Anda di halaman 1dari 7

Kain Sasirangan (Kerajinan Tradisional Kalimantan Selatan)

Pakaian perempuan yang terbuat dari kain Sasirangan

1. Asal Usul
Kain Sasirangan merupakan salah satu hasil kebudayaan masyarakat Kalimantan
Selatan yang diwariskan secara turun temurun (http://www.pintunet.com). Kain ini
oleh masyarakat setempat digunakan untuk membuat pakaian adat, yaitu pakaian
yang digunakan orang-orang Banjar baik oleh kalangan rakyat biasa maupun
keturunan para bangsawan untuk melaksanakan upacara-upacara adat
(http://rubiyah.com).

Kain ini dipercaya sebagai kain sakral warisan abad XII saat Lambung Mangkurat
menjadi Patih Negara Dipa. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat
Kalimantan Selatan, kain Sasirangan kali pertama dibuat oleh Patih Lambung
Mangkurat setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu.
Konon, menjelang akhir bertapanya, rakit Patih Lambung Mangkurat tiba di daerah
Rantau kota Bagantung. Di tempat ini, ia melihat seonggok buih yang dari dalamnya
terdengar suara seorang wanita, wanita itu adalah Putri Junjung Buih yang kelak
menjadi Raja di daerah ini. Putri tersebut akan muncul (mewujud) kalau syarat-
syarat yang dimintanya dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung dan selembar kain yang
ditenun dan dicalap (diwarnai) oleh 40 orang putri dengan
motif wadi/padiwaringin yang keduanya harus diselesaikan dalam waktu sehari. Kain
tersebut merupakan kain calapan, yang kemudian dikenal dengan sebutan kain
Sasirangan, yang kali pertama dibuat (http://rubiyah.com).

Kain Sasirangan dipercaya mempunyai kekuatan magis yang dapat digunakan untuk
mendukung pengobatan (batatamba), khususnya mengusir roh-roh jahat
(http://catatannya-ikha.blogspot.com; http://www.indomedia.com;
http://adhelina.com). Selain dapat menyembuhan, kain ini juga diyakini dapat
menjadi alat pelindung badan dari gangguan makhluk halus. Agar bisa menjadi
alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, pembuatan kain Sasirangan biasanya
berdasarkan pesanan (pamintaan). Berdasarkan hal tersebut, orang Kalimantan
Selatan menyebut Sasirangan sebagai kain pamintan(permintaan). Bentuk awal kain
Sasirangan cukup sederhana, seperti ikat kepala (laung), sabuk dan tapih bumin (kain
sarung) untuk kaum lelaki; dan selendang, kerudung, udat (kemben),
dan kekamban(kerudung) untuk kaum perempuan (http://ikm.depperin.go.id;
http://inasforfun.multiply.com; danhttp://rubiyah.com).

Perkembangan zaman telah merubah fungsi kain Sasirangan dalam masyarakat


Kalimantan Selatan. Nilai-nilai sakral yang terkandung di dalamnya seolah-olah ikut
memudar tergerus arus globalisasi mode. Globalisasi menjadikan kain ini tidak hanya
mengalami proses desakralisasi sehingga berubah menjadi pakaian sehari-hari, tetapi
juga semakin dilupakan. Kain Sasirangan seolah-olah semakin tercerabut dari hati
sanubari masyarakat Kalimantan Selatan.
Pengrajin kain Sasirangan sedang melakukan proses
pewarnaan dengan tehnik colek
Perlu segera dilakukan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan kain
Sasirangan dari kepunahan. Sedikitnya ada tiga hal yang dapat dilakukan,
yaitu: pertama, melakukan transmisi pengetahuan nilai-nilai yang terkandung di
dalam kain Sasirangan. Mungkin saja, semakin ditinggalkannya kain Sasirangan oleh
masyarakat Kalimantan Selatan, karena masyarakat kurang mengetahui nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya. Oleh karenanya, momentum otonomi daerah
harus dimanfaatkan seluas-luasnya untuk menanamkan nilai-nilai lokal kepada
masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memasukkan kain
Sasirangan dan segala turunannya ke dalam mata pelajaran muatan lokal (mulok)
(www.banjarmasinpost.co.id). Dengan dimasukkan menjadi salah satu pelajaran
mulok, maka akan terjadi proses transformasi nilai-nilai yang terkandung dalam kain
Sasirangan, dengan demikian generasi muda akan semakin mencintai local wisdom-
nya.

Kedua, keberpihakan secara politik. Harus ada kepedulian dari para pemegang
kekuasaan (decision maker) untuk memberikan ruang kepada batik Sasirangan untuk
berkembang dan mengembangkan dirinya
(http://muhammadrizkyadha.wordpress.com). Misalnya memberikan pelatihan
peningkatan mutu kepada pada pengrajin, bantuan modal, memfasilitasi penjualan,
dan sebagainya.

Dan ketiga, revitalisasi. Setelah ada proses pewarisan (melalui pendidikan) dan
konstruksi kesadaran melalui intervensi politik, maka hal lain yang harus
dilakukan adalah melakukan revitalisasi dalam: (1). Pemanfaatan kain secara lebih
luas. Jika pada awalnya kain Sasirangan hanya digunakan untuk keperluan jimat
dan pembuatan pakaian untuk keperluan upacara adat, maka mungkin perlu juga
mengkreasi (baca: memodifikasi) kain Sasirangan sedemikian rupa sehingga model
yang dihasilkan mencerminkan style busana modern sehingga generasi muda tidak
malu untuk menggunakannya
(www.banjarmasinpost.co.id dan http://rizkyadha.blogspot.com). (2). Ekonomisasi.
Seringkali sebuah kebudayaan ditinggalkan oleh para pendukungnya, bukan karena
kebudayaan itu jelek, tetapi karena ia tidak mampu menjanjikan kehidupan yang
lebih baik kepada penyokongnya (http://www.indomedia.com). Oleh karenanya,
pengembangan-pengembangan mode sehingga kain Sasirangan dapat diterima oleh
pasar perlu terus dilakukan. Namun juga harus disadari bahwa revitalisasi harus
berlandaskan kepada spirit dari kain Sasirangan itu sendiri
(http://rizkyadha.blogspot.com). Dengan cara ini, keberadaan kain Sasirangan
sebagai simbol jatidiri masyarakat Kalimantan selatan akan tetap terjaga.

2. Bahan-Bahan
a. Kain

Pada awalnya, bahan baku untuk membuat kain adalah serat kapas (katun). Dalam
perkembangannya, bahan baku kain Sasirangan tidak hanya kapas, tetapi juga non
kapas, seperti: polyester, rayon, sutera, dan lain-lain (www.sinarharapan.co.id).
b. Pewarna
Secara umum, ada dua macam bahan yang digunakan sebagai pewarna, yaitu
pewarna alami dan kimiawi. (1) bahan pewarna alami, di antaranya adalah: daun
pandan, temulawak, dan akar-akar seperti kayu kebuau, jambal, karamunting,
mengkudu, gambir, dan air pohon pisang. (2) bahan pewarna kimiawi. Oleh karena
bahan-bahan pewarna alami sulit didapat dan prosesnya sangat lama (hingga berhari-
hari), maka para pengrajin kain Sasirangan banyak beralih menggunakan pewarna
kimia, selain bahan bakunya mudah didapat, prosesnya pewarnaannya juga lebih
mudah dan cepat.

Jenis zat pewarna kimiawi yang sering digunakan antara lain: warna direct,
warna basis, warna asam, warna belerang, warna hydron, warna bejana,
warna bejana larut, warna napthol, warna disperse, warna reaktif, warna rapid,
warna pigmen dan warna oksidasi. Selain itu, untuk menambah kesan anggun dan
mewah juga digunakan zat warna prada
(http://ikm.depperin.go.id dan http://rubiyah.com).

c. Perintang atau pengikat


Selain kedua jenis bahan utama di atas, bahan lain yang diperlukan dalam
pembuatan kain Sasirangan adalah bahan perintang atau pengikat. Bahan perintang
tersebut biasanya terbuat dari benang kapas, benang polyester, rafia, benang ban,
serat nanas dan lainnya.

Fungsi bahan perintang tersebut adalah untuk menjaga agar bagian-bagian tertentu
dari kain terjaga dari warna yang tidak diinginkan. Oleh karenya, bahan perintang
harus mempunyai spesifikasi khusus, di antaranya adalah (http://rubiyah.com):

Tidak dapat terwarnai oleh zat warna, sehingga mampu menjaga bagian-bagian
tertentu dari zat warna yang tidak diinginkan.
Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat.
Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.

3. Proses Pembuatan
Kata Sasirangan berasal dari kata sirang yang berarti diikat atau dijahit dengan
tangan dan ditarik benangnya, atau dalam istilah bahasa jahit-menjahit
disebut dismoke/dijelujur. Kemudian kain yang telah dismoke disapu dengan
bermacam-macam warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan
busana yang bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif yang menawan
(http://www.indomedia.com). Adapun proses pembuatan kain Sasirangan adalah
sebagai berikut: (proses pembuatan kain Sasirangan diolah dari http://rubiyah.com;
http://ikm.depperin.go.id; dan Kriya Indonesian Craft, No 8, 2007).

a. Penyiapan bahan kain dan pewarna.


Tahapan paling awal pembuatan kain Sasirangan adalah pengadaan kain dan pewarna
kain. Saat ini, telah tersedia banyak macam kain yang siap pakai, sehingga untuk
membuat kain Sasirangan tidak perlu lagi dimulai dengan pemintalan kapas.

Hanya saja, biasanya kain-kain yang dijual ditoko kain sudah difinish atau dikanji.
Padahal, kanji tersebut dapat menghalangi penyerapan kain terhadap zat pewarna.
Oleh karenanya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penghilangan kanji
dari kain.

Untuk menghilangkan kanji, ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Direndam
dengan air. Kain yang hendak dibuat Sasirangan direndam dalam air selama satu
atau dua hari, kemudian dibilas. Namun cara ini tidak banyak disukai, karena
prosesnya terlalu lama dan ada kemungkinan timbul mikro organisme yang dapat
merusak kain. (2) Direndam dengan asam. Kain direndam dalam larutan asam
sulfat atau asam chlorida selama satu malam, atau hanya membutuhkan waktu dua
jam jika larutan zat asam tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain
dibilas dengan air sehingga kain terbebas dari zat asam. (3) Direndam dengan
enzym. Bahan kain yang hendak dibuat Sasirangan dimasak dengan larutan enzym
(Rapidase, Novofermasol dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C selama 30 s/d 45
menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua kali masing-masing 5 menit,
dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih.

b. Pengadaan pewarna kain


Selain pengadaan kain, hal lain yang harus dipersiapkan adalah zat pewarna, baik
yang alami atau kimiawi. Kecermatan penggunaan pewarna merupakan hal yang
sangat penting dalam pembuatan kain Sasirangan. Oleh karenaya, dalam pengadaan
pewarna harus memperhatikan hal-hal berikut (http://rubiyah.com):

Harus mempunyai warna sehingga dapat meng-absorbs cahaya.


Dapat larut dalam air atau mudah dilarutkan.
Zat warna harus mempunyai affinitas terhadap serat (dapat menempel), tidak
luntur, dan tahan terhadap sinar matahari.
Zat warna harus dapat berdifusi pada serat.
Zat warna harus mempunyai susunan yang stabil setelah meresap ke dalam
serat.

c. Pembuatan pola desain dan jahitan


Setelah kain bersih dari kanji, maka tahap selanjutnya adalah pemotongan dan
penjahitan. Adapun prosesnya sebagai berikut:

Memotong kain sesuai kebutuhan

Kain dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan. Jika yang hendak dibuat


adalah kain Sasirangan untuk selendang, maka kain dipotong sesuai ukuran
selendang yang hendak dibuat.

Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan pola motif .

Membuat pola

Kemudian pola motif tersebut dijahit (dismoke) menggunakan benang (atau


bahan perintang lainnya) dengan jarak 1 - 2 mm atau 2 -3 mm.
Menjelujur atau mensmoke pola

Benang pada setiap jahitan-jahitan pola tersebut ditarik kencang sampai rapat
dan membentuk kerutan-kerutan.

d. Pewarnaan pada kain


Setelah pola kain dijahit, maka tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan
merupakan proses yang cukup rumit sehingga membutuhkan keahlian khusus.
Pewarnaan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus dilakukan secara
teliti dan cermat berdasarkan kepada jenis kain dan kombinasi warna yang akan
dibuat. Dengan ketelitian dan kecermatan, maka akan dihasilkan sebuah kombinasi
warna yang elok dan anggun.

Secara garis besar, proses pewarnaan kain Sasirangan adalah sebagai berikut:

Zat pewarna yang hendak digunakan dilarutkan menggunakan air, atau


medium lain yang dapat melarut zat warna tersebut.

Pewarnaan

Kemudian kain yang telah dismoke dimasukkan ke dalam larutan zat pewarna
atau dengan dicolet(seperti membatik) dengan larutan tersebut sehingga
terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Ada tiga cara pewarnaan kain
Sasirangan, yaitu: (1) Pencelupan. Tehnik pencelupan digunakan apabila yang
diinginkan hanya satu warna saja. Kain yang dicelup ke dalam larutan zat
pewarna akan mempunyai satu warna yang rata kecuali pada bagian kain yang
dijahit/dismoke akan tetap berwarna putih. (2) Pencoletan. Kain pada bagian
yang telah dismoke ataupun di antara smoke-smoke diwarnai dengan
cara dicolet. Pewarnaan dengan cara dicolet biasanya dilakukan apabila motif
yang dibuat memerlukan banyak warna (lebih dari satu warna). Tentu saja,
waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dari sistem celupan. (3) Pencelupan
dan Pencoletan. Cara ini menggabungkan kedua tehnik di atas. Langkah
pertama yang dilakukan adalah dengan cara mencelupkan kain. Biasanya cara
ini digunakan untuk membuat warna dasar pada kain. Kemudian dicolet dengan
variasi warna sebagaimana telah direncanakan.

Memeriksa hasil pewarnaan

Setelah itu diteliti dengan seksama tingkat kerataan pewarnaannya. Caranya


ini harus dilakukan agar hasilnya maksimal.

e. Pelepasan Jahitan

Setelah proses pewarnaan kain Sasirangan selesai, kemudian kain dicuci


sampai bersih dengan menggunakan air dingin.

Mencuci kain yang telah diwarnai

Selanjutnya jahitan-jahitan pada kain dilepas.


Melepaskan jahitan

Kain yang sudah dicuci kemudian dijemur, tetapi tidak boleh terkena sinar
matahari langsung.

Menjemur kain

f. Finisihing
Proses terakhir dari pembuatan kain Sasirangan adalah proses penyempurnaan, yaitu
merapikan kain agar tidak kumal. Untuk merapikan kain, biasanya dengan
menggunakan strika.

Merapikan kain.
(pembuatan kain Sasirangan dengan cara-cara mistis dan untuk keperluan
penyembuhan dalam proses pengumpulan data).

Anda mungkin juga menyukai