Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KARAKTERISTIK BUDAYA MASYARAKAT JAWA PESISIR


Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Islam dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu: Manijo, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh:
Sofia Mariyana (2111010036)

B4KIR

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Penulis
ucapkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, serta inayah-Nya
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Karakteristik Budaya
Masyarakat Jawa Pesisir”.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya
Lokal, makalah ini sudah penulis susun dengan maksimal terlepas dari segala hal tersebut,
penulis sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya.
Oleh karenanya, penulis dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah
dengan judul “Karakteristik Budaya Masyarakat Jawa Pesisir” ini bisa memberikan manfaat
maupun inspirasi pembaca.

Kudus, 25 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1

C. Tujuan Masalah ..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Jawa Pesisir.................................................................................3

B. Macam-mcam Budaya Jawa Pesisir...........................................................................3

C. Perbedaan Budaya Jawa Pesisir dan Budaya Jawa Pedalaman .................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................10

B. Saran .........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat merupakan sekelompok individu yang mempunyai identitas sendiri
yang mendiami wilayah dan daerah tertentu. Pada wilayah dan daerah tersebut mereka
harus mengembangkan adat istiadat maupun norma yang berlaku. Masyarakat
mempunyai berbagai interaksi yang terjadi di dalamnya dan membentuk sebuah sistem
sosial. Masyarakat Jawa sangat kental dengan persoalan tradisi dan budaya. Tradisi dan
budaya Jawa hingga waktu ini masih sangat mendominasi tradisi dan budaya nasional
di Indonesia. Nama-nama Jawa juga sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia. Hal
ini menunjukan bahwa tradisi dan budaya Jawa cukup memberi warna dalam berbagai
permasalahan di Indonesia.

Masyarakat Jawa yang mayoritasnya menganut kepercayaan agama Islam


hingga kini belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, walaupun terkadang
tradisi dan budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang terdapat
beberapa tradisi dan budaya Jawa yang bisa disesuaikan dan terus dilaksanakan tanpa
harus berlawanan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegangi ajaran Islam
dengan kuat (kaffah) tentunya bisa menentukan mana budaya Jawa yang masih bisa
dipertahankan. Sementara itu, masyarakat Jawa yang tidak mempunyai pemahaman
agama Islam yang cukup, lebih mementingkan untuk menjaga warisan leluhur mereka
itu meskipun bertentangan dengan ajaran kepercayaan yang mereka anut, khususnya
ajaran agama Islam. Fenomena seperti ini terus berjalan hingga kini .

Pada umumnya masyarakat pesisir ialah sekelompok individu yang sangat sulit
untuk diorganisasikan. Hal ini mengakibatkan komunitas masyarakat pesisir selalu
berkecimpung dalam kesatuan-kesatuan informal tanpa memiliki alur yang khas.
Masyarakat pesisir yaitu sekumpulan orang yang menggantungkan hidupnya di daerah
pesisir. Wilayah yang potensial guna dilakukan berbagai perjuangan di bidang
Perikanan merupakan wilayah pesisir. Daerah tersebut merupakan peralihan antara
daratan dan lautan sehingga pengelolaan di bidang perikanan pada wilayah pesisir di
Indonesia perlu untuk ditingkatkan, ditambah lagi dengan dukungan dari luas wilayah
garis pantai yang sangat besar.

1
Budaya merupakan suatu perilaku, nilai, agama, serta sikap yang dimiliki secara
bersamaan oleh sekelompok orang tetapi tidak sama untuk masing-masing individu dan
dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sekelompok orang bisa
diartikan suku bangsa yang merupakan suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran serta identitas akan kesatuan budaya. Salah satu suku bangsa yang ada di
dunia adalah suku Jawa. Ini berarti Jawa merupakan suatu gerombolan eksklusif yang
mempunyai suatu budaya.

Menurut pandangan dari orang Jawa, budaya Jawa bukanlah sesuatu yang
homogen. Orang Jawa sadar akan adanya keanekaragaman yang sifatnya regional. Hal
ini dibuktikan dalam fenomena adanya logat bahasa tertentu di wilayah tertentu, unsur
kuliner, upacara-upacara, kesenian masyarakat, serta seni bunyi yang tidak sama).
Adapun pembagian ragam budaya Jawa yang bersifat geografis/regional muncul karena
adanya pemilahan budaya Jawa Pesisir dan Jawa pedalaman. Maka dalam makalah ini,
penulis akan lebih memperjelaskan dan memfokuskan pada Budaya Masyarakat Jawa
Pesisir di bagian pembahasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam makalah ini sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari budaya jawa pesisir?
2. Apa saja macam-macam dari budaya jawa pesisir?
3. Apa saja perbedaan antara budaya jawa pesisir dengan budaya jawa pedalaman?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan yang diharapkan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari budaya jawa pesisir.
2. Untuk mengetahui macam-macam dari budaya jawa pesisir.
3. Untuk mengetahui perbedaan budaya jawa pesisir dengan budaya jawa pedalaman.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Jawa Pesisir


Budaya Jawa pesisir merupakan bentuk budaya yang ada di masyarakat yang
tinggal pada wilayah pantai laut utara Jawa, diantaranya Surabaya, Semarang, Tegal,
Rembang, Pati, Pekalongan, Pemalang, dan daerah pesisir lainnya. Budaya Jawa pesisir
sering terpengaruh oleh budaya yang lain, misalnya Islam, Cina, India, juga Portugis. Hal
ini terjadi karena daerah pesisir merupakan daerah yang terbuka dan mudah untuk
didatangi oleh berbagai bangsa lain.1 Masyarakat pesisiran merupakan suatu wilayah
masyarakat dimana proses sosialisasinya berada dan tinggal di sepanjang daerah pantai
utara pulau Jawa, yang lebih dikenal dengan tiyang pesisiran. Bahasa sebagai alat
komunikasi dan interaksi di antara masyarakat warga pesisir, lebih terlihat kasar
(dibanding dengan masyarakat Jawa pedalaman), yaitu dengan penggunaan bahasa Jawa
Ngoko atau Madya.
B. Macam-macam Budaya Jawa Pesisir
Masyarakat pesisir dalam menyampaikan pesan cenderung lebih spontan dan
langsung bukan kepada dan bagaimana menyampaikan. Hal ini terdapat kaitannya dengan
cara mereka memperlakukan diri dan orang lain. Dengan arena kehidupan yang ditekuni
yakni pasar (berdagang), dan faham keagamaan yang menekankan pada konsep
kesejajaran. Strata sosial ditinjau lebih pada alasan keagamaan dan bukanlah status sosial
itu sendiri. Kesenian masyarakat pesisir lahir dan berkembang di dalam masyarakat
pesisiran yang memilikinya. Berikut akan diuraikan kesenian masyarakat pesisiran yang
berada di daerah Pati, Pekalongan, Banyuwangi, dan Pemalang.
1. Kesenian Laesan Masyarakat Bajomulyo Kabupaten Pati
Kesenian laesan ialah salah satu kesenian tradisional kerakyatan Kabupaten Pati
yang merupakan hasil dari ekspresi estetis masyarakat dengan berbagai fenomena
trance didalamnya. Didalam trance inilah terdapat beberapa simbol yang tersirat pada
pertunjukan laesan, kemudian diwujudkan menjadi pola-pola kelakuan masyarakat
Bajomulyo. Laesan menjadi sebuah kesenian masyarakat yang tumbuh di daerah
pesisir yang diiringi dengan nyanyian dan tarian. Secara morfologis, laesan atau laisan

1
Eka Setiarini, Makalah Kebudayaan Jawa Pesisir (Semarang: UIN Walisongo Semarang, 2020), h. 5
https://id.scribd.com/document/448373117/Makalah-Kebudayaan-Jawa-Pesisir

3
berasal dari kata lalis yang menerima akhiran-an. Lalis adalah “mati” dan -an berarti
“seperti atau seolah-olah mati”. Lalis bisa berubah sebagai lais karena adanya proses
perubahan dimana sebuah kata kehilangan suatu suku kata ditengah-tengahnya. istilah
lalis kehilangan satu suku kata sehingga sebagai lais. Kesenian laesan memiliki bentuk
ekspresi estetis yang terdapat pada bagian berikut:
a. Bagian awal pertunjukkan, inti pertunjukkan dan bagian akhir pertunjukkan.
b. Unsur-unsur pendukung pertunjukkan mencakup perlengkapan pentas, gerak tari,
iringan, tata rias, kostum serta ruang pentas.
c. Simbol-simbol yang menghasilkan makna pada proses interaksi simbolik meliputi
dupa, sesaji/sesajen, nyanyian pengiring, makna trance dalam lasean.
d. Saran yang disampaikan dalam kesenian laesan perlu dikemas kembali supaya
menjadi lebih baik.
2. Kesenian Masyarakat Pekalongan
Pekalongan utara merupakan sebuah kecamatan di kota Pekalongan provinsi
Jawa Tengah. Ibu kota kecamatan Pekalongan Utara terletak pada Kelurahan Panjang
Wetan. Wilayah kecamatan Pekalongan Utara merupakan wilayah pesisir pantai utara
laut Jawa, sehingga sebagian daerahnya berdekatan dengan panti dan sering
mengalami rob (air laut pasang). Kesenian dan kebudayaan masyarakat Pekalongan
antara lain sebagai berikut:
a. Simtud Durrar
Simtud durrar ialah kesenian tradisional yang bernuansa Islam dengan
menggunakan rebana dan jidur sebagai alat musiknya. Kesenian ini beranggotakan
antara 15-20 orang. Mereka melantunkan puji-pujian atau sholawatan sebagai rasa
syukur dan permohonan keselamatan dunia serta akhirat. Kesenian ini biasa di
gunakan pada waktu pembukaan program hajatan atau selamatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat rakyat kota Pekalongan.
3. Kesenian Masyarakat Pesisir Banyumas
Kabupaten Banyumas merupakan bagian dari wilayah barat Jawa Tengah.
Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Brebes di utara, kabupaten Purbalingga,
kabupaten Banjarnegara, kabupaten Kebumen di timur serta kabupaten Cilacap di
sebelah selatan dan barat. Bahasa yang dipergunakan ialah Bahasa Banyumasan, yakni
salah satu dialek Bahasa Jawa yang cukup berbeda dengan dialek standar Bahasa Jawa
pada umunya (dialek Matraman) serta dijiluki dengan “Bahasa Ngapak”. Terdapat
beberapa seni pertunjukkan yang terdapat di Banyumas yaitu:

4
a. Wayang Kulit Gagrag Banyumas
Wayang kulit gagrag Banyumas yaitu kesenian wayang kulit khas
Banyumasan. Terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gagrak Kidul Gunung dan
Gagrak Lor Gunung. Kekhasan wayang kulit gagrak Banyumasan adalah sifat
kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya.
b. Begalan
Begalan merupakan seni tutur tradisional yang dilaksanakan pada upacara
pernikahan. Kesenian ini menggunakan peralatan dapur yang mempunyai makna
simbolis berisi falsafah Jawa bagi pengantin dalam berumah tangga nantinya.
Kesenian musik tradisional Banyumas juga memiliki kekhasan tersendiri
dibanding dengan kesenian musik Jawa lainnya. Kesenian musik tradisional
Banyumasan pada antaranya calung, kentongan dan bongkel.
a. Calung
Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip
dengan gamelan Jawa, alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar.
Dalam penyajiannya, calung diiringi oleh vokalis yakni sinden. Aransemen musik
yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, Surakarta sampai Yogyakarta
dan seringkali juga disajikan lagu-lagu pop yang diaransemen ulang.
b. Kenthongan
Kentongan merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Kenthongan
dimainkan dalam grup yang terdiri dari kurang lebih 20 orang dan dilengkapi
dengan bedug, seruling, kecrek serta dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup
kenthongan, kenthong yang dipakai terdapat beberapa macam sehingga
menghasilkan suara yang selaras.
c. Bongkel
Bongkel adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu sebagai hasil karya
dari masyarakat pedesaan agraris di daerah Banyumasan. Pada mulanya alat musik
ini sangat terkenal dikalangan petani hutan dan lahan kering karena para petani pada
zaman dahulu dimana lingkungan hutan masih rimba dan binatang hunianya
menjadi ancaman bagi para petani. Oleh karena itu, para petani memanfaatkan alat
musik bongkel sebagai alat musik untuk mengusir binatang perusak tanaman juga
binatang dan hama pemangsa lainnya.2

2
“Bongkel”, Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 8 September, 2021. Diakses pada 24 Maret, 2023.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bongkel

5
Selain terdapat beberapa seni musik, masyarakat Banyumas juga memiliki seni tari
yang khas. Adapun kesenian tari-tarian khas Banyumasan di antaranya:
a. Lengger
Lengger merupakan tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan atau
lebih, di tengah pertunjukkan hadir seorang penari laki-laki disebut badhud
(badut/bodor). Tarian ini biasanya dilakukan di atas panggung serta diiringi oleh
alat musik calung. Tari Lengger merupakan salah satu kesenian yang ada dan
berkembang di desa Rawa Jaya atau daerah pertanian. Tari Lengger dahulu
dijadikan menjadi ritual keagamaan untuk mengucap syukur pasca panen, sekarang
tari Lengger Calung Banyumasan juga dijadikan sebagai tari untuk pertunjukan-
pertunjukan tertentu, seperti penyambutan tamu, acara pernikahan, khitanan, acara-
acara penting dan kegiatan lainnya.3
b. Aksimuda
Aksimuda merupakan kesenian bernuansa Islam. Kesenian ini berisikan adegan
pencak silat yang digabung dengan tarian.
c. Angguk
Angguk yakni kesenian tari-tarian bernuansakan Islam. Kesenian ini dilakukan oleh
8 orang pemain. Pada mana di akhir pertunjukan pemain tidak sadarkan diri.
d. Aplang atau Daeng
Aplang atau daeng yakni kesenian yang serupa dengan angguk. Kesenian ini
dimainkan oleh remaja putri.
e. Ebeg
Ebeg merupakan kuda lumping khas Banyumasan. Pertunjukkan ini diiringi oleh
gamelan yang disebut bendhe.
4. Kesenian Masyarakat Pesisir Banyuwangi
a. Ritual Seblang
Ritual Seblang merupakan salah stu ritual masyarakat kecamatan Glagah.
Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan Olihsari. Ritual ini dilaksanakan untuk
keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap pada keadaan aman dan
tentram. Ritual ini sama seperti ritual sintren di daerah Cirebon, jaran kepang, serta
sanghyang pada pulau Bali.

3
Galih Mardyanti, Tari Lengger Calung Banyumasan Di Desa Rawa Jaya Kecamatan Bantarsari
Kabupaten Cilacap, (UPI: Repository, 2014), diakses pada 24 Maret, 2023. h. 3
http://repository.upi.edu/13338/4/S_SDT_1005735_Chapter1.pdf

6
Penyelenggaraan tari seblang pada dua desa tersebut juga berbeda waktunya,
di desa Olihsari diselenggarakan pada satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di
desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu sesudah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat serta umumnya
penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya.Penyelenggaraan
tari seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olihsari
diselenggarakan pada satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan
yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha. Para penarinya
dipilih secara supranatural oleh dukun setempat dan biasanya penari harus dipilih
dari keturunan penari seblang sebelumnya.
b. Tari Gandrung
Gandrung Banyuwangi berasal dari istilah “gandrung” yang berarti ‘tergila-
gila’ atau ‘cinta habis-habisan’ dalam Bahasa Jawa. Kesenian ini masih satu genre
dengan tari ketuk tilu di Jawa Barat, tayub di Jawa Tengah serta Jawa Timur bagian
barat, lengger di wilayah Banyumas dan Joged bumbung di Bali. Dengan
melibatkan seorang penari perempuan yang profesional yang menari bersama-
sama tamu (terutama laki-laki) dengan iringan musik gamelan. Tarian gandrung
seringkali dipentaskan di berbagai program, seperti di program perkawinan, pethik
laut, khitanan, tujuh belasan serta acara-acara resmi di Banyuwangi maupun
wilayah lainnya.
c. Barong
Barong merupakan salah satu kesenian yang tetap diminati pada kabupaten
Banyuwangi. Seni barong tampil pada waktu upacara adat desa seperti ider bumi.
acara pernikahan menjadi suguhan tontonan bagi para tamu undangan.
d. Teater Janger
Teater janger atau kadang disebut Damarwulan atau Jinggoan, merupakan
pertunjukkan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk. Teater janger
Banyuwangi ini merupakan salah satu kesenian bibit unggul, dimana unsur Jawa
dan Bali bertemu sebagai satu didalamnya. Gamelan, kostum dan gerak tarinya
mengambil dari budaya Bali, sedangkan lakon cerita dan Bahasa justru mengambil
asal budaya Jawa. Bahasa yang dipergunakan pada kesenian ini merupakan Bahasa
Jawa Tengahan yang artinya bahasa teater ketoprak.

7
e. Rengganis
Rengganis merupakan kesenian drama tradisional yang berkembang di
Banyuwangi, diperkirakan berasal dari kerajaan Mataram Islam. Teknik pentas dan
jejer, atau disampaikan seperti dalam wayang orang. Setiap adegan, tokoh suatu
kerajaan akan keluar bersama-sama, kecuali permaisuri, Raja dan para patih. Tari
setiap tokoh juga memiliki karakteristik khas tersendiri, begitu juga gending musik
pengiring.
5. Kesenian Masyarakat Pemalang
a. Jaran Kepang
Jaran kepang atau kuda lumping merupakan jenis kesenian tradisional yang
umumnya dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah. Kesenian ini merupakan jenis
permainan yang menyertakan unsur magis karena di adegan tertentu pemainnya
memainkan atraksi yang tidak biasa dan tidak mungkin dilakukan oleh manusia
biasa seperti adegan makan pecahan kaca. Kesenian jaran kepang umumnya
dipentaskan di acara hajatan, upacara hari besar nasional ataupun menyambut
kunjungan tamu resmi.
b. Kuntulan
Kesenian ini biasanya dipentaskan di setiap acara peringatan hari besar
nasional, hajatan ataupun menyambut tamu resmi. Kesenian kuntulan tampak
menarik, karena memadukan jurus-jurus bela diri yang kelihatan lebih artistik,
dengan diiringi oleh alunan musik rebana dan bedug.
c. Baritan
Baritan (larungan) merupakan tradisi sedekah laut yang dilakukan oleh
nelayan (warga) Asemdoyong tepatnya di Pemalang. Prosesi tradisi baritan
dilaksanakan tiap 1 Sura dan diwariskan secara turun-temurun. Tradisi baritan bisa
dimaknai sebagai bentuk ekpresi kebudayaan masyarakat dan bentuk rasa syukur
atas hasil kerja atau tangkapan ikan melimpah. Bagi masyarakat Asemdoyong, laut
adalah daerah primer nelayan bekerja (menangkap ikan), penuh misteri dan tidak
menentu (unpredictable). 4

4
Fajrul Falah, Makna Simbolik Sesaji Tradisi Baritan di Asemdoyong Pemalang Jawa Tengah, Jurnal
Ilmiah Kajian Antropologi 4, no. 1 (2020): 111, diakses pada 24 Maret, 2023.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/endogami/article/download/34826/18372

8
d. Krangkeng
Dalam kesenian krangkeng, materi yang ditampilkan semakin berkembang
dan diperkaya berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti atraksi, pencak silat yang
diisi kekebalan tubuh dan keterampilan akrobatik. Krangkeng juga dimanfaatkan
untuk menyiarkan agama Islam. Penyiaran agama Islam ditandai dengan
menggunakan musik yang bernuansa Islam, yaitu genjring, bedug, serta
menggunakan lagu-lagu sholawat.5
C. Perbedaan Budaya Jawa Pesisir dan Pedalaman
Kebudayaan Jawa dalam perwujudannya sangat beraneka ragam, baik dari segi
logat bahasanya, kesenian, makanan maupun bidang lainnya. Masyarakat yang berbudaya
Jawa pesisir memiliki karakteristik mentalitas pedagang yang menunjukkan bahwa
mereka harus berhadapan dengan alam laut yang luas dan terkadang ganas. Hal tersebut
membutuhkan perjuangan yang keras untuk bisa menaklukkan kondisi laut yang tidak
memungkinkan (badai, ombak besar). Sehingga dapat membentuk karakter orang Jawa
pesisir yang keras, tegas, lugas, spontan, tutur kata yang cenderung kasar, serta secara
praktek keagamaan cenderung puritan dibanding masyarakat pedalaman atau orang
keraton. Secara sosial budaya dijelaskan bahwa masyarakat pesisir tersebut mempunyai
ciri-ciri yang saling keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
1. Terdapat interaksi sosial yang baik antara warga masyarakat dari segi komunikasi
tatap muka sehingga terjadi korelasi yang sangat erat antara satu dan lainnya.
2. Dalam mencari nafkah mereka menonjolkan sifat gotong royong dan saling
membantu.6
Sedangkan budaya Jawa pedalaman merupakan budaya yang terdapat pada
masyarakat Jawa yang secara geografis terletak di daerah pegunungan atau jauh dari laut,
yang mempunyai karakteristik mentalitas petani yakni bercocok tanaman tetapi bukan
merupakan bagian dari budaya keraton. Dalam keseharian, orang dengan budaya Jawa
pedalaman mempunyai corak sikap yang lemah lembut, santun. Dan tutur kata yang
cenderung halus, dan secara praktek keagamaan lebih cendurung kejawen. Dalam
pembagian yang lain, menyebutkan bahwa budaya pedalaman tidak lain dan tidak bukan
adalah budaya mancanegara.

5
Nurul Amalia dan Bintang Hanggoro P, Bentuk Dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng Di Desa
Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Diakses 24 Maret, 2023. h. 7-8
https://id.scribd.com/document/459461644/9629-
6
Achmad Fama, Komunitas Masyarakat Pesisir Di Tambak Lorok, Sabda Vol. 11, No. 2, (2016): diakses
pada 23 Maret, 2023. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/sabda/article/download/

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya Jawa pesisir merupakan bentuk budaya di masyarakat yang tinggal pada
wilayah pantai laut utara Jawa, diantaranya yaitu daerah Surabaya, Semarang, Tegal,
Rembang, Pati, Pekalongan, Pemalang, dan daerah pesisir lainnya. Kebudayaan Jawa
dalam perwujudannya sangat beraneka ragam, baik dari segi logat bahasanya, kesenian,
makanan maupun bidang lainnya. Masyarakat yang berbudaya Jawa pesisir memiliki
karakteristik mentalitas pedagang yang menunjukkan bahwa mereka harus berhadapan
dengan alam laut, juga membutuhkan perjuangan dan usaha yang sangat keras untuk
bisa menaklukkan kondisi laut yang tidak menentu atau tidak memungkinkan karena
adanya badai dan ombak besar. Oleh karena itu, masyarakat jawa pesisiran cenderung
mempunyai karakter yang keras, tegas, serta terbuka karena terbentuk oleh alam. Selain
memiliki karakter yang tegas, masyarakat jawa pesisiran juga memiliki karakter yang
hangat, interaksi yang baik, kekeluargaan, saling gotong royong dan saling membantu.
B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari, bahwa dalam makalah ini banyak terdapat
kesalahan dan kekhilafan, baik dari aspek penulisan maupun penggunaan bahasanya.
Maka dari itu, pemakalah sangat mengharapakan kritikan dan saran yang mendukung
makalah ini, agar menjadi bahan pertimbangan dan pelajaran bagi pemakalah untuk
selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Nurul dan Bintang Hanggoro P. Bentuk Dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng
Di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang - 24 Maret, 2023.
https://id.scribd.com/document/459461644/9629

“Bongkel.” Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 2021. Diakses pada 24 Maret, 2023.


https://id.wikipedia.org/wiki/Bongkel

Falah, Fajrul. Makna Simbolik Sesaji Tradisi Baritan di Asemdoyong Pemalang Jawa Tengah,
Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi 4, no. 1 (2020): 111,
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/endogami/article/download/34826/18372
Fama, Achmad. Komunitas Masyarakat Pesisir Di Tambak Lorok, Sabda Vol. 11, No. 2,
(2016): diakses pada 23 Maret, 2023.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/sabda/article/download/
Mardyanti, Galih. Tari Lengger Calung Banyumasan Di Desa Rawa Jaya Kecamatan
Bantarsari Kabupaten Cilacap, (UPI: Repository, 2014), diakses pada 24 Maret, 2023.
http://repository.upi.edu/13338/4/S_SDT_1005735_Chapter1.pdf
Setiarini, Eka. Makalah Kebudayaan Jawa Pesisir (Semarang: UIN Walisongo Semarang,
2020). https://id.scribd.com/document/448373117/Makalah-Kebudayaan-Jawa-Pesisir

11

Anda mungkin juga menyukai