Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TENTANG
KEBDAYAAN DAERAH
SUMATERA TENGGARA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
DISUSUN OLEH
SUCI APRIANI
FIKA RAHMA DANI
M.ADE NURHADI
M.RAMADHANI
TIA AGUSTINA
Vina Rafika sariKELAS:XII IPS 2
GURU PEMBIMBING: ARIS MUNANDAR S.PD

MAN 1 PAGAR ALAM


TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunian_Nya
akhirnya tugas individu membuat karya ilmiah yang berjudul KEBUDAYAAN DAERANG
SULAWESI TENGGARA (TARI LULO) yang saya buat dapat terselesaikan sebagaimana
waktu yang harapkan.
Kami menyadari bahwa karya ilmiah yang saya buat ini masih banyak kekurangan,
kekeliruan, dan kesalahan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan penulisan tugas ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. ii
Daftar Isi.. iii
BAB I : PENDAHULUAN.. 1
1.1 Latarbelakang. 1
1.2 Tujuan. 2
BAB II : RUMUSAN MASALAH. 3
BAB III : TRI ARGUMENTASI. 4
BAB IV : PEMBAHASAN.. 5
4.1 Pemahaman Tentang Tari Lulo. 5
4.2 Cara menari Lulo. 5
4.3 Perkembangan Tari Lulo. 6
BAB V : PENUTUP. 7
5.1 Kesimpulan. 7
5.2 Kritik dan Saran. 8
Bibliography. 10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Budaya atau kesenian Lulo merupakan kesenian daerah suku Tolaki yang menjadi khasanah
yang memperkaya budaya Sulawesi Tenggara. Sebagai kesenian daerah, Lulo juga telah
menjadi salah satu atribut budaya yang membedakan Sultra dengan daerah lain. Menurut M.
Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan Kebudayaan
Sultra, tarian lulo menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam keberagaman
dengan meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status sosial lainnya.
Jika menelusuri awal munculnya kesenian lulo menurut Trisman, mungkin bisa dilihat dari
bagaimana memakna gerakan-gerakan lulo itu sendiri saat ini. Pada zaman dahulu,
masyarakat suku Tolaki yang notabene mengkonsumsi sagu dan beras dalam memenuhi
kebutuhan konsumsinya, sering menggunakan teknik menghentakkan kaki untuk
menghaluskan rumbia menjadi sagu yang bisa dimakan dan menggunakan teknik yang sama
dalam melepaskan bulir padi dari tangkainya. Kebiasaan ini kemudian dilakukan secara terus-
menerus dan secara bergotong royong agar prosesnya lebih cepat. Dari kebiasaan inilah
masyarakat menemukan gerakan-gerakan yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni
tari yang kini kita kenal dengan sebutan Tarian Lulo. Pada awalnya, tari ini diadakan dalam
rangka pesta perkawinan, syukuran panen, dan acara-acara khusus lainnya. Tujuannya adalah
sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan tidak jarang juga dimanfaatkan sebagai
ajang untuk mencari jodoh. Namun pada perkembangannya, tarian ini juga diadakan ketika
ada pejabat atau tamu penting yang datang berkunjung ke Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dalam tarian ini, dihadirkan penari-penari cantik yang mendampingi sekaligus membimbing
para pejabat atau tamu penting untuk ikut serta menari.
Tari lulo juga dapat dikatakan sebagai olahraga malam, karena setelah kita melakukan tari
lulo, badan kita menjadi segar.
1.2 Tujuan
Agar kita mengetahui kebudayaan Sulawesi Tenggara.
Agar kita mengetahui bahwa di Indonesia sangat beragam seni budayanya
Agar kita ketahui apa tari lulo itu ?
1.3 Rumusan masalah.
Belakangan ini banyak terjadi perkelahian dan perselisihan ketika orang-orang atau anak-
anak muda sedang menari lulo. Sehingga akibatnya, Tari Lulo sudah jarang dilakukan pada
malam ketika acara perkawinan. Padahal, Tari Lulo sangat nikmat dilakukan pada malam
hari.
BAB II
PEMBAHASAN

Mengenal Kebudayaan Daerah Sulawesi


Tenggara
4 komentar

Mengenal Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara - Sulawesi Tenggara adalah salah satu dari enam
provinsi di Pulau Sulawesi. Wilayah provinsi ini meliputi jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan
beberapa pulau di sekitarnya. Posisi geografis Sulawesi Tenggara berada di selatan katulistiwa
diantara 3º-6º Lintang Selatan dan 120º45'-124º60' Bujur Timur. Secara geografis wilayah ini
mempunyai batas-batas, sebagai berikut.

 Batas utara : Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah


 Batas selatan : Laut Flores
 Batas timur : Laut Banda
 Batas barat : Teluk Bone

Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki wilayah daratan kurang lebih seluas 38.067.70 km², dan wilayah
perairan sekitar 110.000 km². Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari delapan Kabupaten dan dua
kota, yaitu Kab. Kolaka, Kab. Konawe, Kab. Muna, Kab. Buton, Kab. Konawe Selatan, Kab. Bombana,
Kab. Wakatobi, Kab. Kolaka Utara, Kota Kendari, dan Kota Bau-Bau.

A. Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara

Provinsi Sulawesi Tenggara yang dihuni beberapa suku bangsa memiliki sejumlah bahasa daerah
yang berbeda. Bahasa daerah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
 Bahasa Tolaki meliputi dialek Mekongga, Wawonii, Kulisusu, Konawe, dan Kabaena.
 Bahasa Muna (Wuna) meliputi dialek Mawasangka, Tiworo, Siompu, Kotabengke, dan
Kadatua, dan Gu.
 Bahasa Pancana meliputi dialek Kamaru, Lasalimu, Kapontori, dan Kaisabu.
 Bahasa Wolio (Buton) meliputi dialek Pesisir, Keraton, Tolandona, Bungi, dan Talaga.
 Bahasa Cia-Cia meliputi dialek Batauga, Wabula, Sampolawa, Takimpo, Kondawa, Laporo,
Halimambo, Wali dan Batu Atas.
 Bahasa Suai meliputi dialek Kaledupa, Tomia, Wanci dan Binongko.

Selain bahasa-bahasa daerah di atas, di beberapa daerah digunakan pula bahasa Bajo dan Bugis.
Jadi, di Sulawesi Tenggara sekurang-kurangnya menggunakan sembilan kelompok bahasa daerah.

B. Rumah Adat Sulawesi Tenggara

Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai ciri khas dalam seni bangunan, yaitu segi empat memanjang
berbentuk panggung (pile dwelling) yang agak tertutup. Rumah adat Sulawesi Tenggara terdiri atas
ruangan untuk menerima tamu pada bagian depan dan dalam, ruang pertemuan adat, kamar tidur,
dan ruang makan dan dapur di bagian belakang. Di bagian bawah rumah digunakan untuk kandang
ayam atau ternak babi. Rumah ini terbuat dari balok kayu sebagai tiang dan badan rumah. lantai dan
dinding menggunakan papan, atap dari bahan rumbia, alang-alang dan nipah.

Selain bangunan rumah penduduk, juga terdapat rumah adat untuk pertemuan yang disebut Baruga
dan rumah yang didirikan di kebun atau ladang yang disebut Pineworuai.

Pembahasan lengkapnya silahkan klik Rumah Adat Sulawesi Tenggara Lengkap, Gambar dan
Penjelasannya
C. Pakaian Adat Sulawesi Tenggara

Pakaian Adat Muna

Suku Muna mendiami kabupaten Muna. Kaum Pria di suku Muna biasanya mengenakan baju
(bhadu), sarung (bheta), celana (sala), dan kopiah (songko) atau ikat kepala (kampurui) untuk
pakaian sehari-hari. Baju berlengan pendek dan berwarna putih. Ikat kepala berupa kain bercorak
batik, serta ikat pinggang terbuat dari logam berwarna kuning yang selain berfungsi sebagai ikat
pinggang juga untuk menyelipkan senjata tajam. Sarung yang dipakai berwarna merah dan bercorak
geometris.

Kaum wanita suku Muna mengenakan busana yang terdiri atas bhadu, bheta, dan kain ikat pinggang
yang disebut simpulan kagogo. Wanita Muna memakai baju berlengan pendek yang disebut kuto
kutango untuk pakaian sehari-hari.

Pakaian Adat Buton

Pada umumnya orang Buton mengenakan pakaian biru-biru yang terdiri atas sarung dan ikat kepala
tanpa baju. Pakaian sehari-hari kaum wanita disebut kombowa. Pakaian ini terdiri atas unsur baju
dan kain sarung bermotif kotak-kotak kecil yang disebut bia-bia itanu. Masyarakat Buton memiliki
pakaian adat yang digunakan pada upacara adat yang disebut posuo. Pada saat
upacara posuo memingit gadis, gadis Buton harus mengenakan busana kolambe, dan pada saat
upacara sunatan, anak laki-laki Buton mengenakan busana yang dinamakan ajo tandaki.

Pakaian Adat Tolaki

Pakaian adat yang digunakan untuk kaum laki-laki Tolaki terdiri atas babu ngginasamani (baju
berhias sulaman), saluaro mendoa (celana), sul epe (ikat pinggang dari logam), dan pabele (daster).
Pakaian perempuan Tolaki disebut babu ngginasamani (baju), sawu (sarung), sulepe, dilengkapi
dengan aksesories (tusuk konde, hiasan sanggul, andi-andi (anting-anting), eno-eno (kalung
leher), bolosu (gelang tangan), dan alas kaki solop (selop)).

Pembahasan lengkapnya silahkan klik Pakaian Adat Sulawesi Tenggara Lengkap, Gambar dan
Penjelasannya
D. Kesenian Tradisional Daerah Sulawesi Tenggara

Tarian Tradisional

1. Tari Malulo

Tarian lulo atau malulo merupakan tarian yang identik dengan Sulawesi Tanggara. Pada awalnya
tarian ini merupakan tarian sakral dan penuh filosofis. Akan tetapi, dalam perkembangannya Malulo
sekarang sudah menjadi tarian pergaulan atau tarian rakyat yang biasanya dilakukan secara spontan
pada setiap acara-acara pesta ataupun acara yang dilaksanakan oleh instansi atau organisasi.

2. Tari Umoara

Tarian ini merupakan tarian perang yang ditarikan untuk menyambut tamu agung pada saat
perkawinan para bangsawan dan mengantar jenazah bangsawan. Tarian ini juga ditarikan pada saat
pelantikan seorang raja. Tarian ini mempertontonkan ketangkasan, kewaspadaan dalam menyerang
musuh, dan membela diri dalam pertempuran.

3. Tari Mawindahako

Tari ini merupakan tari para bangsawan yang telah berhasil meminang gadis pujaannya.

4. Tari Lariangi

Tari ini sebagai tari pembukaan suatu acara pesta sebagai penghormatan terhadap hadirin.
Penarinya terdiri atas penari wanita, dan 1 laki-laki. Tarian ini biasanya dilakukan oleh gadis-gadis
keturunan bangsawan.
5. Tari Lumense

Lumense barasal dari kata Lume yang berarti terbang dan Lense yang berarti Tinggi. Jadi, Lumense
berarti terbang tinggi. Tarian ini berasal dari kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana. Tarian ini
bermakna pemujaan kepada sang Dewa. Tarian ini dipersembahkan pada acara penyambutan tamu
pesta rakyat di kabupaten Bombana.

6. Tari Moida-Ida

Tarian ini diiringi dengan nyanyian, sementara sekelompok orang berkumpul membentuk lingkaran
yang masing-masing berpegangan pada seutas tali sehingga membentuk cincin.

7. Tari Balumpa

Tari Balumpa adalah tarian rakyat masyarakat Buton untuk mengucapkan selamat datang pada para
tamu agung.

8. Tari Dinggu

Tarian ini menggambarkan sikap kegotongroyangan masyarakat dalam menumbuk padi. Tarian ini
dilakukan dengan memukul-mukul lesung menggunakan alu hingga membentuk irama musik yang
menyentuh kalbu.

Alat Musik Tradisional

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa alat musik tradisional, seperti okanda, karandu, yaitu
gong yang dibunyikan untuk mementaskan tarian yang disebut lulo, mengantar pengantin,
menyambut tamu. Ada juga oer-orenggoe, yaitu sejenis tambur yang dibuat dari kayu khusus. Alat
musik petik yang namanya Kabosi dimba-dimba, dan alat musik tiup yang namanya wuwuho.

Lagu Daerah

Lagu daerah Sulawesi Tenggara jumlahnya sangat banyak. Ada yang digunakan untuk mengiringi
upacara adat atau mengiringi jenis kesenian. Salah satu lagu daerah tersebut adalah Peia Tawa-
Tawa.

Seni Kerajinan Rakyat

Hasil budaya berupa seni kerajinan masyarakat Sulawesi Tenggara salah satunya adalah tenun kain
yang terletak di desa Masalili. Jenis seni kerajinan lain diantaranya adalah kerajinan emas, kerajinan
akar, kerajinan perak, serta kerajinan rotan.

E. Upacara Adat Sulawesi Tenggara

Masyarakat Sulawesi Tenggara melakukan serangkaian upacara adat daur hidup yang dimulai dari
kelahiran, masa dewasa, perkawinan, dan kematian serta upacara adat lainnya, diantaranya dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Aneka Upacara Adat Masyarakat Sulawesi Tenggara

No Nama Upacara Adat Keterangan

1 Upacara Kelahiran Di daerah Muna, sebelum kelahiran diadakan upacara yang


disebut kasambu. Setelah kelahiran bayi dilakukan upacara kampua
yang dilakukan setelah bayi berumur 44 hari. Kemudian, upacara
turun tanah yang disebut upacara kaghabui.

2 Upacara Menjelang Bagi seorang gadis yang menginjak dewasa diadakan upacara
Dewasa pemotongan rambut, selain itu ada upacara pemingitan yang
disebut karia (Muna), manggilo (Tolaki), yang merupakan upacara
penyucian gadis menjelang dewasa.

3 Upacara Perkawinan Pada masyarakat Sulawesi Tenggara mengenal empat cara


perkawinan, yaitu masasapu (bentuk perkawinan dengan
peminangan), ropolosu atau humbuni (perkawinan lari
bersama), pinola suako atau popalaisaka (kawin lari dipaksa pihak
laki-laki), dan moruntandole atau uncura (perkawinan yang didesak
pihak laki-laki meskipun gadis sudah dipertunangkan kepada laki-
laki lain)

4 Upacara Kematian Pada masyarakat Tolaki mengadakan acara pukul gong dengan
irama tertentu yang disebut batubanggwea. Kemudian
menyembelih seekor kerbau yang disebut mbenao. Mereka yang
berduka biasanya mengikat kepala dengan kain putih yang
disebut lowani. mayat dimasukkan ke dalam wadah yang
disebut soronga, kemudian mayat dibawa ke dalam gua batu atau
dalam rumah khusus di tengah hutan sebagai tempat kuburnya.

5 Upacara Monahu Upacara ini dilakukan setelah panen padi yang dilaksanakan di
Ndau lapangan terbuka. Dalam upacara ini para pengunjung menarikan
tari lulo ngganda yang diiringi tetabuhan okanda.

6 Upacara Motasu Upacara ini merupakan tradisi suku Tolaki yang dilaksanakan dalam
rangaka pembukaan ladang baru yang ditujukan kepada Dewi
Kesuburan (songgoleobae). Upacara ini diakhiri dengan berkumpul
untuk berpesta (sekonggo motasu nggenikku).

7 Upacara Ghoti Upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Muna pada permulaan
Katumpu pembukaan hutan dan setelah panen.

F. Senjata Tradisional Daerah Sulawesi Tenggara

Senjata khas masyarakat Sulawesi Tenggara adalah keris dari besi dengan pamor perak, dan hulunya
terbuat dari gigi ikan duyung. Selain itu ada juga lolabi (Muna), yaitu senjata sejenis
badik,serta sapinggara, yaitu tombak dengan banyak ujung.
G. Makanan Khas Sulawesi Tenggara

Beberapa makanan khas Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Makanan Tradisional Khas Sulawesi Tenggara

No Nama Keterangan
Makanan

1 Sinonggi Bubur yang terbuat dari sagu yang disiram air mendidih. Sinonggi
dimakan dengan sayur kerang dan sup ikan sebagai pelengkap.

2 Satai Pokea Satai kerang air tawar dengan bumbu kacang yang dilengkapi
geges (ketan panggang) dan lontong.

3 Kinowu manu Ayam masak bumbu.

4 Kinowu Daun singkong masak dengan bumbu khusus.


Tawawanggole

5 Tinira Nggaluku Umbu.

6 Kowoe Nineihi Siput sawah.

7 Pisang Epe Pisang bakar yang dimakan dengan saus.

Ada tiga pendapat orang-orang mengenai Tari Lulo, yaitu :


Menurut M. Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan
Kebudayaan Sultra, tarian lulo menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam
keberagaman dengan meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status
sosial lainnya.
Menurut Trisman, bahwa Lulo mampu bertahan karena upaya masyarakat dan pemerintah
yang terus melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi konsep dan
variasi gerakan. Lima dasar gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba (lompat-
lompat), Pinetabe (penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan dikreasi
gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu.
Menurut Trisman, yang terpenting dari proses menjaga dan melestarikan tarian tradisional
lulo adalah harapan bahwa tarian lulo merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki
adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam
menjalankan aktifitas kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-
menolong “samaturu, medulu ronga mepokoaso”.
2.1 Pemahaman Tentang Tari Lulo
Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk mencari jodoh, terdapat tata atur yang
sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam arena tarian misalnya, para penari harus masuk
dari depan dan tidak diperbolehkan masuk dari belakang. Selain itu, ketika akan mengajak
calon pasangan untuk menari, terutama pasangan pria yang mencari pasangan wanita,
hendaknya mencari wanita yang sedang berpasangan dengan wanita. Jadi, seorang pria tidak
diperbolehkan mengajak seorang wanita yang sudah berpasangan dengan pria lain. Hal ini
untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kesalah pahaman ketika tarian berlangsung. Ada juga
aturan lain yang cukup menarik untuk diketahui, seperti ketika terjadi penolakan dari calon
pasangan. Apabila seorang pria yang mencari pasangan ditolak oleh si wanita, maka pria
tersebut dikenai denda adat, yaitu seekor kerbau ditambah dua lembar sarung (toloa). Akan
tetapi, denda ini tidak berlaku sebaliknya kepada pihak wanita. Seiring perjalanan waktu, tata
atur yang berlaku dalam tarian ini sudah mulai ditinggalkan. (Mardiati, 2012)

2.2 Cara menari Lulo


Tari Lulo memiliki gerakan yang sederhana dan teratur, sehingga memberikan kemudahan
bagi siapa saja untuk melakukannya. Tari Lulo dilakukan dengan saling bergenggaman
tangan, melangkahkan kaki dua kali ke kiri, dua kali ke kanan, ke depan dan belakang sambil
menghentakkan kaki mengikuti irama musik memberikan nilai seni tersendiri bagi mereka
yang melakukannya. Di samping itu ada yang perlu diperhatikan dalam tarian lulo ini seperti
posisi tangan saat bergandengan tangan, untuk pria posisi telapak tangan di bawah menopang
tangan wanita. Ini dilakukan supaya gerakan tari bisa berjalan secara harmonis, dan bagian
atas tubuh wanita tidak tersentuh oleh pasangannya ketika menari. Selain itu merupakan
wujud simbolisasi dari kedudukan, peran, etika kaum pria dan wanita dalam kehidupan
sehari-hari. Biasanya, tarian ini dilakukan dengan gerakan yang teratur dan berputar dalam
satu lingkaran. (Mardia, 2000)

2.3 Perkembangan Tari Lulo


Seiring perkembangan waktu, kesenian lulo sendiri ikut mengalami perkembangan. Hadirnya
hiburan lain dalam masyarakat modern seperti diskotik, pub, dan konser-konser musik
dengan penampilan artis-artis lokal maupun nasional tidak membuat kesenian Lulo
ditinggalkan masyarakat. Melainkan lulo semakin saja tumbuh subur dengan iklimnya sendiri
bahkan dengan gaya dan caranya yang khas. Saat ini Tarian Lulo sendiri telah mengalami
proses penyesuaian dalam berbagai bentuk. Lulo yang dulunya hanya dilakukan dengan
mengikuti irama alat musik tradisional seperti gong telah berubah dengan menggunakan alat
musik elektornik electone atau organ. Di tengah perkembangan peradaban yang terus melaju
membentang membentuk simpul modernisasi zaman dengan segala hal yang dibuatnya
memukau, lulo ternyata mampu bertahan dan tidak kehilangan pesona. Tidak hanya itu Lulo
pun terus tumbuh dengan geliatnya yang kuat mengikuti lajur ngilu perkembangan massa.
Hal ini dijelaskan Trisman, bahwa Lulo mampu bertahan karena upaya masyarakat dan
pemerintah yang terus melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi
konsep dan variasi gerakan. Lima dasar gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba
(lompat-lompat), Pinetabe (penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan
dikreasi gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu. Menurut
Trisman, yang terpenting dari proses menjaga dan melestarikan tarian tradisional lulo adalah
harapan bahwa tarian lulo merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah
masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam
menjalankan aktifitas kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-
menolong “samaturu, medulu ronga mepokoaso”. (Mardiati, 2012)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan.
Tari lulo adalah salah satu kebudayaan Sulawesi Tenggara. Tari lulo merupakan tempat
pencarian jodoh, teman, dan merupakan olaraga malam. Tari Lulo dapat dilakukan semua
umur, dari anak-anak sampai orang tua. Tari Lulo juga dapat mempererat tali silaturahmi
antara sesama.
3.2 Kritik dan Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat saya perlukan untuk memperbaiki karya ilmiah
yang saya buat ini, karena sesungguhnya karya ilmiah yang saya buat ini sangat jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan baik dalam bentuk tulisan
maupun dari sisi lain.

Anda mungkin juga menyukai