Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi
Indonesia sebagai Negara yang memiliki banyak pulau. Keragaman budaya di Indonesia
adalah sesuatu yang tidak dapat di pungkiri keberagamanya. Dalam konteks pemahaman
masyarakat majemuk selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudyaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari
berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Mulai dari
pergunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, dataran tingggi, perdesaan, hingga
perkotaan. Hal ini yang berkaitan dengan tingkat keberadaban kelompok-kelompok suku
bangsa dan masyarakat di Indonesia. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menanmbah
ragamnya jenis kebudayaan di Indonesia. Contohnya budaya di pulau Jawa.
Jawa adalah bagian dari kepulauan Nusantara yang padat penduduknya.pulau jawa itu
sendiri terbagi menjadi provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta. Selain
padat penduduknya , jawa juga kaya akan khas budayanya, karena masing masing provinsi
memiliki kebudayaan atau budaya, tradisi, dan latarbelakang yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah yang akan saya bahas di dalamnya antara lain:
1. Bagaimana keberagaman Bu daya Indonesia itu?
2. Apa budaya Jawa itu?
3. Bagaiamana keadaan budaya Jawa sekarang ini?
4. Apa penyebab lunturnya kebudayaan jawa dan bagaimana langkah agar tetap bisa menjaga
kebudayaan tersebut?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat sebagai tujuan untuk tugas tengah semester. Dan menambah pengetahuan
tentang keragaman budaya di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Budaya atau Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu budhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari budhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bias diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Menururt Koentjaraningrat kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan relajar(koenjaraningrat 1986:180). Dalam definisi tersebut ada beberapa kata
kunci yaitu: sistem gagasan, sistem tindakan, hasil karya dan milik diri manusia dengan
belajar.
B. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
organisasi ekonomi
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik)
3. Clyde Kluckhohn menyebutkan terdapat 7 unsur kebudayaan, yakni sebagai berikut:
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).
Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi(pertanian, perternakan, sistem produksi,
sistem distribusi, dan sebagainya).
Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hokum, sistem
perkawinan, dan seterusnya)
Bahasa (lisan maupun tertulis)
Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan seebagainya)
Sistem pengetahuan
Sistem kepercayaan (religi)
C. FAKTOR PENYEBAB KEBERAGAMAN BUDAYA
Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebardi lebih dari 13
ribu pulau. Setiap suku bangsa memiliki identitas social, politik, dan budaya yang berbeda-
beda, seperti bahasa, adat istiadat serta tradisi, sistem kepercayaan dan sebagainya. Dangan
idaentitas yang berbeda beda ini, kita dapat mengatakan bahwa Indonesia memiliki
kebudayaan local yang sangat beragam.
Ada beberapa faktor antara lain :
Keberagaman suku bangsa
Keberagaman bahasa dan dialek
Keberagaman agama
Keberagaman seni dan budaya
Faktor Pembentukan budaya
Faktor Perubahan budaya
D. MANFAAT KEBERAGAMAN BUDAYA
Keragaman budaya bukan hanya sekedar memperkaya kebudayaan di Indonesia saja
tapi budaya tersebut terdapat manfaat-manfaat yang terkandung di dalam budaya tersendiri.
Keragaman budaya itu sendiri dapat dijadikan kebanggan tersendiri bagi Indonesia. Karena
tidak semua Negara memiliki banyak kebudayaan seperti di Indonesia. Di Indonesia setiap
pulau, Provinsi, Daerah bahkan di setiap desa-desa pun memiliki kebudayaan yang berbeda-
beda. Artinya, memiliki beraneka ragam kebudayaan masing-masing yang telah di berikan
nenekj moyang terdahulu. Sekarang apa manfaatnya? Dibawah akan saya berikan beberapa
contoh manfaat dari budya yang ada di Nusantara sebagai berikut
Dalam bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah
dapat memperkaya perbendaharaan istilah dalam bahasa Indonesia.
Dalam bidang pariwisata, keberagaman budaya dapat di jadikan objek dan tujuan pariwisata
di indonesia yang bisa mendatangkan devisa.
Pemikiran yang timbul dari sumber daya manusia masing-masing daerah dapat pula di
jadikan acuan bagi pembangunan nasional.
Seperti yang telah di bahas, manfaatnya dalam diri kita sendiri kita bisa merasa bangga
karena bangsa Indonesia banyak budaya-budaya yang berbeda.
E. CONTOH BUDAYA DI INDONESIA
Disini akan membahas budaya yang ada di Indonesia. Salah stunya yaitu budaya yang ada di
pulau Jawa dengan topik “BUDAYA JAWA”.
1. Asal-Usul Budaya Jawa
“Dalam catatan Yunani, yang ditulis Claucius Ptolomeus (tahun 165 M) istilah labadiou
(jawadwipa) digunakan untuk menyebut pulau Jawa, yang mana kurang lebih artinya adalah
sebuah pulau yang jauh terletak di tenggara yang kaya akan beras .
Njowo digunakan sebagai sebuah ungkapan untuk mendefinisikan tingkah laku seseorang,
atau dengan kata lain njowo itu adalah mengerti; paham; beretika sesuai dengan (budaya)
Jawa .
Peradaban tertua di Indonesia yang tercatat dalam perjalan pelancong-pelancong (dari
Cina maupun pedagang India ) masa lalu adalah Sakanagara (abad 1 M) sendiri terletak di
pesisir barat Pulau Jawa, di sekitar daerah Pandeglang. Dari komunitas ini kemudian lahirlah
Taramarajuk (abad 4 M). Sedangkan di bagian tengah Pulau Jawa, peradaban tertua di awali
dengan kerajaan Kalingga (abad 6 M). Kemudian untuk Pulau Jawa bagian timur , peradaban
pertama yang dicatat adalah kerajaan Kanjuruhan dengan ditemukannya prasasti Dinoyo
(tahun 760) yang ditulis dengan huruf Jawa Kuno (Kawi). Kemudian dilanjutkan dengan
kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sendok, raja terakhir dari Wangsa Sanjaya yang berkuasa
di Mataram pada abad 9 M, yang memindahkan ibukota kerajaan lebih ke timur di tepi
Sungai Brantas. Diduga karena bencana alam meletusnya gunung Merapi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan “peradaban tertua yang pernah tercatat di Pulau Jawa
dimulai dari barat ke timur”. Juga terdapat bentuk sinkritisme yang paling pas dan harmonis
antara ajaran teologi Islam-Hindu-Buddha-dan Jawa”.
2. Macam-macam Kesenian Dalam Budaya Jawa
Budaya yang terdapat di pulau Jawa sangatlah beragam, namun di sini kita akan
membahas tentang budaya Jawa Tengah yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia
dengan budaya Jawa. Jawa tengah adalah salah satu provinsi di pulau Jawa yang memiliki
budaya daerah yang sangat beragam.
Jawa Tengah yang merupakan salah satu dari sepuluh daerah tujuan wisata di Indonesia
dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru baik darat, laut, maupun udara. Provinsi
ini juga telah melewati sejarah yang panjang dari jaman purba hingga sekarang.
Di Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal
ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
3. Seni Arsitektur Bangunan Jawa
Pembagunan Jawa Tengah pada umumnya bangunan induk serta bangunan lain di
seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan
“Padepokan Jawa Tengah”, seni bangunan dari jaman Sanjayawangsa dan Syailendrawangsa.
Jawa Tengah juga dikenal dengan sebutan “ The Island of Temples “ karena memang di Jawa
Tengah bertebaran candi-candi.
Pendopo Agung yang berbentuk “Joglo Trajumas”, atapnya yang luas ditopang 4 Soko
Guru (tiang pokok), 12 Soko Goco, dan 20 Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan
bangunan itu berkesan “momot”, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai
dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu. Pendopo Agung dihubungkan dengan
ruang “pringgitan”, yang aslinya sebagai tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit.
Pringgitan ini berarsitektur limas. Bangunan lain adalah bentuk rumah adat “ Joglo Tajuk
Mangkurat”, “Joglo Pangrawit”, dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
4. Tarian Daerah Jawa Tengah
Tarian jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain sebagai
hiburan, beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu disajikan dalam
pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud seni tari yang adiluhung ,
sakral , dan religius.Tari Jawa tersebut banyak jenisnya. Tarian tersebut di antaranya sebagai
berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang, (3) wireng, (4)prawirayudha, (5) dan (6)
tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut tari Langendriyan , yang mengambil
kisah Damarwulan .
Tari yang terkenal di Kraton Solo di antaranya adalah Srimpi dan Bedaya Ketawang.
Menurut kitab Wredhapradhangga yang dianggap sebagai pencipta dari tari Bedaya
Ketawang adalah Sultan Agung (1613-1645) yakni yang menjabat sebagai raja pertama
kerajaan Mataram.
Sementara Kraton Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan tarian, yaitu tari Srimpi.
Tarian ini menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di antaranya: Srimpi
Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo, Dempel, Gambir
Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain itu juga terdapat tarian Jawa
modern yang biasanya disajikan saat hajatan, di antaranya : (1) tari Gambyong, (2) tari
Merak, (3) tari Golek, (4) tari Gambiranom, (5) tari Minak Jingggo, (6) tari Karonsih, (7) tari
Gatotkaca Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga merupakan salah satu tarian Jawa yang biasa
ditampilkan dalam hajatan.
5. Seni Tari Peran Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana kesenian ini
diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan karakter dari tokoh-tokoh
dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering diangkat dalam ketoprak adalah
Ramayana dan Mahabarata, yang kesemuanya bercerita tentang kebaikan akan selalu menang
melawan keangkaramurkaan.
Karena itulah sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki sikap “andap asor”, lemah-
lembut, ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
Gambar ketoprak

6. Seni Wayang
Wayang adalah salah satu tradisi bercerita di Jawa Tengah yang masih berlanjut hingga
saat ini yang paling berkembang dan terkenal hingga ke penjuru dunia.Wayang merupakan
salah satu kesenian Jawa yang hingga sekarang ini masih eksis.
Kesenian wayang sering disajikan dalam hajatan. Wayang tidak jauh berbeda dengan
ketoprak. Jika ketoprak diperankan oleh manusia, sementara tokoh-tokoh cerita dalam
wayang diperankan dengan properti yang disebut wayang itu sendiri yakni sejenis miniatur
dengan bentuk sosok manusia yang digambarkan sesuai dengan sifatnya dan berbahan dari
kulit . Wayang dijalankan oleh seorang dhalang.
Beberapa alat yang digunakan dalam pewayangan di antaranya adalah: “kelir”
(background dalam bentuk layar yang berupa kain berwarna putih), “blencong” (sejenis
lampu yng digunakan untuk menambah kesan untuk menguatkan suasana dari jalan
ceritanya), “debog” (batang pisang yang digunakan sebagai tempat untuk menancapkan
wayang-wayang yang hendak dimainkan), “cempala” dan “kepyak” (sejenis alat untuk
menciptakan suara pengiring saat wayang dijalankan). Dan gamelan, yaitu alat music
tradisional jawa yang digunakan untuk mengiringi jalannya cerita wayang.

Gambar wayang kulit

7. Seni Tari Reog


Seni tari reog yaitu seni yang di peragakan oleh sekelompok orang yang terdapat di
daerah khususnya di Jawa Tengah. Seni tari reog di manfaatkan untukm menghibur dan tari
reog tersebut tersebar di berbagai daerah.
Seni tari reog terdapat bermacam-macam bentuk tariannya antara lain:
 Jatilan
 Glangsaran
 Warok
 Topeng ireng
 Cikrak
 Jaranan, dan lain sebagainya
Sampai saat ini masih berkembang di Jawa Tengah.

Seni tari reog

8. Lagu Daerah Jawa Tengah


Budaya Intelektual di tanah Jawa pada masa lalu ternyata sudah dapat dikatakan tinggi,
hal ini terbukti banyak karya-karya sastra yang ditulis, meskipun berbentuk tembang (sastra
sekar) macapat yang juga ternyata memiliki aturan-aturan baku , yang kalau kita pelajari akan
tampak nilai-nilai intelektualitas yang tinggi.
Jawa Tengah memiliki lagu daerah, yang dibagi atas : (1) tembang dolanan(Ilir-Ilir,
Cublak-Cublak Suweng, Gundhul Pacul, dan lain-lain), (2) tembang macapat
(Maskumambang, Pocung, Gambuh, Megatruh, Mijil, Kinanthi, Durma, Pangkur,
Asmaradana, Sinom, dan Dhandanggula), dan (3) gendhing Jawa kreasi (modern).
9. Bahasa Daerah Jawa Tengah
Bahasa yang melekat di daerah Jawa Tengah yaitu bahasa Jawa . setiap hari di mana saja
kapan saja mereka menggunakan bahasa sehari-hari dengan bahasa jawa. Bahasa yang
terdapat di jawa bermacam-macam cara bertutur kata. Dari anak kecil hingga orang dewasa
dapat menggunakannya dengan fasih, meskipun hanya sebagian kecil dari mereka yang
benar-benar menguasai bahasa Jawa tersebut, karena bahasa jawa memiliki tingkatan-
tingkatan dalam penggunaanya. Tingkatan-tingkatan tersebut menyebabkan tidak semua dari
mereka dapat menguasai dengan baik. Bahasa Jawa terdiri atas bahasa krama inggil, krama
alus , krama lugu, krama madya, dan ngoko.
Krama inggil biasanya digunakan sebagai bahasa para MC hajatan, krama alus digunakan
saat berbicara dengan orang yang dihormati, sedangkan ngoko digunakan dalam
perbincangan antara orang-orang dekat atau biasa digunakan oleh para orang tua untuk
berbicara dengan anak-anak mereka, atau oleh orang dewasa kepada orang-orang usia di
bawah mereka dan dialog antara teman sebaya. Keanekaragaman ini menambah kekayaan
budaya Jawa, namun hal ini juga justru menjadikan masyarakatnya enggan untuk
menerapkannya.
F. LUNTURNYA KEBUDAYAAN JAWA
Di balik kekayaan dan keagungan budaya Jawa, kelangsungan budaya Jawa kini
semakin terancam punah. Semakin sedikit pula masyarakatnya yang sadar akan kebudayaan
itu sendiri. Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan baik budayanya
tersebut, hal ini mengakibatkan semakin rendahnya kesadaran mereka akan budaya serta
keinginan untuk menjaganya juga semakin rendah.
Hal ini terbukti, karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu
akan budayanya sendiri, lebih senang dengan budaya asing yang dianggap “keren”.Banyak
dari kalangan masyarakat yang lebih suka mengenakan produk asing, mengembangkan
pemikiran asing yang dianggap modern, dan hal ini juga melanda pada bahasa yang mereka
pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan yang terjadi sekarang ini adalah, banyak dari
pemuda daerah yang lupa akan budaya mereka. Banyak dari remaja yang tidak lagi
menguasai bahasa Jawa dengan baik.
Semakin lama Budaya Jawa semakin tergerus oleh jaman , terlihat dari sebuah fakta
bahkan atau mungkin kita mengalami sendiri saat guru mengajari tembang Jawa justru
ditertawakan oleh murid-muridnya. Sebagian orang menganggap menguasai budaya bukanlah
hal yang penting, mereka menganggap ini adalah hal yang usang dan kuno , dan menghambat
kemajuan.
Hanya sebagian kecil saja yang masih berkembang. Itupun juga tidak begitu di hayati
oleh masyarakat daerah Jawa khususnya Jawa Tengah.
Kebanyakan sekarang budaya-budaya mulai di pelajari oleh orang atau Negara asing.
Bahkan karena tidak di jaga budaya yang pernah di miliki secara tidak sadar di klaim oleh
Negara lain. Itu patut kita sadari agar budaya yang pernah dimiliki tetap terjaga.
G. LUNTURNYA KEBUDAYAAN JAWA
Adapun penyebab lunturnya budaya Jawa dan langkah mengatasi atau langkah
menjaga agar tidak lunturnya budaya di Indonesia termasuk budaya Jawa Tengah.
Penyebab lunturnya budaya Jawa :
Globalisasi berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di samping membawa
kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen masyarakat, globalisasi juga
memberikan dampak buruk pada budaya. Karena eksistensi budaya menjadi terancam,
masyarakat yang merasakan kemajuan jaman selalu beranggapan bahwa budaya daerah
tidaklah penting karena yang ada dalam otak mereka adalah bagaimana caranya dapat terus
mengikuti kemajuan iptek yang terjadi.
Pemerintah tidak lagi memasukkan pendidikan bahasa Jawa ke dalam kurikulum pendidikan
1975.
Banyak orang-orang yang senang dengan kebudayaan asing, seperti tata cara kehidupan
orang asing.
Di manjakan teknologi yang membuat budaya semakin luntur.
Cara menjaga budaya Jawa :
Dengan mendirikan sanggar-sanggar akan sangat membantu dalam menjaga kelangsun gan
budaya ini. Menumbuhkan minat masyarakat adalah langkah awal yang harus kita kerjakan.
Selanjutnya akan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, yakni turut ambil bagian di
dalamnya.
Bagi yang memiliki kemampuan lebih dapat menyumbangkan tenaganya sebagai pelatih
dalam sanggar tari misalnya. Sebagai guru vokal, kita juga dapat melestarikan budaya dengan
cara mengajarkan tembang-tembang Jawa dalam kelas.
Menerapkan bahasa Jawa dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam lingkungan sekolah dengan cara menyisipkan mata pelajaran Bahasa Jawa adalah
sebuah langkah yang tepat.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi kesimpulan yang di dapat dalam pembahasan topic tersebut yaitu:
Bahwa budaya itu merupakan suatu ke-khas-an bagi tiap-tiap suku yang terdapat di
nusantara, pentingnya atau manffatnya budaya terhadap tiap-tiap daerah yang terdapat di
seluruh nusantara. Termasuk kebudayaan di Jawa. Kebudayaan haruslah tetap di jaga agar
tidak hilang dari asal kebudayaan tersebut.
Kita harus berupaya keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini, sehingga
kita semua dapat terus menjaga kelestariannya. Dengan demikian generasi penerus kita masih
dapat menikmati budaya yang elok ini.
Sehingga kekhasanahan budaya bangsa ini juga akan tetap terjaga hingga akhir nanti. Karena
menjaga budaya daerah sama halnya dengan nenjaga budaya negeri ini. Dan hal ini adalah
salah satu perwujudan kecintaan kita kepada tanah air.
B. DAFTAR PUSTAKA
Maruti,Retno.2009. Asal-Usul Budaya Jawa.http://www.tokohindonesia.com[ 8 Mei
2009]
Kebudayaan Suku Jawa Lengkap
Suku Jawa tidak dinisbatkan kepada seluruh penduduk pribumi penghuni pulau Jawa. Di
pulau Jawa sendiri terdapat beberapa suku bangsa lain selain suku Jawa. Sebutan bagi suku
Jawa lebih identik bagi masyarakat yang memegang teguh filosofis atau pandangan hidup
Kejawen. Secara geografis meliputi Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur. Jawa Timur
pun juga masih varian karena di dalamnya masih ada suku Madura, suku Tengger maupun
Suku Osing di Banyuwangi. Kebudayaan suku Jawa merupakan hasil dari peninggalan
sejarah kerajaan besar Jawa khususnya Majapahit dan Mataram Baru.

Filosofis hidup suku Jawa yang paling dasar sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu,
Budha dan juga kepercayaan animisme-dinamisme. Orang jawa pada umumnya sangat
menjunjung tinggi keseimbangan, keserasian dan keselarasan hidup baik terhadap sesama
manusia maupun dengan lingkungan alam. Dalam etika keseharian sangat mengedepankan
norma kesopanan, kesantunan dan kesederhanaan. Oleh sebab itu, dialog bahasa Jawa
memiliki beberapa tingkatan bahasa sesuai dengan lawan bicara yang dihadapi. Untuk lebih
jelasnya, inilah beberapa hal yang menunjukkan identitas kebudayaan suku Jawa :

1. Filosofis Hidup
Orang jawa pada dasarnya memiliki banyak sekali filsafat hidup yang dijadikan sebagai
pedoman bermasyarakat. Namun terdapat tujuh filosofis dasar yang setidak-tidaknya
menggambarkan perilaku budaya suku Jawa, yaitu :

 Urip iku urup, (hidup itu menyala), maknanya adalah bahwa hidup sebagai manusia
haruslah memiliki manfaat bagi manusia lain dan lingkungan alam sekitar.
 Ojo Keminter Mengko Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko, (jangan menjadi orang
yang sombong dengan kepandaian dan jangan menyakiti orang agar tidak dicelakai),
maknanya hidup haruslah rendah hati dan selalu sportif.
 Ojo Ketungkul Marang Jenenge Kalenggahan, Kadunyan lan Kemareman, (jangan
menjadi orang yang hanya mengejar jabatan, harta dan kenyamanan), maknanya
jangan terlalu mengutamakan jabatan/pangkat, harta dan kenikmatan dunia.
 Wong Jowo Kuwi Gampang Ditekak-tekuk, (orang jawa itu mudah untuk diarahkan),
maknanya bahwa orang Jawa itu mudah untuk beradaptasi dengan berbagai situasi
lingkungan.
 Memayu Hayuning ing Bawana, Ambrasta dur Hangkara (membangun kebaikan dan
mencegah kemungkaran), maknanya adalah hidup didunia harus banyak-banyak
membangun atau memberi kebaikan dan memberantas sikap angkara murka.
 Mangan ora mangan sing penting kumpul (kebersamaan harus diutamakan),
maknanya adalah bahwa kebersamaan dan gotong royong itu lebih penting dari yang
selainnya.
 Nrimo Ing Pandum, (menerima pemberian dari yang kuasa), maknanya adalah harus
selalu bersyukur terhadap apa yang sudah dimiliki dan diberikan oleh Tuhan.

2. Ajaran Kejawen
Kejawen bagi masyarakat Jawa asli sudah hampir menjadi seperti agama tersendiri. Ajaran
kejawen pada dasarnya merupakan kompilasi dari seni, budaya, adat ritual, sikap sosial, serta
berbagai pandangan filosofi masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Jawa yang masih memegang
teguh ajaran asli kejawen, panutan ajaran ini menjadi nilai spiritualitas tersendiri. Masyarakat
Jawa banyak memiliki kitab kejawen yang disadur dari kitab-kitab karya para Mpu pada
masa kerajaan Jawa.

Syekh Siti Jenar yang terkenal dengan konsep gagasan ‘manunggaling kawula lan gusti’,
merupakan salah satu tokoh yang tidak dapat dilepaskan dari munculnya ajaran kejawen.
Sebagai inti ajaran, kejawen mengajarkan manusia pada apa yang disebut ‘Sangkan Paraning
Dumadhi’ (kembali kepada sang pencipta). Kemudian membentuk dan mengarahkan manusia
untuk sesuai dengan Tuhannya (manunggaling kawula lan gusti). Bahwa setiap manusia
harus bertindak sesuai dengan tindakan dan sifat Tuhan.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka orang Jawa biasa melakukan ’laku’ atau tindakan
untuk membentuk pribadi yang sesuai dengan Tuhan. Diantaranya adalah dengan melakukan
‘pasa’ atau berpuasa dan juga ‘tapa’ atau melakukan pertapaan. Disinilah letak kejawen
sebagai bentuk spiritualitas suku Jawa.

3. Wayang Kulit
Wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan suku Jawa yang cukup khas. Wayang
sendiri berasal dari kata ‘ayang-ayang´ yang artinya adalah bayangan (baca juga : sejarah
wayang kulit). Wayang kulit Jawa memiliki perbedaan dengan wayang golek Sunda (baca :
sejarah wayang golek). Bagi suku Jawa, cerita pewayangan selalu menggambarkan bentuk
kehidupan manusia di dunia, yakni peperangan terhadap angkara murka dan perjuangan
untuk membangun kebaikan. Hal itu sesuai dengan prinsip filosofis hidup yang selalu
dipegang teguh oleh orang Jawa.

Permainan kesenian wayang kulit mulai tersebar luas ketika para wali songo sering
menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah Islam. Pada umumnya cerita dan
penokohan pada kesenian wayang kulit diambil dari kisah Mahabarata dan Ramayana.
Namun dalam versi pewayangan Jawa, cerita tersebut sudah banyak dilakukan perubahan.
Wayang purwa sebutan lain bagi wayang kulit biasa dimainkan oleh seorang narator yang
disebut dalang. Dalang ini bertugas untuk mengatur jalannya cerita dan memainkan gerak
para tokoh wayang kulit.

Selain memiliki unsur kesenian, wayang kulit juga dipercaya oleh orang Jawa memiliki nilai
magis tersendiri. Pagelaran wayang kulit dipercaya mampu mendatangkan kekuatan-kekuatan
magis dari arwah leluhur ataupun kekuatan magis yang berasal dari Tuhan. Maka dari itu
pagelaran wayang kulit merupakan media utama ketika orang Jawa melakukan ruwatan.
Ruwatan merupakan bentuk acara atau upacara untuk membuang ‘bala’ (kesulitan dan
kesialan). Dengan diruwat orang Jawa berharap kehidupannya bisa keluar dari segala
kesulitan dan bencana.

4. Keris
Keris merupakan senjata tradisional suku Jawa. Keris sendiri selain sebagai senjata
tradisional suku Jawa juga menjadi lambang kedaulatan beberapa raja-raja di kerajaan luar
Jawa. Bagi orang Jawa, keris tidaklah sesederhana hanya merupaka senjata saja. Lebih dari
itu, keris merupakan senjata pusaka yang diyakini oleh sebagai orang memiliki atau
menyimpan kesaktian. Oleh sebab itu keris disebut juga sebagai ‘tosan aji’ (alat yang
memiliki kesaktian).

Dalam beberapa legenda sejarah terdapat beberapa keris yang dianggap begitu istimewa.
Keris Mpu Gandring yang direbut oleh Ken Arok, mampu menjadikan Ken Arok sebagai
penguasa kerajaan Singasari. Keris Nagasasra dan keris sabuk Inten yang terkenal dari
kerajaan Demak. Keris Sunan Kudus yang disebut ‘sunan kober’ dan merupakan senjata
pamungkas dari Arya Penangsang juga telah mampu memberikan kekuasaan.

Sebagai ‘tosan aji’, keris begitu sangat dipercayai kesaktiannya karena proses pembuatannya
yang dilakukan oleh para Mpu (sebutan bagi pembuat keris) senantiasa diiringi dengan laku
spiritualitas seperti puasa dan bertapa. Selain kemampuan meracik kualitas bahan material,
para Mpu juga memasukkan berbagai mantra dan do’a pada keris yang dibuatnya. Bahkan
jumlah ‘luk’ (lekukan) yang ada pada keris menyimpan makna kesaktian yang tersembunyi.

Pelajari juga senjata tradisional suku lain dalam artikel : Kebudayaan Suku Baduy,
Kebudayaan Nanggroe Aceh Darussalam

5. Aksara Jawa
Suku Jawa memiliki huruf tulisan yang disebut dengan aksara Jawa. Aksara Jawa terdiri dari
20 karakter huruf yang menyimpan makna dan filosofi masing-masing. Huruf-huruf tersebut
adalah Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga. Banyak
sekali versi sejarah dan legenda yang mengemukakan asal-usul munculnya aksara Jawa ini.
Namun yang paling terkenal diantara kalangan masyarakat Jawa adalah cerita babad Ajisaka.

Babad Ajisaka mengisahkan tentang pengembaraan seorang penguasa kerajaan Jawa Kuno
yang didampingi oleh seorang abdi (pembantu). Dalam perjalanannya, Ajisaka meninggalkan
keris miliknya di tengah hutan dan menyuruh abdinya tersebut untuk menjaga keris tersebut
dan jangan sampai diberikan kepada siapapun kecuali pada Ajisaka sendiri. Ajisaka
kemudian melanjutkan pengembaraannya seorang diri.

Setelah sekian waktu, Ajisaka kembali ke kerajaan dan setelah sekian lama memerintah
kerajaan ia baru teringat akan keris pusakanya yang ia tinggalkan semasa pengembaraan.
Dari situ lantas Ajisaka mengutus seorang utusan untuk pergi ke hutan mengambil keris
tersebut. Ia berpesan pada utusannya bahwa jangan sampai kembali ke kerajaan sebelum ia
membawa keris pusakanya.

Di tengah hutan utusan kerajaan ini mendapati keris pusaka Ajisaka yang tengah dijaga oleh
seorang abdi. Kedua orang yang pada hakekatnya merupakan utusan Ajisaka ini kemudian
saling berebut keris karena mereka sama-sama memegang teguh amanah perintah
majikannya. Dua orang ini kemudian terlibat pertarungan yang menjadikan keduanya tewas.
Ajisaka baru teringat kalau ia meninggalkan keris tersebut bersama dengan salah satu abdi
setianya. Ajisaka menyusul ke dalam hutan, namun ia mendapati kedua utusannya telah
tewas. Untuk menghormati utusannya yang setia inilah kemudian Ajisaka merumuskan
tulisan yang kemudian dikenal sebagai aksara Jawa. Filosofisnya,

HaNaCaRaKa : terdapat dua utusan setia


DaTaSaWaLa : saling berkelahi/bertarung

PaDaJaYaNya : sama-sama saktinya

MaGaBaThaNga : sama-sama matinya.

Pelajari juga mengenai sastra Jawa pada artikel : Jenis-jenis Sastra, Peran dan Fungsi Kritik
Sastra, Seni Sastra Jawa.

6. Bahasa
Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang memiliki stratifikasi atau tingkatan bahasa.
Orang Jawa sangat menjunjung tinggi etika kesopanan dan kesantunan termasuk dalam hal
berbahasa. Dalam bahasa Jawa dikenal yang namanya undhak-undhuk atau tata krama di
dalam bertutur kata. Setidaknya terdapat tiga struktur tingkatan bahasa yang ada dalam
bahasa Jawa, tingkatan tersebut :

 Ngoko, bahasa ngoko merupakan bahasa yang digunakan apabila lawan bicara
merupakan orang yang sebaya umurnya atau kerabat yang sudah dekat dan akrab.
Secara khusus juga digunakan oleh orang yang lebih tua kepada orang yang lebih
muda.
 Madya, bahasa madya merupakan bahasa yang digunakan kepada lawan bicara yang
umurnya lebih tua atau sekadar penghormatan kepada orang yang sama sekali kurang
dikenal.
 Krama, bahasa krama merupakan tingkatan tertinggi dalam bahasa Jawa. Digunakan
untuk berbicara kepada orang yang yang lebih tua atau dituakan, serta kepada orang
yang memiliki status sosial tinggi di masyarakat.

Bahasa Jawa sendiri masih terbagi kedalam beberapa dialek yang berbeda-beda. Seperti
dialek orang Jawa di Jawa Timur dengan orang Jawa di Jawa Tengah atau Jawa Barat,
memiliki struktur pengucapan dan logat yang berbeda. Namun prinsip undhak undhuk masih
tetap berlaku meskipun dialek dan pengucapan memiliki perbedaan.

7. Seni Tarian
Orang Jawa dikenal sebagai masyarakat yang berbudaya. Sangat banyak sekali seni tari yang
merupakan hasil olah cipta, rasa dan karsa masyarakat Jawa. Bahkan antara orang Jawa di
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, memiliki tarian khasnya masing-masing. Benang
merah seni tari suku Jawa terletak pada tata tari yang luwes, kalem dan santun.
Menggambarkan filosofis hidup suku Jawa yang cenderung menerima, selalu adaptif dengan
segala situas dan kondisi serta mengutamakan tata krama.

Sebagaimana kepercayaan yang dianut suku Jawa, dalam kesenian tari yang diciptakan pun
tidak terlepas dari unsur magis dan sakralitas. Kesenian tari seperti reog, tari sintren, tari kuda
lumping (baca juga : sejarah kuda lumping), merupakan contoh kesenian tari yang sangat
kental dengan kekuatan supranatural. Di lingkungan keraton Jogjakarta dikenal tari ‘bedhaya
ketawang’ yang sangat disakralkan oleh orang Jawa disana. Sakralitas ini berkaitan dengan
kepercayaan bahwa tari bedhaya ketawang ini sengaja diciptakan oleh Nyi Roro Kidul
penguasa laut selatan sebagai bentuk suguhan bagi penguasa Kerajaan keraton Jogja
penguasa tanah Jawa.

Tarian ini ditarikan oleh 9 orang wanita dan hanya dipentaskan untuk acara-acara tertentu
saja yang berkaitan dengan hajat keraton/kerajaan. Pagelaran tari bedhaya ketawang diiringi
oleh musik gamelan yang ritmenya sangat halus dan pelan. Gerakan tarinya pun juga sangat
halus, sehingga membuat orang yang melihatnya seolah-olah tersihir dengan gerak dan
alunan musiknya (baca : elemen gerak tari). Dipercaya bahwa ketika dilakukan pagelaran tari
ini, secara supranatural Nyi Roro Kidul selalu hadir dan ikut menari bersama dengan 9 wanita
yang menarikan tarian ini.

Pelajari juga bentuk-bentuk seni tari suku lain dalam artikel : Tarian tradisional Indonesia,
Tarian Tradisional Sumatera Barat, Tarian Tradisional Papua.

8. Seni Musik
Alat musik tradisional Jawa biasa disebut dengan gamelan. Gamelan sendiri merupakan
gabungan dari beberapa alat musik pukul seperti gong, kendang, saron, bonang, kenong,
demung, slenthem, gambang serta kempul. Gamelan biasa digunakan untuk mengiringi
kesenian tari atau kesenian suara yang biasa disebut dengan karawitan. Gamelan juga biasa
digunakan sebagai pengiring pagelaran wayang kulit.

Pada zaman dahulu alat musik gamelan biasa dijadikan media dakwah para walisongo.
Mereka menggunakan gamelan sebagai alat untuk memberi hiburan kepada masyarakat
sebelum atau sesudah mereka memberikan ceramah-ceramah agama. Dengan media ini
masyarakat Jawa mudah untuk dikenalkan dengan Islam dan sekarang mayoritas Suku Jawa
merupakan orang-orang yang memeluk Islam. Selain di Jawa alat musik gamelan juga
dikenal pada beberapa suku bangsa yang lain seperti pada kebudayaan Sunda, bahkan
kebudayaan Suku Banjar yang ada di luar Jawa juga menggunakan gamelan sebagai salah
satu alat musiknya.

Kebudayaan Suku Jawa merupakan salah satu yang tertua di Indonesia. Banyak sekali
kebudayan suku bangsa lain di Indonesia yang sedikit banyak berakulturasi dengan budaya
masyarakat Jawa. Baik dalam bahasa, filosofis, maupun kesenian-keseniannya. Hingga saat
ini adat-istiadat suku Jawa ini masih sangat dipegang teguh dan terus ditradisikan, khususnya
dalam lingkungan Keraton daerah istimewa Jogjakarta.
Budaya yang terdapat di pulau Jawa sangatlah beragam, di sini kita akan membahas
tentang budaya Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat secara singkat.
a. Budaya Jawa Timur
b. Budaya Jawa Tengah
Jawa Tengah yang merupakan salah satu dari sepuluh daerah tujuan wisata di
Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru baik darat, laut, maupun
udara. Provinsi ini juga telah melewati sejarah yang panjang dari jaman purba hingga
sekarang.
Di Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik,
dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
 Seni Arsitektur Bangunan Jawa
Pembagunan Jawa Tengah pada umumnya bangunan induk serta bangunan lain di
seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan
“Padepokan Jawa Tengah”, seni bangunan dari jaman Sanjayawangsa dan
Syailendrawangsa. Jawa Tengah juga dikenal dengan sebutan “ The Island of
Temples “ karena memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi.
 Tarian Daerah Jawa Tengah
Tarian jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain
sebagai hiburan, beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu
disajikan dalam pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud
seni tari yang adiluhung , sakral , dan religius.Tari Jawa tersebut banyak jenisnya.
Tarian tersebut di antaranya sebagai berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya
Ketawang, (3) wireng, (4)prawirayudha, (5) dan (6) tari Kuda-Kuda. Khusus di
Mangkunegaran disebut tari Langendriyan , yang mengambil kisah Damarwulan .
 Seni Tari Peran Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana kesenian
ini diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan karakter
dari tokoh-tokoh dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering
diangkat dalam ketoprak adalah Ramayana dan Mahabarata, yang kesemuanya
bercerita tentang kebaikan akan selalu menang melawan keangkaramurkaan.
Karena itulah sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki sikap “andap asor”,
lemah-lembut, ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
Gambar ketoprak
 Seni Wayang
Wayang adalah salah satu tradisi bercerita di Jawa Tengah yang masih
berlanjut hingga saat ini yang paling berkembang dan terkenal hingga ke penjuru
dunia.Wayang merupakan salah satu kesenian Jawa yang hingga sekarang ini
masih eksis.
Kesenian wayang sering disajikan dalam hajatan. Wayang tidak jauh berbeda
dengan ketoprak. Jika ketoprak diperankan oleh manusia, sementara tokoh-tokoh
cerita dalam wayang diperankan dengan properti yang disebut wayang itu sendiri
yakni sejenis miniatur dengan bentuk sosok manusia yang digambarkan sesuai
dengan sifatnya dan berbahan dari kulit . Wayang dijalankan oleh seorang
dhalang.

Gambar wayang kulit

 Lagu Daerah Jawa Tengah


Budaya Intelektual di tanah Jawa pada masa lalu ternyata sudah dapat
dikatakan tinggi, hal ini terbukti banyak karya-karya sastra yang ditulis, meskipun
berbentuk tembang (sastra sekar) macapat yang juga ternyata memiliki aturan-
aturan baku , yang kalau kita pelajari akan tampak nilai-nilai intelektualitas yang
tinggi.
Jawa Tengah memiliki lagu daerah, yang dibagi atas : (1) tembang
dolanan(Ilir-Ilir, Cublak-Cublak Suweng, Gundhul Pacul, dan lain-lain), (2)
tembang macapat (Maskumambang, Pocung, Gambuh, Megatruh, Mijil, Kinanthi,
Durma, Pangkur, Asmaradana, Sinom, dan Dhandanggula), dan (3) gendhing Jawa
kreasi (modern).
 Bahasa Daerah Jawa Tengah
Bahasa yang melekat di daerah Jawa Tengah yaitu bahasa Jawa . setiap hari
di mana saja kapan saja mereka menggunakan bahasa sehari-hari dengan bahasa
jawa. Bahasa yang terdapat di jawa bermacam-macam cara bertutur kata. Dari anak
kecil hingga orang dewasa dapat menggunakannya dengan fasih, meskipun hanya
sebagian kecil dari mereka yang benar-benar menguasai bahasa Jawa tersebut,
karena bahasa jawa memiliki tingkatan-tingkatan dalam penggunaanya. Tingkatan-
tingkatan tersebut menyebabkan tidak semua dari mereka dapat menguasai dengan
baik. Bahasa Jawa terdiri atas bahasa krama inggil, krama alus , krama lugu, krama
madya, dan ngoko.
Krama inggil biasanya digunakan sebagai bahasa para MC hajatan, krama
alus digunakan saat berbicara dengan orang yang dihormati, sedangkan ngoko
digunakan dalam perbincangan antara orang-orang dekat atau biasa digunakan oleh
para orang tua untuk berbicara dengan anak-anak mereka, atau oleh orang dewasa
kepada orang-orang usia di bawah mereka dan dialog antara teman sebaya.
Keanekaragaman ini menambah kekayaan budaya Jawa, namun hal ini juga justru
menjadikan masyarakatnya enggan untuk menerapkannya.

Anda mungkin juga menyukai