Anda di halaman 1dari 17

EFREM

Genre dari Surat-surat Kiriman


Implikasi-Implikasi Penafsiran
Pertimbangan-pertimbangan umum (Hal 383-390)
Surat kiriman adalah sejenis surat. Surat-surat di PB memiliki nilai
kesusastraan, formal dan artistik yang lebih rendah dibanding dengan surat edaran
klasik Yunani. Namun, surat-surat PB memiliki ciri lebih panjang, struktur lebih baik,
dan memiliki uraian lebih baik dibanding sekedar korespondensi pribadi (surat yang
ditulis secara pribadi - heart to heart). Surat-surat PB memberikan uraian yang
mengajar, dan juga menimbulkan proses belajar.
Surat-surat PB berisi tentang Teologi dan Etika, itu karena ini adalah hasil
tulisan dari para rasul dan pemimpin gereja mula-mula kepada komunitas dan
individu kristen.
Surat ini memberikan penafsir tugas yang lebih mudah dibanding menafsir
kitab-kitab lain. Surat-surat PB ditulis oleh para penulis surat dengan kepercayaan
mereka pada doktrin yang disebarkan dan mereka juga menaati pengajaran yang
mereka ajarkan.
Mari kita lihat Kitab Roma. Roma dituliskan dimana Paulus rindu mengajarkan
tentang rancangan keselamatan Allah secara universal (1:18-3:20), pembenaran
dalam Kristus (3:21-5:21), penyucian dalam Roh dan kemuliaan di masa depan
(6-8). Tentang transformasi tubuh dan pikiran (12:1-2), penggunaan karunia rohani
(12:3-8), kasih dan kepatuhan (12:9-13:14), mengendalikan kebebasan diri
(14:1-15:13).
Walau adalah genre yang memiliki pengajaran paling kuat dan langsung (to
the point), namun surat ini adalah tulisan yang paling terikat oleh “Situasi dan
kondisi”. Jadi, para penulis menulis surat-surat itu dengan situasi dan kondisi khusus
kepada komunitas atau pribadi yang sedang menghadapi masalah khusus juga.
Disinilah tantangan bagi para penafsir dalam melihat “situasi dan kondisi”
tersebut dan melihat apa tujuan dari penulisan tersebut. Ketika telah mengetahui hal
tersebut, maka barulah bisa memisahkan prinsip-prinsip yang tidak terikat oleh
waktu (Nasihat yang akan selalu berlaku di zaman apapun). Seperti dalam 1
Korintus 11, tertulis tentang penutup kepala, hal itu tidak bisa dikenakan pada
kebanyakan budaya Kristen masa kini (banyak yang tidak mempedulikan apa yang
dipakai diatas kepala (banyak pengecualian).

Konteks Histori juga membantu dalam menentukan pengaplikasian yang


tepat, namun kadang-kadang juga surat itu sendiri telah memberikan petunjuk yang
jelas.
Mari lihat teks tentang Perjamuan Kudus 1 Kor. 11:27-29.
27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum
cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28 Karena itu hendaklah
tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum
dari cawan itu. 29 Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh
Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.
Masalah utama dari orang-orang Korintus adalah pada kerakusan mereka
terhadap makanan dan kemabukan. Tindakan mereka merusak kebenaran teologis
dari kesatuan tubuh, karena mereka yang rakus menghilangkan hal orang lain untuk
mendapatkan makanan dan minuman yang cukup. Lihat ay. 21
21 Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya
sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.
Jadi, jika ada anggota gereja yang mengacuhkan kebutuhan sesamanya
(dalam arti lain itu merusak tubuh Kristus), maka mereka tidak layak untuk mengikuti
Perjamuan Meja Tuhan. Namun jangan disalah artikan bahwa mereka yang merasa
“tidak layak” harus menahan diri mengikuti Perjamuan Kudus. Kata yang dipakai di
sini adalah “dengan cara yang tidak layak”.

Contoh lain:
Sebuah keuntungan dalam surat-surat Paulus, pembacaan dari awal hingga
akhir dari surat umum itu mengungkapkan berbagai detail spesifik tentang audiens
dan kondisi tertentu yang relevan dengan surat tersebut.
Namun, kalau dibanding dengan KPR (Historis), maka informasi yang
didapatkan seringkali menghasilkan beberapa data tambahan (walau tidak
semuanya bisa dijadikan sebagai data tambahan) dan itu bisa menambah wawasan
atau gambaran.
Dari Surat Filipi, kita bisa mempelajari Latar belakang tentang para
penentang Paulus di kota Filipi melalui surat itu sendiri (Fil. 1:15-18; 3:2-11).
Dari KPR, kita bisa melihat sikap kepercayaan kepada takhayul dan
penyembahan berhala di Galatia yang dihadapi oleh Paulus (KPR 14:11-13;
Gal. 3:1).
Dari 1 Kor. (5; 6:12-20;7) kita bisa melihat bahwa di kuil Aphrodite, kuil
yang diabngun di atas sebuah puncak tebing, dan menjadi menara paling
tinggi di Kota Korintus itu memiliki lebih dari 1000 pelacur suci (laki-laki dan
perempuan). Makanya Paulus dengan gencar menyinggung tentang moralitas
seksual dalam surat Korintus.

Tapi, tidak semua surat kiriman itu dapat dikenakan pada konteks historis
begitu saja. Contoh kasus ada pada surat Galatia, dimana Galatia diperdebatkan
apakah itu dituliskan pada Galatia Utara atau Selatan dan apakah pada masa awal
atau akhir (yaitu sebelum atau sesudah sidang para rasul di Kis. 15). Surat Ibrani
dan banyak surat umum seperti Yakobus, 1&2 Petrus, 1,2&3 Yohanes dan Yudas
sangat sedikit mengungkapkan tentang alamat dan tanggal penulisan surat.
Ada juga surat yang ditulis Paulus seperti Efesus, Kolose, 1&2 Timotius dan
Titus dianggap sebagai surat pseudonym (samaran). Yakni surat ini adalah surat
yang ditulis oleh orang lain, namun mengatasnamakan nama rasul atau figur
pemimpin Kristen.
Salah satu contoh kasus dari 1 Timotius. Ada yang menyangkal bahwa surat
ini bukan ditulis oleh Paulus, melainkan satu generasi setelah Paulus, yaitu murid
Paulus, ketika gereja telah memiliki kelembagaan yang kuat, namun jatuh kepada
patriotisme (semangat, rela memberikan segalanya) buta. Disaat itu juga gereja
tidak lagi menjalankan nilai egaliter total (kesetaraan) yang diajarkan Yesus dan
Paulus, sehingga mereka jatuh kepada kebiasaan dan budaya buruk di sekitarnya.
Makanya pandangan dalam 1 Tim 2:12, tentang perempuan yang dilarang mengajar
itu dapat diabaikan oleh umat Kristen masa kini.

FORAN
Pertimbangan-pertimbangan Spesifik

Untuk menafsirkan Surat-surat Kiriman PB secara tepat, kita perlu mem-


perbandingannya dengan surat-surat zaman purbakala lainnya dari dunia Greco-Roman.
Sebuah struktur yang hampir tipikal (khas), yang bahkan para murid abad pertama pun
didorong untuk mengikutinya, dimulai dengan sebuah salam pembukaan
(identifikasi dari sang penulis, para penerima, dan sejenis ucapan salam)
dan sebuah doa atau pernyataan syukur atas keadaan baik dari para
penerima surat. Selanjutnya, penulis akan melanjutkan ke dalam isi surat
tersebut, yang mencantumkan alasan (-alasan) utama penulisan surat
tersebut. Jika sang penulis memiliki nasihat atau dorongan semangat
untuk disampaikan, maka itu disampaikan setelah isi surat. Sebuah
ucapan perpisahan penutup mengakhiri dokumen ini."

Pemahaman akan peraturan-peraturan seperti itu akan memampukan para penafsir


memahami apa yang bersifat tipikal atau atipikal yang terdapat dalam Surat-surat Kiriman
PB. Doa dan ucapan syukur pembuka, yang pasti bersifat lebih teologis dibandingkan
rata-rata surat "sekuler" lainnya, sebenarnya menampilkan sebuah tata krama yang bersifat
umum yang menjadi perhatian semua penulis. Di pihak lain, ketika surat Galatia dak
mengandung ucapan syukur (kalau Paulus ingin menulisnya, ia akan tuliskan di antara ayat
1:5 dan 1:6), dan ketika surat 1 Tesalonika mengandung dua ucapan syukur (1 Tes. 1:2-10;
2:13-16), maka para pembaca harus memberikan perhatian khusus atasnya (karena iman,
ketekunan dan kasih mereka. Untuk menekankan betapa seriusnya kejatuhan orang-orang
Galatia ke dalam legalisme, Paulus mengabaikan peraturan-peraturan standar dan secara
langsung meluncur ke dalam inti kecamannya atas mereka. Sebaliknya, Paulus menemukan
kata-kata ucapan syukur yang lebih banyak bagi jemaat Tesalonika dibandingkan dengan
gereja apostolik mana pun juga. Jadi, tidak mengherankan kalau ia harus memasukkan sebuah
bagian ucapan syukur tambahan yang tidak umum dilakukan orang.

Untuk paragraf 1 dan 2:


Dalam menafsirkan surat-surat kiriman PB secara tepat, yang perlu dilakukan adalah
memperbandingkannya dengan surat-surat zaman purbakala lainnya, dimulai dengan sebuah
salam pembukaan, doa, dan alasan-alasan utama dari penulisan surat.

Contohnya:

- Di dalam surat Galatia tidak terdapat ucapan syukur (Surat Paulus kepada jemaat di
Galatia yang langsung kepada inti surat?)
- Dalam surat 1 Tesalonika terdapat dua ucapan syukur (1Tes. 1:2-10; 2:13-16).

Para sarjana membagi surat-surat Greko-Roman (Tulisan yang mengacu pada wilayah
Yunani dan Roma dengan budayanya pada saat itu yang tentnunya memberi pengaruh) ke
dalam beberapa subgenre. Sepucuk surat seperti 1 Tesalonika mengilustrasikan surat
"parenetic" atau surat peringatan. Semua pujian yang Paulus tumpahkan ke atas
orang-orang Tesalonika, merupakan bagian dari strategi penulisan la memberi mereka
sejumlah pengajaran moral yang sangat tajam di 4:1-12 (khususnya tentang etika seksual dan
bisnis), dan mengoreksi pandangan-pandangan teologi yang krusial di 4:13-5:11 (tentang
Kedatangan Kedua dari Kristus). Namun ia dengan bijaksana mempersiapkan sa pembacanya
untuk menerima peringatan ini dengan membangun. sahabatan dengan mereka dan dengan
menekankan betapa baiknya mereka mengalami pertumbuhan dan betapa kecilnya kebutuhan
mereka kan pengajaran tambahan."

Subgenre kedua adalah diatribe: sebuah metode pengajaran yang bersifat


percakapan, di sini penulis menanggapi dan menjawab keberatan-keberatan hipotetikal dari
para penentangnya. Kebanyakan bagian dari surat Roma 1-11 dapat dimasukkan ke dalam
klasifikasi ini. Jadi, ketika Paulus sering kali menjawab keberatan-keberatan atas presentasi
Injil yang disampaikannya (Rm. 3:1, 9; 4:1; 6:1, 15; 7:7), Roma 3:1, 9 (TB) Jika demikian,
apakah kelebihan orang Yahudi dan apakah gunanya sunat? Jadi bagaimana? Adakah kita
mempunyai kelebihan dari pada orang lain? Sama sekali tidak. Sebab di atas telah kita tuduh
baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa,
Roma 6:1 (TB) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun
dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? para pembaca perlu berasumsi
bahwa orang-orang yang mengajukan keberatan sebut memang hadir dalam gereja di Roma.
Kemungkinan besar, Pa sedang mengantisipasi segala jenis pertanyaan yang mungkin da dan
ia menjawab semua pertanyaan tersebut sebelum sungguh-sung diajukan."

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para penentang, walaupun itu masih belum
ditanya.

Sebuah subgenre lain dari surat kiriman adalah surat pengantar rekomendasi, yang
dirancang untuk memperkenalkan pembawa surat kepada penerima surat sebelum
mengajukan permohonan bantuan tertentu. Sering kali, penulis surat tersebut merupakan
sahabat dekat atau kerabat dari (para) penerima surat yang berjanji akan membalas kebaikan
hati yang akan ia terima. Surat Filemon merupakan contoh dari genre ini. Paulus meminta
Filemon untuk menerima kembali budaknya, Onesimus yang telah melarikan diri, tanpa
menghukumnya, Paulus juga berjanji untuk membayar kembali segala kerugian yang
ditimbulkan Onesimus, dan mengingatkan hutangnya (Filemon) kepada Paulus. Keseluruhan
surat merupakan sebuah mahakarya taktik dan persuasi yang di dalamnya Paulus menempuh
jalur sulit yang memadukan antara permohonan dan tuntutan. Karena surat rekomendasi
merupakan sebuah genre penulisan yang sudah dikenal umum, Paulus mengharapkan Filemis
dapat memenuhi permintaannya."

Untuk paragraf 3-5:

Pembagian surat-surat Greko-Roman ke dalam beberapa subgenre:

Pertama, Parenetic adalah surat yang berisikan peringatan


Kedua, diatribe adalah sebuah metode pengajaran yang bersifat pengajaran
Ketiga, surat pengantar atau rekomendasi adalah surat yang berisikan permohonan

Tidak setiap subgenre yang diajukan dalam kritik Surat-surat Kiriman adalah sejelas
contoh-contoh yang terdapat dalam surat 1 Tesalon Roma, dan Filemon. Namun
bagaimanapun juga, sejumlah pendapat lainnya layak dipertimbangkan untuk mengasah
pendekatan hermeneutika kita. Kebanyakan bagian dari 2 Korintus 1:17 dan sampai pasal
7 sepertinya membemak sebuah surat apologetis tentang penghargaan diri sendiri, sebuah
benak retorika pembelaan-diri yang terkenal dalam dunia Greko-Romas Meskipun Paulus
merasa kecut hati karena retorika kosong yang disampaikan oleh para penentangnya di
Korintus, namun ia tetap merancang sebuah respons yang tersusun dengan rapi dan
mengandung nilai retorika yang tinggi. Secara khusus, pasal 10-13 mengandung ironi yang
tajam dan sejenis kesombongan yang absah yang secara khusus diterapkan oleh para ahli
retorika. Pemahaman akan strategi yang dipakai Paulus akan mencegah kita melakukan
kesalahpahaman dalam membaca 1 Korintus 2:1-5. 1 Korintus 2:1-5 (TB) Demikianlah pula,
ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang
indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu.
Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus
Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.
Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.
Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang
meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh,
supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.

Paulus tidak menolak seluruh standar hikmat "sekular" yang ada di zamannya; ia hanya
menolak segala sesuatu yang secara keras menentang Injil tentang salib Kristus. Dengan
tuntunan Roh Kudus, ia dengan penuh sukacita menerapkan perangkat-perangkat retorika
untuk meyakinkan para pembacanya atas pandangannya. Komunikasi Kristen yang baik dari
era mana pun juga seharusnya terjadi seperti apa yang dilakukan Paulus di atas.

Ada banyak orang pada saat itu dengan hikmat manusia, memiliki retorika tersendiri untuk
membela diri mereka dengan hikmat itu sendiri dan hal ini juga bertentangan dengan apa
yang diajarkan Paulus. Mereka juga bisa menyerang paulus sewaktu-waktu sehingga bisa
orang bisa tidak percaya lagi serta meninggalkan dia. Tetapi paulus menggunakan retorika
juga untuk melawan para penentang tersebut.

Untuk paragraf 6:

SURAT APOLOGETIS PENGHARGAAN DIRI SENDIRI,


SEBUAH RETORIKA PEMBELAAN DIRI

Cara lain untuk mengategorikan Surat-surat Kiriman dilakukan berdasarkan jenis retorika
yang terdapat di dalam setiap surat yang ada Orang-orang Yunani dan Romawi purba
membedakan tiga jenis retorika utama: judisial (usaha untuk meyakinkan suatu audiens
tentang kebenaran atau kesalahan dari suatu tindakan di masa lalu), deliberatif (percobaan
untuk mendesak orang-orang tertentu untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
berdasarkan pertimbangan manfaat die tindakan tersebut yang akan dilakukan di masa yang
akan datang), dan epidesktik (penggunaan pujian atau celaan untuk mendorong org orang
mengafirmasi sebuah pandangan atau seperangkat konsep nilai & masa kini). Sebuah
penyampaian retorika yang lengkap mengandung semua fitur berikut, meskipun
kadang-kadang satu atau lebih bagiann tidak disertakan:

Exordium: menyatakan penyebab dan menarik perhatian dan simpati dari audiens

Narratio: menghubungkan latar belakang dan fakta-fakta dan kasus yang ada

Proposition: menyatakan apa yang telah disetujui dan apa yang telah ditolak

Probatio: mengandung bukti-bukti berdasarkan kredibilitas dan sang pembicara; merangsang


perasaan dan/atau argumentasi logis dari para pendengar

Refutatio: menyangkal argumentasi-argumentasi dari para penentang

Peronatio: merangkum argumentasi dan berusaha meningkatkan emosi-emosi dari para


pendengar.

Dari Surat-surat Kiriman PB, banyak di antaranya yang cukup dekat menyamai struktur di
atas. Sebagai dasar untuk menggambarkan garis besar dari Surat-surat Kiriman PB,
pemahaman diatas mampu membantu para penafsir memahami bagaimana tiap bagian dari
sebuah surat menjalankan fungsinya. Sebagai contoh, dalam 2 Tesalonika 2:1-2 mengandung
sebuah tesis atau proposition(n) yang atasnya keseluruhan surat dibangun-hari Tuhan tidak
sesegera terjadi sebagaimana yang diajarkan dan dipercaya di dalam sejumlah Gereja Galatia
3-4 mengumpulkan bukti-bukti (probatio) untuk mendukung pengajaran Paulus tentang
dibenarkan oleh iman dalam 2:15-21 Semua bukti yang dikumpulkan tersebut
mengungkapkan keragaman argumentasi yang dapat diterapkan oleh seorang penulis atau
pembicara masa purba dalam usahanya untuk meyakinkan orang lain, yang juga merupakan
strategi- strategi yang tetap dapat kita gunakan secara efektif pada masa kini. Bukti-bukti
yang ditampilkan di antaranya mencakup argumentasi- argumentasi yang berasal dari:
pengalaman pribadi yang tak terbantah- kan (penerimaan Roh Kudus oleh orang-orang
Galatia, 3:1-5 versus kehidupan mereka dahulu sebagai orang-orang non-Kristen, 4:8-11),
Kitab Suci (Kej. 15:6; Kej. 12:3, Ul. 27:26; Hab. 2:4, Im. 18:5; dan Ul. 21:23 dalam Gal.
3:6-14); praktik umum umat manusia (dalam membuat perjanjian, menjaga para tahanan, dan
memberikan harta warisan, 3:15-18, 21-22; 4:1-7); tradisi Kristen (khususnya dalam baptisan,
1:26-29); persahabatan (4:12-20; dan sebuah analogi (dengan pembuatan perjanjian
Abraham, 4:21-31).

Usaha untuk menentukan jenis retorika dari sebuah surat kiriman menjadi rumit ketika para
penulis mencampuradukkan dua atau tiga jenis retorika yang ada. Hampir semua surat dalam
PB dirancang dengan fungsi khusus, karena tujuan utamanya adalah memberitahukan
bagaimana para orang percaya harus bertindak atau tidak bertindak. Selanjutnya, kita tetap
dapat membedakan sebuah penekanan khusus yang terdapat, katakanlah, antara 2 dan 3
Yohanes 14 Surat 3 Yohanes keli- katanya sangat bersifat epidesktik-"sang penatua) memuji
Gayus atas gaya hidup dan keramahtamahan Kristianinya. Meskipun dorongnya untuk
melanjutkan semua itu dengan setia, Gayus tidak perlu diyakinkan akan perilaku
kehidupannya yang sudah benar. Namun dalam 2 Yohanes, sang penatua utamanya
menerapkan retorika deliberatif menasihatkan "Ibu yang terpilih" tentang jalan yang harus
ditempuh dalam kaitan dengan para pengajar sesat yang telah meninggalkan komunitas
mereka. Kita juga harus mengenal audiens kita-kapan harus memberi pujian dan kapan
memberi dorongan semangat. Umat Kristen yang setia tidak memerlukan lebih banyak
khotbah yang memberitahukan mereka alasan mengapa mereka harus melakukan apa yang
sudah mereka ketahui -harus mereka lakukan. Di era yang dipenuhi dengan motivasi yang
lahir dari rasa bersalah, kita dapat mengubahnya dengan lebih banyak memberikan pujian!
Sebaliknya, dalam konteks pekabaran Injil dan dalam dunia (atau Gereja) pasca modern yang
semakin sekuler dan menyembah berhala, kami tidak berani berasumsi bahwa orang-orang
memahami atau menerima logika dan isi dari dasar kepercayaan dan moral Kristen. Kita
perlu menghadapi mereka dengan strategi-strategi yang dirancang secara baik dan teliti.

Analisis retorika juga mampu membuktikan kesatuan dari surat-surat kiriman yang
sebelumnya dianggap sebagai karya-karya campuran. K telah menyinggung hal ini ketika
membahas surat Filipi dan 2 Korintus 1-7 di atas. Contoh ketiga adalah surat Roma. Sejumlah
sarjana mengidentifikasi daftar yang panjang tentang ucapan-ucapan salam di pasal 16
sebagai lampiran yang salah tempat, mungkin merupakan akhir dari surat Efesus. Penjelasan
yang benar adalah, Paulus mengakhiri surat yang ditujukan kepada jemaat di Roma dengan
sebuah retorika epideiktik dengan subgenre sebagai sepucuk surat ambassadorial (kedutaan)
Artinya, Paulus membuka jalan bagi rencananya mengunjungi kota Roma dengan
mengungkapkan pemahamannya tentang Injil kepada gereja di sana dan dengan menjelaskan
tujuan dari perjalanannya. Cara ternak yang dapat dilakukan agar berita yang disampaikan
dapat didengar adalah dengan menyebut nama setiap individu yang ia kenal di dalam gereja
di kota Roma. Tentang hubungannya dengan Priskila dan Akwila mungkin hal itu terjadi
ketika mereka bertemu atau bekerja bersama di tempat lain dalam kerajaan Romawi.

Untuk yang terakhir:

Tiga jenis retorika yang ada dalam surat-surat kiriman:


judisial (usaha untuk meyakinkan suatu audiens tentang kebenaran atau kesalahan dari suatu
tindakan di masa lalu). Kisah Hawa (2 Korintus 11:3)
deliberatif (percobaan untuk mendesak orang-orang tertentu untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan manfaat die tindakan tersebut yang akan
dilakukan di masa yang akan datang). Contoh 2 Yohanes
epidesktik (penggunaan pujian atau celaan untuk mendorong org orang mengafirmasi sebuah
pandangan atau seperangkat konsep nilai & masa kini). Contoh 3 Yohanes

Exordium: menyatakan penyebab dan menarik perhatian dan simpati dari audiens

Narratio: menghubungkan latar belakang dan fakta-fakta dan kasus yang ada

Proposition: menyatakan apa yang telah disetujui dan apa yang telah ditolak

Probatio: mengandung bukti-bukti berdasarkan kredibilitas dan sang pembicara; merangsang


perasaan dan/atau argumentasi logis dari para pendengar

Refutatio: menyangkal argumentasi-argumentasi dari para penentang

Peronatio: merangkum argumentasi dan berusaha meningkatkan emosi-emosi dari para


pendengar.

Contoh: Galatia 3-4 mengumpulkan bukti-bukti (probatio) untuk mendukung pengajaran


Paulus tentang dibenarkan oleh iman dalam 2:15-21

ANGGI
Keistimewaan-keistimewaan Surat Ibrani dan “surat-surat Kiriman Umum” (Hal
397-400)
Surat Ibrani dan tiga surat kiriman umum. Ada Yakobus, Yohanes dan Yudas dari
genre surat tradisional: Surat Ibrani tidak dimulai seperti sepucuk surat, Yakobus tidak
diakhir seperti sepucuk surat dan 1 Yohanes tidak memuat salam pembuka dan penutup. Surat
Ibrani menyebut dirinya sebagai “kata-kata nasihat” (Ibrani 13:22) Karena istilah ini dalam
seluruh PB hanya muncul di Kisah Para Rasul 13:15 yang saat itu didesain sebagai khotbah,
maka penulis surat Ibrani mungkin saja telah merancang surat ini sebagai sebuah khotbah
tertulis atau homili. Di antara berbagai hal yang terkandung dalam surat ini, jumlah
peringatan terhadap kemurtadan (2:1-4; 3:7-4:11;6:4-12; 10:19-39;12:14-29) kemungkinan
besar tidak bersifat hipotetikal.
Dalam hal ini, hasil studi yang paling signifikan atas genre surat kiriman non-Paulus
adalah karya Peter David yang menganalisis surat Yakobus sebagai sebuah Kiasmus yang
rumit. Terdapat 3 tema yang menonjol : Ujian dan pencobaan, hikmat dan ucapan, kekayaan
dan kemiskinan. Meskipun bagian-bagian tertentu perlu dimodifikasi, namun garis besar
diatas mengulir dua pemahaman yang dipegang secara umum tentang surat ini yaitu:
● Pertama, Surat Yakobus bukan sekedar sebuah koleksi pengajaran-pengajaran yang
tidak saling terkait seperti kitab Amsal atau karya-karya sastra hikmat lainnya.
● Kedua, surat Yakobus isi terutama bukan iman versus perbuatan (meskipun tema
tersebut telah mendominasi para pengikut buku tafsiran sejak Martin Luther).
Meskipun pengajaran tersebut signifikan, dakwaan Yakobus terhadap iman yang tidak
menghasilkan perbuatan (2:18-26) sebenarnya merupakan satu bagian subordinat dari
sebuah topik yang lebih luas dan krusial : penggunaan sumber-sumber materi
seseorang secara layak dan tepat menghasilkan kehidupan yang memuliakan Tuhan”
dan mempromosikan “ gaya hidup bangsa Amerika” seharusnya membaca dan
merenungkan implikasi-implikasi dari 2:15-16 dalam konteks pertanyaan retorika di
ayat 14 (yang harus dijawab dengan “tidak”.

1. Surat 1 Yohanes tidak dimulai dan diakhiri selayaknya sepucuk surat. Diantara
sejumlah pandangan yang ada, mungkin yang terbaik adalah pandangan yang
menyatakan surat ini sebagai sebuah homili deliberatif. Seperti surat Ibrani, surat ini
lebih mirip sebuah naskah khotbah daripada sepucuk surat. Dalam kasus ini, Yohanes
berseru kepada gereja-gereja di Efesus untuk memihak kepadanya dan memeluk
doktrin dan praktik Kristen yang sejati untuk melawan para guru palsu yang
mengajarkan ajaran sesat dan kefasikan serta telah mulai memecahbelahkan gereja
(2:19). Jika Yohanes memang memiliki garis besar di dalam pikirannya ketika ia
menulis surat ini, garis besar tersebut tidak mungkin ditemukan oleh penulis buku
tafsiran terbaik sekalipun. Sebaliknya, mungkin Yohanes sedang menyusun
serangkaian hasil meditasi di sekitar tema-tema “ujian-ujian kehidupan” Yesus
sebagai manusia dan Allah yang sempurna ; ketaatan kepada perintah-perintah Allah
dan saling mengasihi antara sesama sehingga kita tidak seharusnya menambahkan
struktur-struktur lain yang bukan dimaksudkan Yohanes.
2. Surat Yudas merupakan ilustrasi yang baik tentang kekhususan genre dan teknik
penafsiran bangsa Yahudi atas midrash, meskipun tanpa disertai berbagai detail yang
bersifat fiktif. Ayat 3-4 mengungkapkan tujuan surat Yudas secara singkat: “Aku
meras terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu
tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada
orang-orang kudus. Sebab ternyata ada orang-orang yang telah lama ditentukan untuk
dihukum. Ayat 5:19 tidak mengandung argumentasi pendukung tujuan surat, namun
menampilkan serangkaian ilustrasi tentang (Hukum tersebut). Di sini, Yudas sangat
tergantung kepada Kitab Suci dan tradisi bangsa Yahudi. Penulis mengibaratkan para
guru-guru palsu dengan tiga contoh dalam PL dan kemudian menafsirkan
perbandingan-perbandingan tersebut (ay. 5-10). Kemudian, ia mengulangi proses
tersebut dengan tipe PL lainnya (ay. 11-13). Dengan merujuk kepada sumber
antarperjanjian, ia mengutip dan menafsirkan. “Nubuatan” dalam Henokh (ay. 14-16).
terakhir ketika tiba di era PB, Yudas mengingatkan dan mengomentari
nubuatan-nubuatan dari para rasul (ay. 17-19). Efek retorika yang dihasilkannya
memiliki kekuatan yang sangat besar, meskipun tampaknya cukup menyusahkan para
pembaca modern untuk memahaminya. Polemik dalam surat Yudas yang kelihatan
sangat keras, sebenarnya merupakan sesuatu yang ringan bagi standar kehidupan kala
itu.
Sebuah ulasan lebih lengkap atas pandangan-pandangan yang berkaitan dengan genre dan
retorika dari berbagai jenis surat-surat kiriman dapat memberikan contoh-contoh tambahan.
Dalam serial The Eerdmans Socio-Rhetorical Commentary mengembangkan model garis
besar seperti ini dengan perincian yang cukup lengkap. Namun, para pelajar harus
melanjutkannya dengan penuh kehati-hatian, karena banyak diantara pandangan-pandangan
tersebut masih tergolong baru dan belum teruji. Sejumlah sarjana telah menunjukkan bahwa
seseorang tidak dapat secara otomatis untuk mengalihkan bentuk-bentuk ucapan lisan
menjadi surat-surat tertulis, dan bahwa tidak secara yakin mengatakan apakah Paulus serta
para penulis Surat-surat Kiriman lain dalam PB sebenarnya mengetahui semua bentuk yang
kita miliki sekarang. Namun, bagaimanapun juga surat-surat tersebut aslinya ditulis untuk lo
dibacakan secara keras dan para pengkhotbah Kristen mula-mula, seperti Chrysostom
mengenal sejumlah bentuk retorika yang terdapat dalam PB. Jadi, kalau ada kesesuaian yang
cukup tinggi antara bentuk dan isi, kita dapat melanjutkan proses penafsiran berdasarkan
pandangan tersebut dengan penuh keyakinan.

Bentuk-bentuk Individual Dalam Surat-surat kiriman


Kritik bentuk dalam Surat-surat Kiriman tidak sesering yang ditemukan dalam kitab-kitab
Injil. Dalam kebanyakan bagian, para penulis PB tidak tergantung kepada materi-materi yang
sudah ada atau menggunakan bentuk-bentuk yang berdiri sendiri. Namun demikian, tetap ada
pengecualian-pengecualian yang penting. Mungkin empat “bentuk” yang paling signifikan
yang berkaitan dengan studi hermeneutika adalah kredo atau himnal, kode domestik, dan
daftar kebajikan dan kejahatan.
Kredo dan Himnal (Hal 400-402)
Beberapa bagian Surat-surat Kiriman mengandung bagian-bagian tulisan singkat sepanjang
satu paragraf yang berisi rangkuman kunci atas doktrin, seringkali kristologi dalam gaya yang
mirip dengan puisi kuno, himnodi dan pengakuan iman. Oleh sebab itu, para sarjana
umumnya sepakat bahwa para penulis surat-surat kiriman meminjam dan memodifikasi
unit-unit materi sebelumnya sudah terkenal dan dihormati dalam ibadah Gereja mula-mula.
Contoh-contoh yang secara umum dikutip dalam tulisan Paulus mencakup Filipi 2:6-11;
Kolose 1:15-20, dan 1 Timotius 3:16. Petrus mungkin menggunakan bentuk pengakuan,
minimal dalam tiga contoh : 1 Petrus 1:18-21; 2:21-25; dan 3:18-22. Kriteria untuk
menentukan kredo-kredo sejenis ini mencakup adanya sebuah gaya puisi yang terstruktur
dengan cermat (irama dan paralelisme) yang tiba-tiba diselipkan dalam sebuah proses biasa;
suatu unit pikiran penghubung sebagai dasar pemikiran dari berbagai pengajaran; bahasa dan
kosakata yang disampaikan secara berurutan dalam sebuah daftar.
Tentu saja, semua unsur di atas mengandung nilai-nilai spekulasi dalam kadar yang
cukup substansial, namun kalau teori tentang

NOVI
Kode Domestik (Hal 402-403)
Banyak sumber dari bangsa Yahudi dan Greko-Roma yang mengandung bagian-bagian
pengajaran bagi para individu yang berkaitan dengan otoritas atau kepatuhan. Sering kali,
pengajaran-pengajaran seperti ini difokuskan pada relasi-relasi dalam kerangka rumah tangga
yang diperluas: Suami istri, orang tua dan anak-anak, tuan dan hamba. Oleh sebab itu, para
sarjana menanamkan materi-materi sejenis ini sebagai kode-kode “domestik” atau “rumah
tangga” berdasarkan istilah dalam bahasa Jerman yang dipakai oleh Luther,
Haustafeln(Keluarga dalam perjanjian baru)(Kode Rumah tangga perjanjian baru) . Dalam
efesus 5:22-6:9, Kol 3:18-41, dan 1 Petrus 2:13-3:7 adalah tiga contoh yang jelas dari bentuk
ini. Mungkin penemuan yang paling signifikan yang lahir dari sebuah perbandingan antara
Haustafeln yang kanonikal dengan no kanonikal adalah tentang natur radikal dari nilai
kristiani yang diterapkan atas partner subordinat dalam setiap hubungan yan ada. Para
pembaca modern secara panjang lebar berdebat tentang seberapa jauh para istri, anak-anak,
budak-budak, bahkan warga negara harus tunduk kepada orang-orang atau institusi yang
secara tradisional berotoritas atas mereka. Namun sebenarnya, hanya sedikit saja, jika
memang ada, pembaca purba yang akan mempermasalahkan hal ini. Mereka menganggap
kepatuhan sebagai hal yang seharusnya, namun mereka mungkin saja kaget ketika membaca
batasan-batasan yang diberlakukan atas otoritas para suami, orang tua, dan tuan. Seandainya
Gereja hari ini lebih memperhatikan perintah-perintah yang kedua, maka perintah pertama
tidak akan terkesan begitu opresif.

Slogan (Hal 403-405)


Surat 1 Korintus menghadirkan tantangan yang unik bagi para penafsir. Dalam surat di Pb ini,
Paulus menyatakan bahwa ia merespons serangkaian pertanyaan dan kontroversi (yang
disampaikan baik secara lisan maupun tertulis) yang muncul di dalam gereja (1:11;7:1). Oleh
sebab itu, garis besar surat 1 Korintus bentuknya seperti sebuah daftar dari jawaban Paulus
untuk berbagai masalah: sebagai contoh, tentang inses (psl 5), tuntutan hukum di pengadilan
(6:1-11), imoralitas seksual secara lebih umum(6:12-20), pernikahan dan perceraian (pasal 7)
dan sebagainya. Dalam prosesnya, Paulus mengutip pandangan-pandangan dari sejumlah
pihak di kota Korintus yang ingin dipermasalahkannya. Kita dapat menyebut tindakan ini
sebagai logika “ya-namun” yang diterapkan oleh Paulus. Dalam beberapa contoh, slogan
seperti ini cukup jelas, sehingga sejumlah terjemahan PB terkini menambahkan tanda kutip
atasnya (6:12; 6:13; dan 10:23). Jelas sekali, Paulus tidak mungkin mengajarkan bahwa
“segala sesuatu halal bagiku” (6:12) tanpa disertai dengan kualifikasi yang substansial!
Untuk sejumlah contoh lainnya, kami memang tidak terlalu yakin, namun hipotesis
bahwa contoh-contoh merupakan slogan dari orang Korintus tetap merupakan sesuatu yang
dapat diterima. Dengan mempertimbangkan kemungkinan pengaruh dari quasi atau proto
(terdahulu) Gnosticism di kota Korintus, maka masuk akal jika kita menafsirkan 8:1 dengan
menambahkan tanda kutip: “kita semua memiliki pengetahuan.” Hal yang sama juga berlaku
pada 7:1 yang kemungkinan memperkenalkan slogan: “Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia
tidak kawin. Origen (200 M), sebagai contoh, telah menganggap kalimat di atas sebagai
sebagai sebuah slogan. Sebenarnya, semua yang tertulis dalam pasal 7 ditafsirkan dengan
pengertian bahwa Paulus sedang merespons kepada sayap asketik dari gereja yang secara
berlebihan mempromosikan kehidupan selibat. Oleh sebab itu, keseluruhan ide utama Paulus
adalah “jangan mengubah status kehidupan atau terlalu bersemangat untuk memelihara status
tersebut hanya karena ingin menghindari hubungan seksual” Dengan memperhatikan
beberapa pengecualian yang ia bahas, Paulus memberitahukan jemaat di Korintus bahwa:
1. pasangan yang menikah jangan mengabaikan kewajiban seksual kepada pasangannya
(ay. 2-7);
2. janda atau duda boleh mempertimbangkan untuk mempertahankan statusnya hanya
kalau mereka mampu menahan diri dari hawa nafsu yang menghancurkan diri sendiri
(ay. 8-9);
3. perceraian bukan cara yang sah untuk menghindari hubungan seksual (ay. 10-16);
4. dan bagi mereka yang tidak menikah lebih baik mempertimbangkan hidup selibat
meskipun menikah bukan pilihan yang berdosa (ay. 25-38).

Secara pribadi, Paulus dengan jelas memilih hidup selibat, namun ia juga menyadari bahwa
allah memberikan karunia gaya kehidupan demikian kepada orang-orang percaya tertentu
saja. Jadi, ia memberikan dukungan kepada kelompok pendukung hidup selibat di Korintus,
namun secara substansial(sesungguhnya) membatasi antusiasme mereka. Situasi-kondisi
“yang khas” dari surat 1 Korintus memperlihatkan alasan nada dan penekanan Paulus dalam
menulis bagian ini, dan membantu para pembaca lebih baik memahami mengapa rasul yang
sama dapat begitu antusiasme membahas tentang pernikahan di Surat Efesus (5:25-22),
sepucuk surat, secara menarik, yang kemungkinan ditunjukkan kepada audiens yang jauh
lebih luas.

Daftar Kebajikan dan Kejahatan (Hal 405-406)

Contoh terakhir dari bentuk-bentuk umum dalam Surat-surat Kiriman Pb adalah daftar
kualitas atau tindakan yang melambangkan moralitas dan imoralitas berdasarkan sudut
pandang Kristiani. Orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa kafir sering kali menyusun
daftar-daftar sejenis. Contoh-contoh dari Pb mencakup Roma 1:29-31;1 Korintus 6:9-10;
Galatia 5:19-23; Yakobus 3:17-18; dan 2 Petrus 1:5-7. Perbandingan dengan daftar-daftar
sejenis dari bahan ekstra-biblikal dapat mengungkapkan ciri khas yang terdapat dalam PB
serta satu atau dua prinsip hermeneutika. Sebagai contoh, dunia Yunani purba secara rutin
menganggap homoseksual sebagai perilaku yang dapat diterima. Kondemnasi secara
beruntun yang disampaikan oleh Paulus atas perilaku tersebut (Roma. 1:24-32; 1 Korintus.
6:9; 1 Tim. 1:10) tentu menjadi pandangan yang mengemuka dan menciptakan pertentangan
yang semakin meruncing pada masa kini. Namun, kesetiaan kepada Injil menuntut perilaku
tersebut harus disebut sebagai dosa pada segala zaman. unsur pertama dan terakhir dari
sebuah daftar biasanya merupakan hal yang paling penting, namun urutan unsur-unsur yang
ada kemungkinan tidak menunjukkan urutan hierarki khusus. Oleh sebab itu, kita mungkin
seharusnya menganggap “kasih” sebagai buah yang paling utama dari Roh Kudus dan tujuan
tertinggi dari kehidupan beriman (Galatia. 5:22; 2 Petrus. 1:7; 1 Korintus 13) dan memahami
bahwa “hikmat” haruslah murni secara moral di atas segala-galanya( Yak. 3:17)

JONIUS
Isu-isu Teologis Dalam Surat-surat Kiriman Paulus
Pusat Teologi Paulus (Hal 406-408)

Isu-isu Teologis Dalam Surat-surat Kiriman Paulus

Pembahasan ini telah disinggung dari atas, ketika


seorang penulis menghasilkan sejumlah kitab
berbeda-beda. Dalam pembahasan ini juga terdapat
pertanyan-pertanyaan 1. Apakah ada sebuah pusat yang
mempersatukan teologi Paulus? dan (2) Apakah teologi
Paulus "berkembang" dari satu periode kepada periode
lain sehingga ia mengubah pikirannya.
Pusat Teologi Paulus

pandangan sudut Luther, ia mengatakan kebanyakan kaum


Protestan berasumsi bahwa dalam pengajaran utama dari
Paulus menekankan "dibenarkan karena iman melampaui
segala jenis "perbuatan-kebenaran." Namun, seiring dengan
perjalanan waktu, pengaruh Luther mulai memudar.

Sebagai contoh :
● tidak terdapat bukti bahwa Paulus sebagai seorang
Yahudi yang bergumul dengan rasa bersalah di dalam hati
nuraninya.
● paulus merasa menjadi menjadi lebih frustasi karena
ketidak mampuannya menyenangkan Allah lewat
perbuatan-perbuatan baiknya. Justru sebaliknya, ia
memandang dirinya "tidak bercacat" dalam mentaati
Hukum (Flp. 3:6) dan "dalam agama Yahudi... jauh lebih
maju dari banyak teman yang sebaya" (Gal. 1:14).

Perdebatan seputar makna Roma 7:14-25 di ayat ini Paulus


masih berlanjut, tidak menggambarkan peperangan pribadi
yang dihadapi sebelum pertobatannya Gambaran-gambaran
yang terdapat di dalamnya kemungkinan merupakan
persepsinya setelah pertobatan tentang apa yang telah terjadi
dalam dirinya di masa lalu.

Demikian, juga dalam bidang "pusat" yang dimiliki oleh Luther


berkata secara umum dapat bertahan meskipun
kadang-kadang ada suara yang mengajukan sebuah tema
pemersatu lain-yang bersifat komplementari-(rekonsiliasi atau
tinggal "di dalam Kristus"). Kadang-kadang, ada satu atau dua
sarjana yang akan mempertanyakan apakah teologi Paulus
sebenarnya cukup yang untuk memiliki sebuah tema pusat
pemersatu.

Oleh sebab itu Namun demikian, utamanya karena pengaruh


dari tulisan-tulisan E. P. Sanders konsisten dan para
pengikutnya sejak 1977, sebuah pandangan yang sama sekali
haru tentang teologi Paulus telah menjadi pusat perhatian.
Banyak sarjana masa kini berpendapat bahwa "teologi jasa"
atau perbuatan. kebenaran tidak menjadi ciri khas dari
Yudaisme abad pertama, oleh sebab itu, kontras utama antara
teologi Paulus dengan Yudaisme bukan setara iman (atau
anugerah) versus perbuatan. Sebaliknya, bangsa Yahudi
percaya kepada "sistem perjanjian Hukum Taurat." Artinya,
ketaatan kepada Hukum tidak menyelamatkan siapa pun,
namun ketaatan men-aga dan mempertahankan status
seseorang di dalam komunitas perjan jan eksklusif yang telah
Allah buat dengan bangsa Israel. Karena itu, tangan radikal
yang Paulus berikan kepada Yudaisme bersifat universalisme
(kepada orang-orang Yahudi): berita bahwa seseorang dapat
datang kepada Allah di dalam Kristus tanpa perlu melalui
Hukum Taurat.

perkembangan dalam Tulisan-tulisan Paulus?

Terus bertambahnya surat-surat tulisan rasul Paulus


menimbulkan masalah teologis kedua. Apakah Paulus
pernah berubah pikiran atau "mengalami perkembangan"
dalam pemahamannya atas isu tertentu

dalam Injili secara khas menolak pandangan tersebut


ketika menjelaskan kontradiksi yang terselubung di dalam
sesama tulisan PB, meskipun mereka sering kali
menggunakan konsep "wahyu progresif" untuk membela
kebijakan Allah yang melakukan perubahan antara
kovenan lama dan baru. Namun, bagaimana dengan
kata-kata kasar yang diucapkan Paulus kepada Petrus dan
kaum Yudaiser di Galatia 2:11-21 ketika dibandingkan
dengan kebijaksanaannya dalam usaha sekuat tenaganya
untuk menjadi "segala-galanya bagi semua orang" di 1
Korintus 9:19-23

kembangan teologi Paulus hanya karena berpegang teguh


pada pandangan tinggi atas Kitab Perkembangan yang ada
tidak hanya terjadi dalam wahyu antara dua Perjanjian,
namun seorang nabi Tuhan mungkin saja sepenuhnya
membalikkan beritanya dalam beberapa menit berdasarkan
apa yang baru diterimanya dari Allah (bdk., mis., 2Raj. 20:
1-6). setelah menyinggung hal ini, kami percaya bahwa
pandangan tentang perkembangan dalam tulisan-tulisan
Paulus tetap tidak terbukti

kepada orang-orang di Korintus, ia berbicara tentang


praktik- praktik yang netral secara moral yang dapat
dijadikan pijakan umum untuk memenangkan kesempatan
bagi pemberitaan Injil. Sebenarnya, terdapat kesamaan
yang mempersatukan kedua bagian Alkitab tersebut:
Paulus akan melakukan apa pun, asal tidak melanggar nilai
moral dan etika, untuk membawa orang kepada iman yang
menyelamatkan melalui

pihak lain, seseorang mungkin memiliki dasar yang cukup


kuat untuk membahas adanya perkembangan dalam
tulisan Paulus antara 1 dan 2 Tesalonika. Dalam 1
Tesalonika 4:13-5:11, Paulus ingatkan orang-orang di
Tesalonika agar tidak berpikir bahwa kedatangan Kristus
akan terus ditunda.

Oleh sebab itu, kita harus mengevalua setiap pandangan


yang menyatakan adanya "perkembangan" dalam tulisan
Paulus berdasarkan setiap kasus yang ada.

Anda mungkin juga menyukai