Anda di halaman 1dari 31

SUKU dan BUDAYA DI SULAWESI

Disusun Oleh : Kelompok 3 (MAWAR)


Hauratul Jannah
Naila Ismi Fadila
Intan Sulistia Rini
Maulidatul Mukarromah
Asti Ananda Winas M.
Irma Fitri Anisa

SMP 3 IBRAHIMY
SUKOREJO SITUBONDO
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah Suku dan Budaya di Sulawesi ini dapat diselesaikan tepat
waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah dokumentasi
kebidanan oleh Ibu Didin. Selain itu makalah ini memberi perhatian yang besar terhadap Seni
dan Budaya khususnya di Sulawesi.
Pada penulisan makalah ini, penulis berusaha menggunakan bahasa yang sederhana
dan mudah  dipahami sehingga dapat dengan mudah dicerna oleh pembaca, dan dapat diambil
manfaatnya.
Penulis menyadari walaupun sudah berusaha kemampuan, mencurahkan segala
pikiran dan kemampuan yang dimiliki, makalah ini ,masih banyak kekurangan dan
kelemahan, baik dari segi bahasa, pengolahan maupun penyusunan. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan  kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu kesempurnaan dalam
pemenuhan tugas ini.

Sukorejo, 07 September 2019

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

1. Sejarah Sulawesi..........................................................................................2
2. Suku Di Sulawesi ........................................................................................2
3. Budaya Di Sulawesi.....................................................................................8
4. Tarian Tradisional Di Sulawesi ..................................................................15
5. Lagu Tradisional Di Sulawesi.....................................................................24
6. Pakaian Adat Di Sulawesi ..........................................................................25

BAB III PENUTUP.................................................................................................28

A. Kesimpulan..................................................................................................28
B. Saran.............................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya tak akan lepas dari kehidupan manusia. Dimana ada budaya disitulah
peradapan manusia berada karena budaya merupakan hasil karya cipta manusia penuangan
atas ide, gagasan yang dianggap baik dan kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan yang
dilakukan terus menerus sehingga menjadi kebiasaan. Perbedaan kepribdian manusia
menjadikan budaya yang berkembang menjadikan keanekaragaman budaya yang ada. Antara
daerah satu an lainnya tidak sama. Hal itu secara tidak langsung menuntut manusia untuk 
memahami dan mempelajari budaya yang ada sehingga dapat saling menghargai antar
sesama. Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-4 di Indonesia tidak mengherankan jika
banyak terdapat suku bangsa dan berkembangnya budaya-budaya. Sebagai bangsa yang baik
perlu mempelajari sisi-sisi menarik yang berkembang dalam pulau yang besar itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Sejarah Sulawesi ?
2. Suku Apa Saja Yang Ada Di Sulawesi ?
3. Budaya Apa Saja Yang Ada Di Sulawesi ?
4. Apa Saja Tarian Tradisional Di Sulawesi ?
5. Apa Saja Lagu Tradisional Di Sulawesi ?
6. Apa Saja Pakaian Adat Di Sulawesi ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Sulawesi
Sulawesi atau Pulau Sulawesi (atau sebutan lama dalam bahasa Inggris: Celebes)
adalah sebuah pulau dalam wilayah Bendera Indonesia Indonesia yang terletak di antara
Pulau Kalimantan di sebelah barat dan Kepulauan Maluku di sebelah timur. Dengan luas
wilayah sebesar 174.600 km², Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11 di dunia. Di
Indonesia hanya luas Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Papua sajalah yang lebih luas
wilayahnya daripada Pulau Sulawesi, sementara dari segi populasi hanya Pulau Jawa dan
Sumatera sajalah yang lebih besar populasinya daripada Sulawesi.

Nama Sulawesi diperkirakan berasal dari kata dalam bahasa-bahasa di Sulawesi


Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi yang berarti besi (logam),
yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi hasil produksi tambang-tambang
yang terdapat di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur. Sedangkan
bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14-15 masehi adalah bangsa asing
pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau Sulawesi secara
keseluruhan.

Sulawesi merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Kalimantan


dan Sumatera dengan luas daratan 174.600 kilometer persegi. Bentuknya yang unik
menyerupai bunga mawar laba-laba atau huruf K besar yang membujur dari utara ke selatan
dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur, dan tenggara. Pulau ini dibatasi
oleh Selat Makasar di bagian barat dan terpisah dari Kalimantan serta dipisahkan juga dari
Kepulauan Maluku oleh Laut Maluku. Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat,
Filipina di utara, Flores di selatan, Timor di tenggara dan Maluku di sebelah timur.

2. Suku di Sulawesi
I. Suku Makasar

2
Suku Makassar, sebagai suku terbesar di Sulawesi Selatan, menyimpang
sejarah yang sangat panjang. Dalam catatan sejarah yang tertulis dalam “lontara”,
suku Makassar sudah menguasai Pulau Sulawesi sejak abad ke-16. Bahkan kekuasaan
orang-orang Suku Makassar saat itu meliputi Seluruh pulau Sulawesi, Sebagian
Kalimantan, Sebagian Pulau Maluku, Nusa Tenggara, Hingga Timor-Timur (Timor
Leste saat ini). Suku Makassar sendiri terdiri dari beberapa sub suku yang tersebar
luas di selatan pulau Sulawesi, tersebar dari Kota Makassar, Kabupaten Gowa,
Takalar, Je’neponto, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, Maros, dan Pangkep.

II. Suku Bugis

Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-
Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi
pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Penyebaran Suku Bugis di seluruh
Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang-orang bugis umumnya adalah
nelayan dan pedagang. Sebagian dari mereka yang lebih suka merantau adalah
berdagang dan berusaha (massompe‘) di negeri orang lain. Hal lain juga
disebabkan adanya faktor historis orang-orang Bugis itu sendiri di masa lalu.

III. Suku Mandar

3
Orang Mandar sebagian besar berdiam di wilayah Majene dan Mamuju di
Provinsi Sulawesi Barat. Yang sering mengaku sebagai orang Mandar adalah
penduduk Majene, penduduk Mamuju sebaliknya lebih senang disebut orang
Mamuju. Kedua suku bangsa ini memang memperlihatkan ciri kehidupan sosial
dan budaya yang sama di mata orang luar. Selain mendiami kedua wilayah
tersebut, orang Mandar juga mendiami sebagian daerah di wilayah Polewali-
Mamasa. Jumlah populasinya sekarang sekitar 400.000 jiwa.

IV. Suku Toraja

Suku bangsa ini mendiami sebagian jazirah Sulawesi Selatan bagian utara.
Kata Toraja diberikan oleh penduduk asli Sulawesi Tengah untuk menyebut
kelompok etnis yang berdiam di pedalaman dan pegunungan, to artinya orang, dan
ri aja artinya dari gunung. Orang Toraja sendiri zaman dulu menyebut
kelompoknya berdasarkan wilayah tempat tinggalnya, yaitu Sa’dan, dari nama
sebuah sungai yang mengalir lewat wilayah mereka. Karena itu sering juga
disebut sebagai Toraja Sa’dan. Dan kalau dilihat dari bahasa mereka disebut pula
orang Toraja Tae.

V. Suku Bentong

4
Suku Bentong merupakan suku yang berdiam di desa Bulo-Bulo,
Kecamatan Pujananting, Kabupatn Barru, Sulawesi Selatan. Populasi suku ini
diperkirakan mencapai 25.000 jiwa, yang mana mayoritas memeluk agama
Islam. Mata pencaharian utama suku Bentong adalah bercocok tanam. Sehari-
hari, suku ini berkomunikasi dalam bahasa Bentong. Suku Bentong sering
digolongkan ke dalam kelompok suku Terasing, karena mereka membuat
pemukiman yang jauh terpencil dari masyarakat lain. Mereka suka berkelana
di hutan sambil mencari dan berburu apa saja yang mereka temukan di hutan
untuk kebutuhan hidup mereka.

VI. Suku Duri

Suku Duri terdapat di Kabupaten Enrekang, di daerah pegunungan yang


berhawa sejuk di tengah-tengah Propinsi Sulawesi Selatan, berbatasan dengan
Tanah Toraja. Pemukiman orang Duri terdapat di kecamatan Baraka, Alla dan
Anggeraja yang seluruhnya berjumlah 17 desa. Mereka tinggal dekat dengan jalan
yang dapat dilalui mobil. Hanya sedikit yang bermukim di daerah pegunungan
yang tinggi.

VII. Suku Enrekang

5
Suku Enrekang masih berhubungan erat dengan Bugis . Pada
umumnya berdomisili di Kabupaten Enrekang provinsi Sulsel. Sejak abad
XIV, daerah ini disebut MASSENREMPULU yang artinya meminggir gunung
atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang dari ENDEG yang artinya
NAIK DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya sebutan
ENDEKAN. Masih ada arti versi lain yang dalam pengertian umum sampai
saat ini bahkan dalam Adminsitrasi Pemerintahan telah dikenal dengan nama
“ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan bahwa Daerah Kabupaten
Enrekang adalah daerah pegunungan, sudah mendekati kepastian sebab jelas
bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit.

VIII. Suku Konjo Pegunungan

Suku Konjo Pesisir mendiami empat kecamatan di sebelah tenggara


dari wilayah Bulukumba – Kajang, Herlang, Bonto Tiro dan Bonto Bahari.
Yang juga termasuk suku ini adalah suku Konjo Hitam, yang menempati
daerah sebelah barat dari Kajang. Suku Konjo Hitam ini memilih
mempertahankan cara hidup lama, seperti misalnya : memakai pakaian hitam,
tidak mengijinkan penggunaan peralatan modern (misalnya kursi, lampu,
kendaraan, sekolah) dan mempraktekkan ilmu sihir sebagai bagian dari ibadah
animistik mereka. Suku Konjo tinggal di Kabupaten Bulukumbu, kurang lebih
209 km dari kota Ujung Pandang , Propinsi Sulawesi Selatan. Nama lain suku
ini adalah Kajang – merupakan perkampungan tradisional khas suku Konjo.

6
IX. Suku Luwu

Kerajaan Luwu adalah kerajaan tertua, terbesar, dan terluas di


Sulawesi Selatan yang wilayahnya mencakup Tana Luwu, Tana Toraja,
Kolaka, dan Poso. Perkataan “Luwu” atau “Luu” itu sebenarnya berarti
“Laut”. Luwu adalah suku bangsa yang besar yang terdiri dari 12 anak suku.
Walaupun orang sering mengatakan bahwa Luwu termasuk suku Bugis, tetapi
orang-orang Luwu itu sendiri menyatakan mereka bukan suku Bugis, tetapi
suku Luwu. Sesuai dengan pemberitaan lontara Pammana yang mengisahkan
pembentukan suku Ugi’ (Bugis) di daerah Cina Rilau dan Cina Riaja, yang
keduanya disebut pula Tana Ugi’ ialah orang-orang Luwu yang bermigrasi ke
daerah yang sekarang disebut Tana Bone dan Tana Wajo dan membentuk
sebuah kerajaan. Mereka menamakan dirinya Ugi’ yang diambil dari akhir
kata nama rajanya bernama La Sattumpugi yang merupakan sepupu dua kali
dari Sawerigading dan juga suami dari We Tenriabeng, saudara kembar dari
Sawerigading. Suku Luwu tinggal di Kabupaten Luwu dan sekitarnya.

X. Suku Kajang

7
Suku Kajang adalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman
Makassar, Sulawesi Selatan. Secara turun temurun,mereka tinggal di
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Bagi mereka, daerah itu
diangggap sebagai tanah warisan leluhur dan mereka menyebutnya,
Tana Toa.Di Tana Toa, suku Kajang terbagi menjadi dua kelompok, Kajang
Dalam dan Kajang Luar. Suku Kajang Luar hidup dan menetap di tujuh desa
di Bulukumba. Sementara suku Kajang Dalam tinggal hanya di dusun
Benteng. Di dusun Benteng inilah, masyarakat Kajang Dalam dan Luar
melaksanakan segala aktifitasnya yang masih terkait dengan adat istiadat.

3. Budaya di Sulawesi
I. Kebudayaan Sulawesi Utara
Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain kaya akan sumber daya alam sulawesi
utara juga kaya akan seni dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai
seni dan budaya dari berbagai suku yang ada di provinsi sulawesi utara justru
menjadikan daerah nyiur melambai semain indah dan mempesona. Berbagai pentas
seni dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang memberikan warna tersendiri bagi
provinsi yang terkenal akan kecantikan dan ketampanan nyong dan nona Manado.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni
suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga
suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang
berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah
seperti Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik
(dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan
Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua
bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti
Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka
ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai
suku dan golongan.
1) Tradisi  di Sulawesi Utara. Budaya mapalus.Mapalus merupakan sebuah tradisi
budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan

8
secara bersama-sama atau gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang
sangat mendasar. Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom
masyarakat di Minahasa.
2) Perayaan tulude. Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan
pada setiap akhir bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat
keagamaan dimana ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena
berkat dan rahmat yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil
memohon berkat serta pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang
baru.
3) Festival figura. Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian
yunani klasik. Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan
laku atau watak dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura
merupakan kesenian yang dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap
sosok atau perilaku tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi
baik buruknya sosok dan watak seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado
festival figura diselenggarakan dalam rangka pesta kunci taong layaknya
perayaan tulude yang dilaksanakan oleh masyarakat sangihe.
4) Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini
juga rutin dilaksanakan di Sulawesi Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara
ini dimeriahkan dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-
motong badan dan mengiris lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi
dengan jarum besar yang tajam akan tetapi si Ince Pia tidak terluka ketika Ince
Pia beraksi pada perayaan cap go meh di Manado.
5) Pengucapan syukur. Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat
Minahasa yang mengucap syukur atas segala berkat yang telah Tuhan berikan.
Biasanya pengucapan syukur dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan
acara keagamaan untuk mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen
yang dinikmati. Acara pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh
masyarakat suku Minahasa pada hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga
Agustus. Saat pengucapan syukur hampir setiap keluarga menyediakan makanan
untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa terlebih makanan khas seperti
nasi jaha dan dodol.  Nasi jaha makanan khas pengucapan syukur.
Itulah beberapa Kebudayaan di Sulawesi Utara yang hingga kini masih rutin
dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara.

9
II. Kebudayaan Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah didiami oleh 12 etnis atau suku yaitu :

1. Etnis kaili di Kabupaten Donggala, kota palu dan sebagian Kabupaten paringi
Moutong.
2. Etnis Kulawi dikabupaten Donggala
3. Etnis Lore di kabupaten Poso
4. Etnis Pamona dikabupaten poso
5. Etnis Mori dikabupaten Morowali
6. Etnis Bungku di kabupaten Morowali
7. Etnis Saluan di kabupaten Banggai
8. Etnis Balantak di kabupaten Banggai
9. Etnis Banggai di kabupaten Banggai
10. Etnis Buol di kabupaten Buol
11. Etnis Tolitoli di kabupaten Tolitoli

Ada beberapa suku terasing yang hidup didaerah pengunungan,antara lain Suku Dala
dikabupaten Donggala, suku Wana di Kabupaten Monowali, suku sea-sea dikabupaten
Banggai dan suku daya di kabupaten Buol dan Toli-toli. Selain penduduk asli ada pula etnis
lain dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur serta Bugis dan Makasar
yang sejak lama menetap dan membaur dengan masyarat setempat. Jumlah penduduk
sulawesi tengah berdasarkan sensus penduduk tahun 2007 berjumlah 2.875.000 Jiwa.

III. Kebudayaan Sulawesi Selatan     

Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum


mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku
Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).

1. Suku Bugis, Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi
Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat
2. Adat Istiadat bugis. Budaya makan dalam kelambu. Makan dalam kelambu ini
biasanya dilaksanakan sebelum melakukan hajatan, misalnya kita
melaksanakan hajatan/pun acara pernikahan. Prosesi makan dalam kelambu
ini dilaksanakan 2 hari, ataupun 1 hari lagi mau melakukan acara tersebut.

10
Yang penting sebelum hari melakukan hajatan. Kita melakukan ritual makan
dalam kelambu ini sebelum melaksanakan prosesi acara dikarenakan agar
orang yang melaksanakan prosesi acara selamat dan acaranya pun berjalan
dengan lancar.
Tradisi makan dalam kelambu ini dilaksanakan setiap ada hajatan, dan
ritual ini tidak ditentukan, dilaksanakannya, yang penting ritual ini
dilaksanakan kapan saja, yang penting pada saat kita ada acara hajatan. Ritual
makan dalam kelambu ini tidak boleh sembarangan kita laksanakan,
dikarenakan banyak pantangannya. Karena banyak syaratnya antara lain :
harus menggunakan nasi ketan (pulut) dan harus 4 warna yaitu putih, merah
hitam dan kuning dalam 1 piring, dan tidak boleh dibeda-bedakan piringnya.
Menata nasi ketannya harus berurutan putih, merah, kuning dan hitam. Di atas
ketan tersebut harus ada telur kampong rebus, menggunakan ayam panggang 1
ekor, tetapi ayam tersebut tidak boleh sembarangan. Karena ayam yang
dipakai itu adalah ayam kampong yang jantan tidak boleh menggunakan ras
(betina). 1 sisir pisang dan pisang yang digunakan itu harus pisang khususnya
yaitu pisang berangan. Di dalam bakul terdapat/yang berisikan gabah (padi)
dan diletakkan di atas gabah tersebut 1 buah kelapa tua yang sudah di kupas
sabutnya.
Ditambah lagi peralatan berupa lilin yang akan dinyalakan ketika ritual
itu dilaksanakan. Adapun lilin yang digunakan adalah lilin lebah dan 1
perangkat tempat sirih, pinang, kapur, daun sirih, gambir dan tembakau,
digunakan minyak baud an bereteh dan beras kuning, yang akan digunakan
apabila acara dilaksanakan. Pertama-tama seorang pawing menyiapkan sesaji
yang akan digunakan, sesaji tersebut misalnya yang telah saya sebutkan diatas.
Setelah sesaji itu dipersiapkan, lalu orang yang melasanakan hajatan harus
masuk di dalam kelambu tersebut bersama sesajinya dan pawangnya. Di
dalam kelambu tersebut tidak boleh ada cahaya yang masuk kecuali lilin
lebah, agar acara ritual tersebut akan lebih nikmat dan tenang.
Seorang pawing membacakan mantra/doa-doa setelah itu minyak bau
dilumuri di telinga, ubun-ubun, tenggorokan dan pusar (pusat), diambil
sedikit-sedikit nasi pulut yang 4 macam, disiapkan bayang-bayangnya yang
diberi makan. Maksudnya pawang memberi makan kepada ruh yang

11
melakukan hajatan. Langsung  pawang itu menguapkan makanan serba sedikit
kepada yang melaksanakan makan dalam kelambu.
Setelah itu dikelilingkan diatas kepala lilin, orang yang makan dalam
kelambu diatasnya sebanyak 3 kali putaran, 3 kali sebelah kanan, dan 3 kali
sebelah kiri. Setelah itu dibacakan doa selamat kepada yang makan dalam
kelambu. Habis itu lilinnya ditiup, sinar dari luar kelambu menyinari di dalam
kelambu. Menandakan acara sudah selesai.
Nilai-nilai positif yang dapat kita ambil dalam ritual makan dalam
kelambu adalah menghilangkan rasa was-was karena sudah melaksanakan adat
tersebut. Mengilangkan rasa beban kita karena kita sudah melaksanakan ritual
tersebut, dikarenakan adat tersebut turun temurun dari nenek moyang kita dan
kitapun telah melaksanakan ritual tersebut.
3. Adat dalam Pernikahan
1) A'jagang-jagang/Ma'manu-manu, Penyelidikan secara diam-diam oleh
pihak calon mempelai pria untuk mengetahui latar belakang pihak
calon mempelai wanita.
2) A'suro/Massuro, Acara ini merupakan acara pinangan secara resmi
pihak calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita. Dahulu,
proses meminang bisa dilakukan beberapa fase dan bisa berlangsung
berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan.
3) Appa'nasa/Patenre Ada, Usai acara pinangan, dilakukan
appa'nasa/patenre ada yaitu menentukan hari pernikahan. Selain
penentuan hari pernikahan, juga disepakati besarnya mas kawin dan
uang belanja. Besarnya mas kawin dan uang belanja ditentukan
menurut golongan atau strata sosial sang gadis dan kesanggupan pihak
keluarga pria.
4) Appanai Leko Lompo (erang-erang), Setelah pinangan diterima secara
resmi, maka dilakukan pertunangan yang disebut A'bayuang yaitu
ketika pihak keluarga lelaki mengantarkan passio/passiko atau Pattere
ada (Bugis). Hal ini dianggap sebagai pengikat dan biasanya berupa
cincin. Prosesi mengantarkan passio diiringi dengan mengantar daun
sirih pinang yang disebut Leko Caddi. Namun karena pertimbangan
waktu, sekarang acara ini dilakukan bersamaan dengan acara Patenre
Ada atau Appa'nasa.

12
5) A'barumbung (mappesau), Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon
mempelai wanita.
6) Appasili Bunting (Cemme Mapepaccing), Kegiatan tata upacara ini
terdiri dari appasili bunting, a'bubu, dan appakanre bunting. Prosesi
appasili bunting ini hampir mirip dengan siraman dalam tradisi
pernikahan Jawa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri
lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera
rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Kuasa
dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya. Acara ini dilanjutkan
dengan Macceko/A'bubu atau mencukur rambut halus di sekitar dahi
yang dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias). Tujuannya agar
dadasa atau hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon mempelai
wanita dapat melekat dengan baik. Setelah usai, dilanjutkan dengan
acara Appakanre Bunting atau suapan calon mempelai yang dilakukan
oleh anrong bunting dan orang tua calon mempelai. Suapan dari orang
tua kepada calon mempelai merupakan simbol bahwa tanggung jawab
orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami
si calon mempelai wanita.
7) Akkorongtigi/Mappaci, Upacara ini merupakan ritual pemakaian daun
pacar ke tangan si calon mempelai. Daun pacar memiliki sifat magis
dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan biasanya
diadakan malam pacar atau Wenni Mappaci (Bugis) atau Akkorontigi
(Makassar) yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan
tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang
diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya
kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan
bahagia. Malam mappaci dilakukan menjelang upacara pernikahan dan
diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.
8) Assimorong/Menre'kawing, Acara ini merupakan acara akad nikah dan
menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Bugis-
Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai
wanita yang disebut Simorong (Makasar) atau Menre'kawing (Bugis).
Di masa sekarang, dilakukan bersamaan dengan prosesi Appanai Leko
Lompo (seserahan). Karena dilakukan bersamaan, maka rombongan

13
terdiri dari dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo
(seserahan) dan rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan
undangan.
9) Appabajikang Bunting, Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan
kedua mempelai. Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke
kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Bugis-Makasar, pintu menuju
kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi
dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu
kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk,
kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh). Sesudah
itu, kedua mempelai bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti
beberapa acara seperti pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang
dipandu oleh indo botting (pemandu adat). Hal ini mengandung makna
mempelai pria sudah diterima oleh keluarga mempelai wanita.
10) Alleka bunting (marolla), Acara ini sering disebut sebagai acara
ngunduh mantu. Sehari sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita
ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua
mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah sebagia
balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa sarung
untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini
disebut Makkasiwiang.
4. Bahasa bugis
Bahasa masyarakat bugis adalah bahasa bugis. Pengenalan aksara
bugis itu sendiri, yang dikenal dengan nama Lontara. Lontara Bugis-Makassar
merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik.Itu
dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara
tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga
digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu. Yah dahulu kala
para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daun
lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun
kata yang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo
            Bugis memiliki beberapa keunikan dibandingkan, misalnya,
dengan aksara Latin. Aksara Bugis, sebagaimana kebanyakan aksara di Asia,
memiliki kecacatan. Kekurangan yang sekaligus bisa jadi kelebihan itu di

14
antaranya adalah tidak adanya huruf mati (final velar nasals),glottal stop, dan
konsonan rangkap (geminated consonants). Aksara Bugis, nyaris sama dengan
aksara Jepang, setiap hurufnya adalah satu suku kata (syllabel). Satu silabel
dalam aksara Bugis bisa dibaca dengan berbagai cara. Contohnya, huruf untuk
silabel ‘pa’ bisa saja dibaca /pa/, /ppa/, /pang/, /ppang/, /pa’/, atau /ppa’/.

IV. Kebudayaan Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara memiliki kebudayaan daerah yang menarik dan tentu saja unik
karena berbeda dengan budaya daerah lainnya yang ada di Indonesia.

Sebagai salah satu kekayaan budaya indonesia , propinsi ini juga memiliki tradisi.
Ada beberapa tradisi yang berasal dari Sulawesi tenggara ini dan ini mungkin menjadi bagian
dari adat istiadat di masyarakat Sulawesi Tenggara. Diantara adat istiadat tersebuta adalah
Tradisi Kalosara, Tradisi Karia, Layangan Tradisional "Kaghati", Tradisi Pusuo serta Pesta
Adat Pakande Kandea.

4. Tarian Tradisional di Sulawesi


A. SULAWESI UTARA
a) Tari Katrili

Tarian tradisional satu ini merupakan tarian perpaduan antara budaya Eropa dan
budaya Minahasa di Sulawesi Utara. Namanya adalah Tari Katrili. Tari Katrili adalah salah
satu tarian tradisional masyarakat Suku Minahasa di Sulawesi Utara. Tarian ini tergolong
tarian hiburan atau tarian pergaulan masyarakat yang dilakukan oleh para penari pria dan
wanita. Tari Katrili ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di
kalangan masyarakat Suku Minahasa dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti
perayaan, pernikahan, penyambutan dan festival budaya. Tari Katrili ini merupakan tarian
tradisional perpaduan antara budaya Eropa dan budaya Minahasa. Sehingga sekilas terlihat
seperti tarian modern, walaupun sudah ada sejak zaman dahulu. Menurut sejarahnya, Tari

15
Katrili sudah ada sejak bangsa Spanyol dan Portugis datang ke Sulawesi Utara. pada saat itu
mereka datang untuk membeli hasil bumi yang ada di tanah Minahasa. Karena hasil yang
mereka dapatkan sangat banyak, mereka merayakannya dengan pesta yang meriah dan
diramaikan dengan tarian yang dilakukan secara berpasangan antara pria dan wanita.

b) Tari Gunde

Tarian tradisional satu ini merupakan salah satu tarian klasik yang berasal dari
Sangihe, Sulawesi Utara. Namanya adalah Tari Gunde. Tari Gunde adalah salah satu tarian
tradisional yang berasal dari daerah Sangihe, Sulawesi Utara. Tari Gunde ini biasanya
ditarikan oleh para penari wanita dengan gerakannya yang khas dan musik tradisional. Tari
Gunde merupakan salah satu tarian klasik yang cukup terkenal di Sangihe, Sulawesi Utara,
dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti upacara adat, penyambutan dan berbagai
acara budaya lainnya. Tari Gunde merupakan tarian tradisional masyarakat Sangihe
Talaud yang sudah ada sejak zaman dahulu. Tarian ini dulunya merupakan tarian yang
ditampilkan untuk penyembahan kepada Genggona Langi (sang pencipta alam). Selain
menjadi tarian rakyat, Tari Gunde juga merupakan tarian istana dan sering ditampilkan di
lingkungan istana pada acara tertentu. Untuk menarikan Tari Gunde di istana, biasanya penari
diseleksi terlebih dahulu sehingga yang menarikan tarian ini merupakan penari terbaik.
Berbeda dengan Tari Gunde dikalangan masyarakat yang bisa dimainkan tanpa seleksi
namun harus memiliki kemampuan menari dan masih gadis.

c) Tari Tumatenden

16
Tarian tradisional satu ini merupakan tarian yang diangkat dari cerita rakyat Minahasa
di Sulawesi Utara. Namanya adalah Tari Tumatenden. Tari Tumatenden adalah salah satu
tarian tradisional yang diangkat dari cerita rakyat Minahasa di Sulawesi Utara. Dalam tarian
ini menceritakan kisah cinta seorang petani dan seorang bidadari. Cerita ini kemudian
dikemas dalam bentuk gerak tari yang khas dengan diiringi musik tradisional dan ditampilkan
tanpa dialog. Tarian Tumatenden ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup
terkenal di kalangan masyarakat Minahasa dan sering ditampilkan pada cara seperti
pernikahan adat, pertunjukan seni dan festival budaya.

pernikahan adat, pertunjukan seni dan festival budaya..

d) Tari Kabasaran

Tarian tradisional satu ini merupakan tarian perang masyarakat Minahasa pada zaman
dahulu. Namanya adalah Tari Kabasaran. Tari Kabasaran adalah tarian tradisional sejenis
tarian perang masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara. Tarian ini biasanya dimainkan oleh
para penari pria yang menari dengan menggunakan pakaian perang dan senjata seperti
pedang, tombak dan perisai. Tarian kabasaran merupakan salah satu tarian tradisional yang
cukup terkenal di kalangan masyarakat Minahasa dan sering ditampilkan pada acara seperti
upacara adat, penyambutan dan berbagai acara lainnya. Menurut sejarahnya, Tari Kabasaran
ini dulunya merupakan  tarian perang yang sering dilakukan oleh para prajurit Minahasa
sebelum atau sepulangnya dari medan perang. Menurut adat masyarakat Minahasa, dulunya
untuk menarikan tarian ini penari harus berasal dari keturunan penari kabasaran juga. Karena
setiap keluarga penari biasanya memiliki senjata khusus yang diwariskan secara turun-
temurun dan digunakan untuk menari Tari Kabasaran. Selain itu karena sifatnya yang sakral,
tarian ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

17
B. SULAWESI BARAT
a) Tari Bulu Londong

Tarian ini dulunya merupakan tarian kemenangan Suku Mamasa yang sering


dilakukan setelah pulang dari medan perang. Namanya adalah Tari Bulu Londong. Tari Bulu
Londong adalah salah satu tarian tradisional sejenis tarian perang yang berasal dari
daerah Mamasa, Sulawesi Barat. Tarian ini merupakan tarian yang dibawakan oleh para
penari pria dengan berpakaian dan bersenjata seperti layaknya para prajurit pada zaman
dahulu. Seperti halnya tarian perang lainnya, Tari Bulu Londong merupakan salah satu tarian
yang sudah hampir punah dan tidak pernah ditampilkan lagi seiring dengan tidak adanya
perang seperti zaman dahulu.

b) Tari Patuddu

Tarian tradisional satu ini merupakan salah satu tarian penyambutan yang khas
dari Sulawesi Barat. Namanya adalah Tari Patuddu. Tari Patuddu adalah salah satu tarian
tradisional yang berasal dari Sulawesi Barat. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari

18
wanita dengan gerakannya yang lemah gemulai dan menggunakan kipas sebagai alat
menarinya. Tarian Patuddu merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di
Sulawesi Barat dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara penyambutan,
pertunjukan seni, dan festival budaya.

c) Tari Toerang Batu

Tari tradisional satu ini merupakan salah satu tarian perang yang berasal
dari Sulawesi Barat. Namanya adalah Tari Toerang Batu. Tari Toerang Batu adalah salah
satu tarian tradisional sejenis tarian perang yang berasal dari Sulawesi Barat. Tarian ini
biasanya dilakukan oleh para penari pria sebagai para prajurit dan penari wanita sebagai
pendukung tari. Tari Toerang Batu ini merupakan tarian perang yang hampir punah dan mulai
dihidupkan kembali oleh masyarakat disana sebagai salah satu seni budaya masyarakat
Mandar di Poliwali Mandar, Sulawesi Barat.

C. SULAWESI SELATAN
a) Tari Pa'gellu

19
Tarian tradisional satu ini merupakan salag satu tarian penyambutan yang khas
dari Sulawesi Selatan. Namanya adalah Tari Pa’Gellu. Tari Pa’Gellu adalah salah satu tarian
tradisional masyarakat Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Tarian ini termasuk tarian yang
bersifat hiburan yang dibawakan oleh beberapa penari wanita dan diiringi oleh musik
tradisional yang khas. Tari Pa’Gellu ini merupakan salah satu tarian yang cukup terkenal di
daerah Sulawesi Selatan. Biasanya tarian ini ditampilkan di acara-acara seperti penyambutan,
pernikahan, pesta rakyat dan lain-lain.

b) Tari Kipas Pakarena

Tarian tradisional satu ini merupakan salah satu tarian klasik yang berasal dari Gowa,
Sulawesi Selatan. Namanya adalah Tari Kipas Pakarena. Tari Kipas Pakarena adalah salah
satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Tarian ini dibawakan
oleh para penari wanita dengan berbusana adat dan menari dengan gerakannya yang khas
serta memainkan kipas sebagai atribut menarinya. Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu
tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan, terutama di daerah Gowa. Tarian
ini sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat maupun hiburan, bahkan Tari
Kipas Pakarena ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Sulawesi Selatan, khususnya
di daerah Gowa.

20
D. SULAWESI TENGAH
a) Tari Pontanu

Tarian ini merupakan tarian tradisional yang menggambarkan para penenun di


daerah Donggala, Sulawesi Tengah. Namanya adalah Tari Pontanu. Tari Pontanu adalah
tarian tradisional yang berasal dari daerah Donggala, Sulawesi Tengah. Tarian ini biasanya
ditarikan oleh para penari wanita dan gerakan dalam tarian ini menggambarkan aktivitas para
wanita yang sedang menenun Sarung Donggala, yaitu jenis sarung yang khas dari daerah
Donggala. Tari Pontanu merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di
Sulawesi Tengah, khususnya di daerah kabupaten Donggala. Tarian ini sering ditampilkan di
berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, festival budaya, bahkan promosi wisata.

b) Tari Pamonte

Tarian tradisional satu ini merupakan tarian yang diangkat dari kebiasaan
masyarakat Suku Kaili di Sulawesi Tengah saat musim panen tiba. Namanya adalah Tari

21
Pamonte. Tari Pamonte salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Tengah.
Tarian ini menggambarkan kebiasaan para gadis Suku Kaili saat menyambut musim panen
padi tiba. Tarian ini biasanya ditampilkan oleh para penari wanita dengan berpakaian
layaknya para petani pada umumnya. Tari Pamonte merupakan salah satu tarian tradisional
yang cukup terkenal di Sulawesi Tengah dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti
penyambutan tamu penting, pertunjukan seni dan festival budaya.

c) Tari Dero

Tarian tradisional satu ini merupakan tarian pemersatu masyarakat Suku Pamona di
Sulawesi Tengah. Namanya adalah Tari Dero. Tari Dero adalah salah satu tarian tradisional
masyarakat Suku Pamona di Sulawesi Tengah. Tarian ini tergolong tarian pergaulan yang
ditarikan secara masal oleh semua kalangan masyarakat, baik pria maupun wanita, baik tua
maupun muda bisa melakukan tarian ini. Tari Dero ini merupakan salah satu tradisi lama
masyarakat Suku Pamona yang masih dipertahankan hingga sekarang  dan sering ditampilkan
di berbagai acara seperti upacara adat, pesta adat, penyambutan, dan berbagai acara yang
bersifat hiburan dan budaya lainnya.

E. SULAWESI TENGGARA
a) Tari Dinggu

22
Tarian tradisional satu ini menggambarkan aktivitas dan kebiasaan masyarakat Tolaki
pada saat musim panen. Namanya adalah Tari Dinggu. Tari Dinggu adalah salah satu tarian
tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Tarian ini merupakan tarian rakyat yang
menggambarkan suasana dan aktivitas masyarakat saat musim panen, terutama musim panen
padi. Tari Dinggu biasanya ditampilkan oleh para penari pria maupun wanita dengan
berpakaian layaknya para Petani pada zaman dahulu. Tarian ini sangat dikenal di
masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti
pesta panen raya, penyambutan, perayaan hari besar, festival budaya dan lain-lain.

b) Tari Balumpa

Tarian tradisional satu ini merupakan tarian penyambutan yang khas dari Sulawesi
Tenggara. Namanya adalah Tari Balumpa. Tari Balumpa adalah tarian tradisional yang
berasal dari daerah Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tarian ini termasuk tarian pergaulan yang
ditampilkan oleh penari wanita untuk menyambut para tamu terhormat yang datang ke sana.
Tari Balumpa ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi
Tenggara, khususnya daerah Wakatobi. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara
seperti penyambutan tamu penting, pertunjukan seni, dan festival budaya.

c) Tari Malulo 

23
Tarian tradisional satu ini merupakan tarian masal masyarakat Suku
Tolaki di Sulawesi Tenggara. Namanya adalah Tari Molulo. Tari Molulo atau Tari Lulo
adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Tarian ini
merupakan tarian masyarakat Suku Tolaki yang dilakukan secara masal dan bisa dilakukan
oleh semua kalangan baik pria maupun wanita, tua maupun muda. Tari Molulo juga
merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi Tenggara, terutama
di daerah Kendari dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti pernikahan adat, panen
raya, dan berbagai perayaan adat lainnya.

5. Lagu Tradisional Di Sulawesi


1. Sulawesi Utara
1. Esa Mokan
2. Gadis Taruna
3. O Ina Ni Keke
4. Si Patokaan
5. Sitara Tillo
6. Tahanusangkara
7. Tan Mahurang
2. Sulawesi Tengah
1. Tondok Kadadingku
2. Topeng Gugu
3. Palu Nataku
4. Tananggu Kaili
3. Sulawesi Selatan
1. Ammac Ciang
2. Anak Kukang
3. Anging Mamiri
4. Ati Raja
5. Batti'Batti
6. Ganrang Pakarena
7. Ma Rencong Rencong
8. Pakarena

24
4. Sulawesi Barat
1. Tenggang-Tenggang Lopi
2. Panawar Saliliu
5. Gorontalo
1.Dabu-Dabu
2. Binde Bihuluta
3. Moholunga
4. Tahuli Li Mama

6. Pakaian Adat di Sulawesi


a) Baju Bodo

Pakaian adat perempuan makassar yang sudah menjadi ikon pakaian adat sulawesi
selatan ini disebut Baju Bodo atau Baju Bodo Gesung karena mempunyai bentuk
menggelembung di bagian punggung baju. Baju ini tidak memiliki lengan dan jahitan di
lubang leher. Jahitan yang ada hanya digunakan untuk menyatukan sisi kiri dan sisi kanan
kain.
Bawahan untuk melengkapi baju bodo adalah sarung bermotif kotak-kotak yang
dipakai dengan cara digulung atau dipegang menggunakan tangan kiri pemakainya. Sebagai
pelengkap untuk mempermanis tampilan busana, aneka aksesoris cantik seperti gelang,
kalung, kepingan logam, bando emas, dan cincin akan digunakan oleh pemakainya.
Pada zaman dahulu menurut adat suku Bugis warna baju bodo menunjukkan usia dan
martabat pemakainya, serta hanya dikenakan dalam upacara-upacara adat seperti pernikahan.
Sedangkan sekarang baju bodo jauh lebih fleksibel dari segi pemilihan warna hingga acara
untuk dikenakan.

25
b) Baju Bella

Baju bella dada adalah baju model jas tutup dengan lengan panjang dan kerah serta kancing
perekat yang dikenakan oleh kaum pria. Baju yang dilengkapi dengan saku kiri dan kanan
biasa dikenakan bersama paroci (celana), passapu (tutup kepala seperti peci), dan lippa
garusuk (sarung).

Kain yang digunakan untuk membuat pakaian bella dada lebih tebal dibandingkan kain
muslin yang digunakan untuk baju bodo seperti lippa sabbe atau lippa garusuk.

c) Jas Tutup

26
Nah, kalau pakaian adat wanita disebut dengan baju Bodo, maka pakaian adat yang
dikenakan oleh kaum pria disebut dengan Jas Tutup. Dakam mengenaikan pakaian adat ini,
juga mengenakan pasangannya celana atau Paroci, kain sarung atau lipa garusuk, dan tutup
kepala berupa songkok.

Sekilas bentuknya, Jas Tutup bentuknya lengan panjang, leher berkerah serta diberi kancing
yang terbuat dari sepuhan emas atau perak dan dipasang pada leher baju. Sementara, kain
Lipa Sabbe atau Lipa Garusuk tampak polos tetapi berwarna mencolok, seperti merah dan
hijau.

d) Pattuqduq Towaine

Jika perempuan makassar punya baju bodo maka perempuan mandar juga punya busana yang
tak kalah cantiknya yaitu Pattuqdu Towaine.

Busana Patuqduq terdiri dari kombinasi baju rawang boko, lipaq saqbe mandar, lipaq aqdi
dirrate, lipaq aqdi dirrate duattodong, serta aksesoris yang menghiasi kepala, badan, dan
tangan si pemakai yang khas dengan adat Mandar.

Nah, kalau tadi kita udah bahas pakaian adat buat perempuan mandar, sekarang kita
bahas busana adat pria mandar ya! Untuk pria mandar pakaian adat yang digunakan berupa
jas tutup dari bahan sutera bercorak bebas dengan warna hitam atau warna-warna cerah.

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimmpulan
Budaya yang berkembang di daerah Sulawesi sangat beragam. Pada setiap bagiannya
terdapat banyak suku adat, namun ada suku mayoritas yang menguasai kebudayaan pada
daerah tersebut. Seperti di Sulawesi Selatan terdapat suku bugis, makasar, mandar maupun
toraja. Di Sulawesi Utara ada suku minahasa. Semuanya memiliki karekteristik dan keunikan
budaya tersendiri. Mulai dari pakaian adat, rumah adat, trdisi keagamaan , upacara adat,
upacara pemakaman ataupun pernikahan, perayaan tahunan, dan kesenian daerah berbeda.
Tingkat pengetahuan dan teknologi setiap daerah pun juga berbeda. Semua itu tidak terlepas
dari macam-macam pengaruh yang masuk dalam masyarakat tersebut seperti kepercayan atau
agama yang dianut, cara berfikir dan organisasi massa yang ada dalam masyarakat tesebut.
B. Saran
Sebagai Warga Negara  Indonesia yang baik harus menetahui keanekaragaman yang
ada dalam Indonesia. Keanekaragaman budaya harus selalu dijaga dan dilestarikan karena
merupakan asset Negara yang tak ternilai harganya. Namun jangan sampai Karena
keanekaragaman budaya tersebut menjadikan timbulnya konflik atau pun perpecahan dalam
kehidupan bernegara. Sikap saling menghomati dan toleransi harus selalu diterapkan agar
kehidupan menjadi damai.   

28

Anda mungkin juga menyukai