Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEBUDAYAAN DAERAH SULAWESI SELATAN

OLEH:
SARTIKA SARI DEWI ( 413418021)
ZULKIFLI ALMTAHA (413418009)

PROGRAM STUDI STATISTIKA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini membahas tentang "kebudayaan daerah Sulawesi Selatan ".Kami menyusun
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Budaya yang diampu oleh
dosen pengampuh.

Dalam pembuatan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari


berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca


terutama diri kami pribadi dan dapat menambah wawasan tentang suku dan budaya
yang ada di Indonesia, khususnya suku bugis.

Gorontalo,15 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A.Latar Belakang............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
C.Tujuan.........................................................................................................................................3
D.Manfaat......................................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
A.Sejarah Suku Bugis......................................................................................................................4
B.Masa Kerajaan............................................................................................................................5
7 UNSUR KEBUDAYAAN :...............................................................................................................7
Adat Istiadat pernikahan Suku Bugis...........................................................................................12
Makanan khas Sulawesi Selatan..................................................................................................14
Sejarah Kerajaan Massenrempulu Kabupaten Enrekang ............................................................15
Enrekang Duri..............................................................................................................................16
BAB III..................................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................................18
A.KESIMPULAN............................................................................................................................18
B.SARAN.......................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki
bermacam- macam suku, kebudayaan dan bangsa. Kebudayaan yang beraneka
ragam tersebut tentu dapat terjadi karena perbedaan suku yang sangat terlihat pada
setiap wilayah dan daerah di Indonesia. Tentu saja ini menjadi sebuah tradisi yang
turun- temurun sejak dahulu.Kebudayaan ini tentu saja harus kita pelihara dan
lestarikan keberadaannya, ini merupakan bekal untuk generasi yang akan datang
agar mereka juga bisa mengetahui danmelihat keindahan, keunikkan dan keaslian
dari kebudayaan tersebut. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin memberitahu
tentang kebudayaan yangada di Indonesia. Khususnya kebudayaan yang berada di
daerah Sulawesi Selatan yaitu ‘ Suku Bugis ’ melalui 7 unsur kebudayaan yang
ada.Melihat keunikkan dari daerah Sulawesi selatan ini sendiri, kami tertarik untuk
membahasnya lebih lanjut.

Suku Bugis adalah salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi Selatan. Ciri
utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang
Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai
tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga
bisa dikategorikan sebagai orang Bugis. Diperkirakan populasi orang Bugis
mencapai angka enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai
provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang
merantau ke mancanegara seperti di Malaysia, India, dan Australia.

Suku Bugis hidup dari berburu, menangkap ikan, bertani, beternak dan kerajinan.
Mereka yang tinggal dipegunungan hidup dari bercocok tanam, sedang yang
dipesisir hidup sebagai nelayan. Mereka dikenal sebagai pedagang barang
kelontong, juga terkenal sebagai pelaut yang sering merantau & menyebar ke

1
seluruh Indonesia. Di daerah rantau mereka membuat komunitas sendiri dan kuat.
Untuk transportasi digunakan kuda, sapi (di darat), rakit atau sampan (di sungai),
lambok, benggok, pinisi & sandek (di laut). Pakaian tradisional mereka bernama
Wajo Ponco, yang diperkirakan muncul dari pengaruh Melayu. Sekarang baju ini
hanyak untuk upacara-upacara, tarian dan penjemputan secara adat. Bahasa
mereka adalah bahasa Ugi yang terbagi dalam beberapa dialek, seperti Luwu, Wajo,
Bira, Selayar, Palaka, Sindenneng dan Sawito. Makanan utama mereka yaitu beras
dan jagung. Mereka memiliki minuman khas seperti tuak, sarabba dan air tape.

Di kalangan orang Bugis masih hidup diantara aturan-aturan yang dianggap luhur
dan keramat yang dinamakan Panngaderreng atau panngadakkang. Diartikan
sebagai keseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah-
laku terhadap sesama manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik
(etika).

2
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang 10 hal pokok, yaitu :
1. Bagaimana sejarah suku bugis dan darimana asal kata ‘bugis’ ?
2. Kerajaan apa saja yang pernah ada dalam sejarah suku bugis ?
3. Agama apa yang dianut oleh masyarakat bugis ?
4. Bagaimana sistem kekerabatan suku bugis ?
5. Bahasa apa yang digunakan suku bugis ?
6. Teknologi apa yng digunakan oleh suku bugis ?
7. Bagaimana rumah adat suku bugis ?
8. Seni apa saja yang ada di suku bugis ?
9. Apakah mata pencaharian suku bugis ?
10. Apa saja adat istiadat yang ada di suku bugis dan bagaimana
pelaksanaannya ?

C.Tujuan
1. Menambah wasawan pembaca tentang beraneka ragamnya suku dan
budaya yang ada di Indonesia, khususnya bugis.
2. Pembaca dapat mengetahui bagaimana sejarah dan asal kata suku bugis
serta kebudayaan yang ada di suku bugis melalui 7 unsur kebudayaan yang
ada.

D.Manfaat
1. Menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya yang ada di Indonesia.
2. Membuka cakrawala pengetahuan tentang suku yang ada di Indonesia,
terutama suku bugis

3
BAB II

PEMBAHASAN

A.Sejarah Suku Bugis


Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku deutrou
melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari
daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang
berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan
Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La
Sattumpugi.
Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka
merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau
orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah
dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa
anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia
dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware
(Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La
Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis.
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk
beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan,
bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis
klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng
dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses
pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan
Mandar.
Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu,
Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis
dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan.
Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan
Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama

4
kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian
Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan).

B.Masa Kerajaan

1.Kerajaan Bone
Di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian
muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh
raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan
nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan
istilah ade pitue. Manurungnge ri Matajang dikenal juga dengan nama Mata
Silompoe. Adapun ade' pitue terdiri dari matoa ta, matoa tibojong, matoa
tanete riattang, matoa tanete riawang, matoa macege, matoa ponceng. istilah
matoa kemudian menjadi arung. setelah Manurungnge ri Matajang, kerajaan
Bone dipimpin oleh putranya yaitu La Ummasa' Petta Panre Bessie.
Kemudian kemanakan La Ummasa' anak dari adiknya yang menikah raja
Palakka lahirlah La Saliyu Kerrempelua. pada masa Arumpone (gelar raja
bone) ketiga ini, secara massif Bone semakin memperluas wilayahnya ke
utara, selatan dan barat.

2. Kerajaan Makassar
Di abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa, Soppeng, Bone, dan
Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling memangsa
laksana ikan. Kerajaan Makassar (Gowa) kemudian mendirikan kerajaan
pendamping, yaitu kerajaan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan
kembar ini (Gowa & Tallo) kembali menyatu menjadi kerajaan Makassar
(Gowa).

3.Kerajaan Soppeng
Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung.
Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie

5
yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki
yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah
di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan
Soppeng.

4.Kerajaan Wajo
Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai
arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang
yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung.
Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh
seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya
Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama
setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabbi.
Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo.
Kerajaan pra-wajo yakni Cinnongtabi dipimpin oleh masing-masing : La
Paukke Arung Cinnotabi I, We Panangngareng Arung Cinnotabi II, We
Tenrisui Arung Cinnotabi III, La Patiroi Arung Cinnotabi IV. setelahnya, kedua
putranya menjabat sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V yakni La Tenribali
dan La Tenritippe. Setelah mengalami masa krisis, sisa-sisa pejabat kerajaan
Cinnotabi dan rakyatnya bersepakat memilih La Tenribali sebagai raja mereka
dan mendirikan kerajaan baru yaitu Wajo. Adapun rajanya bergelar Batara
Wajo. Wajo dipimpin oleh La Tenribali Batara Wajo I (bekas arung cinnotabi
V), kemudian La Mataesso Batara Wajo II dan La Pateddungi Batara Wajo III.
Pada masanya, terjadi lagi krisis bahkan Batara Wajo III dibunuh. kekosongan
kekuasaan menyebabkan lahirnya perjanjian La Paddeppa yang berisi hak-
hak kemerdekaan Wajo. setelahnya, gelar raja Wajo bukan lagi Batara Wajo
akan tetapi Arung Matowa Wajo hingga adanya Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

6
7 UNSUR KEBUDAYAAN :
A.Agama dan Sistem Kepercayaan
Masyarakat bugis dengan segala kebudayaannya menganut agama
islam. Kepercayaan yang telat dianut oleh sebagian besar suku bugis ini
telah masuk sejak abad ke 17. Kepercayaan islam di suku bugis ini
sendiri awal mulanya dibawa oleh pesyiar dari derah Minagkabau.
Kemudian oleh para pesyiar disebarkan di tiga wilayah, yaitu Gowa dan
Tallo, Luwu dan Bulukumba.

Awalnya, masyarakat bugis semua beragama islam, hingga akhirnya


munculah kepercayaan baru yaitu kepercayaan To Lotang, kebudayaan
yang didirikan oleh La Panaungi. ‘To’ yang berarti orang dan ‘Lotang’
yang berarti selatan, sehingga To Lotang berarti orang selatan. Dewa
yang ajaran ini sembah adalah dewata sawwae, sedangkan kitab sucinya
disebut La Galigo. Kitab suci ini disimpan dan dihafalkan oleh pemimpin
mereka yang biasa disebut “uwwak” dan kemudian akan diwariskan
secara turun temurun kepada penerusnya secara lisan.

B.Sistem Kekerabatan
Masyarakat bugis memiliki empat sistem kekerabatan, yaitu :

 Keluarga inti atau keluarga batih


Keluarga ini merupakan yang terkecil dalam bahasa bugis,
keluarga ini dikenal dengan istilah sianang.
 Sepupu
Kekerabatan ini terjadi karena hubungan darah. Hubungan
darang tersebut dilihat dari keturunan pihak ibu dan pihak bapak.
Bagi orang bugis, kekerabatan ini disebut dengan istilah sompulolo.
Kekerabatan tersebut biasanya terdiri atas dua macam, yaitu
sepupu dekat dan sepupu jauh.
 Pertalian sepupu / persambungan keluarga
Kekerabatan ini muncul setelah adanya hubungan kawin antara
rumpun keluarga yang satu dengan yang lain. Kedua rumpun
keluarga tersebut biasanya tidak memiliki pertalian keluarga
sebelumnya. Keluarga kedua belah pihak saling mengaggap

7
keluarga sendiri. Orang bugis mengistilahkan kekerabatan ini
dengan siteppang teppang.

 Sikampung
Sistem kekerabatan ini terbangun karena bermukim dalam satu
kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat orang orang yang
sama sekali tidak ada hubungan darah.

C.Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan
pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat bugis hidup sebagai petani dan
nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang bugis adalah pedagang.
Mereka dikenal sebagai pedagang barang kelontong; juga terkenal
sebagai pelaut yang sering merantau & menyebar ke seluruh Indonesia. Di
daerah rantau mereka membuat komunitas sendiri dan kuat. Untuk
transportasi digunakan kuda, sapi (di darat), rakit atau sampan (di sungai),
lambok, benggok, pinisi & sandek (di laut).

D.Bahasa
Bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang
berfungsi selain sebagai ciri khas daerah tersebut juga untuk membedakan
suku satu dengan suku yang lainnya. Dalam kesehariannya, hingga saat ini
orang bugis masih menggunakan bahasa ‘ ugi ’ yang merupakan bahasa
keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang bugis juga
memiliki aksara sendiri yaitu aksara lontara yang berasal dari huruf
sansekerta.

E.Tempat Tinggal
Setiap suku pasti memiliki tempat tinggal atau rumah yang berbeda
dan beraneka ragam. Rumah tradisonal bugis sendiri berbentuk panggung
yang terdiri atas tingkat atas, tengah, dan bawah. Tingkat atas digunakan
untuk menyimpan padi dan benda benda pusaka. Tingkat tengah, yang
digunakan sebagai tempat tinggal, yang terbagi atas ruang ruang untuk
menerima tamu, tidur, makan, dan dapur. Tingkat dasar yang berada di lantai
bawah digunakan untuk menyimpan alat alat pertanian dan kandang ternak.

8
F.Teknologi
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka
secaraperlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan
berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan
penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut.
Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagai hasil manusia dalam
mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupa peralatan
fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmu
pengetahuan dibidang teknik. Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi
Selatan terkenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai dalam
mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di
Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat
Bugisyang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di
dalamnaskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-
14M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat oleh
Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat
perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang
terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu
ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya
bersedia pindah ke pohonlainnya. Sawerigading membuat perahu tersebut
untuk berlayar menuju negeriTiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang
bernama We Cudai.

G.Kesenian
Kesenian merupakan keindahan untuk setiap suku yang ada di Indonesia.
Karena setiap suku pasti memiliki kesenian yang berbeda beda.

1.Tarian khas suku bugis


Suku bugis juga memiliki beberapa seni tari yang hingga kini masih
dikembangkan, yaitu :

 Tari pelangi, tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta
hujan.

9
 Tari paduppa bosara, tarian yang menggambarkan bahwa orang bugis
jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai
tanda kesyukuran dan kehormatan.
 Tari pattennung, tarian adat yang menggambarkan perempuan
perempuan yang sedang menenun menjadi kain. Tarian ini
melambangkan kesabaran dan ketekuna perempuan perempuan
bugis.
 Tari pajoge’ dan tari anak masari, tarian ini dilakukan oleh calabai
( waria ), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan
dikategorikan telah punah.
 Tari pangayo, tari passassa, tari pa’galung, dan tari pabbatte yang
biasanya digelar saat pesta panen.

2.Baju adat bugis


Adapun baju adat khas suku bugis yaitu:
 Baju Tutu ( baju adat pria suku bugis)
Pakaiaan adat untuk kaum laki-laki disebut dengan Tutu.Jenis
pakaiaan ini adalah jas dan biasa disebut dengan jas Tutu. Pakaiaan
adat ini dipadukan dengan celana atau paroci,dan juga kain sarung
atau lipa garusuk,serta tutup kepalanya yakni berupa songkok.
Jas Tutu berlengan Panjang dengan leher yang berkerah dan dihiasi
dengan kancing yang dibuat dari emas atau perak,yang mana
dipasangkan pada leher kancing tersebut. Sedangkan untuk kain lipa
gurusuk atau lipa sabbe terlihat polos namun berwarna
mencolok,dengan ciri khas merah atau hijau.
 Baju Bodo (baju adat wanita suku bugis)
Pada wanita baju adat ini dinamakan baju Bodo.ciri khas baju Bodo
adalah berbentuk segi empat dan memiliki lengan yang pendek.Baju
Bodo sudah ada sejak zaman dulu dan dapat ditelusuri seratus tahun
kebelakang dan telah dikenal sebagai salah satu busana yang
memeiliki umur tertua di Indonesia.

10
Berdasarkan adat bugis ,setiap warna baju Bodo memiliki arti tersendiri
yang menunjukkan berapa usia serta martabat dari pemakainya ,yakni
sebagai berikut:
 Jingga,memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan
berusia sekitar 10 tahun.
 Jingga dan merah,artinya yaitu pemakai adalah anak perempuan
berusia 10-14 tahun.
 Merah,artinya yaitu pemakai perempuan berusia 17-25 tahun
 Putih,artinya yaitu pemakai perempuan dari kalangan pembantu
dan dukun.
 Hujau,artinya yaitu pemakai perempuan dari kalangan
bangsawan.
 Ungu,artinya yaitu pemakai ialah seluruh janda di Sulawesi
Selatan.

3.Lagu daerah
Adapun beberapa lagu khas Sulawesi Selatan yang hingga saat ini
masih terus diperdengarkan yaitu:
 Anak kukang
Anak kukang adalah lagu daerah yang menceritakan
tentang seorang anak yang hidup sebatang kara. Tanpa alasan
yang jelas ,ibu dari anak tersebut membuangnya.
 Angina mamiri
Angina mamiri adalah lagu ciptaan Bora D.G.Irate. angina
mamiri artinya angina yang bertiup dan membawa kesejukan
serta pesan rindu yang hendak disampaikan kepada orang
tersayang.
 Ati raja
Ati raja adalah lagu ciptaan Heo engDjie. Lagu ini
bermakna yang sangat mendalam mengenai ungkapan rasa
syukur kepada sang pencipta.
 Pakarena
Pakarena berasal dari kata pa yang artinya pelaku dan
karena yang berarti main atau permainan. Tak hanya

11
itu,pakarena juga dapat diartikan sebagai laki-laki yang pintar
memainkan berbagai macam permainan.

Adat Istiadat pernikahan Suku Bugis


Ada tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang orang bugis,
yaitu konsep ade, siri, dan simbolisme orang bugis sendiri, yaitu sarung
sutra. Ade dalam bahasa indonesia yaitu adat istiadat. Bagi masyarakat
bugis, ada empat jenis adat yaitu :
a) Ade maraja
Adat yang dipakai dikalangan raja atau para pemimpin.
b) Ade puraonro
Adat yang dipakai sejak lama di masyarakat secara turun temurun.
c) Ade assamaturukeng
Peraturan yang ditentukan melalui kesepakatan.

d) Ade abiasang
Adat yang dipakai dari dulu dan sudah diterapkan di dalam
masyarakat.

Orang Bugis sangat menjujung harga diri atau dalam bahasa bugisnya
‘siri’ (malu). Dalam hal ini, barang siapa yang menyinggung perasaan mereka
atau melanggar adat, maka harus mendapatkan sanksi adat seperti
diasingkan, diusir atau bahkan dilenyapkan.

Salah satu adat istiadat suku bugis yang unik adalah adat
pernikahannya. Dimana orang bugis yang ingin menikah harus melewati
beberapa tahap, yaitu :

Pertama, lettu (lamaran) adalah kunjungan keluarga si laki-laki ke


calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginannya melamar
calon mempelai perempuan.

12
 Kedua, Mappettuada (kesepakatan pernikahan) adalah kunjungan dari
pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu
pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin, balanja perkawinan
penyelanggaran pesta dan sebagainya. Namun saat ini, mappettuada
biasanya langsung juga dibahas ketika melakukan lamaran.
 Ketiga, Madduppa (Mengundang) yaitu kegiatan yang dilakukan setelah
tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu
kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan
dilaksanakan.
 Keempat, Mappaccing (Pembersihan) Ialah ritual yang dilakukan
masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan).
Ritrual ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah dimulai dengan
mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk
melaksanakan ritual ini. cara pelaksanaannya dengan menggunakan daun
pacci (daun pacar), kemudian para undangan dipersilahkan untuk memberi
berkah dan doa restu kepada calon mempelai. Hal ini dipercayai untuk
membersihkan dosa calon mempelai. Setelah itu, sungkeman kepada
kedua orang tua calon mempelai.

 Kelima, Hari pernikahan dimulai dengan mappaendre balanja. Prosesi ini


dari pihak mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-
wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian
wanita dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah
mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan, dilanjutkan
dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau
paksolo. Setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai
wanita selesai dilalanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar
mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.

13
Makanan khas Sulawesi Selatan
Adapun beberapa makanan khas Sulawesi Selatan yang sangat popular
yaitu:
 Coto makassar
Coto makassar adalah makanan yang berbahan dasar jeroan dan daging
sapi. Bahan-bahan tersebut direbus dalam air yang dipai untuk mencuci beras
bersama dengan kacang tanah yang dihaluskan.
 Jalangkote
Jalangkote ini mirip dengan kue pastel. Bahkan isinya pun sama yaitu
berbagai macam sayuran dan daging.perbedaannya yaitu tekstur kulit
jalangkote lebih tebal dibandingkan pastel dan ini biasanya dinikmati dengan
saus dari cuka dan cabe.
 Nasu palekko
Nasu palekko adalah makanan dengan bahan utama daging bebek atau sapi
yang dibumbui sedemikian rupa sehingga rasanya sangat gurih dan mirip
seperti rendang.ciri khas makanan ini adalah rasanya yang sangat pedas .
 Pisang epe
Pisang epe adalah cemilan berbahan dasar pisang. Pisang kapok setengah
matang yang digoreng atau dibakar sembari sesekali dibalik.kemudian pisang
itu ditekan sampai pipih dan kemudian goreng atau bakar ualang sampai
matangnya merata.
 Kapurung
Kapurung mirip dengan papeda khas papua dan maluku yaitu terbuat dari
tepung sagu namun bedanya di Sulawesi Selatan ini dicampurkan dengan
sayuran dan ikan atau daging.
 Sokko (Songkolo )
Sokko atau songkolo adalah makanan yang dibuat dari beras ketan putih atau
ketan hitam.setelahmatang ,beras ketan tadi ditaburi kelapa parut yang sudah
dimasak sehingga rasanya lebih gurih.makanan ini biasanya disajikan dengan
ikan asin atau telur asin.

14
Sejarah Kerajaan Massenrempulu Kabupaten Enrekang .

Massenrempulu atau lebih dikenal dengan Kabupaten Enrekang merupakan satu


Dari berbagai Daerah Tingkat II Provinsi Sulawesi Selatan dengan Luas Wilayah
1.786.01 km².
Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki
kekhasan tersendiri. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan Enrekang berada
di antara kebudayaan Bugis, Mandar dan Tana Toraja. Bahasa daerah yang
digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis besar terbagi atas 3 bahasa dari 3
rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu', yaitu bahasa Duri, Enrekang dan
Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla', Baraka, Malua,
Buntu Batu, Masalle, Baroko, Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan
Anggeraja. Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Enrekang,
Cendana dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Maiwa
dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Bungin. Melihat dari
kondisi sosial budaya tersebut, maka beberapa masyarakat menganggap perlu
adanya penggantian nama Kabupaten Enrekang menjadi Kabupaten
Massenrempulu', sehingga terjadi keterwakilan dari sisi sosial budaya.
 Sejak abad XIV, daerah ini disebut MASSENREMPULU' yang artinya meminggir
gunung atau menyusur gunung, sedangkan sebutan Enrekang dari ENDEG yang
artinya NAIK DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya sebutan ENDEKAN.
Masih ada arti versi lain yang dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam
Adminsitrasi Pemerintahan telah dikenal dengan nama “ENREKANG” versi Bugis
sehingga jika dikatakan bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah
pegunungan sudah mendekati kepastian, sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang
terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit sambung-menyambung mengambil ± 85%
dari seluruh luas wilayah sekitar 1.786.01 Km².

Menurut sejarah, pada mulanya Kabupaten Enrekang merupakan suatu kerajaan


besar yang bernama MALEPONG BULAN, kemudian kerajaan ini bersifat
MANURUNG dengan sebuah federasi yang menggabungkan 7 kawasan/kerajaan
yang lebih dikenal dengan federasi ”PITUE MASSENREMPULU”, yaitu:
1.   Kerajaan Endekan yang dipimpin oleh Arung/Puang Endekan
2.   Kerajaan Kassa yang dipimpin oleh Arung Kassa'
3.   Kerajaan Batulappa' yang dipimpin oleh Arung Batulappa'
4.   Kerajaan Tallu Batu Papan (Duri) yang merupakan gabungan dari Buntu Batu,
Malua, Alla'. Buntu Batu dipimpin oleh Arung/Puang Buntu Batu, Malua oleh
Arung/Puang Malua, Alla' oleh Arung Alla'
5.   Kerajaan Maiwa yang dipimpin oleh Arung Maiwa
6.   Kerajaan Letta' yang dipimpin oleh Arung Letta'
15
7.   Kerajaan Baringin (Baringeng) yang dipimpin oleh Arung Baringin
Pitu (7) Massenrempulu' ini terjadi kira-kira dalam abad ke XIV M. Tetapi sekitar
pada abad ke XVII M, Pitu (7) Massenrempulu' berubah nama menjadi Lima
Massenrempulu' karena Kerajaan Baringin dan Kerajaan Letta' tidak bergabung lagi
ke dalam federasi Massenrempulu'.

Enrekang Duri

Penjelasan Kebudayaan dan Adat Istiadat Suku Duri Enrekang Sulawesi Selatan.
Suku Duri adalah salah satu suku bangsa yang mendiami Kabupaten Enrekang,
tepatnya di kecamatan Baraka, Alla dan Anggeraja yang seluruhnya berjumlah 17
desa. Kabupaten Enrekang merupakan wilayah pegunungan yang sejuk dan berada
di tengah-tengah daratan Sulawesi selatan dan berbatasan dengan Tanah Toraja.

Pemukiman mereka berada dekat dengan jalan yang dapat dilalui mobil. Hanya
sedikit yang bermukim di daerah pegunungan yang tinggi. Sekitar 85% dari
masyarakat Duri tinggal di pedesaan. Mereka juga merupakan salah satu suku
perantau yang telah menyebar dibeberapa daerah di Indonesia dan bahkan sampai
ke Malaysia.

Suku Enrekang dan suku Maroangin (Marowangin) merupakan koalisi dari suku Duri
yang tergabung dalam satu kesatuan yang disebut sebagai suku Massenrempulu.
Meskipun secara ras dan bahasa suku Duri cenderung dekat dengan suku Toraja.
Bahasa Duri mirip dengan bahasa Toraja, oleh karena itu suku Duri sering dianggap
sebagai bagian dari suku Toraja. Meskipun memiliki kekerabatan dekat dengan
Toraja, suku Duri banyak terpengaruh adat istiadat suku Bugis. Sehingga kadang-
kadang juga orang Duri juga dianggap sebagai sub-suku dari suku Bugis.

Mata pencaharian
Mata pencaharian sebagian besar suku Duri adalah bertani. Selain itu, ada juga
yang berkebun, berternak dan membuat barang kerajinan. Hasil pertanian mereka
cukup beragam, tetapi yang terutama adalah bawang merah. Suku Duri juga
membuat keju secara tradisional yang disebut dangke. Diolah dari susu sapi dan
kerbau ditambah sari buah atau daun pepaya. Jenis tanaman pertanian suku Duri
adalah padi, jagung, ubi, cabai, dan bawang merah.

Sosial Budaya

Orang Duri memiliki sifat kekeluargaan dan gotong royong yang tinggi. Dahulu,
mereka mengenal adanya status sosial dari kaum bangsawan, rakyat biasa dan
budak. Sekarang ini, pembedaa itu sudah tidak terlihat lagi. Dalam masyarat Duri
sekarang ini, status sosial lebih ditentukan dari tingkat pendidikan dan kekayaan,

16
yang terlihat dari jumlah kerbau, tanah, emas yang dimiliki serta rumah yang bagus.
Umumnya, mereka yang berpendidikan pindah ke kota.

Dalam hal pendidikan, suku Duri bersikap terbuka. Juga terhadap hal-hal yang dapat
berguna untuk meningkatkan taraf hidup. Bahasa Indonesia sudah diajarkan di
sekolah-sekolah dasar. Orang membaca, tetapi sedikit sekali buku-buku yang
tersedia dalam bahasa mereka.

Kekeluargaan dan gotong royong yang tinggi menjadi keseharian sifat orang Duri.
Dahulu, mereka mengenal adanya status sosial dari kaum bangsawan, rakyat biasa
dan budak. Hari ini, segala bentuk kasta sosial itu sudah mereka hapuskan. Status
sosial yang dianut oleh mereka kini berdasarkan pendidikan dan kekayaan yang
dimiliki. Kebangsawanan sudah tidak berlaku lagi untuk mereka

Kepercayaan

Sebagian besar orang Duri memeluk agama Islam. Hanya sedikit yang masih
mempertahankan kepercayaan animisme, yang disebut Alu'Tojolo. Di Baraka,
pengikut animisme mengadakan pertemuan secara teratur 1-2 kali dalam sebulan.
Alu’ Tojolo merupakan Agama kepercayaan tradisional yang mirip dengan agama
kepercayaan tradisional suku Toraja. Orang Duri masih memegang erat adat, tetap
mempertahankan kerukunan, dan setia terhadap ajaran nenek moyang

17
BAB III

PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari makalah di atas, kami penulis dapat menarik beberapa kesimpulan,
antara lain :
1. Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku deutrou
melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari
daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi,
yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama
kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini,
yaitu La Sattumpugi.
2. Kerajaan yang ada pada saat sejarah suku bugis adalah kerajaan
bone, makassar, soppeng dan wajo.
3. Sistem kepercayaan masyarakat bugis adalah agama islam dan to
lotang.
4. Sistem kemasyarakatan masyarakat bugis ada 4, yaitu keluarga inti,
sepupu, pertalian sepupu dan sikampung.
5. Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan
pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat bugis hidup sebagai petani
dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang bugis adalah
pedagang.
6. Dalam kesehariannya, hingga saat ini orang bugis masih
menggunakan bahasa ‘ ugi ’ yang merupakan bahasa keluarga besar
dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang bugis juga memiliki
aksara sendiri yaitu aksara lontara yang berasal dari huruf sansekerta.
7. Rumah tradisonal bugis sendiri berbentuk panggung yang terdiri atas
tingkat atas, tengah, dan bawah. Tingkat atas digunakan untuk
menyimpan padi dan benda benda pusaka. Tingkat tengah, yang
digunakan sebagai tempat tinggal, yang terbagi atas ruang ruang untuk
menerima tamu, tidur, makan, dan dapur. Tingkat dasar yang berada
di lantai bawah digunakan untuk menyimpan alat alat pertanian dan
kandang ternak.

18
8. Karena masyarakat bugis termasuk pelaut yang ulung, mereka
menggunkan perahu pinsi sebagai teknologinya.
9. Kesenian masyarakat bugis meliputi tari pelangi, tari paduppa bosara,
tari pattennung, tari pajoge’, tari anak masari, tari pangayo, tari
passassa, tari pa’galung dan tari pabatte
10. Adat istiadat pernikahan suku bugis terdiri dari lima tahap yaitu : lettu
(lamaran), mappetuada (kesepakatan pernikahan), maduppa
(mengundang), mappaccing (pembersihan), hari pernikahan dimulai
dengan mappaendre balanja..

B.SARAN
Sebagai masyarakat Sulawesi Selatan kita harus bangga karena daerah kita
memiliki banyak kebudayaan yang bahkan telah dikenal luas oleh daerah lainnya.
Tetap lestarikan kebudayaan tersebut dan jangan sampai pudar hanya karna
pengaruh kebudayaan luar yang bernilai negative.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. http://wahyunis2012.blogspot.com/2019/01/sistem-mata-pencaharian-
masyarakat-suku.html
2. Abd. Kadir Ahmad, 2004, Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Ternggara, Makassar, Balai Litbang Agama Makassar.
3. Koentjaraningrat,1990.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta.PT.Rineka Cipta
4. Mattuladda, 1974. Bugis Makassar, Manusia dan Kebudayaan. Makassar.
Berita Antropologi No. 16 Fakultas Sastra UNHAS.
5. ------------, 1975. Latoa, Suatu Lukisan Analitis Antropologi Politik Orang
Bugis., Makassar: Disertasi.
6. http://oktariazone.blogspot.com/2019/01/v-behaviorurldefaultvml-o.html
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis

20

Anda mungkin juga menyukai