Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SOSIOLOGI

“MASYARAKAT SUKU MENTAWAI”


Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata pelajaran
sosiologi mengenai “Suku Bangsa DiIndonesia”

DI SUSUN

O
L
E
H

Kelompok :

RESI NURHASANAH
NURHIDAYAH PERMATA ALBA
FANDA AULIA ISLAMI
YANTI HENDRI
SINDY ZULHAMDI
M.AUDHI HERYA BAGUSTI
ADIT BUDITIA UTAMA

KELAS : XI IPS 1
T.P : 2018?2019
K
ATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tugas ini kami buat untuk membahas tentang sosiologi masyarakat pada suku
mentawai yang tinggal di kepulauan mentawai, Sumatra Barat
Makalah ini sebenarnya masih jauh dari kata sempurna, sehingga jika ada saran
maupun kritik yang bersifat membangun, dengan senang hati kami akan menerima dengan
lapang dada. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat.

Sungayang,14 Januari 2019

Penyusun

KELOMPOK
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................2


Daftar Isi ……………………………………………………………………....3
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………...5
Bab II Pembahasan …………………………………………………………….15
BAB III Penutup ………………………………………………………………
Daftar Pustaka …………………………………………………………………
BAB I
“PENDAHULUAN”

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya. Didalamnya
terdapat daerah-daerah yang memiliki budaya yang berbeda dan memiliki ciri khas tertentu. Salah
satunya adalah Suku Mentawai. Dalam suku ini terdapat banyak hal menarik yang bisa dikaji seperti
religi, baju dan tato khas Mentawai, dan perilaku-perilaku masyarakat disana.

Suku Mentawai merupakan kelompok masyarakat yang hidup dan menetap di kepulauan
Mentawai, propinsi Sumatera Barat. Turun temurun, suku Mentawai tinggal di empat pulau besar di
kepulauan Mentawai yakni Sibora, Siberut, Pagai Utara serta Pagai Selatan.

Secara geografis, letak kepulauan Mentawai berhadapan dengan Samudera Hindia.Untuk menuju ke
kepulauan Mentawai, anda harus menyeberangi laut dengan menggunakan perahu motor. Jarak
kepulauan Mentawai dari Pantai Padang lebih kurang 100 kilometer. Secara turun temurun, suku
Mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan rumah yang terbuat dari kayu
pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk panggung.

Oleh karena itu, penulis tertarik pada sistem kemasyarakatan suku Mentawai. Dengan mengambil
judul “ MASYARAKAT SUKU MENTAWAI”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan alasan-alasan yang dikemukakan diatas
maka rumusan masalah yang dapat dikaji dala penelitian karya tulis ini adalah “ bagaimana
kehidupan masyarakat suku Mentawai ?”.

C.KEGUNAAN

Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan penghayatan masyarakat, terutama generasi


muda terhadap budaya bangsa. Sampai saat ini, penulisan yang mengkaji mengenai adat istiadat
sangat kurang sehingga generasi muda tidak dapat gambaran mengenai banyaknya perbedaan adat
istiadat diantara suku bangsa. Dengan demikian mereka tidak dapat menghargai apalagi menghayati
kebudayaan bangsa sendiri. Hal ini menimbulkan sikap yang tidak posotif dan juga menimbulkan
kontradiksi dalam masyarakat.
Oleh karena itu kita perlu memelihara kepribadian, adat istiadat, dan kebudayaan dengan cara
memperkaya denga yang baru yang lebih baik.
BAB II
“PEMBAHASAN”

A. Lokasi dan Letak Geografis


Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah salah satu kabupaten yang terletak di
provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan UU RI No. 49
Tahun 1999 dan dinamai menurut nama asli geografisnya. Kabupaten ini terdiri dari 4
kelompok pulau utama yang berpenghuni yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai
Utara dan Pulau Pagai Selatan yang dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Mentawai. Selain
itu masih ada beberapa pulau kecil lainnya yang berpenghuni namun sebagian besar pulau
yang lain hanya ditanami dengan pohon kelapa. Antara daratan di sebagaian besar wilayah
Sumatra Barat dengan Kepulauan Mentawai dipisahkan oleh Selat Mentawai yang juga
sekaligus sebagai jalur transportasi perairan yang menghubungkan keduanya. Kepulauan
Mentawai sejajar dengan beberapa daerah penting seperti Pulau Siberut dengan Kota Padang,
Pulau Sipora dengan Indrapura, Pulau Pagai dengan Pagai Selatan dengan wilayah provinsi
Bengkulu. Sedangkan antara pulau-pulau di Kepulauan Mentawai dipisah oleh 3 buah selat
masing-masing; Selat Bunga Laut diantara P.Siberut dengan P. Sipora, Selat Sipora diantara
P. Sipora dengan P. Pagai utara, Selat Sikakap diantara P. Pagai Utara dengan P. Pagai
Selatan. Selain itu juga terdapat selat lain yang memisahkan wilayah Provinsi yaitu Selat
Siberu yang merupakan batas wilayah Provinsi Sumatra Barat (P. Siberut ) denga Provinsi
Sumatra Utara (P. Tenehela). Dari ke empat pulau besar di Kepulauan Mentawai, P. Siberut
adalah pulau yang besar dengan luas keseluruhan daratannya adalah 4.097 Km2 kemudian
berturut-turut pulau Sipora 916 Km2 , pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan seluas 1.733 Km2.
Pulau Siberut adalah tempat perkembangan Pertama bangsa suku Mentawai yang memiliki 2
buah kecamatan yaitu Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Selatan

B. Latar belakang sejarah dan kebudayaan suku Mentawai

1. Latar belakang sejarah


Sejarah tentang asal usul suku Mentawai asli secara jelas belum dapat diperoleh data yang
jelas. Meskipun dengan demikian dapat diperkirakan bahwa penduduk asli kepulauan
Mentawai ini berasal dari bangsa Melayu Tua (Proto Melayu). Sihombing(1979:17)
mengemukakan bahwa suku bangsa Mentawai adalah termasuk ke dalam lingkungan
bangsa Polynesia dan dapat dipersamakan dengan bangsa Hawai, Marquesas di Lautan
Pasifik, dengan mengemukakan cirri-ciri dan tipe orang-orang Mentawai sebagai
perbandingan. Sumber-sumber lain mengatakan bahwa suku bangsa Mentawai adalah
imigran dari daratan Sumatra. Pada abad 17 diantara pulau-pulau yang ada di kepulauan
Mentawai hanya Siberut satu satunya pulau yang sudah berpenghuni, sedangkan pulau-
pulau lainnya masih kosong. Di pulau Siberut memang tampak dan jelas pengaruh Nias.
Namun dikalangan orang Mentawai sendiri terdapat legenda mengenai asal-usul dari suku
bangsa ini.
Dahulu aada seorang laki-laki bernama Ama Tawe (bapak si Tawe), bermaksud mencari ikan
ke Pulau Nias. Tetapi malang perahu Ama Tawe dipukul badai, maka terdamparlah Ama
Tawe di suatu pantai(sekarang disebut pulau siberut). Lalu Ama Tawe berjalan, sampai ke
muara sungai(sekarang bernama Simatulu, Siberut tengah bagian barat). Ama Tawe
mendapati pohon sagu yang banyak dan pohon tales yang subur sekali. Lalu, Ama Tawe
membuat perahu untuk menjemput anak dan istrinya di Pulau Nias. Namun ama Tawe tidak
saja hanya mengajak anak dan istrinya tapi juga mmengajak beberapa orang dari
kampungnya untuk ikut bersamanya. Orang orang menganggap bahwa pulau yang
ditemukan Ama Tawe adalah pulaunya, maka orang orang kampong menyebut pulau itu
sebagai pulau Ama Tawe atau biasa diucap Amantawe yang akhirnya menjadi “Mentawai”.
Kesulitan untuk mengetahui asal-usul dan sejarah suku Mentawai disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama adalah karena mereka tidak mengenal tulisan, kedua adalah kebudayaan
material mereka sangat miskin, karena selama berabad abad tidak dapat pengaruh dari
kebudayaan Islam, Hindu, ataupunBarat.

2.Latarbelakangkebudayaan
Kebudayaan suku Mentawai sangat jauh ketinggalan dari suku lainnya di Indonesia. Mereka
tidak mengenal menenun, membuat barang dari logam, makan sirih, meminum tuak,
membuat tembikar, bertanam padi dan sebagainya. Kebudayaan material mentawai dapat
dikatakan kebudayaan kayu. Mereka tidak membuat benda benda kebutuhan dari logam
ataupun batu, sebagai umumnya manusia pada zaman batu membuat alat-alat keperluan
dari batu, misalnya kapak, alat pengolah tanah, patung dan sebagainya.
Oleh kerena itu di Mentawai tidak terdapat zaman batu, hal ini juga adalah suatu sebab
sulitnya untuk mengetahui asal-usul orang mentawai. Biasanya para ahli pra sejarah untuk
mengetahaui latar belakang sejarah maupun latar belakang kebudayaan dari suku bangsa
adalah dengan melakukan penggalian dan analisa benda-bendanya pra sejarah yang mereka
temukan.
Kebudayaan suku Mentawai boleh dikatakan kebudayaan kayu dan kebudayaan daun. Orang
mentawai membuat benda-benda kebutuhan sehari-hari adalah dari kayu dan daun.
Pada umumnya mereka masih menggunakan alat yang sederhana yang terbuat dari kayu dan
daun-daunan. Semua alat-alat rumah tangga terbuat dari bahan kayu dan daun yang terdapat
disekitar tempat tinggal mereka. Diantara alat-alat tersebut : Lenggono (semacam alat
penangkap ikan), balukbuk (keranjang), safa(keranjang dari rotan), jojoi (juga alat penangkap
ikan), rarahan (alat untuk menjalah ikan), balolok (tikar), kambuik (tempat menyimpan
sesuatu),danlain-lain.
Daerah kepulauan Mentawai yang terdiri dari empat buah pulau yang besar, juga terdiri atas
empat kecamatan yaiti kecamatan Siberut Utara dengan Ibu Kecamatan Muara Sikabaluan,
Kecamatan Siberu Selatan, dengan Ibu Kecamatan Muara Siberut, kecamatan Sipora, dengan
Ibu Kecamatan Sioban dan Pagai Utara/Selatan dengan Ibu kecamatan Sikakap.
Beberapa kebiasaan dari penduduk asli lebih cenderung untuk tidak dimasuki oleh unsur-
unsur dari luar.
C. Susunan masyarakat
Sebagian besar penghuni pulau-pulau di kabupaten Kepulauan Mentawai
berasal dari pulau Siberut. Masyarakat suku Mentawai secara fisik memiliki kebudayaan agak
kuno yaitu zaman neolitikum dimana pada masyarakat ini tidak mengenal akan teknologi
pengerjaan logam, begitu pula bercocok tanam maupun seni tenun. Secara turun temurun,
suku Mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan rumah yang terbuat
dari kayu pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk panggung.
Kesederhanaan hidup suku Mentawai juga terlihat dari cara mereka berpakaian. Pada
umumnya, pakaian suku Mentawai masih tradisional. Kaum lelaki Mentawai masih
mengenakan Kabit yakni penutup bagian tubuh bawah yang hanya terbuat dari kulit kayu.
Sementara bagian tubuh atas dibiarkan telanjang . Lain halnya dengan kaum wanita, untuk
menutup tubuh bagian bawah, mereka menguntai pelepah daun pisang hingga berbentuk
seperti rok. Sementara untuk tubuh bagian atas, mereka merajut daun rumbia hingga
berbentuk seperti baju. Kalaupun ada suku Mentawai yang mengenakan kain sarung ataupun
pakaian lengkap, jumlahnya hanya beberapa orang saja.
Jabatan kepala suku disebut dengan Rimata. Seorang rimata selain berperan sebagai
kepala suku, juga berperan sebagai pemimpin kegiatan adat yang berlangsung di dalam
sukunya seperti penetapan hari perkawinan dan menetapkan waktu punen sebagai waktu
istirahat suci artinya segala kegiatan untuk kehidupn dihentikan sama sekali. Pelaksanaan
punen ini diberlakukan apabila Uma seagai pusat aktifitas kesukuan menghadapi peristiwa-
peristiwa penting.
Karena beratnya tugas tersebut maka seorang rimata memerlukan pembantu yang
akan mengerjakan tugas-tugas ritmata apabila ritmata berhalangan. Pembantu rimata ini
adalah orang yang telah melakukan perkawinan secara adat. Dalam suatu uma terdapat 2
orang pembantu rimata yaitu Sikaute Lulak dan Sikamuriat. Tugas utama pembantu rimata
ini adalah mengumpulkan dan membagi hasil daging dari buruan suci secara adil dan merata
dengan ketentuan bagian sedikit lebih banyak untuk rimata karena tugasnya menjaga benda-
benda suci tadi.
Sikerei adalah anggota suku yang mempunyai kelebihan khusus dibandingkan
anggota suku lainya yaitu kepandaianya mengobati penyakit. Sehingga sikerei ini bias juga
disebut dukun.
Menjadi sikerei bukanlah suatu pekerjaan komersil karena sikerei tidak memungut
bayaran pada pasiennya meskipun yang diobati adalah pasien dari suku lain. Sehingga
menjadi sikerei atau dukun hanya berlangsung jika ada orang sakit dan tanpa pasien sikerei
bekerja seperti warga lainnya yaitu berladang, menangkap ikan dan sebagainya. Namun
demikian peranan sikerei bukan hanya dalam hal pengobatan supranatural, ia juga dilibatkan
dalam acara-acara seperti penebangan pohon baik untuk bahan uma, rusuk dan lelep ataupun
bahan pembuatan perahu serta pembukaan lahan perkebunan baru, juga meminta izin kepada
roh penguasa hutan atau gunung apabila warga suku akan melakukan perburuan binatang.
Hal ini dilakukan agar menghindari kemurkaannya serta akan dengan mudah memperoleh
hasil yang di inginkan.

D. Agama dan Kepercayaan


Agama yang dianut oleh masyarakat suku bangsa Mentawai adalah Arat Sabulungan
yaitu suatu fariasi dari kepercayaan tentang berbagai kesaktian yang dimiliki oleh roh nenek
moyang atau ketsat. Dalam konsep kepercayaan agama mereka dikenal dalam beberapa nama
yang berhubungan dengan kegaiban seperti Simagre yaitu roh yang menyebabkan orang
hidup; Sabulungan yaitu roh yang keluar dari tubuh terkadang dianggap keluar sebentar
(misalnya ketika sedang terkejut). Tetapi ada juga roh yang tidak pergi jauh dari tempat
tinggal manusia seperti di bumi, dalam air, udara pepohonan besar, di gunung, di hutan dan
sebagainya. Bahkan didalam uma terdapat satu roh penjaga yang disebut kina. Selain itu
masyarakat juga meyakini bahwa roh jahat yang kerjanya menyebarkan penyakit dan
mengganggu manusia, roh ini disebut sanitu. Sanitu berasal dari roh manusia yang matinya
tidak wajar (Jawa; gentayangan) seperti mati bunuh diri, dibunuh, kecelakaan (misalnya jatuh
dari pohon) dan mati karena sakit yang tak kunjung sembuh.
Meskipun abat XX mulailah berdatangan penyebar agama Protestan untuk
melakukan penyebaran agama ini yang dimulai ada tahun 1901 dan selama 18 tahun
berikutnya misi ini tidak menghasilkan apa-apa. Namun setelah tahun 1920 barulah berasil
mendapatkan umat dari penduduk asli Mentawai di Siberut serta pada tahun 1950 didirikan
Gereja Protestan pertama. Tahun 1935 agama katolik Roma juga menyebarkan misinya dan
langsung mendapatkan umat. Sedangkan agama Islam nanti menyebar pada tahun 1959.
Jhonri Roza menyebut bahwa orang-orang Islam telah ada di kepulauan Mentawai sebelum
VOC (abad XVII) ada di Indonesia, yaitu para pedagang di “Tanah Tepi” (sebutan untuk
wilayah untuk kawasan pesisir Barat Pulau Sumatra) untuk tujuan barter barang seperti daun
nipah, dan rotan.
Masuknya agama Samawi ternyata tidak dapat merubah kebiasaan mereka yang
berhubungan dengan roh-roh tersebut, misalnya dalam upacara adat yang berhubungan
dengan uma, pembukaan ladang baru, penebangan pohon besar, berburu ataupun pengobatan
orang sakit oleh sikerei.
Mentawai juga mengenal ilmu gaib yang berdasarkan dua keyakinan, ialah (1) keyakinan akan
adanya hubungan gaib antara hal-hal yang walaupun berbeda fungsinya, mirip wujud, warna,
sebutan atau bunyinya; dan (2) keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang sakti tetapi tak
berkemauan atau bajou dalam alam sekitar manusia.
Baik segala macam ilmu gaib produktif yang merupakan bagian dari upacara kesuburan tanah
misalnya, atau ilmu gaib protektif yang juga sangat penting dalam ilmu obat-obatan dan
penyembuhan penyakit secara tradisional, maupun segala macam ilmu gaib destruktif yang antara
lain dipergunakan dalam ilmu sihir dan guna-guna, semuanya bisa dikembalikan kepada kedua
keyakinan tersebut di atas. Ilmu gaib produktif dan protektif yang biasanya merupakan ilmu gaib
putih atau baik, dilakukan oleh sikerei, sedang ilmu gaib destruktif yang biasanya merupakan ilmu
gaib hitam atau jahat dilakukan oleh pananae. Seperti juga dalam banyak sistem kepercayaan dan
religi lokal di dunia, kekuatan sakti yang tak berkemauan (bajou), dalam sistem kepercayaan orang
Mentawai juga dianggap beradal dalam segala hal yang luar biasa dan dalam benda-benda keramat,
serta dalam uma (sebagai rumah umum yang keramat). Benda-benda itu, yang seperti telah tersebut
di atas adalah amat simagere, batu kerebau buluat, orat simagere, dan tudukut, serta dapat
ditambah lagi dengan sejumlah daun-daunan dan akar-akar kering dari tumbuh-tumbuhan
berkhasiat yang disebut bakkat katsaila, berfungsi sebagai jimat (tae) penolak bahaya gaib atau
sebagaibenda untuk mengundang ruh yang baik.

E. Tata krama suku mentawai


Tatakrama adalah adat sopan santun yang berlaku sekaligus menjadi ciri khas bagi
masyarakat pendukungnya, disamping itu tatakrama juga merupakan pola pengaturan dalam
interaksi atau pergaulan. Sehingga untuk mendekati sesuatu masyarakat maka mempelajari
tatakramanya terlebih dahulu adalah merupakan hal yang penting supaya orang dari luar
komponen masyarakat itu dapat diterima dengan baik dan dapat menjalani suatu hubungan.
Tindakan ini dapat disebut tindakan persuasive yaitu pendekatan melalui pemahaman budaya,
adat istiadat dan pola piker masyarakat tersebut.
Namun demikian ada satu hal yang patut menjadi perhatian dalam tatakrama
Mentawai ini yaitu bahwa hal mendasar bagi mereka adalah adanya pandangan bahwa
manusia dan alam adalah sama dalam arti keduanya harus mendapat perlakuan yang sama.
Manusia butuh makan, minum, perhiasan, ketenagaan, keserasian dan keindahan maka
alampun demikian halnya. Jiwa manusia akan pergi yang menyebabkan manusia itu sakit
bahkan meninggal dunia, jiwa alampun akan merana dan tidak peduli kepada mereka jika
kepada alam tidak diperlakukan sama, maka harus ada pengorbanan dan sesembahan kepada
alam.orang suku Mentawai akan menganggap Guntur, petir yang menyambar, banjir yang
tiba-tiba dating, angin kencang yang bergemuluh dan seluruh gejala alam yang demikian
mencekam, merupakan tetanda bahwa ada sesuatu yang kurang pada pelayanan kepada alam
atau telah ada sesuatu yang dianggar (hal ini biasanya diketahui oleh sikerei setelah
melakukan hubungan gaib dengan roh penguasa alam)
Terkadang ditafsirkan sebagai sikap takzim, sikap memberikan penghargaan ataupun
sikap memuliakan terhadap orang yang dihadapi. Kemudian untuk semua itu badan kita akan
memberikan reaksi sebagai sikap menghormat dengan menggerakan seperti menganggukan
kepala, menunduk atau membungkuk. Di lingkungan feodalistis sikap ini lebih jelas lagi
karena selain menunduk disertai dengan duduk bersipuh dan dua tangan dirapatkan di sekitar
wajah.
Sikap menghormatpun tidak ada yang berlebihan. Tanpa perlu mengangguk apalagi
menunduk dan membungkuk, cukup dengan menoleh sambil mengucap analoita Apalagi
ditambah senyum sudah merupakan tatakrama menghormat yang berlaku umum.
Jadi bisa disimpulkan bahwa bagaimanapun tingkat status seseorang tatacara
menghormatinya sama baik antara pemuda kepada yang lebih tua maupun yang sebaya.
Uniknya lagi adalah bahwa mereka pantang menyebut nama termasuk mereka yang sebaya,
karena sebuah nama bagi mereka adalah sesuatu yang sacral.

F.Bidangpendidikan
Demi kemajuan penduduk, pemerintah daerah pada saat ini telah mangadakan pemberian
beasiswa pada putra-putra Mentawai. Secara bertahap melalui fase-fase tertentu akan dicapai
tingkat mutu pendidikan yang sama dengan daerah lain. Diharapkan telah ada Sekolah Menengah
Pertama Kejuruan di tiap kecamatan dan Sekolah Menengah Atas untuk Kepulauan Mentawai serta
standarisasi sekolah-sekolah dasar. Guna kelangsungan pembangunan Kepulauan Mentawai maka
diprogramkan pemberian beasiswa bagi pelajar secara selektif, yang setelah selesai dari studinya
dikembalikan sebagai tenaga-tenaga kerja potensi ke Mentawai.Barat.
Kebiasaan tata hidup penduduk Mentawai terpencar-pencar bertahan dengan kehidupan yang
statis tradisional. Pemerintah daerah telah mengadakan usaha yang bertahap untuk memukimkan
penduduk Mentawai. Di samping itu diadakan pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing di
pedalaman Mentawai. Usaha-usaha pemerindah dalam memajukan kepulauan Menatawai telah
dimulai sejak tahun 1972, hal ini juga berkaitan dengan maksud untuk menjadikan Mentawai
sebagai daerah pariwisata untuk melengkapi potensi pariwisata di Sumatra.
Masyarakat Mentawai dengan keserdehanaan cara berfikirnya belum mempunyai pendangan
hidup jauh kedepan. Mereka hanya mementingakan suatu perasaan ketenangan, kesenangan, dan
kebebasan hidup yang sama dan sederhana. Dengan pandangan yang demikian tentu mereka
belum dapat atau terbiasa menerima norma-norma dan peraturan yang terdapat pada masyarakat
luarnya. Jika mendapatkan hasil hari ini maka akan dihabiskan hari ini juga, mereka tidak mengenal
cadangan atau simpanan untuk hari esok dan hari berikutnya. Keadaan ini adalah sebenarnya
karena didikan alam karena apa yang diperlukan sebagai kebutuhan kelompok yang telah
disediakan oleh alam. Cara hidup demikian sesuai dengan kepercayaan mereka yang disebut
Sabulungan.
G.Wisata budaya Kepulauan Mentawai
Wisata alam Kabupaten seluas 7.000 km2 ini, menawarkan beberapa pulau yang berada di
Samudra Hindia, seperti Siberut, Nyang-nyang, Sipora, Pagai Utara dan Selatan yang umumnya
berpasir putih dengan gulungan ombak panjang setinggi empat meter.
Dengan penduduk sekitar 70 ribu-an, Kepulauan Mentawai ditutupi hutan hujan tropis masih
alami. Mulai hutan primer "dipterocarpacece", primer campuran, rawa hutan pantai hingga bakau.
15 persen fauna dan 65 persen fauna yang ada adalah endemik (asli setempat).
Fauna endemik yang hanya ada di Mentawai, khususnya pulau Siberut jenis spesies primata, Bilou
atau "kloss Gibbon", sejenis gibbon paling primitif, bersuara merdu dan menjasi asal bunyi dari
gibbon lainnya, warna bulu paling sederhana.
Joja (Ata leilei), jenis kera, Simaobu merupakan jenis kera hidung pesek, gemuk dan ekornya
pendek, menyerupai babi dua warna hitam dan putih. Bokoi, sangat dekat dengan beruk yang
hidup di dataran tinggi, merupakan kera pertama masuk ke Indonesia dari daratan Asia.
Keesotikan Mentawai yang asri dan alami itulah, menarik untuk dikunjungi. Mencapai Mentawai
yang menjadi kabupaten tersendiri tahun 1999 --sebelumnya salah satu kecamatan dari Kabupaten
Padang Pariaman-- harus melalui kota Padang, dilanjutkan kapal penyeberangan sekitar dua
sampai tiga jam.
Kini sudah cukup banyak wisman berpetualang, berselancar dan menyelam, serta berwisata masuk
hutan (adventure). Namun, secara ekonomi Pemkab maupun masyarakat setempat tidak
menikmati dari kehadiran wisman yang umumnya datang langsung dengan lifeboard (kapal hotel
terapung).

H.Budaya tato suku Mentawai


Keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke merupakan asset Nusantara yang tak
ternilai harganya, sehingga harus dilestarikan. Sayangnya, masih banyak anak bangsa yang tidak
mengetahui ragam budaya daerah lain di Indonesia, salah satunya budaya tato di Mentawai,
Sumatra Barat. Bagi penghobi traveling, khususnya yang punya rasa ingin tahu cukup tinggi
terhadap beragam budaya berbagai daerah di Indonesia, tidak ada salahnya mampir ke Mentawai
untuk melihat dari dekat budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat,
selain menikmati sajian pesona alam dan lautnya. Di Indonesia, jenis tato tertua adalah tato yang
dimiliki oleh suku Mentawai, dan tato tersebut biasanya hanya berbentuk huruf. Di kalangan
pelaku kriminal, tato adalah penanda. Mereka memanfaatkan tato untuk menunjukkan identitas
kelompok. Tapi, ada juga tato yang memiliki sejarah sebagai alat ritual.
Menurut catatan sejarah, orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke
pantai barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman
Logam, 1500 SM-500 SM. Di Mentawai, tato dikenal dengan istilah titi. Dalam penelitian Ady Rosa,
selain Mentawai dan Mesir, tato juga terdapat di Siberia (300 SM), Inggris (54 SM), Indian Haida di
Amerika, suku-suku di Eskimo, Hawaii, dan Kepulauan Marquesas. Budaya rajah ini juga ditemukan
pada suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, suku Maori di Selandia Baru, suku Dayak di Kalimantan,
dan suku Sumba di Sumatera Barat.
Bagi orang Mentawai, tato merupakan roh kehidupan. Tato memiliki empat kedudukan pada
masyarakat ini, salah satunya adalah untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau
profesi. Tato dukun sikerei, misalnya, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat
gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung, atau buaya. Sikerei diketahui dari
tato bintang sibalu-balu di badannya. Tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam.
Benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh. Fungsi tato yang
lain adalah keindahan. Maka masyarakat Mentawai juga bebas menato tubuh sesuai dengan
kreativitasnya.
Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku Mentawai, Arat Sabulungan. Istilah ini berasal dari
kata sa (se) atau sekumpulan, serta bulung atau daun. Sekumpulan daun itu dirangkai dalam
lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, yang diyakini memiliki tenaga gaib kere atau
ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai media pemujaan Tai Kabagat Koat (Dewa Laut), Tai Ka-
leleu (roh hutan dan gunung), dan Tai Ka Manua (roh awang-awang). Arat Sabulungan dipakai
dalam setiap upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah, dan penatoan. Ketika
anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12 tahun, orangtua memanggil sikerei dan rimata (kepala
suku). Mereka akan berunding menentukan hari dan bulan pelaksanaan penatoan. Setelah itu,
dipilihlah sipatiti, seniman tato. Sipatiti ini bukanlah jabatan berdasarkan pengangkatan
masyarakat, seperti dukun atau kepala suku, melainkan profesi laki-laki. Keahliannya harus dibayar
dengan seekor babi. Sebelum penatoan akan dilakukan punen enegat, alias upacara inisiasi yang
dipimpin sikerei, di puturukat (galeri milik sipatiti).
Setiap orang Mentawai, baik laki-laki maupun perempuan bisa memakai belasan tato di sekujur
tubuhnya. Pembuatan tato sendiri melewati proses ritual, karena bagian dari kepercayaan Arat
Sabulungan (kepercayaan kepada roh-roh). Bahan-bahan dan alat yang digunakan didapat dari
alam sekitarnya. Hanya jarum yang digunakan untuk perajah yang merupakan besi dari luar.
Sebelum ada jarum, alat pentatoan yang dipakai adalah sejenis kayu karai, tumbuhan asli
Mentawai, yang bagian ujungnya diruncingkan. Tubuh bocah yang akan ditato itu lalu mulai
digambar dengan lidi. Sketsa di atas tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum bertangkai kayu
yang dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat pewarna ke dalam lapisan
kulit. Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa.
Janji Gagak Borneo merupakan tahap penatoan awal, dilakukan di bagian pangkal lengan. Ketika
usianya menginjak dewasa, tatonya dilanjutkan dengan pola durukat di dada, titi takep di tangan,
titi rere pada paha dan kaki, titi puso di atas perut, kemudian titi teytey pada pinggang dan
punggung. Proses pembuatan tato memakan waktu dan diulang-ulang. Tentu saja menimbulkan
rasa sakit dan bahkan menyebabkan demam.
Ditemukan juga bahwa tato pada masyarakat Mentawai berhubungan erat dengan budaya
dongson di Vietnam. Diduga, dari sinilah orang Mentawai berasal. Dari negeri moyang itu, mereka
berlayar ke Samudra Pasifik dan Selandia Baru. Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada
beberapa suku di Hawaii, Kepulauan Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta suku
Maori di Selandia Baru. (mtn/blg/sam)

i. Kehidupan sehari-hari suku Mentawai


Suku Mentawai hidup terikat dengan aturan adat. Salah satu aturan adat yang
selalu mereka jalankan yakni Arat Sabulungan. Arat berarti adat, sementara Sabulungan
bermakna daun. Jika diartikan, Arat Sabulungan mengatur kehidupan suku Mentawai untuk
menghormati dan menjaga daun. Berdasarkan ajaran leluhur Mentawai, daun diyakini sebagai
tempat bersemayamnya dewa hutan, dewa gunung, dewa laut, serta dewa air.
Suku Mentawai juga meyakini daun menjadi penghubung antara Sang Pencipta dengan
manusia. Begitu kuatnya kepercayaan suku Mentawai terhadap kekuatan daun, pantang bagi
keturunan suku Mentawai untuk merusak hutan. Mereka dilarang untuk menebang hutan
sembarangan. Untuk memasak, mereka hanya diperbolehkan mengambil ranting pohon
yang telah jatuh ke tanah. Jika melanggar, mereka akan mendapat sanksi adat. Bahkan
mereka percaya, jika merusak hutan, musibah dapat menghampiri kehidupan masyarakat
Mentawai.
Hutan menjadi tempat utama bagi kehidupan suku Mentawai. Mereka mendirikan Uma atau
rumah di dalam hutan. Di dalam hutan itu pula, mereka mencari hewan buruan untuk
dimakan. Monyet, babi hutan, serta kelelawar menjadi sasaran rutin bagi suku Mentawai. Jika
dibandingkan dengan jenis hewan lainnya, suku Mentawai menganggap monyet sebagai hasil
buruan yang paling berharga.
Ketika ada warga berhasil mendapat buruan monyet, mereka akan memanggil
anggota keluarga serta kerabat lainnya untuk ikut menikmati monyet tersebut. Membagi
rata hasil buruan dan harus dihabiskan tanpa sisa menjadi kewajiban bagi Suku Mentawai.
Mereka percaya, jika ada hasil buruan yang tidak dihabiskan ketika itu juga, malapetaka
akan menimpa seluruh keluarga. Jenis hewan yang pantang untuk diburu adalah anjing.
Mereka menganggap, membunuh dan memakan anjing merupakan sebuah pelanggaran
adat. Bagi mereka, anjing merupakan hewan kesayangan yang hanya boleh untuk dipelihara
bukan untuk dimakan.

BAB III
“PENUTUP”

A. Kesimpulan
Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam bab II penulis dapat menyimpulkan suku
Mentawai yang hidup dihutan-hutan dikepulauan Mentawai terdiri atas berbagai anggota
suku, seperti ketua suku, tetua suku, dan sebagainya. Meskipun beberapa agama telah masuk
ke kepulauan Mentawai, kebanyakan anggota suku Mentawai masih memiliki kepercayaan
terhadap roh-roh yang menyertai kehidupan mereka.
Kehidupan suku mentawai sangat erat hubungannya, baik denga sesama anggota suku
maupun dalam hubungannya dengan alam. Mereka juga memiliki aturan adat untuk
menghormati dan menjaga daun. Berdasarkan ajaran leluhur Mentawai, daun diyakini sebagai
tempat bersemayamnya dewa hutan, dewa gunung, dewa laut, serta dewa air. Suku
Mentawai juga meyakini daun menjadi penghubung antara Sang Pencipta dengan manusia.
Begitu kuatnya kepercayaan suku Mentawai terhadap kekuatan daun, pantang bagi
keturunan suku Mentawai untuk merusak hutan.
Kehidupan sosial suku Mentawai juga sangat kuat, seperti saat mereka berburu
binatang hutan, mereka akan membagi hasil buruannya secara adil bagi semua anggota suku.
Monyet adalah buruan terbesar bagi suku Mentawai.

B. SARAN
1. Memajukan prkembangan sosial ekonomi penduduk dalam suatu cara yang memungkinkan
mereka tetap memelihara keselarasan tradisional dengan lingkungan mereka.
2. Memelihara keunikan Mentawai terutama adat istiadat yang berlaku dengan keuntungan setinggi-
tingginya melalui pendidikan, penelitian, dan wisata budayanya.
3. Bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan pembangunan yang dapat melestarikan
budaya Mentawai
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mentawai ( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)


http://www.sumbarprov.go.id/detail.php?id=150 ( Diakses pada tanggal 23 Maret
2012)
http://www.sumbarprov.go.id/detail.php?id=150 ( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)
http://openlibrary.org/b/OL2516559M ( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/kepulauan Mentawai ( Diakses pada tanggal 23 Maret
2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Proto-Melayu( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)
Suku Mentawai

Sikerei (dukun) perempuan Mentawai, 2017

Total populasi

Kira-kira 66.500[1]

Kawasan dengan populasi yang signifikan

Kepulauan Mentawai

Bahasa

Bahasa Mentawai

Agama

Kristen (mayoritas), Animisme (agama tradisional), Islam

Kelompok etnis terkait

Sakuddei

Tarian oleh pria Mentawai yang menggambarkan ayam. Foto:KITLV (diambil sebelum 1940).

Anda mungkin juga menyukai