Anda di halaman 1dari 13

BUKU JAWABAN TUGAS TUTORIAL ONLINE

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : JOAO ROBIN MARQUES

Nomor Induk Mahasiswa : 022822751

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4223 / Pendidikan Agama Katolik

Kode/Nama UPBJJ : 79 / KUPANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Gereja Katolik memiliki norma hukum yang disebut dengan Kitab Hukum Kanonik
(KHK). Kitab Hukum Kanonik ini berisi pengaturan/norma kehidupan menggereja
baik menyangkut kehidupan beriman Katolik maupun kehidupan hirarki/struktur
organisasi dalam Gereja Katolik. Menilik kemunculannya (perspektif historis)
terbitnya KHK ini tidak sekali jadi akan tetapi mengalami perkembangan-
perkembangan. Untuk mengetahui lebih jelas dan benar, maka perlu.
a. Dijelaskan sejarah hukum Kanonik
sejarah hukum Kanonik: Hukum kanonik (bahasa Inggris: canon law) adalah
hukum gerejawi internal yang mengatur Gereja Katolik (baik Gereja Latin dan Gereja
Katolik Timur), Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, Komuni Anglikan.
Bagaimana hukum gereja itu diatur, diinterpretasikan dan kadang-kadang ditelaah
berbeda secara mendasar di antara ketiga tubuh gereka tersebut. Di dalam ketiga
tradisi, sebuah "kanon" mulanya adalah sebuah aturan yang diterima oleh sebuah
majelis (dari kata Bahasa Yunani kanon / κανών, untuk memerintah, tolok ukur atau
mengukur); kanon-kanon ini membentuk dasar bagi Hukum Kanonik.
Pada tanggal 25 Januari 1983 Paus Yohanes Paulus II mempromulgasikan
Kitab Hukum Kanonik (KHK) baru yang berlaku efektif sejak Minggu I Masa Adven
tahun yang sama (27 November 1983). Kitab itu sudah beberapa kali diusahakan
penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan tahun 1985, 1991, dan
2006.
Pada tanggal 26 Oktober 2009 Paus Benediktus XVI mengeluarkan Surat
Apostolik Motu Proprio Omnium in Mentem. Di dalamnya termuat perubahan 5
kanon, yakni 2 kanon mengenai tahbisan (kan. 1008 dan 1009) dan 3 kanon
mengenai perkawinan (kan. 1086, 1117, dan 1124). Begitu juga 15 Agustus 2015
Paus Fransiskus mengeluarkan Motu Proprio: Mitis Iudex Dominus Iesus yang
mengubah 21 kanon (1671-1691) tentang proses nulitas perkawinan. Perubahan
kanon-kanon ini harus segera dimasukkan kedalam KHK 1983 demi pemahaman
dan penerapannya yang tepat demi kehidupan, kekudusan dan misi Gereja. Karena
itu dilakukanlah revisi kembali secara menyeluruh atas terjemahan sebelumnya yang
diterbitkan oleh KWI Juni 2006.
b. Bagaimana diklasifikasikan hukum Kanonik dalam Kitab Hukum Kanonik.
Kitab Hukum Kanonik (KHK) atau Codex Iuris Canonici, merupakan salah satu buku
penting yang memuat peraturan/norma bagi semua umat Katolik. Sebagai sebuah
kitab hukum, maka tentu saja bahasa yang digunakan bersifat legal-formal dan padat
berisi. Kita bersyukur bahwa buku KHK terus diterjemahkan kembali mengikuti
perkembangan bahasa dan kebutuhan, yaitu dari hanya untuk kalangan tertentu
dalam Gereja (eksklusif), meluas kepada kebutuhan umat pada umumnya (inklusif).
Artinya bahwa revisi terjemahan KHK diharapkan mudah diterima/dimengerti umat
pada umumnya. Semoga buku ini berguna bagi semua saja yang ingin
mempelajarinya.

NORMA-NORMA UMUM
Kan. 1 – Kanon-kanon Kitab Hukum ini berlaku hanya untuk Gereja Latin.
Kan. 2 – Pada umumnya Kitab Hukum tidak menentukan ritus yang harus ditepati
dalam perayaan-perayaan liturgis; karena itu, undang-undang liturgis yang berlaku
sampai sekarang tetap mempunyai kekuatan hukum, kecuali kalau ada yang
bertentangan dengan kanon-kanon Kitab Hukum ini.
Kan. 3 – Kanon-kanon Kitab Hukum ini tidak menghapus selu-ruhnya atau sebagian
perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh Takhta Apostolik dengan negara atau
masyarakat politik lain. Karena itu, perjanjian-perjanjian tersebut masih tetap berlaku
seperti sekarang, walaupun bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum
ini.

Kan. 4 – Hak-hak yang telah diperoleh tetap utuh; demikian juga privilegi-privilegi
yang sampai sekarang diberikan Takhta Apostolik kepada perorangan atau badan
hukum dan yang masih berlaku serta tidak dicabut, kecuali dengan jelas dicabut oleh
kanon-kanon Kitab Hukum ini.

Kan. 5 – § 1. Kebiasaan-kebiasaan, baik universal maupun par-tikular, yang berlaku


sampai sekarang dan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan kanon-kanon ini
serta ditolak oleh kanon-kanon Kitab Hukum ini, dinyatakan hapus sama sekali dan
selanjutnya jangan dibiarkan hidup kembali; juga yang lain-lain hendaknya
dinyatakan hapus, kecuali Kitab Hukum ini dengan jelas menyatakan lain, atau sudah
berumur lebih dari seratus tahun, atau tidak diingat lagi awal-mulanya, yang menurut
penilaian Ordinaris dapat dibiarkan, mengingat keadaan tempat dan orang-orangnya,
tidak dapat ditiadakan.
§ 2. Kebiasaan-kebiasaan di luar hukum yang berlaku sampai sekarang, baik
universal maupun partikular, tetap berlaku.

Kan. 6 – § 1. Dengan berlakunya Kitab Hukum ini dihapuslah seluruhnya:


10 Kitab Hukum Kanonik yang diundangkan pada tahun 1917;
20 juga undang-undang, baik universal maupun partikular, yang bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum ini, kecuali mengenai undang-undang
partikular dengan jelas ditentukan lain;
30 hukum pidana apapun, baik universal maupun partikular, yang dikeluarkan Takhta
Apostolik, kecuali dimasukkan dalam Kitab Hukum ini; 40 juga undang-undang
disipliner universal lain, yang bahannya secara menyeluruh telah diatur oleh Kitab
Hukum ini. § 2. Kanon-kanon Kitab Hukum ini, sejauh diambil dari hukum lama,
harus ditafsirkan menurut tradisi kanonik.

c. Bagaimana diklasifikasikan hukum kanonik dalam hukum perkawinan


Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU
Perkawinan) yang menyatakan bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu serta
perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agama Katolik mempunyai kumpulan hukum resmi gereja yang berlaku bagi
umatnya, yaitu Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). Meskipun tidak
mengenal perceraian, dalam agama Katolik mengenal adanya pembatalan
perkawinan.
Hukum Kanonik mengatur pembatalan perkawinan yang mana perkawinan
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan tidak sah sehingga tidak
terbentuklah suatu perkawinan. Begitu juga dalam UU Perkawinan mengatur tentang
pembatalan perkawinan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan suatu perkawinan atau karena ada larangan untuk melangsungkan
perkawinan. Permasalahan dalam tesis ini adalah aturan hukum antara Hukum
Kanonik Katolik dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai
pembatalan perkawinan dan akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap suami
isteri, anak, dan harta benda perkawinan dalam Hukum Kanonik Katolik dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
dan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut adalah
pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan perbandingan
(Comparative Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Hasil
penelitian memperoleh jawaban bahwa Hukum Kanonik dan UU Perkawinan
mempunyai persamaan dan perbedaan dalam mengatur pembatalan perkawinan,
mengenai akibat hukum pembatalan pada Hukum Kanonik hanya mengatur terhadap
suami isteri, sedangkan pada UU Perkawinan mengatur terhadap suami isteri, anak,
dan harta benda perkawinan.
Prinsip tak terceraikan dalam perkawinan menurut Hukum Kanonik adalah
bahwa hidup perkawinan tidak bisa diceraikan oleh kuasa manusiawi manapun dan
dengan alasan apa pun karena perkawinan katolik adalah perkawinan sakramental;
institusi ini lahir sebagai sarana keselamatan Allah bagi manusia sekaligus sarana
penciptaan Allah dalam kehidupan manusia. Melalui keluarga, Allah menciptakan
manusia-manusia baru untuk melanjutkan karya keselamatan-Nya di muka bumi ini.
Penegasan ini (pekawinan tak teceraikan) memperoleh dasar yuridisnya dalam
ajaran gereja Katolik pada Kanon 1055 dan 1056 serta Kanon 1141. Yang dimaksud
dengan “tak terceraikan” atau indissolubilitas adalah bahwa perkawinan yang telah
dilangsungkan secara sah menurut tuntutan hukum, mempunyai akibat tetap dan
tidak dapat diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian.
Sifat tak terceraikan (indissolubilitas) perkawinan Katolik dibedakan menjadi dua,
yakni: Indissolubilitas absoluta: yaitu jika ikatan perkawinan tidak dapat diputuskan
oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian satu-satunya perkawinan yang memiliki
indissolubilitas absoluta adalah perkawinan sakramen yang sudah disempurnakan
dengan persetubuhan (ratum et consummatum), sebagaimana dikatakan dalam
Kanon 1141. Sebagaimana Kristus selalu setia dan tidak pernah meninggalkan
gereja-Nya demikian juga antara suami-isteri yang telah dibaptis tidak dapat saling
memisahkan diri (bdk. Ef. 5 ayat 22-33). Dan Indissolubilitas relativa: yaitu bahwa
ikatan perkawinan tersebut memang tidak dapat diputuskan atas dasar konsensus
dan kehendak suami-isteri itu sendiri, namun dapat diputuskan kuasa gerejawi yang
berwenang setelah terpenuhinya ketentuan-ketentuan yang dituntut oleh hukum
seperti diatur dalam Kanon 1142 (matriomonium non consummatum) dan Kanon
1143-1149 (khusus untuk perkawinan non sakramen). Implikasi konsep perkawinan
yang tak terceraikan ini dalam kehidupan Perkawinan, yakni bahwa: Perkawinan
Katolik adalah Perkawinan yang Monogam dan Tak Terceraikan (Kanon 1065);
Perkawina

2. Setiap manusia bertujuan untuk mengarahkan hidupnya menjadi bahagia dan


sejahtera. Untuk mencapai hal tersebut, manusia mengalami berbagai kesulitan
dan kendala. Kesulitan itu dapat meliputi internal dalam diri manusia itu sendiri
maupun faktor eksternal di luar dirinya, atau lingkungan sekitar yang kadang
terdiri berbagai praktek-praktek yang keliru atau bahkan menyimpang dari
keteraturan akan hidup yang baik. Untuk itu diperlukan pegangan dan paduan
agar melihat kesulitan dan kendala itu dalam cara pandang yang komprehensif
dan benar dalam iman Katolik. Selanjutnya diperlukan;
a. Penjelasan pengertian moral, immoral, dam amoral
- Amoral : Amoral didefinisikan dalam kamus Oxford sebagai “Kurangnya rasa
moral; tidak peduli dengan kebenaran atau kesalahan sesuatu ”. Seperti yang
ditunjukkan oleh definisi ini, amoral menunjukkan tidak adanya sensibilitas moral
atau ketidakpedulian terhadap moralitas. Amoral juga dapat didefinisikan sebagai
tidak bermoral atau immoral; istilah ini menunjukkan posisi netral terhadap
moralitas.

Ketika seseorang melakukan sesuatu tanpa memikirkan kebenaran atau


kesalahannya, kita dapat mengatakan bahwa itu adalah tindakan amoral. Anak-
anak kecil juga tidak memiliki rasa moralitas karena mereka tidak dapat
membedakan perbedaan antara benar dan salah.

 Posisi ini membutuhkan seseorang dengan sikap amoral.


 Mereka mengklaim itu amoral, hanya perantara antara penjual dan pembeli.
 Perkembangan teknologi telah membuat hidup kita tidak bermoral.
 Sikap amoralnya terhadap seks terbukti menjadi kejatuhannya.
Kata ini juga memiliki akar yang menarik. Amoral dibuat dengan menggabungkan
awalan privatif Yunani a- “tidak” dengan bahasa Latin “moral”. Kata ini pertama
kali digunakan dalam bahasa Inggris oleh penulis Robert Louis Stephenson
sebagai diferensiasi dari tidak bermoral

- Immoral : Immoral adalah kebalikan dari moral dan berarti tidak sesuai dengan
standar moralitas yang diterima. Immoral mengacu pada sengaja melanggar
aturan antara benar dan salah. Immoral menyampaikan perasaan negatif dan
ketika digunakan untuk menggambarkan seseorang, immoral berarti jahat, kejam,
tidak etis, atau jahat.

Orang yang immoral tahu perbedaan antara benar dan salah tetapi memilih
untuk tidak mematuhi prinsip – prinsip moral. Dengan demikian, penjahat dalam
film, novel dan bahkan kartun dapat digambarkan sebagai immoral. Contoh
berikut akan membantu Anda memahami arti dan penggunaan kata ini dengan
lebih baik.

 Sikapnya yang immoral dan tidak beradab memaafkan mereka.


 Mr Duruy digambarkan sebagai iblis immoral yang membunuh wanita dan anak-
anak.
 Apakah kamu tidak berpikir bahwa kecurangan itu immoral dan tidak etis?
 Banyak orang berpendapat bahwa aborsi itu immoral.

- Moral : Kata Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan
kesusilaan, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat
kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya
yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip
yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral,
filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan
moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai
aspeknya.

Jenis Moral, moral dapat dibagi menjadi dua yaitu :

 Moral murni atau disebut juga hati nurani yaitu moral yang terdapat dalam setiap
manusia, sebagai suatu bentuk dari anugrah Tuhan. Tuhan pasti memberikan
moral yang baik pada setiap umatnya seperti penyayang, jujur, sopan, santun,
berakhlak baik, bertawakal dan lain-lain namun situasinya dapat berubah
apabila masuk ke moral terapan.

 Moral terapan merupakan sesuatu yang didapat dari ajaran berbagai ajaran adat,
agama, filosofis, yang menguasai kehidupan manusia sesuai lingkungan tempat
tinggal mereka. Moral terapan adalah hasil rekonstruksi lingkungan, oleh
karenanya terdapat dua jenis yaitu moral baik dan buruk. Moral baik seperti
jujur, sopan, dan santun sedangkan yang buruk seperti suka mencela, mencuri,
dan berbohong.

b. Penjelasan  makna moralitas sebagai ciri khas manusia


Makna moralitas adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Apa hal
yang berkaitan dengan proses sosialisasi moral yang eksplisit dari individu tanpa
orang yang bermoral tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral saat ini
memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki sikap moral atau tidak
bermoral dari sudut pandang yang sempit.

manusia harus memiliki moral yang jika ia ingin dihormati oleh orang lain. Moral
adalah untuk nilai-absolutan dalam masyarakat secara keseluruhan. Ukuran
penilaian budaya moral yang setempat. Moral adalah suatu tindakan / perilaku /
ucapan seseorang dalam interaksinya dengan manusia.
Jika orang tersebut melakukannya sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat dan masyarakat dapat diterima dan menyenangkan, maka orang
tersebut dianggap memiliki moral yang baik, dan sebaliknya. Moral merupakan
produk budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang
bervariasi sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun lama.

 Dalam kutipan Ayat

“jangalah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang
dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan
domba itu ( 1 petrus 5 : 3 ). 

”siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan
orang bebal menjadi malang (amsal 13 : 20 )

Dengan demikian sudah ditekankan dalam alkitab bahwa pergaulan manusia


cukup berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang termasuk moralitasnya.

c. Pemberian contoh tradisi Gereja terkait dengan prinsip-prinsip moral dasar


kita sebagai pengikut Kristus, kita belajar untuk dapat hidup bermoral secara
moral Kristiani dalam hidup sementara di dunia ini.
Hidup sebagai seorang Kristiani yang juga bermoral Kristiani akan dilihat dalam
beberapa hal yang menyangkut yaitu, Iman Kristiani, Norma, Pilihan dasar, Hati
Nurani, Hukum, dan Dosa. Selain itu, akan ada penyangkutpautan hal-hal yang
sudah dibahas dengan salah satu film relijius yang berdasarkan kisah nyata, Of
Gods and Men.
I. Iman Kristiani
Dalam dunia orang pengikut Kristus, kita percaya bahwa kita bermoral
dengan dapat berbuat baik. Berbuat baik yang bagaimana? Yaitu berbuat
baik yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri, namun dapat
memberikan energi baik bagi siapapun disekitar kita. Dari apa yang sudah
kita pelajari dari kecil, bahwa tujuan kita untuk berbuat baik ialah untuk
mendapatkan tempat di surga nanti. Padahal, itu merupakan pikiran yang
mungkin dapat dibilang cukup sempit sebagai seorang Kristiani.
Pandangan yang baik mengenai hidup bermoral ialah untuk menyebarkan
kasih yang sudah kita terima lebih dulu dari Tuhan Yesus, anak Bapa
yang tunggal yang Bapa relakan untuk menggantikan kita dalam menebus
dosa yang abadi. Hidup bermoral akan mengarahkan kita menjadi dapat
berbuat baik karena kita sudah merasakan kasih-Nya terlebih dahulu
II. Norma
Dalam pengertian dasariah, kata norma berarti pegangan atau pedoman,
aturan, tolak ukur. Sedangkan norma moral ialah terkait dengan
kebebasan, dan tugas, keadaan lingkungan hidup dan tingkah laku moral.
norma moral berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan
demi diri-sendiri dan sesama, sehingga meminta kita untuk
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan baru dalam hidup; norma
moral menarik perhatian kita kepada masalah-masalah moral yang kurang
ditanggapi manusia; norma-norma moral dapat menarik perhatian
manusia kepada gejala ‘pembiasan emosional’. Jika berdasarkan
penjelasan dasar di atas, maka kedudukan dan peran Yesus Kristus
sebagai norma-norma hidup moral tersirat. Dalam teologi moral, untuk
adanya hubungan antar manusia maka melalui metode pendekatan
personal. Hubungan pribadi harus berawal dari dan berlabuh pada
hubungan manusia dengan Allah dalam Yesus Kristus dan melalui Roh
Kudus. Keberadaan Yesus sebagai norma hidup moral terkait erat dengan
: ciri normatif Kitab Suci bagi moralitas Kristiani; hubungan dan tegangan
antara imam dan moralitas.
III. Pilihan Dasar
Tindakan manusia dalam berproses untuk menentukan sebuah pilihan
dasar merupakan arah hidup dalam pribadi manusia. Manusia akan selalu
disodori dengan banyak pilihan di hidupnya, karena Tuhan sendiri yang
memberikan kita kebebasan dalam menentukan diri kita bagaimana cara
menjalani hidup. Dengan begitu, pilihan-pilihan ini menentukan arah
seorang manusia menjadi berbentuk sebuah dinamika yang tak kunjung
usai dalam kehidupan. Pilihan ini berperan penting, sebab pilihan-pilihan
dalam tindakan seseorang bermula dari bergantung banyak pada pilihan
dasar. Rangkaian pilihan itu mengacu pada pilihan dasar yang membantu
manusia dalam proses mempertimbangkan dan menilai moral. Namun
sesungguhnya, dalam memilih, kita tidak sepenuhnya dapat memilih
sendiri, sebab masih ada suara hati yang Tuhan pakai untuk memberikan
kita waktu agar dapat memikirkan apa sebab akibat yang dapat
ditimbulkan dengan memilih hal itu.
IV. Hati Nurani
Hati nurani merupakan suatu hal yang kompleks, dalam artian bahwa hati
nurani tidak bisa hanya disadari saja, namun perlu untuk dipahami. Oleh
sebab itu, cara pendekatan untuk mengenal lebih jauh apa itu hati nurani
dalam kehidupan sehari-hari, hati nurani dapat disadari sudah muncul
dalam diri kita sebagai manusia meski kita tidak pernah berpikir untuk
berbuat demikian. Hati nurani dalam aspek teologal lebih condong
membahas keputusan manusia yang menyangkut hubungannya dengan
Tuhan. Dalam pembahasan yang dilakukan oleh para ahli, menyebutkan
permasalahan mengenai bagaimana munculnya hati nurani merupakan
hal yang rumit. Dewasa ini, manusia sering memakai atau tertarik untuk
membahas mengenai hati nurani kalau mereka ingin memprotes tentang
kehidupan menurut sudut pandang manusia  yang tidak menjunjung tinggi
norma yang berlaku dalam kalangannya sehingga dianggap tidak etis
dalam bertindak.
Dengan begitu, setidaknya ada 3 pandangan dasar tentang hakikat hati
nurani yang akan dikemukakan mengenai hati nurani. Pertama, umumnya
yang dimaksud dengan hati nurani adalah keputusan konkret melalui
penalaran praktis, berkat pengaruh kekuatan dalam hati nurani, yang
menyangkut kebaikan moral dalam tindakan tertentu. Selain konkret, hati 
nurani juga mempunyai sifat subjektif, individual dan eksistensial. Dalam
hal ini, maka hati nurani lebih dipandang sebagai keputusan moral praktis
yang memberitahukan kepada manusia dalam suatu keadaan konkret
sambil mengingatkan manusia akan kewajiban moral yang perlu dipenuhi.
Kedua, hati nurani dipandang sebagai kecakapan moral seseorang,
“sanggar suci” terdalam manusia, tempat manusia mengenal dirinya
dihadapan Tuhan dan orang lain. Hati nurani merupakan kedalaman
keberadaan manusia yang sesungguhnya, pusat terdalam pribadi yang
tertuju pada Tuhan yang memelihara manusia. Ketiga, hati nurani tidak
lagi dipandang sebagai suatu “kecakapan di dalam kehendak dan intelek”,
tetapi dilukiskan sebagai “tenaga dinamis” dalam diri manusia, yang
memungkinkan pribadi manusia untuk memberikan tanggapan yang tepat
dan benar dalam kehidupan seseorang.
V. Hukum
Jika kita berbuat salah, apa yang akan kita pikirkan ialah kita akan
mendapatkan sebuah sanksi, karena pada hakikat di dunia yang kita
tempati ini, kita akan dianggap tidak bermoral jika berperilaku tidak sesuai
dengan norma moral yang ada. Sanksi yang dapat kita terima memiliki
banyak macam. Namun semuanya itu diatur dalam suatu aturan yang kita
sebut hukum. Hukum yang dibuat oleh manusia tentunya berbeda dengan
hukum yang Tuhan buat  untuk kita. Hukum Allah diringkaskan dalam
kasih. Ada dalam Alkitab, Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu. Itulah yang terutama dan yang pertama.
Dan yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua inilah tergantung seluruh
Taurat dan kitab para nabi”(Matius 22:37-40)
VI. Dosa
Kita hidup di dunia yang tidak  sempurna. Kita hidup dengan orang-orang
yang sudah menanggung dosa lahir. Itulah yang kita mengerti bila kita
seorang Kristiani. Paham dosa dalam Kitab Suci disebutkan bahwa dosa
merupakan bentuk dari perlawanan atau pemberontakan terhadap Allah
yang dapat muncul akibat adanya kebebasan yang dimiliki oleh manusia.
Pemberontakan akan nubuat Allah ataupun aturan yang dibuatnya.
Sementara, paham dosa dalam tradisi Katolik adalah suatu bentuk sikap
negative atau menolak uluran kasih Tuhan merupakan pandangan baru
terhadap pengertian dosa karena sebelumnya setiap pelanggaran hukum
diartikan sebagai dosa. Namun, tidak semua hukum di dunia ini
merupakan kebalikan dari dosa. Oleh karena itu, dosa sekarang
dideskripsikan sebagai sikap dan pendirian menolak Allah serta kasih-
Nya. Jika pengertian di atas dirangkumkan, maka dosa adalah suatu
tindakan jahat secara moral yang dilakukan berdasarkan kebebasan
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah. Dalam
Perjanjian Lama, orang-orang yang melakukan dosa ialah orang terkutuk
yang akan langsung diadili oleh orang lain. Pengampunan pada masa itu
ialah dalam bentuk kurban. Namun, pada Perjanjian Baru, Allah kembali
ingin merangkul manusia dengan membentuk kembali jembatan yang
sudah putus dengan mengirim anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus.
Yesus mati di kayu salib untuk menebus semua dosa manusia dan 
bangkit lagi untuk menunggu hari penghakiman kita yang sudah ditebus.

TERIMA KASIH, TUHAN BESERTA KITA SEMUA.

Anda mungkin juga menyukai