Anda di halaman 1dari 9

Sumber Yahwist

Sumber cerita tertua dalam Pentateuk adalah sumber Yahwist. Ada banyak alasan

untuk menyatakan bahwa sumber Yahwist berasal dari Selatan (Yehuda). Sebagai

contoh, sumber ini memperhatikan Hebron sebagai tempat kudus Abraham (lih. Kej

13:18; 18: 1) dan menyoroti sosok Yehuda dalam kisah Yusuf (Kej 37). Selain itu, kata-

kata tentang Yehuda dalam 'Berkat Yakub' (Kej. 49:8 dst) tampaknya didukung oleh

superioritas suku Yehuda di bawah pemerintahan raja Daud. Ketiga alasan ini adalah

Sulaiman, yaitu abad 11-10 SM. Tulisan pada sumber Y berarti adanya kesatuan,

keteguhan dan kepercayaan serta kepenuhan juga berfungsi sebagai indikator

perkiraan waktu munculnya penulis sumber Y. Berdasarkan ketiga alasan itu maka

kemungkinan besar para Penulis sumber Y muncul pada masa pemerintahan Raja

Daud dan Nasional. Situasi seperti itu hanya mungkin terjadi pada masa Daud-Salomo,

ketika seluruh Israel terhimpun dalam satu kerajaan Israel raya. Mungkin sekali sumber

Y itu telah rampung ditulis pada tahun 950 S.M.

Di atas telah disebutkan, bahwa sumber Y itu juga bergantung kepada tradisi lisan yang

ada sebelumnya. Di dalam tradisi lisan itu sudah terdapat thema-thema pokok yang

menjadi bagian dari seluruh sejarah keselamatan, mulai dari pemanggilan para nenek-

moyang sampai dengan pendudukan tanah Kanaan. Para penulis sumber Y ternyata

tidak hanya terpancang ke pada thema-thema itu saja. Mereka memperkembangkan

seluruh cerita, dan memasukkan thema-thema lain ke dalam cerita yang ditulisnya.

Thema ke jadian mula alam semesta dimasukkannya ke dalam sejarah keselamatan.


Demikian juga dengan pokok-pokok kecil lain, sehingga seluruh hasil tulis an mereka

merupakan tafsiran theologis Yahwist yang unik terhadap se jarah keselamatan itu.

Setelah Yahweh menjatuhkan hukuman kepada Adam dan Hawa karena

pemberontakan mereka, Yahweh membuat baju untuk menutup ketelanjangan mereka

(Kej 3:21). Kain dikutuknya karena membunuh Habel adiknya, tapi dengan penuh

rahmat diberinya tanda supaya Kain tidak ganti dibunuh orang (Kej 4:15). Yahweh

menenggelamkan dunia dan isinya dengan air bah karena dosa manusia telah

memuncak; namun Yahweh menyelamatkan Nuh agar suatu permulaan yang baru

dapat tercapai (Kej 6:5-8; 7:1-5). Setelah air bah itu keadaan ternyata bertambah buruk

(Kej 11), dan Yahweh menjatuhkan hukumanNya, sehingga seluruh sejarah purbakala

itu berakhir dengan kegagal an yang menyedihkan. Namun demikian Yahweh segera

memanggil Abraham, dan melalui Abraham itu rencana karya penyelamatan Yahweh

mendapat arah yang baru (Kej 12).

Kej 12-50, di mana terdapat juga bahan-bahan dari sumber E dan P, menyajikan

sejarah para nenek moyang Israel; dan dengan demikian mulailah sejarah keselamatan

Israel yang sebenarnya. Tentu saja cerita-cerita tentang para nenek moyang itu sudah

ada sebagai tradisi lisan jauh sebelum penulis sumber Yahwist muncul. Dan tradisi lisan

itupun sudah memasukkan cerita cerita tersebut dalam rangka cerita sejarah

keselamatan. Namun di dalam Kej 12-50 para penulis sumber Yahwist dengan sengaja

dan teliti menekankan janji sebagai unsur yang istimewa di dalam cerita yang

disusunnya. Janji itu berpasangan dengan pemenuhan. Dan janji serta pemenuhannya
merupakan dua pokok yang menjadi pusat seluruh cerita para nenek moyang Israel me

nurut sumber Yahwist. Abraham menerima janji Yahweh (Kej 12 dan 45), yang

diperbaharui pada diri Ishak, anak Abraham (Kej 26), dan diperbaharui lagi pada diri

Yakub, anak Ishak (Kej 28:10 dst). Keturunan Yakub yang 12 orang itu menjadi asal-

usul dua belas suku Israel. Dengan demikian janji itu sampai kepada bangsa Israel,

Penulis sumber Yahwist juga menekankan keteguhan janji dan kehendak Allah untuk

memenuhinya. Hal itu dilakukan oleh penulis sumber Yahwist dengan tiap kali

memperhadapkan janji itu kepada bahaya sedemikian rupa, sehingga janji itu seolah-

olah akan musnah. Dan pada saat-saat seperti itu penulis sumber Yahwist

menampilkan campur-tangan Yahweh yang penuh kasih, sehingga janji itu menang

kembali. Hal itu nampak dalam sepanjang cerita Kej 12-50. Setelah menerima janji,

Abraham harus pergi meninggalkan segala milik nya ke tempat yang belum

diketahuinya. Ternyata tempat tujuan itu adalah Mesir, yang dicapainya dalam keadaan

kelaparan (Kej 12:10 dst.). Di Mesir, Sarah yang mestinya akan menjadi ibu 'benih'

Abraham, diambil menjadi harem Firaun. Di situ Yahweh campur-tangan, lalu Abraham

bisa kembali ke tanah Kanaan.

Seluruh cerita Kej 1-11 dapat dibagi dalam beberapa bagian, dan masing masing

bagian menentukan isi keseluruhannya:

3. Isi dan arti


i. Cerita Penciptaan (Kej 1:1 2:4a)

Cerita penciptaan itu merupakan cerita pengajaran yang sangat indah dari para imam

bangsa Israel. Bentuknya seperti puisi pujian, dengan sistematika yang cermat, dan

memanfaatkan kata-kata serta ungkapan-ungkapan yang sama. Hal itu nampak dalam

kata-kata 'Berfirmanlah Allah . . . . Dan jadilah demikian'. 'Jadilah petang dan jadilah

pagi. . . .' Uraian kata-kata itu sama sekali tidak mempunyai maksud historis atau ilmiah.

Semuanya itu ditulis berdasar, oleh, dan untuk iman.

Lebih penting lagi Allah dalam Kej itu sama sekali transenden, berdiri di atas dunia dan

tidak sama dengan dunia. Allah adalah sumber hidup dunia, dan Ia meng-atas-i dunia

itu. Kata kerja bahasa Ibrani bara (mencipta), yang dipakai dalam seluruh Kej 1, hanya

dipakai untuk Allah dan karyaNya. Kata kerja itu mengandung makna, bahwa tak ada

sesuatupun di dunia ini yang bisa disamakan dengan Allah, dan bahwa dunia inipun

sama sekali bukan musuh Allah. Dunia dan segala isinya adalah bagian dari ciptaan

Allah, termasuk manusia.

Ketika cerita Kej 1 sampai pada cerita tentang manusia (Kej 1:26) bentuk ungkapannya

berubah. Ungkapannya menjadi lebih pribadi: 'Baiklah Kita menjadikan . . .' dan bukan

'Jadilah . . .' atau 'Hendaklah (terjadi se suatu). . .' Kata ganti orang pertama jamak 'Kita'

barangkali berasal dari mitos pantheon. Dalam mitos pantheon itu digambarkan adanya
dewan para dewa. Di dalam usaha memutuskan hal-hal yang penting maka Sang

dewa-kepala meminta pertimbangan rekan-rekan dewa lain. Tapi dalam Kej 1:26 kata

'Kita' itu tidak lebih dari hanya gema-bahasa saja.

keras (3:17-19), dan mengapa ada perbedaan kelamin dan perkawinan (2:20-25).

Semua keterangan ini cukup menarik. Namun kalau dibandingkan dengan berita utama

dari seluruh perikop, maka keterangan-keterangan itu hanya bersifat pinggir-pinggir

saja. Yang menjadi pusat berita perikop itu bukanlah keterangan-keterangan tersebut.

Kalau seluruh perikop itu kita bandingkan dengan Kej 1, maka kita akan memperoleh

gambaran yang lebih jelas. Di dalam Kej 1 digambarkan suatu suasana dunia yang

basah, hijau dan makmur. Tapi di dalam Kej 2:4b-7 kita bertemu dengan suatu suasana

dunia yang gersang. Padang yang gersang itu disuburkan oleh 'kabut (yang) naik.. dan

membasahi seluruh permukaan bumi' (2:6). Keadaan seperti itu menjadi tempat di

mana manusia hidup. Manusia (bahasa Ibrani : ADAM) adalah benar-benar makhluk

bumi, karena ia dibentuk dari 'debu tanah' (bahasa Ibrani: ADAMAH). Manusia yang di

bentuk oleh Allah itu lalu menjadi makhluk yang hidup (bukan roh yang hidup) setelah

Allah menghembuskan napas hidup kepadanya (2:7). Manusia lalu ditempatkan di

dalam taman Eden dengan suatu tanggungjawab yang jelas. Taman Eden adalah

taman surgawi yang bersifat mitis. Usaha untuk menentukan tempatnya secara

geografis menurut bunyi Kej 2:10-14 sampai sekarang tidak pernah berhasil.
Kejadian 2 juga menggambarkan penciptaan, tetapi dengan gaya yang sangat berbeda

dengan Kejadian 1. Kejadian 1 berisi serangkaian perintah, sedangkan Kejadian 2 3

mengisahkan sebuah cerita dengan gambaran yang indah berupa lambang dan

perumpamaan untuk menge mukakan kebenaran teologisnya. Ada pandangan yang

menonjolkan perbedaan-perbedaan dalam pasal-pasal tersebut seakan-akan ada dua

124

"riwayat pencipta yang terpisah dan saling bertentangan, Pandanga ini bukan saja

mengabaikan perbedaan-perbedaan yang nyata dalam gaya bahasa keduanya, tetapi

juga memberi kesan bahwa kejadian 2 dimaksudkan sebagai "riwayat penciptaan"

sama seperti Kejadian Sebenarnya bukan demikian halnya, Kejadian bertujuan untuk

menyats kan bahwa segala sesuatu ada melalui penciptaan Allah. Sedangka Kejadian

2 ditulis dengan tujuan yang lain. Bagian ini tidak berdiri se diri, tetapi berhubungan erat

de igan Kejadian 3. Kejadian 2 tidak dimak sudkan sama sekali sebagai kisah yang

kedua tentang penciptan melainkan mengemukakan tentang asal mula manusia dan

taman Edea Dengan demikian pasal ini menyediakan pentas untuk drama dalan

Kejadian 3. Meskipun demikian, orang tidak dapat sepenuhnya men abaikan perbedaan

dalam gaya sastranya. Ada cukup banyak bahan dala Kejadian 2 yang termasuk dalam

kisah penciptaan dan bahan itu me perlihatkan perbedaan nvata dengan Kejadian 1.

Sebagai contoh, urut penciptaan manusia dalam kedua pasal itu sangat berbeda.

Tetapi, y menjadi inti kedua kisal itu bukanlah apakah manusia diciptakan dahulu atau

terakhir dalam penciptaan. Yang penting adalah bahw manusia merupakan puncak

ciptaan Allah. Kejadian 1 menjelaskan hal in dengan menyebut laki-laki dan perempuan
sebagai puncak pencipta Allah, sedangkan Kejadian 2 menjelaskan hal yang sama

dengan menyebut penciptaan mereka terlebih dahulu.

Dalam kisah yang sangat bersifat grafis dan anthropomorfis ini, Allah dilukiskan sebagai

penjunan yang "membentuk" manusia dari "debu" tanah. Sebagair iana diperlihatkan

dalam Kejadian 3:19, pemilihan kata-kata ditentukan oleh penggunaan ungkapan

"kembali ke debu tanah" untuk menyatakan "mati" (bnd. Ayb 10:9; 34:15; Mzm 104:29).

Kiasan ini tidak saja menekankan hubungan yang erat antara manusia dengan tanah,

tetapi juga kelemahan manusia, sifatnya yang fana. Ia dibuat dari tanah dan harus

kembali ke tanah. Allah menghembuskan "nafas kehidupan" dalam bentuk yang mati

itu, sehingga manusia itu menjadi "makhluk hidup". Kata Ibrani yang berarti 'nafas'

dipakai sedemikian rupa sehingga nyata bahwa manusia adalah "tubuh dan hidup",

bukan "tubuh dan jiwa". Ia bersifat ganda: ia berasal dari tanah, tetapi juga dilengkapi

dengan prinsip hidup yang berasal dari Allah.

Meskipun sifat yang terpadu ini tidak dengan sendirinya memisahkan laki-laki dan

perempuan dari hewan yang juga disebut "makhluk hidup" (1:20; 2:19) dan mendapat

nafas hidup (6:17; 7:22; Ayb 34:14) - manusia di sini digambarkan sebagai obyek

perhatian Allah yang khusus. Penulis dengan demikian mengatakan bahwa hubungan

Allah dengan manusia sangat pribadi dan langsung. Secara grafis ia menggambarkan

hal yang sama dengan apa yang diungkapkan secara lebih teologis dalam Kejadian 1,

yakni "gambar dan rupa Allah". Penekanannya adalah pada kerapuhan, kefanaan dan

ketergantungan manusia sepenuhnya pada Allah. Hanya dari sudut pandang inilah

orang dapat menyadari betapa tidak layaknya kedudukan manusia yang istimewa

dalam Taman Eden dan betapa jahatnya keinginan untuk menjadi seperti Allah.
Kejadian 2:18-25 melukiskan penciptaan perempuan yang memegang peranan penting

dalam Kejadian 3. Kisah itu dimulai dengan pernyataan mengenai sifat dasar manusia -

keinginan berkawan. "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja" (ay 18). Ia tidak

diciptakan sebagai makhluk yang sama sekali tidak memerlukan orang lain, tetapi

sebagai makhluk yang berpasangan ("laki-laki dan perempuan diciptakan Nya mereka",

1:27) sepasang makhluk yang tak dapat hidup terpisah satu dengan yang lain.

Sebenarnya hidup manusia adalah hidup bersama. Jadi, hidup terisolasi berlawanan

dengan sifat manusia sebagaimana diciptakan Allah. Jawaban Allah terhadap

kesendirian manusia ialah dengan menciptakan "seorang penolong baginya",

"pasangannya", yang sepadan dengan dia. Pertama-tama Allah membawa hewan-

hewan kepada Adam, tetapi sesudah menamai mereka dan mempelajari sifatnya,

manusia tidak menemukan "seorang penolong yang sepadan untuknya"." 17 Kemudian

Allah menciptakan (harfiah 'membangun') perempuan dari tubuh manusia itu sendiri

dan membawanya kepadanya. Kegembiraan Adam yang berkata "Inilah dia" (ay 23)

menandakan pengakuannya akan hakikat dan keberadaan dirinya dalam perempuan

itu. Dengan halus daa terampil, penulis menyatakan bahwa manusia mengenali

kesesuaian di antara mereka sepenuhnya dengan memberi nama kepada perempuan

itu. Untuk itu ia membuat asonansi antara isy laki-laki dan isysya perempuan.

Ungkapan tersebut mengandung pula ajaran tentang hubungan manusia dengan

hewan Bagi orang Israel kuno yang dikelilingi agama-agama yang memuja hewan,

ajaran in menegaskan bahwa tidak ada hewan yang sederajat dengan n.anusia, apalagi

lebih tin daripada manusia.


Jadi, dalam ayat 24 disimpulkan bahwa penciptaan perempuan menerangkan mengapa

seorang laki-laki memutuskan hubungan dekatnya dengan orang tuanya untuk menjadi

satu dengan istrinya, sama seperti asal mulanya. Meskipun "daging" di sini tidak

menyebut salah satu bagian tubuh manusia melainkan manusia seutuhnya, namun ada

tekanan atas segi jasmani yang kelihatan, sehingga di sini segi jasmani dari perkawinan

diakui (bnd. Ef 5:31).

Demikianlah penulis memulai kisahnya dengan makna dan penting nya penciptaan.

Yang ditekankan ialah keutuhan dan keteraturan dunia yang diciptakan.

narasi kedua (Kej. 2:4b-25) menggambarkan Adam yang diletakkan dalam taman untuk mengelola dan
mengusahakannya. Demikian pula dengan Hawa yang dicipta bagi Adam sebagai penolong untuk
melakukan suatu karya dan bekerjasama satu sama lain. Dalam hal ini, pekerjaan dapat dilihat Ketika
manusia di zaman berikutnya mengalami kesulitan dan frustrasi dalam ladang pekerjaannya adalah tidak
terlepas dari narasi Kejadian 3, yang mengisahkan Kejatuhan Adam dan kutuk atas tanah yang
dikelolanya. Demikian pula Kejadian 2 menggambarkan perkawinan sebagai sesuatu yang kudus dan
yang Allah inisiasikan. Perkawinan sering disalahartikan sebagai akibat yang terjadi setelah kejatuhan
manusia. Padahal Kejadian 2 dengan jelas menyatakan bahwa Allah telah mengadakan dan
mengesahkan pernikahan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Allah sendirilah yang berkata “adalah
tidak baik jika lakilaki seorang diri saja” (Kej. 2:18), sehingga Allah menciptakan penolong yang lain,
penolong yang sepadan dengan dia. Kata penolong adalah bukan untuk menunjukkan subordinasi,
sebagaimana dipahami wanita hanya sebagai pelayan atau asisten. Demikian pula frasa “menjadi satu
daging” adalah sebuah idiom yang menggambarkan hubungan seksual dan sekaligus juga mengingatkan
pembacanya bahwa seksualitas adalah bukan sebuah produk yang terjadi oleh karena kejatuhan
manusia, tetapi sebagai pemberian indah dari Allah. Dengan demikian Kejadian 1-2 menyajikan
pengajaran yang begitu kaya tentang Allah, natur dan relasi manusia serta alam semesta

Anda mungkin juga menyukai