Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

MADURA

Disusun Oleh:

Kelas Sastra Indonesia 2016 Kelompok 2

1. Anita Zuhrotul Jannah (16020144002)


2. Firmansah Surya Khoir (16020144013)
3. Ivan Sukma Mega Martha (16020144024)
4. Putri Tri Indriani (16020144035)

PRODI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016
MAKALAH MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

MADURA

Disusun Oleh:

Kelas Sastra Indonesia 2016 Kelompok 2

1. Anita Zuhrotul Jannah (16020144002)


2. Firmansah Surya Khoir (16020144013)
3. Ivan Sukma Mega Martha (16020144024)
4. Putri Tri Indriani (16020144035)

PRODI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
PENDAHULUAN.................................................................................................................iii
A. Latar Belakang...........................................................................................................iii
B. Gambaran..................................................................................................................iii
C. Kondisi Geografis dan Sosial......................................................................................iii
D. Rumusan Masalah.....................................................................................................iv
E. Tujuan........................................................................................................................iv
F. Manfaat.....................................................................................................................iv
PEMBAHASAN....................................................................................................................1
1. PRODUK BUDAYA...................................................................................................1
1.1. BAHASA..........................................................................................................1
1.2. KARYA SASTRA................................................................................................3
1.3. KARYA SENI.....................................................................................................5
1.4. KONDISI SOSIAL, POLITIK, DAN EKONOMI......................................................9
2. HUBUNGAN MANUSIA, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT.................................12
3. NILAI – NILAI YANG DIKEMBANGKAN...................................................................12
3.1 Kearifan Lokal Lama.....................................................................................12
3.2 Kearifan Lokal Baru.......................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16
LAMPIRAN........................................................................................................................18
NGONJANG BALAI........................................................................................................18
ABANGKANG E PAKDHANGDHANG..............................................................................18
BILA KAREP CETHAK BATO...........................................................................................19
YA`-GALIYA` NYAMAN..................................................................................................19
TASE` AENG MATA SE CALTONG..................................................................................20

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suku bangsa atau etnisitas adalah suatu golongan manusia yang
anggota – anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya,
biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku
pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok
tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri
biologis.

Indonesia sebagai Negara yang memiliki banyak pulau tentulah


memiliki banyak suku atau etnis pula sebab pasti dari jumlah pulau
maupun suku tersebut pastilah ada perbedaan yang menimbulkan
ketidaksamaan identitas dan ciri khas. Antara suku satu dan suku yang
lainnya pastilah muncul adanya masyhurul ahwal baik dari segi sejarah,
sistem teknologi, mata pencaharian, kesenian dan agama. Maka
sehubungan dengan tugas makalah mata kuliah Peradaban Islam, maka
kami susun warna warni etnisitas Madura yang merupakan suku penulis,
Waba`du penulis harap koreksi dan edit dosen pemangku dapat
menyempurnakan paper yang penuh dengan keterbatasan ini.

B. Gambaran
Kota madura masih bagian dari provinsi jawa timur, tepatnya di
sebelah utara kota surabaya. Kota yang masih terkenal akan tradisi
budayanya. Kota yang memiliki ciri khas berbeda, dan unik.

C. Kondisi Geografis dan Sosial


 Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di
bagian selatan dan semakin ke arah utara tidak terjadi perbedaan elevansi
ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran
tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Komposisi
tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi
letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah
malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang
memiliki tanah yang subur.

Secara geologis Madura merupakan kelanjutan bagian utara Jawa,


kelanjutan dari pengunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di
sebelah selatan lembah solo. Bukit-bukit kapur di Madura merupakan

iii
bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar dan lebih bulat daripada bukit-
bukit di Jawa dan letaknyapun lebih bergabung.

Luas keseluruhan Pulau Madura kurang lebih 5.168 km², atau kurang lebih
10 persen dari luas daratan Jawa Timur. Adapun panjang daratan
kepulauannya dari ujung barat di Kamal sampai dengan ujung Timur di
Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40 km. Pulau ini terbagi
dalam empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk kabupaten
Bangkalan 1.144, 75 km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten
Sampang berluas wilayah 1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan,
Kabupaten Pamekasan memiliki luas wilayah 844,19 km², yang terbagi
dalam 13 kecamatan, dan kabupaten Sumenep mempunyai luas wilayah
1.857,530 km², terbagi dalam 27 kecamatan yang tersebar diwilayah
daratan dan kepulauan.

Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang suka merantau karena
keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura juga
senang berdagang, terutama besi tua dan barang-barang bekas lainnya.
Selain itu banyak yang bekerja menjadi nelayan dan buruh,serta beberapa
ada yang berhasil menjadi Tekonokrat, Birokrat, Menteri atau Pangkat
tinggi di dunia militer.

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keragaman suku Madura ?

2. Bagaimana sistem teknologi dan mata pencaharian suku Madura ?

3. Apa saja kesenian dan keagamaan suku Madura ?

4. Bagaimana interaksi suku Madura?

E. Tujuan
1. mengetahui budaya suku madura

2. Sistem teknologi dan mata pencaharian suku Madura

3. Kesenian dan keagamaan suku Madura

4. Interaksi suku Madura

F. Manfaat
Untuk mengenal suku Madura dan berbagai budaya khas Madura.

iv
PEMBAHASAN
1. PRODUK BUDAYA

1.1. BAHASA

Bahasa Madura
Setiap suku di daerah masing-masing mempunyai ciri khas sendiri-
sendiri. Begitu pula dalam hal bahasa yang digunakan untuk penduduknya
berkomunikasi. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu
Antropologi (2009: 261), Bahasa atau sistem perlambangan manusia yang
lisan maupun tertulis dipergunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang
lain. Salah satu bahasa daerah adalah bahasa Madura.

Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura.


Bahasa Madura mempunyai penutur kurang lebih 14 juta orang, dan
terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa atau di kawasan yang
disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang,
sampai Banyuwangi, Kepulauan Masa lembo, hingga Pulau Kalimantan.

Bahasa Madura sangat terpengaruh oleh bahasa daerah di sekitar


kawasan Madura. Bahasa yang mempengaruhi tersebut antara lain adalah
bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Salah satu
penyebab terpengaruh ini adalah sejarah yang pencatat adanya
pendudukan atas kerajaan Mataram di pulau Madura. Tak hanya itu
banyak kata dalam bahasa Madura yang merupakan campuran dengan
bahasa Indonesia.

Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di


seluruh wilayah tuturnya. Di Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat
beberapa dialek seperti:

 Dialek Bangkalan
 Dialek Sampang
 Dialek Pamekasan
 Dialek Sumenep
 Dialek Kangean1

1
Dialek adalah ragam bahasa menurut penuturanya yang berbeda untuk wilayang yang berbeda
tetapi mempunyai ciri khas dan arti sama

v
Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek
Sumenep, karena Sumenep pada masa lalu merupakan pusat kerajaan dan
kebudayaan Madura.

Adapun tingkatan dalam bahasa Madura seperti halnya bahasa


Jawa. Tingkatan-tingkatan ini berdasarkan subjek dan objek yang
digunakan saat berbicara. Penjelasannya ada pada bagian bawah ini :

 Ja' - iya setara dengan bahasa ngoko di bahasa Jawa. Bahasa


ja’iya ini akan digunakan antara orang Madura yang sudah
akrab, antar teman sebaya dan orang tua yang berbicara kepada
anaknya. Contoh:  
Berempa' arghena paona? (Mangganya berapa harganya?)
Be’en nyamanah bhender (kamu namanya betul)
Sengko’ terro ka be’en (aku cinta padamu)
 Engghi-Enthen setara dengan krama inggil/ngoko alus di
bahasa Jawa. Bahasa ini lebih halus daripada sebelumnya.
Biasa digunakan kepada orang-orang yang baru dikenal,
karyawan kepada bosnya, dan sebagainya. Contoh:
Sampeyan asmana lerres (kamu namanya betul)
Abdina terro ka Sampeyan (aku cinta padamu)
Bula sanonto badhi ka pasara (saya sekarang akan ke pasar)
 Engghi-Bunthen setara dengan bahasa krama alus di bahasa
Jawa. Bahasa paling halus yang ada di Madura. Bahasa ini
seharusnya dipakai pada pembicaraan anak kepada orang
tuanya, sebagai wujud rasa hormat. Tetapi melihat era masa
sekarang ini, keharusan itu tidak terlaksana karena sangat kecil
jumlah anak di Madura yang bisa bahasa Enggih-Bunthen.
Bahasa ini masih dipakai oleh sesepuh suku Madura. Contoh:
Saponapa argheneppon paona? (Mangganya berapa harganya?)
Panjhenengan alongghua daq kamma?(kamu akan pergi ke
mana?)
Kaula mangken ka pasara (saya sekarang akan ke pasar

Bahasa Madura Para Perantau


Suku Madura terkenal sebagai suku perantau. Pernyataan tersebut
bisa dibuktikan dengan banyaknya orang-orang Madura di kawasan luar
pulau Jawa, seperti Jember, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, Malang,
hingga ke Kalimantan. Dan sebagian besar dari mereka di negeri rantau
pekerjaannya adalah sebagai pedagang.

Menurut Ismani dalam makalahnya Beberapa Aspek Kehidupan Orang


Madura di Kota - Kota Perantauan (1979), keintiman orang-orang Madura
dalam bergaul dan berkomunikasi dengan golongan lain rupanya lebih
terbatas pada urusan pekerjaan saja. Mereka jarang sekali bergaul secara

vi
mesra dengan pihak lain (bukan orang Madura) walaupun itu merupakan
tetangga dekat. Dari sinilah muncul anggapan bahwa orang Madura
kurang ramah.

Di daerah Jember, suku Madura merupakan suku mayoritas, dengan


demikian suku Jawa menjadi suku minoritas. Sehingga dalam pemakaian
bahasa Madura digunakan di pusat kota oleh warga setempat termasuk
para pedagang. Namun tidak semua pedagang menggunakan bahasa
Madura melainkan adalah pedagang kecil, seperti pedagang asongan,
pedagang kaki lima, pedagang pinggir jalan dan di warkop-warkop.
Karena untuk pedagang yang sudah mempunyai nama lebih memilih
menggunakan bahasa Indonesia untuk lebih menjaga kesopanan
berinteraksi kepada para wisatawan khususnya.

Berbeda dengan di daerah Probolinggo, persebaran orang Madura ada di


daerah pinggiran kota karena tergusur oleh tuan rumah, orang Jawa.
Keadaannya terbalik di daerah ini, suku Madura menjadi suku minoritas
karena kalah jumlahnya dengan suku Jawa. Jadi bahasa Madura banyak
digunakan oleh orang-orang desa warga Probolinggo.

1.2. KARYA SASTRA


Sastra Madura adalah suatu karya sastra yang berbahasa Madura
yang lahir dan berkembang di kalangan orang-orang Madura, baik yang
ada di Pulau Madura maupun di luar pulau Madura.

1.2.1. Wujud Sastra Madura


Sastra Madura penuh dengan pesan, kesan, kritik dan ajaran-ajaran. Di
masa lampau sastra lisan maupun tulisan Madura sangat diminati oleh
masyarakat baik itu dari kalangan  rakyat jelata maupun kalangan elit atau
bangsawan.  Sastra Madura disukai karena dengan inilah rakyat Madura
dapat mengekspresikan diri, menyampaikan pesan moral, gejolak hati,
maupun ajaran agama. Orang Madura yang dikenal memiliki karakter
keras dalam menjalani hidup, selalu maju menantang kondisi yang keras,
ternyata dalam kehidupan sehari-harinya masih memiliki waktu untuk
menciptakan dan mendendangkan sastra–sastra. Kondisi geografis Madura
yang panas dan dikurung oleh ombak lautan yang garang, memberikan
pengaruh yang kuat terhadap bentuk-bentuk sastra dan pesan moral yang
ada dalam sastra-sastra orang Madura. Kebanyakan, karya sastra-sastra
orang Madura dipenuhi dengan motivasi, pesan ajaran yang ketat.

1.2.2. Sastra Madura Populis

vii
Disebut Populis karena sastra Madura jenis ini dikenal luas oleh
segenap lapisan masyarakat Madura. Setiap orang Madura asli akan
dengan jelas mengenali bentuk-bentuk sastra ini. Contoh dari sastra
Madura populis adalah dungngeng (dongeng). Dungngeng adalah cerita
rakyat yang mengandung pesan-pesan moral dan harapan. Dungngeng ini
sering didendangkan dalam pengajian, perkumpulan-perkumpulan bahkan
dalam keluarga. Dungngeng ini merupakan bingkai dari kisah-kisah
kehidupan masyarakat Madura di masa lampau. Beberapa dungngeng
Madura yang terkenal adalah dungngeng kepahlawanan pangeran
Tronojoyo, Potre Koneng, Asal muasal karapan sapi, Sakera, Ke’ lesap,
Angling Darma Ambya Madura, Dan lain – lain.
Contoh yang kedua dari sastra populis adalah syi’ir. Syi’ir
merupakan rangkaian kata-kata indah yang membentuk kalimat-kalimat
yang terpadu dan biasanya syi’ir ini di baca di pesantren - pesantren,
majelis ta’lim, dan walimatul urs. Si’ir Madura tersusun dari 4 padda/biri
(baris). Tiap padda terdiri dari 10 keccap (ketukan). Tiap akhir suara pada
padda mengandung pola a – a – a – a. Isi syi’ir bermacam-macam,
bergantung dari selera dan kesenangan serta tujuan dari pembuatnya.
Jenis-jenis syi’ir beraneka ragam seperti syi’ir yang menceritakan kisah
nabi, cerita orang mati siksa kubur, perhatian pada pendidikan, agama atau
akhlak. Contoh-contoh syi’ir adalah sebagai berikut : Pong-pong gi’ kene’
gi’ ngodha-ngodha Pabajeng nyare elmo akida Manabi nyaba dhapa’ gan
dhadha Kastana ampon bi’ tadha’padha. Terjemahan: Mumpung masih
kecil masih muda-muda Rajinlah mencari ilmu akidah Apabila nyawa
telah sampai di dada Menyesal tidak akan ada manfaatnya.
Mayyidda nanges e dhalem kobur Enga’ odhi’na gabay ta’ lebur
Lemang baktona lakona kendhur Seksana kobur patang kajendhur.
Terjemahan: Mayatnya menangis di dalam kubur Mengingat hidupnya
berbuat buruk Liwa waktunya dikerjakan asal siksa kubur silih berganti.
E dhalem kobur tako’ parana Enneng kadibi’ tadha’kancana
Bannya’ amal se ta’ katarema Amarga bangal ka reng towana.
Terjemahan: Di dalam kubur takut sekali Tinggal sendirian tidak ada
teman Banyak amal yang tidak diterima karena berani pada orang tuanya.
Dungngeng dan syi’ir secara umum sering dijumpai keberadaannya
dalam masyarakat. Hal tidaklah aneh mengingat hubungan kekerabatan
masyarakat Madura dan jiwa relijius mereka masih sangat kuat dan kental
sehingga tingkat interaksi sosial dan kegiatan relijus mereka masih tinggi.
Tingginya tingkat interaksi sosial dan seringnya diadakan kegiatan relijius
seperti pengajian dan perayaan-perayaan agama, menyebabkan
kesempatan penyampaian sastra jenis ini menjadi semakin besar pula.
Karena sifatnya yang umum dan tumbuh berkembang bersama tradisi-

viii
tradisi populis yang ada di pulau Madura inilah, maka kadang sastra jenis
ini disebut sastra primer.

1.2.3. Sastra Madura Partikularis


Jenis sastra yang kedua adalah sastra Partikularis (tertentu/tidak
umum). Pembagian sastra jenis ini sebenarnya tidak perlu ada andaikata
masyarakat Madura masih tetap mempopulerkan sastra jenis ini dan
menampilkannya secara rutin di masyarakat luas. Sastra Madura
Partikularis adalah sastra Madura yang dikenal hanya oleh beberapa lapis
masyarakat dan biasanya oleh generasi tua. Karena jarang ditemuinya
sastra jenis ini, maka sastra jenis ini disebut sebagai sastra arkhais. Sastra
jenis ini memiliki ragam, jenis, pola-pola atau aturan-aturan tertentu dan
harus diingat dengan baik. Syarat mengingat dan memahami pola-pola
inilah yang dinilai sangat berat bagi para generasi muda untuk dilakukan,
sehingga banyak di antara mereka yang enggan untuk mempertahankan
dan mempraktekkan sastra jenis ini. Akibatnya, tidak banyak orang
Madura yang memahami sastra jenis ini, padahal, keberadaan sastra jenis
ini benar-benar mendukung kebesaran bahasa Madura. Adapun sastra jenis
ini adalah: (a) Bangsalan (b) Puisi Pantun Madura (c) Paparegan (d)
Saloka, dan (e) Tembhang Macapat.

1.2.4. Contoh Sastra Madura


Terlampir.

1.3. KARYA SENI

1.3.1. Pakaian adat Madura laki – laki


Nama pakaian adat Madura adalah baju pesa’an. Baju ini
sebetulnya adalah baju sederhana yang dikenakan sehari-hari oleh orang-
orang suku Madura di masa silam, baik untuk melaut, berladang, maupun
untuk menghadiri upacara adat. Penggunaannya pun tidak terbatas baik
untuk usia, jenis kelamin, maupun status sosial bagi orang yang
mengenakannya.

Baju pesa’an adalah baju hitam yang serba longgar dengan


dalaman berupa kaos belang merah putih atau merah hitam. Baju ini
dikenakan bersama celana gomboran, yaitu celana kain hitam yang
panjangnya tanggung antara lutut dan mata kaki. Penggunaannya

ix
dilengkapi pula oleh odeng atau penutup kepala sederhana dari balutan
kain, sarung kotak-kotak dan sabuk katemang, tropa atau alas kaki, serta
senjata Tradisional Madura yang berupa celurit.

Secara filosofis, longgarnya pakaian adat Madura ini memiliki arti


bahwa suku Madura adalah suku yang menghargai kebebasan. Kaos
dengan warna belang yang kontras menunjukan bahwa masyarakat
Madura adalah masyarakat dengan mental pejuang, tegas dan pemberani.
Penggunaan odheng atau ikat kepala juga sarat akan nilai-nilai filosofis.
Semakin tegak kelopak odheng dikenakan, maka semakin tinggi pula
derajat kebangsawanan si pemakainya. Untuk orang sepuh, odheng
digunakan dengan ujung dipilin, sementara untuk yang masih muda,
ujungnya dibiarkan tetap terbeber. Odheng ada beberapa ukuran dan
memiliki beberapa motif. Berdasarkan bentuknya, ada odheng peredhan
(besar) dan odheng tongkosan (kecil), sementara berdasarkan motifnya ada
odheng motif modang, garik atau jingga, dul-cendul, storjan, bere` songay
atau toh biru. Ikatan odheng yang dikenakan dalam pakaian adat Madura
juga memiliki makna tersendiri. Pada odheng peredhan misalnya, ujung
simpul bagian belakang dipelintri tegak lurus ke atas untuk melambangkan
huruf alif. Huruf alif adalah huruf pertama dalam aksara Hijaiyah (Arab).
Sementara pada odheng tongkosan kota, simpul di bagian belakang
dibentuk seperti huruf lam alif. Kedua bentuk simpul odheng ini
melambangkan pengakuan atas keesaan Alloh, mengingat masyarakat
suku Madura merupakan masyarakat penganut Islam yang taat.

1.3.2. Pakaian adat Madura perempuan

Sama seperti pakaian pria, pakaian adat Madura untuk perempuan


pun memiliki desain dan motif yang sederhana. Nama pakaian untuk
perempuannya adalah kebaya tanpa kutu baru dan kebaya rancongan.
Kebaya ini digunakan dengan dalaman berupa bh warna kontras, seperti
hijau, merah atau biru yang ukurannya ketat pas badan. Bahan kebaya
yang menerawang dan dipadupadankan dengan bh berwarna kontras
membuat perempuan madura tampak molek. Penggunaan kebaya ini
memiliki nilai filosofis bahwa wanita Madura memang sangat menghargai
kecantikan dan keindahan bentuk tubuh. Hal lain yang membuktikan
filosofi ini adalah bahwa sejak remaja, gadis madura akan mulai diberi
jamu-jamu khusus yang menunjang kecantikan dan kemolekannya,
lengkap dengan berbagai pantangan makanan yang anjuran-anjuran lain
seperti penggunaan penggel untuk membentuk tubuh yang padat dan
indah. Kebaya sebagai atasan akan dipadukan dengan sarung batik dengan
motif tertentu sebagai bawahan. Motif sarung yang biasa digunakan
misalnya motif tabiruan, storjan, atau lasem. Penggunaan kebaya dan

x
sarung juga dipadukan dengan stagen Jawa (Odhet) yang panjang dan
lebarnya masing-masing 1,5 m dan 15 cm diikatkan di perut. Dalam
mengenakan pakaian adat Madura ini, para wanita umumnya juga akan
menggunakan berbagai pernik aksesoris sebagai riasan kecantikannya
mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Beberapa aksesoris tersebut
antara lain: Cucuk sisir dan cucuk dinar adalah hiasan rambut yang terbuat
dari logam emas yang bentuknya seperti busur dengan untaian kepingan
uang. Cucuk sisir dan cucuk dinar di cucukan ke dalam gelungan rambut
yang dibuat bulat penuh. Leng oleng adalah tutup kepala yang terbuat dari
kain tebal. Anteng atau shentar penthol adalah giwang emas yang
dikenakan pada telinga. Kalung brondong adalah kalung emas dengan
rentangan berbentuk biji jagung yang dilengkapi dengan liontin bermotif
uang logam atau bunga matahari. Gelang dan cincin emas bermotif keratan
tebu (tebu saeres). Penggel adalah hiasan pergelangan kaki yang terbuat
dari emas atau perak. Selop tutup sebagai alas kaki.
1.3.3. Rumah adat Madura
Tanean Lanjhang adalah Permukiman tradisional Madura adalah
suatu kumpulan rumah yang terdiri atas keluargakeluarga yang
mengikatnya. Letaknya sangat berdekatan dengan lahan garapan, mata air
atau sungai. Antara permukiman dengan lahan garapan hanya dibatasi
tanaman hidup atau peninggian tanah yang disebut galengan atau tabun,
sehingga masing-masing kelompok menjadi terpisah oleh lahan
garapannya. Satu kelompok rumah terdiri atas 2 sampai 10 rumah, atau
dihuni sepuluh keluarga yaitu keluarga batih yang terdiri dari orang tua,
anak, cucu, cicit dan seterusnya. Jadi hubungan keluarga kandung
merupakan ciri khas dari kelompok ini.

Susunan rumah disusun berdasarkan hirarki dalam keluarga. Barat-


timur adalah arah yang menunjukan urutan tua muda. Sistem yang
demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat.
Sedangkan hubungan antar kelompok sangat renggang karena letak
permukiman yang menyebar dan terpisah. Ketergantungan keluarga
tertentu pada lahan masing masing. Di ujung paling barat terletak langgar.
Bagian utara merupakan kelompok rumah yang tersusun sesuai hirarki
keluarga. Susunan barat-timur terletak rumah orang tua, anak-anak,
cucucucu, dan cicit-cicit dari keturunan perempuan. Kelompok keluarga
yang demikian yang disebut koren atau rumpun bambu. Istilah ini sangat
cocok karena satu koren berarti satu keluarga inti.

1.3.4. Lagu khas Madura


TANDUK MAJENG

Ngapote Wak Lajereh etangaleh,

xi
Reng Majeng Tantona lah pade mole
Mon e tengguh Deri abid pajelennah,
Mase benyak’ah onggu le ollenah
Duuh mon ajelling Odiknah oreng majengan,
Abental ombek Asapok angin salanjenggah
Ole…olang, Paraonah alajereh,
Ole…olang, Alajereh ka Madureh

Makna dari lagu khas Madura yang berjudul “Tanduk Majeng”


yaitu, bercerita tentang kepulangan nelayan yang telah lama dinanti,
nelayan yang berhari hari tidak pulang untuk mencari ikan demi
menghidupi keluarganya. Kapal nelayan telah datang, dengan terlihatnya
layar putih dti tengah pantai, pasti merek pulang membawa ikan yang
banyak dan segar

1.3.5. Senjata tradisional asal Madura


Senjata yang dimiliki oleh masyarakat Madura bernama Clurit,
bentuknya melengkung seperti arit, mata clurit sangat runcing dan tajam.
Gagangnya terbuat dari kayu atau logam.

1.3.6. Tarian khas Madura

 Tarian Sholawat Badar atau rampak jido

Tarian yang dimiliki oleh masyarakat madura ini meruapakan


tarian yang menggambarkan karakter orang Madura yang sangat relegius.
Seluruh gerak dan alunan irama nyanyian yang mengiringi tari iini
mengungkapkan sikap dan ekspresi sebuah puji – pujian, do’a dan zikir
kepada Allah SWT.

 Tarian Topeng Gethak

Tarian Topeng Gethak mengandung nilai fisolofis perjuangan


warga Pamekasan saat berupaya memperjuangkan kemerdekaan bangsa,
Gerakan Tarian Topeng Gethak ini mengandung makna mengumpulkan
masa dimainkan oleh satu hingga tiga orang penari. Asal muasal
sebelumnya nama tarian ini bernama Tari Klonoan kata klonoan ini
berasal dari kata kelana atau berkelana, bermakna Bolodewo berkelana,
dan pada akhirnya Tari Klonoan ini Berubah nama menjadi Tari Topeng
Gethak.

 Tarian Rondhing

xii
Tarian Rondhing ini berasal dari “rot” artinya mundur, dan “kot –
konding” artinya bertolak pinggang. Jadi tari rondhing ini memang
menggambarkan tarian sebuah pasukan bagaimana saat melakukan baris –
berbaris, yang ditariakan oleh 5 orang. Tarian Rondhing ini juga di angkat
dari perjuangan masyarakat Pamekasan.

1.3.7. Budaya khas Madura ( kebiasaan )

 Karapan Sapi

Karapan Sapi  inilah budaya Madura yang sangat terkenal.


Kesenian ini diperkenalkan pada abad ke-15 (1561 M) pada masa
pemerintahan Pangeran Katandur di daerah Keratin Sumenep. Kerapan
sapi ini merupakan lomba memacu sapi paling cepat sampai tujuan.
Bertujuan untuk memberikan motivasi kepada para petani agar tetap
semangat untuk bekerja dan meningkatkan produksi ternak sapinya.

 Upacara Sandhur Pantel

Upacara Sandhur Pantel merupakan sebuah ritual untuk


masyarakat Madura yang berprofesi sebagai petani ataupun nelayan.
Upacara ritual ini meruapkan upacara yang menghubungkan manusia
dengan makhluk ghaib atau sebagai sarana komunikasi manusia dengan
Tuhan Pecipta Alam Semesta. Upacara ini berupa tarian dan nyanyian
yang diiringi musik.

1.4. KONDISI SOSIAL, POLITIK, DAN EKONOMI

1.4.1. Kondisi Sosial


Pada dasarnya kehidupan sosial masyarakat Madura sangat
dipengaruhi oleh aspek ekonomi dan budaya setempat. Masyarakat
Madura terkenal dengan keeratan hubungan antar saudara di kehidupan
mereka. Ini bisa dilihat dan dibuktikan dengan keakraban mereka antar
sesama orang Madura. Keluarga Madura biasanya hidup dalam kelompok
kelompok kecil, setiap kelompok biasanya terdiri dari 4 ~ 8 rumah yang
membentuk pola yang khas (semacam marga). Rumah rumah itu berderet
memanjang mulai dari keluarga yang paling tua di sebelah barat hingga
keluarga yang paling muda di sebelah timur. semuanya menghadap ke
selatan. Di depan deretan rumah rumah itu terdapat halaman yang
memanjang  dan di seberangnya terdapat deretan dapur di depan setiap
rumah.

xiii
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan
serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka
juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang
Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk
simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi
Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau
Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).

1.4.2. Kondisi Ekonomi


Masalah geografi tanah di Madura berpengaruh dalam kegiatan
ekonomi khususnya hal mata pencarian. Orang Madura pada dasarnya
adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak
baik untuk bertani. Pertanian subsisten (skala kecil untuk bertahan hidup)
merupakan kegiatan ekonomi utama. Jagung dan singkong merupakan
tanaman budi daya utama dalam pertanian subsisten di Madura, tersebar di
banyak lahan kecil. Ternak sapi juga merupakan bagian penting ekonomi
pertanian di pulau ini dan memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga
petani selain penting untuk kegiatan karapan sapi. Perikanan skala kecil
juga penting dalam ekonomi subsisten di sana.

Bangkalan yang terletak di ujung barat Madura telah mengalami


industrialisasi sejak tahun 1980-an. Daerah ini mudah dijangkau dari
Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, dan dengan demikian berperan
menjadi daerah subur bagi para penglaju ke Surabaya, dan sebagai lokasi
industri dan layanan yang diperlukan dekat dengan Surabaya.

Sumenep sebagai daerah wisata juga menyimpan banyak sumber


daya alam berupa gas alam yang dieksplorasi untuk menyediakan
kebutuhan gas industri yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Sumur-
sumur gas sebagian besar tersebar di daerah lepas pantai Kepulauan
Sumenep.

Orang Madura juga senang berdagang, terutama besi tua dan


barang-barang bekas lainnya. Selain itu banyak yang bekerja menjadi
nelayan dan buruh,serta beberapa ada yang berhasil menjadi Tekonokrat,
Birokrat, Menteri atau Pangkat tinggi di dunia militer.

1.4.3. Kondisi Budaya


Madura mempunyai budaya yang berbeda dengan daerah
sekitarnya yaitu Jawa Timur. Walau begitu bukan berarti budaya di
Madura tidak persis sama sekali. Ragam dan coraknya banyak dipengaruhi
oleh daerah sekitar di Jawa Timur. Salah satunya adalah bahasa Madura.

xiv
Hal lain yang berpengaruh degan kebudayaan Madura adalah seni dan
ritual-ritualnya.

Bahasa Madura dimiliki oleh masyarakat Madura sendiri baik yang


tinggal di tanah Madura ataupun merantau ke daerah lain. Bahasa Madura
bisa dibilang sangat unik disistem pelafalannya hingga banyak orang
berasal dari luar Madura yang ingin mempelajarinya tapi kesulitan.
Bahasa Madura sangat dipengaruhi oleh bahasa daerah sekitar seperti
bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa, dan lain sebagainya. Bahasa lain
yang paling berpengaruh dalam bahasa Madura adalah bahasa Jawa. Hal
ini disebabkan karena sebagai sebab pendudukan kerajaan Mataram atas
pulau Madura pada masa lampau. Ada pula tingkatan-tingkatan dalam
bahasa Madura seperti halnya dalam bahasa Jawa, seperti :

 Ja’ – iya (sama dengan ngoko)


 Engghi-Enthen (sama dengan Madya)
 Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)

Untuk kesenian sendiri Madura memiliki beberapa kesenian


tradisional seperti karapan sapi, topeng, keris, batik, Celurit, kleles dan
tuk-tuk. Karapan sapi adalah perlombaan pacuan sapi yang sudah
berlangsung sejak dulu. Karapan sapi juga dapat menaikkan status sosial
pemilik sapi bila sapi miliknya bisa juara dalam perlombaan tersebut.
Topeng Madura biasanya digunakan untuk pentas kesenian topeng dalang,
yaitu kesenian topeng yang dalam memerankan suatu cerita, penarinya
tidak berbicara, dialog dilakukan oleh dalangnya cerita yang dibawakan
adalah cerita Ramayana dan Mahabarata.

Batik Madura adalah sebuah kerajinan tangan yang berasal dari


Pulau Madura, yang pusat pembuatan batik tersebut berada di daerah
Bangkalan yang merupakan ujung Barat Madura, sampai di pasar
Sumenep. Batik Madura seakan identik dengan satu tempat istimewa,
yaitu Tanjung Bumi, yang berada di Bangkalan Utara. Ada pula keris asli
Madura yang penduduk pribumi gunakan sebagai senjata berperang. Tapi
sekarang kegunaan keris tersebut mulai bergeser hanya untuk
meningkatkan derajat seseorang. Senjata khas Madura selain keris adalah
celurit yang pada umumnya dimiliki oleh rakyat kecil hingga dalam
kehidupan sehari-hari tak lepas dari tangan mereka.

Budaya pakaian adat Madura sangat identik dan memiliki ciri khas
sendiri bagi kaum laki-laki dan perempuan. Bagi kaum laki-laki dominan
dengan kaos garis horizontal yang berwarna merah putih dan memakai ikat
kepala serta membawa celurit supaya lebih gagah. Sedangkan untuk kamu

xv
perempuannya menggunakan kain khas batik Madura yang dilengkapi
dengan kebaya supaya terlihat anggun.

Rumah adat di daerah Madura sangat dipengaruhi oleh budaya


rumah adat daerah Jawa, yaitu joglo. Hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh yang kuat pada masa pendudukan kerajaan Mataram di tanah
Madura serta adanya akulturasi budaya Jawa.

2. HUBUNGAN MANUSIA, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT

Manusia adalah makhluk individu, sedangkan setiap individu


memiliki jiwa social, yang akhirnya bias disebut manusia adalah makhluk
sosial. Karena jiwa sosial yang dimiliki manusia, maka manusia tidak
dapat dipisahkan dengan masyarakat. Yang artinya, sekumpulan manusia
disebut masyarakat yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi satu
sama lain. Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu
adalah ZOON POLITICON artinya bahwa manusia itu sbg makhluk pada
dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia
lainnya, jadi makhluk yg suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya
suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.
Terjadilah hubungan satu sama lain yang didasari adanya kepentingan,
dimana kepentingan tersebut satu sama lain saling berhadapan atau
berlawanan dan ini tidak menutup kemungkinan timbul kericuhan.
Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang
diharapkan untuk dipenuhi.
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat
erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia
menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan
manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan
demikian prosentasenya sangat kecil. Dalam menghadapi masalah –
masalah dan tingkah laku atau pedoman dalam hidup, maka manusia
melakukan sesuatu untuk mengatasinya, yang akhirnya menjadi kebiasaan,
maka kebiasaan inilah yang akhirnya tumbuh menjadi budaya yang
dilakukan manusia sehari harinya. Hal yang dilakukan oleh manusia inilah
kebudayaan. Maka kebudayaan dapat disebut dengan pedoman manusia
dalam bertingkah laku.
Sedangkan, kebudayaan sendiri tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Karena manusia lah yang menciptakan budaya tersebut,
masyrakat yang merawat dan menjaga budaya tersebut, sehingga menjadi
ciri khas sendiri dari masyarakat tersebut. Sehingga, hubungan antara
manusia, masyarakat, dan kebudayaan saling berkaitan satu sama lain.

3. NILAI – NILAI YANG DIKEMBANGKAN

xvi
3.1 Kearifan Lokal Lama
Menurut Rahyono (2009:7) kearifan lokal merupakan kecerdasan
manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh
melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari
masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami
oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat
pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu
yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut.

Masyarakat Madura memiliki pandangan tertentu mengenai


hakikat hidup. Pandangan tersebut tidak menutup kemungkinan memiliki
kesamaan dengan daerah lain khususnya daerah Jawa Timur, mengingat
letak geografisnya dan dari sejarah pendudukan atas kerajaan Mataram.
Bagi orang Madura memiliki pandangan hidup sendiri merupakan sebuah
perjuangan karena harus diturunkan ke generasi-generasi penerus mereka.

Secara garis besar dapat digambarkan bahwa masyarakat Madura


mempunyai pandangan hidup antara lain adalah sikap kerja kerasnya,
sikap mawas diri, sikap sederhana dan sikap mengabdi.

Masyarakat Madura identik demam kerja kerasnya dapat


dibuktikan dengan tekat mereka yang rela mencari sumber penghidupan di
luar pulau Madura. Banyak masyarakat Madura yang merantau demi untuk
memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Mereka tersebar hampir di setiap
provinsi yang ada di Indonesia. Orang Madura juga mempunyai falsafah
hidup “angoan pote tolang etembang pote mata” artinya adalah lebih
baik mati daripada menanggung malu.

Masyarakat Madura juga sangat kental dengan sikap mawas


dirinya. Mereka sangat bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu.
Dalam pengabdian mereka juga sangat loyal dan sungguh-sungguh.
Orang Madura sangat tunduk pada orang yang lebih tua dari pada
mereka. Orang yang lebih tua yang dimaksud adalah ibu, guru, dan
pemerintah.

Berani dan kuat adalah sikap orang Madura yang terkenal. Sikap
ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan geografis Madura
yang panas,kering, dan tandus. Sehingga untuk tetap survive dalam hidup,
mereka harus berani dan kuat. Berani dan kuat ini juga dalam hal
memegang prinsip-prinsip kebenaran. Asalkan apa yang dia lakukan
benar, maka orang Madura akan berani untuk memperjuangkannya atau
melakukannya. Tapi hal ini sering diartikan sifat negatif daripada orang
Madura yang terkenal dengan sifat mudah marah dan emosinya yang
sering terbakar-bakar. Sebenarnya sifat mudah marah bukan hanya milik

xvii
orang Madura tetapi semua manusia juga memilikinya. Menjaga
kerukunan dengan merasa simpati, empati dan toleransi sangat diperlukan
dalam hidup berbangsa dan bernegara.

3.2 Kearifan Lokal Baru


Globalisasi merupakan penyebab utama daripada bergesernya
nilai-nilai kearifan lokal milik masyarakat Indonesia. Hal tersebut juga
merupakan penyebab utama berubahnya kearifan lokal masyarakat
Madura. Selain pengaruh globalisasi yang menyebabkan perlahan nilai-
nilai kearifan lokal masyarakat Madura bergeser, ada pula faktor lain yang
baru-baru ini telah diresmikannya jembatan penghubung Surabaya dan
Madura, jembatan Suramadu.

Semenjak diselesaikannya pembangunan jembatan suramadu


banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat Madura. Antara
lain manfaat itu adalah mudahnya transportasi dari pulau Madura menuju
pulau Jawa. Jarak tempuh yang dulu menghabiskan waktu hampir satu jam
untuk sekali perjalanan kini dapat dipangkas menjadi sekitar lima hingga
sepuluh menit saja.

Kemudahan transportasi seperti yang disebutkan di atas juga


berpengaruh terhadap nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Madura. Yakni
nilai-nilai kerja keras mereka dalam hal mencukupi ekonomi. Karena
kemudahan transportasi tersebut masyarakat Madura serasa semakin diberi
perhatian oleh pemerintah yang mengakibatkan semangat kerja keras
mereka bertambah. Sekarang masyarakat Madura dapat menyalurkan
semangat kerja mereka dengan semakin mudah karena fasilitas tersebut.

Adapun nilai-nilai kearifan lokal yang dipengaruhi tidak


selamanya bersifat positif. Dengan adanya penghubung yang sangat
mudah untuk dimanfaatkan tersebut juga mempengaruhi terkikisnya
kearifan lokal masyarakat Madura. Yakni budaya barat yang
mempengaruhi pola pikir penduduk asli hingga akhirnya mereka lupa akan
jati dirinya. Contoh dari kasus ini adalah adanya pasar modern atau Mall
di pulau Madura yang sedikit sedikit menggeser pasar tradisional.

Begitu pula dengan teknologi komunikasi dan informasi yang


mulai mempengaruhi kebiasaan mereka. Kebiasaan orang Madura yang
dulu sangat senang berkumpul dengan teman teman ataupun orang di
lingkungan. Sekarang mulai berkurang dengan adanya media sosial
elektronik. Masyarakat Madura sekarang sudah mulai luntur kearifan lokal
tersebut. Dan sebenarnya kondisi seperti ini bukan hanya terjadi di tanah
Madura saja tetapi sudah menjajah hampir seluruh pelosok daerah di
negeri ini.

xviii
Nilai kearifan lokal lain yang berhasil terpengaruh oleh
globalisasi adalah bergesernya fungsi dari senjata khas Madura yaitu keris.
Sekarang keris banyak yang digunakan hanya untuk pamor semata atau
untuk meningkatkan derajat mereka. Bukan untuk melindungi diri. Hal
yang lain adalah jarangnya ditemui masyarakat lokal yang menggunakan
pakaian adat, jarangnya masyarakat lokal yang membangun rumah khas
Madura. Semua hal di atas berubah tatanannya karena pengaruh daripada
globalisasi.

PENUTUP
Pulau Madura terletak di timur laut Pulau Jawa, kurang lebih 4F
sebelah selatan dari khatulistiwa diantara 112F dan 114$F bujur timu.

Pulau itu dipisahkan dari Jawa di Selat Madura yang


menghubungkan Laut Jawa dengan Laut Bali. Setiap daerah memiliki
kebudayaan masing-masing. Madura banyak menyimpan kebudayaan
tersendiri seperti kebudaayan ide, tindakan maupun artefak yang ada

Sebab bagaimanapun Madura memiliki nilai hitam dan putih


dengan katagori Analisa perkembangan penduduk yang banyak namun
hidup diluar daerahnya atau melalui katagori strata sosialnya baik namun
kasar atau pula dengan katagori seni baik namun bertentangan dengan
naluri mahluk hidup seperti kerapan sapi.

Jembatan Nasional Suramadu merupakan pintu masuk utama


menuju Madura, selain itu untuk menuju pulau ini bisa dilalui dari jalur
laut ataupun melalui jalur udara. Untuk jalur laut, bisa dilalui
dari Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya menuju Pelabuhan Kamal di
bangkalan, Selain itu juga bisa dilalui dari Pelabuhan Jangkar Situbondo
menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, ujung timur Madura.

Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan sapi, terdiri dari


empat Kabupaten, yaitu : Bangkalan, Sampang, Pamekasan danSumenep.
Madura, Pulau dengan sejarahnya yang panjang, tercermin dari budaya
dan keseniannya dengan pengaruh islamnya yang kuat.

xix
DAFTAR PUSTAKA
https://saifulrohman1.wordpress.com/2014/03/17/112/

http://ddayipdokumen.blogspot.co.id/2013/05/tugas-antropologi-makalah-suku-
madura.html

http://www.lontarmadura.com/harga-diri-masyarakat-kebudayaan-madura/

http://wiyatablog.blogspot.co.id/2008/11/kondisi-sosial-budaya-dan-
ekonomi_80.html

http://wiyatablog.blogspot.co.id/2008/11/kondisi-sosial-budaya-dan-
ekonomi_80.html

http://www.lontarmadura.com/peninggalan-sejarah-budaya-sepudi-sumenep/

http://sejukk.blogspot.co.id/2013/04/kehidupan-sosial-budaya-orang-madura.html

http://www.lontarmadura.com/memahami-perilaku-budaya-orang-madura/

https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madura

https://chepoetbeudt08.wordpress.com/sejarah-kesenian-indonesia/antropologi/

http://www.lontarmadura.com/pemberdayaan-masyarakat-madura-pasca-
suramadu/

http://www.lontarmadura.com/masyarakat-madura-dan-modernitas/

https://jurnalnetty.wordpress.com/prosiding-2/prosiding-internasional/2012-
2/nilai-nilai-filosofis-dan-kearifan-lokal-madura-dalam-karya-sastra/

http://www.lontarmadura.com/revitalisasi-budaya-madura-tengah-arus-global/

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Madura

xx
https://luqman96.wordpress.com/kamus-madura/

https://sejarahkotasumenep.blogspot.com/2011/07/budaya-bahasa-madura.html

http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1285/bahasa-dan-dialek-madura

https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/artikel-sastra/sastra-madura-potensi-
budaya-yang-mulai-terabaikan/

http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/05/pakaian-adat-madura-pria-dan-
wanita.html
http://www.tokomaduraonline.com/20140207327/berbagai-karya-seni-budaya-
pulau-madura.html

http://rifdikarduluk.blogspot.co.id/2012/11/kumpulan-puisi-madura-sagara-aeng-
mata_4937.html

xxi
LAMPIRAN
NGONJANG BALAI
ngadhebbi kanyata`an odhi`
se terros apello apongsa
nete e lan-jalan longlang
possa` ona` carang ban dhuri agalimpangan
taker ngalocor dhara
dhari badan geddur ta` andhi` ora`

soko meyang tanang meyang


napso sajan marang
bume agundhek lendhu
angen sale`bung abareng bi` omba` se agulung
daradan ekaot sapo
saongguna banne alamma se ta` endha` ataretan
apapole Pangeranna se ta` bellas
namong, panggibat tanang-tanangnga manossa
se ta` endha` arasop otek ban atena
kaangguy nganggi` aba` ban pamengkangnga
ngonjang balai se taker etartar ka gas-reggas

Labbuwan, 05 maret 2007

ABANGKANG E PAKDHANGDHANG
abangkang e pakdhangdhang
toju` atempo, nengkong, manjeng, nokong
agentang napang ta` nemmo pangalengan ban pangalangan

kabbi oreng nangale


kabbi oreng tao

paleng gun coma kopengnga


se etotop mate
ngalembayya obu` perang palekker

xxii
Labbuwan, 06 Maret 2007

O…..!
ssssstt…!
ja` sa`-kasa` ban ja` sampe` ra`-para`
gi` bannya` mata se mella`, soko atengka`
ya` dha`enna` bai pasemma` ka lama`
pas
laju toju` pasepa`
ma` olle daddi na` -genna`
balakka`

Labbuwan, 08 Maret 2007

BILA KAREP CETHAK BATO


polana cethagga la gali mara bato
tolang gerra nga` baja
songot merrong tajem kantha jarum lajar
laju ta` nyerrep buja accem
oreng towana ekabudhiyagi
eanggep tongga` li`-guli`an kare tolang ban kole`
nyabana tong dhuwa`

ta` endha` ka rebba


endha` ka rebba, ta` endha` arebba
apa ja` la mare ekaneserre, keng ta` endha`
toro`agi karebba
ma` kennyang ekarebba
rebba

Labbuwan, 08 Maret 2007

YA`-GALIYA` NYAMAN
dhu, meyang meyang ban lakar meyang onggu
agiba badan se garingging
geddur ta` andhi` ora`
nyosop ka somsom-somsom tolang gerdung

alemba` akese` akoleya`


aorek agules ngoker maso` sajan dhalem
bibir ekekke` sambi ngonju`agi nyaba
abareng bi` mata se la`- mella` ajam
gun pera` katon ta` gigina se ekeppe`

xxiii
bila la se raja konco` kene` bunto`
epokal sopaja aliya`-aliyu`
maso` aonjan agules
kalowar kadhalem sajan santa` sajan gerra
ta` tapekker sapa se badha e erenganna
sampe` gerrangnga ngolpa ngalancar

badan-badan leca` geddur


tolang-tolang rennyo
mella` mata rebbang alam tera` petteng
ana –barna acem-macem
pas parcaja ja` odhi` ta` andhi` guli enneng dibi`

Labbuwan, 06 Maret 2007

TASE` AENG MATA SE CALTONG


kajana aba` ataretan ban omba`
agulung alempet beddhi
akoba` ngajak agumbek ngagarudhu`
lajar pote sampan pote
majang dhari polo se jul-ganjulan

aba` omba` tellen cor-cocor


e paser se esoroy gumbegga aeng sorong
pas sodda, dhari camara se aranca` sokma
maletthet ondhem merret
ban baluggung elanjuk nampes ka gir sereng

pekker tabundel jaring pajang


ngaronge aros dhaja aponca langnge` biru
are kaalangan, sabellunna bakto ngerrem

ceng-lanceng alabbu neng e mata


manyellem kamoddhina sampan kaodhi`an
coma lajar biru pote se ngonyol
ba`-kebba`an ta` akoba`

Lombang, 21 Desember 2006

xxiv

Anda mungkin juga menyukai