Anda di halaman 1dari 6

Dua Kisah Penciptaan ?

Kejadian 1 dan 2 Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, 26 September 2006 Yakub Tri Handoko, Th. M.

Pembacaan sekilas terhadap Kejadian 1 dan 2 kadangkala menimbulkan kesan adanya dua kisah penciptaan yang berbeda. Kesan ini akan semakin jelas bagi mereka yang terbiasa membaca kisah-kisah Alkitab secara kronologis (menurut urutan waktu). Ada beberapa pertanyaan yang biasanya muncul sehubungan dengan hal ini. Apakah Kejadian 1 dijelaskan oleh Kejadian 2 ataukah Kejadian 2 berisi kisah penciptaan lain yang menambahkan kisah di Kejadian 1? Seandainya sama, apakah maksud penulis kitab Kejadian menceritakan lagi kisah penciptaan di pasal 2? Apakah penciptaan manusia di dua pasal ini juga sama? Seandainya sama, mengapa di pasal 1 manusia diciptakan setelah adanya tumbuh-tumbuhan, sedangkan di pasal 2 manusia diciptakans ebelum ada tumbuh-tumbuhan (Kej 2:7)? Apakah penciptaan binatang di pasal 2:19 sama dengan di 1:24-25? Apakah Kejadian 2 berisi kisah penciptaan yang berbeda dengan di pasal 1? Sebelum menjawab pertanyaa ini, kita sebaiknya memiliki pemahaman sedikit tentang pembagian ayat, perikop maupun pasal dalam Alkitab. Dalam naskah asli Alkitab (autografa) dipastikan tidak ada pembagian semacam ini. Hal ini terlihat dari berbagai salinan Alkitab kuno yang tidak memakai pembagian ayat, perikop maupun pasal. Pembagian seperti ini merupakan usaha para editor dan penerjemah modern untuk membantu pembaca memahami inti dari suatu teks. Sehubungan dengan Kejadian 1 dan 2, kita perlu memahami lebih dahulu kapan kisah penciptaan berakhir. Pembacaan yang teliti akan membawa kita pada kesimpulan bahwa kisah penciptaan alam semesta berakhir di Kejadian 2:4a. Ada beberapa hal yang mendukung hal kesimpulan ini. Pertama, Kejadian 2:4a demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan sangat sesuai untuk menutup suatu bagian tertentu. Kedua, rujukan tentang urutan hari di Kejadian 2:1-4a (hari ke-7) menunjukkan bahwa bagian ini masih terkait dengan kisah penciptaan di hari ke-1 sampai ke-6. Seandainya kisah penciptaan alam semesta diakhiri di pasal 2:4a, maka bagian selanjutnya dimulai dari ayat 4b sampai 25. Pembagian seperti ini akan semakin menolong kita untuk menemukan inti kisah penciptaan di pasal 2:4b-25, yaitu penciptaan manusia (laki-laki dan perempuan). Hal ini terlihat dari cara Musa menempatkan manusia sebagai tokoh utama di Kejadian 2:4-25. Kisah penciptaan di Kejadian 2:4 langsung dimulai dengan penciptaan manusia. Ciptaan lain (terang, cakrawala, benda-benda penerang, dll.) bahkan tidak disinggung sama sekali. Tumbuhan (2:9, 15, 17) dan binatang (2:19-20) disebut dalam kisah ini hanya dalam kaitan dengan kisah penciptaan manusia. Selanjutnya kita perlu mengetahui bahwa kisah penciptaan manusia di bagian ini merupakan penjelasan detil tentang apa yang sudah disinggung secara umum di pasal 1:26-30. Ada baiknya kita menyelidiki hal ini dalam bentuk tabel supaya terlihat lebih jelas.

1/6

Pasal 1:26-30
Penekanan pada kejamakan jenis kelamin manusia, dibandingkan dengan penciptaan binatang yang hanya disebutkan menurut jenisnya (tanpa menyebut adanya perbedaan jenis kelamin di antara binatang) Penekanan pada kejamakan yang tunggal antara laki-laki dan perempuan. Ayat 27 mencatat Maka Allah menciptakan manusia itu [tunggal] menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia [tunggal]; laki-laki dan perempuan [jamak] diciptakan-Nya mereka [jamak] Pemberitahuan bahwa makanan manusia adalah dari berbagai tumbuh-tumbuhan berbiji (ayat 29)

Pasal 2:4b-25
Penjelasan tentang bagaimana keberadaan perempuan merupakan hal yang penting. Di ayat 18 Allah berkata Tidak baik manusia [laki-laki] seorang diri saja Penjelasan detil tentang bagaimana laki-laki dan perempuan benar-benar memiliki kesatuan: perempuan diciptakan dari tulang rusuk lakilaki (ayat 21-22), mereka harus menjadi satu daging (ayat 23-24)

Penjelasan konkret bahwa letak tumbuhtumbuhan berbiji tersebut mula-mula terbatas pada yang terdapat di Taman Eden

Cara pemaparan suatu kisah kuno dari kisah yang umum ke kisah khusus yang lebih spesifik bukanlah sesuatu yang asing. Seorang teolog yang bernama Kenneth Kitchen berhasil menemukan cara penulisan yang sangat mirip dengan Kejadian 1 dan 2, yaitu dalam sebuah prasasti Mesir. Dalam kisah kuno ini diceritakan tentang bangsa-bangsa yang ditaklukkan dewa Haldi. Selanjutnya, kemenangan ini diulang lagi dalam bentuk yang lebih spesifik untuk menunjukkan bahwa kemenangan diraih pada saat pemerintahan Raja Urartu. Lalu, apakah tujuan Musa menuliskan ulang penciptaan manusia? Pertanyaan ini bisa dijawab dalam dua sisi. Pertama, dari sisi teologis. Apa yang dicatat di Kejadian 2:4b-25 merupakan sebuah konsep penciptaan manusia yang unik menurut ukuran waktu itu. Beberapa tulisan kuno, misalnya Epic Gilgamesh, menceritakan bahwa dewa membentuk manusia dari tanah. Perbedaan hakiki dengan kisah Kejadian terletak pada seberapa jauh perpaduan antara unsur insani dan ilahi dalam diri manusia. Orang Babel kuno, dalam tulisan Atrahasis Epic, menganggap manusia diciptakan dari campuran tanah liat dan darah dewa. Orang Mesir percaya bahwa manusia diciptakan dari tanah dan air mata dewa serta memiliki jiwa seperti para dewa. Tulisan Instructions of Merikare memang mencatat pemberian nafas dewa ke manusia, tetapi kisah keseluruhan dalam tulisan ini tetap menunjukkan adanya unsur atau natur ilahi dalam diri manusia. Sebagai kontras terhadap berbagai catatan kuno di atas, Kejadian 2:4b-25 mengajarkan bahwa meskipun manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26-27) serta menjadi mahkota ciptaan (Kej 1:28), namun mereka bukanlah makhluk ilahi. Mereka diciptakan dari debu tanah (Kej 2:7). Manusia memang berasal dari Allah, tetapi itu hanya sebatas Allah sebagai pemberi kehidupan. Manusia tidak bersifat ilahi maupun mewarisi hakekat keilahian. Pendeknya, ada jurang yang sangat dalam antara manusia sebagai ciptaan dengan Allah sebagai pencipta. Kedua, dari sisi sastra. Kisah di pasal 2:4b-25 merupakan kelanjutan yang logis dari pasal 1. Karena pasal 1 diakhiri dengan penciptaan manusia, maka sangat wajar apabila bagian selanjutnya memberikan penjelasan detil tentang bagian terakhir dari kisah penciptaan di pasal 1. Selain itu, keberadaan pasal 2 merupakan sebuah pengantar yang mutlak ada bagi pasal 3. Tanpa pasal 2, kita tidak mungkin bisa memahami apa yang terjadi di pasal 3. Seandainya kitab Kejadian tidak memiliki pasal 2, kita pasti bertanya-tanya mengapa

2/6

manusia dianggap bersalah pada waktu memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat (band. Kej 2:16-17 dan 3:11). Kita juga pasti bertanya mengapa manusia tiba-tiba berada di sebuah taman yang indah dan setelah itu mereka dibuang dari sana. Apakah manusia diciptakan sebelum tumbuh-tumbuhan? Ketika kita membaca kisah penciptaan manusia di Kejadian 1:4b-7 kita pasti akan menghadapi sedikit kebingungan. Dalam teks ini dikisahkan bahwa Allah menciptakan manusia pada waktu belum ada semak maupun tumbuh-tumbuhan di padang. Ayat 5-7 belum ada semak apapun di bumi belum ada tumbuhan apapun di padang...tetapi ada kabut naik...membasahi seluruh permukaan bumi...pada waktu itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu. Bagaimana mungkin? Bukankah tumbuh-tumbuhan sudah diciptakan pada hari ke-3 (1:11-12) sebelum Allah menciptakan manusia (1:26-27)? Lebih jauh lagi, kata Ibrani yang dipakai untuk tumbuh-tumbuhan di 1:11-12 dan 2:5 ternyata sama, yaitu esheb. Bagaimana dua bagian ini bisa diharmonisasikan? Teolog liberal biasanya menganggap dua teks tersebut memang berkontradiksi. Berdasarkan asumsi mereka bahwa kitab Kejadian merupakan hasil koleksi berbagai bahan dari sumber yang berbeda tradisi dan penulisnya, mereka berpendapat bahwa redaktur kitab ini kurang teliti dalam menggabungkan dua sumber yang berbeda, sehingga terdapat kontradiksi. Atau, redaktur tersebut sangat menghormati dua teks yang ia pakai, sehingga ia membiarkan keduanya tanpa perubahan apapun walaupun keduanya berkontradiksi. Apakah usulan di atas bisa diterima? Yang perlu kita ingat adalah bahwa seandainya dua teks tersebut berkontradiksi satu dengan yang lain, penulis kitab Kejadian (Musa atau seorang redaktur sekalipun) pasti akan dengan mudah menemukan ketegangan tersebut, karena letak dua teks tersebut berdekatan. Selain itu, bukankah teori peredaksian (seandainya itu benar) menunjukkan bahwa redaktur bukan hanya mengumpulkan, tetapi juga mengedit (mengubah) sumber-sumber yang ia pakai? Mengapa ia gagal mengedit dua teks yang berdekatan dan tampak berkontradiksi ini? Selain itu, Yesus sendiri pernah menggabungkan dua kutipan dari Kejadian 1 dan 2, yaitu di Matius 19:4-5 (band. Kej 1:27 dan 2:24). Pengutipan ini menunjukkan bahwa Yesus menerima dua pasal pertama dari kitab Kejadian sebagai Firman Allah dan sebagai satu kesatuan. Sebagai satu kesatuan Firman Allah, keduanya jelas tidak mungkin berkontradiksi, karena kontradiksi menunjukkan salah satu atau keduanya salah. Sebagian sarjana injili mengusulkan solusi lain untuk mengharmonisasikan dua teks yang sedang kita bahas. Mereka melihat Kejadian 2:5-7 dalam hubungan dengan taman Eden (2:8), sedangkan pasal 1:11-12 berhubungan dengan bumi secara umum. Mereka memahami tanah atau padang di 2:5 merujuk pada tempat di mana taman Eden berada. Dengan kata lain, di daerah tempat taman Eden berada memang tidak ada semak belukar maupun tumbuhtumbuhan. Berdasarkan hal ini, mereka menganggap tidak ada pertentangan antara dua teks itu. Bagaimanapun, usulan ini tampak terlalu dipaksakan. Kejadian 2:5-7 jelas berbicara tentang keadaan bumi sebelum ada manusia maupun taman Eden. Kata Ibrani eres di 2:5 (LAI:TB padang) lebih tepat dipahami sebagai rujukan untuk bumi secara umum (bukan hanya

3/6

taman Eden). Ini lebih sesuai dengan arti kata eres di pasal 1 yang memang merujuk pada planet bumi atau daratan (1:1, 2, 10, 11, 15, 17, 20, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 30). Solusi yang lebih tepat bisa diperoleh apabila kita memahami arti kata esheb (tumbuhtumbuhan) di Kejadian 1:12 dan 2:5 serta fungsi Kejadian 2:5-7 dalam alur pemikiran pasal 1-3. Penjelasan di pasal 2:5-7 yang sekilas tampak kontradiktif ternyata bisa menampilkan keindahan kemampuan sastra Musa sebagai penulis kitab Kejadian. Bagaimana menjelaskan hal ini? Pertama-tama, kita harus memahami cakupan arti kata esheb yang dipakai di pasal 2:5 maupun 1:11-12. Kata yang muncul 33 kali dalam Perjanjian Lama ini memiliki arti yang beragam. Esheb bisa merujuk pada segala macam tumbuhan di tanah, misalnya tumbuhan liar, sayuran maupun rumput (Kej 1:29, 30; 2:5; 3:18; 9:3; Kel 9:22, 25; 10:12,15; Ul 11:15; 29:23; 32:2; 2Raj 19:26; Ay 5:25; Mzm 72:16; 92:7; 102:4, 11;104:14; 105:35; 106:20; Ams 19:12; 27:25; Yes 37:27; 42:15; Yer 12:4; 14:6; Amos 7:2; Mik 5:7; Zak 10:1). Yang paling penting untuk diingat, kata esheb bisa merujuk pada tanaman liar (mayoritas pemunculan esheb memiliki arti ini) maupun tanaman agrikultural (membutuhkan usaha manusia). Arti yang terakhir ini dapat dilihat di Mazmur 104:14 engkau menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan (esheb) untuk diusahakan manusia. Esheb di Mazmur 105:35 juga disejajarkan dengan hasil tanah (yang memakan segala tumbuh-tumbuhan [esheb] di negeri mereka dan memakan hasil tanah mereka). Beranjak dari luasnya cakupan arti di atas, kita sebaiknya menyelidiki konteks Kejadian 2:5 untuk melihat arti khusus dari kata esheb yang muncul di sana. Ayat 5b belum ada orang mengusahakan tanah itu mengindikasikan bahwa esheb di sini harus dipahami dalam arti tanaman yang memerlukan usaha manusia. Dengan demikian, esheb di sini memang berbeda dengan esheb di pasal 1:11-12 yang merujuk pada tanaman liar di padang (tidak memerlukan usaha manusia). Lebih jauh, kita juga perlu memahami fungsi Kejadian 2:5 dalam seluruh alur pemikiran pasal 1-3. Dalam ayat ini Musa sedang memberikan antisipasi tentang kejatuhan manusia dalam dosa. Ia sedang membuat perbandingan antara keadaan bumi sebelum dan sesudah kejatuhan ke dalam dosa. Maksud ini bisa dilihat dari rujukan tentang semak duri di 2:5-7 dan 3:18-19, meskipun kata yang dipakai di dua teks itu berbeda (2:5 memakai siah, sedangkan 3:18 memakai qos wedardar). Selain itu, rujukan Tuhan belum menurunkan hujan ke bumi di 2:5 pasti membawa perhatian pembaca pada peristiwa penghukuman di 7:4 tujuh hari lagi Aku akan menurunkan hujan di bumi selama 40 hari 40 malam. Berdasarkan penjelasan di atas, pemunculan kata esheb di dua teks itu juga harus dipahami dalam hubungan dengan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Sebelum kejatuhan ke dalam dosa, tidak ada tumbuh-tumbuhan (esheb) yang perlu diusahakan manusia. Esheb tumbuh dengan sendirinya (1:11-12) sebagai makanan yang siap dikonsumsi manusia maupun binatang (1:29-30). Setelah kejatuhan ke dalam dosa keadaan bumi mengalami perubahan. Kejadian 3:18-19a mencatat semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu dan tumbuh-tumbuhan (esheb) di padang akan menjadi makananmu, dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu.

4/6

Apakah binatang di pasal 2:19-20 berbeda dengan di 1:24-25? Sepintas lalu dalam Kejadian 1 dan 2 terdapat 2 versi penciptaan bintang yang berbeda (1:2425; 2:19). Dalam pasal 1 penciptaan yang dilakukan Tuhan hanya melalui media Firman (Hendaklah bumi mengeluarkan...), sedangkan pada pasal 2 penciptaan dilakukan oleh tangan Allah sendiri (Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah...) Sebagian sarjana menganggap dua kisah penciptaan binatang tersebut merujuk pada satu penciptaan saja. Pendapat ini bukan tanpa alasan yang jelas. Mereka berpendapat bahwa sebagaimana penciptaan manusia di pasal 2 hanya merupakan penjelasan detil tentang catatan penciptaan di 1:26-27, demikian pula penciptaan binatang di 2:19 hanya merupakan penjelasan detil terhadap 1:24-25. Mereka menganggap bahwa Kejadian 1:24 sebenarnya hanya menjelaskan asal materi binatang. Ayat ini tidak berarti bahwa darat secara tiba-tiba memunculkan banyak binatang, karena ayat 25 selanjutnya menjelaskan bahwa Allahlah yang menciptakan semua itu (Allah menjadikan...). Bagaimana Allah menjadikan (yasar) binatang-binatang tersebut? Jawabannya terdapat di pasal 2:19 (Lalu TUHAN Allah membentuk...). Beberapa sarjana lain mendasarkan argumen mereka pada Kejadian 2:19. Ayat ini dianggap tidak membicarakan tentang penciptaan binatang. Alasan yang dikemukakan berhubungan dengan tense imperfect dari kata Ibrani yasar (membentuk) di 2:19. Secara gramatikal, kata yasar bisa diterjemahkan telah membentuk (band. NIV Now the LORD God had formed...). Seandainya ini bisa diterima, Kejadian 2:19 hanya menceritakan tindakan Allah membawa binatang-binatang yang sudah diciptakan tersebut ke hadapan manusia di taman Eden. Di sisi yang lain, sebagian sarjana berpendapat bahwa penciptaan binatang di Kejadian 1 memang berbeda dengan penciptaan di Kejadian 2. Dilihat dari data Alkitab yang ada, pandangan ini lebih bisa diterima. Bentuk tense imperfect yasar di Kejadian 2:19 lebih lazim diterjemahkan dengan membentuk bukan telah membentuk (lihat mayoritas terjemahan). Pilihan ini lebih sesuai dengan hasil penyelidikan terhadap pemunculan kata yeser dalam bentuk imperfect consecutive (wayeser) di Perjanjian Lama yang muncul sebanyak 18 kali (Kej 32:8; 46:24; Kel 32:4; Hak 2:15; 2Sam 13:2; 1 Raj 7:15; 20:1; 2Raj 5:23; 6:24; 17:5; 18:9; 1Taw 7:13; 20:1; 2Taw 28:20; Yes 29:16; Dan 1:1; Zak 12:1). Terjemahan di atas membawa kita pada kesimpulan selanjutnya. Seandainya terjemahan itu diterima, penciptaan binatang di Kejadian 2:19 jelas terjadi setelah Allah menciptakan manusia, sedangkan di Kejadian 1:24-25 terjadi sebelumnya. Dengan demikian, penciptaan binatang di pasal 1 berbeda dengan yang di pasal 2. Lebih jauh, dari konteks Kejadian 2 kita juga bisa melihat alasan mengapa binatang di pasal 2 diciptakan setelah manusia ada. Penciptaan binatang tersebut berkaitan dengan rencana Allah mencarikan pasangan yang sepadan bagi manusia. Setelah ayat 18 menjelaskan kesendirian manusia sebagai sesuatu yang tidak baik, ayat 19 dimulai dengan kata lalu. Kata sambung ini jelas menunjukkan tujuan Allah menjadikan binatang-binatang di sana, yaitu sebagai kandidat pasangan manusia. Hal ini juga didukung oleh tujuan manusia memberi nama binatang, yaitu menemukan pasangan yang sepadan bagi dirinya. Ayat 20 menjelaskan manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan

5/6

kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Bagaimana dengan Kejadian 1:25 (Allah menjadikan..) yang menyiratkan tindakan Allah membuat binatang dengan tangan-Nya (bukan hanya menciptakan dengan firman-Nya)? Kita perlu tahu bahwa dalam Kejadian 1 Musa dua kali menulis Berfirmanlah Allah.... yang selanjutnya diikuti Allah menjadikan (ayat 14 dan 16; ayat 24 dan 25). Frase [dan/maka] Allah menjadikan.. sebaiknya dimengerti sebagai komentar penulis terhadap peristiwa yang ia catat (bukan bagian dari cerita itu sendiri). Komentar ini bertujuan untuk membantu pembaca menangkap makna sesungguhnya dari narasi yang dicatat (band. Kejadian 2:24 yang juga adalah komentar penulis). Komentar di pasal 1:16 dan 25 dimaksudkan untuk menekankan bahwa Allah [bukan yang lain] yang menjadikan itu. Penekanan ini mungkin berhubungan dengan kebiasaan orang-orang kafir kuno waktu itu yang menjadikan bendabenda penerang di langit dan berbagai binatang sebagai objek penyembahan berhala. Musa seakan-akan ingin mengatakan, Semua yang disembah itu sebenarnya bukan allah. Mereka hanya ciptaan dan Allah (Elohim) saja yang menjadikan hal itu semua. Jadi, kembali pada topik tentang penciptaan binatang, Kejadian 1:25 tidak mengajarkan bahwa Allah membentuk binatang dengan tangan-Nya sendiri. Binatang di pasal 1:24-25 dicipta hanya dengan firman-Nya, sedangkan binatang-binatang di pasal 2:19 diciptakan dari tanah dengan tangan-Nya. #

6/6

Anda mungkin juga menyukai