SKRIPSI
Oleh
IMELDA PIRI
NIM: 2608
1
BAB 1
PENDAHULUN
Hubungan manusia dan budaya sangat erat ibarat dua sisi mata uang yang sama. Di satu
sisi manusia menciptakan budaya dan di sisi lain budaya kembali “ menciptakan “ manusia.
Manusia menciptakan budaya dengan karya akal budinya. Selanjutnya budaya yang sudah
diciptakan itu berperan sebagai pedoman yang memandu manusia agar hidupnya lebih sejahtera,
damai dan bermartabat. Karena itu, keberadaan manusia dan budaya saling menentukan. Tidak
ada manusia tanpa kebudayaan dan tidak ada kebudayaan tanpa manusia. Keberadaan manusia
mengandaikan adanya budaya dan sebaliknya keberadaan budaya mengandalkan adanya manusia
Oktober 2021).
Dalam aspek kemasyarakatan, budaya menjadi suatu produk unggulan di mana budaya
menjadi tradisi atau pegangan hidup pada tempat-tempat tertentu. Budaya juga menjadi sumber
kehidupan spiritual yang pada akhirnya dapat dijadikan alat untuk dapat mengenal perbedaan
antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di dalam budaya juga mengandung
keseluruhan pengertian nilai, sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-
struktur sosial, religius dan lain-lain. Wujud dari kebudayaan itu seperti upacara-upacara ritual,
Oleh karena itu, kebudayaan itu selalu disosialisasikan dan diwariskan dari suatu generasi ke
generasi yang berikutnya. Masyarakat setempat terutama pemangku adat menjadi pihak yang
paling bertanggung jawab dalam mentradisikan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Namun
2
dalam kenyataannya tidak sedikit kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia yang tidak
diwariskan secara baik. Oleh karena itu kebudayaan yang menggandung nilai dan makna yang
Salah satu bentuk kebudayaan adalah penghormatan terhadap leluhur yang sudah
meninggal. Penghormatan terhadap leluhur menjadi sebuah tradisi yang masih bertahan di
penghormatan terhadap leluhur sebab ada keyakinan umum bahwa roh orang-orang yang telah
meninggal masih memiliki relasi dengan manusia yang masih hidup di dunia ini. Penghormatan
ini biasanya nampak dalam ritus-ritus yang beranekaragam menurut suku, agama dan juga ras.
Keanekaragaman ritus penghormatan kepada leluhur masih bertahan di banyak tempat dan
Pada masyarakat sub-etnik Lio yang berada di wilayah kabupaten Ende, budaya
penghormatan kepada leluhur nyata dalam sebuah ritus yang dinamakan Pa’a Loka. ritus Pa’a
Loka tetap bertahan meskipun fakta menunjukkan bahwa ada penurunan dalam penerapannya di
kalangan pewaris tradisi Pa’a loka di wilayah Lio. Penurunan ini disebabkan oleh pewarisan
yang tidak berjalan dengan baik. Salah satu alasan yang menyebabkan kebudayaan itu tidak
diwariskan secara baik sehingga memudar nilai dan maknanya adalah karena adanya sistem
modernisasi global yang semakin berkembang sehingga kurangnya kesadaran masyarakat dalam
memahami makna ritual yang dilakukan oleh nenek moyang jaman dulu, seperti pemberian
sesajen kepada arwah leluhur ini dilakukan untuk menghormati dan menghargai sebagai orang
yang telah berada bersama Allah dengan anggota keluarga yang masih hidup (Jebadu, 2018:328-
329). Arwah leluhur diyakini dapat menunjukkan rasa senang apabila sanak keluarganya
memberikan sesajen sacara teratur dan sebaiknya tidak senang apabila keluarga dekat dari arwah
3
tidak memperhatikannya. Hal ini dapat dilihat ketika dalam melaksanakan kegiatan ada banyak
Dengan demikian tanpa doa dan restu dari para leluhur, maka sebuah rencana atau
keputusan yang diambil tidak akan berhasil karena dari roh-roh para leluhur komunitas orang
hidup menimba daya kekuatan yang menjadi sandaran hidup. Melalui ritus ini manusia mendapat
bantuan dan kekuatan dari yang ilahi, dari pada-Nya orang hidup menggantungkan harapan
kepada leluhur. Namun kepercayaan masyarakat di zaman milenium terhadap nilai-nilai religius
Kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai budaya Pa’a Loka di pesekutuan adat Saga,
kebudayaan dan proses pewarisannya kepada generasi penerus. Oleh karena itu, perlu dicari
penyebab sampai terjadinya kurang kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai budaya Pa’a
Loka tersebut, sehingga mudah untuk menemukan solusinya. Dengan demikian eksistensi budaya
tetap bertahan dan terhadap nilai budaya serta proses pewarisannya kepada generasi mudah tetap
Oleh karena sampai dengan saat ini belum ada titik terang untuk dapat mengetahui
kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai budaya Pa’a Loka di Desa Saga, maka peneliti
memandang perlu untuk mencari tahu faktor-faktor atau alasan-alasan yang mendasari
kurangnya keyakinan dan kepercayaan masyarakat setempat terhadap nilai budaya Pa’a Loka
tersebut.
4
Bertolak dari realita dan latar belakang diatas, maka penulis perlu mempersiapkan melalui
mekanisme penulisan dengan mengangkat persoalan tersebut untuk dikaji lebih lanjut dalam
karya tulisan yang berjudul: Faktor-Faktor Menurunnya Pelaksanaan Ritus Pa’a Loka Di
1. Pergeseran/ degradasi nilai dan pandangan terhadap adat istiadat sebagai akibat dari
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “ Mengapa terjadi penurunan dalam pelaksanaan ritus Pa’a Loka tersebut?
Pa’a Loka
5
1.5. Manfaat Penelitian
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik guna meraih gelar Sarjana Pendidikan
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi para masyarakat adat Saga dalam ritual budaya Pa’a
Loka.
Untuk menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi
ruang lingkup masalah penelitian ini yaitu faktor-fakor penyebab menurunnya pelaksanan ritual
6
BAB II
Tempora Mutatur, et nos mutamur in illis. Waktu berubah dan kita (ikut) berubah juga
didalamnya. Demikian pepatah Latin kuno yang mungkin masih kita temukan aktualitasnya
hingga sekarang. Waktu berubah dan cara-cara yang tetap di dunia ini mungkin yang tetap
hanyalah perubahan itu sendiri. Begitu juga dengan budaya atau kebudayaan (culture) yang
menjadi pokok telaah dan focus kajian, seturut konteks zaman yang berubah, orang-orang
dengan alam pikir, rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan,
serta budayapun ikut berubah. Menurut Raymond William, pengamat dan kritikus kebudayaan
terkemuka kata “ kebudayaan “ (culture) merupakan salah satu dari dua atau tiga kata yang
paling kompleks penggunaannya dalam bahasa inggris, mengapa demikian? Sebab kata ini
sekarang sering digunakan untuk mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa
disiplin ilmu yang berbeda-beda dan dalam kerangka berpikir yang berbeda-beda pula. Pada
pemeliharaan ternak, hasil bumi, dan upacara-upacara religius (yang dirinya diturunkan istilah
kultus atau “cult”). Sejak abad 16 hingga 19 istilah ini mulai diterapkan secara luas untuk
pengembangan akal budi manusia individu dan sikap perilaku pribadi lewat pembelajaran.
Dalam konteks ini, kita bisa memahami mengapa seseorang disebut “berbudaya” atau
“tidak berbudaya”. Gerakan nasionalisme di akhir abad ke 19 juga ikut mempengaruhi dinamika
pemaknaan atas budaya. Dimana lahir istilah “ budaya rakyat “ (folk culture) dan “ budaya
7
nasional “ (national culture). Mengetahui ini semua Williams berani berpendapat bahwa
budaya, yaitu pertama, yang mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual dan estetis dari
seorang induvidu, sebuah kelompok atau masyarakat. Kedua, yang mencoba memetahkan
kasanah kegiatan intektual dan artistik sekaligus produk-produk yang dihasilkan (film, benda-
benda seni dan teater) dalam penggunaan ini budaya kerap diidentifikasikan dengan istilah “
keyakinan, dan adat istiadat kebiasaan sejumlah kelompok, atau masyarakat. Masih terkait
dengan penggunaan istilah budaya, studi yang dilakukan oleh dua antropologi yaitu Kroeber dan
kluckhohn lebih dari 50 tahun lalu berupaya untuk memetahkan kebinekaan pengertian budaya.
2. Defenisi historis: cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialih-turunkan dari
3. Defenisi normatif`: bisa mengambil dua bentuk, yang pertama budaya adalah aturan atau
jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakan yang konkrit. Yang kedua
4. Defenisi psikologi: cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti
pemecahan masalah yang membuat oaring bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi
8
5. Defenisi struktural: mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek
yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang
6. Defenisi genetis: defenisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis
atau tetap bertahan. Defenisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar
manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Meski keenam pengertian pokok tersebut masih dipakai sampai sekarang, namun dalam
ranah teori kebudayaan terdapat sejumlah pergeseran pemahaman yang biasanya berkisar pada
tema-tema berikut:
sosial.
2. Kebudayaan dilihat sebagai ranah yang ideal, yang spiritual non material
4. Sejumlah upaya dibuat untuk tetap berada pada zona netral- nilai (artinya tidak berat
Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan memiliki peranan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, karena dengan kebudayaan manusia dapat berinteraksi dengan alam
sekitarnya dan dengan masyarakat tempat manusia tersebut tinggal. Kata kebudayaan berasal
dari bahasa sansekerta budhayah, yakni bentuk jamah dari budhi yang berarti budi atau akal. Jadi
budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu kata budaya juga berarti
budi daya atau daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa (Sulaeman, 2015 : 35).
9
Terkait dengan pengertian kebudayaan di atas, ada beberapa pedapat para ahli yang
Pertama, Ki Hajar Dewantara, kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup
system, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
Ketiga, Bakker (1984 :37), kebudayaan sebagai penciptaan dan perkembangan nilai
meliputi segala yang ada dalam alam fisik. Personal dan sosial, yang disempurnakan untuk
Keempat, E.B Tailor (1924:1) kebudayaan adalah hal kompleks yang mencakup
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudaya
terdiri dari atas segala sesuatu yang dipelajari oleh pola-pola yang normative, artinya mencakup
segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak (Ranjabar, 2016 : 29).
system gagasan, tindakan, hasil karya, rasa dan cipta manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara belajar setiap waktu sehingga menjadi panutan dalam bersikap dan
berperilaku.
10
2.1.2. Sifat Hakikat Budaya
berikut:
Pertama, kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia. Hal itu terjadi
karena dengan adanya kebudayaan dapat mengatur manusia dalam bersikap dan bertindak.
Kedua, kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan karena telah diwariskan secara
turun temurun. Ketiga, kebudayan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan itu mempengaruhi pilihan dan tindakan.
pendapat yang ditemukan oleh Melville J. Herskovits mengajukan empat unsur pokok
kebudayaan yaitu alat-alat teknologi, system ekonomi, keluarga dan kekuasaan politik. Di
samping itu Bronislaw Malinowski, menyebutkan unsur-unsur kebudayaan antara lain : pertama,
sistim norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya
menguasai alam disekelilingnya. Kedua, organisasi ekonomi. Ketiga, alat-alat dan lembaga atau
petugas pendidikan dimana keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama. Keempat,
11
2.1.4. Jenis-Jenis Kebudayaan
Jenis-jenis kebudayaan terbagi menjadi dua yakni kebudayaan material dan kebudayaan
nonmaterial. Kebudayaan material (kebudayaan), adalah wujud kebudayaan yang berupa benda-
benda konkret sebagai hasil karya manusia, seperti rumah, mobil, candi, jam, benda-benda hasil
material merupakan peninggalan dari suatu suku bangsa yang mempelajari semua bentuk
kebudayaan material yang tampil sebagai bentuk kebudayaan masa lalu dari komunitas tertentu.
misalnya adat istiadat, kebiasaan, perilaku, sikap, kepercayaan, sikap, kepercayaan, bahasa,
sastra, seni, hukum dan agama. Semua bentuk nonmaterial tersebut bersifat internal karena
mencerminkan sifat batin manusia dari kelompok atau komunitas tertentu misalnya tradisi Pa’a
Dalam keyataan hidup masyarakat terdapat tiga wujud kebudayan, yaitu kompleks
gagasan, kompleks aktivitas dan kompleks benda. Ketiga wujud kebudayaan ini tidak
terpisahkan satu sama lain. Wujud dari gagasan akan mengatur dan memberikan arahan kepada
perbuatan dan karya manusia dalam menghasilkan benda-benda yang kemudian membentuk
suatu lingkungan hidup tertentu serta mempengaruhi pola-pola perbuatannya bahkan juga
mempengaruhi cara berpikirnya. Berikut uraian singkat mengenai ketiga wujud kebudayaan ini:
Pertama, kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia wujud ini disebut sistem
budaya, karena sifatnya abstrak dan tak dapat terlihat serta berpusat pada manusia yang
menganutnya. Wujud ini termasuk dalam sistem budaya karena gagasan dan pikiran termasuk
12
tidak merupakan kepingan-kepingan yang terlepas, melainkan saling berkaitan, sehingga menjadi
Kedua, kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat
nyata karena dapat dialami.wujud ini juga disebut sistem sosial karena tidak dapat melepaskan
diri dari sistem budaya. Hal ini terjadi karena adanya pola interaksi yang dapat menimbulkan
gagasan, konsep, dan pikiran baruyang dapat diterima dan mendapatkan tempat dan sistem.
Ketiga, kompleks benda, aktivitas saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai
penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya
manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam
bentuk fisik, mulai dari benda yang diam sampai pada benda yang bergerak (Sulaeman, 2015:
37-38).
sebagaimana dikutip dalam Purnomo (2018: 30-31), meringkas fungsi kebudayaan bagi individu
1. Bagi Individu
kepribadian sesungguhnya.
13
c. Kebudayaan membantu individu untuk memberikan interpretasi berdasarkan
2. Bagi kelompok
tidak hanya memenuhi fungsi yang dikehendaki individu tetapi fungsi bagi
b. Kebudayaan telah memberikan visi baru bagi individu untuk bekerja sama antar
Pada bagian ini penulis akan memaparkan gagasan atau pendapat para ahli yang masih
relevan dengan topik yang diangkat. Gagasan-gagasan ini akan digunakan oleh penulis untuk
memahami fokus penelitian dan sekaligus untuk mengkaji permasalahan yang diangkat.
Kata tradisi berasal dari bahasa latin, yaitu tradition yang berarti diteruskan atau kebiasaan.
Dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan
14
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,
kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi baik tertulis maupun lisan. Tanpa adanya hal itu, suatu
Tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun
disampaikan seara lisan dan mencakup hal-hal tidak hanya berisi cerita rakyat, mitos, dan
legenda tetapi menyimpan sistem kekerabatan asli yang lengkap, sebagai contoh memberikan
Secara etimologis, Pa’a Loka terdiri dari dua suku kata yaitu Pa’a dan Loka. Pa’a dalam
bahasa Lio artinya simpan, menyimpan atau menaruh. Sedangkan Loka artinya tumpah,
menumpahkan atau juga membuang. Pa’a loka berarti menyimpan sesuatu lalu membuang. Pa’a
loka berkaitan dengan makanan bagi orang yang telah meninggal sesuatu yang dipercaya punya
kekuatan gaib. Jadi pengertian Pa’a Loka adalah memberi makanan (sesajen) kepada arwah
orang yang meninggal atau sesuatu yang dipercaya punya kekuatan gaib. Ritus seperti ini,
terdapat hampir disantero muka bumi. Tentu dengan nama yang berbeda-beda.
Memberi makan kepada arwah yang meninggal atau sesuatu yang dipercaya punya
kekuatan gaib, lebih sebagai penghormatan dari orang yang masih hidup. Menghormati para
leluhur atau sesuatu yang gaib itu, sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Lio. Motivasi penghormatan yang demikian sebetulnya berlandaskan pada pemikiran
bahwa arwah orang yang meninggal terutama arwah para leluhur, atau sesuatu yang gaib
mempunyai pengaruh yang besar di depan du’a ngga’e ( wujud tertinggi suku lio ) terhadap
15
orang yang masih hidup. Arwah para leluhur dan sesuatu yang gaib itu dilihat sebagai pemberi
segala sesuatu yang baik kepada manusia. Ini menunjukkan bahwa orang Lio umumnya lebih
berorientasi pada corak dan model berpikir yang harmonis mereka selalu dan senantiasa menjaga
dipengaruhi oleh relasi antara manusia dengan sesama, manusia dengan leluhur, manusia dengan
alam dan manusia dengan yang hakiki (Du’a Ngga’e) inilah makna terdalam dari pa’a loka. Bagi
masyarakat suku Lio, Pa’a Loka dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tujuan tertentu pula.
Pa’a loka kepada arwah para leluhur atau orang yang sudah meninggal dilakukan di wisu lulu
(tempat khusus dirumah adat) tubu musu (tiang batu dan mesba dipelataran tempat upacara adat)
serta bhaku rate (peti berisi tulang belulang leluhur yang telah meninggal serta kubur). Pa’a loka
bisa juga dilakukan diluar dari tempat yang disebutkan diatas. Tetapi tempat yang dijadikan
sebagai tempat Pa’a Loka itu harus melalui mimpi atau petunjuk dari arwah leluhur, kepada
oktober 2021).
Kebudayaan tidak terlepas dari kehidupan manusia karena, manusia adalah mahkluk
berbudaya. Perkembangan zaman sering memudarkan tradisi yang telah sekian lama menjadi
identitas manusia padahal keberadaan kebudayaan mengandung banyak nilai yang menjadi
tonggak sejarah kehidupan manusia dan menjadi fondasi bagi karya manusia kedepannya.
Salah satu kebudayaan yang masih hidup dan dipraktikan hingga saat ini yaitu tradisi Pa’a
Loka yang ada di masyarakat Lio terlebih khusus di persekutuan adat Saga. Bagi masyarakat
16
Saga tradisi Pa’a Loka merupakan kepercayaan kepada leluhur yang tetap hidup setelah
kematian. Tradisi ini menghantar masyarakat Saga kepada kebiasaan untuk beromunikasi dengan
leluhur dalam hal menyampaikan permohonan kepada mereka. Kegiatan ini dilakukan misalnya
Masyarakat Saga percaya bahwa kehidupan setelah kematian tidak berbeda jauh dengan
kehidupan manusia sebelum kematian di mana relasi antara orang yang masih hidup dengan
orang yang sudah meninggal yakni para leluhur didamaikan dengan ajaran gereja katolik
mengenai persekutuan para kudus (LG 49-51). Orang hidup dan orang mati membentuk sebuah
persekutuan intim dan persekutuan para kudus meliputi juga persekutuan para leluhur (Ef 1:10)
sehingga bagi orang Kristen kematian bukan dari segala titik akhir, tetapi sebagai suatu kelahiran
untuk kehidupan baru (Embuiru, 1979: 165). Dengan demikian, arwah yang sudah meninggal
pun membutuhkan makanan seperti ketika arwah tersebut masih bersatu dengan raga waktu
masih hidup di dunia ini seperti terkandung dalam suatu konsep bahwa sistem tradisi dan upacara
merupakan usaha manusia untuk mencari hubungannya dengan Tuhan, dewa-dewa atau para
leluhur (Koentjaraningrat,1981:145)
17
2.3 Kerangka Teori
Pengertian Kebudayaan
Unsur-Unsur Kebudayaan
Jenis-Jenis Kebudayaan
Wujud-Wujud
Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan
Teori Kebudayaan
Unsur-unsur Kebudayaan
Jenis-jenis Kebudayaan
Pengertian Tradisi
Tradisi Pa’a
Loka Wujud-wujud Kebudayaan
Pengertian Pa’a loka
Fungsi Kebudayaan
18
2.4 Kerangka Berpikir
19
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif. Jenis penelitian ini untuk
mencari tahu berbagai faktor yang melatarbelakangi terjadinya fenomena sosial tertentu. Jadi
jenis penelitian ini biasanya dilakukan tanpa melakukan hipotesa secara tepat (uji statistik).
Melalui jenis penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan alasan-alasan yang menyebabkan
Unit analisis merupakan unit terkecil dalam penelitian yang mengandung seluruh
karakteristik penelitian. Jadi yang menjadi unit terkecil dalam penelitian ini adalah pemangku
Menurut Lofland dan Lofiand (1984:47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
Maka sumber data dalam penelitian ini menyediakan informasi langsung dari sejumlah
sumber yaitu 5 orang, yang terdiri dari : tokoh adat 3 orang, kepala desa dan tokoh masyarakat
20
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini menggunakan teknik
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dengan pewawancara dengan si
penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman
3.4.2 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar atau karya seseorang. Pengumpulan dengan cara mencatat atau mengutip data-
3.4.3 Observasi
Observasi merupakan cara pengambilan data dengan mengamati secara langsung objek
yang diteliti.
21
3.5. Skema Data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti berdasarkan skema data berikut:
Latar yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Persekutuan Adat Saga,
Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, dan waktu penelitian telah dilaksanakan selama
penyusunan proposal sampai dengan laporan akhir. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10-
22 Januari 2022
Data-data yang telah diperoleh akn diuji keabsahan datanya dengan menggunakan teknik
triangulasi sumber data. Teknik ini adalah suatu cara pengumpulan atau rangkuman data yang
diperoleh dari berbagai sumber yang saling berbeda dengan menggunakan metode yang sama,
22
selain itu triangulasi adalah upaya pengumpulan data ganda, yang lebih dari satu sumber, yang
Analisis data kualitatif (Bogdan & Bilken, 1982) adalah upaya dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelolah, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang di ceritakan kepada orang lain (Moleong, 2019:248).
Dalam membuat analisa terhadap data (hasil wawancara, observasi dan dokumentasi) yang
dikumpulkan, peneliti melakukan kategorisasi atau klasifikasi data dengan memilih mana yang
lebih penting sehingga mudah dipelajari dan mudah dipahami serta bermanfaat bagi orang lain.
23
BAB IV
Pada bagian ini, peneliti akan menyajikan beberapa hal yang berkaitan dengan lokasi
penelitian, agar para pembaca dapat memiliki gambaran serta mengenal masyarakat Adat Saga,
Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Pada mulanya desa Saga adalah sebuah hamente yang
wilayahnya membentang dari Puutuga sampai dengan Wolomage. Hamente Saga mengepalai 16
(enam belas) kepala Kampung yang dikepalai oleh Kapitan Poto Kota dan setelah Poto Kota
meninggal diganti oleh anaknya Nikolaus Neta Poto sampai dengan 1966. Dan ketika pada
Januari tahun 1967, setelah Desa Saga baru terbentuk keenam belas wilayah kampung yang
dibagi menjadi 6 (Enam) wilayah Desa yaitu Desa Puutuga, Roa, Wolotolo, Niowula, Wolofeo
dan Wolomage sedangkan Saga bergabung dengan Desa Niowula dan pada Tahun 1968 terjadi
pemisahan wilayah antara Desa Niowula dengan Saga sehingga Saga menjadi Desa sendiri, di
Nama kampung Saga berarti tempat persembahan atau sesajen bagi para leluhur untuk
bersyukur atau untuk memohon perlindungan dari Dua Gheta Lulu Wula Ngae Ghale Wena
Tana, (Tuhan atas langit dan Bumi). Selain itu Saga juga mempunyai arti yaitu Sa artinya Bunyi
atau Gaung dan Ga artinya Menakjubkan jadi Saga artinya Bunyi atau gaung yang
Terbentuknya permukiman Desa adat Saga berawal dari perkampungan yang berada di
bagian barat perkampungan yang sekarang yaitu Mboto. Di Mboto sendiri dibagi dua tempat
yaitu Mboto Wena yang ditempati oleh Embu Limbu. Kedua Embu membangun perkampungan
24
secara bersama-sama di Mboto. Wilayah permukiman adat Saga, sendiri sudah ada orang yang
mendiami yaitu Dala Wolo. Pada saat itu Dala Wolo menempati bersama adiknya Labha Dile
dengan membangun awal perkampungan Saga pada saat itu. Kedua kakak beradik membangun
Pada saat itu kedua kakak beradik yaitu Dala Wolo dan Lele Mbele tinggal bersama di
dalam satu rumah tradisional di Sa’o Nggua Dala Wolo, karena semakin banyaknya jumlah
keluarga sehingga Dala Mbele membangun rumah tradisional sendiri yang diberi nama Sa’o
Nggua Ele Mbele, kemudian diikuti oleh Eja Kera mereka yaitu Tola Ndale dengan rumah
(Sa’o) yaitu Sa’o Ria Tola Ndale di depan rumah adat untuk melakukan upacara adat atau
kegiatan upacara lainnya. Keda yang dibangun oleh Dala Wolo fungsinya berubah.
Setelah ketiga orang yang mendiami permukiman desa Saga, maka antara kedua Embu
(Embu Wolo dan Limbu) melakukan perjanjian antara nenek moyang yang disebut Nggo Nggoro
Ngamba Kara. Perjanjian mengatakan semua masyarakat yang hidup di Mboto baik dari Embu
wolo dan Embu Limbu pindah ke permukiman Desa adat Saga dan membangun bersama-sama
Desa Saga).
Melihat Desa Saga pada waktu itu wilayahnya cukup luas serta perkembangan penduduk
yang begitu pesat sehingga sulit bagi Pemerintah saat itu untuk menjangkau semua kampung
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Maka pada tahun 1999 Desa saga dimekarkan
kembali menjadi 2 wilayah desa yakni Desa Saga dan Desa Wolomasi.
25
4.1.1. Keadaan Geografis
Iklim di Desa Adat Saga beriklim tropis dengan ketinggian sekitar 757 m dari permukaan
laut, sehingga sehingga daerahnya cukup dingin (Arsip Desa Tanpa Tahun).
Berdasarkan data masyarakat yang dikumpulkan, jumlah penduduk desa Saga saat ini
adalah 733 jiwa yang terdiri dari laki-laki 292 orang dan 341 perempuan. Desa Saga memiliki
luas wilayah 98,89 m. yang seluruh wilayahnya berada di dataran tinggi atau daerah
pengunungan. Desa Saga memiliki 3 wilayah kedusunan, yakni dusun Saga 1, Saga 2, Saga 3.
Setiap masyarakat memiliki kehidupan sosial yang berbeda antara masyarakat satu dengan
masyarakat lainnya. Hal itu dapat dilihat dari adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat
26
tersebut. Adat istiadat merupakan bagian dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengatur,
pengendali, pemberi arah kepada perlakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat Saga menggunakan bahasa Lio sebagai bahasa harian.
Desa saga merupakan salah satu yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat
yang dapat dilihat adanya upacara-upacara adat yang masih tetap dilakukan hampir sepanjang
tahun dari bulan April sampai dengan puncak acara adat di bulan September yang dinamakan
Ritual adat di Desa Saga, yang dalam bahasa lokal (Lio) biasa disebut nggua, adalah
sebuah ritual yang bermakna dalam dan penuh syukur atas segala limpahan rejeki dari yang
Maha Kuasa. Dalam bahasa keseharian, bolehlah kita sebut sebagai pesta panen, karena secara
substansi adalah untuk mensyukuri hasil yang telah dicapai mereka setahun kebelakang. Ritual
adat diadakan bertahap disertai perjamuan makan bersama. Upacara-upacara tersebut disertai
Menurut bapak A.M Mako yang merupakan Mosalaki Atalaki Pu’u Limbu mengatakan
tingkat strata sosial di wilayah permukiman Desa Adat Saga selalu memiliki kedudukan yang
sama. Diantara para Mosalaki itu sendiri pembagian tugas dan wilayah kerjanya sudah sangat
jelas. Oleh karena itu setiap Mosalaki tidak boleh mengambil hak dan kedudukan Mosalaki lain.
Apabila hal itu terjadi maka akan terjadi perselisihan dan perkelahian antara sesama Mosalaki.
Namun sejarah ini berdasarkan hasil wawancara belum terjadi hal yang demikian. Pada
pelaksanaan upacara adat, salah satu dari kesembilan Mosalaki itu belum hadir maka, upacara
adat tersebut tidak akan dilaksanakan sampai Mosalaki tersebut itu hadir.
27
4.1.4. Keadaan Ekonomi
Prediksi pra-sejahtera bagi suatu desa salah satunya ditinjau dari aspek ekonomi. Sebagai
desa yang menyandang predikat sejahtera, desa Saga terus berbenah untuk memacu pemahaman
ekonomi yang berorientasi kepada masyarakat di berbagai bidang secara berkesinambungan dan
bertahap.
Pada umumnya masyarakat pedesaan hidup dari hasil pertanian, walaupun juga
masyarakat bekerja sebagai PNS, tukang, bisnis, dan lain-lain. Pada utamanya masyarakat Saga
adalah petani lahan kering, yang menanam jagung, coklat, cengkeh dan kopi. Selain itu juga
mereka menanam padi ladang yang digunakan sebagai upacara adat Pera Bara. Sistem pertanian
di masyarakat Saga adalah ladang berpindah, yang berpindah-pindah di dalam lingkungan tanah
adat mereka secara teratur untuk memberi kesempatan lahan-lahan yang telah digarapi menjadi
Agama bagi masyarakat merupakan keyakinan dan mempunyai peran penting bagi
kehidupan. Karena dengan agama kehidupan msyarakat akan seimbang antara dunia dan akhirat.
Meski berbagai agama berkembang di Indonesia, tetapi masyarakat Saga Mayoritas memeluk
agama Katolik. Sehingga pada pemukiman Desa Adat Saga hanya terdapat satu tempat ibadat
yaitu gereja.
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk mengetahui inti dari ritual
Pa’a Loka. Berkaitan dengan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, dengan
mewawancarai 3 orang ketua adat, kepala desa, dan 1 orang tokoh masyarakat di Desa Saga.
28
4.2.1. Hasil Penelitian
Dalam wawancara ini peneliti mengajukan satu pertanyaan kepada Narasumber yang
dilaksanakan pada tanggal 10-22 Januari 2022. Penulis memberikan satu pertanyaan wawancara
untuk ke semua narasumber. Jawaban narasumber terhadap pertanyaan : Inti dari ritual adat Pa’a
Loka. Narasumber menyampaikan pendapat mereka tentang inti dari ritual Pa’a Loka di
a. Jawaban yang sama dari ke lima narasumber terkait inti dari ritual Pa’a Loka yakni:
ketika dilakukan sebuah ritual adat bisa dibuat manakala masyarakat setempat/
masyarakat lokal ada kesepakatan, kemudian kesepakatan itu dituahkan dalam ritual,
kesepakatan itu yang diakui oleh semua orang menjadi ungkapan isi hati mereka
terhadap para leluhur, para leluhur itu ada macam-macam misalnya para leluhur
penguasa wilayah, para leluhur penjaga mata air, para leluhur penjaga alam dan lain-
lain. Ritual akan dibuat di tempat yang telah ditujukan misalnya di gunung mata air
atau di gua, di mana para tua-tua adat dan pemangku adat yang punya kemampuan dan
b. Ritual adalah suatu hal yang berhubungan terhadap keyakinan dan kepercayaan
spiritual dengan suatu tujuan tertentu. Sedangkan Pa’a Loka adalah memberi
makanan (sesajen) kepada yang sudah meninggal atau sesuatu yang dipercaya punya
kekuatan gaib. Jadi ritual Pa’a Loka adalah sesuatu yang dianggap sakral dan
dilaksanakan secara turun-temurun. Sehingga ritual Pa’a Loka ini masih dilaksanakan
sampai sekarang.
29
4.2.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Ritual Pa’a Loka. Maka pembahasan ini
Secara umum istilah pa’a loka terdiri dari dua suku kata yaitu pa’a dan loka. Pa’a dalam
bahasa lio artinya simpan, menyimpan atau menaruh. Sedangkan loka artinya tumpah,
menumpahkan atau juga membuang. Pa’a loka berarti menyimpan sesuatu lalu membuang.
Pa’a Loka berkaitan dengan makanan bagi orang yang telah meninggal sesuatu yang dipercaya
punya kekuatan gaib. Jadi pengertian pa’a loka adalah memberi makanan (sesajen) kepada
arwah orang yang meninggal atau sesuatu yang dipercaya punya kekuatan gaib. Ritus seperti ini,
terdapat hampir di santero muka bumi. Tentu dengan nama yang berbeda-beda (MW, WS, BT,
Memberi makan kepada arwah yang meninggal atau sesuatu yang dipercaya punya
kekuatan gaib, lebih sebagai penghormatan dari orang yang masih hidup. Menghormati para
leluhur atau sesuatu yang gaib itu, sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, tradisi ini
dipraktekan juga di desa Saga. Motivasi penghormatan yang demikian sebetulnya berlandaskan
pada pemikiran bahwa arwah orang yang meninggal terutama arwah para leluhur, atau sesuatu
yang gaib mempunyai pengaruh yang besar di depan du’a ngga’e (wujud tertinggi suku lio)
terhadap orang yang masih hidup. Arwah para leluhur dan sesuatu yang gaib itu dilihat sebagai
pemberi segala sesuatu yang baik kepada manusia. Ini menunjukkan bahwa orang Lio umumnya
lebih berorientasi pada corak dan model berpikir yang harmonis. Mereka selalu dan senantiasa
dipengaruhi oleh relasi antara manusia dengan sesama, manusia dengan leluhur, manusia dengan
30
alam dan manusia dengan yang hakiki (Du’a Ngga’e) inilah makna terdalam dari Pa’a Loka.
Bagi masyarakat suku Lio, pa’a loka dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tujuan tertentu
pula. Pa’a loka kepada arwah para leluhur atau orang yang sudah meninggal dilakukan di wisu
lulu (tempat khusus di rumah adat) tubu musu(tiang batu dan mesba di pelataran tempat upacara
adat) serta bhaku rate (peti berisi tulang belulang leluhur yang telah meninggal serta kubur).
Pa’a Loka bisa juga dilakukan di luar dari tempat yang disebutkan di atas. Tetapi tempat yang
dijadikan sebagai tempat pa’a loka itu harus melalui mimpi atau petunjuk dari arwah leluhur,
Dewasa ini ritual adat yang diwariskan oleh para leluhur dari tahun ke tahun sudah
dilakukan sesuai dengan porsi masing-masing. Sehingga seluruh masyarakat adat yang ada
diwilayah tersebut sangat taat dengan aturan tersebut, karena jika tidak menaati maka akan
dikenakan sanksi/ denda adat. Jadi Kebudayaan tidak terlepas dari kehidupan manusia, karena
manusia adalah mahkluk berbudaya. Perkembangan zaman sering memudarkan tradisi yang telah
sekian lama menjadi identitas manusia padahal keberadaan kebudayaan mengandung banyak
nilai yang menjadi tonggak sejarah kehidupan manusia dan menjadi fondasi bagi karya manusia
ke depannya.
Salah satu kebudayaan yang masih hidup dan dipraktekan hingga saat ini yaitu tradisi
pa’a loka yang ada di masyarakat Lio terlebih khusus di persekutuan adat Saga. Bagi masyarakat
Saga tradisi pa’a loka merupakan kepercayaan bahwa arwah para leluhur tetap hidup setelah
kematian. Tradisi ini menghantar masyarakat Saga kepada kebiasaan untuk beromunikasi dengan
31
leluhur dalam hal menyampaikan permohonan kepada mereka. Kegiatan ini dilakukan misalnya
Masyarakat Saga percaya bahwa kehidupan setelah kematian tidak berbeda jauh dengan
kehidupan manusia sebelum kematian. Masih ada hubungan antara orang yang sudah meninggal
dengan orang yang masih hidup. Hal ini senapas dengan ajaran Gereja Katolik yang mengakui
Kata “seremonial” berasal dari bahasa inggris, yaitu ‘ceremony’ yang berarti upacara.
Upacara adalah suatu aktivitas yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, biasanya untuk
memperingati suatu kejadian maupun melakukan penyambutan. Sedangkan kata ‘adat’ adalah
aturan dan perbuatan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala. Timbulnya adat
berawal dari usaha orang-orang dalam suatu masyarakat di daerah yang menginginkan
terciptanya ketertiban di masyarakat. Adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun
temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat hubungan dan penyatuannya
Dari pengertian ‘seremonial’ dan ‘adat’ di atas dapat disimpulkan bahwa seremonial adat
adalah upacara yang dilaksanakan oleh suatu kelompok masyarakat untuk memperingati sesuatu
hal yang sudah diwariskan dari nenek moyang. Seremonial adat ini biasanya dijalankan oleh
pemangku adat, bersama dengan masyarakat adatnya (fai walu ana kalo). Isi dan bentuk
seremonial adat tergantung pada kekhasan budaya setempat. Di wilayah Saga terdapat banyak
seremonial adat. Seremonial tersebut berkaitan langsung dengan hidup dan pekerjaan masyarakat
setempat. Mata pencaharian masyarakat Lio sebagian besar adalah bertani. Demikian pula
sebagai petani, mereka menanam bermacam-macam tanaman, dari tanaman yang pendek
32
umurnya, hingga tanaman tahunan dan tanaman perdagangan. Sebelum menanam dan melakukan
panen, mereka melakukan upacara seremonial adat. Upacara itu dilaksanakan oleh mosalaki dan
fai walu ana kalo dengan acara pati ka bapu ata mata dan syukuran atas hasil panennya.
Berkaitan dengan waktu berlangsungnya pemberian sesajian kepada para leluhur dalam
ritual pa’a loka, lima narasumber mengatakan bahwa, biasanya terjadi setiap hari ketika hendak
makan, dan upacara-upacara adat lainnya. Berikut peneliti menguraikan dua hal berikut:
Dalam memberikan sesajian kepada arwah leluhur entah itu sarapan (pagi),
makan siang dan makan malam, bahan-bahan yang sering digunakan yakni nasi, lauk
pauk dan air yang ditaruh sedikit pada rate pera yaitu sebuah batu datar tempat sesajen
33
b. Pada saat upacara adat
melakukan ritual dengan bahan makanan yang telah disiapkan di antaranya nasi merah,
daging babi, sirih pinang, tembakau dan moke (arak khas Lio). Semua makanan tersebut
merupakan makanan adat khusus bagi masyarakat Lio yang wajib disajikan dan ditata di
tempat khusus yaitu pane (tempat makanan khas Lio yang terbuat dari tanah). Para
pemimpin komunitas adat atau mosalaki pu’u melaksanakan puncak ritual Pati Ka yaitu
diawali dengan memberikan makan kepada leluhur, dan semua Mosalaki berdiri
Pemberian sesajian itu diikuti dengan pengucapan kata-kata religius sebagai berikut:
mai sai miu lei sawe gha leja ina kami tau pati miu ka, tii miu pesa
reti ghe wesu nuwa sele mbale, ana ke mae sure te,u mae koe ro,a mae ruwi,
wuga ma,e pengamedu kami kami lei sawe tebo ma,e lo, ro jie baja pawe miu
dua gheta lulu wula no’o nggae ghale wena tana.sai sebu nggegge sai segu
beu kami siwa bella mbey se angi miu tana nwatiu keli wolo, so mbo,o
34
nggegge we,e. rago beu- beu budu bewa lai sawe angi eo tau susa leka tebo ana lo,o
Artinya:
Nenek Moyang serta para leluhur yang mendiami bata tanah atau wilayah Saga
sesajian berupa nasi dan daging untuk para Arwah Nenek Moyang dulu
Memohon kepada tuhan dan allah yang maha Rahim bimbinglah serta
jauhkanlah kami dari segala penyakit dan dari segala mara bahaya.
Lalu mereka meletakkan sesajian tersebut di atas mesbah. Para Mosalaki yang di
percayakan membawa sajian di sekitar altar tempat persembahan. Selesai memberi makan,
makanan itu dibagikan sedikit-sedikit antara mereka. mereka makan bersama sambil meminum
moke dan mengisap tembakau. Ritual tersebut diakhiri dengan tarian Gawi sohda oleh para
35
Semua sesaji dalam upacara Pati Ka memiliki makna sebagai berikut:
Nasi merah atau beras merah adalah hasil pertanian dan bahan makanan pokok orang
Lio. Beras dalam sesaji ini dapat diartikan sebagai bekal bila bepergian bahkan sebagai
simbol pertanian, simbol kesuburan dan mewakili mata pencaharian yang sudah dirawat
mulai dari menanam, memberikan pupuk, dan saat panen tiba padi dipetik dan digiling
sehingga menjadi beras yang akan diolah menjadi nasi. Beras merah atau nasi merah bukan
sesuatu yang didapatkan dengan mudah, maka dari itu beras merah bukanlah sesaji
sembarangan yang disajikan dalam upacara Pati Ka. Bagi masyarakat Lio, menyajikan nasi
merah atau nasi putih dalam upacara Pati Ka sebenarnya sama saja. Makna nasi merah
tidak jauh berbeda dengan nasi putih yakni sebagai makanan pokok.
2. Daging Babi
Daging babi merupakan hasil peternakan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Lio
dan dipelihara dalam waktu yang lama, mulai dari memberinya makan agar tumbuh dengan
baik, merawatnya agar tidak terkena penyakit sehingga pada saatnya diperlukan akan
menghasilkan daging yang segar dan sehat. Daging babi jiga disajikan dalam upacara Pati
Ka, hal ini dikarenakan menurut tradisi dalam setiap upacara adat Lio, makanan lain yang
wajib disajikan yakni daging babi, sehinga dapat dikatakan bahwa daging babi merupakan
salah satu makanan adat yang disukai, mewah dan terhormat bagi masyarakat Lio sejak
36
3. Pane (tempat sesaji)
Menurut tradisi Lio, dalam menyajikan makanan khusus untuk acara-acara ritual
adat seperti upacara Pati Ka ini harus menggunakan pane. Pane adalah tempat untuk
meletakkan sesaji yang terbuat dari bahan alami yakni tempurung kelapa, dan ada juga
terbuat dari bahan olahan teknologi seperti tanah liat. Hal ini dikarenakan pane tersebut
merupakan warisan orang tua sejak dahulu dan akan berkelanjutan sampai masa yang
akan datang, sehingga jika menyajikan makanan dalam upacara ritual adat apapun di Lio
4. Tembakau
merupakan hal yang sangat penting. Salah satu suguhan/sajian selingan dalam upacara
Pati Ka Bapu Ata Mata adalah tembakau. Tembakau yang disajikan berupa tembakau
paga yang merupakan tembakau khas dari daerah Lio. Tembakau ini ditanam sendiri oleh
masyarakat adat di wilayah Lio, sehingga tidak dapat didatangkan dari luar. Kuping atau
pembungkus tembakau menggunakan kulit jagung. Hal ini sama dengan tembakau,
kuping ini berasal dari masyarakat adat yang ada di wilayah Lio. Tembakau memiliki
makna secara khusus yaitu sebagai simbol pergaulan dan keakraban bagi orang tua laki-
laki.
5. Sirih Pinang
Sama halnya dengan tembakau, sirih pinang juga merupakan makanan selingan
yang disajikan dalam upacara Pati Ka Bapu Ata Mata. Ciri khas adat yang berlaku di
wilayah Lio adalah sirih, dan sirih pinang memiliki perlambangan khusus yaitu sebagai
37
simbol kecantikan bagi orang tua perempuan. Hal ini dikarenakan sirih jika dimakan akan
menjadi warnah merah dan orang tua dulu untuk menghias bibir baik wanita maupun pria
harus menggunakan sirih. Sama halnya sekarang perkembangan zaman terutama bagi
6. Moke (tuak)
Moke merupakan minuman adat khas Lio yang terbuat dari bahan alami yaitu dari
pohon lontar atau enau. Moke merupakan simbol kegembiraan atau kebebasan. Pesta
adat, upacara ritual, acara pernikahan dan acara adat lainnya selalu disajikan moke. Hal
ini sudah dilakukan sejak dahulu hingga sekarang. Moke biasa diletakkan di sebuah ceret/
kendi yang terbuat dari tanah liat dan dituangkan di cangkir yang terbuat dari tanah liat
Ada beberapa poin penting dalam ritual adat Pa’a Loka sebagai berikut:
1. Pertama, ritual pa’a loka merupakan warisan budaya masyarakat adat Lio.
2. Kedua, ritual pa’a loka mengungkapkan persekutuan antara orang yang masih hidup
3. Ketiga, adanya jaminan keselamatan dan kesejahteraan hidup bagi masyarakat adat
Saga.
Tradisi pa’a loka mempunyai peran dan pengaruh yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat adat Saga baik pengaruh positif maupun dampak negatif jika tidak dilaksanakan. Ada
tiga poin penting yang berkaitan dengan pengaruh riual pa’a loka dalam kehidupan masyarakat
38
adat Saga, yakni warisan budaya, persekutuan antara orang hidup bersama leluhur dan jaminan
masyarakat adat Saga sudah memiliki budaya aslinya yakni budaya pa’a loka. Terhadap warisan
leluhur inilah setiap orang melakukan ritual pa’a loka sesuai dengan kepercayaannya untuk
menjamin kesejahteraan hidup. Ritual ini diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur untuk
kepentingan dan kesejahteraan hidup anggota keluarga dalam melestarikan kekhasan masa lalu
sebagai identitas masyarakat adat Saga dalam mencari sesuatu yang mampu membawanya pada
suatu kenyamanan dalam hidup dan mengindarkan diri dari berbagai persoalan hidup ( MW, WS,
Keberadaan ritual pa’a loka ini menjadi identitas budaya tersendiri bagi masyarakat
pemeluknya dan kemudian akan menjadi pedoman dalam hidup bagi setiap orang serta mengakar
kuat dalam diri masyarakat Saga sehingga mereka merasa perlu untuk mempertahankan nilai-
nilai luhur dalam ritus-ritus kebudayaan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan
identitas budaya yang telah menjadi ciri khas kehidupan manusia tanpa adanya tekanan dari
budaya luar.
Kedua, Persekutuan antara orang hidup dengan leluhur yang sudah meninggal.
Dari lima narasumber mengatakan bahwa tradisi pa’a loka mampu mendekatkan orang
hidup dengan para leluhur dalam melakukan komunikasi yang bersifat abstrak. Komunikasi yang
39
dibangun ini karena ada kepercayaan bahwa arwah para leluhur mempunyai kekuatan yang dapat
mendatngkan keuntungan sekaligus kerugian jika anggota keluarga tidak menaati segalah
warisan yang diterima dengan cara memberikan kutukan berupa sakit ataupun mengalami
kegagalan dalam setiap usaha (MW, WS, BT, HL, & MG).
persekutuan yang berkaitan dengan leluhur baik itu relasi antar pribadi maupun antar kelompok.
Biasanya, relasi ini terjalin dengan baik dikarenakan bahwa orang yang telah meninggal dunia
merupakan bagian dari anggota keluarga yang hidup. Ikatan persaudaraan yang dibangun di
dunia nyata akan berlanjut terus dan tidak akan hilang oleh karena kematian, melainkan
persekutuan ini akan selalu hidup baik di dunia nyata maupun di akhirat.
Lima narasumber mengatakan bahwa masyarakat adat Saga mempercayai bahwa dengan
melaksanakan segala pedoman dan aturan yang diberikan leluhur maka kehidupannya
mengalami kesejahteraan dalam berbagai usaha seperti peni nge wesi nuwa yang berarti
Pengaruh tradisi pa’a loka ini berkaitan dengan kepercayaan mengenai orang yang sudah
meninggal mempunyai kekuatan yang mendatangkan keuntungan atau kerugian bagi manusia
yang hidup. Orang yang melaksanakan ritual pa’a loka hanya semata-mata untuk mengingat
kembali arwah yang telah meninggal dan juga meminta doa agar dijauhkan dari mara bahaya
serta segala bentuk penderitaan yang tidak diinginkan. Di samping itu juga, para leluhur
dipercaya mampu memberikan keselamatan bagi jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan
40
leluhur juga memberi arah dan petunjuk agar orang yang baru meninggal tidak tersesat dan
a. Nilai Ketuhanan, semua adat baik yang bernilai religius maupun bersifat spiritual
memiliki orentasi kepada sang maha tinggi. Baik kelompok maupun individu selalu
memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan kelancaran dalam
melaksanakan adat tradisi Pa’a Loka tersebut, serta ucapan syukur segala sesuatu yang
diberikannya.
b. Nilai Mental dan Moral, terbangun dari unsur kepercayaan dimana akan mendorong
manusia terutama masyarakat Saga untuk berbuat baik sebagai bekal kembali untuk
kemudian dalam acara adat tradisi Pa’a Loka pada tahun-tahun berikutnya. Kepala
Adat memberikan kepercayaan nilai mental dan moralnya bukan hanya kepada
masyarakat Saga melainkan kepada tamu-tamu yang datang disaat acara adat tradisi
Pa’a Loka. Perannya dalam melaksanakan Adat tradisi Pa’a Loka. Menjaga nilai-nilai
luhur budaya sebagai bentuk tatanan budaya agar tidak lekang oleh lamanya waktu.
Ajaran moral yang sangat jelas dalam tradisi Pa’a Loka adalah tetap hidup bersama
dalam persekutuan masyarakat adat dan patuh pada keputusan adat yang disepakati
bersama.
c. Nilai Toleransi, melalui upacara adat tradisi Pa’a Loka tidak membedakan berbagai
agama, keyakinan serta status sosialnya. Semua masyarakat turut mengambil bagian di
dalam upacara Pa’a Loka yang bersangkuan. Kepala adat memiliki sikap toleransi yang
sangat tinggi disaat melaksanakan acara adat tradisi Pa’a Loka. Kepala adat tidak
41
membedakan status sosial seseorang maupun dari agama dan keyakinan seseorang pada
d. Nilai Gotong Royong, yang terjadi dalam upacara Pa’a Loka adalah nilai
kebersamaan. Semua warga masyarakat Lio-Saga wajib terlibat dalam ritual Pa’a Loka.
persaudaraan yang tinggi demi terciptanya sebuah ritus yang mantap dan baik.
Untuk mendapatkan keterengan tentang penyebab penurunan ritual adat pa’a loka di
Pada tanggal 23 Januari 2022 Penulis melaksanakan wawancara kepada narasumber. Jumlah
pertanyaan adalah 8 pertanyaan yang tertuju pada semua narasumber dengan pertanyan pokok
sebagai berikut; penyebab penurunan ritual adat pa’a loka di persekutuan adat Saga. Berdasarkan
keterlibatan lembaga adat secara langsung dalam upaya pembentukan perilaku dan
penanaman nilai-nilai adat istiadat serta modal sosial masyarakat. Sebelumnya lembaga
adat terlihat sangat aktif dalam melakukan pembinaan dan penanaman nilai-nilai luhur,
sekarang hampir tidak ditemukan lagi, karena banyak masyarakat yang lebuh fakus pada
42
2. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
teknologi dan informasi. Hal ini terlihat jelas dengan adanya perubahan kultur budaya
tersebut dapat dibuktikan dengan semakin terlihatnya pola perilaku yang menyimpang
dari aturan adat seperti sikap egoisme, saling curiga, bertutur kata yang tidak sopan. Di
samping itu, perwujudan tanggug jawab bersama terhadap ritus pa’a loka kurang nampak.
Ketidaksesuaian antara norma yang terkandung dalam adat dan praktek yang dilakukan
oleh lembaga adat menjadikan masyarakat tidak terlibat aktif dalam acara adat sehingga
Pada saat tokoh adat melakukan upacara adat, mereka tidak berdiskusi bersama-
sama dengan tokoh masyarakat sehingga banyak masyarakat yang melanggar aturan
tersebut dan terjadinya penurunan dalam upacara tersebut. Solidaritas dan kerja sama
antara mosalaki dan fai walu ana kalo kurang namapak. Ada penurunan semangat dalam
kerja sama untuk menyukseskan acara atau ritus adat pa’a loka. Mosalaki bekerja sendiri
dengan kurang melibatkan para anggota persekutuan sehingga ritual ini terkesan hanya
43
Berdasarkan jawaban dari narasumber di atas maka penulis menyimpulkan bahwa secara
umum Ritual Pa’a Loka dalam suku saga mempunyai peran penting bagi kehidupan masyarakat
adat Saga. Karena ritual Pa’a Loka merupakan pemberian sesajen kepada arwah para leluhur
yang telah meninggal dunia dan juga merupakan sesuatu keprercayaan secara turun-temurun
mempunyai kekuatan gaib. Namun dengan perkembangan zaman yang kian hari kian berubah
membuat suatu adat kebiasaan dalam lingkup suku saga ini mulai minim untuk dikembangkan
dan dipahami oleh regenerasi penerus. Karena sebuah kebiasaan kultur budaya itu hilang maka
setiap pribadi seseorang yang berada di dalam Saga tersebut akan timbul ketidaknyamanan
dalam kehidupan budaya tersebut. Hal ini menjadi hambatan yang berkaitan dengan kepercayaan
masyarakat terhadap budaya adat-istiadat. Maka dari itu generasi penerus perluh tahu adat
budaya tersebut melalui penanaman sikap adil dan rasa memiliki terhadap kultur budaya
setempat.
Dalam proses sebuah ritual adat harus diikut sertakan oleh semua tokoh adat dan seluruh
masyarakat yang ada di wilayah tersebut, agar proses ritualnya bisa berjalan dengan baik dan
lancar. Jika dalam proses pelaksanaan ritual tersebut tidak diketahui oleh masyarakat setempat
maka tidaklah heran kalau masyarakat melanggar aturan tersebut karena bagaimanapun juga
masyarakat adalah sumber kekuatan untuk para tokoh adat dalam melaksanakan sebuah ritual.
Adapun beberapa tindakan untuk menyadarkan generasi penerus tentang kultur budaya tersebut
dengan melalui pendekatan agama, sehingga tingkat kepedulian masyarakat khususnya generasi
penerus memahami siklus ritus Pa’a Loka dengan tujuan agar kembali berjalan baik sesuai
dengan ajaran para leluhur dalam suku Saga tersebut. Apa lagi peran Orangtua “dalam rana
lingkup keluarga” pada zaman sekarang ini mereka mempunyai kesibukan yang banyak sehingga
tidak ada waktu untuk menceritakan dan menjelaskan tentang adat-istiadat dan budaya kepada
44
anak-anaknya mereka. Sehingga generasi muda sekarang tidak memahami lagi budaya yang
telah ada sejak dahulu yang telah di wariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun.
Setelah diketahui masalah utama dalam rana lingkup keluarga dapat diketahui dalam tatanan
rana budaya adapun beberapa tokoh penting yang berperan aktif seperti “Mosalaki” karena
proses pelaksanaan ritual yang dijalankan oleh “Mosalaki” masih ada sedikit kekurangan dan
masyarakat yang mengeluh, akan tetapi apapun alasannya proses pelaksanaan ritualnya tetap
dijalankan karena itu sudah menjadi tanggungjawab bersama dalam suku tersebut serta
melestarikan kebudayaan yang telah ada dan menjadi sarana turun-temurun dari generasi ke
generasi berikutnya.
mempunyai banyak sekali perabadaban kebudayaan dan adat istiadat yang tersimpan secara
turun-temurun. Setiap pelaksanaan adat kebudayaan masyarakat suku Saga sangat berarti dan
harus dijunjung tinggi oleh masyarakat suku Saga itu sendiri dan menjadi tolak ukur dalam
pandangan sikap dan perilaku dari generasi generasi berikutnya. Pelestarian adat-istiadat Saga
terlebih khusus ritus “Pa’a Loka” harus dibudidayakan, karena kemakmuran suatu daerah yang
baik pasti dari tata cara yang baik yang diterapkan oleh parah leluhur. Oleh sebab itu suku Saga
dalam memeluk adat-istiadat dan kebudayaan menjadi modal utama bagi mereka agar dikenal
orang serta menunjukan ciri khas orang yang berada dalam kawasan suku Saga itu sendiri dan
menjadi kebanggaan tersendiri jika ada para pengunjung yang datang mengunjungi suku
tersebut.
45
4.3.2. Pembahasan
Dalam kehidupan suatu wilayah masyarakat tertentu ada banyak hal yang dapat diketahui
baik dalam rana lingkup keluarga, pendidikan, keagamaan, ekonomi, politik dan lain sebagainya.
Tentu tidak terlepas dengan adat-istiadat kultur budaya yang diterapkan secara turun-temurun,
dikarenakan sebelum masyarakat setempat keluar dari zona kehidupan lainya terlebih dahulu
mengenal adat-istiadat budaya sendiri. Apa lagi masyarakat Saga yang masih sangat kental
menjalankan tradisi adat-istiadat tersebut, karena menurut mereka tindakan ini merupakan ajaran
yang diajarkan oleh para leluhur mereka sejak dari dahulu kala seperti ritual “Pa’a Loka” yang
merupakan sesajian untuk para leluhur yang telah meninggal dunia, tujuan dari semuanya ini
adalah sebagai ucapan syukur atas hasil yang diperoleh masyarakat Saga tersebut.
Oleh sebab itu adapun hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaan ritual adat-istiadat
tersebut, karena dalam melaksanakan adat-istiadat tersebut ada beberapa masyarakat yang pro-
kontra. Hal ini terjadi dikarenakan banyaknya dampak-dampak luar yang mempengaruhi pribadi
individu maupun kelompok ataupun kelompok dengan kelompok itu sendiri. Bahkan dengan
perkembangan zaman generasi penerus mulai melupakan kebiasaan berkaitan dengan kultur
budaya mereka sendiri yang diharuskan untuk dikembangkan akan tetapi harapan tersebut tidak
kuat untuk menjadi landasan atau fondasi generasi tersebut dikarenakan zaman teknologi yang
semakin maju, menurut mereka apa yang baru lebih baik dari pada yang dulu.
Dilihat kembali dari rana lingkup keluarga (orangtua) yang kurangnya memberi pemahaman
tentang adat budaya sekitar bahkan mereka lupa akan hal penting tersebut yang menjadi utama
menjelaskan kepada regenerasi penerus tentang kultur adat budaya setempat. Kemudian itu
46
dalam ranah lingkup adat juga melakukan hal tersebut sama halnya dengan rana lingkup keluarga
lebih mementingkan kesibukan pribadi dibandingkan menjelaskan kepada generasi muda tentang
adat budaya setempat sehingga sikap ketidakpedulian itulah yang mengakibatkan generasi muda
Maka dari itu dampak tersebut adapun solusinya yakni perlu dilakukan pendekatan yang
baik dalam penanaman keluarga, nor ma adat dan lain sebagainya kepada generasi muda dengan
senantiasa melakukan koordinasi dan kerjasama dengan tokoh pemuda. Selain itu aturan norma
yang terkandung dalam adat istiadat harus disesuaikan kondisi perkembangan zaman agar tidak
adanya kesan pengekangan kreatifitas serta memberikan kebebasan mereka untuk berkreasi dan
berekspresi dengan tetap menjaga norma dan nilai adat serta memberikan batasan yang sesuai
Hal tersebut dapat dilakukan seperti; Pertama, menguatnya peran lembaga adat tidak
terlepas dari adanya dukungan dari pihak lain seperti pemerintah dan warga masyarakat sendiri.
Kedua, tingkat kemampuan dan pemahaman dari pengurus lembaga adat akan adat istiadat dapat
memudahkan mereka dalam memainkan perannya di tengah masyarakat. Ketiga, lembaga adat
harus mampu memberikan contoh yang baik di tengah masyarakat sesuai dengan norma yang
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kehidupan masyarakat
Saga mempunyai banyak sekali perabadaban kebudayaan dan adat istiadat yang tersimpan sejak
dahulu. Oleh sebab itu disetiap kebudayaan masyarakat Saga sangat berarti besar dan harus
dijunjung tinggi oleh masyarakat sekitar. Pentingnya pelestarian adat istiadat Saga merupakan
suatu fenomena yang banyak didatangi oleh orang-orang dari budaya luar. Bagi masyarakat Saga
47
kebudayaan dan adat istiadat menjadi modal utama bagi mereka agar dikenal orang melalui ciri
khas rumah adat yang dimiliki. Bahkan kebudayaan yang mereka miliki sekarang menjadi
sumber pemasukan daerah, karena banyaknya para turis asing yang mengunjungi wilayah
mereka untuk melihat adat-istiadat masyarakat Saga dan sebagai generasi penerus harus tetap
4.4. Kesimpulan
Ritual Pa’a Loka merupakan pemberian sesajen kepada arwah para leluhur yang telah
meninggal dunia dan juga merupakan sesuatu keprercayaan secara turun-temurun mempunyai
kekuatan gaib. Namun dari rana lingkup keluarga (orangtua) yang kurangnya memberi
pemahaman tentang adat budaya sekitar bahkan mereka lupa akan hal penting tersebut yang
menjadi utama dalam kehidupan mereka merupakan kesibukan pribadi terlebih dahulu
dibandingkan menjelaskan kepada generasi penerus tentang kultur adat budaya setempat.
Kemudian itu dalam rana lingkup adat juga melakukan hal tersebut sama halnya dengan rana
generasi muda tentang adat budaya setempat sehingga sikap ketidakpedulian itulah yang
mengakibatkan generasi muda zaman sekarang tidak memahami apa itu tradisi adat-istiadat.
Maka dari itu diperluhkan pendekatan yang baik dari pihak keluarga maupun tokoh adat terhadap
generasi muda, agar seluruh rangkaian kebudayaan yang dibuat dapat berjalan dengan baik
karena kebudayaan yang sudah diwariskan oleh nenek moyang harus dilestarikan dan menjadi
48
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tradisi Pa’a Loka bagi masyarakat adat
Pertama, ritus Pa’a Loka merupakan pemberian makanan (sesajen) kepada arwah orang yang
Kedua, ritus Pa’a Loka merupakan wujud keyakinan masyarakat adat Saga akan adanya Wujud
Ketiga, ritus Pa’a Loka merupakan sebagai media untuk mendoakan jiwa orang yang meninggal
agar jiwa para arwah yang meninggal dunia dapat menikmati kebahagiaan bersama para kudus di
surga.
5.1.2. Faktor- Faktor penyebab penurunan ritual pelaksanaan adat pa’a loka
49
5.2. Usul-Saran
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka patutlah
memberikan saran kepada pihak-pihak terkait agar dapat menjunjung tinggi nilai kebudayaan
1. Bagi Para Tua Adat agar tetap melaksanakan ritual adat Pa’a Loka sehingga tetap
2. Bagi pemerintah daerah, agar tetap membangun kerjasama dengan lembaga adat dan
3. Bagi kaum muda, agar tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan sehingga kebudayaan
tetap terjaga.
4. Bagi masyarakat adat Saga, agar tetap mematuhi norma-norma adat untuk menjaga nilai-
5. Bagi Gereja agar kebudayaan yang baik ikut dilestarikan karena mengandung nilai-nilai
50