KEWARGANEGARAAN
“SUKU SUKU DI INDONESIA”
Nama Kelompok:
1. RIZQI ANDIKA WAHYUDI (180441100054)
2. M. ADIB YAHYA LUTFI (180441100053)
3. ARIK RIKO PRASETYA (18044110006..)
4. NOVI DWI SAPUTRI (1804411000..)
5. OKTA DWI ISWAHYUNI (1804411000..)
JUDUL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kita tau semua bahwa bangsa Indonesia memiliki semboyan
“Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya walaupun kita berbeda-beda tetapi
tetap satu jua, berbeda dalam arti, berbeda suku, bahasa, budaya, agama,
ras dan lain sebagainya, dalam artian di Indonesia sendiri memiliki
banyak sekali suku-suku tetapi kita satu dalam lingkup Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Di Indonesia memiliki 1.340 suku yang tersebar di
berbagai penjuru Nusantara yang nantinya akan kita bahas pada Bab
Pembahasan, tidak jarang dari ribuan suku tersebut terdapat konflik
antar suku di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Persebaran suku di Indonesia
2. Adat istiadat berbagai suku di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
C. TEDAK SITEN
C. KERABAN SAPEH
Keraban Sapeh atau lebih familiar disebut
dengan karapan sapi, merupakan kebudayaan suku
Madura yang sangat khas dan terkenal. Karapan
sapi merupakan kesenian pesta adat rakyat berupa
perlombaan dengan menggunakan semacam
gerobak yang ditarik oleh dua ekor sapi dan
terdapat satu joki sebagai pengendali laju sapi.
Sejarah karapan sapi berawal dari Syeh Ahmad
Baidawi yang memperkenalkan kepada masyarakat
Madura tentang cara bercocok tanam sawah dengan
menggunakan alat dari sepasang bambu disebut
‘nanggala’ atau ‘salaga’. Nanggala atau salaga ini
ditarik oleh dua ekor sapi yang kemudian
digunakan untuk membajak persawahan. Karapan
sapi pada awal mulanya digunakan untuk
menyeleksi sapi-sapi terbaik yang bisa digunakan
untuk membajak sawah. Namun kemudian hal ini
berkembang menjadi tradisi dan kesenian tersendiri.
Masyarakat Madura biasa mengadakan
perlombaan karapan sapi pada sekitar bulan-bulan
Agustus dan September dan finalnya biasa
dilaksanakan pada bulan Oktober. Tradisi tahunan
karapan sapi ini cukup bergengsi di kalangan suku
Madura karena sapi yang menjadi juara pada
perlombaan ini selain meningkatkan status daya
jualnya, juga dapat meningkatkan status sosial
pemilik sapi. Karapan sapi biasa dilaksanakan pada
areal persawahan dengan panjang lintasan sekitar
100 meter. Joki-joki karapan sapi harus berusaha
memacu sapi-sapi mereka untuk dapat mencapai
garis finish terlebih dahulu, yang tercepatlah yang
dinyatakan sebagai pemenang.
3. ADAT ISTIADAT SUKU BALI
A. UPACARA ADAT NGABEN
Upacara Adat Ngaben terletak di pinggir
Danau Batur dan dikelilingi tebing bukit, Desa
Trunyan memiliki banyak keunikan sebagai sebuah
desa kuna dan Bali Aga (Bali asli). Konon ada
sebuah pohon Taru Menyan yang menebarkan bau
sangat harum.
Bau harum itu mendorong Ratu Gede
Pancering Jagat untuk mendatangi sumber bau.
Beliau bertemu dengan Ida Ratu Ayu Dalem Pingit
di sekitar pohon-pohon hutan cemara Landung. Di
sanalah kemudian mereka kawin dan secara
kebetulan disaksikan oleh penduduk desa hutan
Landung yang sedang berburu. Taru Menyan itulah
yang telah berubah menjadi seorang dewi yang
tidak lain adalah istri dari Ida Ratu Pancering Jagat.
Sebelum meresmikan pernikahan, Ratu Gede
mengajak orang-orang desa Cemara Landung untuk
mendirikan sebuah desa bernama Taru Menyan
yang lama kelamaan menjadi Trunyan. Desa ini
berada di Kecamatan Kintamani, Daerah Tingkat II
Bangli. Ternyata tidak semua umat Hindu di Bali
melangsungkan upacara ngaben untuk pembakaran
jenasah.
Di Trunyan, jenasah tidak dibakar, melainkan
hanya diletakkan di tanah pekuburan. Trunyan
adalah desa kuna yang dianggap sebagai desa Bali
Aga (Bali asli). Trunya memiliki banyak keunikan
dan yang daya tariknya paling tinggi adalah
keunikan dalam memperlakukan jenasah warganya.
Trunyan memiliki tiga jenis kuburan yang menurut
tradisi desa Trunyan, ketiga jenis kuburan itu di-
klasifikasikan berdasarkan umur orang yang
meninggal, keutuhan jenasah dan cara penguburan
yaitu :
Kuburan utama adalah yang dianggap paling
suci dan paling baik yang disebut Setra Wayah.
Jenazah yang dikuburkan pada kuburan suci ini
hanyalah jenazah yang jasadnya utuh, tidak cacat,
dan jenasah yang proses meninggalnya dianggap
wajar (bukan bunuh diri atau kecelakaan).
Kuburan yang kedua disebut kuburan muda
yang khusus diperuntukkan bagi bayi dan orang
dewasa yang belum menikah. Namun tetap dengan
syarat jenasah tersebut harus utuh dan tidak cacat.
Kuburan yang ketiga disebut Sentra Bantas,
khusus untuk jenasah yang cacat dan yang
meninggal karena salah pati maupun ulah pati
(meninggal secara tidak wajar misalnya kecelakaan,
bunuh diri).
Dari ketiga jenis kuburan tersebut yang paling
unik dan menarik adalah kuburan utama atau
kuburan suci (Setra Wayah). Kuburan ini berlokasi
sekitar 400 meter di bagian utara desa dan dibatasi
oleh tonjolan kaki tebing bukit. Untuk membawa
jenasah ke kuburan harus menggunakan sampan
kecil khusus jenasah yang disebut Pedau. Meski
disebut dikubur, namun cara penguburannya unik
yaitu dikenal dengan istilah mepasah. Jenasah yang
telah diupacarai menurut tradisi setempat diletakkan
begitu saja di atas lubang sedalam 20 cm.
Sebagian badannya dari bagian dada ke atas,
dibiarkan terbuka, tidak terkubur tanah. Jenasah
tersebut hanya dibatasi dengan ancak saji yang
terbuat dari sejenis bambu membentuk semacam
kerucut, digunakan untuk memagari jenasah. Di
Setra Wayah ini terdapat 7 liang lahat terbagi
menjadi 2 kelompok. Dua liang untuk penghulu
desa yang jenasahnya tanpa cacat terletak di bagian
hulu dan masih ada 5 liang berjejer setelah kedua
liang tadi yaitu untuk masyarakat biasa.
Jika semua liang sudah penuh dan ada lagi
jenasah baru yang akan dikubur, jenasah yang lama
dinaikkan dari lubang dan jenasah barulah yang
menempati lubang tersebut. Jenasah lama, ditaruh
begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget jika
di setra wayah berserakan tengorak-tengkorak
manusia yang tidak boleh ditanam maupun dibuang.
Meski tidak dilakukan dengan upacara
Ngaben, upacara kematian tradisi desa Trunyan
pada prinsipnya sama saja dengan makna dan
tujuan upacara kematian yang dilakukan oleh umat
Hindu di Bali lainnya. Upacara dilangsungkan
untuk membayar hutang jasa anak terhadap orang
tuanya. Hutang itu dibayarkan melalui dua tahap,
tahap pertama dibayarkan dengan perilaku yang
baik ketika orang tua masih hidup dan tahap kedua
pada waktu orang tua meninggal serangkaian
dengan prilaku ritual dalam bentuk upacara
kematian.
B. UPACARA MEKOTEK
Upacara Mekotek dilaksanakan dengan
tujuanmemohon keselamatan. Upacara yang juga di
kenaldengan istilah ngerebek. Mekotek ini adalah
warisan leluhur, adat budaya dan tradisi yang secara
turun temurun terus dilakukan umat Hindu di Bali.
Pada awalnya pelaksanaan upacara Mekotek
diselenggarakan untuk menyambut armada perang
yang melintas di Munggu yang akan berangkat ke
medan laga, juga penyambutan pasukan saat
mendapat kemenangan perang Blambangan pada
masa kerajaan silam.
Dahulunya upacara ini menggunakan tombak
yang terbuat dari besi. Namun seiring
perkembangan zaman dan untuk menghindari
peserta yang terluka maka sejak tahun 1948 tombak
besi mulai diganti dengan tombak dari bahan kayu
pulet. Tombak yang asli dilestarikan dan disimpan
di pura.
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/adat-istiadat.html
https://www.kompasiana.com/zahrasyarifahardiyanti/
5cab7b413ba7f760a9524d24/sejarah-kedatangan-dan-persebaran-nenek-
moyang-bangsa-indonesia
https://pendidikan.co.id/suku/
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia