Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“Nyandran”

SEBAGAI FILOSOFI HIDUP MASYARAKAT


KEJAWEN
Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Filsafat Timur

Dosen Pengampu: Ramli Harahap, D.Th.

Disusun oleh:

Hana Uliarti Hutagalung

Likasina Sebayang

Moabel Manalu

Rina Hotmaria Tampubolon

Thomas Nainggolan

Syndy Apriliati Sebayang


PROGRAM STUDI TEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI (STT).

ABDI SABDA MEDAN.

2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kasih karunia Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat memaparkan hasi; makalah yang berjudul
“Nyadran” sebagai filosofi masyarakat suku jawa kejawen. Dalam makalah ini
mengupayakan pembaca memahami tentang adanya sebuah tradisi Nyadran yang telah lama
muncul dan dianut oleh masyarakat khususnya di tanah Jawa.

Dengan adanya sebuah makalah ini penulis mengusahakan menjelaskan tentang apa
itu Nyadran bagi masyarakat di tanah Jawa, dan bagaimana hubungannya dengan kejawen.
Perlu bagi pembaca memberikan pemahaman yang positif terhadap makalah ini agar
memberikan dampak positif maupun kontribusi untuk melestarikan kekayaan budaya
terkhususnya Nyadran dan mengapresiasi atas adanya sebuah ritual yang muncul di tengah-
tengah masyarakat di tanah Jawa

Namun dari hasil pemaparan dari makalah ini, penulis menyadari bahwasannya masih
ada sebuah kekurangan yang terdapat pada susunan kata, kalimat maupun bahasanya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran positif yang membangun untuk
melakukan sebuah perbaikan kepada hari selanjutnya. Dibalik itu semua semoga dari hasil
makalah ini dapat memperbanyak wawasan, manfaat, bagi kita terhadap tradisi Nyadran.
Akhir kata terimakasih.

Medan, 13 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I....................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................... 3
2.1. Makna Kejawen.......................................................................................................3
2.2. Asal-Usul Tradisi Nyandran...................................................................................4
2.3. Makna kata Nyadran...............................................................................................5
2.4. Proses Upacara Nyadran.........................................................................................6
2.5. Tradisi Nyadran Terhadap Masyarakat................................................................7
2.6. Hubungan Nyadran dengan Agama.......................................................................8
BAB III.................................................................................................................................. 10
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................................10
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................10
3.2. Saran.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada realitanya masyarakat Indonesia terutama yang berbudaya da adat istiadat masih
di kenal dan memiliki berbagai macam tradisi yang berkembang di dalam masyarakat,
dikarnakan latar belakang suku bangsa, adat dan agama yang terus berkembang di
indonesia. Dan dilatar belakangi oleh banyaknya suku bangsa dan agama di indonesia di
indonesia yang menyebabkan maskyarakat memiliki suatu kebudayaan tersendiri. dan
kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh masyarakat pada ahkirya pola-pola budaya
yang dikenal dan pola-pola ini cenderung di perkuat oleh pembatas-pembatas
kebudayaan.

Sebagai negara Indonesia kita harus mengakui bahwa tanah Jawa terkenal memiliki
kesuburan, dan kekayaan alam yang melimpah sejak zaman dulu. Dengan hal ini telah
berkembang kehidupan manusia yang sangat tua. Kemudian muncullah kepercayaan dari
sebuah etnis yang berada di Pulau Jawa yaitu Kejawen. Kejawen adalah istilah umum
berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, serta sikap filosofi orang-orang Jawa.
Kejawen juga merupakan atau menunjuk pada sebuah etika dan sebuah gaya hidup yang
diilhami oleh pemikiran Jawa yang terbentuk sejak berkembangnya suku Jawa pada
sebelum Masehi. Boleh dipahami bahwa Kejawen bukanlah agama, melainkan sebuah
falsafah hidup, karna itu menganut dan menghayati ajaran ini tidak mesti keluar dari
agama yang semula dipeluk.1

Kejawen sendiri memiliki sebuah filsafat Nyadran. Tradisi Nyadran merupakan aset
budaya bagi bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan agar keaslian dan eksistensinya
tidak terkikis oleh derasnya modernisasi. Pada kenyataannya masyarakat Indonesia saat
ini lebih memilih kebudayaan asing yang dianggap menarik ataupun unik. Kebudayaan
lokal semakin luntur akibat kurangnya apresiasi oleh generasi muda terhadap budaya
lokal. Secara filosofis Nyadran adalah ritual simbolik yang sarat dengan makna. Menurut

1
Akhmad Dimyati, Kiai Ibrahim dan Tempat- Tempat Ibadat (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2012), 33-
34.

1
adat kejawen, sadranan berarti berziarah ke kubur atau pergi ke makam nenek moyang
dengan membawa kemenyan, bunga dan air doa.2

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa arti dari kejawen?

2. Bagaimana Asal Usul Tradisi Nyandran?


3. Apa pengertian dari kata Nyandran?
4. Bagaimana upacara yang dilakukan dalam Nyandran?
5. Apa Dampak Tradisi Nyandaran Terhadap Masyarakat?
6. Bagaimana Hubungan Nyadran dengan Agama Islam
1.3. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan arti dari kejawen

2. Menjelaskan asal Usul Tradisi Nyadran.


3. Mendeskripsikan makna Nyandran.
4. Mendeskripsikan upacara yang dilakukan dalam Nyandaran.
5. Mendeskipsikan Tradisi Nyandaran Terhadap Masyarakat
6. Menjelaskan Hubungan Nyadran Dengan Agama Islam

2
Sodik Supriyanto, Dkk, Living,Qur’an Terhadap Tradisi Masyarakat Linggoasri (Pekalongan: PT
Nasya Expanding Management, 2023), 3.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Makna Kejawen

Kejawen merupakan bahasa “Jawa” yang berarti sebuah kepercayaan yang


terutama dianut dipulau Jawa oleh suku Jawa. Kejawen pada dasarnya adalah suatu
filsafat dimana keberadannya ada sejak orang Jawa itu ada. Dalam konteks umum
kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran tertentu dalam membangun tata krama,
Kejawen tidak bisa dinamakan sebagai agama dimana semua agama yang dianut oleh
orang Jawa memiliki sifat-sifat budaya yang kental, akan tetapi kejawen ini
dikembangkan oleh pemeluk agama kapitayan sebagai agama. Kejawen dalam pandangan
umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, lituar, sikap, filosofi orang Jawa. Kejawen
juga memiliki arti spritualitas bagi suku Jawa di tanah Jawa. Spritualitas yang paling
utama Pasa (berkuasa) dan Tapa (bertapa). Ajaran Kejawen tidak terpaku pada aturan
yang ketat dan menekankan pada konsep keseimbangan. Sifat Kejawen yang memiliki
kemiripan dengan konfusianisme. Penganut kejawen hampir tidak mengadakan kegiatan
perluasan ajaran tetapi melakukan pembinaan secara rutin3

Hal yang paling mendasar adalah makna kata kejawen memiliki arti segala sesuatu yang
berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa. Berdasarkan definisi tersebut maka ruang
lingkup kejawen sangat luas, kejawen dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai filsafat dan
sebagai agama. Dalam filsafat kejawen memuat ajaran-ajaran yang berkaitan dengan tata
karma. Dalam hal ini ajaran kejawen sudah ada sebelum kedatangan agama Islam. Hal
demikian dapat dilihat dari ajaran universal yang selalu melekat berdampingan dengan agama
pada zamannya dan pada zaman sekarang. Namun berbagai kitab dan naskah kuno kejawen
tidak menegaskan ajarqannya sebagai sebuah agama sekalipun memiliki laku. Adapun
kejawen memiliki sebuah penganut setia yang disebut pemeluk agama Kapitayan, yaitu
sebagai kepercayaan terhadap sang Hayang Taya. Adapun kata Taya dalam bahasa Jawa kuno
yang berarti hampa. Oleh karena itu Agus Sunyoto menyebutkan bahwa arti Sang Hayang
Taya tidak dapat didefinisikan.4

3
Santo Saba Piliang, Bali Bukan India, 2020, 136.
4
Rizem Aizid, Islam Abangan dan Kehidupannya (Yogyakarta: DIPTA, 2015), 23.

3
Kejawen adalah kepercayaan asli yang mayoritas dianut oleh penduduk yang ada dipulau
Jawa. Kejaween hakikatnya bukan agama,tetapi filsafat hidup 0rang-orang jawa yang
terpengaruhi oleh ajaran islam, hindu,budha maupun kebatinan. Sejak dahulu orang jawa
mengakui ke-Esaan Tuhan, yang menjadikan ajaran Kejawen,yaitu “Sangkan Paraning
Dumadi” ( dari mana datang dan kembali hamba Tuhan). Karna hakekatnya kejawen
bukanlah agama. Bisa saja ada orang Jawa beragama islam tetapi Kejawen. Kristen tetapi
Kejawen, Hindu Kejawen atau Budha Kejawen. Kata “Kejawen” berasal dari kata jawa yang
artinya ‘’ Segala sesuatu berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa” penanaman
Kejawen lebih tepat bersifat ajaran tentang tatakrama dan istiadat. Kejawen meliputi budaya,
tradisi, ritual, sikap, dan filosofi orang jawa. Sering kali kejawen di sebut atau
didentifikasikan dengan dunia perkenikan dan perdukunan padahal ajaran Kejawen sendiri
tidak mengajarkan perdukunan.5

2.2. Asal-Usul Tradisi Nyandran

Tradisi nyadran merupakn percampuran antar budaya yang dimana antara


budaya tanah jawa dengan agama islam, dimana budaya ini menyambut kedatangan
bulan ramadan. Tradisi ini merupakan pembersihan makam nenek moyang mereka
dan mendoakan roh nenek moyang mereka diarea makamnya, tradisi ini biasanya
dilakukan pada awal dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan rajab. Nyadran berasal
dari kata sodrun yang berarti dada atau hati. Pengucapannya mungkin dikarenakan
lidah orang jawa yang medhok yang lama kelamaan istilah sodrun berubah menjadi
nyadran. Tradisi nyadran telah dimulai sejak lama bahkan sejak zaman masuknya
Hindu-Buddha, yang dimana agama islam belum masuk ke tanah Jawa. Tradisi
Nyadran ini juga hampir menyerupai tradisi kerajaan Majapahit yaitu Craddha. Yang
bisa saja tradisi ini dulunya satu dan karena masuknya budaya lain atau agama lain
membuat tradisi Nyadran ini menjadi terbagi-bagi. Agama Islam masuk ketanah Jawa
sekitar Abad ke-13. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah
meninggal sejatinya masih berpengaruh pada kehidupan keturunannya.6

Namun pada zaman modern saat ini, pelaksanaan tradisi ini sudah mulai
ditinggalkan atau dilupakan oleh para generasi sekarang. Seperti contohnya para

5
Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demo Krasi ( Jakarta: Pustaka Al-Kautar 2015).
6
Fery Taufiq El-Jaquene, Asal-Usul Orang Jawa ( Yogyakarta: Araska 2019) 246-247

4
perantau dari desa kekota mereka mulai melupakan kampung halamnnya yang dimana
para nenek moyang mereka dimakamkan di desa. Sebaliknya mereka mengirim uang
kepada pengelola makam untuk membersihkannya yang dimana tradisi Nyadran ini
seolah- olah sudah dilupakan. Mereka yang tidak bisa melakukan tradisi Nyadran
biasanya adalah perantau dengan banyak alasan semisal karna tidak adanya libur saat
bekerja. Padahal dengan adanya tradisi ini merupakan momen untuk berkumpul dan
mengenang masa lalu dikampung halamnnya dan bahkan bisa saja mempererat tali
persaudaraan. 7

2.3. Makna kata Nyadran

Nyandaran merupakan salah satu tradisi yang dilaksanakan secara masal oleh
masyarakat Jawa dari masa ke masa, bahkan hingga saat ini budaya Nyandaran masih
rutin dilakukan Masyarakat untuk menyambuh hari tertentu, dengan perkembangan
zaman masyarakat setempat bahkan amimo masyarakat untuk melakukan tradisi itu
sangat besar hingga saat ini. Nyandaran sebagai salah satu tradisi maskyarakat Jawa,
yang mempunyai nila-nilai yang relegius yang terkadung didalamnya dan makna nya
mendalam bagi masyarakat yang mengadakannya. Tradisi semacam ini
mencerminkan sebuah keragaman budaya yang ada di dalam masyarakat Jawa.
Nyandaran merupakan sebuah cerminan tradisi lokal yang memberikan spririt lokal
serta identitas lokal.8

Istilah “Nyandaran” berasal dari kata sadran dari bahasa Jawa yang berarti
ziarah atau Nyekar. Sedangkan dalam bahasa Kawi dari kata Sraddha yang artinya
upacara peringatan hari kematian seseorang. Nyadaran dalam Tradisi Jawa bertujuan
untuk menghormati orang tua atau lelur mereka dengan melakukan ziarah kubur dan
mendoakan arwah mereka. Di daerah lain, nyandran di artikan sebagai bersih makam
para leluhur dan sedulur ( saudara ). Kemudian bersih desa yang pagi sampai
menjelang azan dzuhur.9

Tradisi Nyadran merupakan sebuah tradisi keselamatan peninggalan agama


Hindu dan Buddha yang di akultrasikan dengan nilai-nilai Islam pada saat Wali Songo

7
Nova Diadara, Dkk, 100+ Tempat Wisata Dan Budaya di- Indonesia (Magelang: Pustaka Rumah Cinta 2021)
321
8
Retno Susilorini, Kearifan Lokal Jawa Tengah Tak Lekang Oleh Waktu ( Universitas Katolik Soegijapranata
2021) 100.
9
Tauifiq El Jauquene,Demak Bintoro ( Askara : Yogyakarta 2020) 87

5
menyebarkan agama Islam dimasyarakat Jawa. Tradisi Menurut orang-orang
terdahulu kata Nyadran itu diartikan sebagai keyakinan, Maksudnya adalah meyakini
Tradisi yang harus dilestarikan menurut ada Kejawen dalam melakukan Nyadran
berarti berziarah kekubur atau pergi kemakam nenek moyang dengan membawa
kemenyaan, bunga, dan air doa.

2.4. Proses Upacara Nyadran

Prosesi Ritual Nyandran. Nyandran diadakan satu bulan sebelum datangnya


bulan Ramadhan ( bulan puasa). Biasanya dilakukan pada hari sabtu atau minggu
sesuai dengan persetujuan keluarga besar yang mengadakan tradisi Nyaderan. Dan
hari sabtu minggu dilakukan dikarnakan menurut mereka itu adalah hari libur,
sehingga keluarga yang lainnya bisa bergabung dan tidak terhambat waktu sehingga
acara Nyanderan bisa dilakukan dan dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya slaah satu
keluarga menjadi kordinator untuk pengumpulan dana untuk prosesi Nyaderan ini .
biasanya prosesi Nyaderan ini mirip dengan tradisi tahlilam untuk mendoakan arwah-
arwah leluhur ataupu keluarga yang sudah meninggal dunia. Malam hari nya biasanya
keluarga menyediakan atau mempersiapkan makanan atau hidagan kecil-keilan untuk
di santap bersama keluarga besar, bahkan tetangga yang tinggal di tempat
berlangasung nya acara Nyadran pun akan dibagikan makanan sebagai simbol
kekerabatan yang sangat dekat dan kental. Dan prosesn Nyanderan ini dilakukan
untuk mempererat tali persaudaraan dan tali silahturami, dan dengan acara Nyanderan
ini mampu mengumpulkan keakraban keluarga yang jarang bertemu serta proses
Nyaderan ini dilakukan bersama keluarga besar.10

Nyandran dilakukan dalam memberikan sesaji bisa dilaksanakan pada


danyang, tempat roh yang tinggal di pohon, gunung, atau sumber air. Dalam
masyarakat jawa danyang di artikan sebagai penolong dan pelindung bagi perorangan
atau sekelompok masyarakat yang mempunyai ujub atau permohonan khusus.
Imbalan yang dipersembahkan demi terkabulnya ujub keselamatan itu adalah sesaji
atau slametan. Di daerah yang memiliki tempat-tempat bersejarah dan dikeramatkan
seperti pantai, goa-goa dan bukit-bukit, upacara nyanderan dilakukan di tempat
tersebut untuk menyampaikan doa dan permohonan. Sesaji berupa makanan dan
10
Rally Khairul, Komunikasi Budaya Dan Dokumentasi Kontenporer ( Unpad Press :2019) 178-179.

6
benda-benda digunakan untuk sarana Nyaderan. Terkadang upacaya Nyaderan
dilakukan dengan pertunjukan seni budaya seperti pertunjukan wayang kulit. Tari-
tarian atau jathilian.11

Nyanderan dalam warga pendukuhan Sorowajan mereka melakukan setiap


tanggal 20 bulan Ruwah, warga setempat mengadakan prosesi dari masjid setempat
balai dukuh. Karna upcara ini dilakukan di di bulan Ruwah, maka masyarakat sering
menyebutnya sebagai upacara Ruwahan. Dalam upacara Nyandran penduduk dan
mereka melakukan nya menggunakan baju adat Jawa. Mereka membawa ambengan
berupa gurih dan ketan kolak apem sebagai kirab atau prosesi warga di iringi dengan
musik tradisional. Dan ambengan ini didoakan oleh tokoh-tokoh agama secara
bergantian. Kemudian setiap warga bertukaran ambengan secara acak. Dan acara ini
sudah secara turun-temurun dilakukan. Upacara Nyaderan dilakukan juga di makan
karna menurut mereka merupakan tempat peristirahatan Leluhur. Leluhur diyakini
sebagai pemberi berkat dan kekuatan bagi keluarga dan warga masyarakat yang masih
hidup. Orang-orang yang selama hidupnya mempunyai kesucian dan moralitas yang
unggul diyakini menjadi penyalur berkat secara unggul pula.12

2.5. Tradisi Nyadran Terhadap Masyarakat

Tradisi Nyadran dapat dirasakan oleh masyarakat yaitu sebagai wujud balas
jasa atas pengorbanan leluhur baik secara material maupun immaterial sebagai wujud
dalam pelestarian budaya.13 Nyadran membawa dampak yang positif bagi kerukunan,
kelestarian lingkungan masyarakat dan juga peningkatan rasa soaial masyarakat. Hal
tersebut dicerminkan dalam praktik pengelolaan dan pelestarian alam yang
diimplementasikan ketika pelaksanaan sedekah laut masyarakat gotong-royong
membersihkan sampah di pesisir pantai yang akan digunakan sebagai prosesi upacara
sedekah laut dan penanaman pohon mangrove di sekitar pantai. 14 Sedangkan dampak
negatif dari tradisi Nyadran adalah anggapan-anggapan masyarakat tentang
11
Armada Riyando,dkk, Kearifan Lokal Pancasila Butir-Butir Filsafat Ke Indonesia :Kanisius 2015, hlm 555
12
Armada Riyando,dkk Kearifan Lokal Pancasila Butir-Butir Filsafat Ke Indonesia : Kanisius 2015,hlm 558
13
Puji Rahayu, Tradisi-tradisi islam Nusantara Perspektif Filsafaat dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta :Formaci
2019), 140
14
Miranita Khusniati, dkk, Kajian Etnosains dan Etnoekologi dalam Budaya Jawa (Magelang: Pustaka Rumah
Cinta 2020), 141

7
pelaksanaan tradisi yang ditujukan hanya kepada nenek moyang yang menempati
suatu tempat, namun ada juga yang melakukan tradisi Nyadran ditujukan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan adanya bentuk pemborosan dalam pelaksanaan tradisi
nyadran. Faktanya adalah diera modernisasi saat ini, nyadran telah menjadi suatu
tradisi atau bentuk kebudayaan bagi masyarakat Jawa yang menjadi sebuah kearifan
lokal, makna yang terkandung dalam tradisi nyadran dalam era modernisasi serta
dampak yang di rasakan masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Nyadran di Era
Modernisasi saat ini. Dampak modernisasi hanya terjadi pada fisik nyadran dan
prosesnya saja. Makna tradisi nyadran tetap dilestarikan atau dijaga agar hidup subur
sejak zaman nenek moyang.15

Sebagai salah satu kearifan lokal Tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai Tasawuf
yang berhubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Meski nilai-nilai dalam Nyadran
tinggi Namun masih sedikit meneliti dan mengembangkannya sebagai lintas Tasawuf.
Pada saat ini masyarakat justru terjebak pada paham takfiri (mengafirkan), tabdi
(membid’ahkan), dan tasyri (mensyrikkan) mereka belum meneliti, mengkaji secara
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Tasawuf harusnya dipegang masyarakat,
terutama para pelaku pembangunan dengan tujuan kesan negatif bagi masyarakat
Indonesia dapat dihilangkan.16

2.6. Hubungan Nyadran dengan Agama

Masyarakat muslim di Tanah Jawa mengenal adat Nyadran yang dilaksanakn


pada setiap sya’ban atau ruah. Acara ini dilaksanakan dengan berdoa bersama
keluarga yang dilanjutkan dengan ziarah kubur kemakam-makam leluhur menjelang
bulan Ramadhan. Momentum Nyadran ini mereka gunakan untuk membersihkan
makam dan menabur bunga diatas pusara serta memohon doa ampunan kepada Allah
SWT. Ketika Nyadran berlangsung biasanya diisi dengan membaca AL-QURAN
bersama-sama, zikir, dan doa untuk para leluhur. Masyarakat Jawa Hindu mempunyai
upacara disebut Nyadran, yang ketika Wali Songo menjalankan dakwahnya di tanah
Jawa tradisi itu tetap ada dan dikembangkan oleh mereka dengan melakukan nilai-
nilai ke Islaman didalmnya sehingga masyarakat pada akhirnya memeluik Agama
Islam. Dibeberapa daerah Tradisi Nyadran tideak lepas dari sejumlah perangkat atau

15
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=+dampak+nyadran+jawa&btnG=
16
Dede Rosyada, Dkk, Pendidikan Sufistik Sebagai Penguatan Moderasi Beragama Mahasiswa di-UIN K.H.
Abdurrahman Wahid Pekalongan, 242

8
makanan. Makanan-makanan itu sengaja di buat supaya muda diingat. Dalam
memahami simbol-simbol tradisi Jawa, para Wali Songo berhasil memadukan dengan
harmonis tradisi bersi kubur atau Nyadran. Maksudnya adalah sebelum beribadah
puasa seseorang harus suci baik lahir maupun batin. Berikut beberapa simbol yang
digunakan oleh para Wali Songo dalam mempermudah pemahaman masyarakat akan
ajaran Islam dan Dakwahnya:

a. Apem = Ampunan
b. Ketan = Khatam membaca AL-Quran
c. Kolak = Sang Khalik atau Allah
d. Takir = Zikir (anjuran agar manusia mengingat Allah SWT). 17

17
Jondra Pianda, Blak-Blakan Bahas Mapel Pendidikan Agama Islam SMP (Yogyakarta: Cabe Rawit, 2012) 362.

9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan

Dari hasil pemaparan makalah diatas kita dapat mengetahui tradisi


Nyadran tradisi ini biasanya dilakukan pada awal dilaksanakan pada setiap hari
ke-10 bulan rajab. Tradisi Nyadran ini dilakukan dimakam atau kuburan dengan
tujuan untuk mengenang dan menghormati leluhur serta mengucap syukur kepada
Tuhan yang Maha Esa atas nikmat dan hikmat yang di terima oleh masyarakat
Jawa. Tradisi nyadran ini dilakukan juga untuk mempererat rasa kekeluargaan,
lapang dada. Tradisi Nyadran ini masih dilakukan atau dilaksanakan di era
Globalisasi sekarang. Globalisasi tidak dapat memudarkan semangat para keluarga
untuk tetap melaksanakan dan melestarikan tradisi Nyadran ini. Globalisasi juga
memberikan pengaruh diantaranya adalah semakin banyaknya masyarakat yang
mengikuti sebuah tradisi ini. Globalisasi ternyata tidak mampu menggeser dan
mengubah ritual-ritual tradisi nyadran ini. Selain itu karna pesatnya arus
Globalisasi masyarakat diharuskan memiliki upaya untuk menjaga eksistensi
tradisi Nyadran.

3.2. Saran

Dari sebuah makalah diatas penulis dapat memaparkan bebarapa saran


sebagai berikut:

1. Perlunya sosialisai tentang tujuan dan arti tradisi Nyadran kepada


masyarakat suku Jawa sehingga tradisi Nyadran tidak terkikis oleh
zaman modren saat ini.
2. Bagi masyarakat tradisi Nyadran agar dilestarikan dikarenakan
terdapat sebuah nilai-nilai luhur yang sangat berguna terhadap
kehidupan. Bagi generasi yang sudah tua diharapkan tradisi Nyadran
ini dikenalkan kepada generasi muda agar generasi sekarang atau muda
dapat mengetahui dan melakukan tradisis Nyadran.

10
3. Bagi pemerintah agar bekerjasama dengan masyarakat dengan
masyarakat dan memperhatikan tradisi nyandran karena merupakan
sebuah ciri khas di dalam tradisi

DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem, Islam Abangan dan Kehidupannya , Yogyakarta: DIPTA, 2015

Diadara Nova, Dkk, 100+ Tempat Wisata Dan Budaya di- Indonesia Magelang Pustaka
Rumah Cinta 2021
Dimyati, Akhmad, Kiai Ibrahim dan Tempat- Tempat Ibadat, Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2012

Dede Rosyada, Dkk, Pendidikan Sufistik Sebagai Penguatan Moderasi Beragama


Mahasiswa di-UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
El-jaquene, Fery Taufiq, Asal-Usul Orang Jawa, Yogyakarta: Araska 2019
El Jauquene, Tauifiq,Demak Bintoro, Askara : Yogyakarta 2020
Khairul,Rally, Komunikasi Budaya Dan Dokumentasi Kontenporer, Unpad Press :2019
Khusniati, Miranita, dkk, Kajian Etnosains dan Etnoekologi dalam Budaya Jawa,
(Magelang: Pustaka Rumah Cinta 2020

Piliang, Santo Saba, Bali Bukan India, 2020

Rahayu, Puji, Tradisi-tradisi islam Nusantara Perspektif Filsafaat dan Ilmu


Pengetahuan, Jakarta :Formaci 2019
Riyando, Armada dkk, (Kearifan Lokal Pancasila Butir-Butir Filsafat Ke Indonesia,
Kanisius 2015
Supriyanto Sodik, Dkk, Living,Qur’an Terhadap Tradisi Masyarakat Linggoasri
Pekalongan: Nasya Expanding Management, 2023

Susilorini, Retno Susi, Kearifan Lokal Jawa Tengah Tak Lekang Oleh Waktu,
Universitas Katolik Soegijapranata 2021

11

Anda mungkin juga menyukai