GENERAL ANESTESI
PADA VULNUS
LACERATUM a/r
MAXILARIS
Oleh :
Fitri Ariska Malona Nasution, S.Ked
150611010
Preseptor:
dr. Fachrurrazi, Sp. An, M. Kes, KIC
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka
terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga
melampaui elastisitas kulit atau otot”
Vulnus laceratum dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas
sehingga kontinuitas jaringan terputus dengan bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa
hingga lapisan otot.
BAB 2
Identitas Pasien
Anamnesis
Nama : Tn. A
Umur : 56 tahun Keluhan Utama : Luka robek pada
Jenis Kelamin : Laki-laki pipi sebelah kanan dengan ukuran 7 x 3 cm
MR : 168103
Alamat : Samudera
Pekerjaan : Wiraswasta
Riwayat Penyakit Sekarang
Perkawinan : Menikah Pasien datang ke RSUD Cut Meutia dengan
Agama : Islam keluhan luka robek pada bagian pipi kanan
Suku : Aceh dengan darah yang mengalir dan ukuran 7 x 3
Ruangan : Bedah cm. Pasien mengaku terjatuh dari motor dan
Tgl Masuk Rumah sakit : 24-06-2021 bagian pipi mengenai aspal. Akibat kejadian ini
Tanggal Operasi : 25-06-2021 pasien mengalami luka robek pada pipi bagian
kanan.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga
Status Generalis
Kesadaran : Composmentis dan kiri, jejas (-), scar (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) kanan = kiri
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Perkusi: sonor (+/+)
Frekuansi Nadi : 77 x/menit Thoraks Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Frekuensi Napas : 20 x/menit Jantung
Suhu : 36,5°C Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Tidak ada thrill
Perkusi: Redup, batas jantung normal
Auskultasi: BJI>BJII reguler
Inspeksi : simetris
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada
Abdomen defans muskuler.
Perkusi : Tympani.
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas atas: edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas
Ekstremitas bawah: edema (-/-) sianosis (-/-)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13.41 g/dL 12-16 • Penggolongan Status Fisik
Eritrosit 4.16 jt/mm3 3.8-5.8 Pasien Menurut ASA
Leukosit 10.24 rb/mm3 4-11 Status fisik ASA 1
Hematokrit 39.14 % 37-47
MCV 86.37 fl 79-99 • Rencana Pembedahan
29.29 pg
MCH 27-32
Debridement + primary hecting
MCHC 33.92 g% 33-37
RDW-CV 11.30 % 11,5-14,5
Trombosit 237 rb/mm3 150-450
• Rencana Anestesi
HEMOSTASIS General Anestesi – LMA
Masa Perdarahan/BT 2’ menit 1-3
Masa Pembekuan/CT 7,45’ menit 9-15
KIMIA KLINIK
Glukosa Stik 115 mg/dL 110-200
Persiapan alat anestesi :
LMA Connector Pulse Oxymetri
Monitor Sphygmomanometer
PRA ANESTESI Balon pernafasan Suction Guedel
Persiapan pasien Spuit Stetoskop Sungkup muka
Di ruang perawatan Mesin Anestesi Gel
Pasien di konsultasikan ke dr. Zaki Infus set+abocath Kasa steril
Fikran, Sp.An pada tanggal 25 Juni 2021
untuk persetujuan dilakukan tindakan Premedikasi :
operasi. Setelah mendapatkan
Analgetik : Ketorolac 30 mg / 12j
persetujuan, pasien disiapkan untuk
Antiemetik: Ondansetron 4 mg/ 12j
rencana debridement + primary hecting
keesokan harinya. Diberikan juga Induksi :
informasi kepada keluarga pasien, antara Propofol : 2-2,5 mg/kgBB -> 100 mg
lain: Fentanyl : 1-2 mcg -> 100 mcg
• Informed consent Maintenance : Sevofluran, N2O, O2
• Surat persetujuan operasi Obat tambahan lainnya : Tramadol,
• Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum ondansetron, ketorolac
Rencana terapi cairan intraoperatif
Pada pasien, diberikan cairan Ringer Laktat yang setiap kolf nya berisi 500 ml.
M (Maintenance)
2 cc/ kgBB/ jam = 2 cc/ 50kg/ jam100 cc / jam
O (Operasi)
Karena operasi ini termasuk operasi sedang, maka kebutuhan cairannya adalah:
2 ml x kgBB 2 ml x 50 kg 100 ml
P (Puasa)
Karena pasien puasa selama 8 jam, maka kebutuhan cairannya adalah:
Lama puasa x M 8 x 100ml 800 ml
Total cairan yang dibutuhkan:
Jam pertama M + O + ½ P (100 + 100+ 400) ml = 600ml
Jam kedua M + O + ⅟4P (100 + 100 + 200) ml = 400 ml
Jam ketiga M + O + ⅟4P (100 + 100 + 200) ml = 400 ml
INTRA ANESTESI
26 Juni 2021 pukul 10.05 WIB
1. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi kemudian dilakukan pemasangan
manset dan oksimeter.
2. Menilai keadaan umum dan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di awal atau penilaian pra
induksi (Pukul 10.05 WIB) : Kesadaran: Compos Mentis, TD= 130/90 mmHg, nadi = 90 x/menit,
saturasi O2: 99%.
3. Pasien diberitahukan bahwa akan dilakukan tindakan pembiusan.
4. Posisikan pasien dalam kondisi normal. Pada pasien berikan bantal dibawah kepala.
5. Posisi kepala pasien netral, pandangan tegak lurus keatas.
6. Buka mulut pasien, masukkan LMA yang sudah disiapkan.
7. Hubungkan dengan mesin nafas atau mesin anestesi. Amati pengembangan dada, apakah simetris
dan mengembang besar, serta dengarkan suara nafas apakah sama antara paru kanan dan paru kiri.
8. Setelah semuanya tepat, lakukan fiksasi pipa dengan plester dengan kuat.
9. Dipasang selang O2 dengan menggunakan O2 sebanyak 3 liter/menit
10. Pukul 10.40 tindakan anestesi telah selesai
Pukul 10.05 WIB
•Tindakan anestesi dimulai
•Injeksi Ondancetron, Ketorolac
•Injeksi Fentanyl 2 cc dan Propofol 10 cc
•TD : 130/90 mmHg, HR : 92x/i, RR : 20x/i, Sp O 22 : 100%
•TD
Pukul 10.08 WIB
•Tindakan anestesi selesai dilakukan Pukul 10.27 WIB
•TD : 125/80 mmHg, HR : 90x/i, RR : 20x/i, Sp O 22 : 99% •TD : 120/80 mmHg, HR : 86x/i, RR : 21x/i, Sp O22 : 99%
Pukul 10.11 WIB Pukul 10.31 WIB
•Tindakan pembedahan dimulai •TD : 120/80 mmHg, HR : 88x/i, RR : 20x/i, Sp O22 : 99%
•TD : 118/79 mmHg, HR : 89x/i, RR : 20x/i, Sp O22 : 100% Pukul 10.35 WIB
Pukul 10.15 WIB •TD : 120/80 mmHg, HR : 89x/i, RR : 21x/i, Sp O22 : 100%
•TD : 122/90 mmHg, HR : 88x/i, RR : 22x/i, Sp O 22 : 99% Pukul 10.38 WIB
Pukul 10.18 WIB •TD : 124/87 mmHg, HR : 90x/i, RR : 19x/i, Sp O22 : 99%
•TD : 120/90 mmHg, HR : 98x/i, RR : 19x/i, Sp O 22 : 100% Pukul 10.41 WIB
Pukul 10.21 WIB •TD : 120/80 mmHg, HR : 95x/i, RR : 19x/i, Sp O22 : 100%
•TD : 120/80 mmHg, HR : 85x/i, RR : 20x/i, Sp O 22 : 99% •Pembedahan selesai
Pukul 10.24 WIB •Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2
TD : 125/80 mmHg, HR : 88x/i, RR : 22x/i, Sp O 22 : 99%
••TD dipertahankan
•Pasien dibangunkan
•Manset tensimeter dan saturasi O22 dilepas.
•Kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa ke ruang
pemulihan atau recovery room (RR).
POST OPERATIF
Laporan Anestesi
•Ahli Anestesiologi : dr. Zaki Fikran, Sp.An
•Ahli Bedah : dr. Andrian, Sp. B
•Diagnosis prabedah : Post op debdridement + primary hecting a.i vulnus laceratum a/r
maxilaris
•Jenis Operasi : Debridement + primary hecting
•Jenis Anestesi : General anastesi – Laringeal Mask Airway
•Lama Operasi : ½ jam
•Lama Anestesi : 35 menit
03
BAB 3
Tinjauan Pustaka
“
Vulnus laceratum adalah luka robek dengan
tepi tidak rata disertai kerusakan epidermis
dan jaringan yang diakibatkan trauma tumpul
yang keras sehingga mengganggu elastisitas
kulit.
Epidemiologi
1) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4) Trauma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritatif dan
berbagai korosif lainnya.
Manifestasi klinis
A B C
Rubor (kemerahan) Tumor (bengkak) dan
Dolor (nyeri)
dan kalor (panas) functio laesa
(hilangnya fungsi)
D
Kekakuan dan adanya
pembatasan gerak sendi serta
berkurangnya kekuatan pada
daerah yang mengalami
kerusakan
Penatalaksanaan
General anestesi atau anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama
kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846
Klasfikasi anestesi
Umum
Region
al
Lokal
PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESI
namnesis
A
mer iksaan
Pe
fisik
e r iksaan
Pem torium
a si labor
a
Klasifik ik
fis
a n status
Masuk
oral
si
r em edika
P
Klasifikasi status fisik ASA
ASA I
Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA II
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.
ASA III
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena
berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA IV
Pasien penyakit bedah disertai dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya.
ASA V
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin
untuk ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal.
ASA VI
Emergency
PREMEDIKASI
Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr.Brain telah menunjukkan posisi terbaik yang
dapat dicapai pada berbagai variasi pasien dan prosedur pembedahan.
Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan, setelah makanan dikunyah, maka
lidah menekan bolus makanan terhadap langit langit rongga mulut bersamaan dengan
otot-otot pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng.
Keberhasilan
1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada
kebocoran pada balon LMA LMA
2. Pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan
menghadap keluar berlawanan arah dengan lubang LMA
3. Lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA
4. Pastikan anestesi telah adekuat sebelum mencoba untuk
insersi sehingga tercapai relaksasi yang cukup sebelum
dilakukan pemasangan LMA
5. Posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
6. Gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang
palatum durum terus turun sampai ke hipofaring sampai
terasa tahanan yang meningkat. Garis atas hitam longitudinal
seharusnya selalu menghadap kecephalad (menghadap ke
bibir pasien)
7. Kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai
8. Mencegah obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya
disebabkan oleh epiglottis yang terlipat kebawah atau
laringospame sementara.
Kriteria rileksasi LMA Lund dan
Stovener
Kriteria rileksasi yang dalam pemasangan LMA menurut skema modifikasi Lund dan Stovener
(1970) adalah:
1. Excellent : tidak ada gagging atau batuk, tidak ada gerakan pasien atau spasme
laring.
2. Good : gagging ringan atau sedang, batuk, atau ada gerakan pasien tanpa adanya
spasme laring.
3. Poor : gagging sedang sampai berat, batuk, atau ada gerakan pasien tanpa adanya
spasme laring.
4. Unacceptable : gagging berat, batuk atau atau ada gerakan pasien atau spasme laring.
Komplikasi
LMA
Komplikasi mekanikal ( kinerja LMA sebagai alat)
1. Gagal insersi (0,3-4%)
2. Ineffective seal (<5%)
3. Malposisi (20-35%)
Propofol diberikan sebagai obat induksi yang efeknya merupakan hipnotik, dan memiliki mula kerja yang
cepat.
Fentanyl diberikan sebagai obat induksi golongan opioid analgetik yang berkerja sentral pada sistem saraf
pusat sehingga mengakibatkan meningkatkan ambang batas nyeri, mengurangi persepsi nyeri.
Maintenance : Pasien
diberikan
sevofluran, O2, dan N2O
Pada kasus ini, Pasien Tn. A dengan diagnosis Vulnus Laceratum a/r Maxilaris
dilakukan operasi debridement + primary hecting dengan tindakan general anestesi,
yaitu Laringeal Mask Airway (LMA). Setelah operasi selesai, pasien kemudian dibawa ke
ruang rawatan. Sejak tindakan pembedahan pertama hingga terakhir telah dilakukan
pemberian obat-obatan anestesi seperti fentanyl sebagai analgesik, propofol sebagai
hipnotik-sedasi, O2 dan N2O sebagai obat anestesi inhalasi dan maintenance.
Thank You