Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Lepi A. Firmansyah, S.Pd., MP

Disusun Oleh :
MUSA RAFI

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
GUNA NUSANTARA – CIANJUR
TAHUN 2021/2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………...…………………………...i
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………….1
B. RUMUSAN
MASALAH…………………………………………………….1
C. TUJUAN……………………………………………………………………..1
D. PEMBAHASAN……………………………………………………………..2
1. AWAL MULA TERBENTUKNYA BAHASA INDONESIA………….2
2. DIRESMIKANNYA BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA
PERSATUAN……………………………………………………………6
3. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA…………………………..9
3.1. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA SEBELUM
BANGSA KOLONIAL...……………………….........……………...9
3.2. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA DI MASA
KOLONIAL………………………………………………………...10
3.3. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA DI MASA
PERGERAKAN……………………………………………………10
BAB 2 KESIMPULAN………………………………………………………………...12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan beragam
bahasa daerah yang dimilikinya memerlukan adanya satu bahasa persatuan
guna menggalang semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan ini sangat
penting dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Kesadaran politis seperti inilah yang memunculkan ide pentingnya bahasa


yang satu, bahasa persatuan, bahasa yang dapat menghubungkan keinginan
pemuda-pemudi dari berbagai suku bangsa dan budaya di Indonesia saat itu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula terbentuknya bahasa Indonesia?
2. Apa makna bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia?
3. Apa pengaruh bahasa Indonesia terhadap persatuan bangsa?

C. Tujuan
1. Menjelaskan awal mula terbentuknya bahasa Indonesia.
2. Menjelaskan makna bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.
3. Menjelaskan pengaruh bahasa Indonesia terhadap persatuan bangsa.

III
D. Pembahasan

1. Awal mula terbentuknya bahasa Indonesia

Sebagai sebuah bahasa, bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa


melayu, salah satu bagian dari rumpun Austronesia. Bahasa Melayu ini sudah
mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan
itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur
berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M
(Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa
Melayu Kuna (istilah pertama ‘Bahasa Melayu’) itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M
yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa


kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga
dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa
perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa
yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.Terdapat
informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di
Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama
Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand,
1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-
lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sansekerta. Yang dimaksud
Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara,
yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari


peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada
batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra
(abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai,
Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.Bahasa Melayu menyebar ke

IV
pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah
Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai
bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan
antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu
dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di
wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah.
Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa
Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu
pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan


mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Komunikasi antar-perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa
Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan
secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi
bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928). Meskipun demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang
benar-benar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu karena dalam
percakapan sehari-hari (tidak resmi), masyarakat Indonesia lebih suka
menggunakan bahasa daerahnya masing-masing seperti bahasa Melayu pasar,
bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia
adalah bahasa kedua , dan pada taraf resmilah maka bahasa Indonesia menjadi
bahasa pertama. Bahasa Indonesia adalah sebuah dialek bahasa Melayu yang
menjadi bahasa resmi Republik Indonesia. Kata “Indonesia” sendiri sebenarnya
berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti “India” dan nesos
yang berarti “pulau“. Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan
yang berada di wilayah India.

2. Diresmikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa Republik Indonesia,


sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 (Pasal 36), pada

V
tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang
hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan,
maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek
baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana
diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun
1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa
Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi
jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan
alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh
Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe
haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan
Indonesia”. atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II
1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa
Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan
pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.

Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa sebenarnya


bermula sejak Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada
Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk negara Indonesia pasca kemerdekaan. Pada saat itu,
Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa
mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau
dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau karena beliau memiliki
beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik
Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan)
mayoritas di Republik Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu
Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk
orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang
memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.

VI
3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau
Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai,
dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang
terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai
lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh
misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa
lainnya.

Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia.


Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih
dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat
itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di
negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan
semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.Dengan
memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada
masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan
kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi
(dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal
ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

Pada mulanya Bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi


mengikuti ejaan Belanda, hingga tahun 1972 ketika Ejaan Yang Disempurna-
kan (EYD) dicanangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni
Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan. Ada empat periode
penting dari kontak kebudayaan dengan dunia luar yang meninggalkan jejaknya
pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.

1). Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M) Sejumlah besar kata berasal dari
Sansekerta Indo-Eropa. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, putra, pura, kepala,
mantra, cinta, kaca)

2). Islam (dimulai dari abad ke-13 M) Di periode ini diambillah sejumlah besar
kata dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus,
maaf, selamat.

VII
3). Kolonial Pada periode ini ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya
adalah dari Portugis (seperti contohnya, gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan
Belanda (contoh: asbak, kantor, polisi, kualitas.

4). Pasca Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya)    Pada masa ini banyak
kata yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isyu). Dan lalu
ada juga Neo-Sansekerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa
Sansekerta, (contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila). Selain itu, bahasa
Indonesia juga menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh:
pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, loteng, cukong).

3. Perkembangan Bahasa Indonesia

3.1 Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Masa Kolonial


Meskipun bukti-bukti autentik tidak ditemukan, bahasa yang digunakan
pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu.
Sementara itu, bukti-bukti yang tertulis mengenai pemakaian bahasa Melayu
dapat ditemukan pada tahun 680 Masehi, yakni digunakannya bahasa Melayu
untuk penulisan batu prasasti, di antaranya sebagai berikut.
o       Prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit berangka tahun 683 Masehi.
o       Prasasti yang ditemukan di Talang Tuwo (dekat Palembang) berangka tahun
686 Masehi.
o       Prasasti yang ditemukan di Kota Kapur (Bangka Barat) berangka tahun 686
Masehi.
o       Prasasti yang ditemukan di Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi)
berangka tahun 686 Masehi.
o       Prasasti dengan nama Inskripsi Gandasuli yang ditemukan di daerah Kedu dan
berasal dari tahun 832 Masehi.

VIII
o       Pada tahun 1356 ditemukan lagi sebuah prasasti yang bahasanya berbentuk
prosa diselingi puisi (?).
 Pada tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, ditemukan batu nisan yang berisi
suatu model syair tertua .

3.2 Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial


Pada abad XVI, ketika orang-orang Eropa datang ke Nusantara mereka
sudah mendapati bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan dan bahasa perantara
dalam kegiatan perdagangan. Bukti lain yang dapat dipaparkan adalah
naskah/daftar kata yang disusun oleh Pigafetta pada tahun 1522. Di samping itu,
pengakuan orang Belanda, Danckaerts, pada tahun 1631 yang mendirikan sekolah
di Nusantara terbentur dengan bahasa pengantar.
  Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan surat
keputusan: K.B. 1871 No. 104 yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-
sekolah bumiputera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak dipakai bahasa
Melayu.

3.3 Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan


Setelah Sumpah Pemuda, perkembangan Bahasa Indonesia tidak berjalan
dengan mulus. Belanda sebagai penjajah melihat pengakuan pada bahasa
Indonesia itu sebagai kerikil tajam. Oleh karena itu, dimunculkanlah seorang ahli
pendidik Belanda bernama Dr. G.J. Niewenhuis dengan politik bahasa
kolonialnya. Isi politik bahasa kolonial Niewenhuis itu lebih kurang sebagai
berikut.
Pengaruh politik bahasa yang dicetuskan Niewenhuis itu tentu saja
menghambat perkembangan bahasa Indonesia. Banyak pemuda pelajar berlomba-
lomba mempelajari bahasa Belanda, bahkan ada yang meminta pengesahan agar
diakui sebagai orang Belanda (seperti yang dilukiskan Abdul Muis dalam roman
Salah Asuhan pada tokoh Hanafi). Sebaliknya, pada masa pendudukan Dai

IX
Nippon, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Tentara
pendudukan Jepang sangat membenci semua yang berbau Belanda; sementara itu
orang-orang bumiputera belum bisa berbahasa Jepang. Oleh karena itu,
digunakanlah bahasa Indonesia untuk memperlancar tugas-tugas administrasi dan
membantu tentara Dai Nippon melawan tentara Belanda dan sekutu-sekutunya.

4. Kedudukan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu
sebagai bahasa nasional , dan sebagai bahasa resmi/Negara. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya, yaitu
tanggal 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan.
  Secara Nasional
o Lambang Kebanggaan Nasional.
o Lambang Identitas Negara.
o Alat pemersatu bangsa yang berbeda latar belakang sosial budaya.
o Alat Penghubung antar budaya antar daerah.
 Secara Resmi

o Bahasa resmi kenegaraan.

o Pengantar dalam dunia pendidikan.

o Penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan


pelaksanaan   pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.

o Alat pengembangan kebudayaan,ilmu pengetahuan teknologi

BAB II

X
Kesimpulan

1. Sebagai sebuah bahasa, bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa


melayu, salah satu bagian dari rumpun Austronesia.
2. Bahasa Melayu sudah mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak
abad ke-7.
3. Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa Republik Indonesia,
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 (Pasal
36), pada tanggal 18 Agustus 1945.
4. Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting,
yaitu sebagai bahasa nasional , dan sebagai bahasa resmi/Negara.
5. Pada masa kejayaan kerajaan Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M)
Sejumlah besar kata bahasa Indonesia berasal dari Sansekerta Indo-
Eropa. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, putra, pura, kepala, mantra,
cinta, kaca).
6. Pada masa kejayaan kerajaan Islam (dimulai dari abad ke-13 M)
sejumlah besar kata bahasa Indonesia diambil dari bahasa Arab dan
Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat.
7. Pada masa Kolonial ada beberapa bahasa yang diambil dari bahasa
Portugis (seperti contohnya, gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan
Belanda (contoh: asbak, kantor, polisi, kualitas.
8. Pada masa Pasca Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya)  banyak
kata yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen,
isyu). Dan lalu ada juga Neo-Sansekerta yaitu neologisme yang
didasarkan pada bahasa Sansekerta, (contoh: dasawarsa, lokakarya,
tunasusila). Selain itu, bahasa Indonesia juga menyerap perbendaharaan
katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, teko,
tauke, loteng, cukong).

XI
Daftar Pustaka

         Arifin,e zainal.2004,dasar-dasar penulisan karangan ilmiah. Jakarta: PT


Grasindo
         Tarigan,h.g,mukayat.1986,Telah teks bahasa indonesia. Bandung.: angkasa
         Sudjana, nana.1991. tuntunan penyusunan bahasa indonesia. Bandung : Sinar
Baru
         The Liang gie.1968 .pengantar dunia bahasa Indonesia: malang. gramedia

XII

Anda mungkin juga menyukai