Anda di halaman 1dari 36

SURAT-SURAT PAULUS

Sumber utama:

Alessandro Sacchi e collaborator, Logos 6: Lettere Paoline e altre lettere, Torino: Elledici,
1996.

PAULUS DARI TARSUS

Surat-surat, yang dikaitkan dengan Paulus, secara umum dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

- Surat-surat utama (Roma, 1-2 Korintus, Galatia, 1-2 Tes);


- Surat-surat dari penjara (Efesus, Filipi, Kolose, Filemon)
- Surat-surat pastoral (1-2 Timoteus, Titus)

Para ahli secara umum menyadari bahwa surat-surat yang asli datang dari Paulus adalah
Roma, 1-2 Kor, Galatia, Filipi, 1 Tes dan Filemon), yang diragukan: Efesus, Kolose, 2 Tes
dan surat-surat pastoral (=disebut deuteropauline).

Bagaimana terbentuk surat-surat Paulus?

Pada umumnya, surat-surat yang dikirimkan oleh Paulus ditujukan kepada Gereja/jemaat
tertentu, kecuali surat kepada jemaat di Galatia yang dihadirkan seperti dikirim kepada
komunitas berbeda yang berdampingan. Surat-surat ini kemungkinan dibaca ketika jemaat
berkumpul (1Tes 5:27). Secara eksplisit dalam Kol 4:16 dikatakan agar surat tersebut
dibacakan juga di jemaat lain (Laodikia), dan surat yang ke Laodikia dibaca juga oleh jemaat
Kolose. Jemaat-jemaat yang menerima surat Paulus menerima dan menyimpan, bahkan
mungkin menjadikan surat Paulus sebagai harta yang sangat berharga, sehingga mereka juga
melestarikan. Tentu saja bisa kita bayangkan bahwa penerimaan, tanggapan dan rasa hormat
terhadap surat itu berbeda antara komunitas yang satu dengan yang lain.

Dalam 2Ptr keberadaan surat-surat Paulus sudah disinggung (2Ptr 3:15-16). Penulis 2Ptr
menyadari bahwa surat-surat Paulus dilengkapi dengan hikmat tertentu yang dikaruniakan,
sehingga ditempatkan dalam posisi yang sama dari tulisan-tulisan kitab suci yang lain.
Sayangnya, penulis 2Ptr tidak menyebut surat-surat yang mana, tetapi dari tema yang
diutarakan yakni tentang kedatangan Tuhan yang segera, maka dapat direka-reka bahwa ia
sedang berbicara tentang surat Roma (13:11-14), 1Kor (7:29-32), Filipi (2:15-16), 1Tes (5:1-
11).

Klemens dari Roma dalam suratnya kepada orang-orang Korintus tahun 95-96 M
menyiratkan sudah mengenal Surat kepada orang-orang Roma, 1Kor, surat kepada orang-
orang Ibr, juga kemungkinan Gal, Fil, dan Ef. Ignasius dari Antiokia mengutip Surat Rom,
1Kor, Gal, Ef, Fil, Kol, 1Tes, dan kemungkinan 2Tes dalam suratnya yang disusun tahun 110
M. Sekitar tahun 135 Polikarpus menggunakan Rom, 1Kor, Gal, Ef, Fil, 2Tes, dan
kemungkinan 1-2 Tim. Marcion (ditemukan sekitar tahun 140M di Roma) menerima 10 surat
1
Paulus dalam kitab sucinya, dengan menghilangkan Ibr dan surat-surat pastoral sekitar abad
II M. Kanon Muratori (disusun di Roma sekitar akhir abad II) menyebut 13 surat Paulus,
yakni semua kecuali surat kepada orang Ibr.

Pada awalnya 1-2Kor ditempatkan pada lebih dahulu dalam daftar, dan kemungkinan juga
dalam surat Klemens dari Roma (47,2-3), tetapi menjadi ekplisit dalam kanon muratori dan
kemudian dalam Tertulianus, Ciprianus dan Origine. Kemudian, Rom ditempatkan pada awal
surat-surat Paulus kemungkinan karena teologinya yang sangat penting, mungkin juga karena
peran/fungsinya pada waktu itu komunitas Roma diasumsikan sebagai orang-orang Kristen
pertama; kemudian setelah itu surat-surat yang lain disusun menurut panjangnya.

Tidak diketahui persis tempat dimana surat-surat Paulus dikumpulkan menjadi satu
kumpulan. Petunjuk paling kuat mendukung dua kota besar dalam dunia kuno, yakni Efesus
dan Korintus. Keduanya penting sebagai pusat kebudayaan dan perhubungan, juga dihormati
sebagai komunitas paulinus yang kuno dan penting.

Pembentukan corpus paulinum dan penerimaannya dalam kanon telah menetapkan sekali dan
untuk semua ruang lingkup dan batas-batas Paulism, yaitu, fitur-fitur dasar dan spesifik dari
pemikiran dan pesan Paulus. Hal itu bukan berarti bahwa profil dari Paulus sesuai persis
dengan pengalaman historisnya, tetapi tetap terbuka diskusi tentang tulisan-tulisan tersebut,
dan merefleksikan keaslian dari beberapa diantaranya.

Dari misi ke surat-surat

Surat-surat Paulus menunjukkan pribadi diri Paulus sendiri, terutama tentang karismanya dan
misinya. Surat-suratnya merupakan cara untuk “memelihara jemaat”, yang lahir dari
“kecemasan pribadinya” (lih. 2Kor 11:28). Surat-suratnya lahir dari misinya untuk tetap
menjaga hubungan dengan jemaat yang didirikannya, untuk membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi jemaat tersebut, dan untuk membuat lebih efektif kesaksian mereka di
tengah masyarakat sekitarnya.1

Surat paling kuno dari surat-surat Paulus adalah surat yang ditulis kepada jemaat di
Tessalonika, tidak lama setelah dia mendirikan jemaat itu (1Tes 3:1-2,6), ketika dia sedang
sibuk dalam misi di Korintus (bdk. Kis 18:5). Surat-surat lain yang dianggap pasti dari Paulus
secara umum “ditulis” selama periode efesus dalam hidup Paulus (bdk. Kis 19:1-20,3).
Tampaknya dulu Paulus memiliki komunikasi yang erat dengan komunitas yang didirikannya
entah di Anatolia atau Yunani, dengan membagikan dengan yang cara menentukan pada
kematangan mereka dalam iman. Cara demikian ia menulis pada jemaat di Korintus, dan
setidaknya ada 2 surat yang hilang (bdk. 1Kor 5:9; 2Kor 1:15-16). Walaupun demikian
menurut para ahli isinya sebagian besar tersimpan dalam dua surat yang ada sekarang ini. Dia
juga memiliki pertukaran surat dengan gereja Filipi, yang kepadanya mungkin ditujukan
berbagai surat yang setidaknya sebagian digabung dalam surat saat ini kepada orang-orang
Filipi. Juga ia melakukan kontak dengan jemaat-jemaat yang tidak secara langsung
didirikannya: seperti surat yang ditujukan kepada Filemon, seorang Kristen yang mungkin

1
Alessander Sacchi, “Un missionario scrive alle sue chiese”, dalam Logos 6, hlm. 41.

2
dulu penangnggungjawab komunitas Kolose. Akhirnya, dari Korintus sebelum melakukan
perjalanan ke Jerusalem, Paulus menulis surat kepada orang-orang Romawi.

Selama aktivitas misinya, kadang Paulus ditemukan harus mempertahankan diri dalam
konfrontasi dengan orang-orang Kristen lainnya yang mempertanyakan bukan hanya idenya,
tetapi juga otentitas dari kerasulannya. Sayangnya identitas dan tempat dari lawan-lawannya
itu tidak diketahui: Paulus tidak berbicara langsung kepada mereka atau tentang mereka,
tetapi menyatakan kepada komunitas-komunitasnya untuk mengalihkan perhatian dari
kesalahan-kesalahan dimana mereka beresiko jatuh. Karena itu tempat dari lawan-lawannya
hanya dapat direka-reka secara tidak langsung, yakni lewat sindiran dan gagasan/ide
kontroversial dalam isi surat-surat Paulus. Metode yang dipakai untuk mengkonstruksikan
pemikiran mereka disebut mirror-reading, yakni karena diduga bahwa musuh mendukung
apa yang diperebutkan oleh rasul dan menyangkal apa yang ia coba tanamkan.

Dalam surat deuteropauline hubungan langsung antara Paulus dan jemaat-jemaatnya sekarang
kurang. Mereka tersusun dalam keadaan yang tidak terkait dengan jalan hidupnya,
sebagaimana dibuktikan oleh surat-surat dan Kisah Para Rasul sebelumnya. Beberapa upaya
telah dilakukan untuk menemukan lokasi yang memadai bagi mereka, tetapi ini lebih sulit
untuk memverifikasi hipotesis untuk mereka. Selain itu, mereka tidak memiliki hubungan
langsung dan langsung dengan situasi dan masalah mereka yang dituju. Akhirnya surat-surat
deuteropauline sepertinya tertuju pada pendengar yang lebih luas, dengan tujuan untuk
menanamkan berbagai ide dan untuk memperbaiki berbagai kesalahan. Di dalamnya
dicerminkan periode historis kemudian pada saat Gereja merasa perlu untuk memelihara
otentitas tradisional apostolic dan untuk mempertahankannya dalam konfrontasi dengan
mereka yang menyatakan doktrin yang palsu.

Surat-surat Paulus tidak memiliki kesamaan dengan tulisan-tulisan seorang teolog yang
menguraikan doktrin-doktrinnya di atas meja. Sebaliknya, surat-surat Paulus dilahirkan
dalam fungsi dari situasi konkret yang ditemukan Paulus, yakni untuk perkembangan dan
kematangan dari jemaat yang muda, dengan semua masalah dan kesulitan mereka: mereka
harus dibaca dan dipahami dalam konteks khusus di mana mereka telah melihat cahaya.

Bentuk epistle

Dalam dunia kuno, surat-surat tersusun pada dasarnya dalam bentuk baku:

- “praescriptum”, di dalamnya disebutkan nama dari pengirim dalam kasus nominativus


(superscriptum) diikuti oleh tujuan dalam dativus (adscriptum) dan oleh salam
(salutio), biasanya “χαίρειν” (salam) dalam bentuk infinitivus, dan akhirnya oleh
nasehat singkat atau ucapan syukur atas situasi yang ada;
- “corpus”, di dalamnya dihadapkan argument yang dibuat secara tersusun;
- “postscriptum”, yang berisi ucapan selamat dan salam, diungkapkan biasanya dengan
bentuk verbal ἔρρωσθε, [selamat] (Kis 15:29; Yak 1:1).

3
Dalam dunia Yahudi bentuk ini mengalami berbagai perubahan: dalam praescriptum salam
pembuka diganti dengan istilah “damai” (shalom, εἰρήνη) dan sering diikuti oleh bentuk
berkat dalam kaidah agama.

Paulus menggunakan bentuk kuno itu, dengan menyesuaikan dengan tujuan khususnya. Pada
praescriptum pada nama pengirim dan yang dituju, Paulus menambahkan kualifikasi teologis
dan religiusnya. Ia menghadirkan dirinya sebagai “oleh kehendak Allah dipanggil menjadi
rasul Yesus Kristus” dan suratnya ditujukan kepada “Gereja-gereja Allah yang ada di
Korintus, yakni mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus, dipanggil untuk menjadi
kudus …” (1Kor 1:1-2). Dalam salam pembuka ia menyatukan istilah “salam” [eivrh,nh]
(khas bentuk oriental), bentuk Yunani, diubah dalam suatu salam “kasih karunia” ( χάρις):
ungkapan (χάρις καὶ εἰρήνη) yang menggemakan berkat yang diucapkan oleh para imam
kepada orang-orang Israel (Bil 6:25-26). Antara salam dan corpus dari surat ia mengawali
dengan ucapan syukur kepada Allah untuk hidup kristiani dari komunitas kemana dia diutus.
Dalam 2Kor ucapan syukur ini cenderung merupakan berkat, sementara dalam Gal diganti
dengan sebuah peringatan/teguran.

Surat-surat Paulus berakhir dengan postscriptum, dimana pada salam diikuti berkat liturgis,
yang dapat kurang lebih meluas dan suatu kali memiliki kecenderungan trinitas: “kasih
karunia Tuhan Yesus menyertai kamu. Kasihku menyertai kamu sekalian dalam Kristus
Yesus” (1Kor 16:23-24). “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan
persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2Kor 13:13).

Di zaman kuno terjadi kadang bahwa pengirim tidak menulis secara pribadi suratnya, tetapi
ditulis oleh penulis surat yang professional. Pengirim mendiktekan kata per kata pesannya,
atau mempercayakan arti/secara umumnya, dengan tugas merumuskannya di dunia yang
paling tepat. Pada kasus kedua penulis berperan sebagai “sekretaris”: kontribusi personalnya
dalam penyusunan tulisan itu berperan lebih besar, juga jika kadang keakraban dengan
pengirim membawanya secara spontan pada asumsi teologi dan gaya bahasa. Penulis asli
kemudian membubuhkan tanda tangan atau kadang menambahkan dengan tangan sendiri
salam terakhir.

Paulus tampaknya tanpa kesulitan beradaptasi dengan kebiasaan itu. Mungkin bahwa ia telah
menulis surat pendek kepada Filemon (bdk. Fil 19). Kadang dia juga menggunakan penulis
professional: pada akhir surat kepada orang-orang Roma ditemukan catatan pendek seorang
bernama Tertius, yang menghadirkan diri sebagai penulis surat (Rom 16:22); terkadang
Paulus mengatakan bahwa salam terakhir dari tangannya (bdk 1Kor 16:21; Gal 6:11), yang
secara implisit mengatakan bahwa bagian lain surat ditulis oleh seorang penulis professional.
Memang tidak dapat dipastikan apakah Paulus mendiktekan kata per kata atau
mempercayakan penyusunan surat kepada seorang sekretaris.

Suratkah atau epistle?

A. Deismann membedakan antara bentuk surat dan bentuk epistle. Menurutnya, surat pada
kodratnya bersifat intim dan personal, berlaku hanya untuk yang dituju (jamak atau singular),
tetapi bukan untuk masyarakat umum. Bentuk ini seperti kontrak atau perjanjian, tidak cocok

4
kepada yang lain selain yang menulis dan yang harus membukanya. Isinya adalah beragam
kehidupan. Epistel sebaliknya adalah bentuk dari seni sastra, jenis sastra, seperti misalnya
dialog, diskursus, atau drama. Dengan surat itu hanya berbagi bentuk korespondensi tertulis.
Isi dari epistel memperhitungkan masyarakat umum, yang diinginkannya. Jika surat adalah
rahasia, epistel adalah barang pasaran; siapa pun dapat membacanya: semakin banyak
pembaca yang ditemukannya, semakin ia mencapai tujuannya. Ini untuk surat itu adalah hal
yang penting, yaitu alamat dan tepat korespondensi, untuk surat itu bukan itu ornamen
eksternal yang sederhana, dengan mana ilusi bentuk "epistolary" diberikan. Surat itu adalah
potongan kehidupan, epistel adalah produk seni sastra.

Berdasarkan perbedaan itu, Deissmann menegaskan bahwa surat asli dari Paulus adalah
benar-benar surat. Surat-surat Paulus ditulis pada kesempatan tertentu, yang dia kirimkan
pada komunitas yang baru didirikan dengan tujuan untuk membantu menghadapi masalah
yang ditemukan dalam perjalanan iman. Dari "surat-surat" dalam arti sebenarnya mereka
memiliki gaya segera dan langsung, yang menunjukkan pada hidup kepribadian penulis
mereka. Untuk mempertahankan dan memperteguh peran kerasulannya, Paulus kadang-
kadang mengungkapkan keadaan dan saat-saat dalam hidup dan kegiatannya. Jika
berhadapan dengan tema doktrinal, dia membuatnya dalam situasi konkret, dengan menerima
pengajaran yang diberikan secara lisan dan dengan mengoreksi kesalahan interpretasi.

Memang harus diakui bahwa surat- surat asli Paulus dekat dengan berbagai aspek epistel:
mereka bukan hanya dokumen pribadi, karena ditujukan langsung pada satu atau lebih
komunitas, dan harus dibaca secara publik. Juga surat kepada Filemon, meskipun dikirim
pada pribad, hadir suatu pengajaran yang harus melayani seluruh komunitas yang berkumpul
dalam rumahnya (bdk. Fil 1-2). Surat-surat deuteropauline memiliki gaya yang tidak akrab
dan langsung, tetapi menjadi perhatian dan kadang dicari, sementara dialog dengan tujuan
surat memberi jalan kepada perlakuan yang lebih abstrak dari tema-tema teologis atau
pastoral.

Kekhasan: segera dan personal

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Yunani koine, yakni bentuk bahasa Yunani yang pada
waktu itu menjadi “umum” di seluruh kekaisaran Romawi. Berbeda dari para penulis NT
yang lain, yang walaupun menulis dalam bahasa Yunani, mereka menunjukkan pemikiran
dalam bahasa Ibrani atau Aram, Paulus menguraikan konsep-konsep dan refleksinya dalam
bahasa Yunani, yang menunjukkan seperti bahasa ibunya.

Gaya dari Paulus adalah sangat personal dan spontan. Dalam surat-suratnya berlimpah
metafor (bdk. Rom 11:17-24), persamaan (1Kor 12:12-27) dan gambaran (1Kor 9:24-27;
2Kor 11:2). Karakteristik lain juga adalah antitesis (pertentangan) dan anacoluto (Yunani
"anakólothos", "yang tidak mengikuti", anacolute adalah sosok retorika yang terdiri dari
memutus hubungan logis dari sebuah kalimat, mengubah subjek menjadi dua.) Antitesis
menghadirkan realitas dari dua realitas yang bertentangan (hidup-mati, hokum-iman, daging-
roh, hamba-orang bebas), dengan efek menempatkan pembaca untuk memilih salah satu.
Dengan cara ini Paulus ingin menekankan/meradikalkan posisi. Anacoluto terdiri dalam
hilangnya hubungan antara dua elemen dalam kalimat, salah satunya muncul, hampir
5
menggantung di udara, dan untuk alasan ini menerima penggarisbawahan tertentu (Rm 2:15-
16; 2:20-21): proses ini juga mengungkapkan ekspresif yang tidak sangat cocok untuk aturan
sintaksis.

Kekhasan dari gaya Paulus kemampuan untuk mengadopsi variasi/keragaman besar dalam
bentuk sastra. Dalam surat-suratnya tertemukan bentuk liturgis tradisional (amen, maranatha,
abba..), doa permohonan (Rm 15:32), doa (Rom 15:13), doksologi (Rom 16:25-27), nyanyian
pujian (Fil 2:6-11; 1Kor 13; Rom 11:33-36) dan pengakuan imannya sendiri yang menyoroti
hubungannya dengan yang dituju (bdk. 1Tes 3:1-5), untuk mempertahankan dari tuduhan
yang ditujukan kepadanya (2Kor 1:12-2:11) atau berpolemik dengan lawan-lawannya (Gal
1:11-2:14). Bentuk lain adalah paranese [amanat/nasehat] (Rom 12; 13:1-7) dan daftar noda
dan keutamaan (Gal 5:19-23).

Kadang Paulus mendasarkan tesisnya atas PL, yang ia mengutip biasanya dalam versi Yunani
LXX dan menginterpretasikan menurut metode dari para rabbi pada masanya (bdk. Gal 3:6-
14); dia juga menggunakan metode diatriba, secara umum digunakan oleh para filsuf popule,
yang terdiri dalam memperkenalkan seorang teman bicara samaran dengannya berdialog dan
berdiskusi (mis. Rom 3:1-8). Kadang Paulus memasukkan dalam surat-suratnya bagian yang
tergolong pada tradisi lisan (Fil 2:6-11; Rom 1:3-4), disesuaikan sepatutnya dengan
pengajarannya. Dalam corpus surat Paulus mengungkapkan pemikiran-pemikirannya
menurut logika internal. Dalam diskursus Paulus teori dan praksis bercampur dan tidak bisa
saling melepaskan satu dengan yang lain.

Paulus telah mengadopsi bahasa dan prosedur sastra pada masanya untuk tujuan membuat
untuk dipahami oleh mereka yang dalam persekutuan Kristen akan mendengarkan pembacaan
tulisan-tulisannya dan meyakinkan mereka untuk mengadopsi mentalitas dan praktik yang
sesuai dengan Injil. Dalam deuteropauline gaya bahasa berubah: mereka tampak sebagai
tulisan anonym dan doctrinal, disusun dalam cara lebih akurat dan dengan benar secara
gramatika, tetapi tanpa antusiame dari Paulus historis dan identifikasi dengan topik yang
dibahas.

Waktu dan Penyusunan Surat-Surat

Harus diakui bahwa terkadang tidak diketahui waktu penyusunan surat karena data untuk itu
tidak ada. Akan tetapi secara pasti dapat dikatakan bahwa surat-surat Paulus sebagai literatur
kristen yang paling awal diketahui.

Kisah Para Rasul memberikan petunjuk yang penting. Gallius menjadi wali negeri sekitar
tahun 51-53 M. Karena Paulus menulis surat ke jemaat di Tesalonika segera sesudah ia
mengunjungi mereka (Kis 17:1-13), waktu dari 1Tes kemungkinan besar adalah 51-52 M dan
umumnya diterima sebagai surat yang paling tua dari antara surat-surat Paulus. Surat kepada
jemaat di Korintus kemungkinan besar ditulis segera setelahnya, kemudian kepada jemaat di
Galatia, Roma, dan akhirnya kepada jemaat di Filipi serta kepada Filemon. Kebanyakan ahli
setuju bahwa surat-surat itu ditulis antara tahun 48-65 M.

6
Penulis 2Ptr menyajikan petunjuk yang lain untuk menentukan waktu dari surat-surat Paulus.
Dia menulis bahwa saudara tercinta Paulus menulis, “seperti yang dia lakukan dalam semua
suratnya” (2 Ptr 3:15-16). Hal itu mengindikasikan bahwa surat-surat Paulus sudah beredar
sebelum 2Ptr ditulis, kemungkinan selama akhir abad pertama atau pada awal abad kedua.

Konteks dan kodrat dari Surat-Surat Paulus

Surat-surat Paulus semuanya ditulis dalam konteks luas Kekaisaran Romawi, di mana ciri
budaya utamanya adalah Hellenisme, budaya Yunani yang tersebar di luar daratan Yunani.
Dalam konteks Hellenisme, yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, dan agama, ada
orang Yahudi di setiap kota besar yang mempertahankan Diaspora Yudaisme (Yudaisme di
luar Palestina) hidup di lingkungan yang sering sangat mengancam. Meskipun Paulus tentu
saja mengenal Yudaisme Diaspora dan dengan banyak aspek Hellenisme, ia jarang
menyinggung masyarakat di luar kelompok gereja yang kepadanya ia menulis. Karena itu,
surat-suratnya tidak dimaksudkan untuk masyarakat yang lebih besar. Sebaliknya, Paulus
prihatin hampir sepenuhnya dengan komunitas orang yang bertobat secara spesifik.

Paulus menulis surat-suratnya secara spontan; karena itu, mereka tidak mewakili pernyataan
doktrin yang sistematis tetapi merupakan kumpulan tulisan yang beragam yang diarahkan ke
berbagai situasi. Dengan kemungkinan pengecualian terhadap Roma, tidak ada surat yang
direncanakan dan dipikirkan dengan cermat dengan sangat rinci sebelum ia menulisnya.
Maka, surat-surat Paulus mencerminkan pikiran-pikiran spontan dan cepat yang didiktekan
melalui mana kita mempelajari perasaannya dan nasihatnya kepada orang-orang yang insaf di
komunitas agama yang dia bantu jadikan. Oleh karena itu, kita harus mencoba memahami
setiap surat sehubungan dengan situasi yang menyebabkannya. Kita juga harus mencoba
untuk memahami ide-ide Paulus dalam konteks di mana mereka muncul, bukan dalam terang
pelatihan agama kita sendiri atau keyakinan teologis.

Pribadi Paulus

Kejadian yang menentukan

Peristiwa di jalan menuju Damaskus sangat penting dan menentukan dalam hidup Paulus. Kis
sampai mencatatnya tiga kali (Kis 9:3-19; 22:6-11; 26:12-18), mengarisbawahi betapa
pentingnya kejadian itu. Paulus sedang menuju Damaskus dan menjelang kota ia diliputi oleh
cahaya surgawi dan ketika ia rebah di tanah terdengar suara, “Saulus, Saulus, mengapakah
engkau menganiaya Aku?" (Kis 9:4). Pusat perhatian kisah itu difokuskan pada
pengungkapan diri Yesus dan atas misi Paulus pada dunia yang lebih luas. Dari sudut historis
ada beberapa data penting milik tradisi sangat berharga, seperti klarifikasi letak Damaskus,
dan campur tangan dari seorang Kristen Damaskus bernama Ananias, yang
memperkenalkannya pada Gereja di kotanya.

Dalam surat-suratnya Paulus mengingat kejadian itu hampir 20 tahun kemudian, dengan
kematangan yang sebelumnya belum dimiliki. Dia tidak menekan pengaruh luar, tetapi
menekankan bahwa semuanya adalah inisiatif Allah. Sudut pandang sepenuhnya teologis.

7
Dalam 1Kor 9:1 dikatakan bahwa ia telah melihat Yesus Tuhan dan dalam 1Kor 15:8 ia
menegaskan bahwa Kristus menampakkan diri padanya sama seperti pada Kefas dan kepada
kedua belas. Karena itu kejadian di Damaskus bagi Paulus diinterpretasikan sebagai
kristofania (φανερόω = menampakkan, mewujudkan diri) dari Yang Bangkit, dasar dari
penobatan kerasulannya.

Dalam Gal 1:15-16 kategori-kategori teologis adalah: persetujuan/pilihan ilahi (εὐδοκέω),


ketentuan ilahi dan panggilan oleh kasih karunia untuk tugas kerasulan (bdk. Yeremia),
pewahyuan diri (ἀποκαλύπτω) Putera Allah agar memberitakan Dia (εὐαγγελίζωμαι) di
antara bangsa-bangsa bukan Yahudi. Karena itu, itu adalah "wahyu", yaitu suatu peristiwa
yang menjadi milik zaman akhir, ditandai dengan penyingkapan dan pelaksanaan proyek
penyelamatan Bapa.

Dalam Flp 3 ia berbicara langsung tentang pengalamannya, dengan menghadirkannya sebagai


dampak dari inisiatif kasih karunia Allah: dalam hidupnya diaktualisasikan perubahan yang
radikal, yang menuntunnya untuk meninggalkan kebenarannya sendiri, yang dibangun
dengan ketaatan pada hukum Taurat, untuk menerima keadilan/kebenaran Allah. Ia telah
menemukan hal berbeda dan alternative secara bebas. Tetapi segera ia menyebutkan bahwa,
di atas pilihannya, sebenarnya Kristus yang menangkapnya dan menetapkan hal itu padanya.

Apakah kejadian di jalan menuju Damaskus merupakan pertobatan? Harusnya dikatakan


bahwa kejadian itu bukan soal moral, karena Paulus bukan seorang ateis sebelumnya, atau
pendosa dalam arti umum; ia adalah orang Farisi yang militant yang beralih kepada Kristus,
yang telah menangkapnya oleh kasih karunia sebagai jalan yang unik untuk keselamatan
umat manusia.

Ada sedikit perbedaan penggambaran pribadi Paulus oleh penulis Kisah Para Rasul dengan
yang ditemukan dalam surat-surat Paulus sendiri. Dalam Kisah Para Rasul kita temukan
bahwa nama awalnya adalah “Saulus” dan dia berkotbah di Sinagoga di Damaskus (Kis 9:19-
20). Dia lahir di Tarsus di tanah Kilikia, dibesarkan di Yerusalem dibawah bimbingan
Gamaliel (Kis 22:1-3). Dalam surat-suratnya, Paulus tidak menyebut hal tersebut. Di sisi lain,
Kisah Para Rasul dan Paulus sendiri mengatakan bahwa dia adalah orang Farisi yang taat
(Kis 23:6; 26:4-5; Flp 3:4-5), dan dia menganiaya pengikut Kristus (Kis 8:1-3; 9:1-5; 22:4-8;
26:9-15; 1Kor 15:9; Gal 1:13,22-23; Flp 3:5).

Teolog atau misionaris?

Menurut sumber PB, khususnya Kis, Paulus tampil sebagai tokoh utama penyebaran injil
setelah Paskah, model dari aktivitas misionaris untuk seluruh Gereja pada masa Lukas dan
setelahnya. Pasti bukan dia misionaris pertama (2), tetapi luasnya ladang karyanya dan
kedalaman refleksi atas misinya, yang ditemukan dalam surat-suratnya membuatnya sangat
penting. Oleh karena itu mengejutkan bahwa sosok Rasul sebagai misionaris adalah

2
() Cf. a proposito i primi capitoli degli Atti degli Apostoli che parlano dell'attività missionaria della Chiesa di
Gerusalemme.

8
penemuan yang relatif baru. Paulus hampir sejak awal, dan secara pasti pada masa Agustinus,
dikagumi sebagai teolog sistematis yang paling besar diantara penulis PB atau sebagai yang
pertama dan contoh mistikus kristiani yang secara mengagumkan memiliki kombinasi yang
intensif antara pengalaman batin dan kemampuan luar biasa dalam karya (3), dan cara ini
membuatnya ditegaskan pada masa Reformasi, ketika doktrinnya tentang pembenaran
melalui imam diterima sebagai l'articulum stantis Ecclesiae (4). Akibatnya, Paulus berabad-
abad dihargai/dikagumi lebih karena sintesa teologi dan spiritualitasnya yang telah ia
tinggalkan sebagai warisan pada Gereja untuk kegiatan misinya. Cara memandang tersebut
akhirnya tidak berkontribusi secara adil pada isi misinya lebih pada surat-suratnya. Lagi,
Sebaliknya, ia hampir sepenuhnya mengaburkan apa yang sekarang semakin ditekankan:
karakter misionaris yang menonjol dari surat-suratnya. (5).

Karena itu Paulus dan misi berjalan beriringan. Namun, Paulus adalah seorang teolog
misi atau seorang teolog misionaris? Dilema dari isi pertanyaan ini menggambarkan
perubahan prospektif dalam studi pauline (6). Paulus tidak hanya menawarkan kontribusi
berharga pada teologi misi, seperti yang dilakukan yang lain pada kristologi, ekklesiologi,
pneumatologi, tetapi harus disadari bahwa Paulus menulis dari hasil pengalmannya sebagai
misionaris. Semua teologi Paulus adalah sebuah teologi misi, dilakukan dari misionaris dan
dibentuk dari sudut pandang kebutuhan misinya, meskipun hal itu sendiri membentuk suatu
aktivitas misionaris. Senior mengatakan: teologi misinya secara praktis setara pada totalitas
refleksi Pauline atas hidup kristiani … dan praktek yang setara pada seluruh pandangan
kristianinya” (7).

Pertanyaan pertama yang perlu mungkin adalah: apa yang menjadi asal-usul misi Paulus?

Kis sekurangnya tiga kali menghadirkan kisah pertobatan Paulus: Kist 9:1-19; 22: 4-16 dan
26: 9-19. Paulus sendiri menyinggungnya tiga kali: Gal 1:11-17, 1Kor 15: 8-10 dan 1Kor 9:1-
2 (8), tetapi ia melakukannya dengan cara yang sangat berbeda dari penulis Kisah Para Rasul.
3
() Paolo è stato visto soprattutto come mistico dalla scuola della storia delle religioni. Per una concisa
presentazione delle diverse visioni di Paolo nella ricerca degli ultimi secoli si veda E. P. SANDERS, Paul and
Palestinian Judaism. A Comparison of Patterns of Religion, London: SCM Press 1981, 433-442.
4
() Per la figura di Paolo come il teologo preferito dalla Riforma cf. il mio articolo «Identity markers o solus
Christus – quale posta in gioco nella dottrina della giustificazione per fede in Paolo?», Euntes docete LIII/3
(2000) 7-29.
5
() Si vedano a proposito i contributi di N. A. DAHL, «The Missionary Theology in the Epistle to the Romans», in
Studies in Paul, Minneapolis, Minnesota: Augsburg Publishing House 1977, 70-94 e di J. Ch. BEKER, Paul the
Apostle. The Triumph of God in Life and Thought, Edinburgh: T&T Clark 1989, 303-306
6
() Cf. l'opposizione proposta da D.J. BOSCH, La trasformazione della missione, 177: “prima missionario – prima
teologo.”
7
() D. SENIOR, «The Foundations for Mission in the New Testament» in SENIOR, D. P. - C. STUHLMUELLER, I
fondamenti biblici della missione, Bologna: Servizio Missionario 1985, 225 e 231 [originally: The Biblical
Foundations for Mission, Maryknoll, NY: Orbis Books 1999, 161 e 164].
8
() Non lo è invece Rom 7, 13-21 e neanche Flp 3, 2-11; quest'ultimo è utile per vedere la fisionomia di Paolo
precristiano, ma non sembra alludere all'evento di Damasco, mentre il primo parla di un qualsiasi giudeo visto
con occhi cristiani e ha come scopo non l'antropologia cristiana, ma la discussione della funzione della legge

9
Paulus sendiri mengatakan, persis seperti digambarkan penulis Kis, kejadian yang mengubah
masa depannya adalah perjumpaan dengan Kristus yang bangkit. Perbedaan dengan Kis
adalah Paulus menceritakan kejadian itu secara ringkas dan langsung, serta tidak pernah demi
kepentingan diri sendiri tetapi untuk menekankan asal-usul “injilnya” yang bukan dari
manusia semata. Satu hal yang mengherankan bahwa Paulus, untuk menggambarkan
peristiwa itu, tidak pernah menggunakan istilah “pertobatan” tetapi ia berbicara tentang
“panggilan”.

Masa lalu Paulus

Langkah awal Paulus dapat diringkas dalam dua penokohan: partisipasi meyakinkan dan
bersemangat dalam religiusitas Yahudi dari para leluhur; permusuhan tidak lepas dari
kekerasan eksternal terhadap gerakan kristiani yang baru lahir. Kis dan surat-surat Paulus
mengafirmasi hal tersebut. Tentang kebanggaannya sebagai orang Yahudi yang taat, Paulus
sendiri mengatakan:

- Kis 22:3
- Kis 26:5
- Gal 1:13-14
- 2Kor 11:22
- Fil 3:5-6

Tentang aktivitasnya awalnya ikut melakukan pengejaran terhadap orang Kristiani, Kis dan
surat-surat Paulus mengatakan demikian:

- Kis 9:1;
- Kis 22:4
- Kis 26:10-11
- Gal 1:13-14
- 1Kor 15:9
- Fil 3:6

Paulus memang tidak mengatakan dimana, kapan, bagaimana, selama berapa lama dan
mengapa ia menganiaya Gereja. Tidak diketahui juga secara pasti entah ia bertindak di
Yerusalem, atau pelatihannya diadakan di tempat ini. Tentang alasan aktivitas menganiaya
dari Paulus memberi pentunjuk, bahwa ia melakukannya karena “semangat” (Fil 3:6),
kemudian untuk mempertahankan hokum Musa, mengikuti contoh kepahlawanan Makabe.
Karena itu dapat disimpulkan bahwa permusuhannya melawan gerakan kristiani yang melalui
mulut Stefanus mengatakan sudah using ketentuan ritual dari hokum Musa, termasuk sunat.

Hampir tidak mungkin menentukan selama berapa lama berlarut aktivitas penganiayaannya.
Sebaliknya, jika bisa ditentukan, dengan sebuah prediksi yang hampir benar, terminus ad
quem: dikaitkan dengan pertobatannya, terjadi sekitar pertengahan dari tahun 30 M.

Penglihatan atau penampakan?

mosaica. Si veda a proposito il mio articolo menzionato nella nota 4.

10
Tidak gampang untuk menentukan hal ini. Dalam Gal 1 terdapat bahasa pewahyuan (ay
12,16); yang dengan sendirinya cukup ambigu dan juga meninggalkan kemungkinan melihat
keseluruhan peristiwa sebagai pengalaman interior semata (penglihatan suyektif). Paparan
dari 1Kor sebaliknya menggunakan bentuk aktif dan passif dari kata kerja o`ra,w (masing-
masing berarti “melihat” dan “menampakkan diri”) yang secara spontan menekankan
karakter obyektif dari kejadian itu. Perbedaan itu telah menimbulkan hal penting dalam situdi
mengenai karakter historis dari penampakan. Hanya saja untuk membuat penilaian tetap
harus disadari bahwa: hampir selalu bahwa tujuan Paulus dalam menceritakan
pengalamannya di Damaskus bukan kejadian pada dirinya sendiri, tetapi artinya bagi
legitimitas dari kerasulan dan injilnya.

Untuk tujuan ini istilah yang dipakai untuk melukiskan perjumpaannya dengan Yesus yang
bangkit dinomorduakan. Karena dalam Gal tujuan utamanya adalah pembelaan atas asal usul
ilahi dan bukan manusiawi dari injilnya (dan sama sekali bukan deskripsi yang tepat tentang
peristiwa Damaskus), untuk tujuan ini pembahasaan pewahyuan merupakan hal yang idela
dan dari sisi lain juga cukup terbuka untuk tidak mengkompromikan obyektivitas pengalaman
ini.

Akan tetapi, untuk pengalaman itu sendiri, yang jauh lebih penting adalah apa yang
dikatakannya dalam 1Kor 15: 8-10 karena itu adalah satu-satunya teks di mana ia dianggap
dalam dirinya sendiri. Paulus tanpa keraguan menyelaraskan/menyamakan perjumpaannya
dengan Yang Bangkit pada penampakan-penampakan yang lain dan mengungkapkannya
dengan bahasa khas dari Gereja perdana: ἔσχατον δὲ πάντων ὡσπερεὶ τῷ ἐκτρώματι ὤφθη
κἀμοι (yang paling akhir dari semuanya Ia tampak kepadaku seperti kepada orang yang lahir
sebelum waktunya). Kata kerja ὤφθη adalah bentuk aoristo passif dari kata kerja ὁράω
(melihat), yang kadang diterjemahkan dengan menampakkan diri. Dengan demikian secara
sederhana bisa diterjemahkan hanya dengan “telah dilihat” atau “telah terlihat”. Karena itu
merupakan aktivitas yang melihat, dan kata kerja sendiri tidak mengatakan apa-apa tentang
objek penglihatan, tentang sifatnya, tentang objektivitasnya, dan tentang penyebab dari
penglihatan ini. Akan tetapi, karena dalam bentuk pasif, maka tentu dibayangkan ada
“pelaku” yang membuat kejadian tersebut terjadi. Dalam PL cara seperti ini dipakai untuk
menyatakan penampakan ilahi (teofani) pada pribadi tertentu (ra’ah [‫ ] ָרָאה‬dalam bentuk
niphal). Saat khusus yang digarisbawahi dengan penggunaan ὤφθη adalah inisiatif Tuhan
yang tampak, memberikan diri untuk dilihat. Hanya Dia yang aktif dalam proses itu. Dalam
LXX formula penampakan menunjukkan kehadiran Allah yang menyelamatkan dan nyata
(lih. 1Raj 11:9; LXX Mzm 83:8[LAI 84:7]). Karenanya, kata kerja yang dipakai
mensyaratkan penampakan Yang Bangkit sebagai kehadiran Allah yang menyelamatkan.

Pertobatan atau panggilan?

Kejadian di Damaskus (Damsyik) memiliki efek yang luas dan mendalam baik bagi hidup
Paulus maupun bagi keyakinan agamanya: dari penganiaya menjadi salah satu actor utama
dalam perkembangan kekristenan, dari yang sangat hormat/bangga pada tradisi para lelulur
hingga menjadi rasul orang-orang bukan Yahudi, dari yang tak tercela sehubungan kebenaran
melalui pelaksanaan hukum Taurat hingga untuk mengadvokasi kebenaran bukan melalui

11
hukumTaurat. Terlepas dari sifat radikal dari perubahan-perubahan ini, banyak penafsir
Paulus menentang menyebut pengalaman perdana Paulus sebagai "pertobatan". Alasannya:

1) Paulus sendiri tidak pernah berbicara tentang pertobatannya (entah itu dalam nuansa
perubahan moralitas tertentu entah perubahan mentalitas) dan sangat jarang
menggunakan bahasa pertobatan dalam mengungkapkan pengalaman orang-orang
bukan Yahudi yang menjadi Kristen (ἐπιστρέφω [berbalik] hanya ada dalam Gal 4:9;
2Kor 3:16; 1Tes 1:9, sementara μετανοέω [bertobat] dalam 2Kor 12:21 dan μετάνοια
[pertobatan] dalam Rom 2:4; 2Kor 7:9-10).
2) Istilah “bertobat” mengindikasikan perubahan religious/agama: Paulus Yahudi harus
menjadi orang Kristen, yang tidak selaras dengan cara Paulus mengungkapkan situasi
baru religiositasnya: bukan saja dia tidak berhenti menjadi orang Yahudi oleh Injil,
tetapi ke-Yahudiannya menjadi lebih otentik, karena memang hanya di dalam Kristus
seseorang dapat setia kepada Allah para lelulur karena hanya di dalam Dia janji-janji
kuno telah direalisasikan (bd. Rom 1:1-3). Karena itu lebih disukai istilah yang
disebutkan oleh Paulus sendiri: penganiaya dipanggil dan dipilih rasul dengan misi
yang khusus, berfokus pada bagaimana Injil harus menjangkau bangsa-bangsa lain
bukan Yahudi.

Dengan menerima istilah “panggilan” dan bukan “pertobatan” tentu memiliki implikasi
bahwa dalam pengalaman Damaskus itu bukan perubahan agama atau orang berdosa yang
“kembali” kepada Allah. Akan tetapi panggilan yang dimengerti sebagai pemberian tugas
sebagai rasul, tidak mampu mencakup semua perubahan dalam hidup dan keyakinan Paulus,
dan di atas semuanya terlalu lemah untuk mengungkapkan radikalitasnya. Karena itu masih
banyak penulis masih terus menggunakan istilah pertobatan, misalnya B. R. Gaventa, yang
menurutnya pertobatan tidak selalu menyiratkan penilaian yang negatif tentang masa lalu,
tetapi juga merujuk pada memasuki masa depan yang lebih baik. Pertobatan memiliki
berbagai bentuk, yakni:

(1) perubahan, yang merupakan bentuk perubahan yang relatif terbatas, yang sebenarnya
berasal dari masa lalu orang itu sendiri;
(2) transformasi, yang merupakan perubahan perspektif yang radikal yang tidak meminta
penolakan atau negasi dari masa lalu atau nilai-nilai yang diterima sebelumnya, tetapi
menyiratkan bagaimanapun persepsi baru, pengakuan akan masa lalu;
(3) pertobatan dalam arti yang kuat, yakni perubahan bandul yang yang melibatkan
pemutusan antara masa lalu dan sekarang di mana yang pertama ditampilkan dalam
istilah yang sangat negatif. 9
Tampaknya lebih tepat, dengan melihat radikalitas perubahan nilai, dari definisi diri dan
loyalitas/kesetiaan Paulus, berbicara setidaknya mengenai suatu transformasi. Akan tetapi
harus dikatakan bahwa dengan sengaja Paulus menolak bahasa pertobatan dan secara jelas
menggunakan istilah panggilan profetis.
9
() B. R. GAVENTA, From Darkness to Light. Aspects of Conversion in the New Testament, Philadelphia: Fortress
Press 1986, 4-14.

12
Solus Christum - karakter sentral dari pengalaman akan Kristus
“Yesus Tuhan kita”, “Kristus””, “Yesus Kristus Putera Allah” bukan hanya satu-satunya
obyek dari melihat, tampak dan dari pewahyuan dalam lukisan-lukisan yang Paulus tawarkan
dalam/dari pengalaman perdana/pengukuhannya, tetapi juga titik berangkat satu-satunya dari
refleksi teologisnya dan isi dari seluaruh pengalamannya (Gal 2:20; Flp 3:7-11). Dalam cara
yang sama luasnya pada hidup kristiani secara keseluruhan, dan karena itu dengan
menyisihkan berbagai pengecualiaan10, Paulus menghadirkan Kristus sebagai titik berangkat
dari teologinya dalam 1Kor 1,30: “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang
oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus
kita“. Teks ini menggarisbawahi bahwa keselamatan direalisasikan dalam Kristus, tetapi
penggunaan nama-nama abstrak (kebijaksanaan, kebenaran, kekudusan, penebusan) di tempat
yang konkret (hikmat, benar, kudus, penebus) memberikan pada keselamatan ini makna
universal dan definitif.11 Di dalam Dia, Yang Tersalib, dan hanya dalam Dia, Allah
memberikan semua yang perlu untuk keselamatan. Karena itu mencari faktor keselamatan
yang lain, atau melanjutkan mencari keselatan di tempat lain, tidak hanya tidak berguna,
tetapi salah dan, tetapi salah atau malah merusak, karena sifat keselamatan definitif hanya
dapat ditemukan dalam Kristus.12

Evangelisasi: kewajiban macam apa?


Bagi Paulus, pewartaan Injil berasal dari kebutuhan internal, oleh pengalaman fundamental:
dia sama sekali tidak dapat tidak mewartakan kasih Allah untuk kita. Untuk Paulus,
kebutuhan evangelisasi tidak datang dari perintah di luar dirinya, tetapi oleh kekuatan
internal, oleh pengalaman kan cinta yang diterima untuk dibagikan. Paulus merasakan
dorongan kewajiban untuk mewartakan Injil (Lih. 1Kor 9).
Berbagai kronologi dalam hidup Paulus
Sumber utama untuk mengetahui peristiwa-peristiwa utama dalam hidup Paulus adalah surat-
suratnya dan juga Kisah Para Rasul. Memang harus diakui bahwa kedua sumber ini tidak
memberi gambaran tentang hidup Paulus secara lengkap dan berurutan. Sumber-sumber lain,
di luar keduanya, langka dan problematis.
Tahap-tahap yang utama dalam hidup Paulus
A. Menurut Kisah Para Rasul
Penampilan publik pertama Paulus ada dalam kesempatan kemartiran Stefanus (Kis 7:58).
Setelah itu ia memulai aktivitas penganiayaan (Kis 8:3; 9:1-2), yang diakhiri dengan
pertobatan dan awal dari pewartaan di Damsyik. Dari kota itu ia terpaksa melarikan diri
dengan cara dramatis, kemudian setelah tinggal beberapa lama di Yerusalem, ia kembali ke
Tarsus (9:26-30). Kemudian Paulus diperkenalkan oleh Barnabas dalam komunitas di
Antiokia (Kis 11:25-26); dan bersamanya ia pergi kedua kali ke Yerusalem untuk membawa
kolekte (Kis 11:28-30).
Aktivitas Paulus berikutnya dikisahkan menurut skema tiga perjalanan misionaris: pertama-
tama ia pergi ke Siprus dan kemudian melakukan perjalanan melalui wilayah selatan Anatolia
10
() Si noti che elencando la serie di attributi di Cristo Paolo passa dal termine più esterno e visibile a quello più
interno e profondo, ovvero, dagli immediati agli originari.
11
()Sul carattere metonimico di tutti gli attributi riferiti a Cristo in questa frase e sulla loro funzione universaliz-
zante si veda A. PITTA, Il paradosso della croce. Saggi di teologia paolina, Casale Monferrato: Piemme 1998, 98-
108.
12
() A questo proposito si veda A. Gieniusz, «Identity markers o solus Christus – quale posta in gioco nella
dottrina della giustificazione per fede in Paolo?», Euntes docete LIII/3 (2000) 7-27, in particolare 25-27.

13
(Kis 13-14); setelah pertemuan di Yerusalem (Kis 15:1-35) ia mencapai Yunani dan
mendirikan komunitas di Filipi, Tesalonika, Berea dan Korintus (Kis 15:36-18:17); akhirnya
ia tinggal di Efesus, dari mana dia kemudian pergi ke Korintus dan kembali ke Yerusalem
(Kis 18:23-21:16). Di sana ia ditangkap oleh orang-orang Romawi, yang mengirimnya ke
Roma untuk diadili oleh pengadilan kekaisaran (Kis 21:17-28:31).
Sayangnya informasi tentang waktu sedikit dan samar. Pada waktu pembunuhan Stefanus,
Paulus masih “pemuda”, mungkin sekitar 25-30 tahun; ia tinggal “beberapa hari” di Damsyik
(Kis 9:23); selama “satu tahun lamanya” ia melakukan aktivitas di Antiokia bersama
Barnabas (Kis 11:26); sebelum berangkat bersama Silas untuk perjalanan kedua ia tinggal
“beberapa hari” di Antiokia (Kis 15:36); di Korintus ia tinggal “satu tahun enam bulan” (Kis
18:11) dan kemudian “beberapa hari” setelah tampak di hadapan Gallio (Kis 18:18). Selama
perjalanan ketiga, Paulus tinggal selama “dua tahun” di Efesus (Kis 19:10), tetapi dari
pengajaran yang disampaikan kepada tua-tua di kota itu diketahui bahwa ia tinggal selama
“tiga tahun” (Kis 20:31). Setelah ditawan di Yerusalem, ia ditahan di Kaisarea selama “dua
tahun” (Kis 24:27). Akhirnya ia tinggal “dua tahun” lagi di Roma menunggu pengadilan (Kis
28:30).
Menurut surat-suratnya
Indikasi otobiografi terkandung dalam surat kepada orang-orang Galatia memungkinkan
menentukan peristiwa-peristiwa: pertobatan, tinggal di tanah Arab dan kembali ke Damsyik
(Gal 1:15-17); setelah “tiga tahun” ia mengunjungi Yerusalem bertemu dengan Petrus dan
aktivitas berikutnya di Siria dan Kilikia (Gal 1:18-21); “empatbelas tahun kemudian”, tidak
jelas dihitung dari pertobatan atau dari kunjungan pertama ke Yerusalem, ia mempunyai
perjalanan kedua ke Yerusalem, selama itu ia bertemu dengan Petrus, Yakobus dan Yohanes;
kemudian Paulus ditemukan di Antiokia, dimana ia bentrok dengan Petrus di sana (Gal 2:11).
Surat kepada jemaat di Antiokia mengungkapkan periode aktivitas di Makedonia dan di
Akhaya (1Tes 1:7-8), dengan singgah di Filipi (1Tes 2:2), di Tesalonika dan Athene (1Tes
3:1); dari dua surat kepada jemaat di Korintus kelihatan bahwa Paulus, setelah mewarta di
Korintus, singgah untuk waktu tertentu di Efesus (1Kor 16:8), dari sana mencapai Makedonia
(2Kor 2:13; 7:5). Ketika menulis Surat kepada orang-orang di Roma ia kemungkinan berada
di Korintus (Rom 16:23; bdk. 1Kor 1:14) dan sedang melakukan perjalanan menuju
Yerusalem (perjalanan ketiga?), pada akhirnya dia berniat pergi ke Roma dan kemudian ke
Spanyol (Rom 15:25-26). Akhirnya surat kepada jemaat di Galatia mengungkapkan bahwa ia
menginjili Galatia dalam suatu periode tak ditentukan, karena sakit (Gal 4:13).
Kisah Para Rasul melukiskan peristiwa-peristiwa yang terjadi, tetapi mengindikasikan hanya
calam cara yang samar dan tidak lengkap waktu yang memisahkan mereka satu dengan yang
lain. Surat-surat mendokumentasikan aktivitas Paulus entah di Anatolia juga di Yerusalem,
tetapi tidak menunjukkan jika mereka sebelum atau sesudah kunjungan kedua ke Yerusalem
yang disebut di Gal 2:1: Paulus malah mengingat hanya sebelum keunjungan itu ia
melakukan aktivitas di daratan Arab (Gal 1:17) dan Siria serta Kilikia (Gal 1:21); di sisi lain
menegaskan bahwa dalam kesempatan itu ia tidak menyerah pada tekanan saudara-saudara
yang sesat “agar kebenaran injil dapat tinggal tetap pada (di antara) kamu” (Gal 2:5): dapat
berarti bahwa sebelumnya ia telah menginjili Galatia, dan mungkin juga Makedonia dan
Akhaya.

Peristiwa-peristiwa yang bisa dicari waktunya


Menurut Kisah Para Rasul, setelah pertobatannya, harus melarikan diri dari Damsyik melalui
cara yang dramatis (Kis 9:23-25). Dalam suratnya, Paulus juga mengingat hal itu dengan
memberi waktu spesifi, yakni ketika di Damsyik wali negeri raja Aretas (2Kor 11:32-33).

14
Paulus tentu menyinggung Aretas IV, raja orang-orang Nabatea, yang berkuasa dari tahun 9-
40 M. Penyebutan istilah gubernur (wali negeri) menunjuk penguasa independen, bahkan jika
pangkatnya lebih rendah, dan bukan wakil raja. Karena itu kemungkinan wali negeri raja
Aretas mungkin adalah kepala dari suatu koloni Nabatea yang tinggal di kota itu. Akan tetapi
hipotesis ini agak sulit dipertahankan, mengingat hubungan yang sangat tegang antara
Vitellius, utusan Romawi di Suriah, dan Raja Aretas. Karena itu sulit menggunakan kejadian
yang dikatakan Paulus untuk menegaskan tahun pertobatan Paulus. Karena itu lebih aman
menggunakan kronologi tradisional.
Dalam kronologi tradisional itu, hal pendukung adalah kehadiran dari prokonsul Gallio. Jika
diakui bahwa ketika dirujuk pada pengadilannya pada awal dari tahun 52, Paulus ada pada
akhir dari tinggal menetap dari 18 bulan di Korintus, ketibaannya di kota itu dapat dikatakan
sekitar pertengahan atau akhir dari tahun 50 M. Data ini juga didukung oleh fakta bahwa di
kota itu Paulus bertemu dengan Aquilla dan Priscilla yang meninggalkan Roma tahun 49 M,
data yang secara tradisional diharuskan oleh dekrit Claudius. Akibatnya, perlu
dipertimbangkan bahwa konsili Yerusalem (Kis 15; Gal 2:1) kemungkinan tahun 49 M.
Dengan demikian dapat diperkirakan tahun pertobatan Paulus, sekitar 14 tahun sebelumnya
(Gal 2:1), yakni tahun 36 M. Tetapi mungkin bahwa pada 14 tahun itu yang mendahului
kunjungan kedua ke Yerusalem harus ditambahkan 3 tahun sebelumnya (Gal 1:18): dalam
hal ini Paulus menjadi kristiani sekitar tahun 33 M. Pastinya, pertobatannya dapat
ditempatkan antara tahun 32-36, dan tidak mungkin tahun 40 M karena pada tahun ini Areta
IV meninggal.
Tahun kelahiran Paulus tidak diketahui. Jika pada saat penganiayaan terhadap Stefanus
Paulus masih muda (Kis 7:58), yaitu 25-30 tahun, mungkin lebih muda dari Yesus. Hipotesis
ini mendapat penegasan dalam surat kepada Filemon, ditulis sekitar pertengahan tahun 50 an,
dalam mana Paulus mengatakan diri “tua”, suatu ungkapan dalam masa kuno dikenakan pada
sekitar umur 55 tahun.
Secara umum dipikirkan bahwa Paulus telah sampai di Roma, pada akhir dari perjalanan
ketiga, pada tahun 56/57M dan telah dilakukan di Roma, dua tahun kemudian, sekitar tahun
58/59M.
1/5 M : kelahiran Paulus
33/36 : pertobatan
37 : kunjungan pertama ke Yerusalem dan perjumpaan dengan Petrus
45-49 : perjalanan misionaris pertama
49 : konsili Yerusalem
49-52 : perjalanan misionaris yang kedua, tinggal di Korintus
52-54 : perjalanan misionaris yang ketiga. Tinggal dua setengah tahun di Efesus
54-55 : tinggal tiga bulan di Korintus (musim dingin) dan perjalanan ke Yerusalem
56-58 : tawanan di Kaisarea
58-59 : perjalanan menuju Roma (musin dingin)
59-61 : tawanan romawi

Pemikiran Paulus: asal usul dan perkembangan


Injil yang diwartakan oleh Paulus di Anatolia dan Yunani dihubungkan pada pewartaan
Yesus sebelumnya di Galilea.

15
Gereja pada masa Yakobus dan Paulus

• Batas antara Yudaisme dan Kekristenan belum begitu jelas.


• Misalnya, Paulus menyapa orang-orang Yahudi (Yahudi secara lahir, tetapi telah percaya kepada
Kristus), dan juga orang-orang Yunani (orang kafir yang menjadi Kristen)
• Istilah Yahudi dalam surat-surat Paulus menunjuk pada orang Yahudi secara umum, baik yang sudah
percaya pada Kristus, maupun yang belum
• Gereja perdana dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu: orang-orang Yahudi dan non Yahudi
(pagan).

Kristen dari Yahudi Kristen dari kafir

- Yahudi – Kristiani tradisional - Kristiani non Yahudi Kristiani bekas orang yang
takut akan Allah (proselit)

- Yahudi Kristiani kelompok Yakobus (dan - Kristiani non Yahudi yang berpaling secara
Petrus) langsung kepada Kristus

- Yahudi Kristiani yang mengalami budaya - Yunani Kristen dari Paulus


Hellenis

- Yahudi Kristiani libertan - Yunani Kristen ultra-Paulus

A. Kelompak Yahudi-Kristiani
•  1. Yahudi - Kristiani tradisional (“mereka yang disunat”):
• Mereka meminta sunat untuk semua, meskipun bagi pentobat yang bukan Yahudi, dengan menegaskan
bahwa kepenuhan dari janji-janji terpenuhi di Yerusalem melalui Kristus;
• Dan semua harus datang ke Yerusalem untuk masuk menjadi umat Allah:
• = merupakan universalisme dari para nabi (Trito-Yesaya dan Zakaria: semua bangsa akan datang ke
Yerusalem membawa persembahan mereka).
• Orang-orang Kristen harus mengikuti Musa dan juga Taurat.
• Ada kelompok yang kuat, yakni orang-orang Farisi yang menjadi Kristen.

16
• Orang-orang Farisi ini tidak ingin meninggalkan warisan Yahudi mereka, Bait Allah, kurban, hukum
dan ini akan menjadi pusat dari topik Surat kepada orang-orang Ibrani, di mana Yesus disajikan
sebagai satu-satunya imam yang mempersembahkan kurban yang benar, ia membatalkan semua
pengorbanan kuno.
• Grup ini dapat didefinisikan sebagai aliran paling kanan.
• 2. Di tengah-kanan ditemukan kelompok Yahudi-Kristiani dari Yakobus (dan juga Petrus).
• PB tidak selalu jelas tentang misi Petrus, juga dalam injil Markus, yang paling dekat dengan Petrus.
• Dalam Kis dilihat bahwa Yakobus dan Petrus sebagai dua sokoguru dari Gereja perdana.
• Dalam Kis 10 terdapat bahwa Petrus menolak makan dengan orang-orang kafir sekitar Kornelius,
• Dan Paulus menyerangnya atas hal itu.
• Kelompok ini mempertahankan bahwa untuk menjadi orang Kristen harus percaya pada
keunikan/keesaan Allah dan menghidupi iman dalam manifestasi PuteraNya Yesus Kristus.
• Melakukan perintah Allah (dekalog) dan beberapa aturan dasar.
• Tidak menuntut sunat.
• Ide dari kelompok ini diratifikasi dalam Konsili Yerusalem dimana diminta untuk menjauhkan diri dari
kenajisan (pedofilia, homoseksual, praktek pelacuran suci; bdk. 1Kor 5,7),
• Dan dari binatang yang mati lemas (daging dengan darah di dalamnya) dan tidak mengambil daging
yang dikorbankan untuk berhala (yang dimakan di kuil: lih. 1Kor 8 - 10).
• Ini tidak akan menyenangkan Paulus, yang dianggap berlebihan untuk menjauhkan diri dari hewan
yang mati lemas.
• Kelompok ini adalah kelompok terkuat dan paling luas dan merupakan kelompok yang «merajai»
Gereja di tahun-tahun awal.
• 3. Orang-orang Yaudi-Kristen helenisme: kelompok yang sangat dekat dengan Paulus dan Barnabas;
• Orang-orang kafir yang bertobat dan masuk dalam keluarga Abraham, di banyak kota hanya ada orang-
orang kafir dan tidak dapat di-Yahudikan mereka.
• Orang-orang Yahudi melanjutkan tradisi Yudais, tetapi orang-orang kafir dapat menahan diri;
• Posisi Paulus terhadap hukum Yahudi tidak memberi tahu kita dengan jelas.
• Dalam Rom 7 ia mengatakan bahwa hukum adalah kudus dan baik dan mesti dilaksanakan, dalam Gal
sebaliknya ia katakan bahwa hukum membunuh, hukum adalah kematian.
• Heikki Raisanen, sebagai contoh, menegaskan bahwa Paulus saling bertentangan dalam banyak hal.
• Ia menekankan kuat melawan hukum, tetapi sikapnya tidak selalu selaras.
• Paulus memiliki sikap yang bervariasi atas argumen ini.
• Mungkin ia ingin menyelamat iman dan kesatuan, untuk itu dia kadang lebih berdamai.
• Paulus secara umum memberikan kebebasan tetapi kemudian melengkapi sangat banyak norma,
diharuskan oleh situasi: mis. dia membuat Timotius bersunat, untuk membuktikan persatuannya dengan
Yerusalem.
• 4. Yahudi-Kristen libertarian, yang sepenuhnya menolak hukum.
• Kelompok ini dapat dikategorikan sebagai ekstrim kiri.
• Mereka berpegang teguh pada posisi Paulus,

17
• dan merasa bebas dari Hukum dan Musa, sedemikian rupa sehingga mereka juga menggunakan
kekerasan.

B. Kelompok kafir-Kristiani
• 1. Orang-orang kafir–Kristen ex yang takut akan Allah, kaum proselit.
• Mis. Kornelius dalam Kis 10, yang beralih pada agama Yahudi: dari kafir menjadi Yudais dan terbuka
juga kepada Yesus;
• Kelompok ini tidak berhasil secara cepat untuk meninggalkan yudaisme.
• Mereka yang disebut Paulus «lemah» dalam Rom 14-15 dan 1Kor 8-10.
• Ia menyebut mereka lemah karena karena mereka tidak dapat melepaskan diri dari Yudaisme dan telah
disunat.
• 2. Orang-orang kafir-Kristen yang bertobat secara langsung kepada Kristus:
• Mereka hanya melakukan satu tahap, hanya satu «pertobatan».
• Namun, ketika bersentuhan dengan dunia Kristen, mereka juga bertemu dengan dunia Yahudi dan
tertarik ke Bait Allah, ke ritus-ritus.
• Paulus mencela hal itu, bahkan ia hampir kasar di beberapa tempat (Gal 5:12).
• Paulus keras dengan mereka dan melihat mereka seperti lawan, musuh, akibat penderitaan yang besar
yang harus ia alami untuk mereka.
• Mereka menuduh Paulus tidak memberitakan Injil secara keseluruhan, karena menurut mereka ia
menyembunyikan banyak hal dari Musa.
• Juga Ignasius dari Antiokia, tentang kelompok ini mengatakan: “lebih baik seorang Yahudi daripada
seorang Kristen yang menganut Yahudisasi”.
• 3. orang-orang Yunani –orang-orang Kristen Pauline.
• mereka menarik dari Paulus dan mereka menuntut kebebasan dari hukum.
• Mereka adalah penyembah berhala dan berpegang teguh pada posisi Paulus, mereka ingin mengikuti
Kristus tanpa Yudaisme.
• [Hukum bukan hanya Taurat, tetapi semua TANAK dan 613 mizvòt (perintah-perintah) yang
membentuk boundery markers (tanda-tanda batas atau tanda dari identitas), adalah tanda-tanda yang
menandai batasan antara Israel dan orang-orang lain: Sabat, menahan diri dari daging terlarang,
mencuci tangan sampai ke siku, makan dengan orang kafir, dll..].
• Mereka tidak menerima dekrit Yerusalem dan mereka berpolemik dengan kafir-kristiani yang
menganut Yahudisasi.
• 4. Orang kafir-Kristen ultra-pauline
• Mereka mengambil tesis Paulus, melepaskannya dari konteks, dan memegangnya berlebihan.
• Kelompok ini mengektrimkan tesis Paulus, dengan menempatkan hampir pada tangga kedua Kristus
sendiri.
• Penulis 2Ptr 3:15-16 kelihatan berpolemik dengan orang-orang ini.
• Ini adalah posisi pre-marcion dan bahkan pre-gnostik, yang berasal dari suatu pembacaan yang
fundamentalis terhadap teks-teks Pauline.

18
SURAT PERTAMA KEPADA JEMAAT DI KORINTUS

Pengantar umum
• Kedua surat cukup cepat diterima tanpa banyak perdebatan sebagai berasal dari Paulus.
• Klemens surat mengenal 1Kor sekitar tahun 95 sebagai tulisan Paulus (1 Klem. 37,5; 47,1-3;49,3).
• Ignatius dari Antiokia juga sudah mengutipnya sebagai tulisan Paulus.
• 2Kor kemungkinan sudah ditemukan dalam tulisan Polikarpus dan dalam Surat kepada Diogneto.
• 1-2Kor terdapat dapat manuskrip P 46 (Chester Beatty), tulisan sekitar tahun 200 M.
• Keduanya diterima kanonis sejak zaman kuno kekristenan: sudah dicatat dalam kanon muratorio.
• Di dalam kedua surat ditemukan pribadi Paulus yang hidup-hidup, termasuk gaya bahasa dan idenya.

Kota Korintus sekitar Masa Paulus


• Pada zaman kuno, Korintus dikenal dengan kekayaan ekonomis dan kekuatan politiknya.
• Raja Makedonio Filippo II pada tahun 338 SM (atau 481 SM?) membuat pusat dari Liga Panellenica,
yaitu liga dari kutub-kutub Yunani yang berfungsi sebagai anti-Persia.
• Dengan demikian kota Korintus sangat penting secara politis, karena di sana diatur kebijakan politik
seluruh Yunani.
• Kota itu dihancurkan secara total oleh Lucius Maummius sekitar tahun 146 SM karena potensi
perlawanan yang mungkin akan diberikan kota itu terhadap Romawi.
• Sekitar tahun 44 SM, Julius Cesar membangun kembali kota Korintus,
• menetapkan tinggal di sana para veteran bersama dengan penduduk yang merdeka, para budak Mesir,
Siria dan Yahudi.
• Korintus kemudian diberi nama Laus Julia Corinthus dan menjadi ibu kota propinsi Akhaya (27 SM).
• Pada masa Paulus, mungkin memiliki setengah juta penduduk, sebagian Romawi.
• Korintus disebut sebagai jembatan yang melintasi laut,
• karena di sisi timurnya terdapat Teluk Saronik,
• yang menghadap ke arah Laut Aegea dan bagian timur Laut Tengah;
• di sisi baratnya terdapat Teluk Korintus,
• yang menghadap ke arah Laut Ionia, Laut Adriatik, dan bagian barat Laut Tengah.

19
• Di tengah-tengah semuanya ini terletak kota Korintus,
• persinggahan penting dalam perjalanan perutusan injil rasul Paulus,
• kota yang terkenal di dunia zaman dahulu karena kemakmuran, kemewahan, dan kehidupan moralnya
yang serbabebas.
• Korintus jaman dulu penting khususnya dalam hal perdagangan,
• strategis dengan dua pelabuhan: Lekheum di Utara, di teluk Korintus, dan Kenkhrea di teluk Saronik.
• Aktivitas perdagangan dasar dari sumber ekonomi, terkonsentrasi di tangan sedikit orang-orang kaya;
• penduduk lainnya adalah paling banyak budak dan pekerja pelabuhan, hidup dalam situasi kurang
beruntung.
• Ada juga kelas menengah, yakni para perajin dan pegawai publik, sangat terbatas jumlahnya,
• dan memiliki beban yang sedikit berat dalam hidup di kota itu.
• Setiap tahun di sana diadakan di kuil besar Poseidon permainan isthmic,
• yang menarik orang-orang dari setiap ras, bahasa dan agama.
• Kota itu kemudian menjadi pusat pertukaran budaya antara dunia Yunani-Romawi dan sebagian besar
negara-negara terpencil di Asia dan Afrika.
• Di dalamnya berperan budaya Yunani sebagai pemersatu,
• yang sangat mempengaruhi hidup dan moral keseluruhan bangsa itu.
• Di Korintus dirayakan kultus dewi Aprodite, yang dilakukan di dalam kuil yang terkenal.
• Menurut Strabo ada tinggal lebih dari seribu imam wanita di pelacuran suci:
• tetapi mungkin pada masa Paulus hanya ada kuil kecil di Acrocorintus.
• Juga tetap ada berkembang budaya timur dan budaya misteri.
• Ciri khas Korintus adalah pembentukan kelompok-kelompok agama kecil, yang mengarah pada
"pelindung".
• Di sana juga ada komunitas Yahudiah.
• Korintus tidak menikmati ketenaran yang baik: ini disebabkan oleh aktivitas pelabuhan dan jenis
religiositas yang dominan.

Kelahiran Komunitas Kristiani di Korintus


• Paulus mendirikan komunitas di Korintus pada perjalanan misionarisnya yang kedua (Kis 18:1-17).
• Di Korintus ia bertemu dengan Aquila dan Priscilla, sepasang orang Yahudi, mungkin sudah kristen,
yang telah meninggalkan Roma akibat dekrit yang dengannya Klaudius mengusir semua orang Yahudi
dari Roma.
• Mereka mungkin juga “pembuat tenda”, dan Paulus bergabung dengan mereka,
• demikian dia mencari nafkah dengan kerjanya.
• Di waktu senggang Paulus juga melakukan pewartaan di sinagoga pada hari Sabat.
• Akan tetapi setelah Silas dan Timoteus tiba dari Makedonia (bdk. 1Tes 3:2), ia memfokuskan
aktivitasnya pada pewartaan sabda.
• Sejak orang-orang Yahudi membuat kesulitan baginya, ia menetap di rumah Titius Yustus,
• seorang “yang takut akan Allah”, yang rumahnya berdampingan dengan sinagoga.

20
• Buah dari pewartaannya: banyak orang Korintus menjadi orang Kristen, termasuk Krispus kepala
sinagoga.
• Orang-orang Yahudi menolaknya dan menuduhnya di hadapan gubernur Gallius bahwa ia
mempropagandakan kultus melawan hukum.
• Akan tetapi Gallius menolak untuk campur tangan,
• karena melihatnya hanya berhubungan dengan intern agama di dalam komunitas Yahudi.
• Pertempuran pecah, di mana Sostenes, kepala sinagoga, dipukuli oleh orang banyak.
• Setelah peristiwa tersebut Paulus masih singgah di kota itu pada waktu yang berbeda;
• kemudian ia berangkat ke Siria bersama Priscilla dan Akwilla (Kis 18:18).
• Paulus meninggalkan Priscilla dan Akwilla di Efesus,
• sementara itu ia melanjutkan perjalanan ke Yerusalem,
• dari tempat ia kembali ke Antiokia.
• Dari surat-surat Paulina diketahui bahwa di Korintus Paulus ditemani oleh Silvanus dan Timoteus
(1Tes 1:1; bdk. 3:6):
• mungkin mereka membawa bantuan finasial dari Filipi (2Kor 11:9; Flp 4:15).
• Di Korintus, Paulus hanya membaptis Krispus dan Gayus, juga keluarga Stefanus (1Kor 1:14,16).
• Ia menyadari bahwa di tengah jemaat di Korintus ia hanya mengetahui tentang Yesus Kristus, Yang
Tersalib;
• ia datang dengan kelemahan, dan wartanya didasarkan atas keyakinan akan kekuatan Roh (1Kor 2:1-4).
Orang-orang Kaya dan orang-orang Miskin dalam Komunitas
• Menurut Kisah Rasul, Paulus mendapat sambutan yang tidak baik di lingkungan komunitas Yahudi,
• karena itu kemungkinan jemaat mayoritas terdiri dari orang-orang Yunani dan Romawi.
• Memang ada sedikit minoritas Yahudi, seperti Krispus yang bertobat beserta keluarganya (Kis 18:8),
• dan kemungkinan juga bersamanya teman-teman sejemaatnya.
• Paulus juga memberi informasi tentang sejumlah baptisan orang Yahudi (1Kor 12:13),
• dan ia menasehati agar tidak menyembunyikan asal-usul mereka (1Kor 7:18-19).
• Sebagian besar orang-orang Kristen Korintus terdiri dari strata sosial yang lebih rendah (bdk. 1Kor
1:26):
• di antara mereka ada beberapa warganegara merdeka, sementara yang lain adalah para budak (1Kor
12:13; bdk. 7:21).
• Terdapat juga di komunitas itu sejumlah orang kaya, seperti Erastus, bendahara negeri (bdk. Rom
16:23);
• Gayus yang memiliki rumah mampu untuk menampung semua komunitas (bdk. Rom 16:23);
• Akwila dan Priscilla merupakan pedagang yang kaya (Kis 18:2) yang mampu melakukan pelayanan
yang sama di Efesus (1Kor 16:19) dan Roma (Rom 16:3-5);
• ada juga Krispus, untuk menjadi kepala sinagoga, harus memiliki posisi ekonomi yang sangat baik.
• Juga kemungkinan di antara para jemaat itu ada orang-orang dengan budaya yang baik.
• Orang-orang kaya, yang juga berbudaya lebih tinggi, tentu lebih peka terhadap pewartaan Paulus dan
pada implikasi kulturalnya.

21
• Dalam komunitas juga banyak orang Kristen yang kurang beruntung dalam segi ekonomi dan
intelektual,
• yang menghidupi imannya secara sederhana dan spontan,
• dengan membawa bersama mereka kondisi pengalaman mereka sebelumnya.
• Mereka dipandang dengan segala keterbatasan mereka sebelumnya, yang disadari sebagai “peramal”
(1Kor 2:13-14), “duniawi” (1Kor 3:1), “lemah” (1Kor 8:9-11):
• Paulus menunjukkannya simpatinya pada mereka (1Kor 9:21), yang pada kesempatan lain dikatakan
bahwa mereka menganggap diri mereka “spiritual” padahal masih “duniawi” dan “anak-anak” dalam
hidup kristiani (1Kor 3:1,3).
• Dalam komunitas ditemukan juga, setidaknya sebagian, ketidaksamaan sosial dari kota metropolis
Yunani.
• Tentu situasi itu tidak dapat tidak menimbulkan kesulitan dan ketegangan diantara para anggota
komunitas.
Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus
• Karakter Surat 1Kor
• Surat 1Kor berkarakter personal kepada komunitas yang dikenal oleh Paulus.
• Surat ini berisi argumen-argumen yang diarahkan untuk mempengaruhi pendengar,
• bukan berisi risalah doktrinal yang dikemas untuk menjelaskan kepercayaan orang yang percaya di
tempat itu.
• Untuk itu, Paulus memilih gaya argumentatif atau retorik yang lazim digunakan dalam budaya helenis
pada waktu itu.
Ada 3 jenis wacana persuasif (retorica), yakni:
• 1) Deliberatif: yang berusaha untuk membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu yang lain untuk
tidak akan melakukan atau menerima sudut pandang yang lain untuk tidak menerima. => berkaitan
dengan masa depan.
• 2) Forensic atau judical: yang berusaha untuk mempertahankan atau mengutuk aksi seseorang =>
berkaitan dengan masa lalu.
• 3) Ceremonial atau epideictic atau funeral: yang merayakan atau mencela => dihubungkan dengan
masa saat ini.
Elemen dasar dari retorika menurut Aristoteles:
• EXORDIUM
• NARRATIO (menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui sebelum diberi argumen)
• - Propositio (tesis yang mau dibela)
• ARGUMENTATIO
• - Probatio (mendukung tesis)
• - Refutatio (menolak tesis)
• PERORATIO (kesimpulan)
• (Disgressio: tindakan menyimpang)
• Dalam surat yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus terutama memilih bentuk deliberatif,
• dan di bagian tertentu ia mengembangkan bentuk forensik atau cerimonial.

22
• Bagi komunitas yang baru berkembang itu, Paulus terutama menyinggung tema tentang dosa, hukum,
pembenaran dan iman.
• Di sisi lain juga, ia memberi perbandingan dalam bentuk perlawanan:
• kebijaksanaan dan kebodohan, kedewasaan dan kekanak-kanakan, kaya dan miskin, lemah dan kuat,
roh dan fisik, di dalam hampir seluruh paparannya.
• Paulus menulis surat 1Kor untuk menegur masalah perpecahan yang timbul di tengah jemaat Korintus
yang baru bertumbuh itu.
• Tetapi kemudian, sebagaimana kita ketahui dari surat 2Kor, konflik yang terjadi semakin buruk,
• bahkan berkembang menjadi konflik antara diri Paulus dengan sebagian dari anggota persekutuan itu.
Tema dan Tekanan Utama dalam Surat 1 Korintus
• Surat 1Kor dibuka dengan praescriptum,
• yang didalamnya terdapat ucapan syukur yang cukup panjang (1Kor 1:1-9);
• dan berakhir dengan postscriptum yang berisi sejumlah berita pribadi (1 Kor 16).
• U. Vanni membagi bagian inti (corpus) surat 1Kor menjadi 4 blok:
• 1:10-3:22: didominasi ide tentang kebijaksanaan;
• 4:1-6:11 : dicirikan dengan frase “menyombongkan diri” (bdk. 4:6; 5:2) orang-rang Korintus dikutuk;
• 6:12-11:1: dibingkai dengan ungkapan “segala sesuatu halal bagiku” (6:12, 10:23) menghadirkan tiga
tema tentang hal-hal jasmani;
• 11:2-16:14): pembahasan tentang masalah dalam pertemuan liturgis (bdk. 11:17).
• Pendapat lebih umum diterima adalah bahwa Paulus menyusun materi dalam suratnya berdasarkan
infromasi dan permintaan kepadanya yang datang dari Gereja Korintus:
• 1:10-6:20: ia mengoreksi pelanggaran yang dia dengar dari “orang-orang dari keluarga Cloe” (1:11)
dan mungkin juga dari Stefanus, Fortunatus, dan Akhaikus (16:17);
• 1Kor 7-14 : ia memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan yang telah disampaikan secara tertulis
(7:1; 8:1; 12:1);
• 1Kor 15 : tentang kebangkitan
Komposisi yang diusulkan:
• Praescriptum dan Ucapan Syukur (1:1-9)
• I. Berbagai Perilaku Negatif (1:10-6:20)
• a) Pembagian dalam berbagai kelompok (1:10-4:21)
• * Pendahuluan (1:10-17)
• * Kebijaksanaan yang Sejati (1:18-3:4)
• * Para Pewarta Kristiani (3:5-4:21)
– b) Tiga Pelanggaran Berat (5:1-6:20)
• * Incest (5:1-13)
• * Perselisihan di antara Orang-Orang Kristiani (6:1-12)
• * Percabulan (6:12-20)

II. Arahan dan Saran (bab 7-14)


• a) Perkawinan dan Keperawanan (bab 7)

23
• * Pasangan-pasangan Kristiani (ay. 1-16)
• * Masing-masing tinggal dalam Situasinya (ay. 17-24)
• * Para Perawan, Selibater, dan para Janda (ay. 25-40)
• b) Daging yang Dipersembahkan kepada Berhala (8:1-11:1)
• * Kebebasan Kristiani dan Perhatian terhadap Saudara yang Lemah (8:1-13)
• * Contoh Hidup Paulus (9:1-27)
• * Orang-orang Israel dan Cobaan pada Berhala (10:1-13)
• * Arahan-arahan Praktis (10:14-11:1)
• c) Pertemuan Kristiani (bab 11-14)
• * Kerudung dari Para Wanita (11:2-16)
• * Perjamuan Tuhan (11:17-34)
• * Karisma-karisma (bab 12-14)
• - Fungsinya dalam Gereja, tubuh Kristus (12:1-31)
• - “Kidung Cinta” (13:1-13)
• - Arahan-arahan Praktis (14:1-40)
• III. Pengharapan Kristiani (bab 15)
• a) Kebangkitan Akhir (ay. 1-34)
• b) Ciri Khas Tubuh yang telah dibangkitkan (ay. 35-53)
• c) Nyanyian Kemenangan (ay. 54-58)
• Epilog dan postscriptum (bab 16)
• Kesulitan yang harus diatasi menurut 1Kor pada dasarnya bersifat internal, yang mengakibatkan
perpecahan dalam komunitas Kristiani.
Kesulitan-kesulitan:
• - keterikatan dengan guru-guru Kristen tertentu seperti Paulus dan Apolos, dan persaingan yang
tumbuh dari keterikatan seperti itu,
• - kelanjutan mengikuti nilai-nilai budaya tertentu, terutama pada pihak orang kaya,
• - perlakuan yang tidak setara di meja Tuhan,
• - makan di kuil-kuil kafir pada sebagian orang,
• - keangkuhan sebagian orang yang menggunakan karunia rohani tertentu dengan cara yang tidak
membangun komunitas,
• - ketidaksepakatan mengenai perilaku seksual yang cocok sebagai orang Kristen, baik di dalam
maupun di luar pernikahan,
• - ketidaksepakatan atas hal-hal eskatologis seperti kebangkitan;
• - soal partisipasi dalam pemerintahan, kekuasaan, dan sejenisnya.
• Sebagian besar masalah ini adalah masalah sosial, bukan teologis.
• Orang-orang Korintus tampaknya menggunakan berbagai hal yang mereka ketahui tentang proses
pendidikan,
• sebagaimana dimodelkan oleh para ahli pidato yang mengajar di kota mereka,
• dan mengambil bagian dalam debat, pertengkaran, membual, kesombongan, dan sejenisnya.

24
• Untuk mengatasi sumber-sumber perselisihan ini, Paulus memberikan wacana panjang lebar tentang
kerukunan atau rekonsiliasi dengan menggunakan retorika deliberatif.
• Ia yakin bahwa masalah sosial sekalipun memiliki akar teologis dan implikasi etis.
• Dia harus menunjukkan bahwa penting jemaat Korintus untuk bekerja bersama,
• untuk saling menyetujui berbagai hal penting,
• untuk menghargai perbedaan tentang hal-hal yang kurang penting,
• dan untuk mengizinkan kebaikan atau kepentingan pihak lain untuk mengarahkan tindakan seseorang.
• Dia harus menunjukkan kebaikan kasih perlu sebagai pertimbangan utama dalam mengekspresikan
kebebasan, pengetahuan, dan karunia seseorang.
• Karena itu, Paulus menyusun wacana untuk mencapai tujuan-tujuan ini.
• Dalam retorika deliberatif seseorang tidak hanya memperhatikan apa yang bijaksana,
• tetapi juga dengan apa yang lebih mulia, yang melibatkan empat kebajikan utama:
• kebijaksanaan (lih. 1 Korintus 1–4),
• keadilan (lih. bab 5–6),
• keberanian ( lih. bab 7 dan 15),
• kesederhanaan (lih. bab 8-14).

satu cara yang mungkin untuk membaca struktur retoris surat itu secara keseluruhan:
• 1. Praescriptum (1: 1-3).
• 2. Ucapan syukur dan exordium (1: 4–9).
• 3. Propositio memperkenalkan surat dengan formula παρακαλέω (parakaleo);
• dan membuat pernyataan tesis dasar dari seluruh surat (1:10).
• 4. narasi singkat (1:11–17): menjelaskan situasi atau fakta yang mendorong penulisan surat tersebut.
• 5. Probatio (1:18-16:12): meliputi argumen tentang:
• A) Sebuah perpecahan atas para pemimpin dan kebijaksanaan (1:18–4:21),
• B) imoralitas seksual dan tuntutan hukum (5-6),
• C) pernikahan dan melajang (7),
• D) makanan kepada berhala dan makan di kuil-kuil berhala (8–11:1, dengan penyimpangan [disgresio
atau egressio] pada bab 9),
• E) penutup kepala dalam ibadah (11:1–16),
• F) penyalahgunaan Perjamuan Tuhan (11:17–34),
• G) karunia rohani dalam tubuh Kristus (12-14, dengan penyimpangan [disgresio atau egressio] dalam
bab 13),
• H) masa depan dan bentuk kebangkitan (15),
• i) pengumpulan uang dan pelayanan lainnya untuk Korintus (16:1-12).
• 6. Peroratio (16:13-18).
• 7. Salam dan kata penutup (16:19-24).
• Paulus menggunakan Περὶ δὲ (peri de [mis. 1Kor 12:1]) beberapa kali dalam probatio untuk
memperkenalkan topiknya.
• Dalam rangkaian argumen atau “bukti-bukti” kadang ada satu atau lebih penyimpangan (disgressio),

25
• khususnya jika argumen secara keseluruhan panjang dan dirasa kebutuhan untuk membawakan materi
yang sejajar,
• yang akan memiliki relevansi untuk jalannya argumen.
• Dalam 1Kor argumennya memiliki sejumlah subdivisi,
• dan mencakup dua penyimpangan besar, yang keduanya melayani tujuan konsultatif yang lebih besar
dari surat itu
• (meskipun bab 9 memiliki peran forensik [penghakiman] dan membela praktik kerasulan Paulus,
sementara bab 13 memiliki peran epideiktik [menunjukkan skill] dan memuji cinta).
• Karena surat menghadirkan pribadi seseorang, maka:
• sebuah surat berusaha untuk mencapai apa yang seharusnya dilakukan secara pribadi.
• Corpus surat "bukan sekadar informasi untuk dikomunikasikan,
• tetapi lebih sebagai media di mana seseorang melakukan tindakan atau transaksi sosial dengan
seseorang yang terpisah secara fisik."

Suasana Penulisan Surat


• 1Kor 16:8 memberi indikasi bahwa surat ini ditulis ketika Paulus sedang di Efesus.
• Dalam surat 1Kor ia menginformasikan berbagai berita tentang hari-harinya di Efesus.
• Di kota itu ia “banyak kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, sekalipun ada
banyak penentang” (1Kor 16:9).
• Di sana ia berjuang melawan “binatang buas” (1Kor 15:32).
• Sementara ia mengerahkan tenaga untuk mewartakan injil dan memelihara para pentobat,
• Paulus juga melakukan komunikasi dengan jemaat di Galatia.
• Ia juga memberi perhatian untuk mengumpulkan persembahan bagi kepentingan “orang-orang kudus”
(1Kor 16:1), yakni orang-orang Kristiani di Yerusalem.
• Kemungkinan Paulus menulis lebih dari dua surat yang kita kenal saat ini.
• Surat resmi pertama, yang mungkin hilang, antara lain memuat tentang nasehat Paulus agar tidak
bergaul dengan orang-orang cabul (1Kor 5:9).
• Kemudian ia mendapatkan informasi dari keluarga Kloe (1Kor 1:11), oleh kunjungan Stefanus,
Fortunatus dan Akhaikus, penanggungjawab komunitas (1Kor 16:15-18),
• juga mungkin membawa surat orang-orang Korintus yang berisi pertanyaan kepada Paulus tentang
masalah yang dihadapi dalam jemaat (1Kor 7:1);
• juga mungkin ada informasi dari Apolos (1Kor 16:12).
• Dalam surat resmi kedua (1Kor) Paulus mengoreksi kesalahan-kesalahan dan memperjelas
pemikirannya mengenai berbagai kontroversi,
• juga menawarkan pengumpulan uang (kolekte) bagi Gereja Yerusalem (1Kor 16:1-4).
• Timoteus bertugas menyampaikan arahan-arahan Paulus kepada orang-orang Korintus (bdk. 1Kor
4:17).
• Paulus sendiri berencana pergi ke Korintus setelah Pentakosta;
• melalui Makedonia, dan tinggal di sana sampai akhir musim dingin;

26
• dan jika perlu akan berangkat ke Yerusalem untuk membawa hasil kolekte, atau akan melanjutkan pada
tujuan yang lain (1Kor 16:3-8).
• Hasil dari surat dan misi Timoteus tidak diketahui, tetapi yang pasti bahwa segera ia kembali kepada
Paulus,
• karena muncul sebagai pengirim surat bersama Paulus dalam 2Kor (2Kor 1:1).

Analisis Kritik Sastra


• J. Héring meneliti bahwa Paulus pertama-tama menulis bahwa ia akan segera pergi ke Korintus (1Kor
4:19),
• tetapi kemudian memberitahu bahwa kedatangannya akan ditunda (1Kor 16:5-9);
• dari pembicaraan tentang daging yang dipersembahkan kepada berhala menunjukkan bahwa hanya
untuk mengkhawatirkan amal bagi yang lemah (1Kor 8:1-13; 10:23-11:1),
• tetapi kemudian ia memberikan solusi yang ketat tentang masalah itu (1Kor 10:1-22);
• dalam bab 9 ia menyimpulkan pembicaraan tentang kerasulan, yang sepertinya telah disimpulkan
sebelumnya (bab 1-4).
• Setelah meneliti teks, J. Héring mengusulkan hipotesis:
• keluarga Kloe telah membawa kepada Paulus sedikit berita yang menyakinkan tentang komunitas di
Korintus,
• yang secara terperinci telah dikirimkan melalui surat yang didalamnya diminta penjelasan tentang
perkawinan dan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala.
• Paulus menjawab dengan surat pertama (1Kor 1-8; 10:23-11:1; 16:1-4,10-14).
• Kemudian jemaat di Korintus menambahkan berita lain yang dibawa Stefanus,
• dan dia menulis surat kedua (1Kor 9:1-10:22); 11:2-15:58; 16:5-9, 15-24).
• Redaktur kemudian telah menyatukan kedua surat hanya membuat sedikit penyesuaian.
• Ahli lain berpendapat bahwa surat pertama dikirim pada komunitas (surat A),
• di dalamnya dinasehatkan agar orang-orang Kristiani tidak bergaul dengan orang-orang cabul (bdk.
1Kor 5:9),
• Surat itu tidak hilang, tetapi dilestarikan di dalam 1Kor;
di dalamnya juga termasuk 2Kor 6:14-7:1, bagian yang kelihatan di luar dari konteks.
• Karena itu W. Schmithals merinci 1Kor dalam dua surat.
• J. Weiss berpendapat bahwa dalam di dalam 1Kor terdapat 3 surat resmi:
• surat pendahuluan (A) dan dua surat kemudian,
• yang berisi jawaban atas tulisan yang dikirim oleh komunitas [bdk. 7:1] (B/1);
• dan posisi yang berat melawan partai-partai Corintus, termasuk didalamnya berita yang dibawa oleh
keluarga Kloe (B/2).
• R. Pesch menemukan dalam surat 4 surat resmi.
• Keragaman pendapat itu membuat jelas bahwa tidak ada pendapat yang sangat meyakinkan.
• Karena itu sebagian besar ahli masih mempertahankan kesatuan surat dan menjelaskan
kekurangkonsistenannya dengan kenyataan bahwa surat itu didikte beberapa kali,
• dalam waktu yang panjang,

27
• ketika Paulus menerima informasi baru dan telah mengubah programnya.
Masalah-masalah dalam Komunitas Korintus
• a) paham tentang eskatologi yang telah terealisasi
• Ada sebagian yang yakin bahwa Allah sudah mendirikan kerajaanNya;
• dan sebagai yang terpilih, mereka ikut serta dalam kekuasaanNya (1Kor 4:5,8);
• mereka tidak dapat menerima bahwa tujuan akhir masih jauh (1Kor 9:24-26; 13:8-10,12).
• Penekanan Paulus akan kematian Yesus (1Kor 1:13,17-25; 2:2,8; 5:7; 8:11; 11:23-26; 15:3-5)
menunjukkan bahwa
• para lawannya mau mengangkat “Kristus yang Mulia” dengan meminimalkan karya yang telah
diselesaikan Yesus dalam hidup duniawinya.
• Dengan Yesus yang Bangkit mereka merasa bersatu khususnya melalui pengetahuan (gnwsij),
• dianggap satu-satunya cara yang mampu menjamin keselamatan mereka (1Kor 8:1).
• Pengetahuan itu diberi makan terutama oleh pidato pengkhotbah (1Kor 1:17; 2:4-7), di mana kelompok
kecil terbentuk (1Kor 1:12).
• Akibat dari pengetahuan yang mereka peroleh, orang-orang kristiani percaya diri sebagai manusia
sempurna (1Kor 2:6) dan spiritual (1Kor 3:1; 12:1),
• bebas dari setiap setiap kondisi/keterbatasan (1Kor 9:1; bdk. 6:12; 10:23),
• dan percaya bahwa yang lain lemah dalam iman (1Kor 8:7-12).
• Akibatnya, mereka merasa jijik terhadap tubuh:
• di bidang seksual posisi mereka terombang-ambing di antara libertanisme yang berlebihan (1Kor 5:1-5;
6:12,15) dan mereka yang berasketis ketat (1Kor 8:4-6).
• Kemungkinan penolakan mereka akan kebangkitan akhir (bdk. 1Kor 15:12) adalah karena mereka tidak
menerima ide bahwa tubuh yang diselamatkan akan berpartisipasi dalam kebangkitan akhir dan
definitif.
• Perjamuan Tuhan (1Kor 11:28) dan mungkin baptisan (1Kor 10:1-5; 12:13) diyakini mampu membawa
orang beriman secara otomatis,
• terlepas dari disposisi pribadinya,
• dalam hubungan langsung, hampir mistis dengan Tuhan yang mulia.
• Jadi di Korintus telah bertumbuh dan dihidupi kekristenan yang berbeda dari yang ditanamkan Paulus.
• Tanpa membentuk sistem yang homogen dan terdefinisi dengan baik,
• ide-ide baru mempertanyakan aspek neuralgik dari Injilnya mengenai pribadi Kristus, keselamatan dan
Gereja,
• dengan implikasi yang mengganggu dalam bidang moral.
• b) akar budaya dari kelompok anti-pauline
• F. Ch. Baur berpendapat bahwa kelompok Kristus di Korintus tidak lain adalah fraksi kelompok
Yahudisasi dan Petrus, yang menentang partai Paulus dan pihak Apolos.
• Hipotesis Yahudi-Kristen membangkitkan simpati dari berbagai ahli, yang mengidentifikasikan mereka
secara spontan sebagai lawan-lawan dalam 1-2 Korintus.
• Ph. Vielhauer menegaskan bahwa dalam 1Kor 3:11 Paulus berdebat dengan mereka yang ingin
menempatkan Petrus sebagai dasar dari Gereja atas Mat 16:18.

28
• Di sisi lain, W. Lütgert mengatakan bahwa dalam kedua surat lawan-lawan Paulus adalah orang-orang
Kristen pneumatis dan libertis akan orientasi gnostik:
• mereka, dengan membenci kelemahan karismatis Paulus dan dengan menempatkan pada urutan kedua
Kristus yang Tersalib,
• mereka telah mempromosikan kebebasan antusias yang baru berdasarkan pada Injil.
• Menurut W. Schmithals, di Korintus berkembang sebuah gnosis pra-kristiani berasal usul Yahudi, yang
ke dalamnya bergabung partai Kristus, menentang tiga kelompok lain yang disebut Paulus.
• U. Wilckens melanjutkan hipotesis itu dengan mengatakan bahwa para lawan Paulus
mempropagandakan kristologi ditiru dari mitos Yahudi-gnostik akan Kebijaksanaan Allah yang turun
dari tempat tinggi dan yang tubuhnya disalibkan oleh kekuatan iblis (bdk. 1Kor 2:6,8).
• H. Conzelmann lebih suka berbicara bukan tentang gnostik dalam arti yang sebenarnya, tetapi “proto-
gnostik”.
• Krisis yang meletus di Korintus dapat dikaitkan sebagian besar pada pewartaan Apolos,
• yang menghadirkan Kristus sebagai Kebijaksanaan dan Putera Allah;
• yang, dengan masuk dalam kemuliaan Allah melalui kebangkitan,
• melimpahkan pengetahuan yang baru.
• Dalam kekuatan rahmat ini para pengikutnya dibebaskan dari kondisi/keterbatasan materi dan dari
kehidupan ini mereka masuk dalam hubungan langsung dengan dunia ilahi.
• Bagi bagian masyarakat yang lebih berbudaya dan berkecukupan, pewartaan ini pastilah lebih unggul
daripada yang dari Paulus, yang telah menempatkan Kristus yang tersalib sebagai pusat dari
pewartaannnya (bdk. 1Kor 2:2).
• Karenanya pertentangan merayap ke arahnya, yang dimanifestasikan di atas semua dalam kelompok
pendukung Apolos.
Kontribusi teologis 1Kor
• Paulus mencoba membawa Injil untuk digunakan dalam kehidupan harian.
• Baginya kebenaran Injil akhirnya diuji dalam kemampuannya untuk mencari jalan keluar dalam
urgensi kehidupan sehari-hari pada beberapa situasi yang sangat meminta perhatian khusus.
• Beberapa hal yang berkaitan dengan pandangan teologis dalam 1Kor:
• 1. Eskatologi.
• Pemikiran eskatologis menonjol dalam surat.
• Bagi Paulus pemikiran ini berfokus pada “peristiwa Kristus”, kematian dan kebangkitanNya, dan
karunia Roh Kudus berikutnya.
• Kebangkitan Kristus menandai perubahan zaman/masa;
• karunia Roh eskatologis adalah bukti jelas bahwa “masa akhir” itu sudah mulai.
• Tetapi kenyataan bahwa kita hidup dalam tubuh yang mengalami kebinasaan (15:49–53),
• dan bahwa masih ada Parusia Tuhan yang akan datang (11:26; 15:23) dengan kebangkitan berikutnya
(15:20–28),
• juga bukti jelas bahwa yang “telah mulai” itu belum dan masih menuju kepenuhan (belum sepenuhnya
disempurnakan).
• Bagi Paulus, orang beriman adalah orang yang sepenuhnya eskatologis,

29
• ditentukan dan dikondisikan oleh realitas masa depan yang telah dimulai, tetapi masih menunggu
kemuliaan terakhir: "sudah" dan "belum” sekaligus.
• Baik masa depan tertentu maupun realitas eksistensi eskatologis di masa kini tidak berarti bahwa
kepenuhan seseorang telah sepenuhnya tiba.
• Kematian adalah kodrat kita (3:22), beberapa telah meninggal (11:30);
• masa kini dan masa depan adalah milik orang beriman (3:22), tetapi paradigma kehidupan etis saat ini
adalah “Mesias kita yang tersalib” (4: 10–13).
• Dengan demikian, kehidupan Kristen adalah paradoks, kontradiksi yang tampak disatukan dalam
ketegangan.
• Jaminan tidak terletak pada keadaan saat ini,
• tetapi dalam kepastian absolut dari masa depan yang telah menentukan keberadaan kita saat ini juga.
• Seluruh surat harus dipahami mengalir keluar dari kerangka kerja esensial ini (lih. 1Kor 4:1-5; 6:1-6;
7:29-31; 15:12-28; 15:35-38).
• 2. Injil dan Kehidupan Etis
• Terkait dengan kerangka eskatologis adalah desakan Paulus pada kepatuhan radikal terhadap Kristus
sebagai norma keberadaan Kristen.
• Dalam 1Kor Paulus membuat jelas bahwa orang yang diselamatkan diharapkan untuk menjalani
kehidupan mereka dengan kepatuhan pada "perintah-perintah Allah" (7:19) dan “Hukum Kristus”
(9:21).
• Jika kepatuhan seperti itu tidak diperlukan untuk masuk ke dalam iman, maka kepatuhan itu tetap
diperlukan sebagai aliran iman.
• Paulus memahami etika Kristen dalam hal "menjadi dirimu sebagaimana adanya,"
• sebuah perspektif yang muncul dalam 1 Kor dengan sejumlah cara.
• Paulus tidak pernah kekurangan imperatif, tetapi dia selalu menetapkannya dalam konteks tindakan
Allah sebelumnya atas nama kita di dalam Kristus.
• Paulus memerintahkan jemaat Korintus untuk membersihkan ragi yang lama agar mereka menjadi roti
yang baru,
• karena di dalam Kristus Paskah kita, mereka telah menjadi roti yang baru (5: 7–8);
• mereka tidak boleh pergi ke pelacur karena tubuh mereka telah ditetapkan untuk Kristus melalui
kebangkitan-Nya, dan mereka sudah menjadi satu roh dengan-Nya (6:14-17);
• mereka harus menghentikan cara bertindak seperti cara hidup kafir mereka sebelumnya atau mereka
tidak akan mewarisi kerajaan,
• tetapi pada saat yang sama mereka diingatkan bahwa ada beberapa dari mereka seperti itu,
• dan mereka tidak lagi melalui Kristus dan Roh (6: 9 –11).
• Ada beberapa kemutlakan, karena beberapa dosa sangat tidak sesuai dengan kehidupan di dalam
Kristus (amoralitas seksual, 6:12-20; menghadiri pesta-pesta bait suci, 10:14-22).
• Ini bukan hukum, dalam arti mendapatkan hak untuk berdiri dengan Tuhan.
• Tetapi itu mutlak karena beberapa perilaku benar-benar bertentangan dengan karakter Allah.
• Di sisi lain, masalah sunat (7:19); makanan berhala dari pasar (9:19-23; 10:23-30) tidak relevan bagi
orang percaya karena mereka telah “mati” dalam Kristus.

30
• Satu-satunya pengecualian adalah ketika perilaku tersebut menyinggung orang lain (10: 31-33).
• Pola untuk semua perilaku adalah Kristus sendiri (11:1) karena hidupnya dimediasi dalam kehidupan
rasul (4:16-17; 11:1).
• Dengan demikian Injil tidak berubah menjadi hukum.
• Semua adalah kasih karunia, kasih karunia Roh yang memungkinkan meniru Kristus.

Pesan: keselamatan dalam komunitas


• Strategi Paulus dalam 1Kor adalah diawali dengan analisis atas situasi, perbandingan dengan data
esensial iman, dan pada akhir ada solusi praktis yang berasal dari data iman itu.
• Karena itu dalam surat ditemukan sejumlah perkembangan doktrinal yang menunjukkan pemikiran
Paulus.
• a) Allah, Bapa Yesus Kristus
• Paulus menempatkan Allah di atas segala sesuatu, yang telah menciptakan segala sesuatu melalui
hikmatnya (1Kor 1:21).
• Dia adalah Bapa, yang telah memberikan keberadaan kepada jagad raya dan melambangkan tujuan
akhir di mana orang percaya harus mengarahkan hidup mereka (8:6).
• KepadaNyalah pada saat akhir, Kristus akan menyerahkan kerajaan,
• setelah membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan (15:24).
• Kristus diidentifikasi dengan Kebijaksanaan Allah (1:24).
• Dia adalah satu-satunya Tuhan, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita
hidup (1Kor 8:6).
• Sebagai perantara satu-satunya dari ciptaan dan keselamatan, Kristus memberikan karunia pembenaran,
kekudusan dan penebusan bagi semua manusia.
• Hal yang paling penting dari karya Kristus adalah kematianNya di salib,
• yang merupakan kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi merupakan kuasa Allah bagi mereka
yang diselamatkan (1:18).
• Dalam kekuatan kematiannya, Kristus menjadi “Paskah kita” (5:7), yakni anak domba paskah yang tak
bernoda untuk dosa-dosa kita (bdk. 15:3).
• Arti kematian Kristus dipahami secara benar hanya dalam terang kebangkitan (15:3-4).
• Kristus melanjutkan karyaNya melalui Roh Kudus,
• satu-satunya yang mampu meyakinkan pengakuan iman bahwa Yesus adalah Tuhan (12:3).
• Darinya datang kebijaksanaan yang dikomunikasikan Paulus kepada orang-orang beriman (2:10-16).
• Roh itu juga memimpin komunitas melalui karisma-karisma (12:7-11).
• b) Komunitas orang-orang kudus
• Gereja dipahami sebagai komunitas dari mereka yang telah dikuduskan dalam Kristus Yesus (1:2).
• Gereja itu kelihatan dalam komunitas lokal, dimana semua anggotanya dalam kesatuan dengan semua
yang dipanggil dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
• Gereja itu adalah ladang, bangunan Allah (3:9), dibangun atas dasar Kristus (3:11) dimana tinggal Roh
Kudus (3:16), tubuh Kristus sendiri, dimana tidak ada pembedaan Yahudi, Yunani, budak maupun
orang merdeka (12:12-13).

31
• Ciri khas fundamentalnya adalah kesatuan: yang memulai perpecahan antar anggotanya hanya
mengoyak tubuh Kristus (1:13).
• Seseorang masuk menjadi anggota Gereja melalui baptisan (1:12-15; bdk. 10:2; 12:13).
• Tubuh Kristus itu kelihatan juga dalam perjamuan Tuhan:
• di dalamnya diaktualisasikan solidaritas diantara para saudara yang merupakan buah mulia dari
kematian Kristus (11:23-29; bdk. 10:16-17).
• Solidaritas itu tidak mengesampingkan kemungkinan memisahkan diri dari saudara-saudara yang tidak
melakukan tugasnya (5:11):
• tetapi “pengucilan” itu memiliki fungsi “mengobati”, karena merupakan keselamatan bagi mereka
(5:5).
• Kesatuan umat beriman berjalan beriringan dengan kemajemukan karisma yang dibagikan Roh kepada
seseorang demi kegunaan bersama (12:4-11).
• Seperti anggota tubuh, demikian juga karisma, meskipun paling tidak penting, semuanya memiliki
martabat yang luar biasa, dan
• karena itu harus dihormati dan dikembangkan (12:12-27).
• Mereka tidak membentuk perpecahan, karena mengambil darah kehidupan mereka dari cinta, yang
adalah karunia Allah,
• satu-satunya yang mampu untuk membangun Gereja (13:1-13; bdk. 8:1-3).
• Kesamaan martabat dari karisma itu tidak menapikan ada hirarki diantara mereka dalam sudut pandang
pembangunan Gereja (12:28-30).
• Pertama adalah rasul (12:28), yang merupakan pelayan Kristus (4:1) dan hamba dari komunitas (3:21-
22).
• Mereka harus menghadirkan dalam hidup mereka sendiri salib Kristus, sehingga menjadi model bagi
semua orang kristiani (4:9-16).
• Sebagai seorang rasul, Paulus adalah pendiri komunitas (9:2), kepada siapa Injil pertama kali
diwartakan (4:9-16).
• Ia tidak ragu menghadirkan dirinya pada komunitas sebagai contoh untuk ditiru (4:16; 9:19-23).
• Kepada para pewarta, orang beriman harus memberikan penghormatan,
• dengan menghindari menggunakannya membuat perpecahan di komunitas (4:6).
• Setelah para rasul, peran yang lebih besar dalam Gereja adalah sebagai nabi, yang “yang berbicara pada
manusia untuk membangun, menasehati dan menghibur” (14:3).
• Lebih jauh ke bawah urutan kepentingan (setelah melakukan mukzijat, menyembuhkan, melayani)
terletak karisma pemerintah,
• yang bersaing dengan para pemimpin masyarakat setempat (12:9-10,28-30; bdk. 16:15-16).
• Paulus tidak menolak karisma berbicara dalam bahasa roh (glossolalia),
• Tetapi ia juga menyadari resiko yang ditimbulkannya (14:1-25).
• Untuk melatih glossolalia, seperti pada nabi-nabi, Paulus membuat pedoman ketat sehingga tidak ada
terjadi pelanggaran atau skandal (14:26-40).
• c) untuk moralitas pelayanan
• Semua anggota Gereja harus membuang semua noda masa lalu (5:11; 6:9-10).

32
• Secara khusus Paulus sangat menuntut pada yang berkaitan dengan hidup seksual,
• yang menemukan artinya yang sebenarnya dalam saling cinta dari pria dan wanita (6:16) hidup dalam
lingkungan keluarga (7:3-6):
• ia menegaskan keabsahan perkawinan tanpa perceraian (7:10).
• Bagi yang tidak menikah ia mengusulkan agar selibat,
• Karena dalam prospektif parusia yang mendekat, dapat menjamin layanan yang tidak terbagi untuk
Tuhan lebih dari pernikahan (7:25-35).
• Dalam hidup moral sangat berperan hati nurani,
• yang memungkinkan dia menyimpulkan garis-garis perilaku yang praktis (8:7-13).
• Orang beriman juga harus memperhatikan sensibilitas orang asing,
• yang mungkin mereka dikejutkan oleh perilaku yang sangat bebas dan amoral (10:32; bdk. 5:1; 11:14).
• Ide-ide dari keseluruhan surat adalah cinta,
• yang datang dari Allah dan diungkapkan dalam kematian Kristus di salib dan karunia Roh Kudus.
• Cinta sedemikian menghadirkan sumber sejati dan alasan satu-satunya keberadaan Gereja;
• itu membuat hubungan orang-orang percaya di antara mereka sendiri dan dengan semua orang secara
radikal diperbarui.
• Dibangun atas cinta, Gereja adalah tanda dari pengharapan untuk seluruh kemanusiaan, dimana muncul
dunia baru.

1 Kor 7

• 1 Kor 7 dibagi atas 3 bagian, yaitu:


• A. Tentang orang-orang yang menikah, sekarang atau sebelumnya (ay 1-16)
• B. Prinsip umum: tinggal dalam keadaannya masing-masing (ay 17-24)
• A’ Tentang perawan dan wanita bersuami (25-40)
Tentang orang-orang yang menikah (ay 1-16)
• Ada empat masalah yang perlu dijawab oleh Paulus, yaitu:
• pertama, tentang hubungan seksual dalam perkawinan (ay 1-7);
• kedua, tentang yang tidak kawin dan janda-janda (ay 8-9);
• ketiga, dapatkah atau haruskah berpisah suami-istri (ay 10-11);
• keempat, tentang perkawinan campur (ay 12-16).
• Untuk menjawab permasalahan pertama, Paulus mengatakan bahwa baiklah seorang laki-laki tidak
memiliki hubungan seksual dengan seorang wanita (ay 1b).
• Jawaban dari Paulus sendiri bukanlah suatu keputusan, tetapi lebih pada suatu ketentuan umum:
“alangkah baik (καλόν)”.
• Ini adalah kelonggaran (ay 6).
• Yang ideal adalah tidak kawin (ay 1b; bdk. Ay 7).
• Konteks ay 2-5 lebih pada intimitas antara suami dan istri,

33
• tetapi konteks jawaban yang diberikan lebih pada suatu penilaian konkret: untuk menghindari
percabulan.
• Dengan ini jelas bahwa referensinya adalah 1 Kor 6:12-20, khususnya perintah agar menjauhi
percabulan (1 Kor 6:18a).
• Percabulan tidak dapat diterima karena meniadakan persatuan dengan Kristus (1 Kor 6:15-17);
• <=> pasangan saling memiliki secara seksual satu sama lain (ay 2).
• Paulus berbicara secara konkret tentang situasi di Korintus.
• Orang-orang Kristen di Korintus tidak ragu untuk mengunjungi pelacur.
Ada dua kemungkinan alasannya, yaitu:
• Pertama: untuk menegaskan superioritas spiritual mereka;
• Kedua: karena ada suami-istri yang tidak lagi saling memenuhi kewajibannya satu sama lain ( bdk. ay.
3).
• Jika persatuan dengan seorang pelacur adalah suatu alternative untuk persatuan dengan tuhan, maka
bukan demikian antara suami dan istri.
• Akan tetapi ay 2b masih menyisakan kesulitan.
• Anjuran Paulus adalah: “baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan
mempunyai suaminya sendiri.”
• Paulus tidak secara tegas mengatakan baiklah setiap orang “kawin”,
• dan juga:
• apakah “mempunyai” seorang istri itu berarti “mengambil” seorang istri?
• Dalam Kel 2:1; Ul 28:30; Yes 13:16 “mempunyai seorang istri” berarti “melakukan hubungan seksual”
• atau secara sederhana “dalam situasi pernikahan”
• atau untuk melanjutkan hubungan seksual dengan seorang wanita atau laki-laki (bdk. 1 Kor 5:1;7:29;
Mrk 6:18; Yoh 4:18).
• Paulus tampaknya mau mengatakan bahwa agar setiap laki-laki yang sudah menikah melanjutkan
hubungannya dengan istrinya,
• dan demikian:
• juga setiap istri, tentu dengan segala hak perkawinan, termasuk hubungan seksual.
• Ay 3-4 mengulang kembali anjuran dalam ay 2 dengan menegaskan dua hal:
• 1) hubungan seksual ada hanya dalam perkawinan (ay 3); karena
• 2) tubuh mereka masing-masing bukan lagi milik mereka tetapi milik pasangan mereka (ay 4).
• Ay 3: τὴν ὀφειλὴν ἀποδιδότω (memenuhi kewajiban) merupakan kalimat yang biasa digunakan dalam
papyrus untuk mengatakan “membayar utang”.
• Ini berarti suami-istri berutang satu dengan yang secara seksual.
• Bahwa ἀποδιδότω merupakan bentuk imperativus presentis, maka berarti suatu perintah dan
kewajiban.
• Yang satu berada di bawah "kekuasaan" dari yang lain bukan hanya dalam hubungan seksual "karena
dalam” pernikahan,
• tetapi melalui pemberian diri yang unik.
• Dengan pengertian bahwa dalam perkawinan seseorang tidak lagi “memiliki” tubuhnya sendiri,

34
• Paulus masuk kepada perilaku dari teman bicaranya yang berusaha lari dari hutang perkawinan (ay 5).
Bagi Paulus, berhenti dari hubungan seksual hanya dalam 3 situasi, yaitu:
• 1) atas persetujuan kedua belah pihak,
• 2) untuk sementara, atau
• 3) atas motif religious.
• Situasi pertama berfungsi untuk menghindarkan kesewenangan satu pasangan terhadap yang lain;
• yang kedua memperhitungkan askese seksual dalam batas ketahanan;
• ketiga dalam bingkai tradisi rabbinis: waktu yang digunakan untuk mempelajari secara khusus
hokum/torah dan dalam doa.
• Tampaknya Paulus mau mengungkapkan kesetaraan melawan pandangan umum yang mengatakan
bahwa hubungan seksual adalah hak dan suami dan kewajiban dari seorang istri.
• Bagi Paulus, hubungan seksual adalah penyatuan dan juga penegasan bahwa keduanya adalah milik
satu sama lain.
• “Saling menjauhi” adalah agar ada waktu untuk berdoa (lih. ay 33-34),
• dan
• “sementara waktu” supaya mereka hidup bersama lagi.
• “Iblis jangan menggodai karena tidak tahan bertarak”, adalah tujuan secara keseluruhan,
• sebagai tekanan dari Paulus untuk tidak menjauhi agar seseorang jangan menempatkan pasangannya
masuk ke dalam godaan.
• Ay 7 mengulangi kembali isi dari ay 1b: berpantang seksual adalah hal terbaik bagi Paulus.
• Akan tetapi, perkawinan juga bagi Paulus adalah lingkup natural dan dikehendaki oleh Pencipta yang
di dalamnya ada relasi seksual, yang berbeda dengan hubungan seksual dengan pelacur.
• Persatuan seksual antara suami dan istri cocok dengan persatuan pada Kristus.
Tentang ἄγαμος (yang tidak kawin [laki-laki yang dulunya menikah dan sekarang tidak lagi? Duda?])
dan janda-janda (ay 8-9) dipecahkan dengan tiga penegasan:
• 1) tinggal dalam keadaan mereka sebagaimana adanya, terlepas dari persatuan perkawinan dan bebas
dari hal-hal yang berkaitan dengan persetubuhan;
• 2) bagi yang tidak sanggup bertarak, menikahlah (γαμησάτωσαν [bentuk imperatif]) mereka;
• 3) pembenaran dari pilihan kedua adalah prinsip: lebih baik kawin daripada hangus oleh hawa nafsu.
• Dalam hal ini perkawinan adalah “obat untuk nafsu”, tetapi hanya dalam kasus ini.
• Bagi mereka yang terikat perkawinan (ay 10-11) Paulus memancarkan perintah Yesus (Mrk 10:11-12
par).
• Praktek bahwa isteri menceraikan suami adalah dalam hokum kekeluargaan Yunani dan Romawi.
• Klausul dalam ay 11a adalah dalam kasus seorang wanita yang berpisah
• – tetapi bukan demikian berlaku bagi seorang laki-laki yang terpisah –
• untuk memastikan bahwa situasi demikian bukan memberi hokum untuk menikah lagi.
• Pada perkawinan campur (ay 12-16):
• ada ketentuan umum untuk orang beriman:
• tetap tinggal dalam kondisi sebagaimana mereka ketika pertobatan,
• akan tetapi diberikan pada partner yang beriman untuk bercerai:

35
• apabila pasangannya yang tidak beriman menolak untuk hidup bersama.
• Pasangan yang beriman tidak harus bercerai:
• apabila pasangannya yang tidak beriman memungkinkan untuk hidup bersama,
• karena ini dikuduskan oleh persatuan dengannya,
• dan ditambahkan jika tidak demikian anak-anak adalah cemar,
• tetapi, dengan cara yang dikatakan Paulus, mereka adalah anak-anak kudus.
• Akan tetapi Paulus berbicara tentang ketidakcemaran dan kekudusan yang mana?
• Paulus tampaknya mau mengatakan bahwa bersatu dengan pasangan kristiani,
• orang yang tidak beriman – juga anak-anak – masuk dalam lingkup vital yang di dalamnya bekerja dan
berpengaruh kekuatan yang menguduskan dari keberadaan kristiani.
• Paulus juga memberi kemungkinan:
• jika pasangan yang tidak beriman itu menolak untuk hidup bersama, orang beriman itu tidak terikat.
• Akan tetapi ay 15b memberi suatu kesulitan:
• “Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.”
• Juga ay 16.
• Bisa dua kemungkinan:
• pertama, panggilan Allah untuk hidup dalam damai harus mendorong untuk tidak bercerai,
• agar bisa membawa pasangan yang tidak beriman kepada keselamatan;
• kedua, menguatkan pilihan untuk berpisah, karena menunggu pertobatan dari parner dianggap tidak
terlalu pasti.
• Pendapat dari para komentator berbeda-beda.
Jika suami meninggal (ay 39-40)
• Jika suami meninggal berlaku juga nasehat seperti pada ay 8-9 dan 10-11,
• tetapi ada penjelasan:
• ikatannya dengan suaminya adalah tidak terpisahkan,
• tetapi hanya sampai dalam hidup ini,
• kalau suami meninggal,
• maka ia bebas untuk perkawinan kembali, tetapi dengan orang beriman.
• Akan tetapi Paulus tetap menyampaikan pilihan idealnya:
• lebih baik tinggal dalam keadaan demikian (tak menikah lagi).

36

Anda mungkin juga menyukai