menghayati Kristus dalam pengalaman hidup
beriman sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Agis Triatmo, F. X. Iman Katolik Media Informasi dan Katekese, dalam Redemptioneis
Sacramentum. http://www.imankatolik.or.id/kvii.php?d=Redemptionis+Sacramentum&q=0-
1000.
Cardinal Newman, John Henry. Essay on the Development of Christian Doctrine Notre Dame,
Indiana: Notre Dame Press, 1989.
86
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1132, klm. 2 dan hlm. 1133,
klm. 1 dan 2.
87
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm. 1133, klm. 2 dan hlm. 1134,
klm. 1.
88
John P Beal, James A Coriden dan Thomas J Green, New Commentary…, hlm.1134, klm. 2 sampai hlm. 1136,
klm. 1.
66
James A Coriden dan Thomas J Green, John P Beal. New Commentary on the Code of Canon Law
New York: Paulist Press, 2000.
Komisi liturgi-KWI. Redemtionis Sacramentum (Sakramen Penebusan) Jakarta: Obor, 2004.
Komisi Liturgi-KWI. “Tahun Liturgi”, dalam, Kumpulan Dokumen Liturgi, Bina Liturgia Jakarta:
Obor, 1988.
Komisi Liturgi -KWI, Pedoman Umum Misale Romawi Ende-Flores: Nusa Indah, 2018.
Komisi Liturgi KWI, Pedoman Umum Misale Romawi, Cetakan IV Flores: Nusa Indah Ende, 2008.
Komisi Waligereja Indonesia, Kompendium Katekismus Gereja Katolik.Jakarta: KW, 2009.
Martasudjita, E. Sakramen-Sakramen Gereja Yogyakarta: Kanisius, 2003.
_____________ Ekaristi, Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Patoral, Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Maryanto, Ernest. Kamus Liturgi, Yogyakarta Kanisius, 2004.
Prasetyantha (ed.), Y.B. Ekaristi dalam Hidup kita, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Prasetyantha, Y. B. Ekaristi Dalam Hidup Kita Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Susianto Budi, Silvester. Kamus Kitab Hukum Kanonik, Yogyakarta: Kanisius, 2014.
Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II. Seri Dokumen Gerejawi No. 67, Ecclesia De Eucharistia
Jakarta: KWI, 2004.
Yosef, Herman. Sakramen dan Sakramentali Menurut Kitab Hukum Kanonik, Jakarta: obor, 2014.
67