Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEBUDAYAAN JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH : KELOMPOK


Rosnaini Yolanda
Sastra Widya Ningtyas
Diko Saputra
Ello Sabiolillah
Nanda Maulana

SMA KURNIA JAYA


TAHUN AJARAN 2023/2024

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan sehingga kami
dapat menyusun makalah ini hingga selesai. Terima kasih kepada ibu/bpk guru yang telah
membimbing kami dalam menyusun sebuah materi ini dengan baik. Makalah ini berjudul
”Budaya Jawa Tengah” dan kami akan menyajikan perkembangan cabe tersebut dalam
pertumbuhannya yang telah kami teliti setiap harinya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai pratikum pelajaran biologi sekaligus untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat m
egharapkan saran dan kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Lubuk Raja, 2023

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Maksud dan Tujuan......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Jawa Tengah...................................................................................................... 3
B. Kependudukan................................................................................................................ 7
C. Tradisi Upacara Adat...................................................................................................... 12
D. Sistem Religi dan Kepercayaan...................................................................................... 19

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..................................................................................................................... 20
B. Saran............................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka................................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan dan suku, seperti Batak,
Minahasa, Ambon, Flores, Bali, Jawa, Sunda, dll. Apalagi dengan adanya pulau-pulau yang
terpisah, membuat keunikan tersendiri bagi bangsa Indoesia, hampir setiap pulau memiliki
bahasa, adat istiadat atau yang biasa disebut kebudayaan yang berbeda meskipun pada intinya
sama. Namun dalam makalah ini tidak akan membahas semua kebudayaan di Indonesia,
namun di Jawa Tengah saja.
Jawa Tengah memiliki kebudayaan yang unik yaitu pada tradisi leluhur, meskipun pada
saat ini tradisi tersebut sudah banyak luntur karena adanya globalisasi yang membuar
masyarakat Jawa menganggap bahwa tradisi tersebut “ribet”. Namun biasanya tradisi tersebut
masih diterapkan pada acara ritual seperti pernikahan, saat melahirkan, atau pada tanggal-
tanggal tertentu, meskupun sudah tidak seketat zaman dahulu. Jawa Tengah sendiri berada di
utara Samudra Hindia dan selatan pantai utara Jawa sehingga jelas bahwa Jawa Tengah
memiliki perairan yang luas, selain itu juga banyak sekali pegunungan serta gunung-gunung
yang berapi maupun tidak berapi sehingga memiliki tanah yang sangat subur, dan masyarakat
sendiri memang sangat dekat dan mencintai alamnya. Disamping semua kekayaan di atas
masyarakat Jawa Tengah atau yang sering disebut suku Jawa menyimpan segudang
kebudayaan yang beraneka ragam dan juga banyak yang berbau mistis. Namun disini saya
akan menekankan bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia, sehingga sangat
jelas sekali bahwa kebudayaan adalah suatu tindakan, perilaku, adat-istiadat yang baik yang
dimiliki suatu daerah dan menjadi sebuah kebiasaan pada kehidupan sehari-hari.

B.  MAKSUD DAN TUJUAN

Setiap masyarakat memiliki kewajiban menjaga dan melestarikan budayanya, maka


makalah ini memiliki maksud dan tujuan agar masyarakat mengetahui kebudayaan Jawa
Tengah di tengah-tengah tergerusnya kebudayaan dalam negeri oleh fenomena globalisasi,
dan untuk menumbuhkan akan rasa cinta dan bangga terhadap budaya sendiri dan tidak
melupakannya. Karena bagaimanapun juga kebudayaan merupakan ciri khas dari masyarakat

1
yang tinggal di daerah tersebut, apabila mereka tidak memiliki kebudayaan atau telah
meninggalkannya “dengan sengaja” maka ia tidak memiliki karakter dan mudah terombang-
ambing oleh kebudayaan lain

2
BAB II
PEMBAHASAN

            Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi yang terletak di tenga pulau Jawa. Provinsi
ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah
Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di
sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa.
Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan
perbatasan Jawa Barat), sertaKepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Pengertian Jawa
Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayahDaerah
Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun
demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda
dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada
pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh
provinsi ini.

A. Sejarah Jawa Tengah


Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia Belanda. Hingga tahun
1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah (gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu,
Banyumas, dan Pekalongan. Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan
(vorstenland) yang berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan
Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri atas kabupaten-
kabupaten. Waktu itu Rembang Gewest juga meliputi Regentschap Tuban dan Bojonegoro.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905, gewesten diberi otonomi dan
dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga dibentuk gemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu
Pekalongan, Tegal, Semarang, Salatiga, dan Magelang.
Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan sebagai daerah otonom yang juga memiliki Dewan
Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri atas beberapa karesidenan (residentie), yang
meliputi beberapa kabupaten (regentschap), dan dibagi lagi dalam beberapa kawedanan
(district). Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5 karesidenan, yaitu: Pekalongan, Jepara-
Rembang, Semarang, Banyumas, dan Kedu.
Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1946 Pemerintah membentuk daerah swapraja
Kasunanan dan Mangkunegaran; dan dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui
Undang-undang ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang

3
meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang tersebut hingga kini
diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah, yakni tanggal 15 Agustus 1950.

Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan
Jawa mengakar di Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di
tepian Sungai Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba
yang kini menghuni Museum Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi sejarah, betapa
tuanya bumi Jawa Tengah sebagai kawasan pemukiman yang dengan sendirinya merupakan
suatu kawasan budaya. Dari kebudayaan purba itulah kemudian tumbuh dan berkembang
sosok kebudayaan Jawa klasik yang hingga kini terus bergerak menuju kebudayaan
Indonesia.
Kata klasik ini berasal dari kata Clacius, yaitu nama orang yang telah berhasil menciptakan
karya sastra yang mempunyai “nilai tinggi”. Maka karya sastra yang tinggi nilainya hasil
karya Clacius itu dinamakan “Clacici”. Padahal Clacici adalah golongan ningrat/bangsawan,
sedangkan Clacius termasuk golongan ningrat, oleh karena itu hasil karya seni yang
mempunyai nilai tinggi disebut “seni klasik”.
Bengawan Solo bukan hanya terkenal dengan lagu ciptaan Gesang akan tetapi lebih daripada
itu lembahnya terkenal sebagai tempat dimana banyak sekali diketemukan fosil dan
peninggalan awal sejarah kehidupan di atas bumi ini.
Pada tahun 1891 Eugene Dubois menemukan sisa-sisa manusia purba yang diberi nama
“Phitecanthropus Erectus” di daerah Trinil, Ngawi Karesidenan Madiun. Ternyata fosil-fosil
itu lebih purba (tua) dan lebih primitif daripada fosil-fosil Neanderthal yang ditemukan di
Eropa sebelumnya. Penggalian-penggalian diteruskan hingga pada sekitar tahun 1930-1931
ditemukan lagi fosil manusia di Ngandong dan di Kedungbrubus daerah Sangiran. Fosil ini
lebih tua dari yang ditemukan di Jerman maupun di Peking. Berbeda dengan penemuan di
bagian dunia lain, penemuan fosil-fosil pulau Jawa didapat pada semua lapisan Pleistoceen
dan tidak hanya pada satu lapisan saja. Hingga nampak jelas perkembangan manusia sejak
dari bentuk ‘keorangan’nya yang mula-mula (homonide), sedang dari bagian lain di dunia
penemuan-penemuan itu tidak memberi gambaran yang sedemikian lengkap. Manusia purba
itu diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-
keluarga yang terdiri dari enam shingga duabelas individu. Mereka hidup berburu binatang di
sepanjang lembah-lembah sungai. Cara hidup seperti ini agaknya tetap berlangsung selama
satu juta tahun. Kemudian diketemukan sisa-sisa artefak yang terdiri dari alat-alat kapak batu
di sebuah situs di dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi

4
diperkirakan berumur 800.00 tahun dan diasosiasikan dengan fosil Pithecanthropus yang
telah berevolusi lebih jauh. Dengan demikian diperkirakan bahwa sejak paling sedikit
800.000 tahun yang lalu para pemburu di pulau Jawa sudah memiliki suatu kebudayaan.
Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak
mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada
pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu
mati. Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang,
bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu keturunan
selanjutnya.
Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat
pada sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat
istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan
di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan
kebudayaan masa silam yang tak ternilai harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-
batu prasasti, tergores di daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra
Jawa klasik yang hingga kini tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan. Ada pula warisan
kebudayaan yang bermutu tinggi dalam wujud seni tari, seni musik, seni rupa, seni
pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni busana, adat istiadat, dsbnya.
Masyarakat Jawa Tengah sebagai ahli waris kebudayaan Jawa klasik bukanlah masyarakat
yang homogen atau sewarna, melainkan sebuah masyarakat besar yang mekar dalam
keanekaragaman budaya. Hal itu tercermin pada tumbuhnya wilayah-wilayah budaya yang
pada pokoknya terdiri atas wilayah budaya Negarigung, wilayah budaya Banyumasan dan
wilayah budaya Pesisiran.
Wilayah budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta – Yogyakarta dan sekitarnya
merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan tradisikraton(Surakarta dan
Yogyakarta). Wilayah budaya Banyumasan menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan
Bagelen. Sedangkan wilayah budaya pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah
yang memanjang dari Timur ke Barat.
Keragaman budaya tersebut merupakan kondisi dasar yang menguntungkan bagi mekarnya
kreatifitas cipta, ras dan karsa yang terwujud pada sikap budaya.
Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan
hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di
Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat, laut maupun udara.
5
Provinsi ini telah melewati sejarah yang panjang, dari jaman purba hingga sekarang.
Dalam usaha memperkenalkan daerah Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya,
Provinsi Jawa Tengah sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan
daerah di Taman Mini “Indonesia Indah” yang juga disebut “Anjungan Jawa Tengah”.
Anjungan Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” merupakan “show window” dari
daerah Jawa Tengah.
Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini “Indonesia Indah” dibangun untuk membawakan
wajah budaya dan pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta
bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang
dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, yang berarsitektur Jawa asli.
Bangunan induknya berupa “Pendopo Agung”, tiruan dari Pendopo Agung Istana
Mangkunegaran di Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa.
Propinsi Jawa Tengah juga terkenal dengan sebutan “The Island of Temples”, karena
memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi. Miniatur dari candi Borobudur, Prambanan
dan Mendut ditampilkan pula di Padepokan Jawa Tengah. Padepokan Jawa Tengah juga
merupakan tempat untuk mengenal seni bangunan Jawa yang tidak hanya berupa bangunan
rumah tempat tinggal tetapi juga seni bangunan peninggalan dari jaman Sanjayawangça dan
Syailendrawangça.
Pendopo Agung yang berbentuk ”Joglo Trajumas” itu berkesan anggun karena atapnya yang
luas dengan ditopang 4 (empat) Soko guru (tiang pokok), 12 (dua belas) Soko Goco dan 20
(dua puluh) Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan momot,
artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat
menerima tamu. Bangunan Pendopo Agung ini masih dihubungkan dengan ruang Pringgitan,
yang aslinya sebagai tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini
berarsitektur Limas. Bangunan lain adalah bentuk-bentuk rumah adat “Joglo Tajuk
Mangkurat”, “Joglo Pangrawit Apitan” dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
Sesuai dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan kesenia-kesenian
daerah yang secara tetap didatangkan dari Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi
Jawa Tengah di samping pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota,
dengan tidak meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga kini masih
tampak mewarnai berbagai aspek seni budaya itu sendiri, adat-istiadat dan tata cara
kehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Bangunan Joglo Pangrawit Apitan di Anjungan Jawa Tengah TMII terletak bersebelahan
dengan sebuah panggung terbuka yang berlatar belakang sebuah bukit dengan bangunan
6
Makara terbuat dari batu cadas hitam bertuliskan kata-kata “Ojo Dumeh” dalam huruf Jawa
berukuran besar. Perkataan Ojo Dumeh mempunyai makna yang dalam, sebab artinya,
“Jangan Sombong”, sebuah anjuran untuk senantiasa mampu mengendalikan diri, justru di
saat seseorang merasa mempunyai keberhasilan. Di panggung inilah pengunjung dapat
menyaksikan pergelaran acara khusus Anjungan yang biasanya merupakan acara-acara
pilihan.

B. Kependudukan
            Berdasarkan angka sementara Proyeksi Sensus Penduduk (SP) Jawa Tengah pada
tahun 2011 tercacat sebesar 32,64 juta jiwa atau sekitar 13,54 persen dari jumlah penduduk
Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan
jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk
perempuan lebih besar dibanding dengan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh
rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan)
sebesar 99,42.
            Penduduk Jawa Tengah ternyata belum tersebar secara merata di seluruh Jawa
Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan daerah
kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 1.003 jiwa
setiap kilometer persegi, dan wilayah terpadat adalah kota Surakarta dengan tingkat
kepadatan sekitar 11 ribu orang setiap kilometer persegi.
            Jumlah rumah tangga sebesar 8,9 juta pada tahun 2011 sedangkan rata-rata penduduk
per rumah tangga di Jawa Tengah tercatat sebesar 3,7 jiwa.
 Seni Budaya
1.      Gamelan Jawa
Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong
kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya
Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran
Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya
Keraton.
2.        Keris Jawa
Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan
terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara
temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di
kalender masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan

7
terbesar pada hari satu sura. Keris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu
keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur
dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara
pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT )
dengan duatu apaya spiritual oleh sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha
pencipta alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah
sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata
pusaka itu.
3.        KesenianTarian Jawa
Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini.Ternyata pada masa
kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi.    Jika dalam lingkungan rakyat tarian
bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar,
rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang
terdapat pada     tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah     
dengan gerak mata.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti
wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya
Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646)
dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan
Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia)
(Soedarsono, 1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.
4.        Kesenian Wayang
1)      Wayang Kulit Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum
kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.
Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa
yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animism dan dynamisme. Menurut Kitab Centini, tentang
asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan
oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri. Sektar abad ke 10 Raja Jayabaya
berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar.
Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi
Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya
termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai
penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali
adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.
8
2)      Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan adalah jenis pertunjukan wayang kulit yang bernafas
Banyumas. Lakon-lakon yang disajikan dalam pementasan tidak berbeda wayang kulit
purwo, yaitu bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Spesifikasi wayang kulit
gagrag Banyumasan adalah terletak pada tehnik pembawaannya yang sangat dipengaruhi oleh
latar belakang budaya masyarakat setempat yang memilik pola kehidupan tradisional agraris.
3)      Wayang Bocah
Berbagai macam pertunjukan kesenian yang anda lihat di Solo belum lengkap rasanya
sebelum melihat bertunjukan wayang bocah biasanya pernain wayang adalah orang dewasa
namun seperti namanya, wayang ini dimainkan anak anak atau dalam bahasa jawa disebut
bocah. Meskipun demikian kepiawaian mereka bermain tak kalah dengan wayang orang yang
dimainkan orang dewasa. Bahkan selain melihat pertunjukannya. , juga dapat melihat
latihannya dengan mengunjungi sanggar tari Wayang Bocah Suryo Sumirat di
Mangkunegaran atau Meta Budaya di Kampung Baluwarti.
4)      Wayang Orang Sriwedari
Wayang Orang berkembang sejak abad XVIII. Diilhami dari drama yang telah berkembang
di Eropa, KGPAA Mangkunegoro I di Surakarta menciptakan Wayang Orang, bnamuiuntidak
berkembang lama. pada saat Paku Buwono X membangun Sriwedari sebagai taman hiburan
untuk umum dan diresmikan pada tahun 1899, diadakan pertunjukan Wayang Orang yang
kemudian hidup sampai sekarang. Wayang Orang Sriwedari telah berjasa besar ikut serta
melestarikan kebudayaan bangsa,yaitu seni wayang orang, seni tari, seni busana, seni suara
serta seni karawitan.
5)      Wayang Golek Menak
Dijaman penyiaran agama Islam masuk ke wilayah Pulau Jawa khususnya diwilayah Pantura
Pulau Jawa mengalami hambatan -terutama diwilayah Kota Pemalang sebagian masyarakat
banyak yang menganut agama Hindu. Karena daerah Pemalang merupakan tanah perdikan
dari Kerajaan Majapahit.
Untuk dapat mempengaruhi ajaran-ajaran Islam para sunan wali dan ulama syiar dengan
menggunakan wayang sebagai medianya. Di Kabupaten Pemalang ada beberapa jenis
wayang yang tumbuh dan subur diantaranya : wayang kulit, wayang kemprah, wayang tutur,
wayang golek cepak, wayang golek badong, wayang golek menak.
Diantara wayang yang kami sebutkan di atas wayang kulit dan wayang golek menak yang
mendapat hati di masyarakat. Untuk itu, kami mengangkat wayang golek menak sebagai
kesenian unggulan. Bentuk wayang tak ubahnya dengan wayang golek di daerah kami,
9
terbuat dari kayu, dengan wajah tiga dimensi yang menggambarkan tokoh - tokoh pada masa
dahulu yang bersumber dari tokoh legenda dan tokoh islam.
Cerita mengambil dari dua sumber, bisa menceritakan ajaran - ajaran Islam dan cerita -cerita
daerah setempat , tinggal menurut apa keinginan masyarakat atau kehendak yang punya hajat
ataupun panitia.
Ke Khasan Wayang Golek MenakCerita daerah setempat dengan cerita yang tidak dimiliki
daerah lain.Gending. Gending iringan adaiah gending cengkok khusus daerah setempat
Pernalangan Yang tidak di ajarkan di pawiyatan seperti iringan wayang kulit misainya.Sastra
dan Sabet. Sastra kadang muncul dengan khas wayang golek menak serta sabet atau gerak
Wayang golek
1.      Produk Khas
1)      Batik (Batik of Central Java) Salah satu jenis produk sandang yang berkembang pesat
di Jawa tengah sejak beberapa dekade, bahkan beberapa abad yang lalu, adalah kerajinan
batik. Sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengenal batik baik dalam coraknya yang
tradisional maupun yang modern. Pada umumnya batik digunakan untuk kain jarik, kemeja,
sprey, taplak meja, dan busana wanita. Mengingat bahwa jenis produk ini amat dipengaruhi
oleh selera konsumen dan perubahan waktu maupun model, maka perkembangan industri
batik di Jawa Tengah juga mengalami perkembangan yang cepat baik menyangkut
rancangan, penampilan, corak dan kegunaannya, disesuaikan dengan permintaan dan
kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri. Tradisonal secara historis berasal dari
zaman nenek moyang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat
itu motif batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah
perkembangannya batik di Jawa Tengah mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak
lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan,
relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan
dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan
filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa
Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik
tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Sentra produksi batik di Jawa Tengah banyak
dijumpai di Kabupaten Pekalongan,Kota Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sragen.
Dari sisi permintaan dan keunikan produk, peluang usaha di bidang industri batik masih
terbuka luas dan sangat menguntungkan. Pemasaran batik selain untuk konsumsi lokal juga
telah menembus pasar Eropa dan Amerika.
10
2)      Mebel Ukir
Salah satu produk kayu olahan yang pertumbuhannya amat pesat dalam beberapa dekade
terakhir ini adalah produk mebel dan furniture. Berawal dari pekerjaan rumah tangga, produk
mebel kini telah menjadi industri yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja
terdidik yang tidak sedikit. Produk jenis ini secara prinsip dibagi dalam dua kategori yaitu
mebel untuk taman (garden) dan interior dalam rumah (indoor).
Mebel dari Jawa Tengah ( furniture from Central Java )sudah terkenal sejak lama baik karena
kualitas, seni maupun harganya yang kompetitif. Banyak konsumen baik dalam maupun luar
negeri yang memesan furniture antik, yang walaupun dibuat baru, namun diproses seolah-
olah merupakan produk kuno (antik). Ada pula produk furniture yang dibuat dari bonggol
(tonggak) pohon yang dengan sentuhan-sentuhan seni berubah menjadi produk furniture yang
sangat menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Sedangkan corak dan gaya fungsional dan
modern juga berkembang pesat bersamaan meningkatnya permintaan untuk kebutuhan
perkantoran dan hotel yang pembangunannya tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir
ini, baik di dalam maupun luar negeri.
Produk furniture, khususnya ukiran dikembangkan oleh para pengrajin Jawa Tengah
berdasarkan keterampilan mengukir yang diwariskan oleh para leluhurnya. Disamping itu, di
Kota Semarang terdapat sekolah kejuruan yang mengkhususkan diri di bidang design dan
teknik perkayuan (PIKA) yang menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian tinggi. Para
luklusan PIKA tersebut telah ikut menjadi tulang punggung industri permebelan di Jawa
Tengah hingga mampu menghasilkan produk berkualitas dan memiliki daya saing tinggi yang
tidak kalah dengan produk luar negeri.
Produksi mebel Jawa Tengah berkembang dan tumbuh pesat seiring dengan permintaan yang
meningkat dari dalam maupun luar negeri, baik desain, konstruksi, corak maupun
pewarnaannya. Sebagian bahannya terbuat dari kayu, dan saat ini makin bervariasi karena
bahan bakunya tidak lagi semata-mata kayu jati tetapi juga mulai banyak menggunakan kayu
mahoni dan jenis lainnya, serta bahan logam.
Sentra-sentra produksi mebel di Jawa Tengah tersebar di Kota Semarang, Kabupaten
Jepara, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten
Rembang,Kabupaten Blora, Batang, Sragen. Investasi di produk ini masih terbuka dengan
persaingan yang cukup ketat.

11
C. Tradisi Upacara Adat
A.  Upacara adat Tingkepan atau Mintoni sendiri merupakan sebuah upacara adat yang
dilaksanakan untuk memperingati kehamilan pertama ketika kandungan sang ibu hamil
tersebut memasuki bulan ke tiga, lima dan puncaknya ke tujuh bulan. Adapun maksud dan
tujuan dari digelarnya upacara adat ini adalah untuk mensucikan calon ibu berserta bayi yang
di kandungnya, agar selalu sehat segar bugar dalam menanti kelahirannya yang akan datang.
Kronologi singkat dari upacara tingkepan ini sendiri adalah menggelar selametan pada bulan
ketiga, lima dan kemudian puncaknya adalah pada bulan ke tujuh sang ibu hamil pun
menggelar sebuah prosesi upacara berupa memandikan atau mensucikan calon ibu berserta
bayi yang di kandung, agar kelak segar bugar dan selamat dalam menghadapi kelahirannya.
1.      Pertama-tama sang calon ayah dan calon ibu yang akan melakukan upacara Tingkepan duduk
untuk menemui tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan upacara Tingkepan ini di
ruang tamu atau ruang lain yang cukup luas untuk menampung para undangan yang hadir.
Setelah semua undangan hadir maka barulah kemudian sang calon ibu dan ayah inipun di
bawa keluar untuk melakukan ritual pembuka dari acara tingkepan itu sendiri yakni
sungkeman. Sungkeman adalah sebuah prosesi meminta maaf dan meminta restu dengan cara
mencium tangan sambil berlutut. Kedua calon ayah dan calon ibu dengan diapit oleh kerabat
dekat diantarkan sungkem kepada eyang, bapak dan ibu dari pihak pria, kepada bapak dan ibu
dari pihak puteri untuk memohon doa restu. Baru kemudian bersalaman dengan para tamu
lainnya.
2.      Setelah acara sungkeman selesai barulah kemudian digelar upacara inti yakni memandikan si
calon ibu setelah sebelumnya peralatan upacara tersebut telah dipersiapkan. Alat-alat dan
bahan dalam upacara memandikan ini sendiri adalah antara lain bak mandi yang dihias
dengan janur sedemikian rupa hingga kelihatan semarak, alas duduk yang terdiri dari
klosobongko, daun lima macam antara lain, daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo,
daun dadapserat dan daun nanas. Jajan pasar yang terdiri dari pisang raja, makanan kecil,
polo wijo dan polo kependem, tumpeng rombyong yang terdiri dari nasi putih dengan lauk
pauknya dan sayuran mentah. Baki berisi busana untuk ganti, antara lain kain sidoluhur;
bahan kurasi; kain lurik yuyu sukandang dan morikputih satu potong; bunga telon yang
terdiri dari mawar, melati dan kenanga; cengkir gading dan parang serta beberapa kain dan
handuk.
3.      Setelah semua bahan lengkap tersedia maka barulah kemudian si calon ibu pun di mandikan.
Pertama-tama yang mendapat giliran memandikan biasanya adalah nenek dari pihak pria,
nenek dari pihak wanita, dan kemudian barulah secara bergiliran ibu dari pihak pria, ibu dari
12
pihak wanita, para penisepuh yang seluruhnya berjumlah tujuh orang dan kesemuanya
dilakukan oleh ibu-ibu. Disamping memandikan, para nenek dan ibu-ibu ini pun diharuskan
untuk memberikan doa dan restunya agar kelak calon bayi yang akan dilahirkan dimudahkan
keluarnya, memiliki organ tubuh yang sempurna (tidak cacat), dan sebagainya.
4.      Sementara itu, ketika calon ibu dimandikan maka yang dilakukan oleh calon ayah berbeda
lagi yakni mempersiapkan diri untuk memecah cengkir (kelapa muda) dengan parang yang
telah diberi berbagai hiasan dari janur kelapa. Proses memecah cengkir ini sendiri hanya
sekali ayun dan harus langsung terbelah menjadi dua bagian. Maksud dari hanya sekali ayun
dan harus langsung terbelah ini sendiri adalah agar kelak ketika istrinya melahirkan sang
anak tidak mengalami terlalu banyak kesulitan. Setelah semua upacara itu terlewati, langkah
selanjutnya adalah sang calon ayah dan calon ibu yang telah melakukan upacara tersebut pun
diiring untuk kembali masuk kamar dan mengganti pakaian untuk kemudian bersiap
melakukan upacara selanjutnya yakni memotong janur. Prosesi memotong janur ini sendiri
adalah pertama-tama janur yang telah diambil lidinya itu dilingkarkan ke pinggang si calon
ibu untuk kemudian dipotong oleh si calon ayah dengan menggunakan keris yang telah
dimantrai. Proses memotong ini sama seperti halnya ketika memecah cengkir, sang calon
ayah harus memotong putus pada kesempatan pertama.
1.      Setelah selesainya upacara memotong janur ini pun kemudian dilanjutkan dengan upacara
berikutnya yakni upacara brojolon atau pelepasan. Upacara brojolan ini sendiri adalah sebuah
upacara yang dilakukan oleh calon ibu sebagai semacam simulasi kelahiran.
Dalamupacara ini pada kain yang dipakai oleh calon ibu dimasukkan cengkir gading yang
bergambar tokoh pewayangan yakni Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih. Tugas
memasukkan cengkir dilakukan oleh ibu dari pihak wanita dan ibu dari pihak pria bertugas
untuk menangkap cengkir tersebut di bawah (antara kaki calon ibu). Ketika cengkir itu
berhasil ditangkap maka sang ibu itu pun harus berucap yang jika dibahasa Indonesiakan
berbunyi, “Pria ataupun wanita tak masalah. Kalau pria, hendaknya tampan seperti Batara
Kamajaya dan kalau putri haruslah cantik layaknya Batari Kamaratih.” Kemudian seperti
halnya bayi sungguhan, cengkir yang tadi ditangkap oleh ibu dari pihak pria ini pun di bawa
ke kamar untuk ditidurkan di kasur.
2.      Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh calon ibu ini pun harus memakai tujuh
perangkat pakaian yang sebelumnya telah disiapkan. Kain-kain tersebut adalah kain khusus
dengan motif tertentu yaitu kain wahyutumurun, kain sidomulyo, kain sidoasih, kain
sidoluhur, kain satriowibowo, kain sidodrajat, kain tumbarpecah dan kemben liwatan.
Pertama, calon ibu mengenakan kain wahyutumurun, yang maksudnya agar mendapatkan
13
wahyu atau rido yang diturunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Kedua, calon ibu
mengenakan kain sidomulyo, yang maksudnya agar kelak hidupnya mendapatkan kemuliaan.
Ketiga, calon ibu mengenakan kain sidoasih, maksudnya agar kelak mendapatkan kasih
sayang orang tua, maupun sanak saudara. Keempat, calon ibu mengenakan busana kain
sidoluhur, maksud yang terkandung di dalamnya agar kelak dapat menjadi orang yang
berbudi luhur. Kelima, calon ibu mengenakan kain satriowibowo, maksudnya agar kelak
dapat menjadi satria yang berwibawa. Keenam, calon ibu mengenakan busana kain
sidodrajat, terkandung maksud agar kelak bayi yang akan lahir memperoleh pangkat dan
derajat yang baik. Ketujuh, calon ibu mengenakan busana kain tumbarpecah dan kemben
liwatan yang dimaksudkan agar besok kalau melahirkan depat cepat dan mudah seperti
pecahnya ketumbar, sedangkan kemben liwatan diartikan agar kelak dapat menahan rasa sakit
pada waktu melahirkan dan segala kerisauan dapat dilalui dengan selamat. Sambil
mengenakan kain-kain itu, ibu-ibu yang bertugas merakit busana bercekap-cakap dengan
tamu-tamu lainnya tentang pantas dan tidaknya kain yang dikenakan oleh calon ibu. Kain-
kain yang telah dipakai itu tentu saja berserakan dilantai dan karena proses pergantiannya
hanya dipelorotkan saja maka kain-kain tersebutpun bertumpuk dengan posisi melingkar
layaknya sarang ayam ketika bertelur. Dengan tanpa dirapikan terlebih dahulu kain-kain
tersebut kemudian dibawa ke kamar.
3.      Prosesi selanjutnya sekaligus sebagai penutup dari rangkaian prosesi upacara tersebut adalah
calon ayah dengan menggunakan busana kain sidomukti, beskap, sabuk bangun tulap dan
belankon warna bangun tulip, dan calon ibu dengan mengenakan kain sidomukti kebaya hijau
dan kemben banguntulap keluar menuju ruang tengahdimana para tamu berkumpul. Di sini
sebagai acara penutup sebelum makan bersama para tamu, terlebih dahulu dilakukan
pembacaan doa dengan dipimpin oleh sesepuh untuk kemudian ayah dari pihak pria pun
memotong tumpeng untuk diberikan kepada calon bapak dan calon ibu untuk dimakan
bersama-sama. Tujuan dari makan timpeng bersama ini sendiri adalah agar kelak anak yang
akan lahir dapat rukun pula seperti orang tuanya. Pada waktu makan ditambah lauk burung
kepodang dan ikan lele yang sudah digoreng. Maksudnya agar kelak anak yang akan lahir
berkulit kuning dan tampan seperti burung kepodang. Sedangkan ikan lele demaksudkan agar
kelak kalau lahir putri kepala bagian belakang rata, supaya kalau dipasang sanggul dapat
menempel dengan baik. Usai makan bersama, acara dilanjutkan upacara penjualan rujak
untuk para tamu sekaligus merupakan akhir dari seluruh acara tingkepan atau mitoni. Sambil
bepamitan, para tamu pulang degan dibekali oleh-oleh, berupa nasi kuning yang ditempatkan
di dalam takir pontang dan dialasi dengan layah. Layah adalah piring yang terbuat dari tanah
14
liat. Sedangkan, takir pontang terbuat dari daun pisang dan janur kuning yang ditutup kertas
dan diselipi jarum berwarna kuning keemasan.

Upacara Pernikahan Adat Jawa Tengah


Sebelum melaksanakan upacara adat perkawinan, yang pertama kali harus dilakukan adalah
memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar acara dapat berlangsung dengan baik dari
awal sampai akhir.
Masyarakat Jawa Tengah dan sekitarnya akrab dengan budaya leluhur, bila akan
melaksanakan sebuah hajatan, biasanya tak akan lupa menyediakan sesajen di berbagai
tempat tertentu, khususnya di sekitar rumah.
Prosesi Upacara Pernikahan Adat Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
a.      Bersih Lahir Batin
Sebelum kedua mempelai terikat perkawinan, Sebelum pesta perkawinan tradisonal ini
dilangsungkan, keduanya harus dibersihkan terlebih dahulu baik lahir maupun batin.
Tujuannya agar kedua calon mempelai benar-benar bersih dari segala hal dan siap
menyongsong status sebagai suami istri dalam keadaan bersih.
b.      Midodareni
Midodareni adalah acara perkenalan dan silaturahmi antar keluarga. Dari pihak pria
dilakukan oleh sesepuh dan keluarga dekat pengantin pria. Selain itu wakil orang tua
pengantin pria juga dibekali dengan bingkisan balasan sebagai tanda kasih sayang dari
keluarga pengantin wanita.Prosesi midodareni ini adalah awal dari rangkaian pesta
pernikahan tradisonal yang biasa dilakukan di Jawa.
c.       Upacara Injak Telur
Selanjutnya, Upacara dan Pesta Pernikahan Tradisional ini dilanjutkan dengan Upacara
Injak Telur. Acara ini mengandung harapan bagi pengantin wanita untuk segera mempunyai
keturunan, karena injak telur ini identik dengan pecah wiji dadi. Telur ini juga mempunyai
makna sebagai keturunan yang akan lahir sebagai cinta kasih berdua. Kemudian dilanjutkan
mencuci kaki pengantin pria yang dilakukan oleh pengantin wanita yang melambangkan
kesetiaan istri pada suaminya.
d.      Sikepan Sindur
Setelah acara injak telur selesai dilanjutkan dengan sikepan sindur yang dilakukan oleh ibu
pengantin wanita. Sindur ini akan dibentangan pada kedua bahu mempelai. Adapun makna
upacara ini mengandung harapan bahwa dengan sinfur tersebut kelak keduanya akan semakin
erat karena dipersatukan dengan ibunda.
15
Sedangkan tugas ayah sebagai kepala rumah tangga berjalan di muka sebagai pemandu anak
mengikuti langkah terbaik dalam hidup yang akan dijalani. Sang ayah bertugas sebagai
penunjuk jalan kehidupan di masa depan dan hal ini perlu dijadikan contoh bagi pasangan
baru.
e.       Acara Pangkuan
Acara pangkuan disebut juga dengan istilah timbang bobot. Pada acara ini pengantin pria
duduk di paha sebelah kanan dan pengantin wanita duduk di paha sebelah kiri sang ayah
pengantin wanita, yang kemudian ditanya oleh sang ibu mana yang lebih berat dan dijawab
sama berat.
Pada saat ini sang ayah seakan-akan sedang menimbang keduanya yaitu antara anak kandung
dan menantu. Maknanya adalah bila kedua mempelai sudah mempunyai keturunan akan
memiliki kasih sayang kepada putra-putrinya sebagaimana layaknya sang ayah memiliki
kasih sayang yang sama antara anak kandung dan anak menantu.
f.       Kacar-Kucur
Tahap upacara panggih adalah kacar-kucur. Acara ini melambangkan kesejahteraan dan tugas
mencari nafkah dalam kehidupan berumah tangga yang dilakukan dalam bentuk biji-bijian,
beras kuning, uang recehan yang semuanya diberikan kepada ibu. Begitu berat tugas suami
dalam mencari nafkah, begitu juga istri dalam mengelolanya. Meski begitu mereka tetap ingat
kepada orang tua mengingat perannya yang sangat besar dalam kehidupan seseorang.
g.      Dahar Klimah | Dulang-dulangan
Acara selanjutnya adalah dahar klimah atau dulang-dulangan. Acara ini cukup menarik dan
seru karena kedua mempelai saling menyuapi yang dilakukan sebanyak tiga kali dan
dilanjutkan dengan minum air putih.
Proses ini sebenarnya mengandung harapan agar kedua mempelai senantiasa rukun, saling
tolong menolong serta sepenanggungan dalam menempuh hidup baru. Selain itu juga
mengandung makna sebagai ungkapan saling mencintai dan saling memperhatikan pada
pasangan.
h.      Titik Pitik
Setelah dahar klimah, upacara titik pitik pun dilaksanakan. Yaitu saat besan datang untuk
menyaksikan upacara sakral tersebut. Dengan hadirnya besan berarti keluarga semakin
berambah besar dan menjadi satu kesatuan yang kuat sebagai keluarga.
i.        Ngabekten | Sungkeman

16
Ngabekten biasa disebut dengan istilah sungkeman atau menyembah. Sungkeman pertama
ditujukan kepada orang tua yang diteruskan kepada para sesepuh lainnya seperti nenek, kakek
dan sebagainya.
Sungkeman ini dilakukan dengan penuh takzim dan membuat suasana haru, karena pasangan
muda ini sangat awam dalam menghadapi persoalan kehidupan rumah tangga. Padahal sejak
itu mereka harus melangkah sendiri dan akan menjadi orang tua bagi anak-anaknya kelak.
Oleh sebab itulah bekal berupa doa restu merupakan hal yang sangat penting dan ditunggu-
tunggu oleh pasangan pengantin.
Prosesi prosesi tersebut diatas biasanya ada yang dilakukan secara utuh artinya semua
kegiatan upacara pernikahan adat tersebut dilaksanakan semua, ada pula yang
melaksanakan hanya beberapa bagian dari prosesi tersebut diatas.
Semua prosesi tadi biasanya dilakukan sebelum pesta perkawinan atau bersamaan
dengan pesta pernikahan yang biasanya menggunakan pesta pernikahan tradisional juga.
1.      Tedhak Siten (Ritual Turun Tanah)
Tedhak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata siti artinya tanah atau bumi.
Jadi tedhak siten berarti menapakkan kaki kebumi.Ritual tedhak siten      menggambarkan
persiapan seorang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan sukses dimasa
mendatang, dengan berkah Gusti, Tuhan dan bimbingan orang tua dan para guru dari sejak
masa kanak-kanak.
Upacara tedhak siten juga punya makna kedekatan anak manusia kepada IbuPertiwi, tanah
airnya.
Dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar dibumi ini dan sekaligus tetap merawat
dan menyayangi bumi, maka kehidupan didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk
mengingatkan bahwa bumi atau tanah telah memberikan banyak hal untuk menunjang
kehidupan manusia. Tanpa ada bumi,  sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan
manusia , sang suksma yang berbadan halus dan kasar.
Manusia wajib bersyukur kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi
yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang
lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik-baiknya, berkarya nyata,
tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia,
yang semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama.
Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak
terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung
kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendak Gusti.
17
Kapan diadakan upacara tedhak siten?
Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan
kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan hari lima sesuai  kalender Jawa.Oleh
karena itu selapanan terjadi setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh hari Senin Legi, Selasa Paing dst.
Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari dihalaman depan rumah.Selain
kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat,
disamping tentunya diundang juga para saudara dekat.
Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi dengan sesaji yang sesuai.Bermacam
sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai
cantik, menambah sakral dan marak suasana ritual.
Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya bila diurai merupakan sebuah doa permohonan
kepada Gusti, Tuhan, supaya upacara berjalan dengan selamat dan lancar. Juga  tujuan dari
ritual tercapai, mendapatkan berkah Gusti.

Jalannya upacara
            Pertama : Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak bubur tujuh warna yang
terbuat dari beras ketan. Warna-warna itu adalah : merah, putih, oranye, kuning, hijau, biru
dan ungu.
Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Strata
kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi, untuk
menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya
cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi. Seiring pertumbuhan lahir, keperluan
batin  meningkat ke kesadaran spiritual .
            Kedua : Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna, lalu
turun lagi. Tebu merupakan akronim dari antebing kalbu, mantapnya kalbu, dengan tekad
hati yang mantap.
Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak
satria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum
lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.
Ketiga : Turun dari tangga tebu, si anak  dituntun untuk berjalan dionggokan pasir. Disitu dia
mengkais pasir dengan kakinya, bahasa Jawanya ceker-ceker, yang arti kiasannya adalah
mencari makan. Maksudnya si anak setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.

18
            Keempat : Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang dihias apik,
didalamnya terdapat berbagai benda seperti : buku, perhiasan, telpon genggam dlsb.
Dibiarkan bocah itu akan  memegang barang apa. Misalnya dia memegang buku, mungkin
satu hari dia mau jadi ilmuwan. Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli
komunikasi.
Kurungan merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam
kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah
dipilihnya secara intuitif sejak kecil.
Kelima : Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik, yaitu uang logam dicampur berbagai
macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu dewasa menjadi orang yang      dermawan, suka
menolong orang lain. Karena suka menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan
rejeki. Ada juga  ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.
            Keenam : Kemudian anak tersebut dibersihkan dengan dibasuh atau dimandikan
dengan air sritaman, yaitu air yang dicampuri bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan
kantil.
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan
bisa mengharumkan nama baik keluarganya.
Ketujuh : Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan pakaian bersih dan bagus.
Maksudnya supaya si anak mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan bisa membuat
bahagia keluarganya.
            Demikian, ritual tedhak siten telah selesai. Seluruh keluarga berbahagia dan berharap
semoga Gusti memberikan berkahnya, supaya tujuan ritual  berhasil. Selanjutnya para hadirin
dipersilahkan menyantap hidangan yang telah disediakan.

D. Sistem Religi dan Kepercayaan 

Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat suku bangsa
Jawa. Hal tersebut tampak nyata pada bangunan-bangunan tempat beribadah bagi umat Islam.
1.      Golongan Islam santri adalah golongan Islam yang menjalankan ibadahnya sesuai dengan
ajaran Islam. Dengan melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan syariat- syariatnya. 
2.      Golongan Islam Kejawen ialah golongan yang percaya pada ajaran Islam. Tetapi tidak secara
patuh menjalankan rukun Islam. 

19
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Setiap daerah memiliki kebudayaan sendiri-sendiri, dan itu merupakan ciri khas mereka,
meskipun memang pada intinya sama, yaitu mengajarkan atau menuntun kebaikan.
Kebudayaaan sendiri adalah karakter yang nantinya mencirikan tiap-tiap daerah atau bahkan
negara. Memang diakui sendiri peraturannya sulit dan bermacam-macam, namun masyarakat
sendiri dengan sadar diri dan ikhlas melakukannya, karena mereka sadar mereka adalah
bagian dari kebudayaan pada daeah tersebut.Meskipun ada yang berbau mistis, namun
mereka tetap tidak meninggalkan syariat agama masing-masing, artinya mereka dengan
pintar memadukan antara kebudayaan dan ajaran agama. Intinya bahwa kebudayaan adalah
sikap atau kebiasaan yang “baik” yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dan melekat pada
masyarakat tersebut, sekalipun itu sulit dilakukan.

B.  Saran
Budaya merupakan karekter bangsa, maka dari itu kita wajib melestarikan agar kita menjadi
bangsa yang bermartabat. Setiap kebudayaan tidak ada yang baik atau buruk karena pada
intinya sama, yaitu menuntun manusia berbuat baik. Meskipun berbeda namun hati tetap
sama, justru dengan adanya keanekaragaman itu kita menjadi manusia yang bisa lebih
menghargai orang lain.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Tengah
http://www.blogster.com/anjjateng/seni-budaya-jawa-tengah
http://jateng.bps.go.id/
http://psigoblok.wordpress.com/2011/12/29/makalah-softskill-psikologi-lintas-budaya-
kebudayaan-jawa-tengah/
http://id.scribd.com/doc/35037067/16/MATA-PENCAHARIAN

21

Anda mungkin juga menyukai