Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kita tau semua bahwa bangsa Indonesia memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”,
yang artinya walaupun kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua, berbeda dalam arti, berbeda
suku, bahasa, budaya, agama, ras dan lain sebagainya, dalam artian di Indonesia sendiri
memiliki banyak sekali suku-suku tetapi kita satu dalam lingkup Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Seperti yang diketahui, etnis Jawa merupakan salah satu etnisyang mempunyai
jumlah banyak dan penyebarannya hampir merata diseluruh kepulauan Indonesia. Akan tetapi
jumlah tersebut akan berubah kecil bahkan menjadi suatu kelompok minoritas ketika sudah
masuk ranah lokalitas daerah di luar Pulau Jawa. Majemuknya bangsa Indonesia bisa terlihat
dari banyaknya pulau dan bahasa yang dipakai oleh berbagai suku dan etnis.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan simbolis Bangsa Indonesia mengenai
keanekaragaman kebudayaannya. Arti harafiah dari kalimat ini adalah “berbeda
tetapi satu”. Namun makna simbolis yang terdapat pada Burung Garuda sebagai
Lambang Negara, memberikan arti Indonesia dibangun oleh keanekaragaman suku bangsa
dengan kebudayaannya masing-masing. Kebudayaan masyarakat Indonesia juga tercermin
dalam berbagai bentuk kebudayaan, baik yang bersifat tak benda (intangible) seperti nilai,
konsep dan gagasan, maupun yang bersifat bendawi yakni berupa tinggalan purbakala seperti
Candi, Rumah Adat, Kain Tenun dan sebagainya.
Bangsa Indonesia terdiri dari sekitar 1.340 suku bangsa yang tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia. Menurut data BPS sendiri separuh atau 50% dari suku bangsa di tanah air
adalah suku Jawa. Sisanya suku-suku yang mendiami wilayah Indonesia di luar Jawa seperti
suku Makasar Bugis (3,68%), Batak 2.04%, Bali 1,88%, Aceh 1,4%, dan suku lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik akan keberagaman suku di sekitarnya.
Adapun judul makalah yang akan di bahas penulis adalah “KEBERAGAMAN SUKU DI DESA
BEKAMBIT ASRI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi Kalimantan Selatan?
2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap keberagaman suku di Desa Bekambit Asri
Provinsi Kalimantan Selatan?
3. Mengapa terjadi keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi Kalimantan
Selatan?

1.3 Batasan Masalah


1. Keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Sikap masyarakat terhadap keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi
Kalimantan Selatan.
3. Penyebab terjadi keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi Kalimantan
Selatan.
1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi Kalimantan
1
Selatan.
2. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap keberagaman suku di Desa Bekambit
Asri Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadi keberagaman suku di Desa Bekambit Asri
Provinsi Kalimantan Selatan.

1.5 Manfaat
1. Dapat mengetahui keberagaman suku di Desa Bekambit Asri Provinsi Kalimantan
Selatan.
2. Dapat mengetahui sikap masyarakat terhadap keberagaman suku di Desa Bekambit
Asri Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Dapat mengetahui penyebab terjadi keberagaman suku di Desa Bekambit Asri
Provinsi Kalimantan Selatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Suku


Suku merupakan sekelompok atau golongan sosial yang adadi kalangan masyarakat sebagai
pembeda dari golongan satu dengan golongan yang lainnya. Dan setiap suku memiliki ciri
khas sendiri. Kita juga bisa mengartikan suku sebagai suatu golongan manusia yang terikat
dengan kebudayaan sekitar, atau kebudayaan masyarakat tertentu.Berikut pengertian suku
menurut para ahli :
1. Menurut Koentjaraningrat, Pengertian suku merupakan sekelompok manusia yang
menyatu dengan budaya setempat itu dengansecara sadar, serta biasanya
berkomunikasi denganmenggunakan bahasa yang sama.
2. Menurut Raroll, suku itu merupakan golongan manusiayang mengidentifikasikan
dirinya dengan sesamanya, biasanya dengan berdasarkan garis keturunan
yangdianggap sama. Suatu kelompok tersebut bisa diakuisebagai suku apabila
memiliki ciri khas tersendiri didalamhal budaya, bahasa, agama, perilaku, ataupun
juga ciri-ciri biologis.
3. Menurut Frederick Barth, menurutnya suku merupakan himpunan manusia
yangmemiliki atau mempunyai kesamaan dari segi ras, agama,asal-usul bangsa, juga
sama-sama terikat didalam nilaikebudayaan tertentu.

2.2 Suku di Indonesia


Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya, dengan banyaknya nama nama suku di
Indonesia. Kehadiran suku, sekaligus menjadi pengelompokkan etnis atau suatu golongan, di
mana anggota kelompok dapat dengan mudah diidentifikasi berdasarkan garis keturunannya.
Dengan begitu, suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota satu dengan
lainnya memiliki kesamaan. Umumnya kesamaan tersebut berupa garis keturunan, ciri-ciri
biologis, bahasa, budaya dan perilaku. Setiap suku bangsa memiliki ciri khas dan keunikan
masing-masing, meskipun begitu Indonesia tetap satu. Itu mengacu pada semboyan negara
Indonesia 'Bhinneka Tunggal Ika' yang berarti, berbeda-beda tetap satu jua. Berikut adalah
penjelasan singkat tentang beberapa suku di Indonesia :
A. Suku Jawa
Suku Jawa menggunakan Bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari, survey menunjukan
kurang lebih hanya 42% orang Jawa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
mereka sehari-hari, sementara 28% lainnya menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara
campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa sendiri memiliki aturan yang berbeda dalam hal kosa kata dan intonasi
berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-
ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan
3
membuat mereka sangat sadar terhadap status sosialnya di masyarakat.
Dalam masyarakat Jawa, sistem kekerabatan didasarkan pada garis keturunan bilateral
(diperhitungkan dari dua belah pihak, ibu dan ayah). Dengan prinsip bilateral atau parental ini,
seorang Jawa berhubungan sama luasnya dengan keluarga dari pihak ibu dan juga ayah.
Kekerabatan yang relatif solid biasanya terjalin dalam keturunan satu nenek moyang
hingga generasi ketiga. Namun demikian, kualitas hubungan keluarga inti (nuclear family)
dan keluarga luas (extended family) berbeda-beda antara satu lingkaran keluarga dengan yang
lainnya, bergantung pada kondisi masing-masing keluarga.
B. Suku Sunda
Suku Sunda dikenal dengan Tatar Pasundan meliputi wilayah bagian barat pulau Jawa
dimana sebagian besar wilayahnya masuk ke dalam provinsi Jawa Barat dan Banten. Berasal
dari akar kata sunda atau suddha dalam bahasa Sanskerta yang berarti bersinar, terang dan
putih.
Suku Sunda sendiri berjumlah 5,5 persen dari total penduduk Indonesia secara
keseluruhan. Meskipun tersebar di berbagai wilayah Indonesia, namun sebagian besar
masyarakat Sunda menempati wilayah Banten, Jakarta, dan Jawa. Mayoritas suku ini
beragama Islam namun ada juga sebagian kecil yang beragama Kristen, Hindu bahkan Sunda
Wiwitan.
C. Suku Batak
Suku di Indonesia ini berasal dari Sumatera Utara dan juga cenderung tersebar di berbagai
wilayah di Indonesia. Terdiri dari 3,58 dari total penduduk Indonesia secara keseluruhan.
Suku Batak terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu Batak Toba, Batak Mandailing, Batak
Pakpak, dan Batak Karo.
Suku Batak merupakan satu diantara suku di Indonesia yang mempertahankan
kebudayaannya. Mereka memegang teguh tradisi dan adat. Hingga saat ini adat dan budaya
tetap dilaksanakan dalam kehidupan sosial orang Batak dan aktivitas sehari-harinya.
Beberapa adat dan budaya Batak yang berlaku adalah:
• Partuturan: Dalam kehidupan orang Batak sehari-hari kekerabatan (partuturan) adalah
kunci dari falsafah hidupnya, yaitu dengan menanyakan marga dari setiap orang Batak yang
ditemuinya. Hal ini dapat digambarkan dengan ukiran 2 ekor cicak yang saling berhadapan
yang menempel di kiri-kanan Ruma Batak. Kekerabatan ini pula yang menjadi semacam
tonggak agung untuk mempersatukan hubungan darah dan menentukan sikap terhadap
orang lain dengan baik.
• Mangokal Holi: Prosesi upacara yang dilaksanakan untuk mengumpulkan tulang belulang
dari jasad orang tua yang dimasukkan ke peti yang baru untuk dipindahkan pada suatu tempat
yang telah disediakan oleh pihak keluarga. Tradisi ini merupakan warisan turun-temurun
yang bertujuan memberikan penghormatan kepada roh orang tua yang telah tiada.
Pemindahan lokasi tulang belulang di maksud ke tempat yang baru adalah untuk
mendapatkan tempat yang lebih baik dari tempat sebelumnya.
D. Suku Betawi
Suku Betawi sebagai suku yang masyarakatnya merupakan keturunan dari penduduk yang
bermukim di Batavia sejak abad ke-17 dan merupakan hasil perkawinan darah campuran dari
4
aneka suku bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia.
Suku Betawi juga turut disebut sebagai penghuni asli wilayah Jakarta. Meski demikian
masyarakat Betawi tersebar di daerah lainnya, seperti Bogor dan sekitarnya. Bahasa Betawi
merupakan bahasa kreol yang didasarkan pada bahasa Melayu Pasar ditambah dengan unsur-
unsur bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa dari Cina Selatan (terutama bahasa Hokkian),
bahasa Arab, serta bahasa dari Eropa, terutama bahasa Belanda dan bahasa Portugis.
Karena berkembang secara alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang
membedakannya dari bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik pembeda
misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran -in (pengaruh bahasa Bali), serta
peralihan bunyi /a/ terbuka di akhir kata menjadi /e/ atau /ɛ/ pada beberapa dialek lokal.
E. Suku Dayak
Dayak berasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang
tinggal di pedalaman atau perhuluan. Suku Dayak sendiri merupakan salah satu suku “Asli”
yang mendiami “Pulau Borneo” (Kalimantan).
Borneo terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang masing-masing terdiri dari
Kalimantan Timur ibukotanya Samarinda, Kalimantan Selatan ibukotanya Banjarmasin,
Kalimantan Tengah ibukotanya Palangka Raya, Kalimantan Barat ibukotanya Pontianak, dan
Kalimantan Utara Ibukotanya Tanjung Selor.
Suku Dayak terbagi dalam 405 sub-sub suku. Masing-masing sub suku Dayak mempunyai
adat istiadat dan budaya yang mirip, sesuai dengan sosial kemasyarakatannya, baik Dayak di
Indonesia maupun Dayak di Sabah dan Sarawak Malaysia sebagai negara serumpun.
Suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas antara lain seperti mandau,
sumpit, beliong, rumah betang atau rumah panjang (rumah radank) dan lain-lain. Ciri-ciri
khas Dayak lainnya seperti; kepemilikan senjata, dan seni budayanya.
Agama asli suku Dayak Kaharingan merupakan agama asli yang lahir dari budaya nenek
moyang. Sebagian masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan akan adanya
benda-benda gaib pada tempat-tempat tertentu seperti batu-batuan, pohon-pohonan besar,
taman-taman di hutan, danau, lubuk, dan lainnya yang menurut kepercayaannya memiliki
“kekuatan gaib” dari Jubata dan Batara. Saat ini, terhitung jumlah masyarakat Dayak ialah
sekitar 1,27 persen dari total penduduk Indonesia secara keseluruhan.
F. Suku Asmat
Dikenal sebagai suku titisan Dewa, Suku asal Papua ini meyakini, bahwasanya mereka
berasal dari keturunan Dewa Fumeripits. Suku Asmat juga merupakan salah satu suku dari
Provinsi Papua yang mendunia karena budayanya yang begitu menghormati alam serta
kehidupan para leluhurnya, maka kearifan yang dimiliki oleh suku Asmat juga sangat luar
biasa.
Etnis satu ini terbagi menjadi dua, yakni suku yang tinggal di pesisir pantai serta suku
yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi berbeda dalam banyak aspek seperti dari
cara hidup, dialek, ritual, bahkan struktur sosial. Pembagian bahasa Asmat hilir sungai terbagi
menjadi bagian kelompok pantai barat laut dan bagian kelompok pantai barat daya.
Sementara pembagian bahasa Asmat hulu terbagi menjadi kelompok Keenok serta Kaimok.

2.3 Suku di Bekambit Asri


Bekambit Asri adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Pulau Laut Timur, kabupaten
5
Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Di desa ini memiliki keberagaman suku
yaitu terdiri dari :
A. Suku Banjar
Mayoritas Suku Banjar menganut Agama Islam. Meski begitu, tradisi-tradisi yang sudah
ada sejak zaman nenek moyang masih dipertahankan. "Demikian pula dalam praktik ritual.
Tampak ada beberapa praktik yang tidak umum dilaksanakan pemeluk Islam," tulis Alfisyah
dan kawan-kawan.
Agama dan keyakinan yang dianut oleh Suku Banjar menambah warna dalam kehdupan
sosial masyarakat Kalimantan Selatan.
Suku Banjar dengan keyakinannya sebagai pemeluk Islam dapat hidup berdampingan
dengan Suku Dayak yang memiliki kepercayaan Kaharingan.Alfisyah juga menyatakan
bahwa keberadaan Suku Dayak turut memberikan pengaruh terhadap konsepsi ketuhanan
atau teologis.
Suku Banjar menggunakan bahasa Banjar untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-
hari. Bahasa ini dipakai secara luas di Pulau Kalimantan. "Bahasa Banjar merupakan salah
satu bahasa di Kalimantan yang wilayah pemakaiannya cukup luas, meliputi wilayah
Kalimantan Tengah dan Timur, di samping Kalimantan Selatan sebagai wilayah penutur
aslinya," tulis Yasin dalam jurnalnya.
Lebih lanjut, Yasin mengungkapkan bahwa mayoritas penutur bahasa Dayak juga bisa
menggunakan bahasa Banjar. Oleh sebab itu, bahasa Banjar kerap digunakan sebagai bahasa
penghubung antarsuku.
Dilansir dari Rumah Adat di Indonesia karya D.C. Tyas, rumah adat provinsi Kalimantan
Selatan adalah rumah Banjar. Rumah adat ini disebut juga dengan rumah bubungan tinggi
atau rumah lambung mangkurat.
Rumah Banjar memiliki bangunan tinggi dan memancang ke depan. Lantainya dibuat
berjenjang. Seluruh bagian bangunan berbagan dasar kayu, termasuk lantainya. Rumah adat
ini memiliki dua tangga yang terletak di bagian depan dan belakang bangunan.
Rumah bubungan tinggi memiliki tiga jenis ruangan yang dirancang sesuai fungsinya.
Ruangan terbuka terdiri atas pelataran atau serambi. Ada dua macam serambi pada rumah ini,
yaitu serambi muka dan serambi sambutanRuang Setengah terbuka diberi pagar rasu yang
disebut dengan lapangan pamedangan. Ruangan ini memiliki lantai yang lebih tinggi dan
sepasang kursi panjang.
Yang ketiga ruang dalam. Ruang dalam terbagi menjadi pacira dan panurunan, paluaran,
paledangan, dan panampik padu atau dapur.Suku Banjar memiliki beberapa jenis pakaian dan
perhiasan tradisional. Mereka mengenakan busana dan perbiasan yang berbeda tergantung
pada acara yang dihadiri.
Menurut Husni dan Siregar, Suku Banjar biasa mengenakan baju bernama Lampir saat
upacara adat. Baju teluk belanga merupakan pakaian untuk kaum pria, sedangkan kaum
perempuan mengenakan kebaya yang dipadukan dengan tapis atau sarung.
Kaum wanita juga menggunakan baju kurung basisit dalam upacara. Bagian bawah baju
tersebut memilikki sulaman benang emas atau air suci dan disulam dalam jumlah ganjil. Pada
bagian kepala, para wanita menggunakan sanggul berbentuk bundar bernama galung. Sanggul
ini biasanya ditambahkan anyaman delapan yang menandakan si pemakai adalah seorang
gadis. Kaum pria menggunakan penutup kepala berbentuk segitiga yang disebut dengan laung
6
tajak siak. Tutup kepala tersebut ditali dengan lam julalat.
B. Suku Jawa
Dilansir dari laman Gramedia, masyarakat dari suku Jawa dapat dikenali dari bahasa, garis
keturunan, filosofi hidup, dan sikapnya yang masih dapat diamati hingga saat ini. Herusatoto
(1987) mendefinisikan masyarakat Jawa adalah sebagai salah satu masyarakat yang hidup
dan tumbuh berkembang dari zaman dahulu sampai sekarang dan turun temurun
menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya serta mendiami sebagian besar
Pulau Jawa.
Sebagian besar masyarakat suku Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi
sehari-hari. Bahasa Jawa dikenal dengan aturan yang dikenal dengan unggah-ungguh, dengan
kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara. Aspek
kebahasaan ini sesuai dengan adanya pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa terutama
status sosial seseorang di masyarakat. Selanjutnya adalah sistem kekerabatan parental atau
bilateral yang memperhitungkan keturunan dari pihak ibu dan ayah. Dengan prinsip bilateral,
maka seseorang dari suku Jawa memiliki hubungan yang sama luasnya dengan keluarga dari
pihak ibu dan pihak ayah.
Kemudian, dalam bukunya yang berjudul Pandangan Hidup Jawa (1990) yang ditulis
Suyanto dijelaskan bahwa karakteristik budaya Jawa adalah religious, non-doktriner, toleran,
akomodatif, dan optimistic.Karakteristik budaya Jawa ini memunculkan sifat khas yang kerap
dilakukan oleh masyarakat Jawa seperti ramah, sederhana, luwes, dan berpegang erat pada
tradisi. Selain itu, masyarakat Jawa dikenal memegang teguh filosofi hidup seperti Narimo
ing Pandum (menerima bagiannya masing-masing) dan memayu hayuning bawana
(mempercantik keindahan dunia).
Perkembangan budaya suku Jawa tidak terlepas dari keterampilan berkesenian, salah
satunya adalah seni tari. Beberapa tari tradisional yang berkembang di tengah masyarakat
Jawa antara lain Tari Serimpi, Tari Gambyong, Tari Beksan Wireng, dan Tari Jathilan.
Rumah adat yang dibangun oleh suku Jawa memiliki bentuk khas berupa Rumah Joglo.
Nama rumah Joglo berasal dari istilah jawa yaitu “tajug” dan “loro” yang berarti
penggabungan dua tajug.
Rumah Joglo yang terbuat dari kayu memiliki ciri khas berupa atap berbentuk piramida
yang mengerucut. Pada zaman dulu, Rumah Joglo merupakan penanda status sosial karena
tidak semua orang dapat membangunnya.
Pakaian adat atau pakaian tradisional untuk wanita dari suku Jawa yang dikenal dengan
nama kebaya. Meski antara satu daerah dengan daerah lain memiliki kebaya dengan gaya
berbeda, tetapi pada prinsipnya setiap kebaya memiliki kesamaan.
Salah satunya adalah penggunaan kain jarik yang digunakan sebagai bawahan,
penggunaan kemben untuk menutupi tubuh bagian atas, serta mengenakan konde atau
sanggul. Sementara untuk laki-laki dari suku Jawa akan menggunakan Surjan dengan penutup
kepala seperti blangkon.
Berbagai upacara adat lekat dengan kepercayaan dan budaya yang berkembang di
masyarakat suku Jawa. Beberapa tradisi masih dilestarikan hingga saat ini, bahkan
pelaksanaannya ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Sebut saja tradisi menyambut datangnya
bulan Syawal yaitu Grebeg Syawal, atau tradisi menyambut bulan Suro.
C. Suku Bugis
Dilansir dari Budaya Bugis dan Persebarannya dalam Perspektif Antropologi Budaya
karya Bandung, sebagaian orang Bugis-Makassar meninggalkan kampung halamannya untuk
7
merantau. Anggota suku merantau ke berbagai wilayah Nusantara bahkan sampai ke negara
lain. Tradisi ini sudah menjadi budaya yang tertanam di dalam setiap anggota suku. Tradisi
ini diperkirakan sudah berlangsung sejak zaman dahulu. Kapojos dan Wijaya menyebutkan
budaya merantau Suku Bugis sudah dimulai sejak abad ke-17 dan ke-18.
Menurut Pelras, pada mulanya masyarakat Suku Bugis menggantungkan hidup dengan
bertani. Namun, seiring perkembangan zaman, suku ini diketahui mendirikan kelompok-
kelompok di daerah lain terutama di wilayah pesisir.
Suku Bugis menggunakan phinisi atau sejenis kapal layar untuk menjelajahi samudera.
Suku ini dikenal sebagai pelaut handal di sejumlah wilayah. Bandung juga menjelaskan
bahwa budaya merantau ini berawal dari keinginan masyarakat Bugis untuk meninggalkan
rajanya yang sewenang-wenang.Anggota suku yang meninggalkan sang raja sampai ke
pesisir Pantai Malaysia Barat, Sumatera, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara.
Dilansir dari Kepercayaan Masyarakat Bugis Pra Islam karya Ridhwan, Suku Bugis
menganut kepercayaan asli secara terun-temurun sebelum datangnya ajaran Agama Kristen
dan Islam. Kepercayaan tersebut merupakan ajaran dogmatis yang terjalin dengan adat-
istiadat hidup dari berbagai suku bangsa. Pokok kepercayaannya berupa adat dari nenek
moyang yang pada umumnya bersifat animisme dan dinamisme. "Salah satu wujud
kepercayaan orang Bugis masa lalu yang menggambarkan ciri-ciri yang mengarah ke paham
animisme atau dinamisme yakni gaukeng," tulis Ridhwan.
Gaukeng merupakan sosok makhluk halus yang dipercaya menjaga sebuah komunitas.
Sosok tersebut dapat berupa segala sesuatu yang bentuknya tak biasa.
Lebih lanjut, Ridhwan juga memaparkan bahwa Suku Bugis sempat menerima ajaran
Hindu-Buddha. Namun ajaran dari agama tersebut tak memberikan pengaruh yang cukup
besar dalam sistem kepercayaan mereka. Perlas menjelaskan bahwa masyarakat Bugis pra
Islam percaya pada satu entitas bernama Dewata Sisine. Entitas spiritual tersebut diyakini
sebagai Dewa Yang Maha Esa dan bersifat abadi di atas segala-galanya.
Dewata Sisine menjadi awal mula dari terciptanya alam semesta dan dewa-dewa lainnya.
Suku Bugis juga meyakini bahwa keturunan Dewata Sisine menjadi awal mula kehidupan di
dunia.
Saoraja meruakan sebutan untuk rumah adat yang ditinggali oleh raja atau keluarga
bangsawan. Sedangkan Bola merupakan sebutan untuk rumah adat rakyat atau orang biasa.
“Saoraja dan Bola memiliki struktur yang sama, tetapi Saoraja memiliki bentuk yang lebih
besar dibandingkan dengan Bola," tulis Laente.
Arsitektur rumah tradisional Bugis memiliki tiga bagian, yaitu rakkeang atau bagian atas
rumah, alle bola atau bagian tengah, dan awa bola atau bagian bawah rumah. Sayangnya,
menurut Laente, rumah adat Suku Bugis kini mulai jarang ditemukan. Pembangunan pesat
daerah perkotaan membuat banyak bangunan kehilangan ciri khas Bugis.
D. Suku Bali
Suku Bali adalah suku mayoritas yang mendiami Pulau Bali, yang dikenal memiliki
beragam kebudayaan. Kesenian dan budaya Suku Bali meliputi seni tari, pertunjukan, ukir,
dan upacara keagamaannya yang menarik wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
Bahkan dapat dikatakan bahwa orang Bali hampir semuanya adalah pekerja seni yang
sangat menghargai budaya dan alamnya. Suku Bali mayoritas menganut agama Hindu
beraliran Siwa, serta berkomunikasi dengan bahasa lokal, yaitu bahasa Bali.
8
2.4 Penyebab Terjadi Keberagaman Suku
• Letak Strategis Wilayah Indonesia
Indonesia terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra India, serta antara benua Asia
dan Australia. Letak Indonesia membuat negara ini menjadi jalur perdagangan internasional.
Lalu lintas perdagangan tidak hanya membawa komoditas dagang, tetapi juga pengaruh
kebudayaan luar pada budaya Indonesia. Kedatangan bangsa asing yang beda ras dan
menetap di Indonesia juga menimbulkan keragaman ras, agama, dan kepercayaan.

• Kondisi Negara Kepulauan


NKRI yang terdiri atas ribuan pulau terpisah menghambat hubungan antarmasyarakat dari
pulau yang berbeda-beda. Di satu sisi, masyarakat tiap pulau pun jadi mengembangkan
budaya masing-masing sesuai tingkat kemajuan dan lingkungannya. Kondisi ini
menimbulkan keragaman suku bangsa, bahasa, budaya, peran laki-laki dan perempuan,
kepercayaan, dan agama di Indonesia.
• Perbedaan Kondisi Alam
Kondisi alam yang berbeda seperti daerah pantai, pegunungan, daerah subur, padang
rumput, pegunungan, dataran rendah, rawa, hingga laut mengakibatkan perbedaan
masyarakat. Kondisi kekayaan alam, tanaman yang dapat tumbuh, hewan yang hidup di
sekitarnya, juga menjadi penyebab keberagaman masyarakat Indonesia.Contoh, masyarakat
pantai punya bentuk rumah, mata pencaharian, makanan pokok, pakaian, kesenian, hingga
kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat pegunungan.
• Keadaan Transportasi dan Komunikasi
Kemajuan transportasi dan komunikasi mendukung pertukaran budaya dari beragam
wilayah di Indonesia. Sementara itu, transportasi dan komunikasi yang terbatas juga
mendukung keberagaman masyarakat Indonesia.
• Penerimaan Masyarakat atas Perubahan
Sikap masyakarat pada hal-hal baru, termasuk budaya baru dari luar, memengaruhi
keberagaman masyakarakat Indonesia. Contoh, ada sebagian masyarakat yang mudah
menerima orang atau budaya asing, seperti masyarakat perkotaan. Sementara itu, ada juga
sebagian masyarakat yang tetap bertahan dengan budaya sendiri.
2.5 Sikap Masyarakat Terhadap Keberagaman Suku Di Desa Bekambit Asri
Masyarakat menyikapi dengan saling menghormati dan saling menolong dapat terlohat dari :
1. Menghargai perbedaan, bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan teman yang
memiliki bahasa daerah yang berbeda dengan kita.
2. Tidak mengolok-olok teman dengan aksen atau bahasa yang khas.
3. Mengapresiasi budaya lain dengan cara berusaha mengenal dan mempelajari.
4. Tidak mengeksploitasi atau menggunakan kebudayaan sakral suku lain untuk
kesenangan atau hiburan semata.
5. Tidak mencemooh adat istiadat, pakaian adat, atau budaya yang berbeda dengan
budaya kita.

9
6. Berteman dan berbuat baik terhadap semua orang tanpa memandang suku dan
budayanya.
7. Menganggap semua ras, suku, dan budaya sama. Tidak ada yang lebih baik dari yang
lainnya.
8. Ikut gotong royong bersama teman baik di sekolah atau di rumah, tanpa memandang
suku atau budaya mereka.

10
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Indonesia memang sangat kaya akan Suku Bangsa dan Budayanya. Hal ini dapat dibuktikan
dengan setidaknya minimal ada 5 Suku Bangsa yang terdapat di sekitar kita. Selain itu,
masing-masing suku juga memiliki keberagamannya masing-masing, baik dari bahasa
daerahnya, rumah adatnya, tarian daerahnya, serta pakaian daerahnya. Maka dari itu,
ditengah kehidupan yang beragam ini, hendaknya kita senantiasa menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa.

4.2 Saran
Masyarakat Indonesia hendaknya memiliki sadar betapa pentingnya keberagaman dan
menjaga perdamaian dengan rasa toleransi dan tolong menolong.

11
DAFTAR PUSTAKA

Fandy. 2021. "Pengertian Suku Bangsa: Pembentukan, Konsep dan Ciri-Ciri".


https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-suku-bangsa/amp/#aoh=16656516403
060&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s
(Diakses tanggal 14 Oktober 2022, pukul 18.58).

Kurniasih, Wida. 2021. "Daftar Suku Bangsa di Indonesia serta Pranata Sosial Masyarakatnya”
.https://www.gramedia.com/literasi/suku-di-indonesia/ (diakses tanggal 15 Oktober
2022, pukul 16.57).

Lisfianti, Widya. 2022. "Macam Suku di Indonesia dan Asal Daerahnya, Mulai dari Aceh
hingga Papua".https://www.tribunnews.com/pendidikan/2022/02/03/macam-suku-di-
indonesia-dan-asal-daerahnya-mulai-dari-aceh-hingga-papua (diakses tanggal 13
Oktober 2022, pukul 20.24).

Setyaningrum, Puspasari. 2022. "Mengenal Suku Jawa, dari Asal-Usul hingga Tradisi".
https://amp.kompas.com/yogyakarta/read/2022/08/27/103121178/mengenal-suku-jaw
a-dari-asal-usul-hingga-tradisi#aoh=16656521241303&referrer=https%3A%2F%2F
www.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s (diakses tanggal 15 Okktober 2022,
pukul 20.35).

Septiyani, Kistin. 2021. "Suku Banjar, Suku Terbesar di Kalimantan Selatan”.


https://travel.kompas.com/read/2021/08/28/101000727/suku-banjar-suku-terbesar-di-k
alimantan-selatan?page=1 (diakses tanggal 14 Oktober 2022, pukul 19.56).

Septiyani, Kistin. 2021. "Bugis, Suku Terbesar di Sulawesi Selatan".


https://travel.kompas.com/read/2021/08/29/083100627/bugis-suku-terbesar-di-sulaw
esi-selatan?amp=1&page=1&jxconn=1*mil88a*other_jxampid*ZWlVZlNucG1BM0
JTNWlMN2Z3UnJrNzdTY2o1T1JSNXZ2TG9CZkNQSDY2ejBpN1JRU2VlemV0V
TAxTk9NSzh (diakses tanggal 14 Oktober 2022, pukul 19.27).

Wulandari, Trisna. 2021. "5 Faktor Penyebab Keberagaman Suku Bangsa dan Budaya".
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5830145/5-faktor-penyebab-keberagaman-s
uku-bangsa-dan-budaya-indonesia (diakses tanggal 16 Oktober 2022, pukul 07.57).

12

Anda mungkin juga menyukai