Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ANTROPOLOGI BUDAYA

SUKU BUGIS

DOSEN PENGAMPU : DAUD, S.Pd, M.Si

DISUSUN OLEH

NAMA : DIMAS RIZKI WARDANA


NIM : 2101135
KELAS : BDP 3 E

INSTITUT TEKNOLOGI SAWIT INDONESIA


MEDAN
2023/2024

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang "Suku Bugis".Kami menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Konseling Multikultural yang diampu oleh Bapak
Rustam M, Pd Kons
Dalam pembuatan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
terutama diri kami pribadi dan dapat menambah wawasan tentang suku dan
budaya yang ada di Indonesia, khususnya suku bugis.

Medan, 30 Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................2
D. Manfaat .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4

A. SUKU BUGIS ........................................................................................4


B. SEJARAH SUKU BUGIS...................................................................... 4
C. KARAKTERISTIK SUKU BUGIS........................................................ 5
D. NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SUKU BUGIS.................... 20
E. SISTEM KEKERABATAN .................................................................. 21
F. MATA PENCAHARIAN....................................................................... 21
G. PEMUKIMAN SUKU BUGIS............................................................... 21

BAB III PENUTUP............................................................................................ 22

A. Kesimpulan ............................................................................................ 22
B. Saran........................................................................................................ 23

Daftar Pustaka .................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara kepulauan yang
memiliki bermacam-macam suku, kebudayaan dan bangsa. Kebudayaan
yang beraneka ragam tersebut tentu dapat terjadi karena perbedaan suku
yang sangat terlihat pada setiap wilayah dan daerah di Indonesia.
Kebudayaan ini tentu saja harus kita pelihara dan lestarikan keberadaannya,
ini merupakan bekal untuk generasi yang akan datang agar mereka juga bisa
mengetahui dan melihat keindahan, keunikkan dan keaslian dari kebudayaan
tersebut. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin memberitahu tentang salah
satu kebudayaan yang ada di Indonesia. Khususnya kebudayaan yang
berada di daerah Sulawesi Selatan yaitu “SUKU BUGIS”.
Suku Bugis adalah salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi
Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat,
Diperkirakan populasi orang Bugis mencapai angka enam juta jiwa. Kini
orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan.
Suku Bugis hidup dari berburu, menangkap ikan, bertani, beternak dan
kerajinan. Mereka yang tinggal dipegunungan hidup dari bercocok tanam,
sedang yang dipesisir hidup sebagai nelayan. Mereka dikenal sebagai
pedagang barang kelontong, juga terkenal sebagai pelaut yang sering
merantau & menyebar ke seluruh Indonesia. Pakaian tradisional mereka
bernama Wajo Ponco, yang diperkirakan muncul dari pengaruh Melayu.
Sekarang baju ini hanyak untuk upacara-upacara, tarian dan penjemputan
secara adat. Bahasa mereka adalah bahasa Ugi yang terbagi dalam beberapa
dialek, seperti Luwu, Wajo, Bira, Selayar, Palaka, Sindenneng dan Sawito.

ii
Makanan utama mereka yaitu beras dan jagung. Mereka memiliki minuman
khas seperti tuak, sarabba dan air tape.
Di kalangan orang Bugis masih hidup diantara aturan-aturan yang
dianggap luhur dan keramat yang dinamakan Panngaderreng atau
panngadakkang. Diartikan sebagai keseluruhan norma yang meliputi
bagaimana seseorang harus bertingkah-laku terhadap sesama manusia dan
terhadap pranata sosialnya secara timbal balik (etika).

B. Rumusan Masalah
1. Bagai mana definisi suku Bugis ?
2. Bagaimana sejarah suku bugis yang pernah ada dalam suku bugis ?
3. Seerti apa karakteristik suku bugis ?
4. Nilai budaya apa saja yang terkandung dalam suku bugis?
5. Seperti apa sitem kekerabatan dalam suku bugis?
6. Apa saja mata pencaharian Suku Bugis ?
7. Bagai mana dengan pemukiman suku bugis ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui Bagai mana definisi suku Bugis ?
2. Dapat memahami Bagaimana sejarah suku bugis yang pernah ada
dalam suku bugis ?
3. Dapat mengetahui Seerti apa karakteristik suku bugis ?
4. Dapat menilihat Nilai budaya apa saja yang terkandung dalam suku
bugis?
5. Dapat memahami Seperti apa sitem kekerabatan dalam suku bugis?
6. Dapat memahami Apa saja mata pencaharian Suku Bugis ?
7. Dapat memahami Bagai mana dengan pemukiman suku bugis ?

ii
D. Manfaat
Berdasarkan permasalahan diatas, maka manfaat dari disusunya
makalah ini adalah menambah wasawan pembaca tentang beraneka
ragamnya suku dan budaya yang ada di Indonesia, khususnya suku bugis.
Pembaca dapat mengetahui bagaimana sejarah dan asal kata suku
bugis serta mengenal tingkahlaku dan kebudayaan yang ada di suku bugis.

ii
BAB II
PEMBAHASAN

H. SEJARAH SUKU BUGIS


Suku Bugis merupakan salah satu suku yang ada dipulau Sulawesi.
Suku bugis sekarang tidak hanya dipulau sulawesi tetapi sudah tersebar di
seluruh Indonesia. Suku Bugis tergolong ke dalam suku-suku Melayu
Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari
daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang
berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan
Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La
Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka
mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To
Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi
adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari
Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan
beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di
dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading
Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam
karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah
Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili,
Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu,
Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara
Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene
Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten
Polmas dan Pinrang.

ii
I. KARAKTERISTIK SUKU BUGIS
Suku Bugis terkenal dengan suku perantau yang tersebar ke beberapa
wilayah di Indonesia. Suku Bugis atau to 'Ugi merupakan suku asli di tanah
Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan. Suku Bugis adalah suku yang
sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini sangat
menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri
atau martabat seseorang. Jika seorang anggota keluarga melakukan tindakan
yang membuat malu keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh. Namun,
adat ini sudah luntur di zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang
tega membunuh anggota keluarganya hanya karena tidak ingin menanggung
malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan adat malu masih dijunjung
oleh masyarakat Bugis kebanyakan. Walaupun tidak seketat dulu, tapi
setidaknya masih diingat dan dipatuhi.

J. NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SUKU BUGIS


1. Kesenian Suku Bugis
a. Tari Paduppa Bosara
Tari Paduppa Bosara merupakan sebuah tarian yang
mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan
sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika
kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda
kehormatan.

b. Tari Pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama
Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang
artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di
istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih
memasyarakat di kalangan rakyat.
Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut
mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh

ii
dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. Sepanjang
Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut
para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk
mengadakan babak pada tarian tersebut.

c. Tari Ma’badong
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian.
Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking,
Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian
serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian
ini terbuka untuk umum.
Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya
dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil
melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya
berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si
Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong
bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam
suntuk.
Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara
pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum
bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan.

d. Tarian Pa’gellu
Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang
di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat
ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali
dari medan perang dengan membawa kegembiraan.
e. Tari Mabbissu
Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya
dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang
yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam

ii
bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep
sigeri sulawesi selatan.
f. Tari Kipas
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran
para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.

Tarian suku Bugis


Tari Paduppa Bosara
g. Gendang Bulo
Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan
perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil
dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika
disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan
pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas
dalam bentuk lelucon atau banyolan.
h. Kecapi
Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional
Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar
ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai
perahu. Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada

ii
acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan,
bahkan hiburan pada hari ulang tahun.

i. Gendang
Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang
mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip
seperti rebana.

j. Suling
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu:
 Suling panjang (suling lampe)
Suling yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah
punah.
 Suling calabai (suling ponco)
Suling jenis ini sering dipadukan dengan biola, kecapi dan
dimainkan bersama penyanyi.
 Suling dupa Samping (musik Bambu)
Musik bambu masih sangat terpelihara biasanya digunakan pada
acara karnaval atau acara penjemputan tamu.
2. Adat Istiadat Suku Bugis
Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan
gambaran tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse
dan simbolisme orang bugis adalah sarung sutra.
a. Konsep Ade
Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi
masyarakat bugis, ada empat jenis adat yaitu :
 Ade Maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau Para
Pemimpin.

ii
 Ade Poraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama
dimasyarakat secra turun temurun.
 Ad assamaturukeng, yaitu peraturan yang sudah ditentukan
melalui kesepakatan.
 Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang
dan sudah diterapkan dalam masyarakat.

Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade


yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal
sebagai pangngadereng. Ade merupakan manifestasi sikap yang
fleksibel terhadap berbagai jenis peraturan dalam masyarakat.
Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik yang
hendaknya diikuti oleh masyarakat. Sedangkan wari adalah aturan
mengenai keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan
hukum Islam. Siri memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku
orang bugis.

Menurut Pepatah orang bugis, hanya orang yang punya siri


yang dianggap sebagai manusia. Naia tau de’e sirina, de lainna
olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang
tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya
seekor binatang. Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak
dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk
sejak tahun 1600-an.

b. Konsep siri’
Makna “siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti
sehingga ada sebuah pepatah bugis yang mengatakan “SIRI
PARANRENG, NYAWA PA LAO”, yang artinya : “Apabila harga
diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.Begitu tinggi
makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan
harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran
nyawa oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun.

ii
Siri’ Na Pacce secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu
(harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu
Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi
Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut
merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam
komunitas (solidaritas dan empati).
Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna
“malu”. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega”
atau “kasihan” atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau
Makassar mempunyai empat kategori, yaitu :
 Siri’ Ripakasiri’
Adalah Siri’ yang berhubungan dengan harga diri pribadi,
serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Siri’ jenis
ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar
karena taruhannya adalah nyawa.
 Siri’ Mappakasiri’siri’
Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam
falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu,
inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka
pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu
(Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’
mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka
jangan membuat malu (malu-maluin).
 Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’)
Artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena
sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan
telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang
berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau
membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah
ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah

ii
ditentukan, jika si berutang ternyata tidak menepati janjinya,
itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
 Siri’ Mate Siri’
Siri’ yang satu berhubungan dengan iman. Dalam
pandangan orang Bugis/Makassar, orang yangmate siri’-nya
adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu
(iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan
pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai
hidup yang hidup.

3. Kebudayaan Suku Bugis


Suku Bugis terkenal dengan suku perantau yang tersebar ke
beberapa wilayah di Indonesia. Suku Bugis atau to 'Ugi merupakan
suku asli di tanah Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan. Suku
Bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan
martabat. Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang
mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat seseorang. Jika
seorang anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat malu
keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah
luntur di zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega
membunuh anggota keluarganya hanya karena tidak ingin
menanggung malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan adat
malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan. Walaupun
tidak seketat dulu, tapi setidaknya masih diingat dan dipatuhi.
Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup
dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia,
Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskardan Afrika Selatan.
Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah
suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat
mengingat tanah asal nenek moyang mereka.

ii
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik
sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan
tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan
banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain
itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan.

Upacara perkawinan dalam suku Bugis disebut Mappabotting


sementara itu istilah perkawinan dalam suku bugis disebut siala yang
mempunyai arti saling mengambil satu sama lain. Perkawinan adalah
ikatan timbal balik antara dua manusia berlainan jenis kelamin untuk
menjalin sebuah hubungan kekeluargaan. Istilah perkawinan dalam
suku Bugis juga bisa disebut mabinne berarti menanam benih,
maksudnya menanam benih dalam kehidupan rumah tangga.

a. Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah :


 Assialang marola
yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
 Assialana memang
yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu

ii
 Ripanddeppe’ mabelae
yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga


banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan
sepupunya.

b. Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah


perkawinan antara :
 Anak dengan ibu atau ayah.
 Saudara sekandung.
 Menantu dan mertua.
 Paman atau bibi dengan kemenakannya.
 Kakek atau nenek dengan cucu.
c. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan
adalah
 Mappuce-puce,
yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si
gadis untuk mengadakan peminangan.
 Massuro,
yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada
keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis
sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
 Maduppa,
yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai
perkawinan yang akan datang.
4. Rumah Adat Suku Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing.
Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga
Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :

ii
a. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We
Tenriabeng)
b. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
c. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih
mempercayai bahwa

Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu
kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.

Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status


sosial orang yang menempatinya,

a. Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati


oleh keturunan raja (kaum bangsawan)
b. bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung,
lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya
sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam
ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap
berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut
timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai
dengan kedudukan penghuninya.

ii
Bentuk Rumah Adat Suku Bugis

Rumah adat suku bugis baik saroja maupun bola terdiri atas tiga bagaian :

Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara
lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk
menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan
hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola
ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara
lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang
dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur,
bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya.

Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang


risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai
ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat
menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke
pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat
tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa,
hubungan social antara sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung
disini.

ii
Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat
tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada
ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe.

Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan


hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya.
Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi
arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan
perkembangan.

Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis


antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang
banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu. Agama Islam juga
memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih
banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di
seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di
kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai
sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis
tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-
ayat suci Al-Qur’an.

5. Pakaian Adat Suku Bugis


Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan
sebagai salah satu busana tertua di dunia. Perkiraan itu didukung oleh
sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar baju bodo. Jenis kain
yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani
Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab) pertama kali
diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh. Hal ini merujuk pada
catatan seorang pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad ke-19.
Sementara pada tahun 1298, dalam buku yang berjudul “The Travel of
Marco Polo”, Marco Polo menggambarkan kalau kain Muslim dibuat

ii
di Mosul (Irak) dan diperdagangkan oleh pedagang yang disebut
Musolini.
Namun kain yang ditenun dari pilinan kapas yang dijalin dengan
benang katun ini sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Sulawesi
Selatan, yakni pada pertengahan abad ke-9, jauh sebelum masyarakat
Eropa yang baru mengenalnya pada abad ke-17, dan populer di
Perancis pada abad ke-18. Kain Muslim memiliki rongga-rongga dan
jarak benang-benangnya yang renggang membuatnya terlihat
transparan dan cocok dipakai di daerah tropis dan daerah-daerah yang
beriklim panas.
Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini
memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju
dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada
pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi
bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya
pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat
pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian
dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih
terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera
berwarna senada.

ii
Gambar Baju Bodo adalah Pakaian Adat Wanita Bugis Makasar

Baju bodo hanya dikenakan oleh wanita makasar, sementara para prianya
menggunakan pakaian adat yang bernama baju bella dada. Baju ini dikenakan
bersama paroci (celana), lipa garusuk (kain sarung), dan passapu (tutup kepala

ii
seperti peci). Model baju bela dada adalah baju bentuk jas tutup berlengan
panjang dengan kerah dan kancing sebagai perekat. Baju ini juga dilengkapi
dengan saku dibagain kiri dan kananya.

Passapu atau tutu kepala yang digunakan sebagai pelengkap baju bella dada
umumnya dibuat dari anyaman daun lontar dengan hiassan mbring atau benang
emas yang disusun. Selain passapau, para laki-laki juga tak ketinggalan untuk
mengenakan aksesoris pelengkap pakaian yang digunakan. Beberapa aksesoris
diantaranya adalah ; gelang, keris, selempang atau rante sambang, saputangan,
dan sigarak atau hiasan penutup kepala.

6. Peninggalan Suku Bugis


Bissu adalah pendeta agama Bugis kuno pra-Islam. Bissu dalam
kebudayaan Bugis adalah manusia hermafrodit yang mana secara
anatomis adalah laki-laki namun dalam berbusana merupakan

ii
kombinasi antara karakteristik laki-laki dan perempuan. Seorang bissu
dapat membawa Badik (pisau khas Bugis) yang milik laki-laki, namun
mengenakan bunga di kepalanya yang bermodel rambut perempuan.
Dalam kebudayaan Bugis, dikenal 4 gender plus gender kelima yaitu
‘para-gender’. Selain laki-laki-pria (oroane) dan perempuan-wanita
(makunrai) dikenal pula calalai, secara biologis perempuan namun
berperan dan berfungsi sebagai laki-laki. Lalu ada calabai, secara
biologis laki-laki namun berperan dan berfungsi sebagai perempuan.
Gender kelima yaitu bissu, yang telah dijelaskan sebelumnya.

7. Makanan Khas Suku Bugis


Salah satu makanan khas dari suku Bugis ialah Buras atau biasa
disebut juga burasa. Buras sebenarnya tidak jauh berbeda juga dengan
olahan berbahan dasar beras lainnya, seperti halnya Ketupat. Apa lagi,
Ketupat sudah menjadi tradisi juga yang harus disajikan saat hajatan
khusus keluarga dan hari-hari besar keagamaan tiba. Bahkan,
memakan Ketupat juga wajib dengan campuran kari ayam, daging,
dan telur. Akan tetapi, rasa Buras yang sangat berbeda dengan
Ketupat. Karena Buras dimasak khusus dengan campuran santan.
Makanya saat Buras dicicipi berasa gurih dan aromanya yang begitu

ii
khas. Buras sendiri, oleh sejumlah orang-orang Suku Bugis
memakannya dengan beberapa campuran makanan lainnya. Seperti
kari ayam, daging, dan telur. Tiga campuran makanan ini harus wajib
disediakan menemani Buras saat hajatan keluarga digelar.

K. SISTEM KEKERABATAN
Sebagai mana telah dijelaskan diawal tadi bahawa suku bugis ini
memiliki sistem kekerabatan yang sangat baik dengan keluarganya hal itu
dikarenakan bahwa Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang
mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat seseorang. Jika seorang
anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat malu keluarga, maka
ia akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di zaman sekarang
ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega membunuh anggota keluarganya
hanya karena tidak ingin menanggung malu dan tentunya melanggar hukum.
Sedangkan adat malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan.
Dan untuk perkawinannya Walaupun tidak seketat dulu, tapi setidaknya
masih diingat dan dipatuhi.
Perkawinan yang ideal di Makassar sebagai berikut.
1. Assialang Marola adalah perkawinan antara saudara sepupu
sederajat kesatu baik dari pihak ayah/ibu.

ii
2. Assialanna Memang adalah perkawinan antara saudara sepupu
sederajat kedua baik dari pihak ayah/ibu.

Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan anak dengan ayah/ibu


dan menantu dengan mertua. Kegiatan-kegiatan sebelum perkawinan,
meliputi:

1. Mappuce-puce adalah meminang gadis,


2. Massuro adalah menentukan tanggal pernikahan,
3. Maddupa adalah mengundang dalam pesta perkawinan.

L. MATA PENCAHARIAN
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan
pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan
nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang.
Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan
menekuni bidang pendidikan.

M. PEMUKIMAN SUKU BUGIS


Masyarakat Bugis Makassar kebanyakan mendiami Kabupaten Maros
dan Pangkajene. Mereka tinggal di sebuah kampung yang terdiri atas 10 –
20 buah rumah. Kampung pusat ditandai dengan pohon beringin besar yang
dianggap keramat dan dipimpin oleh kepala kampung disebut matowa.
Gabungan kampung disebut wanua sama dengan kecamatan.
Lapisan masyarakat Bugis Makassar sebelum kolonial Belanda
adalah: ana’ karung adalah lapisan kaum kerabat raja, to-
maradeka adalah lapisan orang merdeka, ata adalah lapisan budak.

ii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas, dapat ditarik bebrapa kesimpulan bahwa, suku
bugi adalah suku yang tergolong kedalam suku-suku deutoran melayu.
Masuk ke nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia
tepatnya Yunan. Kata “Bugis” bersal dari kata To Ugi, yang bearti orang
bugis. Penmaan “ugi” merajuk pada raja pertama kerajaan cina yang
terdapat di pammana, kabupaten Wojo saat ini, yaitu La sattumpung.
Kerajaan yang ada pada saat sejarah suku bugis adalah kerajaan bone,
makassar, soppeng dan wajo.Sistem kepercayaan masyarakat bugis adalah
agama islam dan to lotang.Sistem kemasyarakatan masyarakat bugis ada 4,
yaitu keluarga inti, sepupu, pertalian sepupu dan sikampung.
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan
pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat bugis hidup sebagai petani dan
nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang bugis adalah
pedagang.Dalam kesehariannya, hingga saat ini orang bugis masih
menggunakan bahasa ‘ugi’ yang merupakan bahasa keluarga besar dari
bahasa Austronesia Barat.
Selain itu, orang bugis juga memiliki aksara sendiri yaitu aksara
lontara yang berasal dari huruf sansekerta. Rumah tradisonal bugis sendiri
berbentuk panggung yang terdiri atas tingkat atas, tengah, dan bawah.
Tingkat atas digunakan untuk menyimpan padi dan benda benda pusaka.
Tingkat tengah, yang digunakan sebagai tempat tinggal, yang terbagi atas
ruang ruang untuk menerima tamu, tidur, makan, dan dapur. Tingkat dasar
yang berada di lantai bawah digunakan untuk menyimpan alat alat pertanian
dan kandang ternak.
Karena masyarakat bugis termasuk pelaut yang ulung, mereka
menggunkan perahu pinsi sebagai teknologinya.Kesenian masyarakat bugis

ii
meliputi tari pelangi, tari paduppa bosara, tari pattennung, tari pajoge’, tari
anak masari, tari pangayo, tari passassa, tari pa’galung dan tari pabatte.
Adat istiadat pernikahan suku bugis terdiri dari lima tahap yaitu : lettu
(lamaran), mappetuada (kesepakatan pernikahan), maduppa (mengundang),
mappaccing (pembersihan), hari pernikahan dimulai dengan mappaendre
balanja.

B. Saran
Sebagai salah satu warisan budaya nusantara, sudah menjadi
kewajiban kita bersama untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku
bugis, dengan cara menghormati dan menghargai mereka, penyaringan
budaya luar, tumbuhkan kecintaan sejak dini terhadap budaya lokal,
kususnya bagi kita sebagai guru harus lah mengerti dari mana anak anak
didik kita berasal, sebab berbeda suku atau etnis beda pula karakter individu
tersebut.

ii
DAFTAR PUSTAKA

:http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis diakses tanggal 6 desember 2016

http://blogerbugis.blogspot.com/2013/04/adat-istiadat-suku-bugis-ade-siri-
na.html diakses tanggal 6 desember 2014

http://busbonecomunty.blogspot.com/2012/10/adat-istiadat-suku-bugis.html
diaksestanggal6desember2014

http://imbasadi.wordpress.com/agenda/data-karya-ilmiah-bebas/unhas/makna-
siri-na-pacce-dimasyarakat-bugis-makassar-friskawini/
diaksestanggal6desember2014

oleh: Ahmad, KERUKUNAN KELUARGA BUGIS WAJO


wawancara dengan masyarakata Ampera mengenai suku bugis.

ii

Anda mungkin juga menyukai