Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR KEJADIAN 3:8-19

Pendahuluan

Kejadian adalah salah satu dari lima kitab Taurat. Kata Ibrani "Torah" berarti hukum,
peraturan, pengajaran dan nasihat. Jika kita lihat di dalam pasal 3 ayat 8-21 disini terdapat pola
pikir antara Allah dengan manusia. Karena dalam konteks ini diketahui bahwa ketika setelah
mereka jauh dalam dosa, Allah tidak secara spontan mengatakan bahwa mereka jatuh dalam
dosa. Artinya dalam kehidupan kita pun sama, Tuhan tidak secara langsung menghukum kita
ketika kita melakukan dosa, akan tetapi kita akan terus diberi kesempatan untuk bertobat.
( Winardi Tarigan - Academia.Edu, n.d.) Bangsa Yahudi menggunakan istilah ini untuk
menyebut lima kitab pertama dari kitab suci mereka, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan, dan Ulangan. (Penulis, n.d.) Judul Ibrani buku pertama dalam Alkitab diambil dari
kata pertama dalam buku tersebut, ‫( בראׁשתת‬Bere'sit), yang berarti "pada mulanya". Judul buku
pertama dalam bahasa Inggris, Genesis, berasal dari Septuaginta (dari bahasa Yunani Geneseos,
yang berarti "permulaan" atau "generasi") karena menggambarkan peristiwa atau permulaan
alam semesta dan juga merupakan versi Alkitab demotik Latin. Kejadian adalah kitab pertama
dalam kanon Perjanjian Lama karena memberikan dasar utama bagi Pentateukh dan seluruh
Perjanjian Lama serta Alkitab. Selama kira-kira 2500 tahun, Kejadian pasal 1 telah menjadi teks
yang dipelajari sedemikian rupa, ditafsirkan dengan beragam, diperdebatkan dengan
argumentatif, dan digunakan untuk mencari referensi bagi kehidupan berbagai macam komunitas
iman yang mengakui sebagai bagian dari kitab suci.(Bab 1.Pdf, n.d.) Selama kurang lebih 2.500
tahun, pasal pertama kitab Kejadian telah dipelajari dengan berbagai cara, ditafsirkan dengan
berbagai cara, diperdebatkan, dan digunakan untuk menginformasikan kehidupan berbagai
komunitas agama yang mengakuinya sebagai bagian dari Alkitab. Namun, ilmu pengetahuan
modern, terutama sejak abad ke-19 dan seterusnya, meyakini bahwa kitab-kitab tersebut ditulis
pada abad ke-6 hingga ke-5 SM, ratusan tahun setelah masa hidup Musa. Berdasarkan
interpretasi ilmiah atas bukti arkeologis, genetika, dan linguistik, sebagian besar ilmuwan
percaya bahwa Kejadian bukanlah fakta sejarah melainkan hanya mitos Yahudi-Kristen.
Dalam Yudaisme, pentingnya teologis kitab Kejadian berfokus pada perjanjian yang
menghubungkan Allah dengan umat pilihan-Nya dan umat pilihan-Nya dengan Tanah Perjanjian.
Umat Kristen menafsirkan Kejadian sebagai deskripsi awal dari beberapa kepercayaan Kristen
yang penting, Terutama perlunya penebusan (pengharapan atau jaminan bagi seluruh umat
Kristiani) dan tindakan penyelamatan Kristus di kayu salib sebagai pendidikannya sebagai Anak
Allah(Clifford & Harrington, 2012). Pasal 2 Kitab Kejadian menunjukkan peran aktif yang
dimainkan oleh Tuhan Yahweh dalam penciptaan dan pemeliharaan manusia dan menegaskan
bahwa manusia adalah ciptaan yang istimewa dan tidak berdosa di hadapan Tuhan. Namun
perubahan kontras terjadi pada pasal tiga, dimana karena pengaruh ular dan ketidaktaatan
manusia, manusia jatuh ke dalam dosa dan terpisah dari Tuhan. Perubahan ini juga mencakup
karakter lain seperti ular, wanita, dan manusia yang berperan aktif dalam acara tersebut.
Perubahan ini dapat dilihat melalui analisis silang(Tarigan, 2015b)
Saya tidak setuju dengan pernyataan di atas. Walaupun judul Kejadian 3:8-19 dari LAI
(Lembaga Biblika Indonesia) adalah “Umat Manusia Jatuh Dalam Dosa”, namun sebenarnya
tidak berbicara tentang dosa karena kata “dosa” tidak termasuk dalam bacaannya.Kata “dosa”
mungkin digunakan oleh beberapa denominasi dan penafsir gereja yang ingin menunjukkan
bahwa perempuan (Ivera) adalah penyebab manusia pertama jatuh ke dalam dosa. Namun kita
harus memahami bahwa artikel ini tidak secara langsung menyalahkan perempuan atas kejatuhan
umat manusia. Jika kita mencermati kitab suci dalam pasal ini, kita akan menemukan bahwa
kutukan Tuhan sama terhadap laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa artikel
tersebut sebenarnya tidak menyalahkan perempuan. Jika kita juga mempertimbangkan latar
belakang sejarah zaman itu yang masih bersifat patriarki, maka kita harus memperhitungkan hal
ini ketika menafsirkan teks dan tidak menafsirkan setiap ayat secara harfiah. Baru-baru ini,
beredar sejumlah penafsiran yang menolak Kejadian 3 sebagai kisah kejatuhan manusia ke dalam
dosa (Schmid, K. 2012). Gagasan bahwa buku tersebut adalah sebuah narasi tentang turunnya
dosa ke dalam dosa telah menyudutkan dan merendahkan perempuan. Oleh karena itu, penulis
akan mengadopsi perspektif feminis dalam konteks ini.
Penafsiran dalam perspektif feminis diawali dengan analisis terhadap Kejadian pasal 3
yang bertipe patriarki berdasarkan fakta bahwa perempuan diciptakan sebagai laki-laki demi
laki-laki (Adam) (Kejadian 2:22). Hal ini mengakibatkan perempuan dipandang rendah atau
inferior dibandingkan laki-laki. Namun pembacaan ini tidak sesuai dengan bahasa Ibrani, dimana
man (Adam) diasosiasikan dengan ‫ מָה ָד ֲא‬adama (tanah) (kata benda feminin) sebagai substansi
dasarnya. Allah juga menciptakan manusia dari zakar (manusia yang berciri laki-laki) dan
neqebah (manusia yang bercirikan perempuan). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada dasar
yang tepat untuk menyatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia semata-mata sebagai laki-laki,
tetapi ada nuansa perempuan. Dalam Kejadian 2:23 (ibr. ‘isy) dan perempuan ‘issya, terdapat
istilah laki-laki dan perempuan yang secara eksplisit merujuk pada keduanya (Wüthrich, 2023).
Tafsir feminis ini berharap agar pembaca tidak lagi menyalahkan perempuan sebagai penyebab
jatuhnya manusia dalam dosa.

Pasal 3:8-10
8)Ketika mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu
pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap Tuhan Allah di
antara pohon-pohonan dalam taman. 9)Tetapi Tuhan Allah memanggil manusia itu dan
berfirman kepadanya: ”Di manakah engkau?” 10) Ia menjawab: ”Ketika aku mendengar,
bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku
bersembunyi.”

Pada bagian ini, manusia dan perempuan menyadari bahwa mereka telah melanggar
perintah Allah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang baik dan jahat. Ketika
mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah yang berjalan-jalan (King James: "suara dari
Tuhan Allah"), yang diungkapkan sebagai aktivitas Allah bersama manusia dan perempuan
untuk pertama kalinya, mereka memilih untuk bersembunyi. Namun, ada banyak pertanyaan
yang muncul mengenai bunyi apa yang didengar oleh manusia dan perempuan tersebut. Bunyi di
sini merujuk pada aktivitas Tuhan, Allah yang sedang berjalan-jalan, bukan suara Tuhan, Allah
yang memanggil atau berbicara. Dalam teks aslinya, ´et-qôl yhwh ´élöhîm, bunyi TUHAN Allah
tanpa ada kata tambahan "langkah" di dalamnya. Tindakan bersembunyi ini menunjukkan
adanya keterpisahan antara manusia dan Allah, baik secara emosional maupun fisik, seperti yang
diungkapkan dalam Mazmur 139 dan Wahyu 6:16. Manusia mendengar suara TUHAN Allah
yang berjalan-jalan di taman pada saat senja yang sejuk. Istilah "pada hari angin itu" atau "pada
hari roh itu" berasal dari frasa Ibrani (lerûªh hayyôm), yang secara harfiah dapat diterjemahkan
sebagai "pada hari angin itu".(Tarigan, 2015a) Sementara itu, kalimat "pada waktu hari sejuk"
dalam frasa Ibrani ‫ וֹםּ֑י ַה ַח ּו֣ר ְל‬dapat dikaitkan dengan angin atau roh (spirit) pada hari itu. Secara
harfiah, kalimat ini dapat diterjemahkan sebagai "pada hari angin itu" atau "pada hari roh itu",
yang menunjukkan adanya angin sepoi-sepoi pada pagi/sore hari. Hal ini mengindikasikan
bahwa peristiwa ini terjadi pada pagi atau sore hari saat angin sepoi-sepoi bertiup. Meskipun
demikian, Allah yang Maha Pengasih tetap mencari manusia dan perempuan tersebut, seperti
yang terlihat dari panggilan-Nya kepada mereka dan pertanyaan-Nya di mana mereka berada.
Tentu saja, Allah yang Maha Tahu mengetahui eksistensi mereka, namun pertanyaan tersebut
hanyalah retoris yang ingin disampaikan oleh Allah.
Kata telanjang bukan saja secara literal berarti terbuka, tanpa pakaian. Kata ini juga
dipakai untuk menjelaskan keadaan seseorang yang dibawa ke dalam pembuangan dan
mengalami penderitaan yang berat. Hal ini terlihat dari Ulangan 28:48 yang berbunyi: ―maka
dengan menanggung lapar dan haus, dengan telanjang dan kekurangan akan segala-galanya
engkau akan menjadi hamba kepada musuh yang akan disuruh TUHAN melawan engkau. Ia
akan membebankan kuk besi ke atas tengkukmu, sampai engkau dipunahkan-Nya. Perubahan
dalam diri manusia itu terjadi setelah mereka jatuh ke dalam dosa, mereka mulai menyadari
bahwa mereka telanjang. Apabila diselidiki ada sesuatu hal yang mempengaruhi ketelanjangan
manusia itu sehingga mereka sadar bahwa mereka telanjang. Dalam pasal 3:1 ada satu
pemakaian kata yang dipakai dalam hubungannya dengan ketelanjangan manusia itu, yaitu antara
ungkapan ular yang paling ―cerdik dengan ungkapan mereka keduanya ―telanjang dalam 2:25
(bnd. 3:7, 10). Di sini ada permainan kata antara ―cerdik (`ärûm) dan ―telanjang‖ (`ärôm),
kedua kata ini sangat mirip. 28 Dalam konteks ini, Iblis memakai kecerdikan ular itu menjadi
strateginya untuk menyerang ketelanjangan manusia itu, bukan hanya secara literal (tanpa
pakaian) tetapi juga secara metafora, yaitu ketidaksiapan menghadapi serangan. Strategi Iblis
adalah menyerang pada kelemahan manusia itu. Pada waktu manusia itu menyadari dirinya
telanjang, dia takut akan kehadiran Allah dan menyembunyikan diri. (Jurnal Penabiblos Edisi
ke-12 ISSN : 2086-6097 November 2015, 2015)

Ayat 11-12
11)Firman-Nya: ”Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah
engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” 12)Manusia itu menjawab:
”Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku,
maka kumakan.”
Pada bagian ini, manusia dan perempuan menyadari bahwa mereka telah melanggar
perintah Allah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang baik dan jahat. Ketika
mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah yang berjalan-jalan (King James: "suara dari
Tuhan Allah"), yang diungkapkan sebagai aktivitas Allah bersama manusia dan perempuan
untuk pertama kalinya, mereka memilih untuk bersembunyi. Namun, ada banyak pertanyaan
yang muncul mengenai bunyi apa yang didengar oleh manusia dan perempuan tersebut. Bunyi di
sini merujuk pada aktivitas Tuhan, Allah yang sedang berjalan-jalan, bukan suara Tuhan, Allah
yang memanggil atau berbicara. Dalam teks aslinya, ´et-qôl yhwh ´élöhîm, bunyi TUHAN Allah
tanpa ada kata tambahan "langkah" di dalamnya. Tindakan bersembunyi ini menunjukkan
adanya keterpisahan antara manusia dan Allah, baik secara emosional maupun fisik, seperti yang
diungkapkan dalam Mazmur 139 dan Wahyu 6:16.
Sementara itu, kalimat "pada waktu hari sejuk" dalam frasa Ibrani ‫ וֹםּ֑י ַה ַח ּו֣ר ְל‬dapat
dikaitkan dengan angin atau roh (spirit) pada hari itu. Secara harfiah, kalimat ini dapat
diterjemahkan sebagai "pada hari angin itu" atau "pada hari roh itu", yang menunjukkan adanya
angin sepoi-sepoi pada pagi/sore hari. Hal ini mengindikasikan bahwa peristiwa ini terjadi pada
pagi atau sore hari saat angin sepoi-sepoi bertiup. Meskipun demikian, Allah yang Maha
Pengasih tetap mencari manusia dan perempuan tersebut, seperti yang terlihat dari panggilan-
Nya kepada mereka dan pertanyaan-Nya di mana mereka berada. Tentu saja, Allah yang Maha
Tahu mengetahui eksistensi mereka, namun pertanyaan tersebut hanyalah retoris yang ingin
disampaikan oleh Allah. Pada dasarnya, kedua pertanyaan TUHAN Allah membuat manusia
tidak bisa menghindari atau menolak apa yang telah mereka lakukan bersama isterinya.
Pertanyaan pertama dalam ayat 11 menunjukkan bahwa Allah memperhatikan bahwa sesuatu
telah membuat manusia menyadari ketelanjangan mereka, sementara pertanyaan kedua membuat
manusia menyadari bahwa mereka tidak bisa menghindari Allah karena mereka telah memakan
buah yang dilarang oleh-Nya. Dari ayat 9-11, tiga pertanyaan TUHAN Allah: "di
manakah?....siapakah?...apakah?" merupakan model penghakiman Allah sebelum menjatuhkan
hukuman, dan penyelidikan ini bertujuan agar manusia dan isterinya menyadari dan mengakui
kesalahan yang telah mereka lakukan.(Jurnal Penabiblos Edisi ke-12 ISSN : 2086-6097
November 2015, 2015)
Jawaban manusia dalam ayat 12 ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun
akhirnya manusia mengakui kesalahannya, sebelumnya ia mencoba membenarkan diri dengan
menyalahkan perempuan yang diberikan kepadanya oleh Allah. Adam tidak langsung mengakui
kesalahannya, melainkan mencoba melemparkan kesalahan kepada isterinya. Ini menunjukkan
bahwa ada dua pribadi yang dipersalahkan oleh Adam, yaitu perempuan itu dan Allah sendiri.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Adam menyalahkan dua pribadi atas tindakannya. Pertama,
Adam menyalahkan perempuan yang diberikan Allah kepadanya. Adam menyalahkan
perempuan karena memberinya buah dari pohon pengetahuan tentang baik dan jahat, yang
kemudian ia makan. Hal ini terungkap ketika Adam berkata kepada Allah bahwa perempuan
yang Allah berikan kepadanya telah memberikannya buah tersebut.
Kedua, Adam juga menyalahkan Allah sendiri. Ketika Allah menanyakan kepada Adam
mengenai makan buah dari pohon terlarang, Adam menjawab bahwa ia melakukannya karena
perempuan yang Allah berikan kepadanya telah memberikannya buah tersebut. Dalam konteks
ini, Adam secara tidak langsung menyalahkan Allah karena memberikan perempuan kepadanya,
yang kemudian menjadi penyebab ia melanggar perintah Allah. Sebelum Allah menjatuhkan
hukuman atas pelanggaran yang manusia dan perempuan lakukan, Allah telah terlebih dahulu
memberikan pendahuluan-pendahuluan berupa pertanyaan “Di manakah…? Siapakah…?
Apakah…?” (Kejadian 3:9-13). Hal ini bertujuan agar manusia dan perempuan dapat menyadari
serta mengakui kesalahan mereka di hadapan Allah. Selanjutnya, Allah bertanya kepada Hawa
mengenai apa yang ia perbuat. Pertanyaan Allah kepada perempuan ini sangatlah sederhana,
tetapi sulit untuk mengungkapkan jawabannya. Hawa menjawab pertanyaan Allah dengan
mempersalahkan objek lain, yaitu ular. Namun, disini Hawa juga tetap mengakui bahwa ia telah
ditipu. Jika diperhatikan dari awal Allah bertanya kepada manusia sampai kepada Hawa, tidak
ada dari mereka yang mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam narasi ini, Adam dan Hawa cenderung menghindari
tanggung jawab atas tindakan mereka, dan lebih cenderung menyalahkan faktor lain, seperti
perempuan, ular, atau bahkan Allah sendiri. Ini menyoroti motif penolakan tanggung jawab yang
sering muncul dalam narasi manusia tentang kesalahan dan pelanggaran.
Dengan demikian, pernyataan ini menunjukkan bahwa Adam menyalahkan perempuan
dan Allah sendiri atas tindakannya memakan buah dari pohon pengetahuan tentang baik dan
jahat.(Tarigan, 2015a) Kisah ini telah diinterpretasikan sebagai sebuah kekacauan karena
awalnya manusia sangat senang dengan kehadiran perempuan, namun pada akhirnya mereka
mempermasalahkan keberadaannya dan menyalahkan perempuan tersebut. Pelanggaran Adam
dan Hawa juga berdampak pada keterpisahan dan rusaknya hubungan antara manusia dengan
Allah, manusia dengan perempuan, dan manusia dengan ular. Setelah Allah mendengar jawaban
Hawa, Dia tidak lagi menyalahkan ular yang telah memperdayakan, tetapi berhenti karena ular
telah membuka rahasia pengetahuan yang seharusnya hanya menjadi hak Allah.

Ayat 14-15
14)Lalu berfirmanlah Tuhan Allah kepada ular itu: ”Karena engkau berbuat demikian,
terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan
perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. 15)Aku
akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan
keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan
tumitnya.”

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ular langsung dihakimi oleh Allah tanpa ada
pertanyaan-pertanyaan lagi. Ular dihakimi karena kecerdikannya memperdaya Hawa (Kejadian
3:13). Selain itu, ia juga dihakimi karena telah menjadi alat dari si iblis. Dalam ayat 14, Tuhan
tidak hanya memberi alasan atas penghukuman ular, tetapi juga menjelaskan hukuman yang
diterima. Dalam ayat ini juga terdapat poin penting yaitu mengenai tiga hukum yang pertama,
“engkau terkutuk dari semua binatang”, yang kedua “dengan perutmu lah engkau akan
menjalar”, yang ketiga “dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. Kita tahu bersama
bahwa sebelumnya Allah masih memiliki hubungan yang baik dengan semua ciptaan-nya dan
yang paling cerdik dari segala binatang (3:1). Oleh karena perbuatan iblis itu, dan bukan berarti
setelah dikutuk ular itu makan tanah seumur hidupnya. Disini kita kita dapat melihat bahwa
konteks disini Allah sedang menunjukan bahwa posisi ular itu itu ketika berjalan merayap di
atas dengan [perutnya maka kepala ular pun bersatu dengan tanah. Dalam alur naratif, Kenneth
A. Matthews memberikan komentarnya bahwa peristiwa berkat yang menonjol tersebut dianggap
sebagai awal dari kutukan ilahi.(Winardi Tarigan - Academia.Edu, n.d.)
Namun, akibat ulah si ular ini, ia dikutuk Allah menjadi binatang yang hina dari seluruh
yang hidup di tanah, dan juga dari semua binatang liar karena ada penambahan objek jika
dibandingkan Kejadian 3:1 dengan Kejadian 3:14. Hal ini menunjukkan rendahnya status si ular
di antara binatang yang lain. Tidak berhenti sampai disini, nampaknya Allah juga memberi ular
hukuman yaitu bahwa ia akan berjalan dengan perutnya.
Menurut Barnes, ular tidak dapat melakukan apa yang binatang lain lakukan seperti
paling tidak binatang lain memiliki kaki untuk berjalan dan mengangkat dirinya atas debu dan
tanah, sementara ular tidak dapat melakukannya. Ular akan berjalan dalam kehinaan selamanya,
karena tidak dapat berjalan dengan kaki, tetapi dengan perut. Allah juga menghukum ular dari
segi makanan yaitu bahwa "debu" akan menjadi makanannya, karena ia yang menyebabkan
manusia dan perempuan makan buah terlarang itu. Bagi dunia Timur dekat kuno, kata "debu" (
‫ )פָ֥ר ָע‬disini merupakan deskripsi dari bentuk kehidupan yang paling rendah. Dilihat juga dari kata
aslinya debu dalam bahasa Ibrani, digambarkan oleh alkitab sebagai yang terhina dan kalah
secara menyeluruh (Mzm. 44:25; 72:29; Yes. 25:12; 49:23; 65:25; Mik. 7:17). Pada ayat 15,
Allah masih terus memberi ular hukuman yaitu dengan mengadakan permusuhan antara ular
dengan perempuan dan keturunannya. Permusuhan tentu merupakan kata yang digunakan antar
pribadi-pribadi, maka dari itu permusuhan disini merupakan transisi dimana penghakiman Allah
ditujukkan untuk iblis dan bukan kepada ular secara harfiah. Adapun keturunan berarti benih,
dengan akhiran ah yang menunjukkan bahwa benih wanita lah yang ditetapkan Allah untuk
bermusuhan dengan keturunan ular. Benih ini mengacu pada keturunan ‫ ּהָ֑ע ַר ז‬dalam Perjanjian
Baru yaitu Yesus Kristus yang lahir dari benih wanita perawan. Sementara itu, keturunan
perempuan akan meremukkan kepala keturunan ular, dan keturunan ular meremukkan tumit
keturunan perempuan. Hal ini mengidentifikasi bahwa ularlah yang akan mengalami kekalahan,
sebab meremukkan kepala disini menyebabkan kematian, apalagi kata kepala disini didukung
bentuk akusatif spesifikasi yang memberi penekanan pada pukulan yang sangat fatal dan
menghancurkan kepada ular.
Menurut Calvin, ketika Ayat Kejadian 3:15 menyatakan bahwa keturunan perempuan
akan meremukkan kepala ular, dan ular akan meremukkan tumit perempuan, hal ini
menunjukkan bahwa ular akan mengalami kekalahan total. Calvin menekankan bahwa
meremukkan kepala ular adalah suatu tindakan yang fatal dan menghancurkan, yang pada
akhirnya akan menyebabkan kematian ular. Di sisi lain, meremukkan tumit perempuan hanya
akan menyebabkan luka tanpa mengakibatkan kematian atau kehancuran yang sama seperti yang
dialami oleh ular. Dengan demikian, menurut Calvin, ini menegaskan bahwa ular berada dalam
posisi yang rendah atau inferior, dan dalam posisi yang siap untuk mengalami kekalahan total
dalam pertempuran melawan perempuan dan keturunannya. Ini menggambarkan bahwa kekuatan
dan keunggulan akan dimiliki oleh perempuan dan keturunannya, sementara ular akan berada
dalam posisi yang lemah dan akan mengalami kekalahan akhir. Saya lebih menyetujui pendapat
berners karena saya percaya Tuhan memiliki tatanan tersendiri untuk menghukum dan memberi
kesempatan bagi siapa saja yang ingin bertobat. Pastinya kesempurnaan kita akan capai jika ada
kerinduan untuk kembali kepada Allah. Karena dalam komentar calvin adalah manusia sudah
rusak total artinya, manusia tidak lagi dapat diselamatkan. Kalau kita baca dalam (efesus 2: 8),
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kasih karunia adalah tindakan pemaafan Allah terhadap
dosa-dosa manusia, penerimaan-Nya terhadap manusia yang telah terkontaminasi oleh dosa, dan
pertolongan-Nya bagi manusia yang tidak berdaya karena dosa. Keselamatan manusia datang
dari kasih-Nya, bukan karena prestasi atau keberadaan manusia. Manusia sama sekali tidak
pantas menerima keselamatan, tetapi kasih Allah begitu besar terhadap manusia yang berdosa.
(Merang, n.d.) artinya adalah kita akan diberi kesempatan oleh Tuhan tergantung bagaimana kita
merespon anugerah itu. Apakah kita mau atau tidak itu saja pertanyaanya bagi setiap kita.

Ayat 16
16)Firman-Nya kepada perempuan itu: ”Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat
sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi
kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.”

Pada ayat Kejadian 3:16, Allah tidak mengutuk Hawa, melainkan menghukumnya
sebagai konsekuensi dari pelanggarannya. Perbedaan antara "mengutuk" dan "menghukum"
menunjukkan bahwa Allah memberikan hukuman yang sesuai dengan perbuatan Hawa, bukan
kutukan yang bersifat permanen. Allah memberikan Hawa dua hukuman, yang pertama susah
payah saat mengandung/melahirkan akan dibuat bukan banyak melainkan sangat banyak ‫֙ה ֶּבְר ַא‬
‫ )בָּ֤ה ָּבְר ַה‬to be or become much, many or great), dan yang kedua ia akan berahi kepada suaminya
dan suaminya akan berkuasa ‫ )שַׁלָמ‬to rule, have dominion, reign) atasnya. Hawa diberikan dua
hukuman: pertama, kesulitan yang sangat besar saat mengandung dan melahirkan, dan kedua, ia
akan merasa terikat pada suaminya dan suaminya akan memiliki otoritas atasnya. Hukuman
pertama, terkait dengan kesulitan saat mengandung dan melahirkan, menggambarkan
penderitaan fisik dan emosional yang ditingkatkan sebagai akibat dari perbuatan dosa.
Terjemahan dari kata Ibrani yang digunakan menunjukkan bahwa penderitaan ini bukan hanya
terbatas pada proses fisik, tetapi juga mencakup aspek emosional dan psikologis. Ini
menunjukkan bahwa perempuan harus mengalami penderitaan. Kata penderitaan ‫ ְךֵ֣נֹוצְּבִע‬dan
kehamilan ‫ ְֵךֹ֔נ הֽר ֵ ְו‬adalah kata yang digunakan juga pada ayat 17 untuk penghukuman Adam. kata
penderitaan/itsabon berasal dari akar kata ‫ צָּבִע‬yang dapat diartikan sebagai penderitaan bukan
hanya fisik tetapi juga emosi. yang sangat besar dan bekerja keras saat melahirkan. Terjemahan
dari kata ‫ צָּבִע‬adalah a pain, toil yang juga dapat berarti kerja keras. Hukuman kedua, yang
menunjukkan bahwa seorang suami akan memiliki otoritas atas istrinya, mencerminkan bahwa
wanita akan memiliki keinginan untuk mendominasi dalam hubungan dengan pria, tetapi pria
akan tetap memiliki otoritas yang kuat. Ini menunjukkan adanya konflik dalam hubungan antara
pria dan wanita, di mana wanita ingin mendominasi tetapi pria tetap memiliki kontrol yang kuat.
Kata ‫ )קָה ּוׁשְּת‬teshuqah) juga memiliki arti keinginan/kerinduan yang besar untuk mendominasi
pasangannya. Sebenarnya wanita ingin memerintah atas suaminya, akan tetapi ada otoritas yang
begitu kuat oleh pria, sehingga wanita gagal memerintah atas suaminya. Terdapat kontrol yang
kuat dalam kata memerintah ‫ שָׁלְמ‬disini.
Nampak nyata bahwa perempuan bukan hanya bermusuhan dengan si ular (3:15), tetapi
juga dengan pria dalam hal kuasa (memerintah). Namun, meskipun hal ini terjadi,
status/martabat perempuan sebagai seorang ibu atau istri tidak akan pernah tergantikan seperti
yang muncul secara eksplisit dalam ayat Kejadian 3:20. Dengan demikian, hukuman yang
diberikan kepada Hawa menunjukkan konsekuensi yang berat dari perbuatan dosa, namun juga
menegaskan pentingnya peran dan martabat perempuan sebagai ibu dan istri. Dalam analisis teks
di atas, dapat disimpulkan bahwa kata "birahi" dalam konteks ini seharusnya dikaitkan dengan
amanat Allah tentang berkembang biak dan memenuhi bumi. Hal ini menunjukkan adanya saling
ketergantungan antara pria dan wanita yang sudah sah menjadi suami dan istri. Fakta
menunjukkan bahwa pria cenderung lebih memiliki birahi terhadap wanita, namun wanita juga
dapat memiliki hal yang sama (Singgih, 2011).
Namun, penting untuk mencatat bahwa tafsiran yang menyatakan kata "birahi" sebagai
keinginan wanita yang disertai godaan kepada pria untuk melakukan hubungan seksual sudah
keluar konteks. Tafsiran ini berasal dari bapa-bapa gereja seperti Tertullianus dan Agustinus
yang menjadikan wanita sebagai sumber nafsu/birahi, sehingga melarang untuk mendekati dan
kawin dengan mereka (Hommes, 1992). Hal ini memiliki pengaruh terhadap realitas masa kini,
di mana wanita sering mengalami kekerasan baik secara seksual maupun fisik, seperti kasus
pemerkosaan. Dalam konteks ini, wanita cenderung disalahkan (sebagai pelaku), sementara laki-
laki dijadikan korban. Pengaruh dari tafsiran bapa-bapa gereja dapat terlihat dalam dinamika ini.
Dalam konteks modern, penting untuk memahami bahwa tafsiran tradisional tersebut memiliki
dampak yang signifikan pada pandangan dan perlakuan terhadap wanita. Oleh karena itu, penting
untuk menyadari bahwa tafsiran tersebut dapat mempengaruhi persepsi dan perlakuan terhadap
wanita dalam masyarakat saat ini.

Ayat 17-19
17)Lalu firman-Nya kepada manusia itu: ”Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu
dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari
padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari
rezekimu dari tanah seumur hidupmu: 18)semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya
bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; 19)dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari
situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”
Sebagian penafsir berpendapat bahwa kematian sebenarnya bukanlah hukuman, dan
bahwa pemunculan frase “sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau
diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” hanya berfungsi untuk
menjelaskan berapa lama kesusahan akan dialami oleh manusia. Mereka berpendapat bahwa
kematian adalah bagian dari kehidupan manusia sejak awal.
Namun, pendapat ini tidak sesuai dengan konteks Kejadian 2-3. Kematian seharusnya dipahami
sebagai kontras terhadap posisi manusia sebagai makhluk hidup (2:7). Kematian juga secara
eksplisit disebutkan sebagai hukuman atas dosa (2:17). Kematian ini juga disangkal oleh ular
(3:4). Semua petunjuk ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kematian tidak termasuk
dalam rencana awal Allah. Keberdosaan Adam membuat maut masuk dalam kehidupan manusia
(Rom 5:12). Sejak saat itu semua manusia harus kembali pada debu (Ay 10:9; Mzm 103:14;
104:29; Pkt 3:20). Dalam rencana ilahi yang lengkap, keadaan alam yang tidak bersahabat,
kesusahan, dan kematian bukanlah titik akhir karena Allah telah menjanjikan pemulihan dan
kehidupan kekal bagi umat-Nya. Keturunan perempuan yang akan menghancurkan kepala ular
(Kejadian 3:15) merupakan janji Allah akan datangnya seorang Juruselamat yang akan
mengalahkan kejahatan dan memulihkan segalanya. Penebusan Kristus juga berkaitan dengan
pemulihan seluruh tatanan alam semesta (Roma 8:19-22), di mana Allah telah menyiapkan langit
dan bumi yang baru (Yesaya 65:17; 66:22; 2 Petrus 3:13; Wahyu 21:1). Allah juga menawarkan
kehidupan kekal di surga yang tidak mengenal kesakitan dan air mata sebagai ganti dari
kesusahan dan kematian (Wahyu 7:17; 21:4). Kematian fisik, yang merupakan hukuman Allah
atas dosa, ternyata juga menjadi berkat yang menyudahi semua kesusahan manusia (Wahyu
14:13). Sebagai ganti tubuh jasmani yang dapat binasa, Allah akan menyediakan tubuh
kemuliaan melalui karya penebusan Kristus (1 Korintus 15:35-58). Dengan demikian, Allah
memperlihatkan kasih-Nya yang besar dalam memberikan harapan akan pemulihan dan
kehidupan kekal bagi umat-Nya.(Church, n.d.) Melalui hukuman ini, tempat tinggal manusia,
yaitu tanah, dikutuk: "Terkutuklah tanah karena engkau, dan akibat dari kutuk itu adalah: Semak
duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu." Ini menunjukkan bahwa tempat tinggal
manusia akan berubah. Manusia tidak lagi akan tinggal di taman firdaus yang istimewa dan
penuh berkat, melainkan akan pindah ke tanah yang biasa dan terkutuk. Tanah atau bumi di sini
merujuk pada seluruh ciptaan yang kasat mata, yang oleh dosa manusia ditaklukkan kepada
kesia-siaan. Beberapa bagiannya tidak akan lagi dapat digunakan untuk kenyamanan dan
kebahagiaan manusia, meskipun dirancang untuk itu ketika diciptakan, dan akan seperti itu jika
manusia tidak berdosa. Allah memberikan bumi kepada anak-anak manusia, merancangnya
untuk menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi mereka. Tetapi dosa telah mengubah sifatnya.
Sekarang tanah dikutuk karena dosa manusia, artinya itu merupakan tempat tinggal yang tidak
terhormat, memperlihatkan bahwa manusia itu rendah, bahwa dasarnya(Church, n.d.).

Kesimpulan
Bab 3 : 8-10 8 ) Ketika laki - laki dan istrinya mendengar langkah kaki Tuhan Allah berjalan di
taman pada hari yang dingin , mereka bersembunyi dari Tuhan Allah di antara pepohonan di
taman . 9) Tetapi Tuhan Allah memanggil laki-laki itu dan berkata, ` `Di mana kamu '' 10) Dia
menjawab, ``Ketika saya mendengar bahwa kamu berada di taman ini ., saya takut karena saya
telanjang . Itu sebabnya aku bersembunyi. Seorang pria mendengar suara Tuhan berjalan melalui
taman di malam yang sejuk. Pria itu menyadari bahwa dia telanjang . Saat aku menyadari hal ini,
aku menyembunyikan diriku dalam ketakutan akan kehadiran Tuhan . “ Dalam ayat ini , kami
menyadari bahwa pria dan wanita melanggar perintah Tuhan untuk tidak memakan buah dari
pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Mereka sadar bahwa mereka melanggar
perintah Tuhan untuk tidak makan . Ketika mereka mendengar suara Tuhan Allah berjalan
( Versi King James : " suara Tuhan Allah " ), Untuk pertama kalinya , hal itu diungkapkan
sebagai pekerjaan Tuhan terhadap pria dan wanita , sehingga mereka memutuskan untuk
bersembunyi.
Intinya , dua pertanyaan dari Tuhan Allah membuat orang tidak mungkin menghindari
atau menyangkal apa yang telah mereka lakukan terhadap istri mereka . Pertanyaan pertama pada
ayat 11 menunjukkan bahwa Allah menyadari ada sesuatu yang menyadarkan manusia akan
ketelanjangannya. Sebaliknya , pertanyaan kedua menyadarkan manusia bahwa mereka tidak
bisa menghindari Allah karena memakan buah yang diharamkan Allah. Pria ini akhirnya
mengakui kesalahannya , namun sebelumnya ia mencoba membenarkan dirinya dengan
menyalahkan wanita pemberian Allah kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa Adam
menyalahkan dua pihak: perempuan dan Tuhan sendiri. 3 : 8-10 8 ) Ketika laki - laki dan
istrinya mendengar langkah kaki Tuhan Allah berjalan di taman pada hari yang dingin , mereka
bersembunyi dari Tuhan Allah di antara pepohonan di taman.) Tetapi Tuhan Allah memanggil
laki-laki itu dan berkata, ` `Di mana kamu ?'' 10) Dia menjawab, ``Ketika saya mendengar bahwa
kamu berada di taman ini, saya takut karena saya telanjang. Itu sebabnya aku bersembunyi.
Seorang pria mendengar suara Tuhan berjalan melalui taman di malam yang sejuk.
Pria itu menyadari bahwa dia telanjang. Saat aku menyadari hal ini, aku
menyembunyikan diriku dalam ketakutan akan kehadiran Tuhan. “ Dalam ayat ini , kami
menyadari bahwa pria dan wanita melanggar perintah Tuhan untuk tidak memakan buah dari
pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Mereka sadar bahwa mereka melanggar
perintah Tuhan untuk tidak makan . Ketika mereka mendengar suara Tuhan Allah berjalan
( Versi King James : " suara Tuhan Allah " ), Untuk pertama kalinya , hal itu diungkapkan
sebagai pekerjaan Tuhan terhadap pria dan wanita , sehingga mereka memutuskan untuk
bersembunyi. Ketika mereka mendengar suara Tuhan Allah berjalan-jalan (King James Version:
"suara Tuhan Allah"), ekspresi pertama dari pekerjaan Tuhan atas pria dan wanita, mereka
memutuskan untuk bersembunyi. Namun, banyak pertanyaan muncul tentang suara yang
didengar orang-orang dan wanita ini. Namun, banyak pertanyaan muncul tentang suara yang
didengar oleh orang-orang dan perempuan ini. Suara di sini mengacu pada aktivitas Tuhan,
gerakan Tuhan, bukan suara Tuhan, panggilan Tuhan, atau perkataan Tuhan. Suara di sini
merujuk pada aktivitas Tuhan, gerakan Tuhan, bukan suara Tuhan, panggilan Tuhan, atau
berbicara. Tindakan bersembunyi ini menunjukkan pemisahan emosional dan fisik antara
manusia dan Tuhan, seperti yang diungkapkan dalam Mazmur 139 dan Wahyu 6:16. Mazmur
139 dan Wahyu 6: 16. Di sisi lain, ungkapan Ibrani ‫" וֹםּ֑י ַה ַח ּו֣ר ְל‬pada hari yang sejuk" dapat
diasosiasikan dengan angin atau roh-roh pada hari itu. Secara harfiah, frasa ini dapat
diterjemahkan sebagai "hari angin" atau "hari Roh", yang menunjukkan adanya angin sepoi-
sepoi di pagi/sore hari.
Secara harfiah, frasa ini dapat diterjemahkan sebagai "hari angin" atau "hari Ruh", yang
menunjukkan adanya angin sepoi-sepoi di pagi/sore hari. Namun Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang masih mencari pria dan wanita ini. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa Dia
memanggil mereka dan menanyakan keberadaan mereka. Tetapi Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang masih mencari laki-laki dan perempuan ini. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa dia
memanggil mereka dan menanyakan keberadaan mereka. Intinya , dua pertanyaan dari Tuhan
Allah membuat orang tidak mungkin menghindari atau menyangkal apa yang telah mereka
lakukan terhadap istri mereka. Pertanyaan pertama pada ayat 11 menunjukkan bahwa Allah
menyadari ada sesuatu yang menyadarkan manusia akan ketelanjangannya. Sebaliknya ,
pertanyaan kedua menyadarkan manusia bahwa mereka tidak bisa menghindari Allah karena
memakan buah yang diharamkan Allah. Pria ini akhirnya mengakui kesalahannya, namun
sebelumnya ia mencoba membenarkan dirinya dengan menyalahkan wanita pemberian Allah
kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa Adam menyalahkan dua pihak: perempuan dan Tuhan
sendiri.

Referensi

(99+) EKSEGESIS KEJADIAN 3:8-21 TENTANG REAKSI ALLAH ATAS KEJATUHAN

MANUSIA KE DALAM DOSA (BAGIAN II) | Winardi Tarigan—Academia.edu. (n.d.).

Retrieved November 29, 2023, from

https://www.academia.edu/38594891/EKSEGESIS_KEJADIAN_3_8_21_TENTANG_RE

AKSI_ALLAH_ATAS_KEJATUHAN_MANUSIA_KE_DALAM_DOSA_BAGIAN_II_

Bab 1.pdf. (n.d.). Retrieved October 21, 2023, from http://digilib.uinsa.ac.id/12465/4/Bab

%201.pdf

Church, R. E. (n.d.). Hukuman Untuk Laki-laki (Kejadian 3:17-19) | REC - Reformed Exodus

Commu. Retrieved November 28, 2023, from https://rec.or.id/

Clifford, R. J., & Harrington, D. J. (2012). Membaca Perjanjian Lama: An Pendahuluan. Paulist

Press.

Jurnal Penabiblos Edisi ke-12 ISSN : 2086-6097 November 2015. (2015).


Merang, R. M. (n.d.). MAKNA KATA KHARIS BERDASARKAN SURAT EFESUS 2:8 DAN

IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA MASA KINI.

Tarigan, W. (2015a). EKSEGESIS KEJADIAN 3:8-21 TENTANG REAKSI ALLAH ATAS

KEJATUHAN MANUSIA KE DALAM DOSA (BAGIAN I).

Tarigan, W. (2015b). LANGKAH AWAL EKSEGESIS KEJADIAN 3:8-21 (PENDEKATAN JENIS

SASTRA NARATIF PERJANJIAN LAMA). Jurnal Penabiblos.

https://www.academia.edu/38594851/LANGKAH_AWAL_EKSEGESIS_KEJADIAN_3_8

_21_PENDEKATAN_JENIS_SASTRA_NARATIF_PERJANJIAN_LAMA_

Anda mungkin juga menyukai