Anda di halaman 1dari 13

BUKU JAWABAN TUGAS TUTORIAL ONLINE

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : JOAO ROBIN MARQUES

Nomor Induk Mahasiswa : 022822751

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4223 / Pendidikan Agama Katolik

Kode/Nama UPBJJ : 79 / KUPANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
SOAL NOMOR 1

1. Pemimpin Gereja Katolik mengajarkan iman akan Tritunggal Maha Kudus menjadi
dasar pijak hidup beriman anggota Gereja Katolik seluruh dunia. Ajaran ini menegaskan
bahwa setiap anggota Gereja Katolik meyakini misteri Allah Tritunggal.

1. Deskripsikan pemahaman Anda mengenai Misteri Allah Tritunggal dengan analogi yang
menurut Anda tepat.
2. Jelaskan Misteri Allah Tritunggal  dalam perspektif Kitab Suci (Perjanjian Baru dan
Perjanjian Lama!
3. Bagikan pengalaman Anda dalam menghayati dan mengimani Misteri Allah Tritunggal.
Jawaban :
1. Ajaran tentang Allah Tritunggal memang sulit dipahami dan sulit untuk dijelaskan.
Manusia tidak akan pernah puas untuk mencari jawaban tentang misteri Allah
Tritunggal. Namun, Allah senantiasa berada dalam persekutuan kekal yang penuh
kasih antara Bapa, Putera dan Roh kudus. Manusia yang mengimani Kristus telah
ikut ambil bagian dalam persukutuan yang penuh kasih dan kekal ini. Allah tetaplah
menjadi misteri untuk tidak pernah diketahui jawabannya.
Ketika kita berhasil menemukan jawaban dan merumuskan Allah yang penuh
misteri dan tidak terselami dengan akal budi manusia yang terbatas, maka Allah
bukanlah Allah lagi. Allah telah berhenti menjadi Allah dan akan menjadi sebuah
rumusan ciptaan manusia. Misteri tentang Allah bukanlah sebuah teka-teki karena
teka-teki itu harus dipecahkan. Misteri Allah merupakan ajaran Tritunggal Yang Esa
bagi iman kristen.
Demikian juga mengenai Allah Tritunggal, Misteri Allah Tritunggal bukan
untuk dipecahkan melainkan untuk dikagumi dan dihayati kemisteriannya, diilhami
untuk menjadikan motivasi bagi kita untuk berbuat baik kepada siapa saja serta
dijadikan landasan untuk selalu mewartakan Sabda Tuhan kepada semua orang demi
kemuliaan Allah. Pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah, telah mengubah
sudut pandang iman kristen tentang Allah.
Akhirnya Gereja merumuskan ajarannya tentang Allah ke dalam Tiga
Kepribadian menjadi Satu (Tritunggal) yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ajaran
inilah yang kemudian dihayati oleh umat kristen yang sungguh percaya dan
mengimani Allah sebagai Maha Kuasa.
            Tritunggal Maha Kudus adalah sebuah misteri yang tidak dapat ditembus
oleh akal budi manusia. Tritunggal yang terdiri dari Tiga Kepribadian yaitu Bapa,
Putera dan Roh Kudus tetap menjadi Allah Yang Esa. Tritunggal memiliki kegiatan
yang satu dan sama tetapi setiap Pribadi Ilahi yang hadir dalam kehidupan manusia
tetap sesuai dengan kekhususannya dalam Tritunggal.

2. Misteri Allah Tritunggal  dalam perspektif Kitab Suci PERJANJIAN BARU adalah:

A. PERJANJIAN BARU memberikan pernyataan yang lebih jelas tentang Pribadi-


Pribadi yang distingsi dalam diri Allah dibandingkan Perjanjian Lama. Hal ini
disebabkan Perjanjian Baru ditulis setelah natur Allah Tritunggal telah
dimanifestasikan secara utuh. Para penulis Perjanjian Baru sangat menyadari dan
mengakui fakta bahwa Allah yang hidup dan benar itu bereksistensi di dalam tiga
Pribadi. Para penulis Perjanjian Baru mengenali ketiga Pribadi Tritunggal berbeda
dan pada kesempatan yang sama menyatakan bahwa ketigaNya adalah Allah yang
esa. Perjanjian Barulah yang secara jelas menyatakan bahwa jumlah Pribadi ilahi
sebagai tiga, tidak lebih dan tidak kurang. Seluruh Perjanjian Baru dipenuhi
dengan catatan-catatan yang jelas tentang tiga Pribadi ilahi yang berbeda, yang
diungkapkan sebagai Keallahan yang kekal.

Berikut secara ringkas bagian-bagian Perjanjian Baru dimana Tritunggal


diajarkan.

 Perjanjian Baru menunjukkan ketiga pribadi Allah itu dengan lebih jelas, dan
juga menyetarakan Mereka (Yohanes 5:31,32,37). Yohanes 5:31 menunjukkan
Yesus sebagai “saksi”, dan Yohanes 5:32,37a menunjukkan Bapa sebagai
“saksi yang lain”, dimana untuk kata-kata “yang lain” digunakan kata bahasa
Yunani “allos”. Ada dua kata Yunani yang berarti “yang lain”, yaitu “allos”
dan “heteros”. Tetapi kedua kata ini ada bedanya. Kata “allos” menunjuk pada
“yang lain” dari jenis yang sama; Sedangkan “heteros” menunjuk pada “yang
lain” dari jenis yang berbeda. Sebagai contoh, saya mempunyai satu botol
minuman Sprite. Jika saya mengingin¬kan satu botol Sprite “yang lain”, yang
sama dengan yang ada pada saya ini, maka saya akan menggunakan kata
“allos”. Seandainya saya menghendaki minuman “yang lain”, misalnya Fanta,
maka saya harus menggunakan “heteros”, bukan “allos”. Jadi pada waktu
Yesus disebut sebagai Saksi, dan Bapa sebagai Saksi yang lain, dan kata “yang
lain” itu menggunakan allos, maka itu menunjukkan bahwa Yesus mempunyai
kualitas atau jenis yang sama dengan Bapa, dan ini membuktikan bahwa Yesus
adalah Allah! Hal yang sama terjadi antara Yesus dan Roh Kudus. Yesus
disebut “Pengantara” atau “Parakletos” (1 Yohanes 2:1), dan Roh Kudus
disebut “Penolong” atau “Parakletos” yang lain (Yohanes 14:16). Janji Tuhan
Yesus untuk mengirin seorang Penolong (Parakletos) “yang lain” disini berarti
seorang yang lain dari Pribadi Trinitas. Di sini untuk kata-kata “yang lain”
juga digunakan “allos”, yang menunjukkan bahwa Yesus dan Roh Kudus
mempunyai jenis atau kualitas yang sama. Dengan demikian Bapa, Anak, dan
Roh Kudus mempunyai jenis atau kualitas yang sama, dan semua ini bisa
digunakan untuk mendukung doktrin Tritunggal. Memang di sini tidak terlihat
kesatuan dari pribadi-pribadi itu, tetapi ini dengan mudah bisa didapatkan dari
ayat-ayat yang menunjukkan keesaan Allah, seperti Ulangan 6:4; Markus
12:32; Yohanes 17:3; 1 Timotius 2:5 Yakobus 2:19 1 Korintus 8:4).
 Perjanjian Baru menunjukkan ketiga Pribadi Allah itu disebut dalam satu
bagian Kitab Suci. Pada peristiwa baptisan Kristus (Matius 3:16-17); Pada
peristiwa Amanat Agung (Matius 28:19); Penjelasan Paulus tentang
kharismata atau karunia-karunia Roh (1 Korintus 12:4-6); Berkat Rasuli (2
Korintus 13:13); Tentang kesatuan tubuh Kristus (Efesus 4:4-6); dan
pernyataan Petrus (1 Petrus 1:2). Perlu diperhatikan dalam ayat-ayat di atas ini
adalah bahwa urut-urutannya tidak selalu Bapa sebagai yang pertama
disebutkan, Anak sebagai yang kedua, dan Roh Kudus sebagai yang ketiga.
Urut-urutan dibolak-balik, dan ini menunjukkan kesetaraan Mereka. Kalau
Bapa memang lebih tinggi dari Anak, maka adalah mustahil bahwa Yesus
kadang-kadang ditulis lebih dulu dari Bapa, dan kalau Roh Kudus hanya
sekedar merupakan “tenaga aktif Allah”, maka juga merupakan sesuatu yang
mustahil bahwa “tenaga aktif Allah” itu ditulis lebih dulu dari Allahnya
sendiri. Dalam kasus-kasus tertentu, tiga nama yang diletakkan berjajar bisa
menunjukkan bahwa mereka setingkat. Misalnya kalau dikatakan ada
konferensi tingkat tinggi tiga negara, maka kalau negara yang satu
mengirimkan kepala negara, maka pasti kedua negara yang lain juga demikian.
Kalau negara yang satu mengirim menteri luar negeri, maka pasti kedua negara
yang lain juga demikian. Jadi, kadang-kadang penyejajaran tiga nama memang
bisa menunjukkan bahwa tiga orang itu setingkat. Itu tergan¬tung dari
konteksnya; dan karena itu harus dipertanyakan: dalam situasi dan keadaan apa
ketiga pribadi itu disebutkan bersama-sama? Dalam ayat-ayat di atas, Bapa,
Anak, dan Roh Kudus disebutkan dalam konteks yang sakral, seperti formula
baptisan (Matius 28:19), berkat kepada gereja Korintus (2 Korintus 13:13),
baptisan Yesus (Matius 3:16-17), dan sebagainya. Karena itu ayat-ayat itu bisa
dipakai sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus
itu setingkat.
 Dalam Matius 28:19 dikatakan “dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh
Kudus”. Secara khusus, frase Yunani yang tertulis di Matius 28:19 yaitu
“baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou uiou kai tou agiou
pneumatos” yang diterjemahkan menjadi “baptislah mereka dalam nama Bapa,
dan Anak, dan Roh Kudus”, dimana hal yang menarik adalah bahwa sekalipun
di sini disebutkan tiga buah nama yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi
kata kata Yunani “eis to onomo” yang diterjemahkan “dalam nama” adalah
nominatif singular (bentuk tunggal, bukan bentuk jamak)! Dalam bahasa
Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak).
Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara,
tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa. Matius
akan membuat kesalahan dalam pengungkapannya jika salah satu dari dua hal
berikut ini adalah benar : (1) Jika Bapa, Anak, dan Roh Kudus tidak memiliki
keberadaan yang identik (karena jika memang demikian Matius harus
menggunakan bentuk jamak untuk kata “nama”, bukan bentuk tunggal). (2)
Jika keberadaan yang disebut itu tidak bereksistensi dalam tiga Pribadi (karena
jika memang demikian Matius tidak akan berkata “nama” itu dimiliki bersama
oleh tiap-tiap Pribadi Allah). Jika tidak terdapat tiga Pribadi yang adalah Allah,
dan jika terdapat lebih dari satu Allah, maka Matius telah membuat kesalahan.
Tetapi hal itu mustahil.
B. Misteri Allah Tritunggal  dalam perspektif Kitab Suci PERJANJIAN LAMA
adalah: Pada masa Perjanjian Lama, sebenarnya Allah Tritunggal sudah
diwahyukan dan diberitakan oleh para nabi kepada orang-orang, meskipun belum
sejelas jaman Perjanjian Baru. Bahkan, kalimat pertama dalam kitab Taurat yang
ditulis oleh Musa telah menggambarkan konsep ini. Kata “Allah” yang dipakai di
Kejadian 1:1 dalam bahasa aslinya, bahasa Ibrani, memakai kata “Elohim” yang
merupakan bentuk jamak dari “El”. Melalui pilihan kata yang digunakan oleh
Musa, kita dapat melihat adanya penekanan pada natur pluralitas Allah sejak awal
Alkitab. Kemudian, pada ayat kedua, dikatakan bahwa “… Roh Allah melayang-
layang di atas permukaan air”. Tidak tercatat “Allah” melainkan “Roh Allah” di
ayat ini, seolah-olah Musa ingin menunjukkan bahwa ada lebih dari 1 Pribadi
Allah yang hadir.

Kemudian di ayat berikutnya lagi dikatakan, “Berfirmanlah Allah”. Tindakan ini


tidak biasa karena ketika orang mau melakukan sesuatu, ia akan dicatat
melakukan hal tersebut, bukannya berbicara. Namun, di sini Musa justru mencatat
Allah menciptakan – melakukan pekerjaan-Nya – dengan berbicara, seolah-olah
Firman yang keluar dari mulut Allah mempunyai kuasa untuk menciptakan.
Tetapi, jika bagian ini dibandingkan dengan Perjanjian Baru, terutama Yohanes 1,
kita tahu bahwa ada Pribadi Allah yang disebut juga sebagai Firman yang
menciptakan segala sesuatu, yaitu Kristus. Berarti, selain Allah dan Roh Allah
(dapat kita simpulkan bahwa Ia adalah Roh Kudus), ada Pribadi ketiga yang
disebut sebagai Firman Allah yang menciptakan segala sesuatu.

Kemudian, tercatat di Kejadian 1:26, “… Baiklah Kita menjadikan manusia


menurut gambar dan rupa Kita…” Banyak orang yang menolak ajaran Tritunggal
karena menganggap bahwa kata “Kita” mengacu pada Allah dan malaikat, seolah-
olah Tuhan sedang mengajak malaikat untuk menciptakan manusia. Kesalahan
interpretasi ini adalah menganggap malaikat, yang naturnya adalah ciptaan, bisa
menciptakan. Padahal, di seluruh bagian Kitab Suci tidak ada pernyataan bahwa
ciptaan mempunyai hak untuk menciptakan. Oleh karena itu, dengan
mempertimbangkan kembali bagian awal pasal ini, penjelasan yang lebih logis
adalah kata “Kita” di ayat 26 merujuk kepada ketiga Pribadi dalam Allah
Tritunggal.

Bagian lain yang menunjukkan pengenalan Allah Tritunggal dalam Perjanjian


Lama adalah Ulangan 6:4, “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita,
TUHAN itu esa!” Jika kita membaca ayat ini dalam bahasa Indonesia, kita tidak
bisa melihat adanya konsep Tritunggal. Namun, dalam bahasa Ibrani, kata
“Allah” di ayat tersebut sekali lagi menggunakan “Elohim” yang adalah bentuk
jamak. Selain itu, setelah mengatakan bahwa “TUHAN [dalam bahasa Ibrani,
kata “TUHAN” adalah nama dari Tuhan sendiri, yaitu “YHWH”] itu adalah Allah
[jamak] kita [orang Israel]”, dituliskan bahwa “TUHAN itu esa [tunggal]”. Kata
“esa” dalam ayat ini menggunakan kata Ibrani “echad” yang berarti satu, dalam
artian dipersatukan. Contoh ayat lain yang menggunakan kata ini adalah Kejadian
2:24, “… sehingga keduanya [laki-laki dan istrinya] menjadi satu [“echad”]
daging”. Penggunaan kata “Elohim” dan “echad” dalam ayat ini mengindikasikan
pemahaman bangsa Israel akan konsep Tuhan yang mempunyai tiga Pribadi
namun satu.

Selain ketiga contoh di atas yang mengeksposisi perikop menggunakan bahasa


aslinya, ada banyak kisah dalam Perjanjian Lama yang menceritakan perjumpaan
seorang tokoh dengan Pribadi lain dalam Allah, seperti di Kejadian 32:22-32 yang
mengisahkan pergulatan Yakub dengan seorang laki-laki yang ternyata adalah
Allah sendiri. Namun, dalam artikel kali ini kami akan menggunakan contoh
lainnya, yaitu percakapan Hagar dengan Malaikat Tuhan dalam Kejadian 16:7-14.

Di ayat 10, Malaikat (dari kata Ibrani “mal’akh” yang berarti “utusan”) TUHAN
berkata: “Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu…” Perhatikan bahwa
Malaikat itu menggunakan kata “Aku” ketika berbicara dengan Hagar, bukan
“TUHAN”. Pilihan kata-Nya ini seolah-olah menyatakan bahwa Ia memiliki
otoritas atas keturunan Hagar, seolah-olah Ia adalah Tuhan sendiri. Mengingat
natur malaikat adalah utusan Allah yang hanya menyampaikan pesan Tuhan,
bukan menyatakan tindakan yang akan diambilnya sendiri, Malaikat ini tentulah
bukan malaikat biasa, melainkan Tuhan yang berotoritas.

Kemudian, di ayat 11, lagi Malaikat tersebut berkata, “… TUHAN telah


mendengar penindasan atasmu itu.” Kalimat ini seolah-olah membedakan diri-
Nya sendiri dengan TUHAN dan berlawanan dengan pernyataan-Nya di ayat 10
yang menyatakan bahwa diri-Nya adalah Tuhan. Tetapi, jika kita percaya bahwa
Malaikat di atas adalah Tuhan, dan Hagar pun mengakui bahwa yang berkata-kata
(berfirman) kepadanya adalah TUHAN sendiri (ayat 13), maka satu-satunya
kemungkinan yang ada adalah Malaikat Tuhan di sini adalah salah satu Pribadi
TUHAN. Konsep Allah Tritunggal menjadi krusial untuk memahami bagian ini,
karena tanpa adanya kemajemukan Allah, ayat 10 dan 11 akan saling membantah
satu sama lain.

3. Pengalaman Saya dalam menghayati dan mengimani Misteri Allah Tritunggal adalah
dengan Rajin Berdoa, Rajin ke Gereja ( Tapi harus disertai niat yang tulus dari
dalam hati), Membaca Alkitab dan mendengarkan Firman Tuhan, Berbuat baik
kepada siapapun tanpa membeda bedakan, Menghormati orang tua dan mengasihi
sesama dll.
Karena Iman tentang Tritunggal Mahakudus dapat kita hayati dalam sejarah
keselamatan. Sebab dalam sejarah keselamatan kita menemukan keyakinan bahwa
Allah-lah yang sesungguhnya berinisiatif menciptakan dan menyelamatakan
manusia. Dengan kata lain, penciptaan dan keselamatan manusia adalah inisiatif dari
Allah sendiri.
Dalam kitab Kejadian dengan jelas diungkapkan bahwa Allah
berfirman, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, …”
(Kej. 1:26).

Dalam hal ini, nampak dengan jelas bahwa bukan manusia yang meminta
untuk diciptakan tetapi Allah sendiri yang mau untuk menciptakan manusia, bahkan
menurut gambar dan rupaNya sendiri. Itu berarti bahwa manusia adalah ciptaan yang
begitu luhur dan mulia. Tetapi keluhuran manusia itu dirusak oleh kuasa dosa. Kuasa
dosa itulah yang menyebabkan manusia berada di bawah cengkraman maut.

“Sebab begitu besar kasih Allah kepada dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya
ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya” (Yoh. 3:16-17).

SOAL NOMOR 2.
1. Menjelaskan ciri Gereja yang satu dalam konteks iman dan sekaligus dapat menyebutkan
teks pendukung dan ajaran/magisterium Gereja Katolik serta menguraikan penghayatan
iman pribadi dalam ciri Gereja yang satu.
Jawaban :

Gereja yang Satu mendapatkan dasarnya dari kesatuan Tritunggal, yaitu Bapa, Putera dan
Roh Kudus. Allah Tritunggal kendati memiliki tiga pribadi, namun hakikatnya adalah Satu.
Sama halnya dengan Gereja, kendati beraneka ragam, namun tetap Satu yaitu Gereja yang
berkumpul dalam Tuhan Yesus Kristus. Roh Kudulah yang menyatukan Gereja.

Dalam konteks kehidupan kristiani, kita menyadari bahwa dosa menyebabkan terjadinya perpecahan
dan pertengkaran, sebaliknya di mana ada kebajikan di sana ada perdamaian. Roh Kudus
membimbing gerejaNya untuk senantiasa masuk lebih dalam menuju kebersatuan antara umat dan
terlebih dengan Yesus Kristus.
Gereja yang Satu ini terdiri dari :
 Pengakuan iman yang sama.
 Perayaan ibadat bersama dan sakramen-sakramen.
 Suksesi apostolik yang oleh tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara dan saudari
dalam Kerajaan Allah.

Dalam ciri yang pertama gereja adalah Syahadat iman Gereja Katolik dirumuskan


dalam Kredo (credere = percaya). Ada dua rumusan kredo yaitu rumusan pendek dan
rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek disebut Syahadat Para Rasul karena menurut
tradisi syahadat ini disusun oleh para rasul.Yang panjang disebut Syahadat Nikea yang
disahkan dalam Konsili Nikea (325) yang menekankan keilahian Yesus. Dikemudian hari
lazim disebut sebagai Syadat Nikea-Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili
Konstantinopel I (381). Pada Konsili ini ditekankan keilahian Roh Kudus yang harus
disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera.Syahadat inilah yang lebih banyak
digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja Katolik.

Di dalam rumusan syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan ke empat sifat
atau ciri Gereja Katolik: satu, kudus, Katolik dan apostolik. Gereja percaya akan kehendak
Allah, sebagaimana tertulis dalam Kitabsuci, bahwa orang-orang beriman kepada Kristus
hendaknya berhimpun menjadi Umat Allah (1Ptr 2:5-10) dan menjadi satu Tubuh (1Kor
12:12). Gereja Katolik percaya bahwa kesatuan itu menjadi begitu kokoh dan kuat karena
secara historis bertolak dari penetapan Petrus sebagai penerima kunci Kerajaan Surga.
Setelah Petrus menyatakan pengakuannya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang
hidup, maka Yesuspun menyatakan akan mendirikan jemaat-Nya di atas batu karang yang
alam maut tidak akan menguasainya (Mt 16:16-19).

Demikianlah Petrus ditugaskan untuk menggembalakan domba-domba dengan cinta


sehingga St. Ignatius dari Antiokia menyebut Gereja Roma sebagai “pemimpin cinta kasih”.
Memang secara historis juga menjadi bagian dari kepercayaan bahwa para Paus merupakan
pengganti Petrus (Paus yang pertama), yang memimpin Gereja bersama semua Uskup
seluruh dunia secara kolegial disebut sebagai successio apostolica. Konsili Vatikan
II menegaskan corak kolegial tugas penggembalaan ini yang bertanggungjawab bagi
pelakasanaan tugas-tugas Gereja: memimpin/melayani, mengajar, dan menguduskan. Akhir-
akhir ini dialog ekumenis dengan Gereja-Gereja Angklikan, Ortodoks,
dan Protestan menunjukkan semakin dirasakannya kebutuhan membangun kesatuan dalam
penghayatan iman dan kerjasama sebagai murid-murid Kristus.

2. Menjelaskan ciri Gereja yang kudus dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja
Katolik serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang kudus.
Jawaban:
Ciri yang kedua dari Gereja adalah kekudusannya, Gereja itu kudus. Gereja
Katolik meyakini diri kudus bukan karena tiap anggotanya sudah kudus tetapi lebih-lebih
karena dipanggil kepada kekudusan oleh Tuhan, “Hendaklah kamu sempurna sebagaimana
Bapamu di surga sempurna adanya.” (Mat 5:48) Perlu diperhatikan juga bahwa kategori
kudus yang dimaksud terutama bukan dalam arti moral tetapi teologi, bukan soal baik atau
buruknya tingkah laku melainkan hubungannya dengan Allah. Ini tidak berarti hidup yang
sesuai dengan kaidah moral tidak penting. Namun kedekatan dengan yang Ilahi itu lebih
penting, sebagaimana dinyatakan, “kamu telah memperoleh urapan dari Yang Kudus,
(1Yoh 2:20) yakni dari Roh Allah sendiri. (bdk. Kis 10:38) Diharapkan dari diri seorang
yang telah terpanggil kepada kekudusan seperti itu juga menanggapinya dalam kehidupan
sehari-hari yang sesuai dengan kaidah-kaidah moral.

Gereja menjadi Kudus karena Yesus Kristus adalah Kudus. Yesus telah mengasihi
GerejaNya dan menyerahkan diri bagi Gereja untuk menguduskannya sehingga umat
dipersatukan dengan Yesus menjadi Kudus. Pengudusan manusia di dalam Kristus
merupakan tujuan semua karya di dalam Gereja.

3. Menjelaskan ciri Gereja yang Katolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja
Katolik serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang katolik.
Jawaban:

Ciri yang ketiga dari Gereja adalah Katolik (dari kata Latin: catholicus yang berarti


universal atau umum). Nama yang sudah dipakai sejak awal abad ke II M. pada masa St.
Ignatius dari Antiokia menjadi Uskup. Ciri ini juga sering berlaku untuk Gereja Angklikan
dan Ortodoks. Ciri Katolik ini mengandung arti Gereja yang utuh, lengkap, tidak hanya
setengah atau sebagian dalam mengetrapkan sistem yang berlaku dalam Gereja. Bersifat
universal artinya Gereja Katolik itu mencakup semua orang yang telah dibaptis secara
Katolik di seluruh dunia di mana setiap orang menerima pengajaran iman dan moral serta
berbagai tata liturgi yang sama di manpun berada. Kata universal juga sering dipakai untuk
menegaskan tidak adanya sekte-sekte dalam Gereja Katolik. Konstitusi Lumen Gentium
Konsili Vatikan ke II menegaskan arti keKatolikan itu: “Satu umat Allah itu hidup di tengah
segala bangsa di dunia, karena memperoleh warganya dari segala bangsa. Gereja nemajukan
dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu
baik. Gereja yang Katolik secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkum
seganap umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam
kesatuan Roh-Nya” (LG. 13).
Kata katolik berarti mau merangkul semuanya. Gereja diutus oleh Kristus ke seluruh
dunia. Setiap Gereja lokal bersama dengan uskup berusaha menterjemahkan keberadaan
Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan situasi dan kehidupan konkret masyarakat. Wajah
Gereja bukanlah semua harus sama dengan Gereja yang ada di Vatikan, melainkan beraneka
ragam dan berbeda-beda. Adapun yang sama adalah isinya atau esensinya.

4. Menjelaskan ciri Gereja yang apostolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja
Katolik serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang
apostolik.
Jawaban
Ciri yang Keempat dari Gereja Katolik adalah apostolik. Dengan ciri ini mau ditegaskan
adanya kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan
Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20). Gereja Katolik mementingkan hubungan
historis, turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan
demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam
hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitabsuci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan
Magisterium Gereja sepanjang masa.

Gereja Katolik didirikan atas dasar para rasul memiliki tiga (3) macam arti:

1. Gereja dibangun atas dasar para rasul dan para nabi.


2. Dengan bantuan Roh Kudus yang tinggal di dalamnya ia menjaga ajaran, warisan
iman, serta pedoman-pedoman sehat para rasul dan meneruskannya.
3. Ia tetap diajarkan, dikuduskan, dan dibimbing oleh para rasul sampai pada saat
kedatangannya kembali Kristus. Mereka yang menggantikan para rasul adalah
dewan uskup yang dibantu oleh para imam.

Sumber :
1. https://catholicforbeginners.wordpress.com/dasar-iman-katolik/magisterium/
2. https://spiritualitaskatolik.wordpress.com/2012/10/29/kitab-suci-tradisi-dan-
magisterium/
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Empat_Ciri_Gereja
4. https://www.mabuseba.org/2020/06/mengimani-allah-tritunggal.html
5. http://yohanes18ekopry.blogspot.com/2013/03/misteri-allah-tritunggal.html
6. https://binus.ac.id/character-building/2020/05/gereja-yang-satu-kudus-dan-apostolik-
dalam-gereja-katolik/

Anda mungkin juga menyukai