Anda di halaman 1dari 15

KEBUDAYAAN DAERAH KABUPATEN BONE

SERE BISSU MAGGIRI

Disusun oleh :
Adhi Muhammad
Alifia Febrianti
Ari Nugraha
Khairunnisa Dwi
Oryza Ariesta
Zaenal Arif

Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial


Sekolah Menengah Atas Negeri Jatinangor
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Kebudayaan Daerah kabupaten Bone Sere Bissu Maggiri” tepat
pada waktunya. Tak lupa pula salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabiullah Muhammad saw, nabi yang mengantarkan kita kepada
Dinul Islam.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
olehnya itu kami mengharapkan saran kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah ini. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jatinangor, Maret 2023

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................1
BAB II KAJIAN TEORI.....................................................................................2
A. Sejarah Kerajaan Bone..............................................................................2
B. Sejarah Bissu.............................................................................................3
C. Struktur Organisasi Bissu..........................................................................4
D. Peranan Bissu di Bone...............................................................................5
E. Macam-macam Sere Bissu........................................................................5
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................7
A. Sere Bissu Maggiri di Kabupaten Bone....................................................7
BAB IV PENUTUP..............................................................................................10
A. Kesimpulan................................................................................................10
B. Saran..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suku bugis mengenal lima jenis gender, yakni oroane ( laki-laki),
makkunrai (perempuan), calalai (perempuan berpenampilan layaknya laki-
laki), calabai (laki-laki berpenampilan layaknya perempuan), dan Bissu
yang dianggap sebagai kombinasi dari semua jenis kelamin.
Bissu adalah suatu golongan yang banyak ditemukan di Sulawesi
Selatan. Bissu merupakan kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan
gender. Sebutan Bissu berdasarkan keberadaan mereka yang diluar batas
gender, yakni bukan laki-laki bukan juga perempuan.
Dikatakan “diluar batas gender” karena Bissu tidak dapat dianggap
banci atau waria. Mereka tidak memakai pakaian waria atau banci. Mereka
memiliki pakaian sendiri sesuai dengan komunitas mereka.
Sejarah kemunculan Bissu di Sulawesi selatan belum dapat
dipastikan dengan benar. Sejarah Bissu dapat diketahui dari La Galigo.
Kitab La Galigo menggambarkan Bissu telah ada sezaman dengan
kehadiran suku bugis secara umum. Bissu adalah perantara antara manusia
dan dewata. Bissu mampu menjadi perantara manusia yang hendak
berkomunikasi dengan Dewata di Khayangan.
Dari uraian di atas, penulis kali ini akan membahas mengenai salah
satu aktivitas Bissu di Kabupaten Bone yaitu Sere Bissu Maggiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yaitu
Bagaimana sere bissu maggiri di Kabupaten Bone ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah berdasarkan rumusan masalah di
atas adalah ntuk mengetahui Sere Bissu Maggiri di Kabupaten Bone

1
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Sejarah Kerajaan Bone


Selama tujuh pariama yang disebut sebagai Bone pada awalnya
hanya meliputi tujuh unit anang (kampung) yakni; Ujung, Ponceng, Ta’,
Tibojong, Tanete Riattang, Tanete Riawang dan Macege, tenggelam dalam
situasi konflik yang berkepanjangan. Kondisi ini dalam bahasa Bugis
dikenal dengan istilah sianre bale.
Masing-masing anang dipimpin oleh seorang Kalula, gelar
pemimpin kelompok. Situasi politik ini merupakan akibat langsung dari
kondisi tidak adanya (lagi) tokoh yang mereka anggap sebagai pemimpin
besar yang dapat mempersatukan tujuan visi dan misi ke tujuh anang
tersebut. Menurut lontara’, hal ini secara implisit dijelaskan dalam Sure’
La Galigo, lebih disebabkan oleh punahnya (sudah tidak terdeteksinya)
keturunan-keturunan La Galigo di Bone. Ketujuh pemimpin (kalula)
kelompok masyarakat (anang) saling mengklaim “hak” atas kepemimpinan
wilayah Bone tersebut.
Konflik antar kalula berlangsung selama bertahun-tahun. Masing-
masing mengklaim sebagai keturunan La Galigo yang karena
keterbatasannya tidak mampu menunjukkan bukti-bukti (mereka belum
mengenal silsilah), merasa berhak atas kepemimpinan dikalangan kalula.
Semangat kejahiliyahan membara untuk saling atas-mengatasi sehingga
perang saudara (kelompok) tidak bisa dihindari.
Bersamaan dengan itu tiba-tiba muncullah To Manurung yang
tidak diketahui. Kemunculan To Manurung ditandai dengan gejala alam
yang menakutkan dan mengerikan. Terjadi gempa bumi yang sangat
dahsyat, kilat dan guntur sambar menyambar, hujan dan angin puting
beliung yang sangat keras. Setelah keadaan itu reda, tiba - tiba di tengah
padang luas muncul orang berdiri dengan pakaian serba kuning.

2
Dengan datangnya To Manurung ( Manurungge Ri Matajang )
yang diberi gelar mata silompe maka terjadilah penggabungan kelompok-
kelompok tersebut termasuk Cina, Barebbo, Awangpone dan Palakka.
Pada saat pengangkatan To Manurung Mata Silompe menjadi Raja Bone,
terjadilah kontrak pemerintahan berupa sumpah setia antara rakyat Bone.
Bone dahulu disebut Tanah Bone. Berdasarkan lontarak bahwa
nama asli Bone adalah pasir, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah
kessi (pasir). Raja Bone Pertama memerintah pada Tahun 1330 – 1365.
Selanjutnya digantikan Turunannya secara turun temurun hingga berakhir
Kepada H.Andi Mappanyukki sebagai Raja Bone ke – 32 dan ke – 34
Diantara ke – 34 Orang.
Waktu bergulir terus maka pada tahun 1905 Kerajaan Bone di
kuasai oleh Penjajah Belanda. Kemudian atas persetujuan Dewan Ade
PituE Ri Bone nama Laleng Bata sebagai Ibu Kota Kerajaan Bone diganti
namanya menjadi Watampone sampai sekarang.
Sejarah mencatat bahwa Bone dahulu merupakan salah satu
kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone dalam catatan
sejarah didirikan oleh Raja Bone ke-1 yaitu ManurungngE Rimatajang
pada tahun 1330, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Arung Palakka La Tenritatta Petta Malampe’ Gemme’na  Matinroe ri
Bontoala, pertengahan abad ke-17.
B. Sejarah Bissu
Dalam pengertian bahasa, bissu berasal dari kata bugis; bessi, yang
bermakna bersih. Mereka disebut Bissu karena tidak berdarah, suci (tidak
kotor), dan tidak haid. Bissu adalah imam atau pendeta bugis kuno yang
berperan pada setiap kegiatan spiritual yang berhubungan dengan aspek
kedewaan. Selain sebagai imam atau pendeta bugis kuno, bissu juga
berperan sebagai penasehat kerajaan dalam mengatur roda pemerintahan
sebelum masuknya islam di tanah Bone. Bissu adalah pendeta bugis kuno
yang saat ini dikenal sebagai tokoh spiritual adat yang mempunyai
karakteristik seperti fisik layaknya seorang laki-laki tetapi berprilaku

3
seperti seorang perempuan. Menurut sumber dari beberapa ahli, sifat
transgender bissu mempunyai beberapa makna, yaitu jiwa spiritual yang
dimilikinya yang merupakan perpaduan antara dunia atas (Boting Langi’)
dan dunia bawah (Pertiwi) yang menimbulkan karakteristik tersebut.
Adapula sumber yang mengatakan bahwa bissu merupakan orang
yang bersih dan tidak menjalankan kehidupan manusiawi, sehingga
penggolongan jenis kelaminpun dikategorikan transgender oleh
masyarakat bugis kuno. Karakteristik bissu yang transgender dengan
menjalani kehidupan suci membuat bissu tidak dapat menjalankan
kehidupan dalam berumah tangga atau yang berhubungan dengan
keberlanjutan keturunannya.
Meskipun bissu mempunyai karakteristik yang transgender, ia
merupakan transgender yang berbeda dan tertanam karakteristik
transgender yang suci pada dirinya.
Hal itu dapat terlihat dari perilaku yang ditunjukkannya dengan
bertutur kata yang sesuai dengan norma adat yang berlaku, cara berpakaian
yang sopan dan dianugrahi kekuatan yang tidak dapat dilukai oleh senjata
tajam. Kekuatan tersebut biasa ditunjukkan pada prosesi ritual adat di
dalam kerajaan Bone. Karakteristik bissu yang transgender
membedakannya dengan transgender yang tidak menjalankan kehidupan
suci, yaitu bissu dianugrahi kemampuan untuk melakukan kontak dengan
masa lalu dan masa depan.
Bissu yang transgender mempunyai bahasa tersendiri dalam
komunitasnya, setiap kegiatan ritual bissu memakai bahasa ini. Bahasa ini
disebut dengan Torilangi atau bahasa langit yang digunakan seraya
berbicara dengan Dewatae.

C. Struktur Organisasi Bissu


Pada masa kerajaan Bone, bissu mempunyai struktur organisasi
dalam melakukan prosesi ritual dan menjalankan aktivitas sehari-hari di
kerajaan. Struktur organisasi bissu terdiri atas :

4
1. Puang Matowa, yaitu pimpinan tertinggi yang dipilih dari Puang Lolo
kemudian dilantik di muka umum oleh Raja. Puang Matowa berperan
memelihara dan menjaga pusaka kerajaan yang dinamakan arajang.
2. Puang Lolo, yaitu sebagai wakil Puang Matowa yang dipilih oleh Puang
Matowa bersama masyarakat yang telah disetujui oleh raja
3. Bissu biasa pembantu Puang Lolo
D. Peranan Bissu di Bone
Dalam struktur budaya bugis, peran Bissu tergolong istimewa
karena dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai satu-satunya
operator komunikasi antara manusia dan dewa melalui upacara ritual
tradisionalnya dengan menggunakan bahasa Torilangi, karenanya Bissu
juga berperan sebagai penjaga tradisi tutur lisan sastra Bugis Kuno sure’
La Galigo. Apabila sure’ ini hendak dibacakan, maka sebelum dikeluarkan
dari tempat penyimpanannya, orang menabuh gendang dengan irama
tertentu dan membakar kemenyan. Setelah tabuhan gendang berhenti,
tampillah Bissu mengucapkan pujaan dan meminta ampunan kepada
dewa-dewa yang namanya akan disebut dalam pembacaan sure’ itu. Bissu
juga berperan mengatur semua pelaksanaan upacara tradisional, seperti
upacara kehamilan, kelahiran, perkawinan ( indo’ botting), kematian,
pelepasan nazar, persembahan, tolak bala, dan lain-lain.
E. Macam-macam Sere Bissu
Ada lima macam Sere Bissu yang ada di Kabupaten Bone yaitu
1. Sere alusu, objeknya adalah alusu (anyaman dari daun lontar) nilai
yang terkandung dalam sere alusu adalah tutur kata yang baik, sesama
manusia tidak memandang strata sosial, sere alusu merujuk pada hal-hal
yang halus atau lembut
2. Sere bibbi, objeknya adalah tangan, nilai yang terkandung di dalamnya
adalah menyadari kesalahan dan kekurangan diri sendiri sebelum
melihat kekurangan orang lain, sere bibbi merujuk pada gerakan
mencubit diri sendiri

5
3. Sere mangko, objeknya adalah tangan, nilai yang terkandung dalam
sere mangko adalah merangkul dan menyatukan sesama masyarakat,
sere mangko merujuk pada gerakan yang menampung
4. Sere lemma, objeknya adalah tangan, nilai yang terkandung dalam sere
lemma adalah berperilaku sopan dan santunterhadap sesama, tidak
memandang status, sere lemma merujuk pada senjata yang
dipergunakan dalam hal-hal baik
5. Sere maddampu alameng atau maggiri, objeknya adalah tappi, nilai
yang terkandung di dalamnya adalah menggunakan senjata untuk
kebaikan dan menolak hal-hal buruk, sere maddampu alameng atau
maggiri merujuk pada senjata yang dipergunakan dalam hal-hal baik

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sere Bissu Maggiri di Kabupaten Bone


Keberadaan Sere Bissu Maggiri di Kabupaten Bone, tidak lepas
dari keberadaan Kerajaan Bone. Sere Bissu Maggiri ini, diperkirakan
muncul sejak zaman pemerintahan Raja Bone pertama, yang bergelar To
Manurung Ri Matajang yang memerintah sekitar tahun 1326-1358.  Tarian
tersebut hanya tumbuh dan berkembang di dalam istana dan diasuh oleh
keluarga raja. Penarinya adalah bissu, petugas khusus dalam pelaksanaan
upacara-upacara adat dan keagamaan suku Bugis. Sehingga keberadaan
tari Sere Bissu Maggiri tersebut bersamaan dengan munculnya tari Sere
Bissu.
Tari maggiri adalah sebuah tarian yang dipertunjukkan oleh
seorang bissu, oleh karenanya tarian ini dikenal pula dengan nama
tari mabbissu. Bissu adalah seorang wanita pria (waria) dalam
kepercayaan Bugis yang dipercayakan menjadi penghubung antara dewa
di langit dengan manusia biasa.
Maggiri sendiri berarti menusuk-nusukkan keris ke tubuh bissu,
terutama ke daerah-daerah yang vital seperti leher, perut, dan pergelangan
tangan. Para bissu yang melakukan pertunjukan tarian ini dianggap
kemasukan roh dan mendapat kemampuan kebal pada senjata tajam. Tari
maggiri biasanya dipentaskan pada acara-acara seperti Hari Jadi sebuah
kabupaten, penyambutan tamu agung, atau menjadi pelengkap upacara
adat tertentu. Tarian ini dapat dilakukan sendirian, dan bisa pula dilakukan
secara bersama-sama oleh beberapa orang bissu. Tari maggiri ini sarat
dengan nuansa mistis dan memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya
menarik untuk disaksikan.
Sebelum memulai menari, terlebih dahulu seorang bissu mengganti
pakaiannya dengan pakaian tari bissu yang pada umumnya berwarna
kuning keemasan dengan dilengkapi berbagai aksesoris yang lazimnya

7
dikenakan oleh perempuan. Selain itu mereka juga menyiapkan beberapa
peralatan pendukung seperti wadah/baskom berisi air, beberapa helai
daun-daunan, gendang, dan keris.
Setelah berganti pakaian dan melakukan ritual awal sebelum
menari yaitu membaca doa khusus (mantra), seorang bissu dianggap sudah
siap untuk memulai tarian, dan dengan diawali bunyi gendang pertama
yang dipukulkan oleh pa’ganrang (penabuh gendang) sebagai tanda
dimulainya tarian ini, bissu membawa alusu akan melangkah masuk ke
arena pertunjukan dengan menginjak kain putih yang terbentang.
Bunyi-bunyi yang terdengar dari alusu bertujuan agar apabila kita
berdoa, doa yang kita panjatkan selalu didengarkan oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa. Jadi bunyi-bunyian tersebut dapat dianggap sebagai
pengantar jalannya doa.
Gerakan-gerakan tari yang dibawakannya memang terlihat
feminin, sangat lembut dengan gerakan yang agak lamban, menggoyang-
goyangkan badannya sedemikian rupa, dengan sedikit mengangkat kain
sarung yang dipakainya dia terus bergerak, hingga akhirnya kembali ke
posisi seperti sedang berlutut.
Keadaan berlutut seperti itu dianggap sebagai posisi menghormat,
dan setelah dalam posisi tersebut, irama bunyi gendang yang ditabuh pun
berhenti. Bissu menghentikan tariannya, lalu kedua tangannya dihadapkan
ke arah atas, bawah, ke samping kiri, dan kanan. Hal itu dianggap sebagai
bentuk penghormatan kepada empat inti alam yaitu air, angin, api, dan
tanah.
Tak lama setelah itu, bissu mulai mengalami keadaan trans dan
berada di bawah pengaruh alam bawah sadarnya. Keris yang terselip di
balik ikat pinggangnya diambil dan dikeluarkan dari sarungnya, lalu secara
tiba-tiba keris itu mulai diiris-iriskan ke tangannya namun anehnya keris
itu seperti tidak berfungsi sama sekali, tidak ada luka gores dan tangan
bissu tidak mengeluarkan darah sedikitpun.

8
Bissu terus bergerak-gerak menari bissu pun mulai menusuk-
nusukkan keris tersebut ke nadi kemudian leher, dan yang terakhir adalah
bagian perutnya sebelah atas. Semua tusukan yang dihujamkannya sangat
kuat dan ditekan begitu keras dan berlangsung cukup lama. Layaknya
seorang bissu saat menarikan tarian maggiri ini memiliki ilmu kebal
senjata tajam.

9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bissu adalah imam atau pendeta bugis kuno yang berperan pada
setiap kegiatan spiritual yang berhubungan dengan aspek kedewaan. Selain
sebagai imam atau pendeta bugis kuno, bissu juga berperan sebagai
penasehat kerajaan dalam mengatur roda pemerintahan sebelum masuknya
islam di tanah Bone. Bissu adalah pendeta bugis kuno yang saat ini
dikenal sebagai tokoh spiritual adat yang mempunyai karakteristik seperti
fisik layaknya seorang laki-laki tetapi berprilaku seperti seorang
perempuan.
Salah satu kegiatan atau ritual yang sering dilakukan Bissu di
Kabupaten Bone sendiri adalah Sere Bissu Maggiri, Sere Bissu Maggiri
adalah sebuah tarian yang dipertunjukkan oleh seorang bissu, oleh
karenanya tarian ini dikenal pula dengan nama tari mabbissu. Bissu adalah
seorang wanita pria (waria) dalam kepercayaan Bugis yang dipercayakan
menjadi penghubung antara dewa di langit dengan manusia biasa.
Maggiri sendiri berarti menusuk-nusukkan keris ke tubuh bissu,
terutama ke daerah-daerah yang vital seperti leher, perut, dan pergelangan
tangan. Para bissu yang melakukan pertunjukan tarian ini dianggap
kemasukan roh dan mendapat kemampuan kebal pada senjata tajam
B. Saran
Masyarakat Kabupaten Bone, khususnya para pemuda-pemudi
selaku pemegang tongkat estafet haruslah paham dan menguasai budaya
serta menjaga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kepada Pemerintah
Kabupaten Bone senantiasa memberikan pemahaman masyarakat
mengenai budaya-budaya yang ada di Kabupaten Bone dan memberikan
tempat kepada pemuda selaku penerus warisan budaya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Darmapoetra, Juma, 2014. Bissu Perantara Dewa. Makassar: Arus Timur


Andi Wiwi Pratiwi Puji Lestari, 2014. Makna Simbolik Dalam Prosesi
Mattompang Arajang di Kabupaten Bone. Universitas Hasanuddin
Anonim,2014.(http://www.bone.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=84&Itemid=124 diakses pada
tanggal 01 November 2016 pukul 11:12 wita)
Bpnb Makassar,2015 (http://budaya-indonesia.org/Tari-Maggiri-Tari-Mabbissu/
diakses pada 22 Oktober 2016 pukul 10:15)
Eka,2014(http://www.bugiswarta.com/2014/09/menelusuri-jejak-bissu-patappulo-
ri-bone.html diakses pada 22 Oktober 2016 pukul 10:30)
Patawari, 2010. (https://patawari.wordpress.com/2010/04/12/riwayat-kabupaten-
bone/ diakses pada tanggal 01 November 2016 pukul 12:55)

11
12

Anda mungkin juga menyukai