Anda di halaman 1dari 26

1

MAKALAH
Kebudayaan Daerah Masyarakat Belu

Tugas.2 Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ( ADPU4111 )

OLEH:

NAMA : JOAO ROBIN MARQUES

NIM : 022822751

KODE/NAMA UPBJJ : 79 / KUPANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
2021
2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki banyak penduduk,


suku, RAS maupun agama yang terbentang dari sabang sampai marauke.Di setiap
daerah memiliki perbedaan masing masing dengan yang lainnya, seperti berbeda
bahasa, pakaian serta budaya atau tradisi yang mereka jalani di setiap kehidupan
sehari hari. Hal ini merupakan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia dan tidak
dimiliki oleh Negara lain. Meskipun memiliki banyak keberagaman tradisi yang
dimiliki masyarakat Indonesia tetapi mereka selalu bisa hidup berdampingan,
meskipun ada sedikit kesalapahaman tetapi bisa diselesaikan dengan baik.Dengan
jumlah penduduk 200juta orang dimana mereka tinggal tersebar di berbagai pulau di
Indonesia.Mereka juga mendiami wilayah dengan kondisi geografis di
Indonesia yang bervariasi, mulai dari pergunungan, tepian hutan, pesisir, dataran
rendah, dataran tinggi, pedesaan, hingga perkotaan.

Di negara yang besar seperti Indonesia ini banyak sekali suku suku di setiap
daerah serta adat yang masih ada sampai sekarang ini dan masih dijalankan dengan
baik meskipun banyak generasi muda yang suda tidak terlalu peduli dengan adat
atau tradisi yang wariskan oleh suku kepada mereka. Ditengah kerasnya arus
modernnisasi mereka tetap berusaha agar tradisi suku mereka tetap dilestarikan.
Saat ini kebanyaklan disetiap daerah untuk menjalankan tradisi yang adat hanya
orang orang yang suda menikah atau tua serta beberapa orang muda yang peduli
akat adat saja yang menjalankan hal tersebut.Mereka tidak sadar bahwa hal atau
tradisi yang dimiliki suku mereka sangat miliki nilai yang besar.

Kerharmonisan hidup berbudaya yang harmonis merupakan impian semua


suku, meskipun mereka berbeda tradisi suku dan agama tetapi mereka bisa hidup
berdampingan tampa suatu gesekan sosial apapun. Hal ini yang di contohkan
dalam kehidupan berbudaya yang dijalankan oleh masyarakat kabupaten Belu di
profinsi nusa tenggara timur, dari cerita turun temurun yang biasa didengar oleh
3
masyarakat, mereka pada waktu lampau sekitar tahun 1850 – 1860 pernah ada dua
suku yang saling konflik tetapi mereka berdamai kembali. Meskipun pada tahun 1999
banyak pengungsi yang datang dari Negara seberang akibat perang menuntut
kemerdekaan, mereka tetap di terima oleh masyarakat pribumi meskipun adat
istiadat serta watak mereka berbeda. Ini menunjukan bahwa suku suku atau
warga yang ada di atammbua tidak memandang orang melalui sudut yang
sempit tetapi mereka melihat bahwa kehidupan bermasyarakat yang baik antara
lain dengan bergaul dengan smua kalangan tanpa melihat latar belakang mereka.

Dengan keberagaman yang dimiliki oleh bangsa ini maka Indonesia memiliki
keunggulan dibandingkan Negara lain yang keberagaman budayanya tidak terlalu
nampak. Indonesia memiliki gambaran budaya yang lengkap dan
bervariasi.Keberagaman ini tidak hanya suku saja tetapi agama dan pandangan lainya
serta bahasa yang berbeda juga.Hal ini tidak terlalu berdampak terhadap kehidupan
masyarakat di jaman modern ini.Bangsa kita mampu mempertahankan budaya asli
bangsa kita dengan kearifan lokal yang ada meskipun arus modernisasi yang semakin
kencang ini.

Keberagaman budaya bangsa Indonesia dipersatukan oleh semboyan bhineka


tunggal ika yang artinnya biar berbeda suku ras dan agama kita tetap satu yaitu
bangsa Indonesia, inilah yang ditanamkan oleh pendiri bangsa kita. Dengan adanya
perbedaan ini bangsa indoensia membuat kita mengerti akan adanya toleransi yang
harus kita jaga dan lestarikan di Negara tercinta kita kita ini.

Pulau timor merupakan salah satu pulauh terluar dari bangsa Indonesia
yang memiliki suku serta adat yang beragam. Terletak di propinsi nusa tenggara
timur, pulau timor sendiri memiliki enam kabupaten yang ada didalamnya. Di
pulau timor ini memiliki penduduk atau orang orang yang wataknya keras dan
agak sulit susah di atur atau diarahkan serta sumber daya manusia yang kurang.
Tetapi di daerah ini meskipun hidup orang orang dari suku yang berbeda serta watak
yang berbeda mereka budaya saling menghargai dan saling membantu masih
sangat dijaga dan junjung tinggi.
4
Salah satu kabupaten yang ada di pulau timor yaitu kabupaten Belu dengan
ibu kotanya adalah atambua. Kabupaten belu adalah kabupaten paling terluar
dari indoensia atau wilayahterluar Negara kesatuan republik Indonesia yang
berbatasan langsung daratannya dengan republic demokrasi timor leste yang
dulunya pernah menjadi wilayah Indonesia tetapi sekarang sudah memilih Merdeka
atau memisahkan diri dengan Indoensia.

Kabupaten Belu memiliki 4 suku besar diantaranya suku Bunaq, Tetun, Kemak
dan Dawan. Kabupaten Belu dahulu merupakan kota kecil jauh dari sentuhan
modernisasi. Mereka hidup dari berkebundan bertani serta berternak guna
mengnyambung kehidupan mereka.Tak sedikit keributan terjadi antara suku
suku.Banyak hal yang menjadi hal untuk diributkan atau diperkarankan, misalanya
masalah tanahh serta kesalah pamhaman antara satu dengan lainnya.Seperti suku
suku di Indonesia timur lainnya, jaman dahulu suku suku kabupaten belu juga
memiliki kehidupan yang sangat keras dan tidak mengenal rasa tolenrasi dan
saling menghargai. Ketika salah satu suku tidak merasa puas dengan kelakuan
suku lainya atau mereka merasa hartanya diambil maka mereka menyelesaikannya
dengan perang antar suku Karena itu merupakan salah satu cara untuk
menyelesaikansuatu masalah yang mereka hadapi.

Dalam hal berbudaya yang baik serta membuat masyarakat hidup damai
dalam perbedaan suku atau daerah pemerintahan daerah Belu membuat sosialisasi
tentang kearifan local yang ada di tempat mereka kepada suku pendatang.
Daerah tidak diskriminasi atas etnis lain yang hidup dan berdomisili didaerah Belu.
Disamping itu etnis lain selain dari etnis Belu mereka ini diberikan pengetahuan
tentang tradisi masyarakat lokal, dengan tujuan etnis lain dapat berinteraksi dengan
etnis lokal. Dengan strategi ini, telah meminimalisir konflik yang terjadi
dimasyarakat. Karena masing-masing etnik punya peranan yang sama dalam
mensukseskan pembangunan didaerah. Wujudnya adalah ketika pada perayaan hari-
hari besar negara, seluruh etnis dipersatukan dalam kegiatan, baik kegiatan olahraga,
kesenian maupun dalam kehidupan keagamaan atau perayaan budaya dari masing-
masing etnis. Interaksi yang terlihat dan telah menjadi tradisi disebagian
masyarakat yang ada di Belu, adalah tradisi yang ada pada etnis Jawa, dimana dalam
5
penyelenggaraan yang tadinya hanya bersifat rasa syukur kepada sang pencipta atas
keberhasilan panen, yang diwujudkan dalam kegiatan perayaan ritual keagamaan.
Namun telah menjadi tradisi pada sebagian mayarakat penduduk asli Belu.Yang saya
maksudkan adalah perayaan hari raya ketupat.

Hal ini menunjukan antara etnis Jawa dan etnis penduduk asli telah terjalin
hubungan interaksi antar etnis pendatang dan etnis Belu, Sehingga etnis Jawa menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat Belu. Kemudian untuk menelusuri interaksi
antar etnik lain selain etnis Jawa, kita dapat melihat didaerah Belu, dimana yang
menguasai perekonomian disana adalah mereka dari etnis China dan Arab. Ini
dapat dilihat dari kepemilikan usaha-usaha yang dapat menggerakan
perekonomian di Belu, dimana omset dari usaha mereka ini diatas 40 juta perhari.
Namun dalam kehidupan mereka selama berada didaerah Belu tidak pernah diganggu
oleh masyarakat lokal.Tetapi hal ini tidak permanen tergantung dari sikap etnis
pendatang pada etnis lokal. Kalau hal ini tidak diperhatikan oleh masyarakat etnis
China dan mereka pemilik modal, bisa saja mereka akan terusir dari daerah Belu
seperti yang pernah terjadi di palau jawa. Namun semua ini belum terjadi, konflik
antar etnis karena masing-masing pihak saling menghargai dan menghormati.Inilah
sedikit contoh kecil yang terjadi di Indonesia bahwa meskipun memiliki latar
belakang yang berbeda bisa saling hidup berdampingan tanpa harus konflik antara
satu kelompok dengan kolompok lainya.

Hal yang menarik dari tulisan yang berjudul tentang harmonisasi


kehidupan berbudaya dalam keberagaman yang di lalukan oleh keempat suku
(Bunaq, Tetun, Kemak, Dawan) di kabupaten belu propinsi nusa tengga timur ini
ini adalah bagaimana cara mereka bisa hidup berdampingan dengan latar belakang
bahasa serta adat dan cara berpikir mereka yang berbeda, dan mencari tau asal usul
mereka sehingga mereka bisa menetap di kabupaten Belu ini. Hal yang tidak kalah
penting untuk penulis ingin mengetahuinya adalah bagaimana dan kapan setiap
suku melakukan acara atau ritual adat yang suda mereka jalankan dari dahulu kala.
Kita harus mengetahui dan tidak boleh melupakan asal usul kita karena dari
sanalah kita ini di bentuk.
6
Sebagai bahan kajian awal dapat dilihat bahwa kabupaten Belu merupakan
Kabupaten yang menjunjung tinggi kebersamaan, keberagaman dan budaya.
Seperti dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id bahwa Di NTT, khususnya Belu,
kearifan lokal masih dipegang erat sebagai penguat dan pembentuk karakter
dalam menopang kehidupan bermasyarakat. Sikap kebersamaan, kerukunan,
kegotongroyongan, tradisi maupun religiositas masih di junjung tinggi. Melalui nilai-
nilai dan semangat di atas, Pemerintah Kabupaten Belu membuat kebijakan yang
menyinergikan antara kearifan lokal, potensi wilayah, dan kekuatan budaya agar
proses pembangunan dapat melahirkan harmoni antara pemerintah daerah dan
masyarakat.

Waktu terus berputar jaman terus berganti, pengetahuan semakin


bertambah mereka mulai sadar bahwa dengan berperang atau berkelahi bukan
merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah.Sampai saat ini keributan
masih terjadi tetapi buikan mengatasnamakan suku atau ras tertentu melainkan
pribadi yang bersinggungan. Keberagaman budaya yang ada di kota perbatasan ini
tidak menjadi salah satu kendalah ketika mereka saling bertemu. Mereka hidup
secara rukun dan dama, saling membantu dan menghormati satu dengan
lainnya. Saat ini sumberdaya manusia yang dimiliki kabupaten belu suda lumayan
meningkat sehingga keributan yang dulu terjadi tidak terulang lagi saat ini.

Meskipun kabupaten Belu memiliki empat suku yang berbeda dalam satu
wilayah kabupaten tetapi mereka saling menghargai dan saling membantu jiika ada
kesulitan.Memang kemampuan sumber daya manusia yang belum merata dengan
baik tetapi ini bukan menjadi satu halangan untuk saling menjaga dalam
berhubungan baik dalam hidup dengan keberagaman budaya yang ada.Meskipun
denngan bahasa budaya yang berbeda tetapi saat keempat suku ini saling menghargai
dan tetap menjaga tradisi yang dimiliki suku mereka masing masing Karena
kebudayaan mereka saat ini merupakan warisan yang harus dijaga dan diwariskan
kepada generasi penerus.

B. RUMUSAN MASALAH
7
Bagaimana komunikasi lintas budaya antara suku Bunaq, Tetun, Dawan dan
Kemak dalam menjaga harmonisasi ditengah keberagaman yang ada di Kabupaten
Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2020 ?

C. BATASAN MASALAH

Berangkat dari rumusan masalah diatas maka penelitian ini di fokuskan


pada keharmonisan budaya dalam keberagaman budaya pada keempat suku
(Bunaq, Tetun, Dawan, Kemak) yang ada kabupaten Belu, Propinsi Nusa
Tenggara Timur pada tahun 2020.

D. TUJUAN PNELITIAN
Adapun tujuan yang akan dicapai oleh penulis dalam karya ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar komunikasi lintas budaya yang
terjadi diantara keempat suku yang ada di kabupaten Belu propinsi Nusa
Tenggara Timur.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pentingnya interaksi sosial yang baik
pada keempat suku sehingga keharmonisan terus terjaga sampai saat ini.
3. Untuk mengetahui sistim sosial dalam setiap suku sehingga masyarakat
mampu hidup bertahan dalam keberagaman suku serta budaya yang ada
di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa komunikasi
lintas budaya yang baik sangat penting untuk menciptakan keharmonisan
berbudaya.
2. Dengan keberagaman budaya yang ada, tidak menyebabkan
masyarakat terpecah belah tetapi justru menambah kekayaan
perbendaharaan suku.
3. Memberitaukan kepada masyarakat luar tentang harmonisasi budaya
dalam keberagaman yang ada di Kabupaten Belu Nusa tenggara Timur
8

BAB II
METODE PENELITIAN

1. Metode Kualitatif

Tipe pendekatan penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif dengan


tipe deskriftif.Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamami atau disebut
juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak
digunaka untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode
kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk


meneliti pada kondisi obyek yang alamai, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi
dipandu oleh fakta fakta yang ditemuai pada saat penelitian dilapangan.Oleh karena
itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Jadi dalam
penelitian kualitatif melakukan analisis data untuk membangun hipotesis, sedangkan
dalan penelitian kuantitatif melakukan analisis data untuk menguji hipotesis.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak peneliti menyusun
proposal, melaksakan pengumpulan data dilapangan, sampai peneliti mendapatkan
seluruh data.
9
Metode kualitatif dugunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu
data yang mengandung makna.Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak.Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi dalam penelitian kualitatif
dinamakan transferability, artinya hasil penelitian tersebut dapat digunakan di
tempat lain, manakala tempat tersebut memiliki karakteristik yang tidak jauh
berbeda.

Seperti yang telah diungkapkan pada judul peneliti, penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif atau mendeskripsikan keadaan secara kenyataan tanpa ada
perlakuan yang dimanipulasi berkaitan dengan komunikasi lintas budaya pada
empat suku di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur di tahun 2020.

Dalam penelitian ini, tidak dapat dipungkiri bahwa peran penelitian berbasis
konstruktivisme juga ikut andil dalam memahami untuk mendapatkan data yang
dimaksud atau data-data yang nanti dapat didekripsikan. Dalam pengertiannya
bahwa konstruktivisme adalah cara memandang seseorang perihal pemerolehan
pengetahuan dan pengalaman berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya. Artinya seseorang dapat membangun dan mengembangkan
pengetahuan dan pengalaman melalui keterlibatan langsung atau melalui perilaku
yang dilakukannya. Dalam hal ini proses penelitian merupakan suatu kegiatan yang
aktif dan berkesinambungan dalam menggunakan informasi untuk memperoleh data
sehingga lahir pemahaman sendiri mengenai penelitian yang dilakukannya.

Asumsi yang digunakan dalam pandangan konstruktivisme, antara lain bahwa


konstruktivisme mengakui bahwa setiap individu memiliki pengetahuan dan
pengalaman, mengakui bahwa keterlibatan aktivitas individu dapat mempengaruhi
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki individu, mmengakui bahwa
pengembangan pengetahuan dan pengalaman merupakan serangkaian pengalaman
proses, pembangkitan dan penghubungan pengetahuan dengan pengalaman dengan
maksud tertentu dan mengakui bahwa kebenaran pengetahuan atau pengalaman
ilmiah merupakan hasil perangkaian antara data, fakta, berdasarkan metodelogis atau
cara-cara tertentu.
10
2. Objek penelitian

Objek kajian dalam penelitian ini adalah komunikasi lintas budaya yang terjadi
pada keempat suku ( Bunaq, Tetun, Dawan, Kemak) yang terdapat di kabupaten Belu,
propinsi Nusa Tenggara Timur.

3. Subjek penelitian

Seiring dengan itu, maka subjek dari penelitian ini adalah keempat suku (
Bunaq, Tetun, Dawan, Kemak) yang terdapat di kabupaten Belu, propinsi Nusa
Tenggara Timur. Untuk mewakili daripada subjek tersebut, maka peneliti memilih
orang yang berpengaruh di kalangan masyarakat tersebut dengan mewawancarai
tokoh atau orang yang berperan aktif serta mengetahui setiap sisi dari suku masing-
masing. Diantaranya dari suku Bunaq adalah I. J. Kalimau dia merupakan raja
dari suku bunaq, Folo merupakan orang di tuakan dalam suku Tetun atau dengan
kata lain tua adat, Thedy A. Dhomang merupakan anak muda yang mengerti
tentang adat dari suku Kamak sedangkan Alex merupakan tua adat dari suku Dawan.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang digunakan


peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik dan metode pengumpulan
data yang biasanya digunakan oleh peneliti :

a. Observasi
Menurut Arikunto (2006:156) observasi adalah suatu teknik yang dilakukan
dengan cara mengadakan pencatatan secara sistematis terhadap hal yang
akan diamati. Seorang peneliti harus melatih dirinya untuk
melakukanpengamatan. Banyak yang dapat kita amati di dunia sekitar kita
dimanapun kita berada. Hasil pengamatan dari masing-masing individu akan
berbeda, disinilah diperlukan sikap kepekaan calon peneliti tentang realitas
diamati. Boleh jadi menurut orang lain realitas yang kita amati, tidak memiliki
nilai dalam kegiatan penelitian, akan tetapi munurut kita hal tersebut adalah
masalah yang perlu diteliti.
b. Wawancara
11
Wawancara ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti telah mengetahui pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
Dalam wawancara untuk mendapatkan data ini, peneliti menggunakan
wawancara secara terstruktur. Artinya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
akan dijawab oleh responden sesuai dengan daftar pertanyaan- pertanyaan
yang dibentuk sebelumnya. Adapun pedoman wawancara yang peneliti
gunakan adalah seperti yang akan dipaparkan sebagai berikut:
Tabel. 1 Pedoman Wawancara Harmonisasi Dalam Keberagaman Tentang
Komunikasi Lintas Budaya Pada 4 Suku di Kabupaten Belu
No Kompenen yang Deskripsi pernyataan
dinyatakan
1 Mengetahui a. Informasi secara global tentang
informsi seputar bergaul masyarakat
tatacara
Individualisme b. Sistem yang masih digunakan
dan kolektivisme olehmasyarakat antara individualism
konektivisme
c. Contoh dari keduanya

2 Mengetahui informasi a. Ketidak pastian seperti apa yang


Penghindaran ketidakpastian b. masih ada di masyarakat.
c. Penanganan Sanksi

3 informasi seputar jarak a. Kondisi wilayah


kekuasaan b. Batasan wilayah

4 Mengetahui informasi seputar a. Informasi tentang derajat tingkat antara


maskulinitas. Pria dan Wanita
b. Pemberlakuan emansipasi pada
masyarakat

c. Dokumen
12
Jenis penelitian yang menggunakan metode kualitatif ini juga
membutuhkan data data yang lebih mendalam untuk mencari tau
permalsahan yang ada.Sumber data seperti notulen, video, foto foto berkas-
berkas serta segala hal yang berkaitan dengan objek penelitian itu sangat
dibutuhkan.
5. Jenis data

Berdasarkan sumbernya, data dibedakan atas :


a. Data Primer
Data penelitian yang diperoleh langsung dari penelitian melalui cara
observasi terhadap objek dengan mengobservasi kebiasaan masyarakat
kesehariannya terkait dengan rukunnya masyarakat yaitu cara hidup
masyarakat dalam keberagaman budaya yang ada.Artinya kebudayaan yang
dimiliki oleh 4 suku di atas.
b. Data Sekunder
Data ini merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan atau
buku literature, majalah, internet dan lain-lain mengenai informasi yang terkait
dengan penelitian tentang makna keberagaman budaya dalam keempat
suku yang ada di kabupaten Belu.Pencarian data ini perlu dilakukan dengan
pertimbangan bahwa data-data tersebut dapat menjadi jembatan dari fakta dan
realitas yang terjadi di lapangan sehingga diperoleh validitas data serta
pengetahuan yang lebih terhadap objek penelitian.

Kerangka Konsep Penelitian


Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian
ini adalah wawancara, observasi, dan penggunaan bahan dokumentasi.Analisis
data yang dilakukan dengan menggunakan trianggulasi data. Triagulasi adalah
teknik pemeriksaan data data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data
itu.

Tabel 2. Kerangka Konsep Penelitian


Konsep Dimensi yang dikaji Perspektif
13
Komunikasi lintas 1. Individualisme - Kolektivism Hofstede
Budaya (variable (Gundykunst &
2. Penghindaran Ketidakpastian
budaya) kim,2008: 27)
3. Jarak Kekuasaan
4. Maskulinitas – Feminitas

1. Individualisme – Kolektivisme
Individualisme-kolektivisme adalah dimensi utama keragaman
budaya yang digunakan untuk menjelaksan perbedaan dan
persamaan dalam komunikasi lintas-budaya.Individualisme-
kolektivisme ada pada tingkat budaya (contohnya norma/aturan
budaya) dan tingkat individual (contohnya nilai individu). Kita memulai
dengan individualisme-kolektivisme tingkat budaya.
a. Individualisme-Kolektivisme Tingkat Budaya
Pada budaya individualistis, tujuan individual lebih ditekankan
daripada tujuan kelompok.Sebalikya, tujuan kelompok lebih dipentingkan
daripada tujuan individual pada budaya kolektivis.
Pada budaya individualistis, “orang-orang harus mengurus diri
mereka sendiri dan keluarga dekat mereka saja,” dan pada budaya
kolektivis, “orang-orang adalah bagian dari ingroup atau kolektivisme
yang seharusnya mengurus mereka dengan imbalan kesetiaan” Keempat
suku yang ada tidak memiliki budaya individulis dalam melakukan
kegiatan adat atau dalam memutuskan sebuah kegiatan atau acara yang
akan diselengarakan oleh suku tersebut, tetapi pribadi yang ada
didalam suku tersebut memiliki jiwa yang menunjukan individualis,
seperti ketua suku atau raja dalam melakukan sebuah musyawara
menetukan sebuah keputusan apabila tidak sesuasi dengan kehendaknya
maka sang raja menggunakan kewenangannya untuk membatalkan hasil
rapat dan mengikuti apa yang dia inginkan.
b. Suku-suku yang ada didalam kabupaten Belu terutama keempat suku
besar ini sangat menjunjung nilai Kolestivisme atau kebersamaan
dalam kelompok. Hal ini sering dilakukakan apabila suku melakukan
14
sebuah acara atau anggota suku sedang berduka, serta mau melakukan
pernikahan. Contonya ketika anggota suku mau mengadakan
pernikahan pasti dia membayar belis (mahar) untuk si wanita. Oleh
karena itu si pria malakukan acara yang dinamakan duduk kumpul dan
mengundang anggota suku serta anggota keluarga untuk menyumbangkan
uang sehingga bias membantu si pria dalam membayar belis kepada si
wanita.
2. Penghindaran Ketidakpastian
Penghindaran ketidakpastian adalah tingkatan dimana anggota
budaya mencoba menghindari ketidakpastian. Dalam anggota budaya
yang kecil penghindaran kepastiannya dibandingkan dengan anggota
budaya yang tinggi dalam penghindaran ketidakpastiannya memiliki
toleransi yang lebih kecil untuk ketidakpastian dan ambiguity, mereka
mengekspresikan kekhawatiran yang tinggi dan lebih banyak perlu
aturan formal dan kebenaran absolut dan toleransinya lebih rendah
dengan orang lain.
Penghindaran ketidak pastian yang dilakukan dalam keempat suku
ini banyak terjadi seperti yang dilakukan oleh suku tetun tentang
kegiatan atau upacara adat ketuka ibu mengandung sampai melahirkan.
Upacara ini mereka lakukan agar sang bayi tetap dalam lindungan
sang maha kuasa sehingga terhindar dari gangguan setan dan di bayi
ini tetap sehat sampai dia tumbuh dewasa dan menjadi pintar. Hal ini
yang mejadi mitos dan tidak bias dibuktikan secara ilmiah. Karena orang
dahulu menganggap bahwa ketika kita sakit itu merupakan perbuatan
nenek moyang yang sudah meninggal atau perbuatan setan.
Penghindaran ketidak pastian ini dapat mencega terjadinya konflik
pribadi yang dilakukan oleh sang korban suanggi atau pelet, karena ini
tidak bisa dibuktikan secara nyata. Penghindaran ketidakpastian berguna
dalam memahami perbedaan apabila berkomunikasi dengan
strangers.Orang yang berada pada budaya yang penghindaran
ketidakpastiannya tinggi mencoba menhindari ambiguity dan
mengembangkan aturan dan ritual dalam setiap situasi yang mungkin.
15
3. Jarak kekuasaan
Jarak kekuasaan adalah “sejauh mana anggota lembaga dan
organisasi yang lemah menerima bahwa kekuasaan diistribusikan secara
tidak seimbang” Kami memulai dengan jarak kekuasaan tingkat
budaya.Anggota kebudayaan jarak kekuasaan tinggi menerima kekuasaan
sebagai bagian dari masyarakat (contonya atasan menganggap bawahan
mereka berbeda dari mereka dan sebaliknya).
Keempat suku ini memiliki jarak kekuasaan baik itu dalam hal
memerintah maupun luas wilayah atau daerah kekuasaannya.Masing-
masing suku memiliki petugas untuk memantau serta menjaga wilaya
kekuasaan mereka serta memberi informasi kepada anggota sukunya
apabila suku mau membuat sebuah ritual adat.Saat ini di kabupaten Belu
sudah di bentuk lembaga adat oleh pemerintah daerah agar memantau
aktifitas suku-suku yang ada serta mengaktikan kembali kegiatan adat
yang suda hilang serta mengajak masyarakat untuk cinta pada adat
mereka.
4. Maskulinitas – Feminitas
Maskulinitas-femininitas berfokus pada isu gender pada tingkat
budaya dan individual.Kita memulai dengan maskulinitas-femininitas
tingkat budaya.Maskulinitas-femininitas budaya.Perbedaan utama antara
kebudayaan maskulin dan feminin adalah bagaimana peran gender
dibagikan dalam suatu kebudayaan. Maskulinitas berkaitan dengan
masyarakat dimana peran gender sosial jelas berbeda (yaitu laki-laki
seharusnya asertif, tegas, dan berfokus pada kesuksesan material,
sedangkan wanita seharusnya lebih sopan, halus, dan memikirkan kualitas
kehidupan); femininitas berkaitan dengan masyarakat dimana peran
gender sosial tumpang tindih (yaitu laki-laki dan wanita seharusnya
sopan, halus, dan memikirkan kualitas kehidupan).
Berbicara tentang pria dalam keempat suku ini mereka dilihat
sebagai pemimpin baik dalam rumah tangga maupun di dalam suku. pria
dilihat sebagai sosok yang kuat dan mereka diberi tugas untuk menafkai
keluarga mereka meskipun saat ini wanita juga suda menjadi tulang
16
punggung keluarga. pria memiliki tenaga yang lebih kuat dibandingkan
wanita makanya mereka ditunjuk sebagai pemimpin dalam suku.
Dalam keempat suku yang ada ini wanita juga mempunyai tugas
dalam kegiatan suku misalanya mereka ditunjuk untuk memasak untuk
sang pria yang sedang bekerja atau melayani sang pria. Ketika ritual adat di
gelar mereka ditunjuk untuk bermain gendering dan menari tarian “bidu”
untuk memeriakan acara banyak hal yang dilakukan oleh anggota suku
dari kaum wanita, tetapi mereka jalani dengan senang hati karena itu
merupakan kewajiban mereka.

BAB III
PEMBAHASAN

1. Gamabaran Umum Masyarakat Belu


Ditinjau dari segi Budaya dan antropologis, penduduk Kabupaten Belu dalam
susunan masyarakatnya terbagi atas 4 sub etnik yang besar yaitu: Ema Tetun, Ema
Kemak, Ema Marae dan Ema Dawan Manlea. Keempat sub etnik tersebut mendiami
lokasi-lokasi dengan karakteristik tertentu dengan kekhasan penduduk bermayoritas
penganut agama Kristen Katolik. Masing–masing etnik tersebut mempunyai bahasa
dan praktek budaya yang saling berbeda satu sama lain dan kesamaan dilain segi. Mata
pencaharian utama masyarakat Belu adalah bertani.
Dari aspek ekologis, kondisi tanah Belu sangat subur karena selain memiliki
lapisan tanah jenis berpasir dan hitam juga memiliki kondisi curah hujan yang relatif
merata sepanjang tahun. Daerah Belu yang subur tersebut membuatnya potensial
untuk dikembangkan menjadi daerah pertanian dan peternakan, kawasan pantai yang
membentang dari Belu bagian selatan sampai utara mempengaruhi pemerataan
pekerjaan dan pendapatan dalam sub sektor perikanan. Selain itu dari sub sektor
kehutanan kontribusi yang diperoleh juga signifikan dengan beberapa jenis pohon
produktif seperti cendana, kayu merah dan sejati, dari sub sektor lainnya seperti
perdagangan.
17
2. Susunan Stratifikasi Masyarakat Belu
Menurut H.J Grijzen seperti dikutip dalam tulisan Rm. Florens Maxi Un Bria dalam
“The Way To Happiness Of Belu People” masyarakat Belu mengenal klasifikasi
masyarakatnya ada tiga golongan, yang secara hirarkis terdiri dari:

1. Dasi atau golongan bangsawan yang menempati lapisan terpusat dan dari
kelompok inilah terpilih Loro/Liurai/Na’i

2. Renu adalah rakyat jelata yang merdeka

3. Ata atau Klason merupakan golongan hamba. Mereka yang masuk dalam
golongan ini biasanya merupakan tawanan perang yang dijadikan budak untuk
melayani kebutuhan masyarakat golongan dasi.

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku memiliki pelpisan sosialnya
tersendiri. Contohnya masyarakat Waiwiku dalam satu kesatuan suku Marae yang
terdiri dari:

1. Lapisan tertinggi adalah Ema Nain, (Raja/Nain Oan)

2. Lapisan Bangsawan (di bawah Raja) yaitu Ema Dato

3. Lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga

4. Lapisan bawah Ema Ata (hamba)

3. Unsur-Unsur Kebudayaan Masyarakat Belu

1. Rumah Adat
18
Rumah Adat Belu pada umumnya mencerminkan hubungan masyarakat
terhadap alam, tatanan sosial, keadaan alam, sistem bercocok tanam, dan
kosmologi masyarakat yang mendiaminya. Pola perkampungan/pemukiman
rumah adat suku Matabesi adalah salah satu contoh pemukiman adat di Belu.
Pemukiman ini memiliki tipe cluster, dengan “uma Bot” sebagai sentral/ pusat
perkampungan.
Selain itu, di depan tiap rumah adat 13 suku dalam Suku besar Matabesi
juga diletakkan batu persembahan (aitos), sebagai tempat berlangsungnya upacara
adat. Tatanan pemukiman pada perkampungan suku Matabesi, mewajibkan tiap
rumah yang didirikan harus menghadap/ berorientasi ke arah Timur atau
menghadap Lakaan (gunung tertinggi di Kab. Belu). Bagi orang Belu, khususnya
suku Matabesi - Sesekoe rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal, tempat
berteduh dari panas dan hujan melainkan juga merupakan bangunan yang ditata
secara perlambang yang konteks dengan sosial budaya masyarakat yang tinggal
didalamnya sehingga diperlukan tata cara dalam pendirian rumah.
Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan titik
pembangunan rumah, pendirian tiang utama/kakaluk mane dan kakaluk feto,
pemasangan bubungan atau atap rumah, sampai upacara masuk/penghunian
rumah.
Hal ini dilakukan secara bertahap dan melibatkan pemilik rumah (uma
nain) dan pemuka kampung (makoan) atau orang yang dianggap keramat. Ritual
ini bertujuan untuk memberikan spirit atau jiwa bagi kehidupan yang berlangsung
didalam rumah/bangunan yang didirikan. Spirit atau jiwa dari rumah yang
didirikan sering disimbolkan dalam benda keramat yang diletakkan di dalam
rumah, seringkali di letakkan pada bagian tengah atau atas (atap) rumah. Misalnya
raga-raga yang digantung dibawah atap rumah Batak Toba. Selain menjadi jiwa
atau nyawa dari rumah, berfungsi juga mengusir roh – roh atau gangguan dari luar
terhadap keselamatan penghuni rumah.
Selain itu, rumah juga dianggap sebagai perwujudan jagad kecil dari jagat
raya. Rumah adalah tempat kelahiran, perkawinan dan kematian.
Rumah adat suku besar matabesi didalam kampung sesekoe seperti telah
diuraikan sebelumnya bahwa ada 12 ( dua belas ) rumah adat yang mengelilingi
19
satu rumah besar ( uma bot ). Ke 13 ( tiga belas ) rumah adat ini memiliki fungsi
yang sama.
Pada kesehariannya rumah adat ini bias bersifat profand yakni sebagai rumah
tinggal tapi tidak terlepas dari rumah adat yang mengikat. Contohnya bila sesorang
pria yang belum melunasi uang kawin ( belis / mahar ) pada saat dilakukan
upacara maka tidak diperkenanankan ( pemali ) untuk berada dalam ruang laki –
laki.
2. Pakaian Adat dan Perhiasan

3. Kesenian Berupa seni tari antara lain:


a. Tarian Tebe

Merupakan tarian yang menggambarkan luapan kegembiraan atas suatu


keberhasilan ataupun kemenangan dalam suatu pekerjaan. Terian ini terdiri
dari beberapa orang penari laki-laki dan perempuan yang saling
bergandengan membentuk lingkaran sambil menari dan bernyanyi
bersahut-sahutan melantunkan syair-syair dan pantun sambil
menghentakkan kaki sesuai irama lagu sebagai wujud luapan kegembiraan.

Tarian yang melibatkan orang ini dulu biasanya dilakukan pada malam hari
sebagai ungkapan rasa syukur atas terlaksananya suatu pekerjaan, misalnya
20
panen, perkawinan, dan lain-lain. Namun dalam perkembangannya tarian
ini akhirnya dapat dilakukan kapan saja, terutama siang hari, bilamana ada
acara-acara hiburan atau menyambut para tamu.

b. Tarian Bidu Kikit


21

Kikit, dalam bahasa Tetun berarti Burung Elang. Tarian ini merupakan
tarian khas dari salah satu suku di Kabupaten Belu, yakni Suku Kemak yang
bermukim di Kabupaten Belu bagian Utara. Tarian Bidu Kikit terdiri dari
beberapa orang, laki-laki dan perempuan yang menggunakan musik
pengiring Tihar yang irama pukulannya adalah irama khas likurai. Tarian
ini dibawakan oleh tiga penari, yakni satu penari laki-laki yang
melambangkan seekor Burung Elang Jantan dan dua orang penari
perempuan yang menggambarkan burung elang betina. Tarian ini
menggambarkan sekwanan burung elang yang terbang berputar-putar
mengintai mangsa, kemudian menukik memburu mangsa.

Tarian peninggalan nenek moyang Kabupaten Belu ini merupakan tarian


hiburan, dalam berbagai upacara adat, khususnya Suku Kemak.

c. Tarian Likurai

Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang


didendangkan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang
pulang dalam perang. Konon, ketika para pahlawan yang pulang perang
dengan membawa kepala musuh yang telah dipenggal (sebagai bukti
keperkasaan) para feto (wanita) cantik atau gadis cantik terutama mereka
yang berdarah bangsawan menjemput para pahlawan dengan
membawakan tarian Likurai. Likurai itu sendiri dalam bahasa Tetun (suku
yang ada di Belu) mempunyai arti mungasai bumi. Liku artinya menguasai,
Rai artinya tanah atau bumi. Lambang tarian ini adalah wujud
22
penghormatan kepada para pahlawan yang telah menguasai atau
menaklukkan bumi, tanah air tercinta.

Tarian adat ini ditarikan oleh feto-feto dengan mempergunakan gendang-


gendang kecil yang berbentuk lonjong dan terbuka salah satu sisinya dan
dijepit di bawah ketiak sambil dipukul dengan irama gembira serta sambil
menari dengan berlenggak-lenggok dan diikuti derap kaki yang cepat
sebagai ekspresi kegembiraan dan kebanggaan menyambut kedatangan
kembali para pahlawan dari medan perang. Mereka mengacung-acungkan
pedang atau parang yang berhias perak. Sementara itu beberapa mane
(laki-laki) menyanyikan pantun bersyair keberanian, memuja pahlawan.

Konon kepala musuh yang dipenggal itu dihina oleh para penari dengan
menjatuhkan ke tanah. Proses ini merupakan penghinaan resmi kepada
musuh. Selain itu para pahlawan tadi diarak ke altar persembahan yang
sering disebut Ksadan. Para tua adat telah menunggu di sini dan menjemput
para pahlawan sambil mencatat kepala musuh yang dipenggal itu serta
menuturkan secara panjang lebar tentang jumlah musuh yang telah
ditaklukkan sampai terpenggal kepalanya diperdengarkan kepada khalayak
ramai untuk membuktikan keperkasaan suku Tetun.

Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-
tamu agung atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum
tarian ini dipentaskan, maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat
untuk menurunkan Likurai atau tambur-tambur itu dari tempat
penyimpanannya.

d. Bahasa Masyarakat Belu memiliki empat bahasa yaitu:

1) Bahasa tetun
2) Bahasa marae
3) Bahasa kemak
4) Bahasa dawan

Bahasa tetun adalah bahasa pemersatu masyarakat Belu.


23
e. Lagu daerah

1) Oras loron malirin (waktu matahari terbenam)


2) Mai ba to’os (mari ke ladang)
3) Manu basa liras (ayam mengepakan sayap)
4) Tasi feto no tasi mone (laut perempuan dan laut laki-laki)

f. Alat Musik Tradisional

1) Gendrang
2) Gong
3) Ukelele
4) Juk
5) Seruling

g. Hasta Karya

1) Kain tenun
2) Anyaman dari daun lontar (tikar, koba, nyiru, tenasak, ko’e, bakul, kipas)

h. Sistem Mata Pencaharian

1) Bercocok tanam di ladang dan di sawa


2) Perikanan
3) Peternakan
4) Perdagangan

i. Sistem Kepercayaan

1) Mayoritas katolik
2) Kristen protestan
3) Islam
4) Anemisme dan dinamisme
24
j. Sistem Pengetahuan

1) Maju karena sudah terdapat sekolah-sekolah dari TK sampai Perguruan


Tinggi
2) Adanya teknologi.

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kebudayaan daerah merupakan kesenian tradisional yang di miliki oleh setiap
daerah, maupun suku yang ada di Indonesia. Kebudayaan daerah yang dimiliki
Indonesia merupakan sebuah aset mahal dan berharga nilainya, karena kebuyaan lokal
yang di miliki Indonesia memiliki ciri dan identitas yang berfungsi sebagai pemerkaya
dan pemersatu keragaman kebudayaan yang ada di Indonesia dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika. Namun dalam usaha memperkokoh ketahanan bangsa banyak
sekali tantangan zaman dan pencegahan pencurian-pencurian hasil kebudayaan oleh
negara lain, serta pemberian motivasi terhadap para pemuda untuk ikut dalam
memperkokoh ketahanan bangsa melalui kebudayaan daerah.
Jadi kabupaten Belu juga merupakan kabupaten yang memiliki berbagai macam
unsur kebudayaan seperti daerah-daerah lain di Indonesia.
2. Saran
Dalam usaha memperkokoh ketahanan bangsa Indonesia dengan kebudayaan
daerah. Para warga masyarakat terutama para pemudanya di wajibkan untuk ikut
berperan serta dalam pelestarian kebudayaan daerah, namun bukan hanya
masyarakat saja yang di beban dalam hal ini para pemerintah pun di harapkan dapat
tanggap dan ikut berperan serta dalam pelestarian budaya daerah agar tidak di klaim
oleh negara lain. Mempromosikan kebudayaan lokal yang di miliki Indonesia melalui
media cetak, maupun elektronik ke berbagai wilayah yang ada di Indonesia maupun ke
berbagai negara luar di dunia sangat di harapkan untuk ikut dan berperan serta
25
membantu pemerintah untuk memperkokoh ketahanan bangsa. Yang paling penting
bagi para pendidik khusus nya yang berkaitan dengan kesenian tradisional adalah
mengenalkan dan mengajarkan kepada anak didik kita apa itu kesenian tradisional,
tentunya dengan cara yang menarik Oleh sebab itu kita sebagai generasi muda, tidak
boleh melupakan budaya atau adat istiadat daerah kita masing-masing dimanapun kita
berada.

Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi. (2007). Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia, Yogyakarta: Kanisius.


Parera, A.D.M. (1971). Sedjarah Politik Pemerintahan Asli (Sedjarah RadjaRadja). Kupang:
Departemen P Dan K Nusa Tenggara Timur.
Bourdieu, Pierre. (1995). Outline of A Theory of Practice. (Translated by Richard Nice).
Cambrideg: Cambridge University Press.
Cassirer, Ernst. (1987). Manusia dan Kebudayaan. (Terjemahan Agus Nugroho). Jakarta: PT.
Gramedia.
Cerita Gunung Lakaan, Jero Halilulik. http://duniatalerun.blogspot.co.id/2012/0 3/cerita-
gunung-lakaan.html
Drijarkara. (1966). Pertjikan Filsafat. Jakarta: PT Pembangunan Djakarta.
Giddens, Anthony. (1986). The Constitution of Society. Berkeley and Los Angeles: University of
California Press.
Habba, John, dkk..(2020). Peran Bahasa dan Budaya Dalam Konteks Keutuhan NKRI: Konstruksi
Identitas dan Nasionalisme di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Keesing, Roger M. (1981). Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer, Jilid 2. (Terj.R.G.
Soekadijo). Jakarta: Erlangga.
Retnowati, Endang. Politik Kebudayaan Belu, dalam John Haba, dkk.(2020). Peran Bahasa dan
Budaya Dalam Konteks Keutuhan NKRI: Konstruksi Identitas dan Nasionalisme di
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten Belu Dalam Angka (Belu in Figures). (2014). Badan Statistik Kabupaten Belu
26

Anda mungkin juga menyukai