Anda di halaman 1dari 24

KEBUDAYAAN DAERAH YANG MENJADI IDENTITAS DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh :

Nama : Nina Ayu Putri Wulandari

NIM : 042626032

FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

2021
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah karena atas karunia-Nya makalah ini telah disusun
secara serentak. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara lisan maupun secara tulisan. Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, dengan judul “KEBUDAYAAN DAERAH YANG MENJADI IDENTITAS
DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR”.

            Dengan tulisan ini saya berharap rekan-rekan mahasiswa mampu untuk
memahami makna Identitas Nasional terhadap kebudayaan suatu daerah di Indonesia.
Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya
dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini sudah
hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih
mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan
masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya
modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang sesungguhnya
justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai dengan kepribadian
bangsanya.

           Saya berarap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama rekan-rekan mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang
beridentitas nasional, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua
terutama mahasiswa Universitas Terbuka.

Kediri, 09 Mei 2021

Nina Ayu Putri Wulandari


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Beakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II

Pembahasan

2.1 Pengertian Identitas Nasional

2.2 Kebudayaan dan Kesenian Daerah salah satunya di Provinsi Jawa Timur

2.3 Cara melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah di Provinsi Jawa Timur

2.4 Hambatan dan tantangan saat ini yang dihadapi dalam proses melestarikan
kesenian dan kebudayaan daerah

BAB III

Kesimpulan dan Saran

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Suatu negara memiliki beragam hasil budaya yang berbeda-beda salah satunya
ialah di Indonesia dimana hingga saat ini masih tetap dilestarikan. Budaya yang
berbeda-beda diantaranya ada keragaman kepercayaan, suku, etnik, dan bahasa.
Banyaknya keragaman di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi geografis yang
berbeda, mata pencaharian yang dilakukan, bagaimana cara hidup, kepercayaan yang
dianut di daerah tersebut. Namun disisi lain mereka secara keseluruhan tetap
merupakan satu kesatuan bangsa, satu kesatuan sosial. Perlunya identitas bangsa
adalah sebagai tanda dan perbedaan dari bangsa lain.

Identitas suatu bangsa ialah yang memiliki ciri khas yang berbeda serta beragam
dari bangsa itu sendiri, dan yang mampu mempertahankan peradaban dari bangsa
tersebut. Bangsa Indonesia sendiri mendapatkan banyak pengaruh dari banyak bangsa
yang datang menjajah ataupun untuk berdagang di Indonesia. Indonesia kini sedang
berusaha membangun karakter anak bangsa untuk memperbaiki citra bangsa dengan
tetap mempertahankan identitas kulturalnya, proses ganda ini diusahakan dengan
keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, sekaligus melestarikan dan
mempelajari sejarah sosial yang mendukung proses tersebut dalam rumusan yang lebih
tepat dan sesuai.

Banyaknya bangsa yang mendatangi untuk menjajah atau melakukan perdagangan


di Indonesia dan karena hal tersebut dapat berpengaruh pada hasil kebudayaan
Indonesia, namun walaupun banyak budaya yang ada, suatu bangsa harus bisa menjadi
alasan untuk melestarikan serta menjaga kebudayaan yang ada. Karena dengan
menjaga serta melestarikan, keberagaman budaya tersebut tidak akan hilang dengan
sendirinya ataupun diakui oleh bangsa lain. Berbeda jika suatu bangsa tidak mau
melestarikan, budayanya akan hilang dan hanya tinggal nama saja.

Budaya daerah merupakan kekayaan bangsa yang perlu diperhatikan dan ditangani
secara serius, terutama dalam memasuki era globalisasi. Perkembangan suatu zaman
telah mengancam keanekaragaman suatu bangsa. Terutama budaya daerah yang telah
ditinggalkan dan tidak diminati lagi hingga saat ini sangat sedikit yang mengerti budaya
daerah. Banyaknya budaya barat yang memasuki Indonesia juga mempengaruhi
masyarakat untuk lebih memilih belajar budaya barat tersebut. Suatu daerah memiliki
adat budaya atau pola hidup yang telah berkembang dari generasi terdahulu hingga
sekarang, dimana adat budaya tersebut memiliki nilai kebudayaan, kebiasaan, serta
hukum adat yang sudah lama dilakukan di suatu daerah.

Salah satu bentuk kebudayaan adalah seni tari. Tari merupakan salah satu contoh
kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Tari adalah sebuah kesenian budaya yang harus
dilestarikan oleh masyarakat Indonesia. Tari memiliki peranan penting dalam
kehidupan masyarakat, tari juga berfungsi untuk keperluan upacara, pertunjukan atau
ritual tertentu. Dengan demikian, tari perlu dilestarikan kepada pemuda-pemudi
Indonesia supaya dikemudian hari tari bukan hanya menjadi sebuah cerita namun juga
terdapat bukti nyata. Dalam tari terkandung nilai luhur yang patut dicontoh dan
dipelajari. Bukan hanya sebagai wacana untuk melestarikan namun sebagai tindakan
yang nyata. Hasil budaya bangsa Indonesia berbagai macam salah satunya adalah
kebudayaan Tari Banjarkemuning di Sidoarjo.

Provinsi Jawa Timur terdapat banyak ragam seni tari yang hidup dan berkembang
di masyarakat, salah satunya Tari Banjarkemuning yang berasal dari Sidoarjo. Seorang
seniman dari Kota Sidoarjo yaitu Bapak Agustinus Heri Sugianto menghasilkan karya
Tari Banjarkemuning pada tahun 1999 yang terinspirasi dari kehidupan nelayan. Tari
ini menggambarkan kesederhanaan masyarakat Banjarkemuning. Banjarkemuning
merupakan salah satu desa yang ada di Sidoarjo, mata pencaharian masyarakatnya
adalah nelayan. Sidoarjo adalah kota yang dikenal dengan sebutan kota udang dan
bandeng. Tidak hanya itu, namun Sidoarjo juga dikenal memiliki budaya tersendiri,
antara lain memiliki aksara dan bahasa, pakaian adat, adat pernikahan, dan tarian
daerah yang tradisional maupun kreasi.

Hakikatnya suatu bangsa dalam pelestarian budayanya sangatlah penting untuk


kehidupan, yaitu sebagai tanda pengenal dari negara asing, sebagai prinsip suatu
bangsa, sebagai jati diri bangsa, dan sebagai sarana tempat belajar karena setiap budaya
dan tradisi itu mempunyai arti dan makna didalamnya. Hanya saja ada generasi yang
tidak mau mempelajari budayanya serta tidak tahu apa makna didalam budaya
tersebut. Karena dengan mempertahankan kebudayaan maka bangsa Indonesia dapat
mewujudkan keinginan bangsa yang luhur dan setiap bangsa memiliki jati diri atau
tanda pengenal tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Begitu pula dengan bangsa
Indonesia memiliki jati diri atau tanda pengenal tersendiri. Jati diri yang Indonesia
miliki adalah dapat dilihat dari hasil budaya atau tradisi yang sudah dianut oleh setiap
suku yang ada di dalamnya. Yang paling terpenting adalah jika bagian dari jati diri
bangsa hilang karena suatu hal maka itu adalah awal hilangnya jati diri suatu bangsa.

Berdasarkan paparan tersebut maka penelitian ini dianggap dapat memberikan


wawasan kepada masyarakat tentang “Kebudayaan Provinsi Jawa Timur sebagai suatu
Identitas Daerah”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Identitas Nasional ?
1.2.2 Apa saja kesenian dan kebudayaan masyarakat daerah Jawa Timur ?
1.2.3 Bagaimana cara melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah di Jawa
Timur ?
1.2.4 Apa yang menjadi hambatan dan tantangan saat ini dalam melestarikan
kebudayaan yang menjadi identitas daerah Provinsi Jawa Timur ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Identitas Nasional
1.3.2 Untuk mengetahui kesenian dan kebudayaan masyarakat daerah Jawa Timur
1.3.3 Untuk mengetahui cara melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
1.3.4 Untuk mengetahui hambatan dan tantangan apa saja yang dihadapi dalam proses
melestarikan kebudayaan daerah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Identitas Nasional

Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan.


Nasionalisme berasal dari bahasa Inggris “national” yang dapat diartikan sebagai
“warga negara” atau “kebangsaan”. Kita sering mendengar istilah “national debt”
(hutang nasional), “national emergency” (keadaan darurat nasional), “national
moment”(monument nasional atau tuguh nasional), dan “national anthem” (lagu
kebangsaan). Ini semua dalam rangka menjelaskan tentang Negara itu sendiri dan
warga negara dalam satu negara.

Identitas nasional berasal dari kata “national identity” yang dapat diartikan
sebagai ” kepribadian nasional”  atau “jatidiri nasional”. Kepribadian nasional atau
jatidiri nasional adalah jatidiri yang dimiliki oleh suatu bangsa

Identitas sendiri secara teminologis memiliki arti sebagai ciri yang dimiliki
setiap pihak yang dimaksud sebagai suatu pembeda atau pembanding dengan pihak
yang lain. Sedangkan nasional atau Nasionalisme memiliki arti suatu paham, yang
berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara
kebangsaan. Identitas nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang
dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.

Identitas nasional dalam konteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan,


adat istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam
konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera
Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka
Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara
yaitu UUD 1945 serta Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat. Pahlawan – pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura,
Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain – lain.
Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan negara Indonesia
dapat mengikat eksistensinya serta memberikan daya hidup. Sebagai bangsa dan negara
yang merdeka, berdaulat dalam hubungan internasional akan dihargai dan sejajar
dengan bangsa dan negara lain. Identitas bersama itu juga dapat menunjukkan jatidiri
serta kepribadiannya. Rasa solidaritas sosial, kebersamaan sebagai kelompok dapat
mendukung upaya mengisi kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga dapat
memberikan motivasi untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara di masa depan.

Identitas nasional merupakan suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada
padanan sebelumnya. Perlu dirumuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas
Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Eksistensi suatu
bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan
internasional.

Ciri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi
pengaruh budaya asing akan menghadapi challence dan response. Jika challence cukup
besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini
sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika.
Namun demikian jika challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut
tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif.

Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi
maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan
kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya
globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era
globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme,
munculah kebangkitan kembali kesadaran nasional.

2.1.1 Faktor Pembentuk Identitas Nasional

Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor
primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah faktor
bawaan yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi,
ekologi dan demografi. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai
wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi
anta rwilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan
demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia. Sedangkan faktor
kondisional atau faktor subyektif adalah keadaan yang mempengaruhi terbentuknya
identitas nasional. Faktor subyektif meliputi faktor historis, sosial, politik, dan
kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Faktor historis ini mempengaruhi proses
pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia, beserta identitasnya, melalui interaksi
berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor
tersebut.

Selain itu terdapat factor lain yaitu faktor sakral dapat berupa kesamaan agama
yang dipeluk masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang
bersangkutan. Agama dan ideologi merupakan faktor sakral yang dapat membentuk
bangsa negara. Faktor sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas baru.
Negara Indonesia diikat oleh kesamaan ideologi Pancasila. Tokoh kepemimpinan dari
para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor
yang menyatukan bangsa negara. Pemimpin di beberapa negara dianggap sebagai
penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat dan simbol pemersatu bangsa yang
bersangkutan. Contohnya Soekarno di Indonesia, Nelson Mandela di Afrika Selatan,
Mahatma Gandhi di India, dan Tito di Yugoslavia.

Prinsip kesediaan warga bangsa bersatu dalam perbedaan (unity in deversity)


juga menjadi faktor pembentuk identitas nasional. Yang disebut bersatu dalam
perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut
negara dan pemerintahnya tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa,
adat, ras, agamanya. Sesungguhnya warga bangsa memiliki kesetiaan ganda
(multiloyalities). Warga setia pada identitas primordialnya dan warga juga memiliki
kesetiaan pada pemerintah dan negara, namun mereka menunjukkan kesetiaan yang
lebih besar pada kebersamaan yang terwujud dalam bangsa negara di bawah satu
pemerintah yang sah. Mereka sepakat untuk hidup bersama di bawah satu bangsa
meskipun berbeda latar belakang. Oleh karena itu, setiap warga negara perlu memiliki
kesadaran akan arti pentingnya penghargaan terhadap suatu identitas bersama yang
tujuannya adalah menegakkan Bhinneka Tunggal Ika atau kesatuan dalam perbedaan
(unity in deversity) suatu solidaritas yang didasarkan pada kesantunan (civility).
Faktor yang tak kalah penting yaitu sejarah. Persepsi yang sama diantara warga
masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi
yang sama tentang pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena
penjajahan, tidak hanya melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad dan tujuan
yang sama antar anggota masyarakat itu.

Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan


profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan variasi
kebutuhan masyarakat, semakin saling tergantung diantara jenis pekerjaan. Setiap
orang akan saling bergantung dalam memenuhi kebutuhan hidup. Semakin kuat saling
ketergantungan anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, akan semakin
besar solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas yang terjadi karena
perkembangan ekonomi oleh Emile Durkheim disebut Solidaritas Organis. Faktor ini
berlaku di masyarkat industri maju seperti Amerika Utara dan Eropa Barat.

Lembaga-lembaga pemerintahan dan politik. Lembaga-lembaga itu seperti


birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan, dan partai politik. Lembaga-lembaga itu
melayani dan mempertemukan warga tanpa membeda-bedakan asal usul dan
golongannya dalam masyarakat. Kerja dan perilaku lembaga politik dapat
mempersatukan orang sebagai satu bangsa. Faktor persamaan turunan, bahasa, daerah,
kesatuan politik, adat-istiadat dan tradisi, atau persamaan agama. Akan tetapi teranglah
bahwa tiada satupun di antara faktor – faktor ini bersifat hakiki untuk menentukan ada
- tidaknya atau untuk merumuskan bahwa mereka harus seketurunan untuk
merupakan suatu bangsa.

Faktor persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat-istiadat dan


tradisi, atau persamaan agama. Akan tetapi teranglah bahwa tiada satupun di antara
faktor – faktor ini bersifat hakiki untuk menentukan ada - tidaknya atau untuk
merumuskan bahwa mereka harus seketurunan untuk merupakan suatu bangsa.

2.1.2 Bentuk Identitas Nasional Indonesia

Adapun bentuk identitas nasional Indonesia meliputi bendera, bahasa, lambang


negara, dan lagu kebangsaan Indoneisa, semboyan bhineka tunggal ika, dasar falsafah
negara Pancasila, berikut penjelasannya :

1. Bendera Negara, yaitu Sang Merah Putih


Warna merah berarti berani, warna putih berarti suci, merah berarti
berani yang melambangkan tubuh manusia, putih berarti suci yang
melambangkan jiwa manusia, keduanya saling melengkapi dan
menyempurnakan Indonesia. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa
kerajaan di Indonesia. Bendera sang Merah Putih dikibarkan ketika Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Bendera Merah Putih dijahit oleh ibu
Fatmawati yang merupakan istri presiden Soekarno.
2. Bahasa Negara Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari rumpun Melayu yang
tumbuh dan berkembang, sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai
bahasa perhubungan. Bahasa tersebut telah dipergunakan hampir di seluruh
Asia Tenggara. Perkembangan bahasa Melayu mendorong tumbuhnya rasa
persatuan dan persaudaraan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan
yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Sehingga secara sadar
para pemuda yang bergabung dakam perkumpulan itu mengangkat bahasa
Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia. Bahasa Indonesia diangkat dan
diikrarkan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Kemudian bangsa
Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan.
Ketentuan bahasa Indonesia telah diatur dalam UU No.24 Tahun 2009 mulai
pasal 25 sampai pasal 45.
3. Lambang Negara Garuda Pancasila
Ketentuan tentang Lambang Negara diatur dalam Undang-Undang No. 24
Tahun 2009 mulai Pasal 46 sampai Pasal 57. Lambang negara Garuda Indonesia
mulai diresmikan pemakaianya dalam sidang kabinet RIS pada tanggal 11
Februari 1950. Lambang negara yang dilukiskan dengan seekor burung Garuda
merupakan satu kesatuan dengan Pancasila sehingga tidak dapat dipisahkan dari
dasar negara Pancasila. Perisai burung Garuda berbentu bntang bersudut lima.
Perisai burug Garuda tersebut di bagian tengah terdapat gambar sebuah garis
hitam tebal yang melambangkan khatulistiwa. Perisai burung Garuda yang
berbentuk bintang bersudut lima tersebut berisi lima buah gambar-gambar yang
melambangkan sila Pancasila sebagai berikut :
a. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dilambangkan dengan gambar cahaya
kuning keemasan.
b. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dilambangakan dengan gamabr
tali rantai yang bermata bulatan dan persegi.
c. Sila “Persatuan Indonesia” dilambangkan dengan gambar pohon beringin.
d. Sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan” di lambangkan dengan kepala banteng.
e. Sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dilambangkan dengan
gambar padi dan kapas.
4. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Ketentuan tentang lagu kebangsaan, yaitu Indonesia Raya diatur dalam UU
No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 58 sampai Pasal 64. Indonesia Raya sebagai lagu
kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada Kongres Pemuda II tanggal 28
Oktober 1928. Lagu Indonesia Raya selanjutnya menjadi lagu kebangsaan yang
dinyanyikan pada setiap upacara kenegaraan dan upacara-upacara resmi
lainnya.
5. Semboyan Negara Bhineka Tunggal Ika
Bhineka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan
ini dirumuskan oleh para pendiri negara setelah memperhatikan kebangsaan
Indonesia yang sangat pluralis terdiri dari suku bangsa. Semboyan Bhineka
Tunggal Ika menganung makan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
heterogen terdiri dari banyak suku bangsa, tetapi tetap berniat dan bersepakat
untuk menjadi satu bangsa, yaitu Bangsa Indonesia.
6. Dasar Falsafah Negara Pancasila
Pancasila asal mulanya adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila
melalui perjalanan dan waktu yang panjang memiliki kedudukan dan fungsi
sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pancasila berkedudukan
sebagai dasar negara dan karena rumusnya berisi nilai-nilai yang dalam sehingga
juga disebut dasar falsafah negara. Pancasila berfungsi sebagai ideologi nasional
dan identitas nasional. Pancasila menjadi penciri bangsa Indonesia. Setiap orang
Indonesia atau yang mengaku sebgaai warga negara Indonesia maka harus
punya pemahaman, bersikap, dan berperiaku sesuai dengan Pancasila.
Dengan kata lain, Pancasila sebagai identitas nasional memilki makna bahwa
seluruh rakyat Indonesia seyogianya menjadikan Pancasila sebagai landasan
berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Cara berpikir,
bersikap, dan berperilaku bangsa Indonesia tersebut menjadi pembeda dari cara
berpikir, bersikap, dan berperilaku bangsa lain.

2.1.3 Unsur Pembentuk Identitas Nasional

Ada beberapa unsur pembentuk identitas nasional bangsa Indonesia, yaitu :

1. Suku Bangsa
Suku bangsa sebagai unsur pembentuk identitas nasional dibagi ke dalam
dua kelompok, yaitu suku bangsa askriptif dan kelompok migran. Suku bangsa
askriptif dan kelompok migran. Suku bangsa askriptif adalah suku bangsa yang
sudah ada diwilayah geografi nusantara, sedangkan kelompok migran adalah
mereka yang telah menyatakan diri menjadi warga negara dan setia terhadap
pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, ideologi dan dasar negara. Kelompok
migran di Indonesia meliputi migran Asia ( Tionghoa, Arab, dan India ), migran
dari Eropa ( Belanda, Jerman, Itali ), migran dari Amerika ( kanada, Amerika
serikat ), migran dari Afrika ( Mesir, Nigeria ). Oleh karena itu, bangsa Indonesia
terbentuk dari ras dan suku bangsa yang majemuk, sebagian besar termasuk
suku bangsa askriptif. Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat lebih kurang
300 suku bangsa dengah bahasa dan dialek yang berbeda.
2. Agama
Agama menjadi unsur pembentuk identitas nasional berdasarkan realitas
bahwa bangsa Indonesia tergolong sebagai rakyat agamis, yang secara sadar
bersama-sama membangun hubungan yang rukun antar umat seagama dan
antar umat beragama. Bagi bangsa Indonesia, kemajemukan dalam beragama
merupakan anugerah dari TYME yang wajib disyukuri dan dikelola secara wajar.
Sebagai upaya mencegah resiko konflik antar umat beragama diantaranya 
adalah saling mengakui secara positif  keberadaan agama dan para pemeluk
serta saling menghormati prinsip satu sama lain.
3. Bahasa
Bahasa Indonesia yang sekarang digunakan sebagai bahasa pemersatu
bangsa Indonesia berawal dari bahsa melayu. Dalam interaksi antar suku bangsa
yang mendiami kepulauan nusantara, bahasa melayu telah menjadi bahsa
penghubung ( linguafranca ) jauh sebelum kemerdekaan. Dalam fungsinya
sebagai bahasa penghubung itulah bahasa melayu kemudian ditetapkan oleh
para pemuda dari sabang sampai merauke sebagai bahasa persatuan dalam ikrar
Sumpah Pemuda.

4. Kebudayaan
Kebudayaan menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasional karena
realitas bahwa kebudayaan yang dipelihara dan berkembang didalam
lingkungan setiap suku bangsa berisi nilai nilai dasar yang secara kolektif
digunakan oleh para pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan serta digunakan sebagai pedoman berfikir, bersikap, dan bertindak
sesuai dengan lingkungan yang diahapi.

2.2 Kebudayaan dan Kesenian Daerah salah satunya di Provinsi Jawa Timur

Banyak hal menarik dari seni dan kebudayaan yang terdapat di propinsi Jawa
Timur. Banyak kesenian khas yang menjadi ciri khas dari budaya yang terdapat di
daerah Jawa Timur. Propinsi yang ada di bagian timur pulau jawa ini mempunyai
banyak keunikan, diantaranya adalah kebudayaan dan adat istiadat dari Jawa Timur.
Namun banyak di antara kebudayaan Jawa Timur menerima pengaruh dari propinsi
Jawa Tengah.

Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima
banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai
Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah
kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun
(Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri,
Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Nganjuk), dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di
Jawa Tengah, wayang kulit, dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.

Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam.
Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara
Jawa Timur merupakan daerah masuknya, dan pusat perkembangan agama Islam. Lima
dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.

Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan


Jombang), dan eks-Karesidenan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman,
mengingat kawasan ini merupakan kawasan arek (sebutan untuk keturunan Kenarok)
terutama di daerah Malang yang membuat daerah ini sulit terpengaruhi oleh budaya
Mataraman.

Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura,
mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat
Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat
Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu.

Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan
yang berdasarkan persahabatan, dan teritorial. Berbagai upacara adat yang
diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak
pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi
berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan,
pacangan.

Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum


dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si
gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran).
Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Masyarakat di
pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan lumrah
keluarga wanita melamar pria(ganjuran), berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah
lain di Indonesia, di mana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya
akan masuk ke dalam keluarga wanita.

Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan
kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah
kematian. Berikut ini berbagai kesenian dan kebudayaan yang terdapat di Provinsi Jawa
Timur :

1. Seni Tari
Tari Remong sebuah tarian dari Surabya yang melambangkan jiwa,
kepahlawanan. Ditarikan pada waktu mentyambut tamu. Reog Ponorogo adalah
tari daerah Jawa Timur yang menunjukan keperkasaan, kejantanan, dan
kegagahan.
2. Musik
Musik tradisional Jawa Timur nyaris sama dengan musik gamelan Jawa
tengah seperti macam laras (tangga nada) yang digunakan yaitu gamelan
berlaras pelog dan berlaras slendro. Nama-nama gamelan yang ada misalnya :
gamelan kodok ngorek, gamelan munggang, gamelan sekaten, dan gamelan
gede.
Kini gamelan dipergunakan untuk mengiringi macam acara, seperti :
mengiringi pagelaran wayang kulit, wayang orang, ketroprak, tari-tarian,
upacara sekaten, perkawinan, khitanan, keagamaan, dan bahkan kenegaraan. Di
Madura musik gamelan yang ada disebut Gamelan Sandur.
3. Rumah adat
Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk
limasan, bentuk serontongan.Tetapi pada bangunan Jawa Timur bagia barat
umumnya cenderung mirip bentuk bangunan Jawa Tengah (Surakarta).
4. Pakaian adat
Pakaian adat Jawa Timur ini sering disebut dengan mantenan.Pakaian ini
sering digunakan pada saat perkawinan di masyarakat Magetan Jawa Timur.
5. Kerajian tangan
Macam-macam produk unggulan kerajinan anyaman bambu berupa :
caping, topi, baki, kap lampu, tempat tisu, tempat buah, tempat koran , dan lain-
lain.
6. Perkawinan
Penduduk Jawa Timur umumnya menganut sistem perkawinan
monogami.Sebelum dilakukan proses lamaran, pihak laki – laki menanyakan si
gadis apakah dia sudah memiliki calon suamai. Setelah itu barulah
panigset(lamaran).Sebelum acara perkawinan, didahului dengan acara temu
atau kepanggeh.Acara ini dimaksudkan untuk mengirim do’a pada keluarga
yang telah meninggal.
7. Upacara Kasodo
Upacara ini dilakukan oleh warga sekitar gunung Rahma (Bromo) atau
yang biasa kita sebut denga suku Tengger.Upacara ini diadakan pada tengah
malam hingga dini hari setiap bulan purnamasekitar tanggal 14 atau 15 di bulan
Kasodo (bulan kesepuluh) menurut kalender jawa. Upacara tersebut bertempat
di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo Utara dan dilanjutkan
ke puncak Gunung Bromo.
8. Ludruk
Salah satu kesenian khas Jawa Timur adalah Ludruk.Ludruk merupakan
kesenian Jawa Timur yang umumnya dipentaskan oleh kaum laki – laki.
Tidak seperrti ketropak yang menceritakan tentang kehidupan istana, Ludruk
menceritakan tentang kehidupa sehari – hari rakyat jelata dan seringkali
diselingi dengan humor dan kritik sosial.Sebelum pertunjukan tersebut dimulai
biyasanya diawali dengan Tari Remo dan Parikan.Kesenian ini tersebar di
daerah Surabaya, Mojokerto dan Jombang.Akan tetapi keberadaan Ludruk
sendiri sekarang mulai terancam seiring dengan perkembangan zaman.
9. Wayang Kulit
Wayang kulit adalah kesenian tradisional yang berkembang di Jawa
Timur yang berasal dari kat Ma Hyang artinya menuju kepada Yang
Maha Esa.Dalam pertunjukanya wayang kulit dimainkan oleh seorang
Dalangyang juga sebagai narator cerita dan diiringi oleh musik gamelan dan
nyanyian dari pesinden. Secara umum cerita wayang kulit mengambil dari
naskah Ramayana dan Mahabharat.Akan tetapi tidak hanya sebetas itu saja,
dalang juga bisa mengambil dari cerita Panji.
10.Reog Ponorogo
Sesuai dengan namanya, Reog Ponorogo berasal dari daerah Ponorogo
dan telah menjadi salah satu icon Jawa Timur.Kesenian ini telah dipatenkan
sejak tahun 2001 meskipun sempat diklaim oleh Malaysia. Dalam
pementasannya biasanya disertai dengan musik – musik tradisional,seperti:
gamelan, gong dan sebagainya dan juga pertunjukan jaran kepang (kuda
lumping) dan mengandung unsur – unsur gaib.
11.Kerapan Sapi
Karapan sapi adalah pacuan sapi yang khas Pulau Madura. Dengan
menarik sebentuk kereta, dua ekor sapi berlomba dengan diiringi musik
gamelan Madura yang disebut dengan Saronen. Pada perlombaan ini, sepasang
sapi yang menarik semacam kereta dari kayu yang diatasnya dinaiki oleh
pengendali pasangan sapi tersebut dipacu dalam lomba adu cepat melawan sapi
– sapi lain.

2.3 Cara melestarikan atau mengembangkan kesenian, dan kebudayaan daerah


Di tengah-tengah era peradaban dunia yang semakin ketat, menjadikan budaya
sebagai salah satu investasi yang mampu membangun negara di masa depan. Beberapa
cara untuk melestarikan budaya, di antaranya:
 Mengajarkan budaya ke orang lain
Setelah mengetahui seluk beluk budaya sendiri, sebaiknya
menyampaikan hal tersebut kepada oranmg lain. Salah satu caranya adalah
mengajarkan kepada orang lain, baik di lingkungan rumah atau sekolah.
Dengan mengajarkan budaya kita ke orang lain, maka semakin banyak
orang yang mengetahui mengenai budaya daerah sendiri maupun budaya daerah
lain. Sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan pengetahuan
kebudayaan. Semakin banyak pengetahuan budaya yang dimiliki, maka semakin
besar rasa kita untuk saling menghormati kebudayaan orang lain.
 Memperkenalkan budaya ke negara lain
Selain memperkenalkan budaya sendiri di dalam negeri, kita juga patut
memperkenalkan budaya kita ke luar negeri. Terlebih dengan teknologi media
sosial yang semakin canggih. Dengan memanfaatkan media sosial, kita bisa
memposting foto maupun video kesenian lokal dan budaya daerah Indonesia.
Dengan memposting hal tersebut, maka secara tidak langsung sudah
memperkenalkan budaya kita ke luar negeri. hal ini karena yang memanfaatkan
media sosial atau internet tidak terbatas hanya orang Indonesia saja, melainkan
semua orang di dunia. Memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri juga
bisa dengan menggunakan pakaian-pakaian yang mencerminkan budaya
Indonesia.
Bagi beberapa orang yang sedang bekerja, sekolah, atau liburan ke luar
negeri bisa menggunakan baju-baju produk hasil budaya lokal. Jika ada salah
satu produsen baju lokal Indonesia di luar negeri, bisa menjadi sarana yang baik
untuk kita menggunakannya.
 Tidak terpengaruh budaya asing
Untuk melestarikan budaya sendiri, sebaiknya kita tidak terpengaruh
dengan budaya negara lain. Pada era globalisasi saat ini, budaya asing sangat
mudah masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan banyak budaya
asing yang masuk, sebaiknya kita menjadikan budaya sendiri sebagai identitas
diri. Menjadi peluang untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Meski budaya
asing dinilai lebih modern dan lebih gaul, budaya Indoensia juga tidak kalah
bagusnya untuk diperkenalkan. Jika budaya asing begitu-begitu saja, budaya
Indonesia justru banyak ragamnya.
Selain tidak terpengaruh budaya asing, sebaiknya kita tetap memilah
budaya asing untuk dipelajari. Jangan sampai asal memilih dan menghilangkan
budaya sendiri. Kita boleh mempelajari budaya asing, namun harus dengan
cermat. Mengambil sisi positif yang bisa mengembangkan diri kita, tanpa
menghilangkan jati diri kebudayaan sendiri.

2.4 Hambatan dan tantangan saat ini yang dihadapi dalam proses melestarikan
kesenian dan kebudayaan daerah

Jika melihat masih tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap relasi lakon


pertunjukan, seni pertunjukan, dan kehidupan religiositas masyarakat setidaknya kita
masih dapat bernafas lega bahwa hal yang telah dikemukakan di awal tulisan ini
sejatinya tidak terjadi dalam segala aspek kehidupan masyarakat, khususnya Jawa
Timur. Dalam era globalisasi ini, berbagai bentuk pertarungan budaya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, memanglah terjadi. Meskipun tidak dapat dipungkiri
bahwa telah terjadi beberapa perubahan dalam sistem nilai dan pengelolaan budaya
tersebut.

Globalisasi sebagai sebuah tantangan politik melintasi spektrum ideologis dan


melibatkan berbagai gerakan sosial-politik di semua tingkatan (Pieterse, 2009:7). Hal
ini secara tidak langsung juga melibatkan pergeseran paradigma dari era negara dan
politik internasional menjadi politik lingkup global yang tidak lagi memandang batas-
batas geografis, sosial, dan budaya. Oleh karenanya, sebagai sebuah tantangan,
globalisasi haruslah disikapi dengan sangat bijak. Diperlukan strategi pengembangan
budaya nasional yang memperhatikan tidak hanya nilai-nilai lokalitas, tetapi juga
manajemen keberagaman budaya. Hal ini patut disadari bahwa negara Indonesia
merupakan negara yang majemuk. Indonesia terdiri dari beragam suku, bangsa, etnis,
bahasa, dan budaya.

Dalam skala lokal, berbagai kebudayaan masyarakat Indonesia yang ada


merupakan bentuk budaya yang paling “rapuh” dari berbagai ancaman gempuran
budaya asing. Sebagai contoh, penetrasi industri budaya yang mengarahkan berbagai
bentuk komodifikasi terhadap produk budaya telah secara paksa merubah berbagai
bentuk kebudayan yang ada di masyarakat untuk mampu beradaptasi. Berbagai
strategi pengembangan budaya saat ini hampir selalu diarahkan pada komodifikasi
budaya yang berorientasi pada pariwisata. Dalam proses ini, berbagai bentuk
autentisitas produk budaya merupakan hal utama yang diancam. Berbagai bentuk
kebudayaan yang ada mau tidak mau harus mengikuti permintaan pasar.

Kondisi ini juga yang terjadi dalam pertunjukan wayang topeng di Malang
yang senantiasa melestarikan Cerita Panji sebagai dasar lakon pertunjukannya. Saat ini
telah banyak terjadi perubahan yang terjadi dalam struktur pertunjukan. Di antara
berbagai hal yang menyebabkan, hal yang paling mencolok adalah degradasi nilai-
nilai sakralitas lakon dan pertunjukan. Pertunjukan dan lakon pertunjukan yang
bersumber dari Cerita Panji sejatinya merupakan bentuk pengejawantahan dari nilai-
nilai religiositas masyarakat Jawa. Prinsip keselarasan dengan alam merupakan salah
satu hakikat dari kehidupan manusia Jawa. Oleh karenanya, masyarakat sangat percaya
untuk menjaga kesimbangan antara jagad cilik dan jagad gede melalui upacara-upacara
ritual. Dalam konteks ini, pertunjukan, topeng, dan lakon cerita merupakan bentuk-
bentuk simbolisasi masyarakat Jawa yang berkaitan dengan nilai-nilai religiositas.
Berbagai aturan yang telah ditetapkan merupakan aturan baku yang bersifat
“sakral” yang tidak dapat seenaknya dapat diubah begitu saja. Akan tetapi, era
globalisasi dengan perkembangan industri budaya yang selalu berorientasi pada
keuntungan material semata mampu mengubah berbagai tatanan yang telah
diwariskan secara turun-temurun. Pertunjukan yang sejatinya dilakukan selama
semalam suntuk kini dapat dipangkas menjadi cerita-cerita fragmen yang biasanya
dipentaskan untuk durasi waktu 1-2 jam saja. Hal ini dilakukan untuk kepentingan
pariwisata. Berdasarkan pengakuan salah satu dalang pertunjukan, faktor ekonomi
sering menjadi dasar pertimbangan berbagai perubahan dilakukan (Andalas, 2016).
Tentu saja kondisi ini tidak disebabkan oleh kepentingan kapitalisme semata, tetapi
juga faktor minat dan kecintaan masyarakat terhadap produk budayanya telah luntur
tergantikan dengan nilai-nilai yang berasal dari luar.

Berbagai perubahan, utamanya yang berkaitan dengan autentisitas produk


budaya, memanglah tidaklah selalu membawa dampak yang buruk. Hal yang perlu
dipahami adalah budaya bukanlah suatu artefak yang bersifat statis, tetapi merupakan
artefak yang bersifat cair dan mengikuti perkembangan zaman. Meskipun begitu, tata
nilai lokal yang tertanam dalam suatu produk budaya hendaknya dapat dijaga dan
dilestarikan dengan baik. Jika melihat konteks yang saat ini terjadi, sangat sedikit
generasi muda yang mengenal kebudayaannya. Mereka lebih tertarik dan lebih senang
untuk mempelajari segala hal yang berbau Barat atau asing. Dalam proses ini, hegemoni
budaya merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya peristiwa tersebut.

Kebudayaan lokal sebagai poros dari kebudayaan nasional hendaknya disikapi


sebagai hal yang fundamental. Lebih dari berpuluh-puluh tahun, bangsa Indonesia
menjalin ikatan di antara kemajemukan dengan politik Bhineka Tunggal Ika. Sebagai
sebuah ikatan di antara kemajukan yang ada, politik ini bekerja tidak hanya untuk
menunjukkan adanya tujuan untuk mencapai suatu tatanan masyarakat yang bersatu,
tetapi menyembunyikan sikap politik yang sangat tegas untuk menegakkan persatuan
dan kesatuan secara tegas (Abdullah, 2010:63). Sebagai akibatnya, berbagai bentuk
kebudayaan yang ada tidak memperoleh ruang ekspresi yang luas. Dalam konteks
managemen keberagaman budaya dalam masyarakat yang sangat majemuk, prinsip
kesamarataan tanpa adanya sentralisasi yang terjadi pada masa Orde Baru terhadap
salah satu etnis saja haruslah dihindari. Pemosisian kebudayaan daerah sebagai poros
kebudayaan nasional haruslah dilakukan dengan baik untuk menghindari berbagai
konflik dan gesekan yang mungkin terjadi.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Dari makalah ini maka dapat disimpul kan bahwa, identitas nasional suatu
bangsa tidak dapat dipisah-pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer
disebut sebagai kepribadian suatu bangsa. Karena identitas nasional adalah suatu ciri
yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut
dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap
bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,
sifat, ciri-ciri, serta karakter dari bangsa tersebut. Begitu pula dengan identitas daerah
setiap daerah pasti memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-
ciri serta karakter dari daerah tersebut. Daerah juga memiliki kekuatan yang kuat
dalam nasionalisme sebagai pemersatu bangsa karena nasionalisme tidak dapat
dibentuk jika daerah-daerah itu tidak ada maka dari itu, identitas daerah penting
didalam setiap negara sebagai pemersatu bangsa. Misalnya seperti, kebudayaan di Jawa
Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan daerah-daerah di sekitarnya. Hal ini
mengakibatkan kebudayaan Jawa Timur mengalami proses akulturasi sehingga ada
beberapa kebudayaan Jawa Timur yang mirip dengan budaya daerah lainnya, seperti:
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

3.2 Saran

Dari makalah ini menyarankan kepada kita semua bahwa identitas nasional dan
identitas daerah sangat penting bagi setiap orang  karena identitas nasional adalah jati
diri setiap bangsa dan daerah. Dengan adanya perbedaan dalam kebudayaan, agama,
dan suku di Indonesia semoga masyarakat Indonesia menjadi semakin mengembangkan
rasa toleransi terhadap perbedaan-perbedaan tersebut. Hal ini juga didukung oleh
semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti meskipun berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Semoga hasil makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rosak.,et.al,(2004). Pendidikan Kewarganegaraan (civic education). Jakarta: Fajar


Interpratama Offset.

Andalas, E. F. (2018). Meninjau Kembali Identitas Budaya Jawa Di Era Globalisasi :


“Panji” sebuah Representasi Identitas Lokal Jawa Timur. Universitas
Muhammadiyah Malang

Gischa, Serafica. 2020. Cara Melestarikan Budaya Indonesia,


https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/23/130000869/cara-
melestarikan-budaya-indonesia?page=all (diakses tgl 09 Mei 2021)

Hartati, Sri. 2013. Makalah Identitas Nasional Dan Identitas Daerah Sebagai Persatuan
Bangsa [Online]. Tersedia:
https://srihartatiblogdotcom.wordpress.com/2013/05/01/identitas-nasional-
dan-identitas-daerah-sebagai-persatuan-bangsa/. (diakses tgl 09 Mei 2021)

http://www.tokomakalah.com/2016/10/makalah-tentang-kebudayaan-provinsi-jawa-
timur.html
http://www.rifalnurkholiq.com/2015/10/makalah-kebudayaan-masyarakat-jawa.html

http://ahmadsfarid.blogspot.co.id/2016/04/makalah-adat-istiadat-jawa-timur.html

Kaelan dan Achmad Zubaidi.(2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:


Paradigma.

Kaelan. (2002). Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup Bangsa. Yogyakarta: Paradigma

Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka

Lasiyo, Reno Wikandaru, Hastangka. 2020. Pendidikan kewarganegaraan. Tangerang


Selatan : Universitas Terbuka

Latif, Yudi. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas


Pancasila. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Notonagoro. (1971). Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta : Bumi Aksara.

Sujana, I Nyoman Naya, 2004, Pembangunan Jatidiri Bangsa Indonesia, Surabaya: DHD


45 Jawa Timur.

Suryo, Djoko. (2002). “Pembentukan Identitas Nasional”. Makalah Seminar Terbatas


Pengembangan Wawasan tentang Civic Education, LP3 UMY, Yogyakarta

S. Takdir Alisyahbana, 1977, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia dilihat Dari


Jurusan Nilai-nilai, Idayu Press,Jakarta.

. 2020. Keberagaman Budaya Daerah adalah kekayaan Budaya Nasional,


https://indomaritim.id/keragaman-budaya-daerah-adalah-kekayaan-budaya-
nasional/ (diakses tgl 09 Mei 2021)

Anda mungkin juga menyukai