Disusun Oleh :
Puji syukur kami curahkan ke hadirat Allah Swt. atas Rahmat serta Karunia-Nya,
akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas dari dosen mata kuliah Kajian Mandiri serta sebagai acuan untuk kami dalam belajar.
Dengan adanya laporan ini semoga dapat menjelaskan mengenai latar belakang kebudayaan
masyarakat Banjar.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Kami akan sangat
berlapang dada dan berbesar hati, apabila ada yang berkenan memberikan kritik serta saran
untuk perbaikan menyempurnakan tulisan ini. Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya dan sedalam-dalamnya kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi kami selaku penyusun. Terimakasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan atau yang dapat disebut juga “Peradaban” mengandung
pengertian yang sangat luas dan mengandung pemahaman perasaan suatu bangsa yang
sangat kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,moral, hukum, adat-
istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
(Taylor, 1897).
Mempelajari kebudayaan bukanlah suatu kegiatan yang mudah dan
sederhana, karena banyak sekali batasan konsep dari berbagai bahasa, sejarah, sumber
bacaan atau literatur baik pendekatan metode juga telah banyak disiplin ilmu lain
yang juga mengkaji berbagai macam permasalahan terkait kebudayaan seperti,
Sosiologi, Psikoanalisis, Psikologi (Perilaku) dan sebagainya yang masing-masing
mempunyai tingkat kejelasan sendiri-sendiri tergantung pada konsep dan penekanan
masing-masing.
Apabila ditinjau dari asal katanya, maka “Kebudayaan” berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu “Budhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari “Budhi‟ yang berarti Budi
atau Akal. Dalam hal ini,‟Kebudayaan‟ dapat diartikan sebagai Hal-hal yang
bersangkutan dengan budi atau akal.
Dalam disiplin Ilmu Antropologi Budaya, pengertian Kebudayaan dan Budaya
tidak dibedakan. Adapun pengertian Kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Sosial
Budaya Dasar (ISBD) adalah: “Penciptaan, penertiban dan pengolahan nilai-nilai
insani yang tercakup di dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam
lingkungan, baik fisik maupun sosial”. Manusia memanusiakan dirinya dan
memanusiakan lingkungannya
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan banyaknya
pulau tersebut Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat banyak sekali.
Perkembangan budaya Indonesia telah dimulai sejak nenek moyang kita terdahulu.
Salah satunya terdapat di pulau Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan (disingkat
Kalsel) adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibu
kotanya adalah Banjarmasin. Suku Banjar (Urang Banjar) adalah suku bangsa yang
menempati wilayah Kalimantan Selatan, serta sebagian Kalimantan Tengah dan
sebagian Kalimantan Timur. Populasi Suku Banjar dengan jumlah besar juga dapat
ditemui di wilayah Riau, Jambi, Sumatra Utara dan Semenanjung Malaysia karena
migrasi Orang Banjar pada abad ke-19 ke Kepulauan Melayu.
Berdasarkan sensus penduduk 2010 orang Banjar berjumlah 4,1 juta jiwa.
Sekitar 2,7 juta orang Banjar tinggal di Kalimantan Selatan dan 1 juta orang Banjar
tinggal di wilayah Kalimantan lainnya serta 500 ribu orang Banjar lainnya tinggal di
luar Kalimantan.
Suku Banjar selain memiliki kesamaan dengan suku bangsa lainnya, juga
memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu kebiasaan orang Banjar adalah madam yaitu
berpindah dari satu daerah ke daerah lain, lalu menetap di sana untuk mencari
ketenangan hidup lahir dan batin. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya orang-orang
Banjar yang menetap di daerah-daerah lain di luar kampung halamannya Kalimantan
Selatan. Berdasarkan sumber data suku Banjar yang berasal dari daerah Kalimantan
Selatan banyak bermukim dan menetap secara berkelompok di daerah Jambi, Riau,
Sumatera Utara bahkan negara tetangga Malaysia. Mereka melakukan migran dengan
menumpang kapal Belanda melalui Singapura, dari Singapura mereka terbagi pada
daerah-daerah tersebut.
Dari catatan sejarah dan uraian para ahli dapat di simpulkan bahwa asal-usul
suku Banjar adalah percampuran beberapa suku, namun yang menjadi dominan
adalah Suku Dayak sebagai penduduk asli dan suku Melayu serta Jawa sebagai
pendatang. Kesimpulan ini di dukung oleh kenyataan yang dapat di lihat dari berbagai
kesamaan dalam budaya Banjar dengan suku-suku ter sebut.
Di Provinsi Sumatera Utara khususnya bagian Utara yang di kenal dengan
Kabupaten Langkat sejak dulu banyak bermukim orang-orang Banjar, pada masa
pemerintahan Belanda masih berstatus Keresidenan dan Kesultanan (Kerajaan),
dengan pimpinan pemerintahan di sebut Residen yang mempunyai wewenang
mendampingi Sultan Langkat dalam urusan orang-orang asing. Sedangkan orang-
orang pribumi berada di bawah /di tangan Pemerintahan Kesultanan Langkat. Oleh
karenanya pada saat orang Banjar datang ke daerah Langkat sebagian mereka melapor
kepada Sultan Langkat.
B. Masyarakat Banjar
Sejak dahulu banyak bermukim orang-orang Banjar. Bersama penduduk
lainnya, mereka telah merasakan bahwa Langkat ini adalah kampung halaman
bersama. Berpuluh tahun bahkan ratusan tahun mereka hidup bersama secara
harmonis dengan suku bangsa lainnya di tanah Langkat yang mayoritas bersuku
Melayu, Karo dan Jawa. Suku Banjar terkenal lebih tertutup (ekslusif) di banding
Suku lainnya di tanah Langkat, karena dapat di lihat dari cara hidup mereka yang
selalu berkelompok-kelompok di setiap daerah yang mereka tempati. Sistem madam
orang Banjar juga tergolong unik, kerana ketika orang Banjar merantau mereka tidak
akan pernah pulang ke kampung halaman mereka lagi dan matipun di tanah
perantauan. Dari data yang di kumpulkan hampir seluruh Kecamatan di Kabupaten
Langkat terdapat penduduk suku Banjar. Salah satu nya Desa yang ada di Kecamatan
Secanggang yakni Desa Sungai Ular.
Keadaan Desa Sungai Ular pada awalnya masih hutan belantara. Hingga
akhirnya pada tahun 1918, pertama kali Desa ini di buka oleh Nenek Haji Lukmanul
Hakim yaitu Haji Abdul Gani atau yang sering disebut Haji Lamak beserta istri dan
seorang anaknya yaitu Haji Asnawi yang saat itu masih berusia 3 tahun. Mereka
menetap di Desa Sungai Ular, membuka pertanian dan berkebun di Desa Sungai Ular.
Setiap Desa pada umumnya memiliki sejarah atau asal-usul timbulnya desa
atau nama desa tersebut. Nama Sungai Ular, menurut cerita orang tua terdahulu yang
pernah menetap di Desa Sungai Ular, nama Sungai Ular di ambil dari liku-liku sungai
yang menyerupai lintasan ular menjorok ke arah laut yang mitosnya dahulu sungai ini
terbentuk karena ada seekor ular besar yang melintasi wilayah ini sehingga
terbentuklah sungai yang menyerupai liku-liku ular.
Secanggang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat,
yang terdiri dari 9 Desa yakni Desa Kebun Kelapa, Desa Sungai Ular, Secanggang,
Karang Gading, Tanjung Ibus, Kepala Sungai, Selotong, Kuala Besar, dan Jaring
Halus. Desa Sungai Ular sendiri terdiri dari 5 (lima) Dusun sampai sekarang ini yaitu
Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, dan Dusun V. Di Dusun II Terdapat dua
Suku yang mendomisili di kampong Sungai Ular, yaitu Suku Banjar Along dan Suku
banjar Kandangan. Dusun II di kepala desai oleh bapak Safi’I. beliau juga termasuk
salah satu orang yang terlibat dalam rumpun kebudayaan Banjar.
Terdapat beberapa kebudayaan yang masih membudaya di sekeliling
masyarakat Banjar di dusun II desa Sungai Ular. Yang masih sering dilakukan
sampai saat ini yaitu Ritual Bapapai dan Ritual Kepala Naga. Ritual ini dilaksanakan
pada acara pernikahan. Bapapai berasal dari kata Papai dalam bahasa Indonesia
berarti Percik. Dalam praktiknya, bapapai seperti memercik-mercik air menggunakan
mayang pinang (Bunga muda Pinang) kepada calon mempelai yang sedang dimandi-
mandikan. Ritual Bapapai ini diartikan sebagai sebuah acara mandi kembang calon
pengantin yang dilaksanakan pada siang hari sampai sore hari merupakan upacara
sakral dalam suku Banjar Along.
BAB II
Ritual Bapapai merupakan semacam ritual yang diadakan pada saat dua insan
menjalin hubungan kearah jenjang pernikahan. Bapapai dan Badudus merupakan upacara
Bamandi-mandi sebelum upacara perkawinan penganten Banjar. Bapapai adalah mandi
penganten dari kalangan rakyat biasa, sedangkan Badudus mandi penganten khusus untuk
kalangan keturunan bangsawan atau kaum pegustian kerajaan Banjar dari Dinasti Negara
Dipa, Negara Daha hingga Dinasti Banjar Kuin. Masyarakat umumnya menyebut upacara
Badudus ini hanya berlaku di masyarakat Banjar yang memiliki kaitan dengan Candi Agung
(tutus candi atau zuriat keturunan keluarga Candi Agung). Candi Agung adalah situs yang
didirikan pada masa raja-raja Banjar Dinasti Negara Dipa.
Tujuan pelasanaan Ritual Bapapai adalah untuk membentengi pengantin dari berbagai
gangguan yang tidak diinginkan. Jika tidak dipersiapkan penangkalnya, dikawatirkan kedua
mempelai yang hendak malangsungkan pernikahan akan terserang penyakit dan kehidupan
rumah tangganya kelak akan digoyahkan oleh berbagai macam rintangan. Kemudian
ritual bapapai yang dilakukan oleh orang yang akan menerima gelar kehormatan. Misalnya
sebagai bagian dalam upacara penobatan raja atau upacara pemberian anugerah
kebangsawanan dari kerajaan kepada orang-orang yang telah ditentukan. Maksud
dilaksanakannya ritual bapapai dalam konteks ini adalah sebagai pelindung agar raja yang
akan dinobatkan terbebas dari segala macam penyakit, baik lahir maupun batin, dan dapat
menjalankan pemerintahan atau tugasnya dengan baik, bersih dari tindakan yang tercela,
dapat berlaku adil, dan memikirkan kepentingan rakyat banyak. Lalu Ritual bapapai juga
dilakukan oleh perempuan banjar pada saat masa kehamilan pertama. Dalam konteks ini
ritual bapapai dilaksanakan dengan tujuan supaya sang calon ibu dapat melahirkan dengan
mudah dan tidak ada halangan. Selain itu, agar si jabang bayi lahir dengan sempurna tanpa
ada cacat apapun juga.
Munculnya ritual Bapapai ditengarai dari tradisi yang berlaku pada zaman Kerajaan
Negara Dipa (sekitar tahun 1355 Masehi) dan Kerajaan Negara Daha (sekitar tahun 1448 M).
Dua kerajaan yang muncul secara berurutan ini merupakan bagian dari mata rantai sejarah
Kesultanan Banjar yang baru didirikan pada tahun 1526 M. Masyarakat assat Banjar
meyakini bahwa ritual Bapapai harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk
penghormatan kepada tokoh-tokoh Kerajaan. Masyarakat lokal percaya bahwa leluhur
mereka itu masih hidup di alam gaib dan sewaktu-waktu dapat diundang dalam acara-acara
ritual tertentu. Kepercayaan ini di anut secara turun-temurun, dan jika tidak dilaksanakan,
maka diyakini dapat menimbulkan malapetaka. Pada zaman dahulu, Bapapai menjadi ritual
yang khusus dilakukan hanya pada saat acara penobatan seorang raja. Ritual ini hanya boleh
dilakukan oleh para keturunan raja saja, yakni orang yang masih memiliki garis darah dengan
raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Negara Dipa maupun Kerajaan Negara
Daha.Setelah tidak adanya kerajaan di tanah Banjar.
Ritual bapapai ini tidak semua orang yang akan kawin harus menjalani upacara
mandi, konon yang harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun
memang harus menjalaninya. Ritual Bapapai dilaksanakan 3 hari sebelum hari perkawinan,
tepatnya pada waktu sore atau malam hari. Proses pelaksanaan Bapapai dimulai dengan ritual
mencukur alis calon pengantin perempuan dan dibentuk cacantung (cambang) rambut di
pinggir dahi serta dirias secukupnya. Dalam prosesi ini, disediakan pula piduduk (sajian
untuk sesaji) yang berupa seekor ayam betina untuk calon pengantin perempuan dan seekor
lagi ayam jantan untuk calon pengantin pria. Selain itu, disediakan juga beras ketan, 3 buah
telur ayam, gula merah, 1 buah kelapa, sebatang lilin, dan uang perak.