PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman. Indonesia terdiri atas beraneka
ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dll. Namun Indonesia
mampu mepersatukan bebragai keragaman itu sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia
Bhineka Tunggal Ika , yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Keragaman budaya atau cultural diversity adalah kepercayaan yang ada di bumi Indonesia.
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang
merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah
tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau
di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi.
Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal
ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di
yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.
Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesi juga ikut
tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman
budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok
suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke
saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan
yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat
tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban
dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan
berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut
dapat berjalan terjalin dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika , dimana bisa kita maknai bahwa
sukubangsa semata namun kepada konteks kebudayaan. Didasari pula bahwa dengan jumlah
kelompok sukubangsa kurang lebih 700an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai
tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, pakaian adat, rumah adat
dapat dilihat dari budaya gotong royong, teposliro, budaya menghormati orang tua (cium
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat dari penggalan
kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Kerajaan Majapahit (abad 14) secara
harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Motto ini
digunakan sebagai ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tercantum dan menjadi bagian dari
lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila. Sebagai semboyan bangsa, artinya Bhinneka
Tunggal Ika adalah pembentuk karakter dan jati diri bangsa. Bhinneka Tunggal Ika sebagai
pembentuk karakter dan jati diri bangsa ini tak lepas dari campur tangan para pendiri bangsa
yang mengerti benar bahwa Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan akan sebuah unsur
Bhinneka Tunggal Ika pada dasarnya merupakan gambaran dari kesatuan geopolitik dan
geobudaya di Indonesia, yang artinya terdapat keberagaman dalam agama, ide, ideologis, suku
Berdasarkan latar belakang yang kami jabarkan diatas, maka dapat diambil beberapa rumusan
3. Bagaimana perjalanan Sejarah tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas
Bangsa Indonesia. Kapan pertama ditetapkannya, penerapan Bhineka Tunggal Ika, dan
PEMBAHASAN
- Persatuan / Kesatuan:
Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah.
- Indonesia:
Mengandung dua pengertian, yaitu pengertian Indonesia ditinjau dari segi geografis dan dari segi
bangsa.
Dari segi geografis, Indonesia berarti bagian bumi yang membentang dari 95 sampai 141
Bujur Timur dan 6 Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan atau wilayah yang terbentang dari
Indonesia dalam arti luas adalah seluruh rakyat yang merasa senasib dan sepenanggungan yang
Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara
SUKU BALI
adalah suku bangsa mayoritas di pulau Bali. yang menggunakan bahasa Bali dan
mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu. kurang lebih 90%,
sedangkan sisanya beragama Islam. Kristen dan Buddha. Menurut hasil Sensus
Penduduk 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di Indonesia. Sekitar 3,3 juta orang
Bali tinggal di Provinsi Bali. Orang Bali juga banyak terdapat di Nusa Tenggara
Barat. Sulawesi Tengah. Lampung dan daerah penempatan transmigrasi asal Bali
lainnya. Sebagian kecil orang Bali juga ada yang tinggal di Malaysia.
Asal-usul suku Bali terbagi ke dalam tiga periode atau gelombang migrasi gelombang
di Nusantara selama zaman prasejarah gelombang kedua terjadi secara perlahan selama
gelombang terakhir yang berasal dari Jawa. ketika Majapahit runtuh pada abad ke-15
SUKU DAYAK.
Dajak atau Dyak adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni
dari Sabah dan Sarawak, sertaIndonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan
yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau dan Tidung Menurut sensus Badan Pusat
StatistikRepublik Indonesia tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia
dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar,suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku
asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah
Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias
Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayanyaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun
Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat
5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di
"Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan Sama-
Bajau termasuk satu suku yang berdiri dengan nama sukunya sendiri yaitu Suku Paser.
"Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu suku yang berdiri
"Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak
"Melayik" dituturkan: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais), Dayak Iban (dan Saq
Kendayan (Kanayatn). Beberapa suku asal Kalimantan beradat Melayu yang terkait dengan
rumpun ini sebagai suku-suku yang berdiri sendiri yaitu Suku Banjar, Suku Kutai, Suku
Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-
Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada
suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa
diantaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang
etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah,
yang berarti hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin
juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia
juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang
berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.
Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya (Kanayatn: orang
daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu).Jadi semula
istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun
Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun
Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan
Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan)
dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak
Besar dan Dayak Kecil, selanjutnya oleh pihak kolonial Belanda hanya kedua daerah inilah yang
kemudian secara administratif disebut Tanah Dayak. Sejak masa itulah istilah Dayak juga
ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah Dayak
dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang
berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu.[34] Pada akhir abad ke-19
(pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan
penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland,
seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam
Arti dari kata Dayak itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis
bahwa menurut sebagian pengarang, Dayak berarti manusia, sementara pengarang lainnya
menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling
tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan
bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-
orang Tunjung dan Benuaqmengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa
sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu
yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. Lahajir et al.
mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur,
yaitu Daya, Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal
istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka
sebagai Dayak.
Asal mula
Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah penutur bahasa Austronesia.
Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan linguis seperti Peter Bellwooddan Blust, yaitu
bahwa tempat asal bahasa Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok
orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok
yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur menuju
Pasifik.
Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau Borneo. Antara 60.000 dan 70.000
tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan
Indonesia berupa daratan (para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat
bermigrasi dari benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu
Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam
rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan
kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Tetek Tahtum menceritakan migrasi suku Dayak
Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi
lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai
dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara
tahun 1309-1389.[42] Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan
terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar
berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama
dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya
sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam
Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Batang Labuan Amas dan Batang Balangan.
Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di
Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang
terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Maanyan
atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama
Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai. Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain
juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada
masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku 323 Sejarah Dinasti Ming (1368-1643). Dari
manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin
dan disebutkan bahwa seorang Pangeran yang berdarah Biaju menjadi pengganti Sultan
yaituSultan Mustain Billah. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh
pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah
terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa mulai menetap di kota
Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan
kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.
Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen,
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Kaisar
Yongle mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah
pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah
ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima
orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut
membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring,
SUKU NIAS
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang
Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih
tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebutfondrak yang mengatur segala segi kehidupan
mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik
dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan
di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12
tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai
tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang
ASAL- ASUL
Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon
kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehli
Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias
dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehli
Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-
Dari beberapa contoh suku-suku yang ada di indonesia. Kita merupakan sebuah negara yang
memiliki beragam suku atas ras, agama, budaya, dan adat istiadat Ini semua dapat menyatu
dalam sutu wadah yaitu negara indonesia, Negara Indonesia memiliki satu semboyan yaitu
BHINEKA TUNGGAL IKA Dan ini adalah Bagaimana perjalanan Sejarah tentang Bhineka
Tunggal Ika sebagai bentuk identitas Bangsa Indonesia. Kapan pertama ditetapkannya,
penerapan Bhineka Tunggal Ika, dan Pengimplementasiaan Lambang Bhineka Tunggal Ika pada
saat ini?
Awalnya, semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang, yaitu
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal
untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan
semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma.
Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi
keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara
kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai
inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah
Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal
kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun,
sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tungggal Ika bukan
hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tapi pengertiannya lebih luas. Bhineka
Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku,
bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju
Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika berarti Itu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata
lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa
Berbicara mengenai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951 dan di-
Undang-kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit
maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu
pendangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar
Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari semboyan itu adalah Tidak ada kebenaran yang
bermuka dua. Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut mejadi yang lebih
praktis dan ringkas, yaitu Bertahan karena benar. Makna Tidak ada kebenaran bermuka dua
Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang meamaknai
kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tapi juga
seajumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian besar anggota
Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada masa
Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (candi Jago), semboyan tersebut dan Candi Jago
disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih
Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk.
Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala
sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur.
Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi memiliki peranan
Pada saat itu, masyarakat majapahiat tebagi menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan
orang-orang Islam yang datang dari barat dan menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-
orang China yang mayoritas beasal dari Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian
Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam. Ketiga,
golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini jika berjalan tidak menggunakan alas kaki,
rambutnya disanggul di atas kepala. Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh
leluhur.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung
kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke
empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang
berbunyi Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, yang artinya Berbeda-beda
itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua. Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip
dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya
keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi
Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, Garuda
Pancasila. Kata bhinna ika, kemudian dirangkai menjadi satu kata bhinneka. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi
yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945 yang
Tunggal Ika. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan
kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan
acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu
difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang
terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang
mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat
budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta
didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan
yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa,
tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk
selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam
Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya
perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya,
serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan
syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi
serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-
eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak
memaksakan kehendak yang menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan
yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan
UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi
kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus
dari putra daerah, menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk
memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak
mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut
secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga
pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi wacana dan sumbang saran kepada semua pihak,
terutama para pelaksana dan penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan
tambahan acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman nilai-
nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai pilar nasionalisme yang
kokoh dan trengginas dalam menghadapi perubahan globalKalimat yang terpampang pada pita
putih yang tercengkeram oleh kaki burung garuda, lambang negara Indonesia yaitu BHINNEKA
TUNGGAL IKA memiliki makna yang menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa
Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan Indonesia.
Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari asal usul kalimatnya
yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah penggambaran dari dua ajaran atau keyakinan
yang berbeda kala itu, namun pada dasarnya memiliki satu kesamaan tujuan.
Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya memahami benar arti dan
makna yang tersimpan di dalamnya. Walaupun kalimat itu merupakan bentuk pernyataan beliau
dari suatu keadaan yang sedang dialami, namun kenyataannya dapat diterapkan dan diterima
hingga saat sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang populis, berani
dengan bahasa yang populer, yaitu bahasa yang bisa diterima saat itu, saat ini dan suatu saat yang
akan datang.
Hanya orang bijaklah yang mampu menyampaikan kata-katanya dengan bahasa yang dapat
dipahami atau dimengerti oleh masing-masing pendengar atau pembacanya sesuai tingkat
pemahamannya masing-masing.
Sangat beragam juga bila kita dapat mengartikan bhinneka tunggal ika dalam perwujudan sehari-
hari. Bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemui, namun untuk
memahaminya terkadang masih terasa sulit, apalagi mengakuinya. Ada ungkapan yang
menyatakan perbedaan adalah rahmat dan inipun terkadang menjadi bahan perdebatan.
Matahari dan bulan itu berbeda akan tetapi saling menerangi bumi, siang dan malam itu berbeda
tetapi saling melengkapi hari, laki-laki dan perempuan beda tapi saling mengisi dalam
kehidupan, salah dan benar, baik dan buruk yang Tuhan ciptakan tentu tidak dapat disangkal,
lalu mengapa Tuhan ciptakan itu semua? Apabila perbedaan itu seharusnya tidak perlu ada,
apakah kemudian kita berpikir bagaimana sebaiknya Tuhan? Mengakui perbedaan terkadang
terasa sulit seperti halnya mengakui kebenaran orang lain daripada melihat sisi salahnya. Tangan
dan kaki, telinga dan mata, yang kanan dan kiri memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda tetapi
saling menyempurnakan bentuk manusia itu secara utuh. Ketika dalam satu keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak-anaknya masing-masing memiliki perbedaan pendapat apakah itu tidak
boleh? dan apabila si anak memiliki keinginan yang bertentangan dengan orang tuanya apakah
kemudian menjadikan terputusnya hubungan darah? Kemudian apabila alam semesta yang
beraneka ragam ini tercipta karena adanya hubungan Tuhan dengan ciptaan-Nya, apakah akan
menjadikan putusnya hubungan, apabila ciptaan tidak mengakui penciptanya? Perbedaan adalah
kenyataan yang tidak bisa terelakan lagi, mulai dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara
atau dunia.
Jika kita perhatikan malam yang digantikan siang, ini berjalan selaras tidak saling mendahului
tentu terasa sempurna hari yang terlewati, oleh karena keselarasan itu maka dalam pertemuan
malam dengan siang terlahir fajar yang indah, begitu pula siang yang digantikan malam tercipta
senja yang penuh misteri, hal itu terwujud karena adanya keselarasan alam yang berbeda tetapi
bersatu menciptakan hari.Lalu bagaimana dengan perbedaan diantara kita, apakah bisa berjalan
Para pendiri bangsa Indonesia terdahulu tentu memiliki harapan yang sangat besar dengan
menjadikan kalimat BHINNEKA TUNGGAL IKA ini sebagai simbolis Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan memahami arti dan makna yang terkandung didalamnya serta
dengan mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari diri sendiri, berharap bangsa ini
kesatuan wilayah dengan tetap menghargai serta menghormati ke-Bhinneka Tunggal Ika-an
(persatuan dalam perbedaan) untuk setiap aspek kehidupan nasional guna mencapai tujuan
nasional. Artinya, sudah menjadi hal yang tidak dapat dinafikan bahwa masyarakat Indonesia itu
jamak, plural, dan daerah yang beragam, terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat-istiadat
dan kebiasaan, agama, kepercayaan kekayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Oleh karena itu nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan diaktualisasikan
nasional adalah, memahami kemajemukan sosial dan budaya atau multikulturalisme sebagai
melaksanakan nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara
individu, kelompok masyarakat, dan bahkan secara nasional, mencakup kehidupan politik,
ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan nasional di seluruh lapisan masyarakat yang
jumlahnya besar (sekitar 230 juta jiwa) dan beragam, sehingga tercipta stabilitas nasional yang
Sepanjang era reformasi Indonesia menampilkan banyak kesaksian peristiwa yang menunjukkan
perubahan kehidupan warga, baik secara individu atau kelompok, dalam berkehidupan
Tunggal Ika-an, baik oleh rakyat, dan bahkan pemimpin atau penguasa mengindikasikan gejala
memudar. Kondisi ini dapat dilihat dari kecenderungan terjadinya konflik antar individu,
kelompok masyarakat yang berbeda agama, ras, suku/etnik, budaya, dan berbeda kepentingan,
serta rendahnya moral penguasa seperti banyaknya kepala daerah dan anggota dewan yang
Berkaitan dengan pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang syarat dengan
integrasi nasional dalam masyarakat multikultural, nilai-nilai budaya bangsa sebagai keutuhan,
kesatuan, dan persatuan negara bangsa harus tetap dipelihara sebagai pilar nasionalisme. Jika hal
ini tidak wujud, apakah persatuan dan kesatuan bangsa itu akan lenyap tanpa bekas, atau akan
tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai-nilai global yang menantang kesatuan
ke Bhinnekatunggal Ikaan Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam kajian ini agar
Ada beberapa cara untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika lebih membumi dalam pribadi
masyarakat yang heterogen ini, salah satunya yaitu dengan identitas sosial mutual differentiation
model dari Brewer & Gaertner (2003) yang diterapkan pada diri setiap Individu dalam bangsa
ini. Mutual differentiation model adalah suatu model dimana seseorang atau kelompok tertentu
yang mempertahankan identitas asal (kesukuan atau daerah) namun secara bersamaan kesemua
kelompok tersebut juga memiliki suatu tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan
mereka semua.
Model ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, dengan artian seseorang
tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu identitas bersama yang lebih tinggi
nilainya. Sebagai contoh seseorang tidak melupakan asalnya sebagai orang Minang, namun
memiliki suatu kesatuan bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai rakyat Indonesia. Dengan
Pada masa kepemimpinan Ir.Soekarno, beliau pernah melakukan usaha mempersatukan seluruh
bangsa dengan jargon Ganyang Malaysia, Amerika kita Seterika, Jepang kita Panggang,
dan Inggris kita Linggis dimana pada kesempatan tersebut beliau menebar propaganda bahwa
setiap warga negara Indonesia memiliki musuh bersama yaitu Malaysia, Jepang, Amerika dan
Inggris.
Dengan adanya Ultimate Goal maka persatuan akan semakin kuat dikarenakan tumbuhnya
semangat dan tujuan seperti itulah yang akan membuat masyarakat heterogen menjadi bersatu,
membentuk suatu identitas sosial nasional yang lebih kuat daripada kepentingan kelompok,
Dengan mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan itu sendiri ditambah kuatnya
mempertahankan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa merupakan suatu model identitas
sosial yang sangat baik dalam bangsa ini. Sehingga terjalin kerjasama antar semua golongan
tanpa pernah menyinggung perbedaan karena memiliki suatu tujuan utama dan kebanggaan
Toleransi dalam konteks kehidupan berbangsa adalah sikap menghargai satu sama lain, melarang
adanya dikriminasi dan ketidak-adilan dari kelompok mayoritas terhadap minoritas, baik secara
suku, budaya dan agama dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur bersama.
Selain masalah kebangsaan, tantangan kedepan pada masa mendatang dari bangsa ini adalah
penyusupan paham-paham menyimpang dari pihak luar, serta dari dalam negeri sendiri seperti
pengkhianatan, fundamentalis dan barisan sakit hati yang bertujuan memperkeruh keadaan,
menyulut konflik dan kesenjangan sehingga terjadi aksi-aksi dengan hasil keadaan yang
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan
konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau
komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama
dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk
membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam
yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini
yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah,
tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan
kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham
Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep
baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari luar.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling
benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan
sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan
tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan
persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas
dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan
minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu.
Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat
menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan
yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik
temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh
5. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai:
2. terbuka,
4. kesetaraan,
5. tidak merasa yang paling benar,
6. toleransi,
Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka
1. 1. Perilaku inklusif.
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang
bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya
merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting
kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok
yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi
kehidupan bersama.
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh
masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya
masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau
yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara
mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi
bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai
dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain,
apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi
Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang
disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada
agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai
agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak bersifat ritual
keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan
sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang
paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan
Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi
dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah
rah untuk mencapai mufakat. Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan
bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan
bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat.
Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang
menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu
dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling
percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan
adagium leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.
Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh
tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-
kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.
Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan tradisi, bahasa, dan adat-istiadat
antara satu etnis dengan etnis lain sebagai, antara satu agama dengan agama lain, sebagai aset
bangsa yang harus dihargai dan dilestarikan. Pandangan semacam ini akan menumbuhkan rasa
saling menghormati, menyuburkan semangat kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam
Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya
bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu mengimplementasikan
secara tepat dan benar, Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.
Bhineka Tunggal Ika pada era Glablisasi saat ini, Indonesia pada saat ini banyak mengalami
rakyat tumbuh menjadi rakyat yang apatis terhadap pemerintah. Dampak buruk globalisasi yang
Indonesia menjadi lebih kompleks atau rumit. Karena banyaknya kebudayaan baru yang datang
Belum lagi masalah klasik yang sepele namun berdampak serius seperti perbedaan suku, agama,
ras dan antar golongan yang semakin memecah belah kesatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Melihat kondisi seperti ini tentu kita semua tidak boleh pesimis dan patah semangat, Semboyan
negara Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, selamanya akan
tetap relevan untuk mengiringi kehidupan bernegara di negeri yang multikultural ini, karena
komposisi kehidupan rakyat Indonesia akan terus beragam sampai kapanpun. Ketimpangan
sosial, kesenjangan ekonomi, perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan di antara kita
janganlah dijadikan pembeda. Perkembangan jaman yang cepat dan masuknya budaya baru
biarkanlah berlalu, karena pada dasarnya kita semua satu, satu bangsa, Bangsa Indonesia. Satu
tanah air, Tanah air Indonesia. Satu bahasa, bahasa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-
1. A. Kesimpulan
Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia dapat wujud secara
integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik oleh pemerintah selaku
penyelenggara negara maupun setiap insan pribadi warga. Peningkatan sosialisasi aktualisasi
pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus dilakukan melalui tindakan nyata
dalam kehidupan keseharian seluruh kompenen warga dalam rangka memperkuat integrasi
nasional, karena Indonesia dengan keberagaman budaya, suku/etnik, bahasa, agama, kondisi
geografis, dan strata sosial yang berbeda. Indonesia dengan gambaran masyarakat majemuk yang
terdiri dari suku-suku bangsa yang berada di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional, termasuk
untuk bersama-sama dengan rakyat tanpa membedakan keberagaman budaya, bahasa, agama,
suku/etnik, dan bahkan strata sosial, mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen
bersama, berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang
termaktub dalam Pancasila. Ciri kemajemukan masyarakat Indonesia yang terintegrasi secara
nasional adalah sangat penting sebagai kekayaan dan merupakan potensi yang dapat
dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam sistem komunikasi sebagai acuan utama bagi
bangsa Indonesia yang semakin dewasa merupakan upaya membangun citra diri didasarkan
aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka-an yang dimiliki, dapat menjadi investasi yang
diandalkan pada pelaksanaan pembangunan nasional sebagai salah satu pilar demokrasi. Untuk
itu diharapkan tindakan nyata oleh pemerintah agar memaknai pentingnya kondisi kemajemukan
yang terintegrasi secara nasional melalui wawasan kebangsaan di era globalisasi saat ini untuk
menjaga kedaulatan NKRI. Untuk merealisasikan harapan ini, masyarakat dan segenap
komponen bangsa harus lebih dewasa dalam mengaktualisasikan pemahaman nila-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an dalam mewujudkan integrasi nasional di negara yang dikenal dengan
kemajemukannya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 demi pencapaian tujuan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
http://arsy22.blogspot.com/2013/09/analisis-pancasila-sila-ke-3-persatuan_10.html
https://dewiedena.wordpress.com/2013/12/16/makalah-membumikan-persatuan-dalam-
kerangka-pancasila/
https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/323/
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali
http://singgihcongol.wordpress.com/artikel-2/persatuan-dan-kesatuan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias