Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEBUDAYAAN SUKU JAWA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Ilmu Sosial Budaya Dasar

Dosen Pengampu:

SUPARMI, S.Pd, MPH

NIP: 1975092920011220033

Disusun Oleh:

1. Fachri Ridho Ramadhan


2. Ilham Mustafa kamal
3. Mawar Agustin
4. Meilanda Ulandari
5. Mirnawati
6. Misroni Herawati Harahap
7. Nabila Hardini
8. Nabila Nur Jannah
9. Nur Annisyah Putri

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi


Jurusan Kesehatan Lingkungan
Tahun 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut Nama Allah Yang Pengasih Lagi Maha Penyayang.


Alhamdulillah berkat Rahmat-Nya Kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah
kami yang berjudul “Kebudayaan Suku Jawa” dengan tepat waktu. Makalah ini
merupakan suatu pembahasan mengenai kebudayaan.
Indonesia merupakan negara yang sangat luas, terdiri dari beribu pulau dan
bermacam-macam suku bangsa. Ini menunjukakan bahwa masyarakat Indonesia
sebagai masyarakat Multikultural dengan banyak suku yang menjadi penyebab
akan kekayaan budaya di Indonesia.Terutama pada Suku Jawa, Suku Jawa ini
adalah Suku Terbesar dan paling banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Dengan mempelajari kebudayaan Jawa ini, saya berharap agar pembaca
dapat mengetahui dan mengenal lebih banyak hal tentang kebudayaan-
kebudayaan Jawa. Semoga apa yang kami tulisakan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca

Jambi, Februari 2019

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………..…...…....1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….2
1.3 Tujuan……………………………………………………………….………..2
1.4 Manfaat……………………………………………………………….………2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………3

2.1.PengertianKebudayaan……………………..…………………………….…..3

2.2.Kebudayaan SukuJawa ……………………………………………………...3

BAB III PENUTUP………………………………………………………….…15

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….15

3.2 Saran …………………………………………………………………….....15

DAFTAR PUSTAKA………………..…………………………………………16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Indonesia sangat kaya akan
budaya. Terutama akan kita bahas adalah tentang kebudayaan Jawa. ( Wikipedia,
2015)
Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah
mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di pulau
Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau
di Nusantara. Suku Jawa terdiri atas Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY (Daerah
Istimewa Yogyakarta). Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak
bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat
mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga
memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga,
Nagaring, suku Tengger, dan lain-lain. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada
di negaraSuriname, Amerika Tengah karena pada masa kolonial Belanda suku ini
dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa di sana dikenal sebagai Jawa
Suriname. ( Wikipedia, 2015)
Pengaruh dari globalisasi membuat kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang
menjadi ciri khas bangsa mulai pudar. Semakin banyak kebudayaan yang sudah
tidak diketahui oleh para generasi muda yang lebih tertarik pada kebudayaan barat
yang lebih modern. Jika terus dibiarkan kebudayaan akan semakin hilang dan dan
hanya tinggal sejarah.
Dalam rangka lebih mendalami kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan
pada masyarakat Jawa penyusun membahas isi tujuh unsur dari kebudayaan Jawa
agar lebih terperinci walaupun tidak dapat dijelaskan keseluruhan karena ragam
kebudayaan Jawa yang jumlahnya sangat banyak penyusun hanya bisa
menjelaskan sebagian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan kebudayaan ?


2. Bagaimana kebudayaan Suku Jawa?

1.3 Tujuan

Untuk memperkenalkan dan mengetahui lebih dalam tentang bagaimana


kebudayaan Suku Jawa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

2.2 Kebudayaan Suku Jawa

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa
secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa
Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan
keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya
Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain
terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan
orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa
termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar
negeri. (Wikipedia, 2016)
Untuk mempermudah pembahasan dalam kebudayaan jawa makalah ini
membahas mengenai tujuh unsur kebudayaan yang terdapat di Jawa diantarnya :

1. Bahasa
Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar
masyarakat Jawa menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Salah
satu contohnya adalah bahasa jawa Tegal yang sudah terkenal dengan logat yang
ngapak, hal ini disebabkan karena penekanan pada huruf g dan d. Dan bahasa
jawa juga ada tingkatannya, yang pertama yaitu jawa ngoko yang digunakan untuk
berkomunikasi kepada teman sebaya atau teman yang sudah benar-benar akrab.
Yang kedua yaitu jawa krama yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang
yang lebih tua atau dengan orang yang baru dikenal. Dan yang ketiga
yaitukramainggil yang digunakan pada acara-acara formal seperti pidato dan
untuk berkomunikasi dengan orang lebih tua.
Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa, namun secara umum
terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat
Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal, dialek ini
memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar.
SedangTimuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas
Dialek Mataram (Solo-Jogja), Dialek Semarang, dan Dialek Pati. Di antara
perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua
dialek daerah tersebut di antaranya adalah Pekalongan dan Kedu.

2. Ilmu Pengetahuan

Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada
hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa
adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil
diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang
terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit
budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini,
walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap
dalam menggambarkan penanggalan, karena didalamnya berpadu dua sistem
penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan
juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).

Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti
yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran.
Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana
pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha
menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah
kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah
tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun
1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.

Dalam sistem kalender Jawa juga terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu
nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama
bulan dalam sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro,
sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal,
sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan
komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa
bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem
kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua
belas bulan.(Suhendar, 2013 ).

Pendidikan menempati arti sangat penting bagi orang Jawa. Bahkan bapak
pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara adalah orang Jawa dan dia
adalah pelopor pendidikan Indonesia. School tot Opleiding van Indische
Artsenatau STOVIA sekolah kedokteran pertama di Indonesia adalah pendidikan
modern pertama bagi orang Indonesia termasuk orang Jawa. Pada masa modern
pendidikan tetap menempati peran penting bagi orang Jawa. Bahkan
dalamPeringkat universitas di Indonesia menurut Webometrics tercatat 30
perguruan tinggi dari Jateng-DIY dan Jatim termasuk 50 perguruan tinggi terbaik
di Indonesia.
3. Teknologi

Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan


perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam
segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri
sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa jenis
rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah
limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang
paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah yang
dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki
sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu
(batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah.
Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik
bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga
yang telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari
anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting.
Bagi masyarakat Jawa keris dipandang dan diperlakukan sebagai simbol dan
juga status bagi pemiliknya. Hampir setiap keluarga aristokrat Jawa, dapat
dipastikan memiliki keris pusaka keluarga, yang memiliki keampuhan-keampuhan
yang khas atau keistimewaan khusus dalam dapur, ricikan, maupun katiyasan atau
sabda doanya. Terlebih keris pusaka bagi raja-raja di tanah Jawa.
Ada beberapa keris pusaka milik raja-raja di tanah Jawa yang sangat dikenal oleh
masyarakat diantaranya Keris Mpu Gandring,
keris Kiai Condong Campur, keris Kiai Sangkelat, keris Kanjeng Kiai Jenang
Kunto, keris Kanjeng Kiai Pamor, dan Keris Kanjeng Kiai Pakumpulan.

4. Sistem Kemasyarakatan

Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu pergaulan dalam masyarakat
merupakan suatu gejala lahir yang terjadi karena adanya interaksi antar individu
dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Adanya interaksi yang baik dengan saling memahami tata kelakuan setiap
individu menghasilkan sistem kemasyarakatan yang baik.
Sistem kemasyarakatan meliputi sistem kekerabatan dan organisasi sosial.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam stuktur sosial.
Kekerabatan adalah unit –unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Pada sistem kemasyarakatan Jawa salah satu contoh di Desa Serenan di
pengaruhi oleh adat keraton. Akan tetapi, derajat kekerabatan ditentukan oleh
derajat dari garis ayah. Misalnya, jika ayahnya bergelar bangsawan seperti
“Raden”, maka anak-anak keturunannya berhak memakai gelar kebangsawanan
itu. Sebaliknya, jika ibu keturunan bangsawan sedang ayah tidak, maka
keturunannya tidak berhak memakai gelar kebangsawanan dari ibunya. Kemudian
masih dijunjung tinggi derajat keturunan dari satu keluarga. Hal ini dibuktikan
bahwa lurah (kepala desa) tersebut selain dipilih dari garis keturunan bekas lurah
/Demang pada zaman dahulu juga memiliki kadar derajat kekerabatan yang tinggi.
Reksodihardjo dkk (1991, hlm.13).
Selanjutnya kita mengenal dua macam hubungan kekeluargaan yaitu yang
berdasarkan perkawinan dan keturunan. Ikatan keturunan tersebut lebih bersifat
langgeng daripada ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan bersifat lebih labil
karena mudah terancam oleh situasi perpecahan keluarga disebakan oleh kematian
suami istri ataupun perceraian. Dalam keadaan yang demikian, ikatan
kekeluargaan dapat pecah. Sedangkan ikatan keturunan,kesatuan keluarga
keturunan teap berdiri walaupun terjadi kematian ataupun perceraian.
Reksodihardjo dkk (1991, hlm.18).
Keluarga dapat dikategorikan menjadi tiga bagian : keluarga inti, keluarga
luas, dan di luar keluarga inti. Keluarga inti (keluarga batih) adalah bentuk
keluarga yang terdiri dari suami,isteri dan anak yang belum menikah. Sedangkan
kurang dari itu disebut keluarga yang tidak lengkap. Keluarga batih dalam
masyarakat Jawa merupakan suatu kelompok sosial yang mandiri. Kepala
keluarga disebut “kepala somah”, biasanya seorang laki-laki (suami), namun dapat
pula kepala somah ini seorang wanita (isteri) apabila suami telah meninggal
dunia. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.19)
Keluaraga luas adalah pengelompokan dari dua-tiga keluarga atau lebih dalam
satu tempat tiinggal. Meskipun mereka tinggal bersama, namun masing-masing
mewujudkan suatu kelompok sosial yang berdiri sendiri-sendiri, baik dalam
anggaran belanja maupun dapurnya. Walaupun demikian tidak semua keluarga
luas ini mempunyai tempat memasak atau pawon sendiri, sehingga ada yang
bersamaan. Harus diperhatikan bahwa suatu keluarga luas tetap dikepalai oleh
satu kepala somah, yaitu kepala somah yan terdahu. Suatu keluarga luas biasa
terjadi dengan adanya perkawinan antara seorang anak laki-laki ataupun wanita
yang kemudian tinggal menetap dalam rumah orang tua. Bila
kepala somah meningggal dunia, maka ia diganti oleh salah seorang dari keluarga
pertama, juga kalau anggota ini tidak ada barulah salah satu keluarga kedua yang
mondok tadi menggantikannya atas permufakatan anggota-anggota lainnya.
(Koentjaraningrat, 1993, hlm.341 ).
Keluarga di luar keluarga inti adalah hubungan kekerabatan yang terjadi
berdasarkan keturunan dari perkawinan tetapi berada di luar konsep keluarga inti
dan keluarga luas. Dalam masyarakat Jawa biasanya disebut dengan sebutan
“anak sedulur”. Kelompok kekerabatan ini terdiri dari orang-orang kerabat
keturunan dari seorang nenek moyang sampai pada derajat ketiga.Jadi, merupakan
gabungan dari kerabat yang terdiri dari saudara-saudara kandung, saudara sepupu
dari pihak ayah-ibu dan kerabat baik satu tingkat ke atas maupun kebawah dari
ayah dan ibu. Keluarga “anak sedulur” ini berkumpul dan bertemu pada suatu
peristiwa penting keluarga inti maupun keluarga luas misalnya kematian dan
perkawinan. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.19).
Masih ada bentuk kelompok kekerabatan yang disebut alurwaris. Kelompok
ini terdiri dari semua kerabat sampai tujuh turunan sejauh masih dikenal tempat
tinggalnya. Adapun tugas terpenting dari para anggota alurwaris adalah
memelihara makam lelurur. Biasanya salah seorang dari warga alurwaris yang
tinggal di desa dimana terletak makan leluhur, ditunjuk untuk menghubuni
anggotaalurwaris lain yang telah tersebar kemana-mana guna bersama-sama ikut
merawat atau menyumbang untuk perawatan makam nenek moyang itu.
(Koentjaraningrat, 1993, hlm.342 ).
Perkawinan merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam proses
pengintergrasian manusia dan tata alam. Hal ini harus memenuhi semua syarat
yang ditetapkan oleh tradisi untuk masuk ke dalam tata alam sakral (suci).
Upacara perkawina bukan saja proses meninggalkan taraf hidup yang lama dan
menuju yang baru dalam diri seseorang melainkan merupakan penegasan dan
pembaharuan seluruh tata alam dan seluruh masyarakat. Biasanya seluruh acara
perkawinan berlangsung sekitar 60 hari, yaitu (Bratawidjaja, 2000, hlm. 16) :
1. Nontoni : Melihat dari dekat keadaan keluarga dan gadis yang
sesungguhnya. Dilakukan oleh seorang congkak (wali) atau wakil dari keluarga
pemuda yang akan mencari jodoh. Dalam hal ini dibicarakan sekitar kebutuhan
untuk biaya perkawinan.

2. Meminang : Disebut juga melamar, setelah taraf nontoni berakhir diteruskan


dengan taraf meminang. Apakah rencana perkawinan dapat dilanjutkan atau tidak.
Apabila ada kecocokan, maka congkak meneruskan tugasnya untuk mengadakan
perundingan lebih lanjut dengan istilah ngebenebun esuk, anjejaweh sonten.

3. Peningset : Bila pinangan tersebut berhasil, ditentukan dengan upacara


pemberian peningset. Biasanya berupa pakaian lengkap, kadang-kadang disertai
cincin kawin (tukar cincin).

4. Serahan : Disebut pasok tukon. Bila hari perkawinan sudah dekat, keluarga
calon pengantin putra memberikan hadiah kepada keluarga calon pengantin putri
sejumlah hasil bumi, peralatan rumah tangga kadang-kadang disertai sejumlah
uang. Barang-barang dan uang tersebut dipergunakan untuk menambah biaya
penyelenggraan perkawinan nantinya.

5. Pingitan : Menjelang saat perkawina, kurang lebih tujuh hari sebelumnya


calon pengantin putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh menemui calon
pengantin putra kadang-kadang dianjurkan untuk puasa. Selama masa pingitan
calon pengantin putri melulur seluruh badan.
6. Tarub : Seminggu sebelum upacara perkawinan dimulai pihak calon
pengantin putri memasang tarub dan tratak. Kalau di kota-kota besar dua atau tiga
hari sebelum upacara perkawinan dimulai.

7. Siraman : Setelah memandikan calon penganti, calon pengantin


putri dipaesdilanjutkan dengan selametan. Menjelang malam hari pengantin putri
mengadakan malam midodareni.

8. Panggih : Setelah melaksanakan akad nikah, disusul dengan


upacara panggih yaitu pengantin putra dan pengantin putri dipertemukan secara
adat. (balangan/gantal, wiji dadi, sindur binayang, timbang, tanem, tukar kalpika,
kacar-kucur, dhahar kembul, minum air degan, mertui, dan sungkem)

9. Ngunduh Pengantin : Selesai upacara adat yang siselenggarakan di rumah


orang tua pengantin putri, beberapa hari kemudian orang tua pengantin putra ingin
mengundak sanak saudara dengan maksud memperkenalkan pengantin baru.
Baisanya orang tua putra ingin merayakan pesta perkawinan putranya.

5. Sistem Kepercayaan

Kepercayaan berasal dari kata “percaya” adalah gerakan hati dalam menerima
sesuatu yang logis dan bukan logis tanpa suatu beban atau keraguan sama sekali
kepercayaan ini bersifat murni. Kata ini mempunyai kesamaan arti dengan
keyakinan dan agama akan tetapi memiliki arti yang sangat luas. (Astianto, 2006)
Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan meliputi
berbagai aspek yang bersifat magic atau ghaib yang jauh dari jangkauan kekuatan
dan kekuasaan mereka. Masyarakat jawa jauh sebelum agama-agama masuk,
mereka sudah meyakini adanya Tuhan yang maha esa dengan berbagai sebutan
diantaranya adalah “gusti kang murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa
yang dalam seluruh proses kehidupan orang jawa pada waktu itu selalu
berorientasi pada tuhan yang maha esa. Jadi, orang jawa telah mengenal dan
mengakui adanya tuhan jauh sebelum agama masuk ke jawa ribuan tahun yang
lalu dan sudah menjadi tradisi sampai saat ini yaitu agama kejawen yang
merupakan tatanan “pugaraning urip” atau tatanan hidup berdasarkan pada budi
pekerti yang luhur. (Astianto, 2006)
Keyakinan terhadap Tuhan yang maha esa pada tradisi jawa diwujudkan
berdasarkan pada sesuatu yang nyata, riil atau kesunyatan yang kemudian
direalisasikan pada tata cara hidup dan aturan positif dalam kehidupan masyarakat
jawa, agar hidup selalu berlangsung dengan baik dan bertanggung jawab
Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama
yang terutama yang dianut di pulau jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap
di jawa.Agama kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok kepercayaan-
kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama yang terorganisir
seperti agama islam atau agama kristen. (Astianto, 2006)
Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara animisme,
agama hindu dan budha.Nampak bahwa agama ini adalah sebuah kepercayaan
sinkretisme. (Astianto, 2006)

Bagi sistem keagamaan jawa slametan, merupakan hasil tradisi yang menjadi
perlambang kesatuan mistis dan sosial di mana mereka berkumpul dalam satu
meja menghadirkan semua yang hadir dan ruh yang gaib untuk memenuhi setiap
hajat orang atas suatu kejadian yang ingin diperingati, ditebus atau dikuduskan.

6. Sistem Perekonomian

Yang dimaksud dengan kehidupan perekonomian adalah kegiatan manusia


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertanian merupakan sektor utama
perekonomian Jawa Tengah, di mana mata pencaharian di bidang ini digeluti
hampir separuh dari angkatan kerja terserap. Kawasan hutan meliputi 20%
wilayah provinsi, terutama di bagian utara dan selatan.
Daerah Rembang, Blora, Groboganmerupakan penghasil kayu jati. Jawa Tengah
juga terdapat sejumlah industri besar dan menengah. Daerah Semarang-Ungaran-
Demak-Kudus merupakan kawasan industri utama di Jawa Tengah. Kudus dikenal
sebagai pusat industri rokok. Di Cilacap terdapat
industri semen. Solo, Pekalongan, Juwana, dan Lasem dikenal sebagai
kota Batik yang kental dengan nuansa klasik. Blok Cepu di pinggiranKabupaten
Blora (perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah) terdapat cadanganminyak
bumi yang cukup signifikan, dan kawasan ini sejak zaman Hindia Belandatelah
lama dikenal sebagai daerah tambang minyak. (Wikipedia, 2014).
Kehidupan perekonomian di Desa Serenan (Klaten) dirinci menjadi 3 bagian
yaitu di pasar, industri rumah, serta kegiatan ekonomi yang lain. Dalam ketiga
kehidupan tersebut akan tampak bagaimana tata kelakuan serta tindakan orang-
orang dalam bertemu serta bergaul satu sama lain. Dalam tata kelakuan serta
tindakan yang dilakukan dalam pergaulan di arena ekonomi akan tampak nilai
budaya, gagasan serta keyakinan yang terkandung di dalamnya. Dari nilai budaya,
gagasan serta keyakinan tersebut akan diketahui peraturan-peraturan yang
seyogyanya berlaku dalam kehidupan dalam masyarakat. Reksodihardjo dkk
(1991, hlm.24).

Pasar Desa Serenan terletak di Dusun Gondangsari. Dalam pasar tersebut


dijual bermacam-macam kebutuhan hidup sehari-hari seperti: beras, sayur-mayur,
buah-buahan, kain batik, pakaian, dan alat-alat rumah tangga. Industri rumah di
Desa serenan berupa usaha pembuatan ukir-ukiran kayu (meja, kursi, dan almari)
dan batik. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.25).

7. Sistem Kesenian

Pada bidang kesenian tentu saja Suku Jawa ini memiliki berbagai macam
kesenian, seperti seni musik, seni tari, seni peran dan lain sebagainya. Kesenian
tradisional dari Jawa ada berbagai macam, tetapi secara umum dalam satu akar
budaya kesenian Jawa ada 3 kelompok besar yaitu Banyumasan (Ebeg), Jawa
Tengah dan Jawa Timur (Ludruk dan Reog).
1. Seni tari
Tari Jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain
sebagai hiburan, beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu
disajikan dalam pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud
seni tari yang sakral , dan religius.Tari Jawa tersebut banyak jenisnya di
antaranya sebagai berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang, (3) wireng,
(4)prawirayudha, (5) dan (6) tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut
tari Langendriyan , yang mengambil kisah Damarwulan .
Tari yang terkenal di Kraton Solo di antaranya adalah Srimpi dan Bedaya
Ketawang. Tari ini tidak hanya ditampilkan saat pelantikan raja namun juga
ditampilkan setahun sekali ketika hari-hari besar dan upacara kraton. Sementara
Kraton Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan tarian, yaitu tari Srimpi. Tarian
ini menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di antaranya: Srimpi
Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo,
Dempel, Gambir Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain itu
juga terdapat tarian Jawa modern yang biasanya disajikan saat hajatan, di
antaranya : (1) tari Gambyong, (2) tari Merak, (3) tari Golek, (4) tari
Gambiranom, (5) tari Minak Jingggo, (6) tari Karonsih, (7) tari Gatotkaca
Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga merupakan salah satu tarian Jawa yang biasa
ditampilkan dalam hajatan.

2. Seni Peran
a. Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana
kesenian ini diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan
karakter dari tokoh-tokoh dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang
sering diangkat dalam ketoprak adalah Ramayana dan Mahabarata, yang
kesemuanya bercerita tentang kebaikan akan selalu menang
melawan keangkaramurkaan. Karena itulah sebabnya mengapa masyarakat Jawa
memiliki sikap “andap asor”, lemah-lembut, ramah-tamah, sopan-santun, dan
penuh filosofi.
b. Wayang
Di Indonesia terdapat beberapa jenis wayang seperti ; wayang kulit, wayang
orang, dan wayang golek. Cerita wayang biasanya di ambil dari cerita-cerita
Hindu kuno, dalam cerita wayang selalu terdapat nilai nilai moral.Contoh cerita
yang biasa di bawakan wayang yaitu cerita Mahabarata dan cerita Ramayana.
Pada umunya para pakar seni pertunjukkan branggapan, bahwa wayang adalah
asli kesenian Indonesia terutama berdasarkan kepada adanya beberapa tokoh
wayang seperti punakawan (Gareng, Petruk, Semar, Bagong, Togog, Mbilung)
yang tidak terdapat, atau tidak pernah disebut-sebut dalam cerita epos Mahabarata
dan Ramayana.

3. Seni Musik
Musik Jawa yang disebut gamelan sering digunakan untuk mengiringi
gendhing-gendhing dan tari , terdiri atas gender,demung, bonang, bonang penerus,
gambang, gong, kempul, kethuk, kenong, saron, peking, siter, rebab, suling, dan
kendhang. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang menuntun suara
adalah rebab sementara yang menuntun “sampak” (Tempo) adalah
kendhang.Musik gamelan Jawa berbeda dengan gamelan dari daerah lainnya. Jika
gamelan Jawa pada umumnya mempunyai nada lembut dan menggunakan tempo
lebih lambat, berbeda dengan gamelan Bali yang mempunyai tempo lebih cepat
dan gamelan Sundha yang mana musiknya mendayu-dayu serta didominasi
dengan suara seruling.
Gamelan Jawa juga mempunyai aturan-aturan yang sudah baku di antaranya
terdiri atas beberapa “puteran danpathet” (tinggi rendahnya nada). Juga ada
aturan “sampak” (tempo) dan “gongan” (melodi) yang kesemuanya terdiri atas
empat nada. Sementara yang memainkan gamelan disebut “Panayagan” atau
“nayaga” dan yang menyanyi disebut “pesinden” .
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suku jawa merupakan kelompok suku terbesar di Indonesia yang terbagi


kedalam 3 daerah yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Tentu saja Suku Jawa kaya akan kebudayaan. Mulai dari tata
kelakuan, adat istiadat, kepercayaan hingga kesenian. Di Suku Jawa terdapat
berbagai jenis kesenian yang meliputi seni tari, seni peran, seni musik, dan seni
seni lainnya.

3.2 Saran

Sebagai warga negara Indonesia sudah sepatutya untuk bangga dan cinta
terhadap kebudayaannya sendiri. Hal-hal yang perlu di upayakan yaitu ikut serta
melestarikan serta menjaga warisan kebudayaan yang sudah di miliki serta
melanjutkannya ke generasi berikutnya. Jangan sampai kebudayaan yang telah di
jaga dan di lestarikan oleh generasi sebelumnya terhenti atau tercampakan.
DAFTAR PUSTAKA

 http://isuzantisella.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ilmu-budaya-dasar
kebudayaan.html.

 Etnografi unsur-unsur kebudayaan suku jawa/


jowo.[Online].Diaksesdarihttp://riesaan.blogspot.co.id/2013/09/etnografi-
unsur-unsur-kebudayaan-suku.html#comment-form.

 https://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-
masyarakat-jawa/

 https://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Tengah/Sabtu

Anda mungkin juga menyukai