Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

GENERAL ANESTESI
PADA VULNUS
LACERATUM a/r
MAXILARIS

Oleh :
Fitri Ariska Malona Nasution, S.Ked
150611010
  
Preseptor:
 dr. Fachrurrazi, Sp. An, M. Kes, KIC
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka
terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga
melampaui elastisitas kulit atau otot”

Vulnus laceratum dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas
sehingga kontinuitas jaringan terputus dengan bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa
hingga lapisan otot.

Di Amerika angka kejadian vulnus laceratum masih sangat tinggi yaitu


7,3 juta kasus per tahun. Di Indonesia prevalensi kejadian luka robek
sebesar 23,2%.

Penatalaksanaan pasien dengan vulnus laceratum meliputi pembersihan


luka seperti irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing (debridement) sehingga akan
mempercepat penyembuhan, penjahitan luka dan penutupan luka
LMA (Laryngeal Mask Airway)
Anestesi berasal dari bahasa Anestesi umum atau general merupakan salah satu terobosan
Yunani, an- yang berarti “tanpa” anestesia teknik inhalasi terbaru yang digunakan sebagai
dan aisthesi, yang berarti sensasi, merupakan salah satu dari salah satu alternatif manajemen jalan
dapat diartikan anestesi adalah berbagai tindakan anestesi yang nafas yang telah diterima secara luas
suatu keadaan dimana tidak dilakukan dengan cara pada praktik anestesi. Pemasangan
dijumpai adanya sensasi atau memberikan obat anestesi LMA dianggap lebih mudah dan
nyeri. inhalasi berupa gas anestesi atau paling sering digunakan.
cairan
02

BAB 2
Identitas Pasien
Anamnesis
Nama : Tn. A
Umur : 56 tahun Keluhan Utama : Luka robek pada
Jenis Kelamin : Laki-laki pipi sebelah kanan dengan ukuran 7 x 3 cm
MR : 168103
Alamat : Samudera
Pekerjaan : Wiraswasta
Riwayat Penyakit Sekarang
Perkawinan : Menikah Pasien datang ke RSUD Cut Meutia dengan
Agama : Islam keluhan luka robek pada bagian pipi kanan
Suku : Aceh dengan darah yang mengalir dan ukuran 7 x 3
Ruangan : Bedah cm. Pasien mengaku terjatuh dari motor dan
Tgl Masuk Rumah sakit : 24-06-2021 bagian pipi mengenai aspal. Akibat kejadian ini
Tanggal Operasi : 25-06-2021 pasien mengalami luka robek pada pipi bagian
kanan.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga

Riwayat alergi disangkal Tidak ada


Riwayat asma disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus
disangkal
Riwayat penyakit jantung
disangkal

Riwayat pribadi dan kebiasaan Riwayat sosial ekonomi

Tidak ada Pasien berobat menggunakan


BPJS
Kepala Normosefali, edema (-), scar (-) rambut tidak mudah dicabut
Mata Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga Normotia (+/+)
Hidung Bentuk normal, tidak ada deviasi septum
Mulut Bibir edema (-), sianosis (-)
Tenggorokan Pembesaran tonsil (-/-)
Leher Pembesaran KGB (-), trakea ditengah tidak deviasi.
Pemeriksaan Fisik Paru
Keadaan umum : Sakit sedang Inspeksi: Pergerakan dan bentuk dada simetris kanan

Status Generalis
Kesadaran : Composmentis dan kiri, jejas (-), scar (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) kanan = kiri
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Perkusi: sonor (+/+)
Frekuansi Nadi : 77 x/menit Thoraks Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Frekuensi Napas : 20 x/menit Jantung
Suhu : 36,5°C Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Tidak ada thrill
Perkusi: Redup, batas jantung normal
Auskultasi: BJI>BJII reguler

Inspeksi : simetris
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada
Abdomen defans muskuler.
Perkusi : Tympani.
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas atas: edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas
Ekstremitas bawah: edema (-/-) sianosis (-/-)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13.41 g/dL 12-16 • Penggolongan Status Fisik
Eritrosit 4.16 jt/mm3 3.8-5.8 Pasien Menurut ASA
Leukosit 10.24 rb/mm3 4-11 Status fisik ASA 1
Hematokrit 39.14 % 37-47
MCV 86.37 fl 79-99 • Rencana Pembedahan
29.29 pg
MCH 27-32
Debridement + primary hecting
MCHC 33.92 g% 33-37
RDW-CV 11.30 % 11,5-14,5
Trombosit 237 rb/mm3 150-450
• Rencana Anestesi
HEMOSTASIS     General Anestesi – LMA
Masa Perdarahan/BT 2’ menit 1-3
Masa Pembekuan/CT 7,45’ menit 9-15
KIMIA KLINIK    
Glukosa Stik 115 mg/dL 110-200
Persiapan alat anestesi :
LMA Connector Pulse Oxymetri
Monitor Sphygmomanometer
PRA ANESTESI Balon pernafasan Suction Guedel
Persiapan pasien Spuit Stetoskop Sungkup muka
Di ruang perawatan Mesin Anestesi Gel
Pasien di konsultasikan ke dr. Zaki Infus set+abocath Kasa steril
Fikran, Sp.An pada tanggal 25 Juni 2021
untuk persetujuan dilakukan tindakan Premedikasi :
operasi. Setelah mendapatkan
Analgetik : Ketorolac 30 mg / 12j
persetujuan, pasien disiapkan untuk
Antiemetik: Ondansetron 4 mg/ 12j
rencana debridement + primary hecting
keesokan harinya. Diberikan juga Induksi :
informasi kepada keluarga pasien, antara Propofol : 2-2,5 mg/kgBB -> 100 mg
lain: Fentanyl : 1-2 mcg -> 100 mcg
• Informed consent Maintenance : Sevofluran, N2O, O2
• Surat persetujuan operasi Obat tambahan lainnya : Tramadol,
• Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum ondansetron, ketorolac
Rencana terapi cairan intraoperatif
Pada pasien, diberikan cairan Ringer Laktat yang setiap kolf nya berisi 500 ml.
M (Maintenance)
2 cc/ kgBB/ jam = 2 cc/ 50kg/ jam100 cc / jam
O (Operasi)
Karena operasi ini termasuk operasi sedang, maka kebutuhan cairannya adalah:
2 ml x kgBB 2 ml x 50 kg  100 ml
P (Puasa)
Karena pasien puasa selama 8 jam, maka kebutuhan cairannya adalah:
Lama puasa x M 8 x 100ml 800 ml
Total cairan yang dibutuhkan:
Jam pertama  M + O + ½ P  (100 + 100+ 400) ml = 600ml
Jam kedua  M + O + ⅟4P  (100 + 100 + 200) ml = 400 ml
Jam ketiga  M + O + ⅟4P  (100 + 100 + 200) ml = 400 ml
INTRA ANESTESI
26 Juni 2021 pukul 10.05 WIB
1. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi kemudian dilakukan pemasangan
manset dan oksimeter.
2. Menilai keadaan umum dan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di awal atau penilaian pra
induksi (Pukul 10.05 WIB) : Kesadaran: Compos Mentis, TD= 130/90 mmHg, nadi = 90 x/menit,
saturasi O2: 99%.
3. Pasien diberitahukan bahwa akan dilakukan tindakan pembiusan.
4. Posisikan pasien dalam kondisi normal. Pada pasien berikan bantal dibawah kepala.
5. Posisi kepala pasien netral, pandangan tegak lurus keatas.
6. Buka mulut pasien, masukkan LMA yang sudah disiapkan.
7. Hubungkan dengan mesin nafas atau mesin anestesi. Amati pengembangan dada, apakah simetris
dan mengembang besar, serta dengarkan suara nafas apakah sama antara paru kanan dan paru kiri.
8. Setelah semuanya tepat, lakukan fiksasi pipa dengan plester dengan kuat.
9. Dipasang selang O2 dengan menggunakan O2 sebanyak 3 liter/menit
10. Pukul 10.40 tindakan anestesi telah selesai
Pukul 10.05 WIB
•Tindakan anestesi dimulai
•Injeksi Ondancetron, Ketorolac
•Injeksi Fentanyl 2 cc dan Propofol 10 cc
•TD : 130/90 mmHg, HR : 92x/i, RR : 20x/i, Sp O 22 : 100%
•TD
Pukul 10.08 WIB
•Tindakan anestesi selesai dilakukan Pukul 10.27 WIB
•TD : 125/80 mmHg, HR : 90x/i, RR : 20x/i, Sp O 22 : 99% •TD : 120/80 mmHg, HR : 86x/i, RR : 21x/i, Sp O22 : 99%
Pukul 10.11 WIB Pukul 10.31 WIB
•Tindakan pembedahan dimulai •TD : 120/80 mmHg, HR : 88x/i, RR : 20x/i, Sp O22 : 99%
•TD : 118/79 mmHg, HR : 89x/i, RR : 20x/i, Sp O22 : 100% Pukul 10.35 WIB
Pukul 10.15 WIB •TD : 120/80 mmHg, HR : 89x/i, RR : 21x/i, Sp O22 : 100%
•TD : 122/90 mmHg, HR : 88x/i, RR : 22x/i, Sp O 22 : 99% Pukul 10.38 WIB
Pukul 10.18 WIB •TD : 124/87 mmHg, HR : 90x/i, RR : 19x/i, Sp O22 : 99%
•TD : 120/90 mmHg, HR : 98x/i, RR : 19x/i, Sp O 22 : 100% Pukul 10.41 WIB
Pukul 10.21 WIB •TD : 120/80 mmHg, HR : 95x/i, RR : 19x/i, Sp O22 : 100%
•TD : 120/80 mmHg, HR : 85x/i, RR : 20x/i, Sp O 22 : 99% •Pembedahan selesai
Pukul 10.24 WIB •Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2
TD : 125/80 mmHg, HR : 88x/i, RR : 22x/i, Sp O 22 : 99%
••TD dipertahankan
•Pasien dibangunkan
•Manset tensimeter dan saturasi O22 dilepas.
•Kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa ke ruang
pemulihan atau recovery room (RR).
POST OPERATIF

Pukul 10.45 WIB


Pasien masuk ke ruang pemulihan.
Dilakukan penilaian terhadap tingkat
kesadaran, pada pasien kesadarannya
adalah compos mentis. Dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital
ditemukan tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20
x/menit dan saturasi O2 100%.
Kemudian pasien di bawa ke ruangan.
INSTRUKSI POST OP
•Pantau TD, HR, RR dan saturasi oksigen
•IVFD RL 20 gtt/i
•Bila muntah : Inj Ondansentrone 4 mg/12 jam/IV
•Terapi lain sesuai bedah

Laporan Anestesi
•Ahli Anestesiologi : dr. Zaki Fikran, Sp.An
•Ahli Bedah : dr. Andrian, Sp. B
•Diagnosis prabedah : Post op debdridement + primary hecting a.i vulnus laceratum a/r
maxilaris
•Jenis Operasi : Debridement + primary hecting
•Jenis Anestesi : General anastesi – Laringeal Mask Airway
•Lama Operasi : ½ jam
•Lama Anestesi : 35 menit
03

BAB 3
Tinjauan Pustaka

Vulnus laceratum adalah luka robek dengan
tepi tidak rata disertai kerusakan epidermis
dan jaringan yang diakibatkan trauma tumpul
yang keras sehingga mengganggu elastisitas
kulit.
Epidemiologi

Di Jogjakarta angka kejadian vulnus


Di Amenka Serikat angka kejadian Iaceratum sebesar 41%. Di Manado
vulnus laceratum pada tahun 2008 Sulawesi Utara sebesar 38 kasus pada
sebesar 7,3 juta, sedangkan pada tahun tahun 2010, dan 55 kasus pada tahun
2009 sebesar 20,40 juta.Didunia 2011. Di Maluku sebesar 214
prevalensi vulnus laceratum sebesar kasus,sedangkan di Indonesia
12,8% dengan angka kecacatan sebesar prevalensi luka robek pada tahun 2013
8,4 juta. sebesar 23,2%.
Etiologi

Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:

1)   Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
2)   Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3)   Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4)   Trauma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritatif dan
berbagai korosif lainnya.
Manifestasi klinis

A B C
Rubor (kemerahan) Tumor (bengkak) dan
Dolor (nyeri)
dan kalor (panas) functio laesa
(hilangnya fungsi)

D
Kekakuan dan adanya
pembatasan gerak sendi serta
berkurangnya kekuatan pada
daerah yang mengalami
kerusakan
Penatalaksanaan

Tindakan antisepsis Pembersihan Luka


Irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan
Larutan antiseptik yang digunakan untuk membuang jaringan mati dan benda
adalah povidone iodine 10% atau asing (debridement) sehingga akan
klorheksidine glukonat 0,5%. mempercepat penyembuhan.

Penjahitan Luka Penutupan Luka


Prinsip dalam menutup luka adalah
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami mengupayakan kondisi lingkungan yang
infeksi serta berumur kurang dari 8 jam baik pada luka sehingga proses
boleh dijahit primer. penyembuhan berlangsung optimal.
General Anestesi

General anestesi atau anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama
kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846
Klasfikasi anestesi
Umum

Region
al

Lokal
PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESI

namnesis
A
mer iksaan
Pe
fisik
e r iksaan
Pem torium
a si labor
a
Klasifik ik
fis
a n status
Masuk
oral
si
r em edika
P
Klasifikasi status fisik ASA
ASA I
Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA II
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.
ASA III
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena
berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA IV
Pasien penyakit bedah disertai dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya.
ASA V
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin
untuk ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal.
ASA VI
Emergency
PREMEDIKASI

Golongan Analgetik Narkotik/opioid : morfin, petidin, fentanil


Golongan Hipnotik sedatif : Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Dosis
dewasa 100 – 150 mg, pada bayi dan anak 1 mg/kgBB.
Golongan Antikolinergik : Sulfas Atropin. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah
10 – 15 menit
INDUKSI ANESTESI

S = Scope     :   Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru


dan jantung, Laringo-Scope.
T = Tubes   :   Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun
tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A = Airway   :   Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal
ANESTESI INTRAVENA airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa
ANESTESI INTRAMUSKULAR
ini untuk menahan lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape       :  Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
ANESTESI INHALASI terdorong atau tercabut.
ANESTESI PERRECTAL I = Introducer : Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus
plastic (kabel) yang mudah dibengkokakkan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C= Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan
anesthesia.
S = Suction     : Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
Induksi Anestesi

Thiopental (pentotal, tiopenton)


INDUKSI INTRAVENA
Propofol (diprivan, recofol) Ketamin
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

INDUKSI INTRAMUSKULAR Ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara


intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-
5 menit pasien tidur

Nitrous oxide (N2O)


INDUKSI INHALASI Halotan
Isofluran
Sevofluran
Desfluran
Enfluran
Stadium Anestesi
I. STADIUM 1 (Analgesia) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran yang
ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata
II. STADIUM 2 (Eksitasi/delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang
irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+),
tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata.
III.STADIUM 3 (Stadium pembedahan) yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
Ihilangnya
II pernapasan spontan.
.
Stadium 3 terbagi atas:
Plana 1: mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti
Plana 2: mulai gerak bola mata berhenti sampai nafas torakal
lemah
Plana 3: mulai nafas torakal lemah sampai napas torakal berhenti
Plana 4: mulai nafas torakal berhenti sampai nafas diafragma berhenti.
IV. STADIUM 4 (intoksikasi/overdosis obat anestesi) ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang
kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/henti jantung dan akhirnya pasien meninggal.
SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESIA
Definisi

Laringeal Mask Airway (LMA).


Alat supraglotis airway didesain untuk
memberikan dan menjamin tertutupnya
bagian dalam laring untuk ventilasi spontan.
Jenis-jenis LMA
Jenis-jenis LMA
Indikasi LMA

• Digunakan untuk prosedur anestesi jika tindakan intubasi mengalami


kegagalan. 
• Penatalaksanaan kesulitan jalan nafas yang tidak dapat diperkirakan.
• Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.
• Pada operasi kecil atau sedang di daerah permukaan tubuh, berlangsung singkat
dan posisinya terlentang.
Kontrandikasi LMA

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung.


b. Pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik dalam jangka waktu
yang lama.
c. Pada operasi daerah mulut.
d. Pada pasien yang mengalami penurunan fungsi sistem pernafasan, karena
cuff pada LMA yang bertekanan rendah akan mengalami kebocoran pada
tekanan inspirasi yang tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung.
Teknik-teknik
LMA
Macam-macam teknik insersi LMA:
1. Teknik klasik atau standard (Brains original teknik)
2. Inverted/reverse/rotation approach
3. Lateral apporoach a inflated atau deflated cuff

Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr.Brain telah menunjukkan posisi terbaik yang
dapat dicapai pada berbagai variasi pasien dan prosedur pembedahan.

Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan, setelah makanan dikunyah, maka
lidah menekan bolus makanan terhadap langit langit rongga mulut bersamaan dengan
otot-otot pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng.
Keberhasilan
1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada
kebocoran pada balon LMA LMA
2. Pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan
menghadap keluar berlawanan arah dengan lubang LMA
3. Lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA
4. Pastikan anestesi telah adekuat sebelum mencoba untuk
insersi sehingga tercapai relaksasi yang cukup sebelum
dilakukan pemasangan LMA
5. Posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
6. Gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang
palatum durum terus turun sampai ke hipofaring sampai
terasa tahanan yang meningkat. Garis atas hitam longitudinal
seharusnya selalu menghadap kecephalad (menghadap ke
bibir pasien)
7. Kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai
8. Mencegah obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya
disebabkan oleh epiglottis yang terlipat kebawah atau
laringospame sementara.
Kriteria rileksasi LMA Lund dan
Stovener

Kriteria rileksasi yang dalam pemasangan LMA menurut skema modifikasi Lund dan Stovener
(1970) adalah:

1. Excellent : tidak ada gagging atau batuk, tidak ada gerakan pasien atau spasme
laring.
2. Good : gagging ringan atau sedang, batuk, atau ada gerakan pasien tanpa adanya
spasme laring.
3. Poor : gagging sedang sampai berat, batuk, atau ada gerakan pasien tanpa adanya
spasme laring.
4. Unacceptable : gagging berat, batuk atau atau ada gerakan pasien atau spasme laring.
Komplikasi
LMA
Komplikasi mekanikal ( kinerja LMA sebagai alat)
1. Gagal insersi (0,3-4%)
2. Ineffective seal (<5%)
3. Malposisi (20-35%)

Komplikasi traumatik (kerusakan jaringan sekitar)


4. Nyeri tenggorokan (0-70%)
5. Tenggorokan lecet (0-70%)
6. Disfagia (4-24%)
7. Disartria (4-47%)

Komplikasi patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh)


1. Batuk (<2%)
2. Muntah (0,02-5%)
3. Tersedak
Pembahasa
n
Pasien tergolong ASA I
berdasarkan status fisik.

Karena pasien merupakan seorang pasien bedah


yang tidak memiliki penyakit sistemik
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum
dengan laringeal mask airway (LMA)

Jenis operasi yang akan dilakukan adalah


Debridement + primary hecting

- Jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang LMA


- Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, serta
terhindar dari trauma terhadap operasi.
- Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi
- Waktu pulih sadar lebih cepat dengan kondisi nafas spontan.
Pasien mengaku dipuasakan sebelum dilakukan tindakan operasi.

-Pasien dipuasakan untuk memastikan bahwa lambung


pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung
yang akan membahayakan pasien

-Menghindari terjadinya mual dan regurgitasi lambung


dikarenakan terjadinya hipoksia selama anestesi, atau akibat
tekanan dalam rongga yang tinggi
Premedikasi : Induksi :
Propofol : 2-2,5 mg/kgBB -> 100 mg
Analgetik : Ketorolac 30 mg IV Fentanyl : 1-2 mcg -> 100 mcg
Maintenance : Sevofluran, N2O, O2
Antiemetik: Ondansetron 4 mg IV Obat tambahan lainnya : Tramadol, ondansetron, ketorolac

Premedikasi merupakan tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obatan


pendahuluan.
Tujuan premedikasi untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan pemberian
analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.
Pada pasien ini diberikan ketorolac injeksi 30 mg IV dengan tujuan untuk mendapatkan
efek analgetik yang terkandung dalam ketorolac sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
pasien.
Pada pasien ini diberikan ondansetron 4 mg IV untuk mendapatkan efek emetic sehingga
pasien tidak merasakan mual ataupun muntah saat dilakukan operasi.

Propofol diberikan sebagai obat induksi yang efeknya merupakan hipnotik, dan memiliki mula kerja yang
cepat.
Fentanyl diberikan sebagai obat induksi golongan opioid analgetik yang berkerja sentral pada sistem saraf
pusat sehingga mengakibatkan meningkatkan ambang batas nyeri, mengurangi persepsi nyeri.
Maintenance : Pasien
diberikan
sevofluran, O2, dan N2O

Pemilihan agen anestesi sevofluran dipilih karena induksi dan


pulih lebih cepat. Kemudian jika dibandingkan dengan
isofluran, isofluran memiliki efek iritatif pada saluran nafas.

Terapi analgetik yang


diberikan pada pasien
post op adalah
Tramadol.

Hal ini sesuai dengan teori manajemen nyeri pedoman


WHO, dimana pada pasien akan mengalami nyeri akut
post operasi dan pemberian analgetik dianjurkan.
Kesimpula
n

Pada kasus ini, Pasien Tn. A dengan diagnosis Vulnus Laceratum a/r Maxilaris
dilakukan operasi debridement + primary hecting dengan tindakan general anestesi,
yaitu Laringeal Mask Airway (LMA). Setelah operasi selesai, pasien kemudian dibawa ke
ruang rawatan. Sejak tindakan pembedahan pertama hingga terakhir telah dilakukan
pemberian obat-obatan anestesi seperti fentanyl sebagai analgesik, propofol sebagai
hipnotik-sedasi, O2 dan N2O sebagai obat anestesi inhalasi dan maintenance.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai